III. KERANGKA KONSEPTUAL Keputusan ekonomi nelayan untuk memilih penggunaan alat tangkap legal dan illegal perlu dikonseptualisasikan. Kerangka konseptual memberikan abstraksi mengenai kondisi yang mendorong nelayan untuk menggunakan alat tangkap legal dan illegal di Kabupaten Indramayu, dan di dalamnya melekat dengan konsep keuntungan ekonominya. Abstraksi demikian membantu penyusunan hipotesis dan metode penelitian. Kerangka konseptual keputusan ekonomi nelayan dalam memilih jenis alat tangkap legal dan illegal dibangun setelah memahami dua model ekonomi illegal fishing yang telah digunakan oleh para peneliti sebelumnya. Oleh karena itu, bagian pertama bab ini menampilkan model dasar ekonomi illegal fishing, dan bagian kedua menampilkan perluasannya. Model dasar dipahami dari Charles et al.(1999) dan perluasannya dipahami dari Sumaila dan Keith (2006). Sumaila dan Keith (2006) memperluas model dasar dengan menginternalisasikan pertimbangan moral dan pendirian sosial nelayan dalam masyarakat. 3.1. Model Dasar Ekonomi Illegal Fishing Charles et al.(1999) telah menyajikan model ekonomi illegal fishing. Model tersebut dikembangkan dari hasil penelitian Kuperan dan Sutinen (1998) yang menjadi benchmark dalam awal studi mengenai ekonomi illegal fishing atau model pencegahan. Charles et al.(1999) membangun model ekonomi yang menjelaskan perilaku mikroekonomi nelayan di bawah regulasi input dan output yang bekerja secara terpisah. Mereka menggunakan dua bentuk fungsi : umum (general) dan khusus (specific). Fungsi tersebut mencakup fungsi produksi, biaya, peluang 33 tertangkapnya nelayan atas illegal fishing dan besarnya denda atas tindakan illegal fishing. Melalui kerangka kerja tersebut Charles et al.(1999) dapat menjelaskan : (1) kondisi ekonomi yang mendorong nelayan untuk melakukan illegal fishing, (2) respon nelayan terhadap upaya penegakan yang dilakukan oleh pengelola perikanan, (3) target tingkat konservasi sumberdaya ikan, dan (4) upaya penegakan yang diperlukan untuk mencapai target tingkat konservasi tersebut. Keempat macam penjelasan tersebut dibedakan menurut dua macam regulasi : input dan output. Regulasi input fokus dengan bagaimana meredam input destruktif dalam usaha perikanan. Sedangkan regulasi output fokus dengan bagaimana meredam hasil tangkapan nelayan agar tidak melebihi kuota yang ditetapkan. Dalam bentuk model yang spesifik, Charles et al.,(1999) menggunakan asumsi bahwa fungsi produksi nelayan memiliki bentuk linear dan separabel. Ekspresinya disajikan pada persamaan (3.1) : h dimana : h q x B l i = q l x l B + q i x i B ............................................................................... (3.1) = Hasil tangkapan ikan = Koefisien kemampuan tangkap = Beragam jenis input perikanan = Ketersediaan biomassa ikan = Legal = Illegal Input perikanan dan biomassa ikan bersifat variabel, sedangkan koefisien kemampuan tangkap merupakan sebuah konstanta. Berawal dari bentuk fungsi produksi tersebut, berikutnya diasumsikan bahwa biaya penangkapan ikan terdiri dari biaya untuk pengadaan input legal dan illegal, serta ditambah dengan biaya tindakan penghindaran aturan. Komponen 34 biaya tindakan penghindaran tersebut muncul sebagai konsekuensi dari tindakan illegal fishing. Dimana dalam mengoperasikan input illegal, nelayan harus menyusun upaya agar terhindar dari kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh pengelola perikanan. Tindakan ini dianggap akan menimbulkan biaya tambahan bagi nelayan. Charles et al.(1999) menggunakan fungsi biaya dengan bentuk linearkuadratik. Ekspresinya disajikan pada persamaan (3.2). Dalam bentuk linearkuadratik, fungsi biaya tersebut merefleksikan biaya marjinal yang timbul sebagai akibat dari penggunaan input. C dimana : C A cl ci cA = c l x l 2 + c i x i 2 + c A A2 ...................................................................... (3.2) = Total biaya variabel = Tindakan penghindaran terhadap regulasi = Biaya per unit penggunaan input legal = Biaya per unit input illegal = Biaya per unit tindakan penghindaran Selanjutnya, untuk mengantisipasi kegiatan illegal fishing, diasumsikan pengelola perikanan telah menyusun upaya penegakan regulasi perikanan, E. Karena itu nelayan akan menghadapi peluang untuk tertangkap (caught) dan dihukum (convicted) bila melakukan illegal fishing, θ, sebagai konsekuensi dari adanya upaya penegakan tersebut. Di bawah regulasi input perikanan, peluang tersebut diekspresikan pada persamaan (3.3) : θ = θ I (x i , E, A)................................................................................... (3.3) dimana : ∂θ/∂x i ≥ 0, ∂θ/∂E I ≥ 0, ∂θ/∂A < 0, dan θ ≡ 0 bila x i = 0 Persamaan (3.3) menunjukkan peluang tertangkapnya nelayan di bawah regulasi alat tangap. Peluang tersebut diasumsikan sebagai fungsi dari 35 seperangkat input illegal, x i , upaya penegakan regulasi input perikanan, E, dan tindakan penghindaran terhadap regulasi oleh nelayan, A. Upaya pengendalian input perikanan dapat meningkatkan peluang nelayan untuk tertangkap dan dihukum, ∂θ/∂x i ≥ 0 dan ∂θ/∂E I ≥ 0. Sebaliknya, peluang tersebut akan menurun bila nelayan melakukan tindakan penghindaran, ∂θ/∂A < 0. Dalam hal penghukuman terhadap illegal fishing, berikutnya diasumsikan bahwa bila nelayan tertangkap melakukan illegal fishing, maka mereka akan terkena denda (fine). Karena itu, dalam proses pengambilan keputusan untuk melakukan illegal fishing, nelayan akan mempertimbangkan perkiraan nilai denda (expected value of the fine). Besaran tentatif perkiraan denda dalam kasus regulasi alat tangkap disajikan pada persamaan (3.4) : θF I = dimana : F Term ................................................................................. (3.4) = Besaran denda atas tindakan illegal fishing. merupakan faktor yang dapat mengurangi peluang tertangkapnya nelayan oleh upaya penegakan regulasi. Dimana γ merupakan sebuah konstanta yang di set hingga satu. Simbol tersebut diterjemahkan Charles et al.(1999) sebagai tingkat efektifitas tindakan penghindaran nelayan, sedangkan notasi Ex i jadi diartikan sebagai perkiraan denda per unit illegal fishing bila nelayan tidak melakukan penghindaran, A = 0. Berikutnya diasumsikan bahwa nelayan memiliki tujuan untuk memaksimisasi keuntungan dari usaha perikanan, π. Di bawah regulasi input, ekspresi masalah ekonomi nelayan tersebut disajikan pada persamaan (3.5) : [pq l Bx l + pq i Bx i – c l x l 2 – c i x i 2 – c A A2 –(1 - γA)Ex i ] ... (3.5) 36 Notasi p pada persamaan tersebut menunjukkan harga per unit ikan. Keuntungan tersebut merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Melalui penjelasan sebelumnya, keuntungan tersebut merupakan komposisi dari persamaan (3.1), (3.2) dan (3.4). Variabel keputusan bagi nelayan adalah input legal, x l , bundel input illegal, x i , dan tindakan penghindaran, A. Turunan persamaan (3.5) dengan tanggap terhadap tiga macam peubah keputusan tadi disajikan pada persamaan (3.6) : ∂π/∂x l = pq l B – 2c l x l = 0, atau pq l B = 2c l x l ........................................ (3.6a) ∂π/∂x i = pq i B – 2c i x i – (1 - γA)E I = 0, atau pq i B – (1 - γA)E = 2c i x i (3.6b) ∂π/∂A = -2c A A + γEx i = 0, atau 2c A A = γEx i ...................................... (3.6c) Sisi kiri persamaan (3.6a) dan (3.6b) merupakan nilai penerimaan produk marjinal legal dan illegal. Perbedaannya, dalam pengambilan keputusan untuk mengalokasikan input illegal, perkiraan denda menjadi faktor pengurang terhadap penerimaan produk marjinalnya, dan besarannya meningkat seiring dengan tingkat penegakan regulasi input, E, dan akan menurun terhadap tindakan nelayan untuk mengindari aturan, A. Tindakan penghindaran tersebut proporsional terhadap tingkat input illegal dan upaya penegakan regulasi input. Tindakan tersebut akan meningkat seiring dengan tingkat efektifitasnya, γ, dan menurun seiring dengan perubahan biayanya, c A . Pemecahan persamaan (3.6) secara simultan dengan menggunakan Cramer’s rule akan menghasilkan tingkat peubah keputusan yang optimal, baik legal maupun illegal. Hasilnya disajikan pada persamaan (3.7) : x l = pq l B/2c l ......................................................................................... (3.7a) xi = ............................................................................. (3.7b) 37 A= .............................................................................. (3.7c) Terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi terkait tiga macam peubah keputusan tersebut agar memiliki makna secara ekonomi. Pertama, pembagi pada persamaan (3.7b) dan (3.7c) harus positif. Kedua, pembilang pada persamaan (3.7b) dan (3.7c) harus positif untuk menjamin nilai input yang positif. Ketiga, pemecahan persamaan (3.7c) harus memenuhi syarat logis dimana 1 - γA > 0. Kondisi solusi interior maksimum tersebut disajikan pada persamaan (3.8) 1: E < (4c i c A /γ2)1/2 .................................................................................... (3.8a) E < pq i B ............................................................................................... (3.8b) E < (c A /γ2)(4c i /pq i B) ............................................................................ (3.8c) Mengacu pada persamaan (3.8), illegal fishing, yaitu x i > 0, akan terjadi hanya jika upaya penegakan tidak terlalu tinggi untuk meredam insentif atas tindakan tersebut. Kemudian, parameter c A /γ2 menunjukkan bahwa illegal fishing akan terjadi meski tingkat penegakan regulasinya tinggi, dan bila biaya atas tindakan penghindaran terhadap regulasi tersebut tinggi, dan/atau jika tindakan tersebut secara relatif tidak efektif. Dalam model dasar ini, keputusan nelayan untuk menggunakan alat tangkap illegal dapat ditelusuri secara logis dari persamaan (3.7b). Melalui 1 Berikut disajikan bagaimana kondisi (3.8) diturunkan. Pertama, mengacu pada denominator persamaan (3.7b) dan (3.7c), kondisi yang diperlukan agar denominator tersebut positif adalah : EI2γ2 = 4cicA → EI2 = 4cicA/γ2 → EI < (4cicA/γ2)1/2. Kedua, mengacu pada nominator persamaan (3.7b), kondisi yang diperlukan agar nominator tersebut positif adalah : 2cApqiB – 2cAEI = 0 → 2cApqiB = 2cAEI → EI < pqiB. Ketiga, kondisi yang diperlukan adalah (1 - γA) > 0. Hasilnya diperoleh dengan mensubstitusikan persamaan (3.7c) ke dalam faktor tersebut. (1 - γ )> 0 → (1 - )>0→ <1 → < 4cicA - γ2EI2 → pqiB – EI < (4cicA/γ2EI) – EI → PqiB < (4cicA/γ2EI) 2 → γ EI < (4cicA/pqiB) → EI < (cA/γ2)( 4ci/pqiB). 38 persamaan tersebut, insentif nelayan untuk menggunakan input illegal dipengaruhi oleh peubah harga, upaya penegakan, biaya pengadaan input illegal dan biaya penghindaran sebagai konsekuensinya. Tingginya harga ikan dari hasil penggunaan input illegal diprediksi dapat mendorong nelayan untuk menggunakan input illegal. Kemudian, semakin tinggi upaya penegakan dan tingginya biaya input illegal serta biaya penghindaran, dapat mengurangi insentif nelayan untuk menggunakan input illegal. Variabel upaya penegakan secara konseptual masih tampak sangat abstrak. Para peneliti sebelumnya memandang bahwa upaya penegakan tersebut merupakan bagian dari aspek legitimasi. Secara empiris Kuperan dan Sutinen (1998) serta Eggert dan Lokina (2008) memproksinya dengan beberapa peubah dummy yang digali dari informasi nelayan, yaitu penilaian nelayan terhadap efektivitas tindakan pemerintah dalam menegakan regulasi perikanan, penilaian terhadap konsistensi pemerintah dalam menegakan regulasi tersebut, dan persentase nelayan lainnya yang dipandang nelayan tidak dapat terdeteksi oleh pemerintah. 3.2. Pengembangan Model Dasar Ekonomi Illegal Fishing Mengacu pada Becker (1968), Kuperan dan Sutinen (1998), dan Charles at al.(1999), Sumaila dan Keith (2006) secara eksplisit menganggap bahwa pertimbangan nelayan untuk melakukan kegiatan legal atau illegal tergantung pada pertimbangan sebagai berikut : 1. Manfaat dari kegiatan illegal, 2. Peluang tindakan illegal akan diketahui, 3. Denda yang yang harus dikeluarkan nelayan bila tertangkap, 39 4. Biaya atas tindakan penghindaran, dan 5. Derajat moral dan tekanan sosial nelayan; Argumentasi logis mengenai efek pertimbangan pertama hingga keempat telah dijelaskan secara konseptual dalam model dasar yang dikembangkan oleh Charles et al.(1999). Untuk mengabstraksi perilaku nelayan dalam merespon regulasi perikanan, diasumsikan bahwa keputusan untuk terlibat atau tidak dalam kegiatan perikanan illegal tergantung pada potensi manfaat bersih (net benefit, NB) dari kegiatan tersebut yang dimoderasi oleh pertimbangan moral dan pendirian sosial. Fungsi NB disajikan pada persamaan (3.9) : NB = f[h(A, x i , x), θ(x i , A, R), F, m(x i ), s(x i )]...................................... (3.9) dimana : h xi x A R θ F m s = = = = = = = = hasil tangkapan dari perikanan illegal oleh nelayan tertentu; input perikanan illegal; biomassa ikan yang tersedia; tingkat kegiatan penghindaran yang ditentukan nelayan; aturan perikanan; peluang tertangkap; denda yang dihadapi pelanggar ketika tertangkap; pendirian moral individu yang diasumsikan berhubungan terbalik terhadap input perikanan illegal; dan = pendirian sosial dalam masyarakat. Selanjutnya diasumsikan bahwa NB h >0, NB θ <0, NB F <0, NB m <0, dan NB s <0. Variabel pada persamaan tersebut tergantung juga secara terbalik pada derajat perikanan illegal yang dilakukan oleh nelayan. Supaya lebih spesifik, persamaan (3.9) dapat ditulis kembali seperti disajikan pada persamaan (3.10) : NB = [ph(A, x i , x) – T(x i , A)] – θ(x i , A, R)F – m(x i ) – s(x i ) .............. (3.10) dimana : p = Harga ikan per unit yang ditangkap 40 Kemudian diasumsikan bahwa h x > 0, h xi > 0; h A < 0. Term pertama dan kedua pada sisi kanan persamaan secara berurutan menunjukkan penerimaan total dan biaya total perikanan illegal. Simbol T(x i , A) menunjukkan biaya total perikanan illegal. Pada term ketiga sisi kanan diasumsikan bahwa θ xi > 0; θ A < 0; θ R > 0, dan peluang nelayan untuk tertangkap dan dihukum bila ditemukan melakukan penangkapan ikan secara illegal berada pada besaran 0 ≤ θ ≤ 1. Simbol F menunjukkan denda yang bisa dikenakan kepada pelanggar, dan untuk mencapai harapan denda total yang harus dibayar oleh pelanggar, maka peluang tertangkap harus dikalikan dengan denda. Selanjutnya diasumsikan bahwa tujuan nelayan adalah memaksimisasi manfaat bersih potensial dari tindakan illegal yang dimoderasi oleh pertimbangan moral dan sosial. Jika nelayan memilih untuk tidak melakukan penangkapan ikan dengan cara illegal, maka NB dalam persamaan (3.10) sama dengan nol. Hal inilah yang diharapkan oleh setiap pengelola perikanan. Akan tapi, jika nelayan memilih untuk melakukan penangkapan ikan secara illegal, dalam situasi dimana tidak ada peraturan, maka peluang nelayan untuk tertangkap sama dengan nol. Dalam situasi ini akan ada sedikit tindakan kegiatan penghindaran, dan karenanya T(x i , A) direduksi menjadi T(x i ), dan h(A, x i , x) direduksi menjadi h(x i , X). Kondisi turunan pertama ketika tidak ada penegakan aturan disajikan pada persamaan (3.11) : ph xi = T xi + m xi + s xi ............................................................................ (3.11) Persamaan (3.13) menampilkan sebuah solusi optimum yang menjelaskan bahwa nelayan yang melakukan penangkapan secara illegal akan memilih tingkat kegiatan illegal dalam keadaan dimana penerimaan marjinal dari kegiatan illegal 41 sama dengan biaya marjinal dari kegiatan illegal itu. Persamaan (3.11) menjelaskan bahwa bagi nelayan yang patuh (non-violators), m xi dan s xi akan cukup tinggi bagi mereka untuk mengimbangi penerimaan marjinal dari penangkapan ikan secara illegal. Jika nelayan melakukan penangkapan secara illegal, dan pada pihak lain terdapat upaya penegakkan regulasi, yang ditunjukkan oleh θ > 0, F > 0, dan dengan implikasi A > 0, maka kondisi optimalitas dapat dikaji dari persamaan (3.12) : ph xi = θ xi F + T xi m xi + s xi .................................................................. (3.12a) -θ A F = T A - ph A ................................................................................. (3.12b) Persamaan (3.12a) menyatakan bahwa dalam kondisi optimum, nelayan akan memilih tingkat penangkapan illegal ketika penerimaan marjinal sama dengan jumlah biaya marjinal akibat penangkapan illegal ditambah dengan potensi denda marjinal bila tertangkap. Persamaan (3.12b) menyatakan bahwa manfaat marjinal bagi nelayan ketika melakukan tindakan penghindaran harus sama dengan biaya marjinal dari tindakan penghindaran tersebut, T A , yang ditambah dengan kerugian marjinal akibat kegiatan penghindaran tersebut, ph A . Dengan perkataan lain, nelayan akan menimbang resiko tertangkap dan didenda, θ xi F, resiko kehilangan moral, m xi , dan social, s xi , ketika memutuskan untuk melakukan penangkapan ikan secara illegal. Pengembangan model dasar telah menjelaskan bahwa faktor moral dan pendirian sosial memiliki potensi untuk mendorong dan meredam tindakan legal dan illegal nelayan. Kuperan dan Sutinen (1998) serta Eggert dan Lokina (2008) memproksi faktor sosial dan moral dengan beberapa peubah dummy, seperti 42 keterlibatan nelayan dalam pembuatan regulasi perikanan, penilaian nelayan terhadap sisi keadilan regulasi, persentase nelayan yang terlihat melanggar regulasi, dan sikap sesama nelayan terhadap pelanggaran regulasi perikanan. 3.3. Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Alat Tangkap Legal dan Illegal : Kerangka dan Hipotesis Pilihan nelayan terhadap ATL atau ATI dikerangka pada Gambar 2. Penggunaan jenis alat tangkap diatur Pemerintah Daerah Kabupaen Indramayu untuk mencapai tujuan kelestarian sumber daya perikanan. Berlakunya peraturan tersebut menimbulkan konsekuensi munculnya dua klasifikasi umum alat tangkap, yaitu legal dan illegal, sehingga nelayan pemilik dihadapkan pada dua pilihan tersebut. Pilihan terhadap ATL dan ATI tergantung pada empat faktor. Faktor tersebut adalah keuntungan bersih dari ATL dan ATI, pendapatan off-fishing, pertimbangan moral dan sosial nelayan, dan efektivitas penegakan aturan. Namun keuntungan bersih akan berbeda antara ATL an ATI karena perbedaan harga yang terbentuk pada dua jenis pasar, yaitu Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan di luar TPI. Kedua jenis pasar tersebut berbeda dalam hal penentuan harga. TPI menggunakan prosedur lelang sehingga nelayan memiliki posisi tawar, sedangkan di luar TPI kebanyakan nelayan tidak memiliki posisi tawar. Perbedaan harga pada dua jenis pasar tersebut berdampak pada perbedaan penerimaan nelayan dan akhirnya perbedaan keuntungan. Dengan demikian akan terdapat perbedaan antara keuntungan yang diperoleh di TPI dengan di luar TPI. Oleh karena itu, pilihan nelayan terhadap jenis alat tangkap dibobot juga oleh jenis pasar ikan yang diakses nelayan pemilik, apakah jenisnya TPI atau di luar TPI. 43 Kelestarian Sumber Daya Perikanan Peraturan Alat Tangkap Legal Pertimbangan Ekonomi Illegal Biaya Keuntungan Penerimaan Potensi Produksi Bahan Bakar Konsumsi ABK Harga Ikan Reparasi Es dan Garam Penyusutan TPI Luar TPI Retribusi Pendapatan Off-Fishing Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Nelayan Penegakan Aturan Pertimbangan Moral & Sosial Pilihan Alat Tangkap : A. Legal B. Legal dan Illegal C. Illegal Gambar 2. Kerangka Pilihan Alat Tangkap Legal dan Illegal Bagi Nelayan Pemilik Awalnya, nelayan mempertimbangan potensi keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan ATL dan ATI. Mereka mempertimbangkan konsekuensi biaya dan penerimaannya. Mereka akan mempertimbangkan berapa 44 besar biaya yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan ATL dan ATI, misalnya untuk bahan bakar, konsumsi atau bahan makanan ABK, biaya reparasi, es dan garam untuk mengawetkan ikan, penyusutan alat tangkap dan asset perikanan lainnya, dan besarnya retribusi apabila menjual di TPI. Kemudian, pertimbangan dari sisi penerimaan adalah berapa banyak ikan yang dapat diperoleh dari penggunaan ATL dan ATI. TPI di Kabupaten Indramayu memiliki tata aturan tertentu, lebih dari sekedar menyediakan pasar leleng ikan dan dana sosial nelayan. Nelayan yang mengakses TPI harus memiliki surat laik operasi (SLO) yang diperiksa setiap hari oleh Petugas Pengawas Perikanan. Petugas tersebut harus memastikan keamanan nelayan dalam melaut sehingga mereka harus memeriksa kondisi perahu dan perlengkapannya. Bagi nelayan pengguna ATI mungkin akan menghindari TPI, karena menghadapi resiko tertangkap oleh petugas tersebut. Oleh karena itu, akses terhadap fasilitas TPI dapat menutup peluang penggunaan ATI. Besarnya potensi keuntungan yang diberikan oleh kedua jenis alat tangkap muncul dari pemenuhan kebutuhan rumahtangga nelayan pemilik. Keuntungan merupakan bagian dari pendapatan rumahtangga nelayan sebagai fasilitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Argumentasi ini membuka kemungkinan bahwa rumahtangga nelayan dapat memiliki pekerjaan diluar perikanan atau off-fishing untuk memenuhi kebutuhan usaha penangkapan ikannya dan kebutuhan rumahtangganya. Argumentasi ini dikuatkan juga oleh fakta bahwa nelayan menghadapi empat musim yang sebagiannya tidak memungkinkan bagi mereka untuk melakukan penangkapan ikan. Pendapatan offfishing dapat bersifat komplementer bagi nelayan pemilik. Pendapatan off-fishing 45 dapat digunakan untuk menunjang usaha penangkapan ikannya, sehingga muncul dugaan bahwa kesempatan memperoleh pendapatan off-fishing dapat membuka peluang penggunaan ATI. Pilihan nelayan pemilik terhadap ATI juga akan menghadapi konsekuensi dari penegakan aturan. Di Kabupaten Indramayu terdapat institusi yang secara khusus melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan perikanan, baik instansi yang dibentuk pemerintah maupun kelompok masyarakat. Pengguna ATI, apabila terbukti, akan dikenakan hukuman penjara selama 3 bulan dan denda sebesar-besarnya 50 juta rupiah. Oleh karena itu, pilihan terhadap ATI mengandung opportunity cost berupa hilangnya pekerjaan selama tiga bulan, dan denda sebesar itu dapat melikuidasi asset perikanannya. Disini dapat dikemukakan bahwa upaya penegakan aturan yang ketat dapat meredam peluang penggunaan ATI, dan sebaliknya apabila upaya penegakan tersebut tidak ketat, maka akan membuka peluang penggunaan ATI. Pilihan terhadap ATI dibobot juga oleh pertimbangan moral dan sosial nelayan pemilik. Penggunaan ATI, secara sosial menghadapi resiko penentangan secara horisontal dari masyarakat nelayan, dan secara moral nelayan pemilik yang akan menggunakan ATI mempertimbangkan juga dampaknya terhadap ekosistem laut yang nantinya berpengaruh juga terhadap usahanya. Mengacu pada kerangka konseptual demikian, dapat dikemukakan lima hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Tingginya tingkat keuntungan ATI dapat memperbesar peluang nelayan untuk menggunakannya, sebaliknya keuntungan ATI yang rendah dapat membuka peluang penggunaan ATL. 46 2. Fasilitas TPI dapat mengurangi peluang nelayan untuk menggunakan ATI. 3. Keberadaan pendapatan off-fishing dapat mengurangi peluang nelayan untuk menggunakan ATI. 4. Tinginya pertimbangan moral dan sosial dapat mengurangi peluang nelayan untuk menggunakan ATI. 5. Semakin tegasnya upaya penegakan aturan perikanan berpotensi mengurangi peluang nelayan untuk menggunakan ATI. 47 III. KERANGKA KONSEPTUAL ................................................................................... 32 3.1. Model Dasar Ekonomi Illegal Fishing...................................................................... 32 3.2. Pengembangan Model Dasar Ekonomi Illegal Fishing ............................................ 38 3.3. Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Alat Tangkap Legal dan Illegal : Kerangka dan Hipotesis ........................................................................................................................... 42 Gambar 2. Kerangka Pilihan Alat Tangkap Legal dan Illegal Bagi Nelayan Pemilik 43