KARAKTERISTIK AGRIBISNIS SAYURAN SEMI ORGANIK DI KECAMATAN PONTIANAK UTARA Dewi Kurniati Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak 78124 ABSTRACT Repair quality of life and a healthy lifestyle has been encouraging people in many countries to implement the healthy lifestyle movement. One of them with vegetable food consumption which is currently heading the organic-based farming. Sub North Pontianak is a vegetable production centers, with a planting and number of the largest vegetable production in the city of Pontianak. But so far undertaken agriculture is still semi-organic, where in the activities of cultivation still use chemical-based fertilizers for the content of the soil conditions in the District of North Pontianak still needs help UREA chemical fertilizer for good vegetable growth. The purpose of this study was to investigate the characteristics of semi-organic vegetable agribusiness in terms of marketing activities and model forms of alternative marketing systems that can be applied to the marketing of semi-organic vegetables in the District of North Pontianak. The results showed that the necessary effort to improve the competitiveness of organic spring vegetables in order to have high sales value needed a form of alternative models of semi-organic vegetable marketing system that can be considered a decision involving the university, government, cooperatives and private parties in an effort to increase value added and increase farmers' income. Keywords : semi-organic vegetables, marketing activities, channel marketing, marketing system PENDAHULUAN Pangan organik merupakan produk pangan segar (sayuran, buah-buahan), setengah jadi atau pangan jadi (pangan olahan), yang dihasilkan dari budidaya pertanian organik. Budidaya pertanian organik merupakan budidaya yang memperhatikan keharmonian, keaneragaam dan kelestarian alam, dimana prakteknya lebih banyak menggunakan bahan-bahan alami yang terdapat di alam sekitarnya, tanpa menggunakan asupan agrokimia (bahan kimia untuk pertanian), jadi pangan organik menekankan pada tingkat seminimal mungkin penggunaan asupan non alami. Daerah Kalimantan Barat, khususnya di kecamatan Pontianak Utara, terutama dalam produktivitas untuk komoditi sayuran berkembang cukup baik. Sayuran adalah salah satu jenis pangan yang tidak asing lagi bagi masyarakat, selain sayuran terkenal karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, masyarakat juga gampang memperolehnya dan mampu membelinya. Kebutuhan akan komoditas sayuran akan semakin bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, yang disertai dengan peningkatan daya beli dan kesadaran terhadap nilai gizi. Tabel 1. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Sayuran Masa Tanam 2009 di Kota Pontianak. Luas Tanam Luas Panen Produksi No Kecamatan (ha) (ha) (Ton) 1. Pontianak Utara 429 401 5127,6 2. Pontianak Barat 34 30 372,86 3. Pontianak Timur 30 29 711,72 4. Pontianak Selatan 93 112 1182,37 Sumber : Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak, 2009 Berdasarkan data diatas, maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Pontianak Utara merupakan sentra produksi sayuran, dengan luas tanam dan jumlah produksi sayuran terbesar di Kota Pontianak. Hal ini merupakan peluang yang cukup bagus bagi Kota Pontianak apabila kawasan sentra tersebut dikembangkan dengan lebih baik lagi, baik dari segi permodalan, inovasi teknologi, bimbingan dalam usahatani sehingga sayuran yang dihasilkan memberikan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, lebih higienis serta menuju pertanian yang berbasis organik. Sebagian besar petani sayuran masih melakukan pertanian konvensional, yaitu memakai pupuk dan obat hama dari bahan-bahan kimia. Namun terdapat pula sekelompok petani sayuran yang telah menuju pertanian berbasis organik. Hal ini dikarenakan telah adanya himbauan dari pemerintah kota Pontianak untuk menuju pertanian berbasis organik dan telah adanya kesadaran dari pihak petani produsennya sendiri untuk menghasilkan produk sayuran yang sehat, higinies, dan tanpa mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Disamping itu melihat adanya permintaan akan pangan organik meskipun jumlahnya tidak banyak. Walaupun kegiatan pertanian yang ada di Kecamatan Pontianak Utara telah melakukan pembudidayaan menuju pertanian yang berbasis organik, namun pada kegiatan pembudidayaan tanaman sayuran tidak murni secara organik. Tapi selama ini masih melakukannya dengan sistem semi organik, dimana dalam kegiatan pembudidayaannya masih menggunakan pupuk berbahan kimia karena kondisi kandungan tanah di Kecamatan Pontianak Utara masih membutuhkan bantuan pupuk kimia UREA agar pertumbuhan sayuran baik. Alasan lainnya, petani masih menilai tingkat perawatan sayuran organik lebih sulit sehingga mengakibatkan pemborosan waktu dan tenaga kerja. Disamping itu juga masih kurangnya modal petani dan pengetahuan akan pembudidayaan tanaman sayuran secara organik. Jenis sayuran semi organik yang diusahakan oleh petani adalah sawi, bayam, kangkung, daun bawang dan kuchai. Jumlah produksi yang masih dalam skala kecil dan jenis sayuran yang dapat diusahakan dapat dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai pertanian organik bagi masyarakat Kalimantan Barat, khususnya Kota Pontianak. 2. Harga jual yang rendah membuat petani (produsen) tidak tertarik berproduksi secara organik. 3. Kurangnya sosialisasi mengenai keberadaan dan manfaat pangan organik khususnya sayuran di Kota Pontianak Peran petani selain sebagai produsen yang menciptakan produk sayuran semi organik, seringkali bertindak langsung dalam kegiatan pemasaran hasilnya. Dalam pemasaran, untuk menyalurkan barang dari petani ke konsumen dapat melibatkan berbagai lembaga pemasaran dalam pengaliran barang dari produsen ke konsumen. Misalnya petani menjual hasilnya melalui agen, atau melalui pengecer atau langsung ke tangan konsumen akhir. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik agribisnis sayuran semi organik yang ada di Kecamatan Pontianak Utara dan mengetahui model alternatif sistem pemasaran yang dapat diterapkan pada pemasaran agribisnis sayuran semi organik di Kecamatan Pontianak Utara. METODE Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu Metode Deskriptif. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ditentukan secara purposive dengan memilih kawasan sentra penghasil sayuran terbesar yang melakukan sistem semi organik yang ada di Kecamatan Pontianak utara. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani sayuran dengan sistem semi organik yang ada di Kelurahan Siantan Hilir Kecamatan Pontianak Utara sebesar 7 orang petani sayur semi organik yang aktif dan karena jumlah petani yang melakukan usahatani sayuran semi organik jumlahnya sangat minim, maka besarnya sampel dengan mengambil seluruh jumlah populasi petani sayuran semi organik sebanyak 7 orang sehingga penelitian ini disebut dengan penelitian populasi. Data primer diperoleh dari sumber pertama baik dari petani sayuran semi organik, para pedagang sayuran dan instansi pemerintah. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan literature yang mendukung. Untuk menganalisis karakteristik petani sayuran semi organik, menggunakan data-data hasil wawancara dan kuisioner dijelaskan secara deskriptif setelah itu ditarik suatu kesimpulan. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Di daerah Kecamatan Pontianak Utara masih melakukan pertanian yang bersifat semi organik. Kurangnya permodalan, kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai sistem pertanian yang murni berbasis organik, menjadi alasan-alasan utama bagi para petani melakukan kegiatan pertaniannya secara semi organik. Dalam pertanian sistem semi organik ini, petani masih memasukkan unsur-unsur yang mengandung bahan-bahan kimia pada kegiatan pemupukan atau pengobatan hama penyakit tanaman, walaupun dalam jumlah takaran yang lebih sedikit. Pada kegiatan pembudidayaannya masih menggunakan pupuk berbahan kimia karena kondisi kandungan tanah di Kecamatan Pontianak Utara masih membutuhkan bantuan pupuk kimia UREA agar pertumbuhan sayuran baik. Dalam kegiatan pertanian sistem semi organik ini, petani telah berupaya menuju ke pertanian yang berbasis organik, tapi masih melakukan sistem pertanian konvensional walaupun tidak dominan. Pengalaman usaha merupakan salah satu karakteristik dalam kematangan usaha. Semakin lama dalam melakukan usaha, maka semakin matang dalam menjalankan usahanya. Lamanya usahatani akan berpengaruh pada pengalaman dalam pekerjaan yang dilakukan dan tentunya akan semakin ahli dan terampil dalam menjalankan usahanya. Dari pengalaman berusaha 57,14% memiliki pengalaman usahatani sayuran semi organik selama 5 tahun. Jenis sayuran yang banyak diusahakan petani di Kecamatan Pontianak Utara adalah kangkung, sawi, bayam, daun bawang dan kuchai. Sebanyak 57,14% petani mengusahakan sayuran semi organik sebanyak 3 jenis sayuran. Sebesar 57,14% memiliki luas lahan antara 0,02 – 0,07 Ha. Penentuan harga jual yang terbentuk berdasarkan persaingan, artinya harga terbentuk berdasarkan harga persaingan dipasaran. Tidak terdapat kegiatan pengepakan, pengemasan supaya terlihat menarik dan kegiatan lainnya. Karena hal ini dapat menciptakan suatu nilai tambah bagi keberadaan barang tersebut. Penanganan setelah pemanenan hanya kegiatan mencuci sayuran dari bekas-bekas tanah yang tersisa, setelah itu langsung dijual. Sebesar 42,86% petani memilih lokasi pemasaran didaerah produksi sayuran. Sayuran dibeli oleh agen yang mendatangi lokasi produksi. Dan 42,86% lainnya memilih lokasi pemasaran dengan mengantarkan langsung ke warung-warung. Terdapat 85,71% petani memilih saluran distribusi secara tidak langsung dikarenakan lokasi produksi dan pasar jauh. petani cukup menjualnya pada agen-agen yang datang ke lokasi produksi atau menjual pada tingkat pengecer (warung). Kegiatan pemasaran sayuran semi organik hanya mencakup dalam wilayah lokal saja, artinya sekitar wilayah tempat tinggal mereka di Kecamatan Pontianak Utara, pasar Siantan dan pasar kota Pontianak. Bentuk pelaksanaan dari personal selling dari petani sayuran semi organik masih sederhana, artinya personal selling ini awalnya mereka perkenalkan pada anggota keluarga terdekat, tetangga rumah, relasi, masyarakat sekitar tempat tinggal sehingga pada akhirnya cukup banyak yang mengenal sayuran semi organik. Dalam usahatani sayuran semi organik bentuk promosi penjualan yang dapat diterapkan, misalnya dengan menyediakan pelayanan jasa antar ke rumah konsumen. Demi kemajuan usaha agribisnis ke depannya, para petani ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan pihak luar. Disamping itu terlibat pada perkumpulan atau kelompok-kelompok tani yang menjadi wadah untuk memudahkan petani mengetahui segala macam informasi yang berkaitan dengan keberhasilan usahataninya. Petani sayuran semi organik di Kecamatan Pontianak Utara dalam melakukan kegiatan pemasaran hasil sayurannya, terdiri dari 3 bentuk saluran pemasaran, yaitu : 1. Bentuk Saluran Pemasaran I Petani Konsumen Merupakan saluran distribusi yang paling pendek dan paling sederhana. Sering juga disebut saluran langsung karena tidak melibatkan pedagang besar (perantara).Petani sebagai produsen dapat langsung menjual hasil produksinya ke konsumen akhir, berarti dalam pelaksanaannya petani sebagai produsen juga melakukan kegiatan pemasaran agar dapat sampai ke tangan konsumen langsung di pasar kota Pontianak. Hubungan antara pihak petani sekaligus penjual dengan konsumen sebagai pihak pembeli bersifat jual beli murni tanpa ikatan tertentu. Petani sekaligus penjual akan berusaha memperoleh tingkat keuntungan sebesar-besarnya dengan cara mendapatkan langganan konsumen sebanyak-banyaknya. Keduanya tidak mempunyai hubungan yang mengikat, sehingga konsumen mempunyai banyak pilihan dalam pembelian sayur. Jika petani sebagai penjual tidak dapat melayani konsumen dengan baik maka akan kalah dengan penjual yang lain. 2. Bentuk Saluran Pemasaran II Petani Pengecer Konsumen Petani sebagai penghasil produk menjual sayuran semi organik ke pedagang pengecer. Petani yang memilih bentuk ini harus membawa, mengantarkan produksinya pedagang pengecer. Ada pula pengecer yang langsung ke lokasi produksi untuk membeli sayuran dari produsen karena jarak lokasinya berdekatan. Dari pengecer yang letaknya didaerah Kecamatan Pontianak Utara dan kota Pontianak sayuran tersebut dijual ke konsumen akhir. Hubungan antara petani dan pengecer hanya bersifat langganan. Petani mengantarkan sayuran pada warung-warung kecil yang sudah dikenal, atau pengecer membeli sayuran dari petani di pasar. Hubungan antara pengecer dengan konsumen akhir bersifat jual beli murni tanpa ikatan tertentu. Pengecer akan berusaha memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan cara mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya. 3. Bentuk Saluran Pemasaran III Petani Agen Pengecer Konsumen Produsen dapat pula menggunakan agen pabrik, makelar atau agen perantara lainnya untuk mencapai pengecer. Petani menjual hasil produksinya hanya pada agen yang langsung mendatangi lokasi produksi untuk membeli hasil sayurannya. Transaksi jual beli dilakukan kedua belah pihak dilokasi produksi. Hubungan antara petani dan agen adalah hubungan dagang. Petani mengenal agen dengan baik. Dengan dasar hubungan pertemanan yang baik, selain berdagang agen juga memberi pinjaman modal dengan prosedur yang sederhana, misalnya pinjaman untuk keperluan sarana produksi petani dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Hubungan antara agen dan pengecer hanya bersifat langganan, jual beli murni. Keduanya tidak mempunyai hubungan mengikat, sehingga pengecer mempunyai banyak pilihan dalam pembelian sayur. Demikian pula hubungan pengecer dengan konsumen akhir hanyalah jual beli murni. Konsumen mempunyai banyak pilihan atas sayur yang ingin dibeli, sehingga agar menguntungkan pengecer harus mampu menarik konsumen menjadi pelanggannya dengan cara memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Di Pontianak, keberadaan sayuran yang berbasis organik merupakan hal yang baru bagi masyarakat. Karena kondisi tanah maka sayuran tidak dapat disebut murni organik karena masih mengandung campuran bahan kimia dalam kadar rendah, oleh karena itu kegiatan usahatani disebut sebagai usahatani sayuraan semi organik. Hingga saat ini permintaan dan ketersediaan jumlah produksi sayuran semi organik masih sangat kecil dibanding total sayuran non organik yang dapat diusahakan di Kecamatan Pontianak Utara. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya karena jumlah petani yang mengusahakan sayuran berbasis organik sangat minim sehingga ketersediaan produk sedikit, kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai pertanian organik, kurangnya sosialisasi mengenai manfaat pangan organik, kurang adanya kegiatan promosi ke masyarakat luas. Faktor-faktor tersebut dapat berdampak pada nilai jual sayuran semi organik yang masih rendah, sehingga bagi pihak petani tidak menjadi daya tarik untuk melakukan usahatani dengan sistem organik. Rendahnya permintaan dan harga jual tingkat petani akan mempengaruhi besarnya keuntungan yang diterima petani, sehingga upaya untuk meningkatkan daya saing sayuran semi organik agar memiliki nilai tinggi perlu dukungan dari berbagai pihak. Peran petani dalam mengelola usahatani agar kualitas hasil semakin baik, peran pemerintah berupa kebijakan dalam kegiatan promosi dan lainnya serta pihak lainnya yang terkait dalam keberhasilan usahatani sayuran semi organik ini. Berdasarkan kondisi yang terjadi dilapangan, diperlukan adanya suatu bentuk model alternatif sistem pemasaran sayuran semi organik yang dapat menjadi pertimbangan keputusan sebagai upaya meningkatkan nilai tambah serta meningkatkan pendapatan petani dalam suatu model pengembangan pengelolaan hingga pemasaran hasil dengan melibatkan banyak pihak. Model tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Petani Sayuran Semi Organik K O N S U L T A N/ P E R G U R U A N T I N G G I P E M D A Koperasi/Kelompok Tani / Asistensi/ fasilitas : Sarana & Prasarana D - Pembentukan unit usaha - Pembentukan Unit Usaha E - Alih teknologi pengolahan - Alih teknologi pengolahan P T - Pendampingan - Penguatan Modal Teknologi A Pengolahan N Hasil / Pengemasan B Promosi P Penentuan T Harga P Manajemen Produksi untuk menjamin kontuinitas produk Sistem Pasar Kemitraan Penjualan Langsung Dunia Usaha/Swasta Gambar 1. Model alternatif Sistem Pemasaran Sayuran Semi Organik Secara ringkas model alternatif yang akan diterapkan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Rendahnya produksi, permintaan dan harga jual sayuran semi organik pada tingkat petani menyebabkan rendahnya tingkat pendapatan petani. Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka akan terjadi penurunan jumlah produksi dan lahan usahatani di masa mendatang. 2. Perlu dicari solusi yang melibatkan unsur pemerintah daerah dan instansi terkait seperti Departemen Pertanian dan BPTP, konsultan/pihak perguruan tinggi dan pihak-pihak swasta, yang secara bersama-sama membangun suatu sistem untuk memberikan penguatan kepada petani/kelompok tani dengan berbagai perannya masing-masing. 3. Petani melalui koperasi atau kelompok tani menetapkan suatu program kerja dalam hal teknologi pengolahan hasil, pengemasan, promosi, penentuan harga dan manajemen produksi untuk menjamin kontuinitas hasil, sehingga hasil memberikan nilai tambah dan harga jual tinggi serta siap dilepas ke sistem pasar. 4. Pihak konsultan/perguruan tinggi berperan sebagai pembina, pendamping, tim asistensi dan sebagai fasilitator bagi kelompok tani/koperasi dalam pembentukan unit usaha, alih teknologi dan pendampingan dalam pemasaran sayuran semi organik. Turut memberikan peran serta dalam penyusunan model pada sistem pasar. 5. Pihak pemerintah daerah, Dinas Pertanian dan BPTP juga berperan aktif dalam pembentukan unit usaha, paket teknologi, penguatan modal, sarana dan prasarana dan berperan aktif dalam mempromosikan produk dengan berbagai kebijakan untuk menciptakan pasar. 6. Peran pihak swasta/dunia usaha sangat perlu dilibatkan, karena akan mempengaruhi keberlangsungan sistem pasar. Dari pasar maka produk sayuran dapat dijual dengan cara penjualan langsung, dapat langsung ke swasta seperti mal/supermarket besar, pedagang atau menjalin hubungan kemitraan dengan pihak swasta/badan usaha seperti hotel, restoran, dan rumah sakit. 7. Outcome dari model yang dikembangkan akan menciptakan suatu sistem pemasaran sayuran semi organik yang dapat menjamin keberlangsungan usahatani sayuran semi organik dan peningkatan keuntungan petani dan koperasi atau kelompok taninya. Bentuk pemasaran yang dapat diterapkan oleh petani sayuran semi organik adalah dalam kerjasama pola kemitraan, kemitraan ini dilaksanakan dengan badan usaha /swasta yang berhubungan dengan komoditi sayuran semi organik misalnya hotel, restoran atau rumah sakit, membutuhkan sayuran yang diolah menjadi makanan. Kerjasama tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan secara bersama-sama. Mekanisme aturan main dalam suatu hubungan kemitraan harus disepakati bersama kedua belah pihak. Pihak swasta berkewajiban menyediakan sarana produksi termasuk menyediakan fasilitas lemari pendingin agar terjaga kesegaran sayuran hingga ke tangan konsumen, membeli berbagai jenis sayuran petani, kesepakatan harga yang berlaku berdasarkan harga pasar. Sedangkan kewajiban pihak petani menyediakan lahan usahatani, pembudidayaan sesuai anjuran, dan menyerahkan semua hasil panen kepada swasta sebagai mitranya. Dengan ada kerjasama kemitraan, keuntungan yang didapat petani adalah adanya jaminan pasar dan kemudahan mendapatkan fasilitas dan pinjaman. Bagi pihak swasta keuntungan yang didapat dari kemitraan ini adalah terjamin volume, kualitas dan kontuinitas pasokan. KESIMPULAN Upaya untuk meningkatkan daya saing agribisnis sayuran yang masih bersifat semi organik agar memiliki nilai jual tinggi diperlukan adanya suatu bentuk model alternatif sistem pemasaran sayuran semi organik yang dapat menjadi pertimbangan keputusan yang melibatkan pihak universitas, pemerintah, koperasi dan pihak swasta sebagai upaya meningkatkan nilai tambah serta meningkatkan pendapatan petani. Kedepannya dengan melibatkan dukungan semua pihak terkait diharapkan kemajuan pertanian Kalimantan Barat akan semakin berkualitas sehingga mampu mewujudkan keunggulan produk pertanian yang berbasis organik. DAFTAR PUSTAKA Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak, 2009, Laporan Tahunan, Pontianak, Kalimantan Barat. Daniel, Moehar, 2001, Pengantar Ekonomi Pertanian, Bumi Aksara, Jakarta. Downey W.D, dan S.P. Erickson, 1992, Manajemen Agribisnis, Edisi Kedua, Terjemahan Alfonsus Sirait, Erlangga, Jakarta. Kotler, P, 1997, Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan Implementasi dan Pengendalian Jilid I dan II, PT Prehalindo, Jakarta. Kotler, P & G. Amstrong, 2001, Prinsip-prinsip Pemasaran, Penerbit Erlangga, Jakarta. Kotler, 2005, Manajemen Pemasaran Jilid 1, PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Marsh dan Runsten, 1997, Pertanian Organik, PT Gramedia, Jakarta. Moehardi, Daniel, 2001, Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Mubyarto, 1995, Pengantar Ekonomi Pertanian, LPES, Jakarta. Nawawi, Hadari,1995, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta. Nitisemito, Alex, 1981, Marketing, Ghalia Indonesia, Jakarta. Nurasa, Tjetjep, 2007, Analisis Usahatani dan Keragaan Margin Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jurnal Akta Agrosia Vol.10 No 1 hlm 40-48 JanJun, Bogor. Pracaya, 2001, Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan Polibag, Penebar Swadaya, Jakarta. Rahim, Abdul, 2007, Pengantar, Teori dan Kasus Ekonomika Pertanian, Seri Agriwawasan, Penebar Swadaya, Jakarta. Rangkuti, Freddy, 1997, Riset Pemasaran, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sarwono, Jonathan, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta. Saladin, D, 2003, Intisari Pemasaran & Unsur-unsur Pemasaran, Penerbit Linda Karya, Bandung. Soekartawi, 1993, Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian Teori dan Aplikasinya, Rajawali Pers, Jakarta. Sugito, 2002, Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia Prospek dan Permasalahannya, Dalam : Prosiding Lokakarya Nasional Pertanian Organik Tanggal 7 – 9 Oktober 2003 di Universitas Brawijaya, Malang. Sugiyono, Prof, 2006, Metode Penelitian Bisnis, Penerbit CV Alfabeta, Bandung. Suhartini, Arikunto, 2000, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT Rineka Cipta. Jakarta. Supardi, 2005, Metodelogi Penelitian Ekonomi & Bisnis, UII Press, Yogyakarta. Swastha, Basu dan Irawan, 1990, Manajemen Pemasaran Modern, Liberty, Yogyakarta.