PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN FORMAL DAN PENULISAN KARYA ILMIAH SISWA PADA PELAJARAN SAINS DI SMP M.Khairul Wazni Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Hamzanwadi, Jl. TGKH, Zainuddin Abdul Majid, Pancor, Selong Lombok Timur NTB ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan pengaruh model pembelajaran Inkuiri dan model Pembelajaran langsung terhadap kemampuan penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah. Pelaksanaan penelitian ini di SMPN se_kecamatan Selong dengan melibatkan siswa kelas VIII semester ganjil tahun pelajaran 2006/2007. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan rancangan “Tes awal tes akhir kelompok kontrol tanpa acak” dengan melibatkan 82 orang siswa yang diperoleh secara acak dengan teknik “random sampling”. Penelitian ini menggunakan dua instrumen pokok untuk mengumpulkan data yaitu tes dan tulisan karya ilmiah. Tes untuk mengukur penalaran formal dan tulisan karya ilmiah untuk mengukur kemampuan menulis karya ilmiah siswa. Untuk menguji hipotesis digunakan Multivariate Analysis of Variance. Dari analisis statistik yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut. Pertama penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa yang diajar dengan metode pembelajaran inkuiri lebih baik dibandingkan dengan yang diajar dengan model Pembelajaran langsung. Kedua, penalaran formal siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri lebih baik dibandingkan dengan yang diajar dengan model Pembelajaran langsung. Ketiga, kemampuan menulis karya ilmiah siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri lebih baik dibandingkan yang diajar dengan model Pembelajaran langsung. Kata Kunci : model pembelajaran, penalaran formal, kemampuan menulis karya ilmiah. 1 THE EFFECT OF THE INQUIRY TEACHING-LEARNING MODEL AGAINST THE STUDENTS’ FORMAL REASONING ABILITY AND THE ABILITY TO FORMULATE SCIENTIFIC WRITING IN THE TEACHING AND LEARNING OF SCIENCE IN SMP By M. Khairul Wazni ABSTRACT The aim of this research was to assess the influence of the learning inquiry model and direct teaching model against the students’ formal reasoning ability and their ability to writing scientific creation. The research was conducted at the eighth grade students of SMP Selong in the of 2006/2007. This research is experiments, since it is used “Pre-test Post-test Control Group non Random Design ” involved 82 students which were chosen by using “random sampling techniques”. The data collected in this research used two main instruments that was test and writing scientific creation. The test was used to measure the students’ formal reasoning while writing scientific creation was used to measure students scientific writing ability. then, “Multivariate Analysis of Variance” used to measure hypothesis. Based on the statistic analysis, can be shown the result as follow: first, the students’ formal reasoning and scientific writing ability which were taught by using inquiry teaching method is better than that of direct instructional method. Second, the students’ formal reasoning which was taught by using inquiry teaching model is better than that of using direct method. Third, the students’ ability of writing scientific creation which was taught by using inquiry and learning model is better than that of direct method. Key Words: teaching and learning model, formal reasoning, ability of writing scientific creation. 2 PENDAHULUAN Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar (kompetensi) pada mata pelajaran sains sesuai dengan yang ditargetkan. Faktor-faktor tersebut antara lain tersedianya sarana-prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar, kemampuan profesional guru sebagai ujung tombak terhadap pembelajaran dikelas. Guru yang merupakan bagian dari instrumental input mempunyai peran yang sangat strategis dalam proses pembelajaran. Sebagai pengelola pembelajaran, guru harus mampu mengorganisir dan menggali potensi-potensi dalam pembelajaran, baik potensi raw input, instrumental input, maupun potensi enviromental input agar terjadi interaksi yang optimal, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Faktor lain penyebab rendahnya kemampuan sains adalah Siswa. Siswa seharusnya diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya dengan cara meningkatkan interaksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial maupun budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia di sekitarnya. Dari hasil interaksi dengan lingkungannya diharapkan siswa dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan diri sekaligus membangun jati diri. Kesempatan berinteraksi dengan lingkungan baik individu maupun sosial yang beragam akan membentuk kepribadian yang dapat dipakai untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleransi terhadap keanekaragaman dan perbedaan tiap individu. Kaitannya dengan pembelajaran di kelas, ada empat pilar yang digunakan sebagai pedoman, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar untuk kebersamaan (learning to live together) (Budimansyah, 2002). Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak seharusnya memposisikan peserta didik sebagai pendengar ceramah seperti mengisi botol kosong dengan ilmu pengetahuan. Selama ini proses pembelajaran sains masih bersifat mekanistik (cendrung teoretis, teacher centered, transferring). Dalam proses pembelajaran, jarang guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan jarang mendorong 3 siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kaitannya dengan masalah-masalah yang disajikan dalam pembelajaran sains, selama ini cendrung berorientasi pada masalahmasalah akademis yang sifatnya tertutup, jarang dikaitkan dengan konteknya. Demikian juga dalam kegiatan pembelajaran yang dirancang guru, belum menekankan pada keterampilan siswa untuk berargumentasi menggunakan penalaran sehingga siswa belum mampu mengungkapkan gagasan/ide-ide nya, baik secara lisan maupun tertulis. Dengan tidak terlatihnya siswa untuk mengungkapkan gagasan maupun idenya, mengakibatkan tidak berkembangnya gagasan-gagasan yang dimiliki siswa. Hal ini tentunya akan berdampak pada rendahnya kemampuan siswa dalam menulis karya ilmiah. Pembelajaran yang cendrung teoretis, hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, dan masih berpusat pada guru, juga menyebabkan tidak diperolehnya pengalaman untuk memahami konsep secara utuh oleh siswa. Akibatnya dalam melakukan akomodasi dengan konsep-konsep yang bersifat konkret, siswa belum mampu memformulasikannya. Padahal, menurut Barizi (2003), kemampuan memformulasikan konsep merupakan kemampuan berpikir formal. Ini menunjukkan bahwa dengan proses pembelajaran yang bersifat mekanistis berdampak pada rendahnya penalaran formal siswa. Secara empiris dari hasil penelitian Puji Astuti (2003) menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan expository belum memberikan dampak positip terhadap kemampuan analisis dan sintesis siswa. Nurhadi (2003) mendefinisikan inkuiri sebagai suatu proses yang bergerak dari langkah observasi sampai langkah pemahaman. Observasi yang menjadi dasar pemunculan berbagai pertanyaan yang diajukan siswa, jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan tersebut dikejar dan diperoleh melalui suatu siklus pembuatan prediksi, perumusan hipotesis, pengembangan cara-cara pengujian hipotesis, pembuatan observasi lanjutan, penciptaan teori dan model-model konsep yang didasarkan pada data dan pengetahuan. Sund & Trowbridge (1973) menyatakan model inkuiri pada hakikatnya merupakan pembelajaran yang mempersiapkan anak untuk melakukan eksperimen 4 sendiri, dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan apa yang ditemukan orang lain. Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi pengajaran yang melibatkan guru dan siswa dalam mempelajari pristiwa-pristiwa atau gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuwan (Kuslan dan Stone, 1969) mengemukakan karakteristik/ciri inkuiri sebagai berikut: (a) menggunakan keterampilan proses sains, (b) jawaban-jawaban yang dicari tidak diketahui lebih dahulu oleh siswa, (c) siswa dimotivasi sedemikian rupa sehingga timbul hasrat untuk menemukan pemecahan masalah, (d) proses pembelajaran berpusat pada pertanyaan mengapa, bagaimana, atau pertanyaan seperti: betulkah pertanyaan kita ini?, (e) suatu pertanyaan dikemukakan lalu dipersempit hingga terlihat ada kemungkinan masalah ini dipecahkan oleh siswa, (f) hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau eksperimen, (g) para siswa mengusulkan cara-cara mengumpulkan data dengan melakukan percobaan, mengadakan pengamatan, membaca atau menggunakan sumber lain, (h) semua siswa melakukan eksperimen secara individu/kelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis, dan (i) para siswa mengolah data sehingga mereka sampai pada simpulan. Kuslan dan Stone (1969) mengemukakan karakteristik/ciri inkuiri sebagai berikut: (a) menggunakan keterampilan proses sains, (b) jawaban-jawaban yang dicari tidak diketahui lebih dahulu oleh siswa, (c) siswa dimotivasi sedemikian rupa sehingga timbul hasrat untuk menemukan pemecahan masalah, (d) proses pembelajaran berpusat pada pertanyaan mengapa, bagaimana, atau pertanyaan seperti: betulkah pertanyaan kita ini?, (e) suatu pertanyaan dikemukakan lalu dipersempit hingga terlihat ada kemungkinan masalah ini dipecahkan oleh siswa, (f) hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau eksperimen, (g) para siswa mengusulkan cara-cara mengumpulkan data dengan melakukan percobaan, mengadakan pengamatan, membaca atau menggunakan sumber lain, (h) semua siswa melakukan eksperimen 5 secara individu/kelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis, dan (i) para siswa mengolah data sehingga mereka sampai pada simpulan Dalam menerapkan Model inkuiri, keuntungan yang bisa didapatkan adalah siswa memiliki kesempatan untuk mengemukakan ide atau gagasan yang dimilikinya, sehingga hal itu akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karya ilmiah. Di samping itu juga, dengan model inkuiri siswa sudah mulai diajarkan untuk menganalisa dan mencari kebenaran dari suatu masalah yang sedang dibahas, telah mampu berpikir sistematis, terarah dan mempunyai tujuan yang jelas, disamping mampu berpikir induktif, deduktif, dan empiris rasional sehingga hal ini akan menyebabkan siswa memiliki kemampuan dalam penalaran formal yang baik. Bruner (1978) menyatakan bahwa keuntungan atau keunggulan-keunggulan pembelajaran dengan model inkuiri adalah sebagai berikut: (a) pembelajaran inkuiri meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini terjadi karena siswa diberikan kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban permasalahan yang diberikan, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri, (b) siswa yang telah berhasil menemukan sendiri sehingga dapat memecahkan masalah yang ada akan meningkatkan kepuasan intelektualnya yang justru datang dari dalam diri siswa, (c) siswa dapat belajar bagaimana melakukan penemuan, hanya melalui proses melakukan penemuan itu sendiri, (d) belajar melalui inkuiri dapat memperpanjang proses ingatan atau konsep yang telah dipahami siswa lebih lama dapat diingat, (e) belajar melalui inkuiri, siswa dapat memahami konsep-konsep dan ide-idenya dengan lebih baik, (f) pengajaran menjadi lebih terpusat pada siswa, (g) proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri, (h) melalui pembelajaran inkuiri dimungkinkan tingkat harapan bertambah, (i) pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan bakat, diantaranya bakat akademik, (j) pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa belajar dengan hafalan, dan (k) pembelajaran inkuiri dapat memberikan waktu kepada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Sedangkan Depdiknas (2002: 2) menyatakan, melalui Model inkuiri diharapkan guru dapat menciptakan pembelajaran yang menantang sehingga melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini siswa sebelumnya dengan suatu bukti baru untuk 6 mencapai pemahaman baru yang lebih saintifik melalui proses ekplorasi atau pengujian gagasan baru. Peranan Guru sebagaimana dikatakan Dahar, (2002: 130-131) adalah : 1. Merencanakan pelajaran sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa 2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah 3. Memperhatikan cara penyajian, yaitu: Cara enaktif, ikonik dan simbolik 4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoretis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Harapan dari model latihan penelitian ini agar siswa dapat mempertanyakan, mengapa sesuatu peristiwa terjadi, dan menelitinya dengan cara mengumpulkan data dan mengolah data secara logis. Latihan penelitian ini dapat dimulai dari menyajikan situasi yang penuh pertanyaan. Dengan situasi penuh teka-teki ini secara alami siswa akan terdorong untuk memecahkan teka-teki itu. Dengan cara ini diyakini siswa dapat menjadi sadar akan proses penelitian yang dilakukannya dan secara langsung diajarkan cara melakukan prosedur penelitian yang bersifat ilmiah. Tabel 2.1 Sintaks Inkuiri Model Latihan Penelitian Fase Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Kegiatan Menghadapkan masalah 1. Menjelaskan prosedur penelitian 2. Menyajikan situasi yang saling bertentangan atau berbeda Mencari dan mengkaji data 1. Memeriksa hakikat objek dan kondisi yang dihadapi 2. Memeriksa tampilnya masalah Mencari data dan eksperimentasi 1. Mengisolasi variabel yang sesuai 2. Merumuskan hipotesis sebab akibat Mengorganisasikan, merumuskan dan menjelaskan Menganalisis proses penelitian (Joyce dan Weil, 1986) Dalam model pembelajaran langsung tugas guru adalah membantu siswa memperoleh pengetahuan secara deklaratif. Pengetahuan deklaratif menyatakan 7 pengetahuan tentang sesuatu, misalnya dalam menghafal rumus atau hukum tertentu dalam sains. Model pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan deklaratif. Fase pembelajaran pada model pembelajaran langsung antara lain, guru mengawali pelajaran dengan tujuan dan latar belakang pembelajaran serta memotivasi siswa untuk menerima penjelasan yang diberikan oleh guru secara langsung. Fase persiapan dan motivasi yang diikuti dengan presentasi materi ajar atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu yang diberikan oleh guru. Pelajaran ini termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik (feed back) terhadap keberhasilan yang telah dilakukan. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang telah dipelajari (Arends, 1997: 67). Flavel dalam Dantes (2001) mengemukakan bahwa tahap operasional formal meliputi empat jenis kesanggupan berpikir, yaitu: (1) hipotesis deduktif, (2) kesanggupan berpikir proporsional, (3) kesanggupan berpikir dengan memakai logika kombinatorik, dan (4) berpikir reflektif. Berpikir hipotetiko deduktif adalah suatu pola berpikir dimulai dengan menetapkan lebih dahulu kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, kemudian berpikir berdasarkan kemungkinan-kemungkinan tersebut untuk menemukan kenyataan. Sedangkan kemampuan berpikir proporsional adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposisi logis formal termasuk aksioma-aksioma dan definisi-definisi. Berpikir kombinatorik menunjukkan kesanggupan memikirkan kombinasi kejadian, ide, proposisi yang dapat terjadi secara lengkap dan sanggup menghubungkan kemungkinan-kemungkinan tersebut ke dalam suatu struktur yang merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Inhelder dan Piaget membuat suatu inventory untuk mengukur tingkat operasional formal seseorang. Terkait dengan pengetahuan ilmiah yang harus dimiliki seseorang pada tingkat operasional formal ini, inhelder dan Piaget memberikan beberapa ciri sebagai berikut: (1) operasi kombinasi, (2) perbandingan, (3) koordinasi terhadap dua sistem acuan, (4) proses keseimbangan mekanik, (5) probabilitas, (6) korelasi, (7) kompensasi, dan (8) konsep kekekalan (Travers, 1982: 294). 8 Dalam penelitian ini bentuk karya tulis ilmiah yang digunakan adalah tugas proyek. Proyek adalah tugas yang harus diselesaikan dalam periode waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, hingga penyajian data. Karena dalam pelaksanaannya proyek bersumber pada data primer/skunder, evaluasi hasil, dan kerja sama dengan pihak lain, maka proyek merupakan suatu sarana yang penting untuk menilai kemampuan umum dalam semua bidang. Dalam kurikulum, hasil belajar dapat dinilai ketika siswa sedang melakukan proses suatu proyek, misalnya saat, merencanakan dan mengorganisasikan investigasi, bekerja dalam tim, dan arahan diri. Selain itu, hasil belajar ada yang lebih sesuai apabila dinilai pada produk suatu proyek, misalnya pada saat mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi, menganalisis dan menginterpretasikan suatu data, dan mengkomunikasikan hasil (balitbang Depdiknas, V-1). Penilaian kerja proyek yang dilaksanakan siswa berdasarkan pada proses dan produk akhir. Dalam pembuatan kriteria penilaian proses suatu proyek, yang perlu dipertimbangkan antara lain: pemilihan topik, pembuatan map/ diagram terhadap topik yang akan diinvestigasi, pembuatan rincian terhadap tahapan proses, dan monitoring terhadap kerja kelompok. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan eksperimen semu (quasi), dengan rancangan eksperimen tes awal tes akhir kelompok kontrol tanpa acak. Rancangan ini dilakukan pada subyek kelompok tidak dilakukan acak (Sudjana dan Ibrahim, 2001: 44). Rancangan ini dipilih karena eksperimen dilakukan di kelas tertentu dengan kelas yang telah ada. Dalam menentukan subyek untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak memungkinkan mengubah kelas yang telah ada. Dengan demikian randomisasi tidak bisa dilakukan. Dalam menetapkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak terhadap kelas yang ada. Rancangan eksperimen ditunjukkan seperti Gambar 1.1 9 Kelompok Pretes Ubahan Bebas Postes Eksperimen T1 X T2 Kontrol T1 -- T2 Rancangan Tes awal Tes akhir Kelompok kontrol tanpa acak. Dimana T1 = Tes awal, T2 = Tes akhir, dan X = Perlakuan. Pretes digunakan untuk melihat apakah kedua kelompok yang dijadikan sampel penelitian sebelum perlakuan setara atau tidak. Untuk menguji hal ini digunakan uji-t. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN se-kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII yang ada di SMPN se-kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur, tahun ajaran 2006/2007. Pengambilan sampelnya menggunakan teknik random sampling. Langkah-langkah penentuan sampel adalah sebagai berikut: pertama, dari 8 kelas VIII yang ada di SMPN 1 Selong, dipilih dua kelas secara random sebagai kelompok eksperimen dan kontrol. Kedua, dari dua kelas tersebut dirandom lagi untuk mendapatkan mana kelompok yang akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen (kelas yang diajar dengan menggunakan model inkuiri) dan mana kelompok yang akan dijadikan sebagai kelompok kontrol (kelas yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung). Dari hasil undian yang menjadi kelompok eksperimen adalah Kelas VIII2 dan yang menjadi kontrol adalah kelas VIII4. Untuk mengetahui kesetaraan kedua kelompok yang terpilih digunakan instrumen tes kesetaraan kelompok. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data sebelum diujicobakan kepada responden, indikator dan butir-butir tes dikonsultasikan kepada para pakar untuk dilakukan penilaian. Dalam hal ini, kuesioner penalaran formal dinilai masing-masing oleh dua pakar ( expert judges) dalam bidang sains dan pakar bidang psikometri. Berikutnya, dilakukan uji coba instrumen untuk menguji validitas item dan menghitung reliabilitas alat ukur. Uji coba dilakukan dengan melibatkan siswa kelas VIII sebanyak 160 siswa di SMP Negeri 1 Selong. 3.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji normalitas dilakukan terhadap kelompok data penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains, yang diajarkan dengan model 10 pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran langsung. Hasil uji normalitas disajikan pada Tabel 3.1 Tabel 3.1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Penalaran Formal dan Kemampuan Menulis Karya Ilmiah Siswa pada Pelajaran Sains Kelompok Data Shapiro-Wilk df Sig A1 0.958 41 0.251 A2 0.959 41 0.262 A3 0.950 41 0.099 A4 0.969 41 0.442 Keterangan: A1 = Data Penalaran Formal pada pelajaran sains untuk kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri A2 = Data Penalaran Formal pada pelajaran sains untuk kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung A3 = Data Kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains untuk kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri A4= Data Kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains untuk kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung Hasil pengujian normalitas seperti tertera dalam Tabel 3.1 menunjukkan bahwa nilai-nilai statistik Shapiro-Wilk semua menunjukkan angka signifikansi yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, secara keseluruhan sebaran data penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains berdistribusi normal. Uji homogenitas ini dimaksudkan untuk menguji bahwa setiap kelompok yang akan dibandingkan memiliki variansi yang sama. Dengan demikian perbedaan yang terjadi dalam uji hipotesis benar-benar berasal dari perbedaan antara kelompok, bukan akibat dari perbedaan yang terjadi di dalam kelompok. Uji homogenitas dilakukan terhadap kelompok data penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains baik secara bersamasama menggunakan uji Box’M menghasilkan angka signifikansi = 0,996 dan secara sendirisendiri dengan uji Levene Test menghasilkan angka signifikansi = 0,889 untuk variabel 11 penalaran formal siswa pada pelajaran sains, dan angka signifikansi = 0,997 untuk variabel kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains. Tampak bahwa angka signifikansi yang dihasilkan baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri lebih besar dari 0,05. Dengan demikian berarti bahwa matrik varians-kovarians pada variabel penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains adalah homogen. Ada tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Untuk pengujian ketiga hipotesis penelitian didasarkan pada hasil analisis Manova Uji multivariat adalah untuk meneliti pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama. Hasil analisis dengan Manova dapat disajikan dalam Tabel 3.2 Tabel 3.2. Rekapitulasi Hasil Uji Multivariat Efek Statistik F Sig. Model Pembelajaran Pillai’s Trace 5,542 0,006 Wilks’ Lambda 5,542 0,006 Hotelling’s Trace 5,542 0,006 Roy’s Largest Root 5,542 0,006 Uji Hipotesis 1 Hasil multivariate test tentang penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains antara siswa yang diajar dengan model inkuiri dengan model pembelajaran langsung menghasilkan angka signifikansi = 0,006 pada nilai F Pillai’s Trace, Wilks’Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root = 5,542. Karena angka signifikansi lebih kecil dari 0,05, dapat disimpulkan bahwa: hipotesis nol ditolak dan menerima hipotesis penelitian. Uji Hipotesis 2 Tabel 3.3. Pengaruh Model Pembelajaran terhadap Penalaran Formal SumberVariasi Jk Antar 35,561 Dalam(Error) 340,683 Total(residu) 376,244 Berdasarkan hasil analisis db 1 80 81 pengaruh Rk Fe 35,561 8,351 4,259 model pembelajaran Sig. 0,005 terhadap penalaran formal siswa pada pelajaran sains diperoleh nilai statistik F = 8,351 dengan angka signifikansi 0,005. Angka signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat perbedaan penalaran formal pada 12 pelajaran sains siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung, ditolak. Selanjutnya untuk menganalisis signifikansi perbedaan penalaran formal siswa pada pelajaran sains yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri dan yang diajar dengan model pembelajaran langsung, disajikan nilai rata-rata ( ) dan simpangan baku (SB) penalaran formal siswa pada pelajaran sains dalam Tabel 3.4 Tabel 3.4 Nilai Rata-rata Terestimasi dan Simpangan Baku Penalaran Formal Siswa pada Pelajaran Sains Variabel Model SB Intervensi Konvidensi 95% Devendent Pembelajaran Terendah Tertinggi Penalaran 1.00 19,805 0,322 19,164 20,446 Formal 2.00 18,488 0,322 17,846 19,129 berdasarkan data nilai-rata-rata terestimasi dan simpangan baku dalam Tabel 3.4, dapat dianalisis signifikansi perbedaan penalaran formal siswa pada pelajaran sains antara yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri dan yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Signifikansi perbedaan nilai- rata-rata pasangan tersebut diuji dengan metode least significant difference ( LSD).Untuk jumlah kelompok model a = 2, jumlah sampel masing-masing kelompok n = 41, jumlah sampel seluruhnya N = 82, dan pada taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai statistik Dengan menggunakan nilai t tabel t tabel t(0,025:60) = 2,00. tersebut dan nilai MSε = 4,259 untuk variabel terikat penalaran formal siswa pada pelajaran sains, diperoleh batas penolakan LSD = 0,456. Kriteria, penalaran formal siswa pada pelajaran sains berbeda secara signifikan apabila > LSD. Rangkuman hasil uji signifikansi perbedaan penalaran formal siswa pada pelajaran sains disajikan dalam Tabel 3.5. Tabel 3.5. Signifikansi Perbedaan Penalaran Formal Siswa pada Pelajaran Sains Variabel dependent (I) Model (J) Model (I) - (J) SB Sig Penalaran Formal 1.00 2.00 2.00 1.00 1,317 -1,317 0,456 0,456 0.005 0.005 13 Berdasarkan Tabel 3.5 harga mutlak = 1,317 dengan simpangan baku 0,456 dan angka signifikansi 0,005. Angka signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05 dan lebih besar dari LSD, berarti penalaran formal siswa pada pelajaran sains yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri lebih tinggi dibandingkan dengan yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Uji Hipotesis 3 Tabel 3.6. Pengaruh Model Pembelajaran terhadap Kemampuan Menulis Karya Ilmiah Siswa SumberVariasi Jk db Rk Fe Sig. Antar 43,902 1 43,902 8,228 0,005 Dalam(Error) 426,878 80 5,336 Total(residu) 470,780 81 Berdasarkan hasil analisis pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains diperoleh nilai statistik F = 8,228 dengan angka signifikansi 0,005. Angka signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung, ditolak. Selanjutnya untuk menganalisis signifikansi perbedaan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri dan yang diajar dengan model pembelajaran langsung, disajikan nilai rata-rata ( ) dan simpangan baku (SB) penalaran formal siswa pada pelajaran sains dalam Tabel 3.7 Tabel 3.7 Nilai Rata-rata Terestimasi dan Simpangan Baku Kemampuan Menulis Karya Ilmiah Siswa pada Pelajaran Sains Variabel Devendent Model Pembelajaran SB Kemampuan menulis Karya Ilmiah 1.00 2.00 20,610 19,146 0,361 0,361 Intervensi Konvidensi 95% Terendah Tertinggi 19,892 21,328 18,428 19,864 14 Berdasarkan data nilai-rata-rata terestimasi dan simpangan baku dalam Tabel 3.7 dapat dianalisis signifikansi perbedaan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains antara yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri dan yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Signifikansi perbedaan nilai rata-rata pasangan tersebut diuji dengan metode least significant difference ( LSD).Untuk jumlah kelompok model a = 2, jumlah sampel masing-masing kelompok n = 41, jumlah sampel seluruhnya N = 82, dan pada taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai statistik t tabel t (0,025:60) = 2,00. Dengan menggunakan nilai t tabel tersebut dan nilai MSε = 5,336 untuk variabel terikat kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains, diperoleh batas penolakan LSD = 0,51. Kriteria kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains berbeda secara signifikan apabila > LSD. Rangkuman hasil uji signifikansi perbedaan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains disajikan dalam Tabel 38. Tabel 3.8 Signifikansi Perbedaan Kemampuan Menulis Karya Ilmiah Siswa pada Pelajaran Sains Variabel dependent Kemampuan Ilmiah menulis (I) (J) (I) - (J) Model Model SB Sig Karya 1.00 2.00 1,463 0,510 0,005 2.00 1.00 -1,463 0,510 0,005 Berdasarkan Tabel 3.8 harga mutlak = 1,463 dengan simpangan baku 0,510 dan angka signifikansi 0,005. Angka signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05 dan lebih besar dari LSD, berarti kemampuan menulis karya ilmiah siswa siswa pada pelajaran sains yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri lebih tinggi dibandingkan dengan yang diajar dengan model pembelajaran langsung. 4. PENUTUP Berdasarkan hasil pengujian hipotesis seperti yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap 15 penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains. Secara rinci dapat disimpulkan sebagai berikut.Pertama, penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri lebih baik daripada yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Kedua, penalaran formal siswa pada pelajaran sains yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri lebih tinggi daripada yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Ketiga, kemampuan menulis karya ilmiah siswa pada pelajaran sains yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri lebih baik daripada yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Hasil penelitian ini berimplikasi terhadap: (1) Peran guru sains dalam pembelajaran, (2) perencanaan dan pengembangan model pembelajaran sains, (3) lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). 1) Implikasi terhadap Peran Guru Sains Penerapan model inkuiri dalam pembelajaran sains menuntut banyak perubahan pada guru sains khususnya dalam manajemen kelas. Dalam upaya menumbuhkan dan mengaktifkan situasi belajar, guru berperan sebagai pembimbing untuk menuntun siswa memulai proses, memimpin siswa agar hasil dalam proses belajar sesuai dengan tujuan pengajaran serta sebagai fasilitator dalam mempersiapkan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Semestinya dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri siswa akan lebih tertarik dan lebih memudahkannya memahami konsep-konsep sains. Karena siswa dituntut untuk tetap aktif dan memungkinkan siswa menemukan konsep-konsep yang baru. 2) Implikasi terhadap Perencanaan dan Pengembangan Model Pembelajaran Sains Temuan bahwa penalaran formal dan kemampuan menulis karya ilmiah pada pelajaran sains siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri lebih baik daripada model pembelajaran langsung memberikan petunjuk bahwa model pembelajaran inkuiri dibandingkan dengan pengajaran langsung memberikan dampak yang signifikan dibandingkan dengan pengajaran langsung . 3) Implikasi terhadap lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan 16 Model-model pembelajaran yang telah diujicobakan melalui penelitian maupun dari hasil pengembangan diupayakan untuk diajarkan kepada mahasiswa yang akan menjadi calon pendidik. Demikian juga kelebihan, kekuatan dan kekurangan dari masing-masing model pembelajaran, sehingga calon guru sains akan memiliki pengetahuan dan kemampuan awal yang lebih baik mengenai model-model pembelajaran untuk dapat diterapkan setelah menjadi pendidik. Saran Apabila menerapkan penulisan karya ilmiah dalam pengalaman belajar, langkahlangkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Berikan kepada siswa wawasan terlebih dahulu tentang karya tulis ilmiah, (2) Memberikan tugas kepada siswa berkelompok mencari topik sains dalam kehidupan sehari-hari yang dianggap menarik untuk diteliti, (3) Siswa ditugaskan melakukan penelitian lapangan maupun eksperimen di laboratorium, (4) Melaporkan hasil penelitiannya dalam bentuk laporan tertulis (karya tulis), (5) Melakukan seminar terhadap laporan penelitian siswa di kelas. 17 Daftar Pustaka Barizi, Hamzah. 2003. “Konseptualisasi dalam Bidang Studi Biologi Berbasis MetodePembelajaran”. Makalah yang disampaikan dalam Penataran Dosen Muda Institut Pertanian Bogor ( IPB). Angkatan Tahun 2002/2003, Tanggal 15 Nopember 2003. Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Bandung:Erlangga. Dantes, Nyoman. 2001a. ”Teori-Teori Belajar,Teori-Teori Instruksional dan ModelModel Pembelajaran”. Kumpulan Makalah STKIP Singaraja Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Sains. Jakarta: Puskur-Balitbang Depdiknas. -------. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur-Balitbang Depdiknas Kuslan, L. & A. H. Stone. 1969. Teaching Children Science: an Inquiry Approachs. California: Wadsworth Publishing Company, Inc. Nurhadi, Senduk dan Agus Gerrad. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Pujiastuti, Pratiwi. “Pengaruh Pembelajaran IPA-Biologi dengan Menggunakan Metode Diskoveri-Inkuiri Terhadap Kemampuan Analisis dan Sintesis.” http://www.malang.ac.id/jurnal/lain/jpk/2003a.htm#2_7. Sudjana, Nana. 2004. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Jakarta: Sinar Baru Agrensindo. Trowbridge, L. W. & R. B. Sund. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Ohio: Columbus Charles E. Merrill Publishing Company. 18