KARAKTERISASI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG

advertisement
KARAKTERISASI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI PENGGANTI
PENGASAPAN TRADISIONAL PADA IKAN BILIH (Mystacoleuseus padangensis)
Rahmi Eka Putri1 , Diana2
1
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan
2
Alumni Jurusan Kimia,Universitas Andalas
ABSTRACT
Liquid smoke is condensated liquid of smoke which are exposed to storage and screening processes. These processes
are aimed to separate the tar and particulate matters from liquid smoke. Liquid smoke that produced had a brown and
smoky coconut shell burning smell. The smoke Billih fish by traditional smoking process was browner and lighter than
the smoked Bilih fish by liquid smoke. After Bilih fish characterized by GC-MS, it is found that Bilih fish smoke by
liquid smoke process did not contain of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) compound, while the traditional
smoke fish contained PAH compound it was benzo(a)pyrene (BaP) 0,7564%. Characterization results of liquid smoke
from the pyrolisis of coconut shell are acetic acid (9,9000%), aseton(2,7258%), furfural (0,9130%), metil asetat
(0,7700%), 1-hidroksil-2-propanon (0,6732%), siringol(0,5698%) and guaikol (0,4774%).
Keywords: Liquid smoke, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons(PAH), Pyrolisis and GC-MS
PENDAHULUAN
T
eknologi pengasapan telah digunakan secara
luas dalam bidang pengolahan pangan dan
hasil
pertanian.
Pada pangan,
teknologi
pengasapan digunakan sebagai upaya pengeringan
sekaligus sebagai penghasil aroma dan rasa pangan
seperti daging asap, ikan asap, sale pisang, produk
berbakaran seperti sale, ikan bakar dan lain
sebagainya. Saat ini konsumen produk berasa dan
beraroma asap semakin meningkat seperti
meningkatnya produk berbakaran atau barbeque,
nasi bakar ,ikan bakar dan lain sebagainya. Di
bidang hasil pertanian, pengasapan digunakan juga
untuk proses pengeringan sekaligus pengawetan
seperti bawang merah, jagung dan lain sebagainya
dengan cara menempatkan atau menyimpan di
para-para di atas tungku dapur dengan bahan bakar
kayu. Di bidang perkebunan, teknologi pengasapan
digunakan secara tradisional
yaitu pada
pengolahan karet sheet, pengolahan kopra dan
pengoprongan tembakau. Pengasapan dengan
tujuan utama untuk mengurangi kadar air ini juga
berefek positif terhadap keawetan produk yang
diasapi, bahkan kayu yang berada di atas tungku
dapur akan lebih awet dibanding kayu dibagian
bangunan yang lain yang tidak terkena asap. Proses
pengawetan ini terjadi karena adanya senyawa
phenol, karbonil dan asam serta komponen lain
yang jumlahnya ratusan yang merupakan
antimikroba, antioksidan dan disinfektan.
Pengasapan yang umum dilakukan oleh
masyarakat untuk mengawetan bahan pangan
adalah
pengasapan
konvensional
seperti
pengasapan tradisional dengan menggunakan asap
pembakaran secara langsung yang bertujuan untuk
mengawetkan dan memberi cita rasa asap pada
ikan. Akan tetapi mutu ikan asap yang dihasilkan
secara tradisional tidak konsisten dan sulit
dikontrol. Disamping itu, pengasapan tradisional
ini dapat memberikan potensi resiko bahaya bagi
kesehatan manusia terkait adanya kandungan
polisiklis aromatis hidrokarbon (PAH) yang
dihasilkan melalui pengasapan langsung pada
proses pirolisis kayu. Menurut Moedjiharto et
al.,(2000), pengasapan tradisional sulit untuk
dikontrol, konsentrasi asap, waktu yang optimal
dan suhu pengasapan tidak konsisten serta adanya
senyawa yang tidak dikehendaki yang terikut
dalam asap. Oleh karena itu, produk hasil
pengasapan tidak seragam sehingga perlu dicari
jalan keluar yang salah satunya berupa penggunaan
asap cair hasil dari pirolisis kayu atau bahan
lainnya.
Asap cair merupakan campuran larutan dari
dispersi asap dalam air yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap cair hasil pembakaran
bahan bakar, dimana selama pembakaran
komponen utama bahan bakar seperti selulosa,
hemiselulosa dan lignin akan mengalami pirolisa
10
Agrica Ekstensia. Vol. 9 No. 2 Nopember 2015: 9-15
menghasilkan 3 kelompok senyawa yang mudah
menguap yang dapat terkondensasi, gas yang tidak
dapat dikondensasikan dan zat padat berupa arang.
Asap cair mengandung berbagai komponen kimia
seperti fenol, aldehid, keton, asam organik, alkohol
dan ester. Berbagai komponen kimia tersebut dapat
berperan sebagai antioksidan dan antimikroba serta
memberikan efek warna dan cita rasa yang khas
asap pada produk pangan. Diperkirakan bahwa
asap cair dapat menurunkan kadar terdepositnya ter
(senyawa PAH) pada bahan makanan.
Penggunaan asap cair mempunyai banyak
keuntungan dibandingkan metode pengasapan
tradisional, yaitu lebih mudah diaplikasikan, proses
lebih cepat, memberikan karakteristik yang khas
pada produk akhir berupa aroma,warna dan rasa
serta penggunaannya tidak mencemari lingkungan.
Selain itu beberapa senyawa toksik, terutama PAH
yang dihasilkan dari proses pembakaran lebih
mudah dikontrol.
Saat ini telah diproduksi
teknologi
pengasapan dengan asap cair. Cara pengasapan ini
lebih efisien dibandingkan dengan cara pengasapan
tradisional. Bahan yang bisa digunakan untuk
memproduksi asap cair adalah tempurung kelapa,
sabut kelapa, tempurung sawit, dan limbah
pertanian. Tempurung kelapa sudah lama
digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak
makanan karena selain mudah diperoleh, lebih
ekonomis dan efisien. Tempurung kelapa juga
telah banyak dimanfaatkan untuk pembuatan arang
dan arang aktif. Disamping itu tempurung juga
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asap
cair. Komposisi asap cair dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah jenis
tempurung kelapa, kadar air dan suhu pemanasan
yang
digunakan.
Umumnya kayu
keras
menghasilkan aroma yang lebih baik serta lebih
kaya senyawa aromatik dan senyawa asamnya
dibandingkan dengan kayu yang lunak.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari,
membuat dan mengkarakterisasi asap cair dari
limbah tempurung kelapa dengan metode pirolisis
sederhana serta mengaplikasikan pada ikan Bilih
sebagai pengganti pengasapan tradisional.
penelitian ini antara lain a) Peralatan untuk
memproduksi asap cair yaitu wadah stainless steel,
pemanas, kondensor, pompa air, selang air dan
termometer, b) GC-MS QP 2010 (30 m x 0,25
mm) dengan kolom HP5 (5% fenil metilsiloksan),
c) botol vial, d) stop watch, e) neraca analitis, f)
buret. Bahan yang digunakan antara lain: a)
tempurung kelapa yang diambil dari limbah hasil
buangan di pasar Raya Padang, b) ikan bilih yang
dibeli di pasar Bandar Buat Padang, c) garam
dapur merk Refina, d) aquadest, e) bahan bakar
LPG, f) heksan dan g) dikhlorometan.
Tahapan penelitian ini dimulai dari preparasi
tempurung kelapa dan ikan bilih. Tempurung
kelapa dibersihkan dari sabut halus yang melekat
pada permukaannya dan dari sisa-sisa daging buah
yang masih melekat di dalamnya, kemudian
dikeringkan dengan bantuan sinar matahari.
Setelah itu ukurannya diperkecil menjadi
seperdelapan bagian sehingga dapat masuk ke
dalam tungku pirolisis dan dilakukan pirolisis
sederhana selama ±96 menit sehingga didapatkan
asap cair. Asap cair yang diperoleh merupakan
campuran heterogen antara asap cair dengan ter.
Untuk memisahkannya dilakukan dekantasi selama
satu minggu untuk memberikan kesempatan ter
dan senyawa tidak larut lainnya mengendap
kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring. Setelah itu dikarakterisasi dengan GC-MS.
Asap cair hasil dekantasi digunakan untuk
mengasapi ikan Bilih. Ikan Bilih (masing-masing
100 g) direndam ke dalam 200 mL larutan asap
cair dengan konsentrasi 5% yang mengandung
garam (40 g/L) selama 1 jam. Setelah itu dijemur
dengan menggunakan wadah plastik di bawah sinar
matahari sampai kering. Ikan Bilih sebanyak 100 g
direndam dalam 200 mL larutan garam dan diasapi
secara tradisional selama ± 3 jam sebagai
pembanding. Ikan Bilih yang telah diasapi dengan
asap
cair
dan
pengasapan
tradisional
dikarakterisasi menggunakan GC-MS.
METODOLOGI
Sampel berupa tempurung kelapa (1000 g)
dimasukkan ke dalam tempat sampel pada tungku
pirolisis (wadah stainless steel). Tungku pirolisis
ditutup dengan penutup yang dilengkapi dengan
termometer dan diletakkan di atas pemanas
(kompor gas) dengan ketinggian tungku 2,50 cm.
Rangkaian alat kondensasi dipasang dan tabung
Penelitian ini telah dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kima,
FMIPA,
UNAND
dan
analisa
GC-MS
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik
Bahan Alam, UGM. Alat yang digunakan dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan
Sederhana
Asap
Cair
Secara
Pirolisis
Karakterisasi Asap Cair Dari Tempurung... (Rahmi Eka Putri dan Diana)
pendingin dialiri dengan air dingin. Kemudian
pemanas dihidupkan dan dilakukan pemanasan
sampai tidak ada asap cair yang menetes dalam
tabung penampung. Pirolisis tempurung kelapa
berlangsung pada suhu ±250oC selama ±96 menit
didapatkan asap cair sebanyak ±220 mL yang
bewarna coklat bercampur dengan cairan hitam
yang lebih kental.
Setelah melewati proses dekantasi selama satu
minggu terdapat dua lapisan pada cairan asap cair
tersebut, yaitu lapisan atas yang bewarna coklat
(asap cair) dan lapisan yang bawah (ter) yang
berwarna hitam dan lebih kental daripada lapisan
atas. Warna coklat dari asap cair tempurung kelapa
dipengaruhi oleh kadar karbonilnya. Semakin
tinggi kadar karbonilnya maka akan semakin tinggi
pula potensi pencoklatannya. Jika dilihat dari
warna asap cair yang dihasilkan dapat diketahui
bahwa asap cair tempurung kelapa banyak
mengandung senyawa karbonil. Asap cair
tempurung kelapa yang dihasilkan memiliki bau
yang menyengat seperti bau asap hasil pembakaran
tempurung kelapa. Bau ini disebabkan karena asap
cair tersebut banyak mengandung senyawa asam
dan derivat fenol.
Komposisi Kimiawi Asap Cair Tempurung
Kelapa dan Ter
11
kayu seperti keton, karbonil, asam, furan dan
turunan pyran dan juga yang berasal dari degradasi
termal lignin seperti fenol, guaicol dan turunannya,
syrigol dan turunannya. Kandungan senyawa
terbanyak adalah asam asetat (9,9000%) yang
waktu retensinya adalah 2,896. Keasaman asap cair
ini dipengaruhi oleh kandungan selulosa yang
tinggi pada tempurung kelapa. Selain asam asetat,
senyawa terbanyak lainnya adalah senyawa aseton
(2,7258%), furfural (0,9130%), metil asetat
(0,7700%), 1-hidroksil-2-propanon (0,6732%),
siringol (0,5698%) dan guaiakol (0,4774%).
Senyawa asap yang berperan dalam
pengawetan terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu
senyawa asam, senyawa karbonil dan senyawa
derivat fenol. Bahan-bahan dengan kandungan
selulosa tinggi akan menghasilkan total asam yang
lebih besar. Senyawa asam mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk menghambat
pertumbuhan bakteri daripada senyawa derivat
fenol, namun apabila keduanya digabungkan akan
menghasilkan kemampuan penghambatan yang
lebih besar daripada masing-masing senyawa.
Senyawa asam juga berperan sebagai
biopreservatif pada ikan dan produk berkadar
protein tinggi lainnya. Kombinasi penggaraman
awal dan aktivitas antimikrobial beberapa senyawa
di dalam asap cair seperti formaldehid, asam-asam
karboksilat dan beberapa jenis fenol juga dapat
meningkatkan daya simpan ikan.
Pada kromatogram B terlihat bahwa Ter
mengandung 43 senyawa dengan kandungan
senyawa
yang
terbanyak
adalah
bis(2etilheksil)phthalate (3,3550%), dimana waktu
retensinya 25,558. Selain bis(2-etilheksil)phthalate,
ter juga mengandung senyawa PAH yaitu
benzo(a)piren (BaP) dengan konsentrasi 0,1562%.
Benzo(a)pyren merupakan salah satu senyawa
PAH yang diketahui bersifat karsinogenik dan
biasa ditemukan pada produk pengasapan.
Salah satu komponen kimia yang bersifat
karsinogenik dan dapat terbentuk selama proses
pirolisis tempurung kelapa adalah benzo(a)pyrene.
Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi
komponen asap cair menggunakan Gas
Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS).
Kondisi operasional alat adalah sebagai berikut :
gas pembawa helium, kolom yang digunakan HP5
(5% fenil metilsiloksan) (30 m x 0,25 µm),
temperatur kolom terprogram 50-270oC dimana
suhu awalnya 50oC (5 menit) dan
kenaikan suhu 10oC/menit, temperatur
injektor 280oC, volume injeksi 0,5 mL,
detektor FID dan temperatur detektor
300oC. Untuk menentukan struktur dan
nama senyawa dari masing-masing
puncak
pada
kromatogram,
dipergunakan data hasil pengukuran
berdasarkan referensi yang data (data
MS).
Pada kromatogram A menunjukkan
31 senyawa yang terindentifikasi di
dalam asap cair tempurung kelapa yang
Gambar 1. Kromatogram GC, A. Kromatogram asap cair
berasal dari degradasi termal karbohidrat
tempurung kelapa, B. Kromatogram Ter
12
Hasil Pengasapan Ikan Bilih dengan Asap Cair
dan Asap Tradisional
Asap cair yang telah terpisah dari ter
digunakan untuk mengasapi ikan Bilih. Ikan bilih
hasil pengasapan dengan asap cair dan asap
tradisional dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Ikan Bilih Asap. (A) Ikan bilih yang
direndam dengan asap cair 5%, (B) Ikan bilih yang
diasapi secara tradisional
Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa ikan bilih
yang diasapi dengan asap tradisional lebih bewarna
coklat dan mengkilap dibandingkan yang direndam
dengan asap cair 5%. Hal ini disebabkan karena
kandungan karbonil pada ikan Bilih yang diasapi
secara tradisional lebih banyak dibandingkan
dengan asap cair. Semakin tinggi kadar karbonil
makan akan semakin tinggi pula potensi
pencoklatannya. Karbonil di dalam asap cair
merupakan hasil pirolisis selulosa yang dapat
mempengaruhi warna dan cita rasa produk asap.
Degradasi termal selulosa pada tahap pertama akan
menghasilkan glukosa kemudian tahap kedua
menghasilkan asam asetat dan homolognya, air
serta sejumlah kecil furan dan senyawa fenolik.
Selain karena tingginya kadar karbonil yang
terkandung di dalamnya, warna dari ikan Bilih
yang diasapi secara tradisonal tersebut juga
disebabkan karena adanya ter hasil pembakaran
tempurung kelapa yang terdeposit secara langsung
pada ikan. Dari segi rasa yang diujikan pada 20
orang panelis, ikan Bilih yang diasapi dengan asap
cair lebih enak dibandingkan dengan ikan bilih
yang diasapi secara tradisional. Ikan bilih yang
diasapi dengan asap cair rasa asapnya cocok
dilidah, sedangkan ikan bilih yang diasapi secara
tradisional rasa asapnya terlalu berlebihan
sehingga setelah dimakan rasa asapnya masih
tertinggal lama dilidah. Hal ini dikarenakan
kandungan senyawa derivat fenol pada ikan Bilih
yang diasapi dengan asap cair lebih kecil
dibandingkan dengan ikan Bilih yang diasapi
secara tradisional
Agrica Ekstensia. Vol. 9 No. 2 Nopember 2015: 9-15
Hasil Karakterisasi Sampel Ikan Bilih
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa sampel
ikan Bilih tanpa pengasapan mempunyai 13
puncak. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung dalam sampel ikan tanpa pengasapan
ini ada 13 senyawa. Senyawa terbanyak adalah
kolesterol (54,4811%) dan kandungan senyawa
paling sedikit adalah diaseton alkohol (0,9574 %).
Sampel ikan Bilih yang diasapi dengan asap cair
mempunyai 27 senyawa, dengan kandungan
terbesar adalah kolesterol (46,3663%). Kandungan
derivat fenol, guaikol, siringol yang terdapat dalam
ikan yang diasapi dengan asap cair adalah
10.0950%, 0,3230% dan 1,7262 % secara
berurutan. Senyawa ini memberikan pengaruh
yang besar pada pemberian aroma, warna,
antibakteri dan antioksidan.
Sampel ikan yang diasapi secara
tradisional mempunyai 58 puncak dengan luas
puncak terbesar adalah puncak ke-56. Hal ini
menunjukkan bahwa ada 58 senyawa yang
terkandung di dalam sampel ikan yang diasapi
secara tradisional. Senyawa yang paling banyak
adalah kolesterol (54,3682%) . Hal ini
memperlihatkan bahwa pengasapan tradisional
dapat meningkatkan kandungan kolesterol pada
tubuh ikan.
Dari ketiga kromatogram tersebut dapat
dilihat bahwa ikan yang diasapi dengan asap cair
mengandung kolesterol dengan total kadar yang
lebih rendah (46,3663%) daripada sampel ikan
yang diasapi secara tradisional (54,3682%) dan
sampel ikan tanpa pengasapan (54,4811%). Hal ini
disebabkan karena senyawa hasil pirolisis selulosa
yang terkandung di dalam asap cair masih dapat
berperan untuk mengumpalkan kolesterol. Ini
ditandai dengan adanya gumpalan-gumpalan pada
larutan asap cair yang telah digunakan untuk
pengasapan.
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa kandungan
senyawa asam dan derivat fenol pada sampel ikan
yang diasapi secara tradisional lebih banyak
daripada sampel ikan yang diasapi dengan asap
cair. Kandungan senyawa karbonil pada sampel
ikan yang diasapi secara tradisional juga lebih
banyak daripada sampel ikan yang diasapi dengan
asap cair. Hal ini yang menyebabkan warna sampel
ikan yang diasapi secara tradisional lebih coklat
diandingkan dengan sampel ikan yang diasapi
dengan asap cair.
Selain senyawa asam,karbonil dan derivat
fenol, pada sampel ikan yang diasapi secara
tradisional dan sampel ter, terdapat juga senyawa
13
Karakterisasi Asap Cair Dari Tempurung... (Rahmi Eka Putri dan Diana)
A
B
C
memiliki
makanan secara langsung. Sampel
ikan yang diasapi dengan asap cair
tidak mengandung BaP,hal ini
dikarenakan asap cair yang digunakan
untuk
mengasapi
ikan
telah
dipisahkan dari ter melalui proses
dekantasi, sehingga BaP yang
dihasilkan dari pirolisis tempurung
kelapa tidak terdeposit pada bahan
makanan.
Hasil analisis juga menunjukkan
bahwa senyawa PAH termasuk
benzo(a)piren tidak ditemukan dalam
asap cair. Tidak ditemukannya
senyawa-senyawa PAH pada asap cair
ini disebabkan karena senyawa
tersebut belum terbentuk pada proses
pembakaran tempurung kelapa yang
dilakukan pada suhu di bawah 400oC.
Faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pembentukkan senyawa
PAH adalah suhu pengasapan.
Penggunaan suhu pirolisis antara 300400oC dapat menurunkan kandungan
PAH dalam asap cair hingga 10 kali
lipat.
Untuk
mengetahui
keunggulan ikan asap cair jika
dibandingkan dengan ikan asap
tradisional dapat dilihat dari kadar
protein yang terkandung di dalam
ikan asap selain dilihat dari rasa,
warna, kadar BaP dan kolesterolnya.
Ikan yang diasapi dengan asap cair
kadar protein yang lebih tinggi
Tabel 1. Perbandingan beberapa senyawa yang terkandung dalam sampel
polisiklis aromatis hidrokarbon (PAH) yaitu
benzo(a)piren (BaP) yang kadarnya masing-masing
adalah 0,7564% dan 0,1562%. Adanya BaP pada
sampel ikan yang diasapi secara tradisional
disebabkan karena pengasapan secara tradisional
dapat menyebabkan terdepositnya ter pada bahan
(55,8068%) daripada ikan yang diasapi secara
tradisional (51,3794%), akan tetapi ikan bilih yang
diasapi secara tradisional lebih tahan (30 hari) dari
pada ikan asap cair (25 hari).
14
Agrica Ekstensia. Vol. 9 No. 2 Nopember 2015: 9-15
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil
beberapa kesimpulan :
1.
2.
3.
Limbah tempurung kelapa dapat dimanfaatkan
sebagai bahan dasar pembuatan asap cair
secara pirolisis sederhana.
Asap cair dapat digunakan sebagai pengganti
pengasapan tradisional pada ikan Bilih.
Asap cair tempurung kelapa yang dihasilkan
bewarna coklat, memiliki bau spesifik asap
hasil pembakaran tempurung kelapa yang
mengandung 31 senyawa, dengan kandungan
senyawa
terbesar
adalah
asam
asetat(9,9000%), aseton (2,7258%), furfural
(0,9130%), metil aseta (0,7700%), 1-hidroksi2-propanon (0,6732%), siringol (0,5698%)
dan guaikol(0,4774%)
DAFTAR PUSTAKA
Darmadji, P.,1994. Aktifitas Antibakteri Asap Cair
yang Diproduksi dari Bermacam-macam
Limbah Pertanian. Laporan Penelitian
Mandiri. DPP-UGM.Yogyakarta.
Darmadji,P.,1996. Produksi Asap Cair dan SifatSifat Antimikrobia, Antioksidan serta
sensorisnya. Laporan Penelitian Mandiri.
DPP-UGM. Yogyakarta.
Guillen,M.D. and M.L.Ibargoitia,1998. New
Components With Potential Antioxidant
And Organoleptic Properties, Detected
For The First Time In Liquid Smoke
Flavouring Preparations. J. Agric Food
Chem.No.46,hal.1276-1285.
Guillen,M.D.,P.Sopelana and
M.A.Partearroyo,2000. Polysicliyc
Aromatic Hidrocarbon in Liquid Smoke
Flavourings Obtained from Different
Types of Wood, Effect of Storage in
Polyethylene Flasks on Their
Concentrations. J Agri Food Chem
48:5083-6087.
Info Ristek,2005.PDII-LIPI. Jakarta. No.3,hal.1-9.
Karseno,P.Darmadji dan K. Rahayu, 2002. Daya
Hambat Asap Cair Kayu Karet Terhadap
Bakteri Pengkontaminan Lateks dan
Ribbed Smoke Sheet. Agritech.21(1):1015
Leori,F.,Jorffaud,J.J.,Chevalier F. Dan
Cardinal,M.,1998. Study of the
microbiological eclogy of cold-smoked
salmon during storage at 8oC. International
Journal of Food Microbiology.39:111-121
Lucia, N.,2006. Pemanfaatan Limbah Tempurung
Kelapa (Cocos Nucifera Linn) sebagai
Bahan Pembuat Asap Cair dan
Karakterisasinya menggunakan GC-MS.
Skripsi Sarjana Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Andalas. Padang.
Moedjiharto,A.Chamidah,Endang,T.H.,2000.Penga
ruh Lama Perendaman dan Penyimpanan
Ikan Bandeng Asap dengan Larutan Asap
Cair terhadap Nilai Aw, Tekstur,
Organoleptik dan Mikrobiologi. Jurnal
Makanan Trdisional
Indonesia,Vol2/2,hal.53-63.
Pszcola,D.E.,1995. Tour Highlights Production
and Uses of Smoke House Base Flavours. J
Food Tech 49:70-74.
Putri, R.E.,2012. Penggunaan Garam dan Asap
Cair Dari Tempurung Kelapa Sebagai
Bahan Pengawet Dan Mempelajari
Pengaruhnya Terhadap Kandungan
Protein Ikan Bilih (Mystacoleuseus
padangensis). Majalah Ilmiah
Vegetasi.Vol.9.Hal 50-56.
Siskos,I.,Zotos,A.,Melidou,S.,dan
Tsikritzi,R.,2006. The effect of liquid
smoking of fillets of trout (Salmo dairdnerii) on sensory,microbiological and
chemical change during chilled storage.
Food Chemistry.101:458-464.
Stolyhwo,A. And Z.E. Sikorski.2005.Polycyclic
aromatis hydrocarbons in smoked fish-a
critical review. Food Chem 56:2727-2734.
T. Hattula and T.Luoma, 2001. Use of Liqiud
Smoke Flavouring as an Alternative to
Tradisional Flue Gas of Rainbow Trout
Filles (Oncorhynchus mykiss). Lebensm.Wiss.u-Technol.,No.34,hal.521-525.
Karakterisasi Asap Cair Dari Tempurung... (Rahmi Eka Putri dan Diana)
Tranggono,Suhardi,Setiadji,B.,dkk,1996.
Identifikasi asap cair dari berbagai jenis
kayu dan tempurung kelapa. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Pangan. No.1,hal.15-24.
Varlet ,V.,Prost,C. And Serot,T.,2007.Volatile
aldehydes in smoked fish; Analysis
methods,occurence and mechanisms of
formation. Food Chemistry.105:15361556.
Visciano, P., M. Perugini, F. Conte, M. Amorena,
2008, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons
in Farmed Rainbow Trout(Oncorhynchus
mykiss) Processed by Traditional Flue Gas
Smoking
and
by
Liquid
Smoke
Flavourings.Food
and
Chemical
Toxicology Journal., No. 46, hal. 1409–
1413
15
Download