komisi pemilihan umum kabupaten banjar

advertisement
RISET PEMILU
KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK
(STUDI PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PEMILIHAN UMUM 2014)
Disusun Oleh
KOMISI PEMILIHAN UMUM
KABUPATEN BANJAR
MARTAPURA
2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2014 bangsa Indonesia telah
menyelenggarakan sebelah kali pemilihan umum, yaitu pemilihan umum
(pemilu) tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004,
2009 dan 2014. Dari pengalaman sebanyak itu Miriam Budiardjo
mengemukakan, pemilu 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan atau
keistimewaan dibanding dengan yang lainnya. Semua pemilu tersebut
tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung
di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilu itu sendiri. Dari
pemilu-pemilu tersebut juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari
sistem pemilu yang cocok untuk Indonesia.1
Pasca Reformasi 1998 telah banyak perubahan yang dialami
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan proses
demokratisasi, di antaranya adalah Amandemen UUD 1945, kebebasan
pers, pemisahan yang jelas antara militer dan sipil, kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat, dan lain-lain. Salah satu perubahan yang sangat
penting sejak Reformasi adalah munculnya berbagai macam partai politik
sebagai salah satu wujud kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat,
dan berkumpul yang menjadi satu ciri utama Negara yang menjalankan
sistem demokrasi.
Kebanyakan
negara
demokrasi,
pemilu
dianggap
lambang
sekaligus tolak ukur dari sebuah demokrasi. Hasil pemilu yang
dilaksanakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat
dan kebebasan berserikat dianggap mencerminkan sudah cukup mewakili
partisipasi dan merupakan aspirasi masyarakat. Disadari bahwa pemilu
1
Miriam Budiardjo. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hlm
473.
3
bukan merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapai dengan
pengukuran kegiatan lainnya yang bersifat berkesinambungan.
Miriam Budiardjo mengungkapkan dalam ilmu politik dikenal
bermacam-macam sistem pemilu dengan berbagai variasinya, akan tetapi
pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
a. Single-member constituency (satu daerah pemilihan memilih
satu wakil; biasanya disebut sistem distrik).
b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih
beberap wakil; biasanya dinamakan sistem sistem perwakila
berimabng atau sistem proporsional).2
Pemilu merupakan sarana pengamalan demokrasi. Dapat dikatakan
tidak ada demokrasi tanpa pemilu. Walaupun begitu, pemilu bukanlah
tujuan, akan tetapi hanya sebagai sarana sebagaimana Pasal 22E ayat (2)
UUD NRI Tahun 1945 “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden
dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” Adapun
tujuan kita berbangsa dan bernegara adalah antara lain untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana
tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Masyarakat
memiliki
peran
yang
sangat
penting
dalam
penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut. Oleh karenanya masyarakat
tidak dapat dipisahkan dengan pemilu karena merupakan satu kesatuan
yang utuh dimana masyarakat menjadi faktor utama dan penentu berjalan
suksesnya sebuah pelaksanaan pemilu. Selain itu melalui pemilu inilah
sarana konstitusional bagi masyarakat untuk memilih pemimpin dalam
melanjutkan pemerintahan negara, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Abraham Lincoln “Government from the people, by the people, for the
people”.
2
Ibid, hlm 261.
4
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan
negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi
politik.
Secara
umum
dalam
masyarakat
tradisional
yang
sifat
kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa,
keterlibatan warga negara dalam ikut serta memengaruhi pengambilan
keputusan, dan memengaruhi kehidupan bangsa relatif sangat kecil. Warga
negara yang hanya terdiri dari masyarakat sederhana cenderung kurang
diperhitungkan dalam proses-proses politik.3
Dalam hubungannya
dengan demokrasi, partisipasi
politik
berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat terhadap jalannya suatu
pemerintahan.
Dalam
suatu
Pemilu
misalnya
partisipasi
politik
berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat kepada pasangan calon yang
terpilih. Setiap masyarakat memiliki preferensi dan kepentingan masingmasing untuk menentukan pilihan mereka dalam pemilu. Bisa dikatakan
bahwa masa depan pejabat publik yang terpilih dalam suatu Pemilu
tergantung pada preferensi masyarakat sebagai pemilih. Tidak hanya itu,
partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu dapat dipandang sebagai
control masyarakat terhadap suatu pemerintahan. Kontrol yang diberikan
beragam tergantung dengan tingkat partisipasi politik masing-masing.
Selain sebagai inti dari demokrasi, partisipasi politik juga berkaitan erat
dengan pemenuhan hak-hak politik warga negara. Wujud dari pemenuhan
hak-hak politik adalah adanya kebebasan bagi setiap warga untuk
menyatakan pendapat dan berkumpul. Seperti yang tertuang dalam UUD
1945 pasal 28: “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”.
Demi
terselenggaranya
pemilu
yang
luber
jurdil
maka
dibuatlahberbagai macam regulasi demi kelancaran penyelenggaraan
pemilu di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Namun dalam perkembangan
3
Sudijono Sastroatmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang: Ikip Semarang Press, hlm 56.
5
di Indonesia partisipasipemilih cenderung menurun. Empat pemilu
nasional terakhir dan pelaksanaan pemilukada di berbagai daerah
menunjukkan indikasi itu. Pada pemilu nasional misalnya, yaitu pemilu
1999 (92%), pemilu 2004 (84%), pemilu 2009 (71%) dan pemilu 2014
(70%). Hal ini menjadi salah satu tantangan yang dihadapi dalam upaya
untuk mewujudkan kesuksesan penyelengaraan Pemilu berikutnya.
Kendati tingkat partisipasi mengalami tren penurunan, masih terdapat
banyak kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) pada pemilu tahun 2014
yang membuat penyelenggaraan pesta demokrasi dirasa berbeda dari
tahun-tahun sebelumnya.
Berbagai macam bentuk kesukarelaan yang dilakukan oleh
sukarelawan khususnya di Kabupaten Banjar antara lain yaitu pemberian
suara, diskusi kelompok, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung
dengan kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan pejabat
politik dan administrasi, pengajuan petisi, dan bentuk kegiatan
kesukarelaan lainnya. Pemilu 2014 lalu KPU berinisiatif menggagas
Program
Relawan Demokrasi
yang menjadi
mitra
KPU dalam
menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis
kabupaten/kota. Bentuk peran serta masyarakat ini diharapkan mampu
mendorong tumbuhnya kesadaran tinggi serta tanggung jawab penuh
masyarakat untuk menggunakan haknya dalam pemilu secara optimal.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penelitian
terhadap apa saja yang menjadi faktor-faktor pendukung dan penghambat
kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar serta kebijakan apa yang
harus dilakukan agar kesukarelaan politik warga Kabupaten Banjar
meningkat, dengan judul penelitian “KESUKARELAAN WARGA
DALAM
POLITIK
(STUDI
PARTISIPASI
MASYARAKAT
DALAM PEMILIHAN UMUM DI KAB BANJAR TAHUN 2014)”.
6
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas agar tidak mengalami perluasan dalam
pembatasan masalah maka peneliti merasa perlu untuk membatasi
permasalahan tersebut mengenai:
1. Apa saja bentuk kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar?
2. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat kesukarelaan
politik warga?
3. Bagaimanakah bentuk kebijakan yang harus dilakuakan untuk
menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan politik warga?
1.3.
Tujuan
Mengacu pada perumusan masalah di atas, maka yang menjadi
tujuan penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk kesukarelaan politik warga di Kabupaten
Banjar.
2. Untuk
mengetahui
faktor-faktor
pendukung
dan
penghambat
kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar.
3. Untuk mengetahui bentuk kebijakan yang harus dilakuakan untuk
menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan politik warga Kabupaten
Banjar.
1.4.
Manfaat
Dengan adanya tujuan di atas maka diharapkan penelitian ini dapat
memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
berupa sumbangan pemikiran akademis dalam pengembangan ilmu
hukum tata negara dan ilmu politik khususnya yang berkaitan dengan
pemilihan umum.
7
2. Manfaat Praktis
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis
berupa informasi dan sumbangan pemikiran bagi para peneliti dan
pembuat kebijakan terkait dengan pemilihan umum.
1.5.
Metode Penelitian
Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu sarana pokok dalam
penerapannya harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang
menjadi induknya. Hal ini disesuaikan bahwa penelitian bertujuan untuk
mengungkap kebenaran secara sistematis, metodologi, dan konsisten.
Melalui proses penelitian tersebut kemudian diadakan analisis terhadap
bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan dan diolah.
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif.
2. Sumber Data
Sumber data berupa data sekunder. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari sumber kedua, seperti buku, dokumentasi, data dari
lembaga/institusi, dsb.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dilakukan secara dokumentasi, kepustakaan dan
publikasi sebelumnya. Terhadap data yang dikumpulkan akan dipilah
sesuai kesahihan dan relevansinya.
4. Analisis Data
Analisis terhadap data yang diolah dengan cara menginterpretasikan
pola, model, atau pun teori yang digunakan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4.1.
Kerangka Teori
2.1.1 Teori Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat
Demokrasi sebagai istilah yang populer dalam kajian ilmu
politik, berakar dari satu paham yang sama dengan istilah
kedaulatan rakyat yang lebih banyak digunakan dalam kajian
hukum ketatanegaraan. Keduanya menempatkan rakyat sebagai
subjek dalam tata kelola bernegara. Ia bukan hanya sekedar sebagai
sumber lahirnya kekuasaan negara yang didistribusikan kepada
organ-organ resmi kekuasaan itu, melainkan juga sebagai bagian
dari pelaksanaan kekuasaan negara itu sendiri.4
Dalam berbagai literatur, demokrasi dipahami sebagai satu
bentuk pemerintahan yang berakar pada klasifikasi Aristoteles
yang dibuat berdasarkan jumlah dan sifat pemegang kekuasaan
Negara. Demokrasi berakar pada kata “demos” dan “cratos” yang
berarti “kekuasaan yang ada pada rakyat seluruhnya” untuk
membedakan dengan bentuk pemerintahan oligarki, kekuasaan
yang ada pada sedikit orang, dan monarki, kekuasaan yang ada di
tangan satu orang.5
N.D.
Arora
dan
S.S.
Awasthy
menyatakan
kata
“demokrasi” berakar pada kata “demos” dalam bahasa Yunani
kuno yang berarti suatu bentuk pemerintahan oleh suatu populasi
yang berlawanan dengan kelompok kaya dan para aristokrat.
4
M.Rifqinizamy. Makalah berjudul Menengok Demokrasi Konstitusional Indonesia. Disampaikan
dalam diskusi bertajuk “Demokrasi Substansial Menuju Negara Kesejahteraan: Dampak
Liberalisasi Pengelolaan SDA di Kalimantan Selatan“. Diselenggarakan oleh Pro-Demokrasi (Prodem) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, 12 Maret 2015, hlm
1.
5
Wirjono Prodjodikoro. 1981. Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik. Jakarta: PT Eresco, hlm 22-23.
9
Karena itu, dalam pengertian Yunani kuno demokrasi adalah
kekuasaan oleh orang biasa, yang miskin dan tidak terpelajar
sehingga demokrasi pada saat itu, misalnya oleh Aristoteles,
ditempatkan sebagai bentuk pemerintahan yang merosot atau
buruk.6
Dalam UUD NRI Tahun 1945, istilah demokrasi, tepatnya
kata “demokratis” hanya disebutkan satu kali, yakni dalam
rumusan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Rumusan
tersebut terkait dengan pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota
masing-masing
sebagai
Kepala
Pemerintahan
Provinsi/Kabupaten/Kota (yang) dipilih secara demokratis.
Sementara, ide kedaulatan rakyat merupakan pilihan sadar
yang dilakukan oleh para pembentuk Konstitusi kita (baca: UUD
1945) sejak pertama kali perumusannya dilakukan. Formulasi
perihal kedaulatan rakyat itu dapat dilihat dalam alenia ke-IV
Pembukaan UUD/Konstitusi kita, yang menyatakan; “...maka
disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat...”.
Formulasi lebih lanjut dari pernyataan tentang “kedaulatan
rakyat” dalam Pembukaan UUD 1945 itu, dinyatakan dalam Pasal
1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, yang menegaskan ; Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”.
Penegasan kedaulatan rakyat dan demokrasi di dalam
Konstitusi kita melahirkan istilah demokrasi konstitusional. Istilah
ini merujuk pada penggunaan asas demokrasi atau kedaulatan
rakyat pada satu sisi, namun pada sisi yang lain praktek demokrasi
itu tidak boleh keluar dari “rel” Konstitusi.
6
N.D.Arora and S.S. Awasthy. 1999. Political Theory. New Delhi: Har-Anand, hlm 308.
10
2.1.2 Teori Partisipasi Politik
Partisipasi politik memiliki pengertian yang beragam. Ada
beberapa
ahli
yang
mengungkapkan
pendapatnya
tentang
partisipasi politik. Menurut Ramlan Surbakti yang dimaksud
dengan partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa
dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau
memengaruhi hidupnya.7 Herbert McClosky seorang tokoh
masalah partisipasi berpendapat bahwa partisipasi politik adalah
kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana
mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan
secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan
kebijakan umum.8
Dalam hubunganya dengan negara-negara berkembang
Samuel P.Hutington dan Joan M. Nelson memberi tafsiran yang
lebih luas dengan memasukkan secara eksplisit tindakan illegal dan
kekerasan. Partisipasi politik adalah kegiatan warga yang bertindak
sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi
pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bias bersifat
individual atau kolektif, teroganisir atau spontan, mantap atau
sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal,
efektif atau tidak efektif.9
Miriam Budiarjo secara umum mengartikan partisipasi
politik sebagai kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan
memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung
memengaruhi kebijakan pemerinah (public policy).10 Terakhir
menurut Keith Faulks partisipasi politik adalah keterlibatanaktif
7
Ramlan Surbakti. 2007. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Widisarana Indonesia,
hlm 140.
8
Miriam Budiardjo. Op.cit., hlm 367.
9
Ramlan Surbakti. Lot.,cit
10
Sujiono Sastroadmojo. Op.cit., hlm 68.
11
individu maupun kelompok dalam proses pemerintahan yang
berdampak pada kehidupanmereka. Hal ini meliputi keterlibatan
dalam pembuatan keputusan maupun aksi oposisi, yangpenting
partisipasi merupakan proses aktif.11 Dari beberapa pendapat ahli
tersebut maka yang dimaksud partisipasi politik adalah adanya
kegiatan
atau
keikutsertaan
warga
negara
dalam
proses
pemerintahan. Kemudian kegiatan tersebut diarahkan untuk
memengaruhi jalannya pemerintahan. Sehingga dengan adanya
partisipasi politik tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan
mereka.
Menurut Ramlan Surbakti partisipasi politik terbagi
menjadi dua yaitu partisipasi aktif dan pasrtisipasi pasif. Partisipasi
aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum,
mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan
kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan
perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan
memilih pemimpin pemerintah. Sebaliknya, kegiatan yang
termasuk dalam kategori partisipasi pasif berupa kegiatan-kegiatan
yang menaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap
keputusan pemerintah.12 Sementara itu, Milbart dan Goel
membedakan partisipasi menjadi beberapa kategori. Pertama,
apatis. Artinya, orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri
dari proses politik. Kedua, spectator. Artinya, orang yang setidaktidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan umum. Ketiga,
gladiator. Artinya mereka yang secara aktif terlibat dalam proses
politik, yakni komunikator, spesialis mengadakan kontak tatap
muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, dan aktivis
masyarakat.13
11
Keith Faulks. 2010. Sosiologi Politik. Bandung: Nusa Media, hlm 226.
Ramlan Surbakti. Op.cit., hlm 142.
13
Ibid., hlm 143.
12
12
4.2.
Kerangka Konsep
4.2.1. Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam
suatu
negara
demokrasi
rakyat
memegang
kekuasaan tertinggi, artinya kedaulatan dalam negara berada di
tangan rakyat. Demokrasi yang dipraktekkan di semua negara yang
mengaku negara demokratis sudah dapat dipastikan berupa
demokrasi perwakilan, bukan lagi demokrasi langsung yang pernah
dipraktekan pada negara Yunani Kuno dahulu. Konsekuensi dari
sistem demokrasi perwakilan adalah harus diadakannya pemilu
yang ditujukan untuk memilih wakil rakyat.
Mengenai perihal pemilihan umum, Harris G. Warren dan
kawan-kawannya mengemukakan pendapatnya bahwa: “Elections
ate the occasions when the citizens choose their official and decide
what they want the government do. In making these decitions,
citizens determine what rights they want to have and keep”.14
Pendapat Warren dan kawan-kawannya tersebut pada
intinya lebih kurang menyatakan bahwa pemilihan umum adalah
merupakan kesempatan bagi para warga negara untuk memilih
pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka
inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah. Dan dalam membuat
keputusan itu para warga negara menentukan apakah yang
sebenarnya mereka inginkan untuk dimiliki.
Secara sederhana dapat kita nyatakan bahwa pemilihan
umum adalah suatu cara atau sarana untuk menentukan orangorang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan roda
pemerintahan.15
14
Harris G. Warren, et. al. 1963. Our Democracy at Work. Prentice-Hall,Inc. Engelewood Cliffs,
N.J, hlm 67.
15
Haryanto. 1984. PARTAI POLITIK: Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Liberty, hlm 81.
13
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, istilah pemilu
terdapat pada Ketentuan Umum Pasal 1 yaitu Pemilu Anggota
DPR, DPD, dan DPRD adalah Pemilu untuk memilih anggota
DPR, DPD dan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dalam
NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Langsung
berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung
dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum diikuti
seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan
suara, tanpa terkecuali dan tidak boleh ada diskriminasi. Bebas
berarti pemilih dijamin dapat menentukan pilihan dan memberikan
suaranya, berdasarkan pertimbangannya sendiri tanpa ada paksaan
dari pihak manapun. Rahasia berarti suara yang diberikan oleh
pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Jujur mengandung arti bawah pemilu harus dilaksanakan sesuai
dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang
memiliki hal dapat memilih sesuai dengan kehendaknya, setiap
suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil
rakyat yang akan terpilih. Semua pihak yang terkait dengan
pelaksanaan pemilu dan pemilih ahrus bersikap dan bertindak jujur
dan sesuai peraturan perudang-undangan. Adil adalah perlakuan
yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada
pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau
pemilih pemilu. Asas jujur dan adil tidak hanya mengikat kepada
pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Tahapan penyelenggaraan pemilu DPR, DPD dan DPRD
yaitu:
a. Perencanaan
program
dan
anggaran,
serta
peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu;
penyusunan
14
b. pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih;
c. pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu;
d. penetapan Peserta Pemilu;
e. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
f. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota;
g. masa Kampanye Pemilu;
h. Masa Tenang;
i. pemungutan dan penghitungan suara;
j. penetapan hasil Pemilu; dan
k. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota.
2.2.2 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam UndangUndang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden.Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara efektif dan
efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan daerah
pemilihan pada hari libur atau hari yang diliburkan.
Tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden meliputi (Pasal 3 ayat (6) UU Nomor 42 Tahun 2008):
a. penyusunan daftar Pemilih;
b. pendaftaran bakal Pasangan Calon;
c. penetapan Pasangan Calon;
d. masa Kampanye;
15
e. masa tenang;
f. pemungutan dan penghitungan suara;
g. penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan
h. pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara
Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur
17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin
mempunyai hak memilih harus terdaftar sebagai Pemilih oleh
Penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap di kabupaten/kota
dilakukan oleh KPU kabupaten/kota. Rekapitulasi Daftar Pemilih
Tetap di provinsi dilakukan oleh KPU provinsi. Rekapitulasi
Daftar Pemilih Tetap Pemilih luar negeri dan Pemilih secara
nasional dilakukan oleh KPU kabupaten/kota yang penyusunan
Daftar
Pemilih
Sementara,
pemutakhiran
Daftar
Pemilih
Sementara, penyusunan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih
Tambahan,
dan
rekapitulasi
Daftar
Pemilih
Tetap
yang
dilaksanakan oleh KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota
pengawasannya dilakukan oleh Bawaslu, Panwaslu provinsi,
Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan. Dalam hal
pengawas menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota
KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPLN yang
merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih,
Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri menyampaikan temuan tersebut
kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota dan wajib
ditindaklanjuti.
Pelaksanaan kampanye dilakukan dengan prinsip jujur,
terbuka, dialogis serta bertanggung jawab dan merupakan bagian
dari pendidikan politik masyarakat (Pasal 33 UU Nomor 42 Tahun
16
2008) yang dilaksanakan oleh pelaksana kampanye yang terdiri
atas pengurus partai politik, orang-seorang, dan organisasi
penyelenggara kegiatan, diikuti oleh peserta kampanye yang terdiri
atas anggota masyarakat dan didukung oleh petugas kampanye
yang terdiri atas seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan
kampanye (Pasal 34-35 UU Nomor 42 Tahun 2008). Materi
kampanye meliputi visi, misi dan program pasangan calon dan
wajib difasilitasi oleh KPU untuk menyebarkan materi kampanye
tersebut melalui website KPU dalam rangka melakukan pendidikan
politik kepada masyarakat. Selain itu juga diadakan debat pasangan
calon
yang
dilaksanakan
sebanyak
5
(lima)
kali
yang
diselenggarakan oleh KPU dan disiarkan langsung secara nasional
oleh media elektronik agar masyarakat mengetahuinya.
Pemungutan suara dilakukan di Tempat Pemungutan Suara
(TPS)
yang
pelaksanaannya
dipimpin
oleh
Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) serta ditentukan
lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh
penyandang cacat, tidak menggabungkan desa, dan memperhatikan
aspek geografis serta menjamin setiap Pemilih dapat memberikan
suaranya secara langsung, bebas, dan rahasia.yang meliputi:
a.
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS
yang bersangkutan; dan
b.
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.
Jumlah pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800
(delapan ratus) orang. Jumlah surat suara di setiap TPS sama
dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam Daftar Pemilih
Tetap dan Daftar Pemilih Tambahan ditambah dengan 2% (dua
persen) dari Daftar Pemilih Tetap sebagai cadangan.
Pemberian suara dilaksanakan oleh pemilih. Pelaksanaan
pemungutan suara disaksikan oleh saksi yang harus menyerahkan
17
mandat tertulis dari pasangan calon/tim kampanye. Warga
masyarakat yang tidak memiliki hak pilih atau yang tidak sedang
melaksanakan pemberian suara serta Pemantau Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden dilarang berada di dalam TPS/TPSLN demi
memelihara ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pemungutan
suara. Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman, ketertiban, dan
keamanan pelaksanaan pemungutan suara oleh anggota masyarakat
dan/atau oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan melakukan
penanganan secara memadai. Jika tidak mematuhi penanganan oleh
petugas
ketenteraman,
ketertiban,
dan
keamanan,
yang
bersangkutan diserahkan kepada petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Penghitungan suara di TPS/TPSLN dilaksanakan setelah
waktu pemungutan suara berakhir dan hanya dilakukan dan selesai
di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari/tanggal pemungutan
suara. Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan ke
dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta ke
dalam sertifikat hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden dengan menggunakan format yang ditetapkan
dalam peraturan KPU yang ditandatangani oleh seluruh anggota
KPPS/KPPSLN dan saksi Pasangan Calon yang hadir serta
KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara di
TPS/TPSLN tersebut. Kemudian rekapitulasi penghitungan suara
dilanjutkan ke tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat
provinsi, dan dilakukan rekapitulasi penghitungan suara secara
nasional oleh KPU.
Penetapan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dilakukan oleh KPU dengan mengumumkan hasil pemilu Presiden
dan Wakil Presiden dalam dalam sidang pleno terbuka yang
18
dihadiri oleh Pasangan Calon dan Bawaslu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak hari pemungutan suara.
Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang
memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah
suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan
sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang
tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.
Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih, 2 (dua) Pasangan
Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih
kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan
jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, kedua
Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara
langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal
perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh
oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih, penentuan peringkat
pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah
perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang. Dalam hal
perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama
diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) Pasangan Calon, penentuannya
dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang
lebih luas secara berjenjang (Pasal 159 UU Nomor 42 Tahun
2008).
Pasangan Calon terpilih dilantik menjadi Presiden dan
Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jika calon
Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan,
calon Presiden terpilih dilantik menjadi Presiden. Jika calon
Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon
Wakil Presiden yang terpilih dilantik menjadi Presiden. Presiden
dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya, atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna
19
Majelis Permusyawaratan Rakyat bertepatan dengan berakhirnya
masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
BAB XVII Pasal 186 UU Nomor 42 Tahun 2008
menyebutkan
bahwa
untuk
mendukung
kelancaran
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dapat
melibatkan partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan dalam
bentuk sosialisasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pendidikan
politik bagi Pemilih dapat dilakukan kepada Pemilih pemula dan
warga masyarakat lainnya melalui seminar, lokakarya, pelatihan,
dan simulasi serta bentuk kegiatan lainnya., survei atau jajak
pendapat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan
penghitungan cepat hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
dengan ketentuan:
a.
tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu Pasangan Calon;
b.
tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden;
c.
bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat
secara luas; dan
d.
mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
aman, damai, tertib, dan lancar.
.
20
BAB III
KONDISI UMUM PEMILU DI KABUPATEN BANJAR TAHUN 2014
3.1.
Kondisi Geopolitik Di Kabupaten Banjar
Kabupaten Banjar merupakan satu dari 13 Kabupaten/Kota yang
berada pada wilayah administratif Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi
Kalimantan Selatan dengan Banjarmasin sebagai Ibukota memiliki luas
37.530,52 km²16 dan berpenduduk mencapai 3.922.790 jiwa.17 Dari luas
wilayah yang dimilki Provinsi Kalimantan Selatan, Kabupaten Banjar
dengan luas wilayah ±4.668,50 masuk ke dalam wilayah terluas ketiga di
Provinsi Kalimantan Selatan setelah Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten
Tanah Bumbu.18
Dengan jumlah penduduk mencapai 545.39719 jiwa Kabupaten
Banjar Terdiri dari 19 Kecamatan, 277 Desa dan 13 Kelurahan20 yang
meliputi21 sebagaimana table di bawah ini :
16
Luas Wilayah Kalimantan Selatan menurut BPS kalsel.bps.go.id diakses pada tanggal 9/7/2015.
17
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan tahun 2000-2014 di Badan
Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan http://kalsel.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/813
diakses pada tanggal 9/7/2015.
18
Gambaran Umum Wilayah Kab. Banjar di Pemerintah Kabupaten Banjar
http://id3.banjarkab.go.id/profil-2/gambaran-umum-wilayah-kab-banjar/ diakses tanggal 9/7/2015.
19
Ibid. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan tahun 2000-2014
20
Ibid. Gambaran Umum Wilayah Kab. Banjar
21
Daftar Nama Kecamatan Kelurahan/Desa & Kodepos Di Kota/Kabupaten Banjar Kalimantan
Selatan di Ilmu Pengetahuan http://www.organisasi.org/1970/01/daftar-nama-kecamatankelurahan-desa-kodepos-di-kota-kabupaten-banjar-kalimantan-selatan.html diakses pada tanggal
9/7/2015.
21
No. Kecamatan
1.
Aluh - Aluh
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Kelurahan/Desa
Aluh Aluh Kecil
Aluh Aluh Kecil Muara
Aluh-Aluh Besar
Bakambat
Balimau
Bunipah
Handil Baru
Handil Bujur
Kuin Besar
Kuin Kecil
Labat Muara
Pemurus
Podok
Pulantan
Sei/Sungai Musang
Simpang Warga
Simpang Warga Dalam
Tanipah
Terapu
2.
Aranio
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Apuai
Aranio
Artain
Belangian
Benua Riam
Bunglai
Kalaan
Paau
Rantau Balai
Rantau Bujur
Tiwingan Baru
Tiwingan Lama
3.
Astambul
1
2
3
Astambul
Astambul Seberang
Banua Anyar I (Benua Anyar I)
Banua Anyar II (Benua Anyar
II)
4
22
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Danau Salak
Jati
Kalampayan
Kalampayan Ulu
Kaliukan
Kelampaian Ilir
Limamar
Lokgabang
Munggu Raya
Pasar Jati
Pematang Hambawang
Pingaran Ilir
Pingaran Ulu
Sei/Sungai Alat
Sei/Sungai Tuan Ilir
Sei/Sungai Tuan Ulu
Tambak Danau
Tambangan
4.
Beruntung Baru
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Babirik
Handil Purai
Haur Kuning
Jambu Burung
Jambu Raya
Kampung Baru
Lawahan
Muara Halayung
Pindahan Baru
Rumpiang
Selat Makmur
Tambak Padi
5.
Gambut
1
2
3
4
5
6
7
Banyu Hirang
Gambut
Guntung Papuyu
Guntung Ujung
Kayu Bawang
Keladan Baru
Makmur
23
8
9
10
11
12
13
Malintang
Malintang Baru
Sei/Sungai Kupang
Tambak Sirang Baru
Tambak Sirang Darat
Tambak Sirang Laut
6.
Karang Intan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Abirau
Awang Bangkal Barat
Awang Bangkal Timur
Balau
Biih
Jingah Habang Ilir
Jingah Habang Ulu
Karang Intan
Kiram
Lihung
Loktangga
Mali Mali
Mandi Angin Barat
Mandi Angin Timur
Mandi Kapau Barat
Mandi Kapau Timur
Padang Panjang
Pandak Daun
Pasar Lama
Penyambaran
Pulau Nyiur
Sei/Sungai Alang
Sei/Sungai Arfat
Sei/Sungai Asam
Sei/Sungai Besar
Sei/Sungai Landas
7.
Karang Hanyar
1
2
3
4
5
Benua Hanyar (Banua Hanyar)
Jaruju Laut
Kertak Hanyar I
Kertakhanyar II
Manarap Baru
24
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Manarap Lama
Manarap Tengah
Mandar Sari
Mekar Raya
Mekar Sari
Pandan Sari
Pasar Kemis
Pemangkih Baru
Sei/Sungai Lakum
Simpang Empat
8.
Martapura Barat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Antasan Sutun
Keliling Benteng Tengah
Keliling Benteng Ulu
Penggalaman
Sei/Sungai Batang
Sei/Sungai Batang Ilir
Sei/Sungai Rangas
Sei/Sungai Rangas Hambuku
Sei/Sungai Rangas Tengah
Sei/Sungai Rangas Ulu
Tangkas
Telok Selong
Telok Selong Ulu
9.
Martapura Kota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Keraton
Cindai Alus
Sei/Sungai Sipai
Tanjung Rema
Tanjung Rema Darat
Jawa
Jawa Laut
Tunggul Irang
Tunggul Irang Ilir
Tunggul Irang Ulu
Murung Keraton
Murung Kenanga
Iurahan/Desa Bincau
Bincau Muara
25
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Indra Sari
Labuan Tabu
Pasayangan Barat
Pasayangan Selatan
Pasayangan Utara
Pesayangan
Tambak Baru
Tambak Baru Ilir
Tambak Baru Ulu
Tungkaran
Sei/Sungai Paring
10.
Martapura Timur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Akar Bagantung
Akar Baru
Antasan Senor
Antasan Senor Ilir
Dalam Pagar
Dalam Pagar Ulu
Keramat
Keramat Baru
Mekar
Melayu Ilir
Melayu Tengah
Melayu Ulu
Pekauman
Pekauman Dalam
Pekauman Ulu
Pematang Baru
Sei/Sungai Kitano
Tambak Anyar
Tambak Anyar Ilir
Tambak Anyar Ulu
11.
Mataraman
1
2
3
4
5
6
Baru
Bawahan Pasar
Bawahan Seberang
Bawahan Selan
Gunung Ulin
Lok Tamu
26
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Mangka Lawat
Mataraman
Pasiraman
Pematang Danau
Sei/Sungai Jati
Simpang Tiga
Surian
Takuti
Tanah Abang
12.
Pengaron
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lurahan/Desa Alimukim
Antaraku
Ati Im
Benteng
Kertak Empat
Lobang Baru
Loktunggul
Lumpangi
Mangkauk
Maniapun
Panyiuran
Pengaron
13.
Peramasan
1
2
3
4
Angkipih
Peramasan Atas
Peramasan Bawah
Remo
14.
Sambung Makmur
1
2
3
4
5
6
7
Baliangin
Batang Banyu
Batu Tanam
Gunung Batu
Madurejo
Pasar Baru
Sei/Sungai Lurus
15.
Sungai Pinang
1
2
3
Belimbing Baru
Belimbing Lama
Hakim Makmur
27
4
5
6
7
8
9
10
11
Kahelaan
Kupang Rejo
Pakutik
Rantau Bakula
Rantau Nangka
Sei/Sungai Pinang
Sumber Baru
Sumber Harapan
16.
Sungai Tabuk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Abumbun Jaya
Gudang Hirang
Gudang Tengah
Keliling Benteng Ilir
Lok Baintan
Lok Baintan Dalam
Lokbuntar
Paku Alam
Pejambuan
Pemakuan
Pematang Panjang
Pembantanan
Sei/Sungai Bakung
Sei/Sungai Bangkal
Sei/Sungai Lulut
Sei/Sungai Pinang Baru
Sei/Sungai Pinang Lama
Sei/Sungai Tabuk Keramat
Sei/Sungai Tabuk Kota
Sei/Sungai Tandipah
Tajau Landung
17.
Simpang Empat
1
2
3
4
5
6
7
8
Sei/Sungai Tabuk
Alalak Padang
Batu Balian
Benua Anyar
Berkat Mulya
Cabi
Cinta Puri
Garis Hanyar
28
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Karya Makmur
Keramat Mina
Lawiran
Lokcantung
Makmur Karya
Paku
Paring Tali
Pasar Lama
Sei/Sungai Langsat
Sei/Sungai Raya
Simpang Empat
Simpang Lima
Sindang Jaya
Sumber Sari
Sungkai
Sungkai Baru
Surian Hanyar
Tanah Intan
18.
Tatah Makmur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Layap Baru
Tampang Awang
Tatah Bangkal
Tatah Bangkal Tengah
Tatah Belayung Baru
Tatah Jaruju
Tatah Layap
Tatah Pemangkih Darat
Tatah Pemangkih Laut
Tatah Pemangkih Tengah
Taybah Raya (Taibah Raya)
19.
Telaga Bauntung
1
2
3
4
Loktanah
Rampah
Rantau Bujur
Telaga Baru
29
Geografis Kabupaten Banjar, yang berada di antara 2°49’55 3°43’38 LS dan 114°30’20" - 115°35’37" BT, dengan perbatasan wilayah
sebagai berikut:

Sebelah Utara dengan Hulu Sungai Selatan dan Tapin

Sebelah Selatan dengan Banjarbaru dan Tanah Laut

Sebelah Timur dengan Kotabaru dan Tanah Bumbu

Sebelah Barat dengan Batola dan Banjarmasin
Secara geografis di Kabupaten Banjar masih terdapat daerahdaerah terpencil seperti yang terdapat di Kecamatan Paramasan,
Kecamatan Telaga Bauntung, Kecamatan Sungai Pinang, Kecamatan
Aranio, dan Kecamatan Aluh-Aluh. Pada daerah-daerah tersebut
sangatlah sulit untuk merekrut SDM yang memadai sebagai Panitia
Pendaftaran Pemilih (Pantarlih), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Karena mereka lah yang melakukan
verifikasi factual (Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) DP4 yang menjadi
data dasar dalam penyusunan daftar pemilih.
3.2.
Penyelenggara Pemilu Di Kabupaten Banjar Tahun 2014
3.2.1. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banjar
Komisi
Pemilihan
Umum
(KPU),
adalah
lembaga
penyelenggara pemilu yang berifat nasional, tetap dan mandiri
yang bertugas melaksanakan pemilu. Di tingkat Provinsi yang
30
bertugas melaksanakan pemilu adalah KPU Provinsi dan di tingkat
Kabupaten/Kota pemilu dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.
Dari sisi normatif, yaitu Pasal 10 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum,
dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU
Kabupaten/Kota mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut:
a) Tugas dan Kewenangan KPU Kabupaten/Kota dalam Tugas
dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta
menetapkan jadwal di kabupaten/kota;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di
kabupaten/kota
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
d. mengoordinasikan
dan
mengendalikan
tahapan
penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah
kerjanya;
e. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
f. memutakhirkan
data
pemilih
berdasarkan
data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau
pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan
menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat
berita acara rekapitulasi suara dan sertifikat rekapitulasi
suara;
h. melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil
penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi di
kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan berita acara
hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK;
i. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat
penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada
31
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU
Provinsi;
menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk
mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan mengumumkannya;
mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota terpilih sesuai dengan alokasi
jumlah kursi setiap daerah pemilihan di kabupaten/kota
yang bersangkutan dan membuat berita acaranya;
menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang
disampaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota;
mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan
sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU
Kabupaten/Kota,
dan
pegawai
sekretariat
KPU
Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkanterganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilu
berdasarkan
rekomendasi
Panwaslu
Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan;
menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu
dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU
Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu; dan
melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau peraturan perundangundangan.
b) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta
menetapkan jadwal di kabupaten/kota;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di
kabupaten/kota
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
d. mengoordinasikan
dan
mengendalikan
tahapan
penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah
kerjanya;
e. memutakhirkan
data
pemilih
berdasarkan
data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau
pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan
menetapkannya sebagai daftar pemilih;
32
f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden di kabupaten/kota yang
bersangkutan berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara di PPK dengan membuat berita acara penghitungan
suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
h. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat
penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada
saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU
Provinsi;
i. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu
Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran Pemilu;
j. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan
sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU
Kabupaten/Kota,
dan
pegawai
sekretariat
KPU
Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilu
berdasarkan
rekomendasi
Panwaslu
Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan;
k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau
yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU
Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
l. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu; dan m. melaksanakan tugas dan
wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi,
dan/atau peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan tugas dan wewenang tersebut
maka dibentuklah komisioner KPU sebagai penyelenggra Pemilu
di Kabupaten Banjar. Ahmad Faisal S.Hut sebagai Ketua KPU
Kabupaten Banjar dibantu oleh 5 (lima) anggotanya, yaitu Fajeri
Tamzidillah S.Pd, Muhammad Syafwani, Febriyanto, S.E. dan
Drs.Tarmiji Nawawi.
33
Kabupaten Banjar dengan jumlah 19 kecamatan memiliki
1.310 TPS sebagaimana table di bawah ini
Tabel. 3.1.22
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
3.2.
Nama Kecamatan
Aluh Aluh
Kertak Hanyar
Gambut
Sungai Tabuk
Martapura
Karang Intan
Astambul
Simpang Empat
Pengarom
Sungai Pinang
Aranio
Mataraman
Beruntung Baru
Martapura Barat
Martapura Timur
Sambung Makmur
Paramasan
Telaga Bauntung
Tatah Makmur
Jumlah
TPS
72
94
85
164
248
81
92
87
40
31
22
65
34
51
69
24
13
8
30
1310
Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Banjar
Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat
Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu
Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kabupaten/kota.
22
Jumlah
TPS
di
Kabupaten
Banjar
di
Bawaslu
http://bengawantm.com:5000/sl/dataset/jumlah_tps_di_kabupaten_banjar/resource/b78185a34a8a-465e-947e-8aec0a33ca20 diakses pada 7/10/2015
34
3.3.
Profil Pemilih Di Kabupaten Banjar
Pada pemilu 2014 pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih
menggunakan
mekanisme
yang
berbeda
dibandingkan
dengan
penyelenggaraan pada pemilu sebelumnya. Data Penduduk Potensial
Pemilih Pemilu (DP4) yang diterima dari pemerintah, disinkronisasi atau
dilakukan pencocokan dan penelitian dengan memverifikasi faktual oleh
KPU Kabupaten/ Kota yang dibantu oleh Panitia Pendaftaran Pemilih
(Pantarlih), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK). Hasil dari verifikasi faktual tersebut disusunlah Daftar
pemilih Sementara (DPS), DPS dilakukan perbaikan menjadi Daftar
Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP), DPSHP dilakukan
penyempurnaan lagi, meminta masukan dan tanggapan masyarakat
sehingga dihasilkan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Setelah DPT ditetapkan namun masih terdapat warga masyarakat
tidak terdaftar dalam DPT tersebut, dapat didaftarkan kembali dalam
Daftar Pemilih Khusus (DPK). Untuk pemilih yang oleh keadaan tertentu
harus pindah TPS untuk memilih, juga dimungkinkan dengan mekanisme
tertentu dan didaftarkan dalam Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb).
Kemudian jika masih terdapat pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT,
DPTb, dan DPK, pada hari pemunggutan suara langsung mendatangi TPS
yang sesuai dengan alamat
pada identitas kependudukannya, dengan
membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK) atau
Passpor atau identitas kependudukan lainnnya yang sesuai dengan
35
peraturan perundang-undangan, akan dimasukan dalam Daftar Pemilih
Khusus Tambahan (DPKTb).
Proses pemutakhiran dan penyusunan Daftar Pemilih pada Pemilu
2014 menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih).
Sistem ini digunakan untuk mendukung kerja penyelenggara pemilu dalam
menyusun, mengkoordinasi, mengumumkan, memelihara data pemilih,
dan melayani pemilih untuk memeriksa, memberikan masukan dan
tanggapan terhadap daftar pemilih. Sehingga Daftar Pemilih yang
dihasilkan menjadi terbuka atau transparan, misalnya pemilih dapat
memeriksa langsung melalui website KPU, apakah dia sudah terdaftar
sebagai pemilih atau belum. Sistem ini dapat menghasilkan Rekapitulasi
Daftar Pemilih secara otomatis, dan dapat mengidentifikasi pemilih ganda,
belum cukup umur, data identitas pemilih yang tidak akurat seperti Nomor
Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, masih belum terdata/ kosong.
Hasil Pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih di Kabupaten
Banjar Propinsi Kalimantan Selatan sebagai berikut :
1.
Daftar Pemilih untuk Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Tahun 2014, yang terdiri dari 13 (tiga
belas) kecamatan, 290 (Dua Ratus Sembilan Puluh) Kelurahan/
Desa, 1320 (seribu tiga ratus dua puluh) Tempat Pemungutan Suara
(TPS), adapun datanya dapat dilihat pada table berikut ini :
36
No
2.
Rekapitulasi
Daftar
Pemilih
Laki - laki
Perempuan
Jumlah
1
DPS
199.191
195.146
394.337
2
DPSHP
198.328
194.021
392.349
3
DPT 1
197.318
194.056
391.374
4
DPT 2
197.426
193.449
390.875
5
DPT 3
197.259
193.210
390.469
6
DPT 4
197.223
193.117
390.340
7
DPT 5
196.136
191.905
388.041
8
DPK
1.051
742
1.793
Daftar Pemilih untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2014, yang terdiri dari 13 ( tiga belas ) kecamatan,
290 ( Dua Ratus Sembilan Puluh ) Kelurahan/ Desa, 1173 ( seribu
seratus tujuh puluh tiga ) Tempat Pemungutan Suara ( TPS ) ;
No
Rekapitulasi
Daftar
Pemilih
Laki - laki
Perempuan
Jumlah
1
DPS
196.136
191.905
388.041
2
DPSHP
197.187
192.647
389.834
3
DPT
198.696
193.977
392.673
37
4
DPK
693
621
1.314
Dari kedua data di atas terdapat perubahan jumlah TPS dan
Jumlah pemilihnya. Untuk jumlah TPS pada Daftar Pemilih
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Tahun 2014 sebanyak 1320 TPS, namun pada Daftar
Pemilih untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Tahun 2014 menjadi 1173 TPS. Penurunan jumlah TPS ini karena
berdasarkan PKPU No. 9 Tahun 2014 bahwa pada Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 jumlah maksimal
pemilih dalam satu TPS 800 pemilih. Dengan demikian dilakukan
penggabungan beberapa TPS. Sedangkan terjadinya kenaikan
jumlah pemilih, dikarenakan adanya rentang waktu antara
penetapan DPT terakhir Pemilu Anggota DPR, DPPD, dan DPRD
Tahun 2014 (tanggal 18 Maret 2014) dengan penetapan DPT
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 (tanggal 9 Juni
2014), sehingga terjadi penambahan pemilih, khususnya pemilih
pemula.
38
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.
Bentuk Kesukarelaan Politik Warga
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu ciri pokok
demokrasi. Sebuah negara tak bisa disebut demokratis, jika di dalamnya
tidak terdapat Pemilu yang diselenggarakan secara periodik dan berkala
untuk melakukan sirkulasi elite politik.
Indonesia
merupakan
negara
yang
setelah
berhasil
menyelenggarakan Pemilu 2004 disebut sebagai negara terdemokratis
ketiga setelah Amerika dan India. Gelar tersebut bukan saja karena
Indonesia telah terbebas dari rezim birokratik-otoritarian Orde Baru, tetapi
juga karena Pemilu dapat diselenggarakan dengan baik oleh Komisi
Pemilihan
Umum
(KPU)
sebagai
sebuah
lembaga
independen
penyelenggara Pemilu yang personil-personilnya secara umum memiliki
kapasitas dan kapabilitas mumpuni.
Selain itu, saat itu nuansa euforia demokrasi pasca otoritarianisme
masih sangat terasa dan disambut masyarakat dengan senang hati dan
bahkan antusias untuk memilih wakil-wakil dan pemimpin rakyat yang
sesuai dengan harapan mereka. Secara umum, rakyat pemilih datang ke
TPS-TPS karena dorongan dari diri mereka sendiri untuk melahirkan
wakil dan pemimpin rakyat yang akan mampu menciptakan kebaikan
bersama.
Menurut Wiliam Ebenstein dalam karyanya yang berjudul Todays
Isms: Socialism, Capitalism, Fascism, Communism, and Libertarianism,
setidaknya ada delapan kriteria dan dasar psikologis demokrasi, yakni akal
sehat, pengutamaan individu, negara tak lebih dari sekedar alat untuk
mencapai tujuan bersama, hubungan antara negara dan rakyat diatur
berdasar hukum, persamaan hak asasi manusia, prosedur demokrasi yang
39
dijalankan secara benar mengingat tujuan tidak bisa dipisahkan dari cara
atau alat yang digunakan, dan terakhir yang teramat penting ialah prinsip
kesukarelaan (voluntarism).
Demokrasi meniscayakan kesukarelaan masyarakat untuk terlibat
di dalamnya. Tanpa kesukarelaan tak ada demokrasi, karena sesungguhnya
mereka mengalami keterpaksaan dalam menentukan pilihan. Dalam tradisi
masyarakat di Indonesia saat ini kesukarelaan dalam politik bisa dikatakan
masih sangatlah rendah. Nampaknya, hal ini disebabkan oleh kesalahan
dalam memahami makna politik. Politik dianggap sebagai arena yang
kotor dan jahat yang dihuni oleh mereka yang hanya ingin memperkaya
diri sendiri. Karena itu, rakyat menuntut imbalan secara langsung untuk
dukungan politik yang mereka berikan.
Meskipun kesukarelaan tersebut masih sangat kurang, akan tetapi
memang masyarakat Indonesia sedang belajar dalam berdemokrasi, dan
mulai belajar mengenai peran sukarela warga dalam proses pemilu.
Sesungguhnya diantara sedikitnya kesukarelaan warga tersebut,
ada beberapa hal yang telah dilakukan warga termasuk di Kabupaten
Banjar seperti yang terlihat pada pileg dan pilpres tahun 2014. Dalam hal
ini dapat dilihat dari 3 fase dalam pemilu.
4.1.1 Pra Pemilihan Umum
Pemilu adalah mekanisme implementasi dari demokrasi,
oleh sebab itu disebut sebagai proses dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Sekeras apapun upaya Negara dalam melaksanakan
pemilu tidak akan banyak berhasil tanpa keikutsertaan warga itu
sendiri. Sebaliknya, kekurangan Negara dalam pelaksanaan pemilu,
akan ditutupi atau dilengkapi dengan sendirinya melalui berbagai
aktifitas warga yang memiliki dampak.
40
Pada tahap pra pemilihan umum yaitu sejak adanya
sosialisasi
sampai
dengan
kampanye
berbagai
kegiatan
dilaksanakan warga misalnya.
a. Pembentukan Relawan
Pada pemilu 2014, khususnya Pilpres dimana masyarakat
dihadapkan untuk memilih pemimpin baru, disadari ada
pergerakan politik warga dengan sifat kesukarelaan. Kontestan
pilpres yang hanya 2 pasang, membuat perbedaan dan
pernyataan sikap memilih dan tidak memilih warga menjadi
tegas. Hal ini tercermin dengan banyaknya komunitas atau
kelompok yang membangun posko-posko relawan untuk
menampung aspirasi sekaligus menjadi corong bagi calon
presiden menyampaikan cara kerjanya.
Di Kabupaten Banjar dan hampir seluruh Kalimantan Selatan
terdapat beberapa grup relawan yang memiliki pergerakan yang
massif, seperti halnya foto dibawah ini :
Foto 1 : Pembentukan Relawan Mahasiswa Banua
41
Foto 2 : Sosialisasi Relawan
Foto 3 : Relawan melakukan aksi turun ke jalan
Para mahasiswa yang tergabung dalam RMB (Relawan
Mahasiswa Banua) Jokowi-JK merapatkan barisan untuk
melakukan aksi dan strategi untuk menyampaikan secara
langsung kepada masyarakat gagasan dan terobosan apa yang
akan dilakukan Jokowi-JK jika terpilih. Banyak cara yang
42
mereka lakukan mulai dari turun langsung ke jalan, pasar dan
yang langsung bersentuhan dengan pemilih.
Tidak hanya itu RMB juga berinteraksi dengan pemilih melalui
media sosial. RMB terbentuk karena mereka sadar datang ke
TPS dan kemudian memilih saja tidak cukup, mereka harus
action dan berpartisipasi tanpa intervensi pihak luar.
b. Diskusi atau Seminar Kepemiluan
Melek politik oleh warga semakin hari semakin baik, hal yang
utama dalam melek politik ialah pendidikan politik berupa
sosialisasi maupun bentuk-bentuk lainnya. Dalam ranah
akademis, ada beberapa peranan yang begitu terasa, misalnya
dibukanya forum-forum ilmiah dalam rangka pemilu, uniknya
peserta forum tersebut tidak hanya diisi oleh insan akademis
seperti dosen dan mahasiswa, akan tetapi juga dari masyarakat
secara umum.
Foto 4 : Diskusi para pemuda mengenai pemilu
43
Foto 5 : Seminar dan Simulasi yang diikuti berbagai kalangan
z
Melakukan diskusi dan menyampaikan argumen maupun
informasi merupakan salah satu cara untuk menambah
pengetahuan. Dalam hal ini pengetahuan dalam pemilu,
walaupun
dengan
mengikuti diskusi
keterbatasan
mereka
begitu
antusias
mengenai aturan main saat pemilu
dilaksanakan. Tidak hanya itu potensi calon pemimpin juga
menjadi sorotan diskusi.
Kesukarelaan warga dalam forum seperti ini akan merangsang
perbaikan informasi dan cara pandang warga, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pemilu dan kualitas
demokrasi di Indonesia.
4.1.2. Saat Pemilihan Umum
Fase pemungutan suara adalah inti dari seluruh tahapan
pemilu, dalam pemungutan suara tersebut banyak peranan dari
warga masyarakat.
44
Pelaksanaan pemungutan suara dilakukan oleh panitia yang
dibentuk dari warga sendiri dan hal yang pasti para pemilih itu
sendiri adalah warga masyarakat tersebut juga.
Salah satu yang dapat dilakukan warga dalam pemungutan
suara ialah pembentukan panitia kecil di tingkat RT/ Kelurahan/
Desa dalam membangun Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Foto 6 : Warga bergotong royong membangun TPS
Foto 7 : Aktifitas unik di TPS menggunakan baju sepakbola
oleh warga untuk menarik pemilih
45
Foto 8 : Warga memilih di TPS
Atas dasar kepedulian dan rasa memiliki, warga masyarakat
gotong royong dalam membangun TPS (Tempat Pemungutan
Suara) dalam semarak pemilu meskipun di tengah mulai pudarnya
budaya gotong royong. Dalam pembuatan TPS memang telah
disediakan anggaran, namun hal tersebut tidak membatasi
kreatifitas warga agar pesta demokrasi berlangsung meriah, warga
bahkan rela mengeluarkan bantuan berupa dana agar TPS dan
pelaksanaan hari pemungutan suara menjadi menarik. TPS ada
yang dibuat secara unik agar bisa menarik minat pemilih untuk
memberikan hak suaranya.
4.1.3. Pasca Pemilihan Umum
Adapun tahap penentuan akhir dari sebuah pemilu ialah
rekapitulasi dan kesadaran politik warga dalam menerima hasil
pemilu. Pemilu yang diselenggarakan secara bersih akan membuat
warga menjadi mudah untuk menerima hasilnya, sebaliknya jika
pemilu dilangsungkan dengan cara cara culas, dapat berimbas pada
keamanan wilayah tersebut, misalnya terjadi pada Pemilihan
46
Bupati dan Wakil Bupati di Kotawaringin Barat yang membuat
situasi kabupaten menjadi panas dan tidak kondusif.
Untuk itu peran serta dan masyarakat dalam menjaga
keamanan dan ketertiban sangat berpengaruh.
Foto 9 : Penjagaaan keamanan dalam pemungutan suara
Foto 10 : Pengamanan hasil pemungutan suara
Dengan adanya partisipasi warga dalam bidang keamanan,
akan mempermudah jalannya pemilu di Indonesia. Untuk
47
memastikan kemanan pemilu, baik itu pemilih ataupun kotak suara
petugas dibantu warga untuk menjalankan tugasnya. Bahkan
karena akses yang cukup jauh dari kota, masyarakat rela
mengantarkan langsung kotak suara meskipun medan seperti
sungai harus dilewati.
4.2.
FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KESUKARELAAN
POLITIK WARGA
Partisipasi
politik,
sebagai
suatu
aktivitas,
tentu
banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ada yang menyoroti faktor-faktor dari
dalam diri seseorang, ada yang menyoroti faktor-faktor dari luar. Berikut
akan dijelaskan beberapa fakto-faktor pedukung dan faktor-faktor
penghambat kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar.
4.2.1. Faktor Pendukung
a.
Kesadaran Warga
Surbakti
mempengaruhi
menyebutkan
tinggi
dua
rendahnya
variabel
tingkat
penting
partisipasi
yang
politik
seseorang. Pertama, adalah aspek kesadaran politik seseorang yang
meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai warga
negara. Misalnya hak-hak politik, hak ekonomi, hak mendapat
perlindungan hukum, hak mendapatkan jaminan sosial, dan
kewajiban-kewajiban seperti kewajiban dalam sistem politik,
kewajiban kehidupan sosial, dan kewajiban lainnya. Dengan
kesadaran politik itulah maka warga masyarakat Kabupaten Banjar
menjadi ikut berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pemilihan
umum di Kabupaten Banjar.
48
Menurut Milbrath ada 4 faktor yang menyebabkan orang
berpartisipasi dalam kehidupan politik yang erat kaitannya dengan
kesadaran warga antara lain yaitu:
Pertama, karena adanya perangsang, maka orang mau
berpartisipasi dalam kehidupan politik. Misalnya: seringnya orang
tersebut mengikuti diskusi-diskusi politik melalui media massa atau
melalui diskusi informal, serta mengikuti kampanye partai politik.
Hal ini banyak dilakukan oleh warga Kabupaten Banjar demi
mensukseskan pemilihan umum dengan mendukung maupun
terlibat secara aktif dalam kampanye pasangan calon.
Kedua, karena karakteristik pribadi seseorang. Orang yang
mempunyai jiwa, watak/kepedulian sosial yang besar terhadap
problem sosial, politik, ekonomi, dan lainnya, biasanya mau terlibat
dalam aktifitas politik.
Ketiga, karakter sosial seseorang, yaitu menyangkut status
sosial ekonomi, kelompok ras, etnis, dan agama seseorang.
Bagaimanapun lingkungan sosial itu ikut mempengaruhi persepsi,
sikap, dan perilaku seseorang dalam bidang politik. Misalnya orang
yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan lebih
menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, dan keadilan
tentu akan mau juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut
dalam bidang politik. Dan untuk itulah mereka mau berpartisipasi
dalam kehidupan politik.
Faktor
Lingkungan
situasi
yang
atau
kondusif
lingkungan
politik
membuat
orang
itu
sendiri.
senang
hati
berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik
yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk
terlibat
dalam
aktifitas-aktifitas
politik
ketimbang
dalam
lingkungan politik yang totaliter. Lingkungan politik yang sering
diisi dengan aktifitas-aktifitas brutal, anarkis, dan kekerasan
49
dengan sendirinya menjauhkan masyarakat untuk berpartisipasi.
Lingkungan yang kondusif inilah yang terdapat di Kabupaten
Banjar sehingga menimbulkan rasa nyaman dan aman bagi para
warga masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam mensukseskan
Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Banjar.
Kesukarelaan warga sangat berpengaruh besar terhadap
kesuksesan pemilu tahun 2014 di Kabupaten Banjar. Padahal
Indonesia yang merupakan sebagai salah satu negara paling korup
sebenarnya mencerminkan bahwa bahwa tidak ada yang sukarela di
negara ini, semua ada pamrih. Sulit bagi siapapun yang duduk di
pemerintahan untuk berhasil melaksanakan program-program
kerjanya karena terbentur birokrasi berbelit-belit maupun apatisme
dari masyarakat. Sudah bukan rahasia lagi bahwa program
pemerintah
yang
biasanya
disebut
“proyek”
akan
sukses
mendapatkan anggaran jika dalam proses pengajuan anggaran
sudah disiapkan imbalan-imbalan yang memadai untuk pihak-pihak
yang terkait dalam pengambilan keputusan, baik kalangan eksekutif
maupun leglisatif.
Namun terdapat suatu paradoks di tengah kesukarelaan
Rakyat ketika dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 ini
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara terbuka
membuka
rekening
untuk
menampung
sumbangan
bagi
pembiayaan kampanye. Ternyata sambutan masyarakat sangat luar
biasa. Bahkan seorang tukang batu dengan sukarela dan dengan
sadar menyumbangkan satu hari upah hariannya. Satu hari upah
mungkin berarti mengurangi jatah makan keluarganya selama satu
hari. Hal ini yang boleh disebut “pengorbanan” bukan hanya
sekedar menyumbang dan hal ini dilakukan secara sadar. Serta
masih banyak lagi contoh lainnya yang menunjukkan bahwa
50
kesadaran warga untuk ikut perpartisipasi dalam pesta demokrasi
patut untuk mendapat apresiasi.
Dengan demikian faktor yang menjadi motivasi pemilih
pemula berpartisipasi politik dalam Pemilu tahun 2014 di
Kabupaten Banjar yang relevan dengan yang telah dikemukakan
diatas yaitu adanya perangsang karena pemilih pemula selalu
berdiskusi dengan tema disesuaikan dengan kebutuhan di antaranya
tentang politik, sosial, budaya, pendidikan dan lain sebagainya baik
dilakukan secara formal maupun informal. Faktor karakteristik
pribadi, karena sebagian besar pemilih pemula bergerak di bidang
pendidikan namun juga di bidang sosial yang mempunyai
kepedulian besar terhadap problem sosial, ekonomi sampai mau
terlibat dalam aktivitas politik. Karakteristik sosial seseorang,
karena pemilih pemula menghargai nilai keterbukaan serta
kejujuran, keadilan sampai pada akhirnya mau menegakkannya
dalam bidang politik dengan kata lain berpartisipasi dengan
mempunyai misi. Situasi yang kondusif menjadikan pemilih
pemula mau berpartisipasi dalam politik.
b.
Peranan Pemerintah/Tokoh Masyarakat
Peranan Pemerintah dan tokoh masyarakat juga sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan pemilu 2014 di Kabupaten
Banjar. Surbakti menyebutkan dua variabel penting yang
mempengaruhi
tinggi
rendahnya
tingkat
partisipasi
politik
seseorang. Pertama, adalah aspek kesadaran politik seseorang yang
meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai warga
negara. Kedua menyangkut bagaimana penilaian dan apresiasinya
terhadap pemerintah, baik terhadap kebijakan-kebijakan maupun
terhadap pelaksanaan kepercayaannya. Faktor kedua inilah yang
erat kaitannya dengan peran pemerintah dan tokoh masyarakat
51
dalam rangka memberikan pendidikan politik bagi masyarakat
Kabupaten Banjar. Dengan adanya pendidikan politik yang
diberikan oleh pemerintah melalui berbagai macam kebijakannya
misalanya mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan
peningkatan kesadaran politik warga serta peran tokoh masyarakat
khususnya yang telah aktif dalam dunia politik melalui partai
politiknya
dapat
meningkatkan
kepekaan
seseorang
atau
keterbukaan seseorang terhadap dunia politik.
Semakin peka atau terbuka seseorang terhadap perangsang
politik melalui kontak pribadi dengan tokoh masyarakan dan
organisatoris misalnya melalui partai politik atau bahkan melalui
media massa, maka akan semakin besar kemungkinan dia untuk
turut serta dalam kegiatan politik. Jelas bahwa keterbukaan ini
berbeda dari satu orang dengan orang lainnya, dan bagaimanapun
juga ini merupakan bagian dari proses sosialisasi politik. Seseorang
yang termasuk dalam suatu keluarga yang sering melakukan
diskusi politik, atau menjadi anggota dari suatu organisasi yang
mendorong aktivitas politik misalnya menjadi pengurus partai
politik dan sebgainya, akan terdorong pula dalam kegiatan politik.
Demikian juga, terbukanya seseorang bagi media massa dapat
merangsang dan minatnya dalam soal-soal politik, dan menambah
kemungkinan partisipasinya dalam soal-soal itu. Dalam pada itu,
individu mempunyai suatu kadar pengontrol atas keterbukaannya
terhadap perangsang politik. Dan dapat memilih cara untuk
menghindari kontak pribadi dan kontak organisatoris, baik secara
umum maupun hanya secara khusus bersifat politik saja. Jadi
mereka yang berminat dalam soal-soal politik mungkin menyambut
dengan baik kesempatan untuk berpartisispasi dalam proses politik,
atau mereka mempunyai rasa kewajiban terbuka yang sifatnya
moral ataupun lainnya untuk berbuat demikian. Sehingga peranan
pemerintah Kabupaten Banjar dan tokoh masyarakat sangat besar
52
dalam mempengaruhi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
pelaksanaan pemilihan umum di Kabupaten Banjar. Hal ini dapat
kita lihat dari pelaksaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun
2014 yang melibatkan banyak sekali kalangan dari masyarakat
yang ikut dan turut serta dalam mensukseskan pesta demokrasi
yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun tersebut. Hal tersebut
tidak lepas dari peranan pemerintah dan tokoh masyarakat di
Kabupaten Banjar.
4.2.2 Faktor Penghambat
a.
Geografis
Letak geografis menjadi salah satu faktor yang sangat
berpengaruh
terhadap
tingkat
kesukarelaan
politik
warga
Kabupaten Banjar pada pelaksanaan pemilu tahun 2014 di
Kabupaten Banjar. Karena Kabupaten Banjar juga memiliki daerah
yang jaraknya cukup jauh dari pusat kota sehingga seringkali
menyulitkan masyarakat unutk berpartisipasi aktif dalam kegiatan
kesukarelaan politik. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi
cenderung apatis terhadap kegiatan politik, apalagi letak geografis
yang cukup jauh tersebut sehingga jangkauan untuk pendidikan
politik atau sosialisasi politik menjadi sangat terbatas. Faktor
lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan yang kondusif membuat
orang senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam
lingkungan politik yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan
nyaman untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas politik. Namun tidak
demikian bagi daerah yang yang jangkauannya cukup jauh dari
pusat kota. Sehingga menimbulkan masyarakat tidak ikut
berpartisipasi dalam memeriahkan Pemilu Tahun 2014 di
Kabupaten Banjar.
53
b.
Pendanaan
Menurut
Frank
Lindenfield,
alasan
mereka
ikut
berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah adanya kepuasan
finansial. Lindenfield pun menyatakan bahwa status ekonomi yang
rendah menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari kehidupan
politik. Dan orang yang bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal
ini tidak terjadi pada orang yang memiliki kemapanan ekonomi.
Tidak dipungkiri bahwa kesukarelaan warga tersebut perlu
diapresiasi dengan sesuatu yang dapat memuaskan dirinya
khususnya
adalah
dana
yang
dapat
menunjang
kegiatan
kesukarelaan politik warga Kabupaten Banjar. Dengan lancarnya
seluruh kegiatan maka akan memberikan dampak positif bagi
pemilih pemula yang lainnya untuk
ikut dan turut serta
berpartisipasi dalam kegiatan kesukarelaan politik dalam rangka
mensuskseskan pemilu yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun
tersebut.
4.3.
BENTUK KEBIJAKAN YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK
MENUMBUHKAN
DAN
MEMPERKUAT
KESUKARELAAN
POLITIK WARGA
Harus diakui, masih banyak terjadi tidak adanya kesukarelaan di
antara pemilih dan juga para caleg. Masyarakat tidak mau memilih jika
tidak diberi imbalan uang atau imbalan-imbalan konkret dalam bentuk
lainnya. Dalam konteks ini, kesukarelaan masyarakat telah didistorsi oleh
praktik politik-uang. Mereka menjadikan uang sebagai salah satu faktor
dominan dalam menentukan pilihan. Hal ini tercermin dalam prinsipprinsip mereka yang nyata dalam berbagai jargon, antara lain: tak ada duit,
54
tidak nyoblos (baca: mencontreng), caleg jangan hanya jual gusi, tapi
harus punya gizi, dan lain-lain jargon yang senada dengan itu.
Sementara para caleg memberikan uang juga karena keterpaksaan.
Walaupun sebelumnya tidak pernah dikenal sebagai orang yang
dermawan, tetapi pada saat menjelang Pemilu mendadak menjadi orang
yang sangat royal kepada masyarakat. Para caleg melakukan itu tentunya
karena memiliki interest. Mereka terpaksa, karena harus mengikuti
langgam realitas pasar yang memang menginginkan itu. Jika mereka tidak
mampu menahan hasrat untuk semata-mata berkuasa, maka jalan praktik
politik uanglah yang mereka tempuh. Dan jika hasrat berkuasa para caleg
terlalu tinggi, maka mereka akan mempertaruhkan sebagian besar harta
kekayaan yang mereka miliki untuk memperebutkan kekuasaan di
lembaga legislatif itu; bahkan walau untuk itu mereka mesti harus
berutang.
Itu terbukti dengan banyaknya caleg yang setelah selesai Pemilu
dan tidak mendapatkan perolehan suara yang signifikan kemudian menjadi
stress dan bahkan meninggal dunia karena terkena serangan jantung akut.
Setidaknya mereka melakukan tindakan-tindakan yang sungguh ironis dan
memalukan, seperti meminta kembali barang-barang yang telah mereka
berikan, baik untuk pribadi-pribadi tertentu maupun untuk kelompokkelompok dan lembaga-lembaga tertentu.
Harusnya, kejadian-kejadian seperti itu tak perlu terjadi jika
masing-masing antara pemilih dan para caleg memiliki saling percaya.
Ketiadaan sikap saling percaya inilah yang menyebabkan uang menjadi
jalan terakhir. Rakyat pemilih menginginkan imbalan yang berbentuk
instan. Sedangkan para caleg yang sebelumnya tidak pernah berkiprah
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan juga menggunakan uang sebagai
jalan instan untuk merebut kekuasaan.
Akibatnya, Pemilu diwarnai dengan transaksi-transaksi yang
sesungguhnya masuk dalam kategori politik-uang yang oleh Undang-
55
Undang jelas dilarang. Jarang sekali caleg yang berani melakukan langkah
melawan arus dengan melakukan pendidikan politik kepada rakyat dengan
menjelaskan bahwa praktik-politik uang merupakan praktik pelanggaran
terhadap Undang-Undang.
Berdasarkan data KPU tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu
Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 menurun dibandingkan pada Pemilu
Legislatif (Pileg) April 2014 dan Pilpres 2009. Partisipasi pemilih pada
Pileg 2014 mencapai 75,11 persen, sedangkan pada Pilpres partisipasi
pemilih adalah 72 persen.
Secara kuantitatif, partisipasi masyarakat memang menurun,
namun, secara kualitas justru mengalami peningkatan hal ini tampak dari
partisipasi masyarakat untuk ikut mengawal pemilu.Kesukarelawanan
warga negara untuk terlibat dalam proses ini mengalami peningkatan. Itu
terlihat dari banyaknya relawan yang tidak terafiliasi kekuatan politik.
Pada pileg tercatat ada 124.972.491 suara sah. Adapun daftar
pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu Legislatif 2014 mencatatkan
185.826.024.Dengan angka partisipasi itu, 24,89 % pemilih tak
menggunakan hak pilihnya.
Pada pilpres, capres Prabowo Subianto – Hatta Radjasa
memperoleh 62.576.444 suara atau 46,85 %, sedangkan pasangan Joko
Widodo – Jusuf Kalla memperoleh 70.997.833 suara atau 53,15 % dari
total suara sah 133.574.277.Adapun total pemilih yang tercatat dalam DPT
pilpres sebanyak 190.307.134 orang. Jumlah ini meningkat 2.454.142
orang dari DPT pileg. Dengan demikian penurunan tingkat partisipasi di
pilpres terjadi secara persentase, meski terjadi peningkatan dari sisi jumlah
suara.
Berdasarkan data, partisipasi pemilih dalam pileg dan pilpres tahun
2014 tidak begitu memuaskan. Namun masih tetap bermakna baik dalam
rangka pendewasaan politik masyarakat. Berbagai macam hal positif yang
56
terjadi seperti halnya kesukarelaan warga dalam politik yang telah dibahas
diatas, harus tetap dijaga dan bahkan ditingkatkan kualitasnya.
Untuk itu ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh
masyarakat dan Negara itu sendiri.
4.3.1 Penguatan Regulasi
Kesukarelaan warga dalam politik mestinya diikuti dengan adanya
payung hukum bagi mereka. Payung hukum bukan berarti
pembatasan, akan tetapi pengaturan yang bersifat memelihara,
menumbuh-suburkan
dan
menjaga
kelompok-kelompok
masyarakat dari penyalahgunaan atas nama kesukarelaan.
Regulasi dapat dibuat berupa suatu peraturan perundang-undangan
(regelling) atau melalui sebuah kebijakan lain yang bersifat
memperkuat kesukarelaan warga.
Regulasi ini juga berguna dan bermanfaat seperti untuk
menyebarluaskan
informasi mengenai
tahapan,
jadwal dan
program Pemilihan. meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan
kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam Pemilihan,
dan meningkatkan partisipasi Pemilih dalam Pemilihan.
Dalam rangka Pemilukada serentak, KPU telah membuat Peraturan
Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi Dan Partisipasi
Masyarakat Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota dan Wakil Walikota.
Dengan demikian semangat dan implementasi kesukarelaan warga
menjadi semakin matang dan berkualitas.
57
4.3.2 Anggaran
Kesukarelaan merupakan dasar dari gotong royong. Gotong royong
sendiri merupakan senjata bangsa Indonesia dalam mengusir
penjajah dan mengisi pembangunan. Kesukarelaan warga dalam
bidang politik dapat bermakna luas dan banyak.
Dalam berkegiatan, kesukarelaan warga dalam pemilu bersumber
dengan swadaya masyarakat itu sendiri. Bagi masyarakat kita,
nampaknya kesadaran politik semakin meningkat, sehingga tidak
sulit bagi kalangan-kalangan tertentu untuk memberikan dukungan
berbentuk materiil kepada kelompok tertentu agar gerakan relawan
atau kelompok tertentu bias berjalan.
Akan tetapi, jika dukungan materiil tersebut diberikan oleh Negara
maka akan terasa lebih baik. Pemilu, dari proses sampai dengan
hasilnya merupakan proses yang menjadi tanggung jawab penuh
Negara, akan tetapi pelibatan masyarakat menjadi sangat urgen.
Urgensi inilah yang mendorong gagasan bahwa diperlukan
semacam anggaran tertentu untuk menyokong kesukarelaan warga.
Sokongan tersebut jangan disalah-artikan sebagai kepentingan
pemerintah yang sedang berkuasa untuk mengambil keuntungan
tertentu, akan tetapi dukungan Negara bagi masyarakatnya dalam
beraktifitas dalam bidang politik bermakna ke dalam maupun
keluar. Ke dalam maksudnya gerakan masyarakat menjadi kuat,
tidak lesu karena ada bantuan dari Negara untuk melaksanakan
gagasan-gagasannya. Selain itu bermakna keluar agar terhindar
dari donator-donatur yang pragmatis dan memanfaatkan momenmomen tertentu dalam bermasyarakat.
58
4.3.3 Penghargaan
Penghargaan (reward) adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu
prestasi tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari perorangan
ataupun suatu lembaga yang biasanya diberikan dalam bentuk
material atau ucapan.
Dalam organisasi ada istilah insentif, yang merupakan suatu
penghargaan dalam bentuk material atau non material yang
diberikan oleh pihak pimpinan organisasi kepada karyawan agar
mereka bekerja dengan menjadikan modal motivasi yang tinggi
dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan atau
organisasi.
Imbalan intrinsic adalah imbalan yang merupakan bagian dari
pekerjaan
itu
sendiri,
imbalan
tersebut
mencakup
rasa
penyelesaian, prestasi, otonomi dan pertumbuhan, maksudnya
kemampuan untuk memulai atau menyelesaikan suatu proyek
pekerjaan merupakan hal yang penting bagi sejumlah individu.
Sedangkan imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari
pekerjaan. Imbalan tersebut mencakup: uang, status, promosi dan
rasa hormat.
Ada tiga fungsi atau tujuan penting dari penghargaan yaitu :
-
Memperkuat motivasi untuk memacu diri agar mencapai
prestasi
-
Memberikan tanda bagi seseorang yang memiliki kemampuan
lebih
-
Bersifat Universal
Dalam konteks kesukarelaan warga di bidang politik, nampaknya
dapat ditingkatkan melalui mekanisme penghargaan bagi kalangan
pegiatnya. Tujuannya agar masyarakat merasa dihargai atas
perananannya, sebagai ucapan terimakasih dari Negara sekaligus
59
alat motivator bagi warga yang lain agar ikut meningkatkan
kesukarelaan dalam berpolitik.
60
BAB V
PENUTUP
5.1.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, dalam rangka kesukarelaan warga
dalam politik dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Bentuk kesukarelaan politik warga baik di Kabupaten Banjar
maupun tempat lainnya terdiri dari berbagai macam dalam ketiga
tahapan pemilu yaitu pra, saat pemungutan suara dan pasca.
Berbagai kegiatan itu antara lain membentuk kelompok relawan,
membuat diskusi/ seminar kepemiluan, partisipasi aktif dalam TPS
serta menjaga keamanan dan ketertiban umum.
2.
Faktor pendukung kesukarelaan politik warga di Kabupaten Banjar
ialah kesadaran warga yang semakin baik dan peranan pemerintah
termasuk jug para tokoh masyarakat/ ulama. Sedangkan faktor
penghambatnya ialah kondisi geografis Kabupaten Banjar yang
sulit untuk transportasi khususnya di desa yang belum berkembang
baik serta pendanaan yang masih minim.
3.
Bentuk kebijakan yang harus dilakukan untuk menumbuhkan dan
memperkuat kesukarelaan politik warga misalnya dengan membuat
aturan/ legislasi yang meningkatkan kualitas gerakan masyarakat,
menyediakan pos anggaran untuk partisipasi masyarakat serta
memberikan penghargaan kepada masyarakat yang giat dan
menginspirasi warga lainnya.
5.2.
SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan untuk peningkatan dan
penguatan partisipasi warga dalam politik yaitu :
61
1.
Membuat komunitas relawan atau komunitas lainnya dalam rangka
penguatan relawan, meningkatkan kualitas dalam komunitas dan
memperkaya khazanah demokrasi Indonesia.
2.
Membentuk regulasi yang baik, memberikan sejumlah anggaran
dan pembinaan terhadap pelembagaan kesukarelaan warga
tersebut.
62
DAFTAR PUSTAKA
Harris G. Warren, et. al. 1963. Our Democracy at Work. Prentice-Hall,Inc.
Engelewood Cliffs, N.J
Haryanto. 1984. PARTAI POLITIK: Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Liberty
Keith Faulks. 2010. Sosiologi Politik. Bandung: Nusa Media
Miriam Budiardjo. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
M.Rifqinizamy.
Makalah
berjudul
Menengok
Demokrasi
Konstitusional
Indonesia. Disampaikan dalam diskusi bertajuk “Demokrasi Substansial
Menuju Negara Kesejahteraan: Dampak Liberalisasi Pengelolaan SDA di
Kalimantan Selatan“. Diselenggarakan oleh Pro-Demokrasi (Pro-dem)
bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, 12
Maret 2015
N.D.Arora and S.S. Awasthy. 1999. Political Theory. New Delhi: Har-Anand
Ramlan Surbakti. 2007. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia
Widisarana Indonesia
Sudijono Sastroatmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang: Ikip Semarang Press
Wirjono Prodjodikoro. 1981. Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik. Jakarta: PT
Eresco
Download