BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Interaksionisme Simbolik Interaksionisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. interaksionisme simbolik menganggap bahwa segala sesuatu tersebut adalah virtual. Semua interaksi antar individu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol. Esensi dari interaksi simbolik yakni adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2003: 59) Interaksionisme simbolik sebagai suatu perspektif melalui empat ide dasar. a. interaksionisme simbolik lebih memfokuskan diri pada interaksi sosial, di mana aktivitas-aktivitas sosial secara dinamik terjadi antar individu. Dengan memfokuskan diri pada interaksi sebagai sebuah unit studi, perspektif ini telah menciptakan gambaran yang lebih aktif tentang manusia dan menolak gambaran manusia yang pasif sebagai organisme yang terdeterminasi. b. tindakan manusia tidak hanya disebabkan oleh interaksi sosial akan tetapi juga dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi dalam diri individu. c. fokus dari perspektif ini adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan pada waktu sekarang, bukan pada masa yang telah lampau. d. manusia dipandang lebih sulit untuk diprediksi dan bersikap lebih aktif, maksudnya, manusia cenderung untuk mengarahkan dirinya sendiri sesuai dengan pilihan yang mereka buat. 5 Didalam perspektif interaksionisme simbolik, interaksi sosial didefinisikan berkenaan dengan tiga hal: tindakan sosial bersama, bersifat simbolik, dan melibatkan pengambilan peran ( Joel M. Charon, ibid., 146-150.) Oleh karena itu, interpretasi menjadi faktor dominan dalam menentukan tindakan manusia, karena setelah manusia menerima respon maka ia akan melakukan proses interpretasi terlebih dahulu sebelum menentukan tindakan apa yang harus diambil. George Herbert Mead, menjelaskan dalam terminologinya bahwa setiap isyarat non verbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain .Sesuai dengan pemikiran-pemikiran Mead, definisi singkat dari tiga ide dasar dari interaksi simbolik adalah : a. Mind (pikiran) - kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain. b. Self (diri pribadi) - kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya. c. Society (masyarakat) - hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif 6 dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain: a. Pentingnya makna bagi perilaku manusia Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut : Manusia, bertindak, terhadap, manusia, lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna dicipt akan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif. b. Pentingnya konsep mengenai diri (self concept) Tema ini berfokus pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya dengan cara antara lain : Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui nteraksi dengan orang lain, Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku Mead seringkali menyatakan hal ini sebagai : ”The particular kind of role thinking imagining how we look to another person ” or ”ability to see ourselves in the reflection of another glass”. c. Hubungan antara individu dengan masyarakat. Tema ini berfokus pada dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap 7 individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah: Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial Teori interaksionisme simbolik menyatakan bahwa interaksi sosial adalah interaksi simbol. Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain memberi makna atas simbol tersebut. Asumsi-asumsi teori interaksionisme simbolik berasumsi : a. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi melalui tindakan bersama dan membentuk organisasi. b. Interaksi simbolik mencangkup pernafsiran tindakan. Interaksi non simbolik hanyalah mencangkup stimulus respon yang sederhana. Teori ini pada kesimpulannya menyatakan bahwa Interaksi sosial pada hakekatnya adalah Interaksi simbolik. Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara menyampaikan simbol, yang lain memberi makna atas simbol tersebut. 2.2 Komunikasi Ilmu Komunikasi selalu mengalami perkembangan sejak awal mula ilmu ini mulai dikembangkan sehingga berpengaruh pada definisi ilmu komunikasi itu sendiri. Komunikasi merupakan salah satu bagian hidup terpenting dari aktivitas manusia sehari-hari. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak pernah melakukan komunikasi atau berkomunikasi. Komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Definisi ini diungkapkan oleh William I. Gorden, Colin Cherry, Onong Uchjana, 8 Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (Mulyana, 2004 : 41). Berikut ini macammacam interaksi komunikasi : 2.2.1 Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (tanpa medium) ataupun secara tidak langsung (melalui medium). Proses komunikasi ini biasanya bersifat dialogis dan dilakukan oleh dua individu (Bungin, 2006 : 32). Komunikasi antar pribadi juga dapat membantu perkembangan intelektual dan sosial kita karena ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain, dan komunikasi juga dapat membentuk identitas kita. 2.2.2 Komunikasi kelompok Memfokuskan pembahasannya kepada interaksi diantara orang-orang di dalam kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antar pribadi. Bahasan teoritis tentang komunikasi kelompok meliputi dinamika kelompok, efisiensi dan efektivitas penyampain informasi dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi serta pembuatan keputusan ( Bungin 2006:32) 2.2.3 Komunikasi Sosial Suatu bentuk komunikasi yang lebih intensif, dimana komunikasi terjadi secara langsung antar komunikator dan komunikan, sehingga situasi komunikasi berlangsung dua arah dan lebih diarahkan pada pencapaian situasi interaksi sosial, penerusan nilai-nilai lama dan baru yang diagungkan oleh suatu masyarakat melalui komunikasi sosial kesadaran masyarakat dibina, dipupuk dan diperluas. ( Bungin, 2006 ) 2.3 Pekerja Seks Komersial Kaum perempuan sebagai penjaja seks komersial selalu menjadi objek dan tudingan sumber permasalahan dalam upaya mengurangi praktek prostitusi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003). Prostitusi juga muncul karena 9 ada definisi sosial di masyarakat bahwa wanita sebagai objek seks (Agus, 2002). Pekerja seks komersial pada umumnya adalah seorang wanita. Wanita adalah mahluk bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam – macam sesuai dengan tingkat perkembangannya. Wanita/ibu adalah penerus generasi keluarga dan bangsa sehingga keberadaan wanita sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat diperlukan. Wanita/ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga (Ikatan Bidan Indonesia, 2006). 2.3.1 Pengertian Pekerja Seks Komersial Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual dirinya dengan melakukan hubungan seks untuk tujuan ekonomi (Subadara, 2007). Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual. Sebelum adanya istilah pekerja seks komersial, istilah lain yang juga mengacu kepada pelayanan seks komersial adalah pelacur, prostitusi, wanita tuna susila (WTS). 2.3.2 Sejarah Pekerja Seks Komersial Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri.Pelacuran selalu ada sejak zaman purba sampai sekarang. Pada masa lalu pelacuran selalu dihubungkan dengan penyembahan dewa-dewa dan upacara-upacara keagamaan tertentu. Ada praktekpraktek keagamaan yang menjurus pada per-buatan dosa dan tingkah laku cabul yang tidak ada bedanya dengan kegiatan pelacuran. Pada zaman kerajaan Mesir Kuno, Phunisia, Assiria, Chalddea, Ganaan dan di Persia, penghormatan terhadap dewadewa Isis, Moloch, Baal, Astrate, Mylitta, Bacchus dan dewa-dewa lain disertai orgie-orgie. Orgie (orgia) adalah pesta kurban untuk para dewa, khususnya pada dewa Bacchus yang terdiri atas upacara kebaktian penuh rahasia dan bersifat sangat misterius disertai pesta-pesta makan dengan rakus dan mabuk secara berlebihan. Orang-orang tersebut juga menggunakan obat-obat pembangkit dan perangsang nafsu seks untuk melampiaskan hasrat berhubungan seksual secara 10 terbuka. Sehubungan dengan itu, kuil-kuil pada umumnya dijadikan pusat perbuatan cabul (Kartini, 2005: 209). Di Indonesia pelacuran telah terjadi sejak zaman kerajaan Majapahit. Salah satu bukti yang menunjukkan hal ini adalah penuturan kisah-kisah perselingkuhan dalam kitab Mahabarata. Semasa zaman penjajahan Jepang tahun 1941-1945, jumlah dan kasus pelacuran semakin berkembang. Banyak remaja dan anak sekolah ditipu dan dipaksa menjadi pelacur untuk melayani tentara Jepang. Pelacuran juga berkembang di luar Jawa dan Sumatera. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan dua bekas tentara Jepang yang melaporkan bahwa pada tahun 1942 di Sulawesi Selatan terdapat setidaknya 29 rumah bordil yang dihuni oleh lebih dari 280 orang pelacur (111 orang dari Toraja, 67 orang dari Jawa dan 7 orang dari Mandar).1 2.3.3 Ciri-ciri Pekerja Seks Komersial Beberapa ciri khas PSK adalah sebagai berikut: 1). Wanita, lawan pelacur ialah gigolo (pelacur pria, lonte laki-laki). 2).Cantik, molek, rupawan, manis, atraktif menarik, baik wajah maupun tubuhnya. Bisa merangsang selera seks kaum pria. 3). Masih muda-muda. 75% dari jumlah pelacur di kota-kota ada di bawah usia 30 tahun. 4). Pakaiannya sangat mencolok, beraneka warna, sering aneh-aneh (eksentrik) untuk menarik perhatian kaum pria. Mereka sangat memperhatikan penampilan lahiriahnya, yaitu wajah, rambut, pakaian, alat-alat kosmetik dan parfum yang wangi semerbak. 5). Bersifat sangat mobile, kerap berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Biasanya mereka memakai nama samaran dan sering berganti nama, juga berasal dari tempat lain, bukan di kotanya sendiri, agar tidak dikenal oleh banyak orang. (Kartini, 2005: 239) 1 Majalah Tempo (edisi sabtu, 25 Juli, 1992), hlm. 15 11 6). Mayoritas berasal dari strata ekonomi dan strata sosial rendah. Mereka pada umumnya tidak mempunyai keterampilan (skill) khusus dan kurang pendidikannya. Modalnya adalah kecantikan dan kemudaannya. Pada umumnya seorang PSK adalah wanita yang memiliki kesempurnaan secara fisik. Hal ini mutlak dibutuhkan karena merupakan modal dasar perempuan tersebut untuk terjun dan hidup sebagai PSK. Mereka dituntut untuk tetap mempertahankan kecantikan agar tetap langgeng dalam profesinya tersebut. 2.3.4 Klasifikasi Pekerja Seks Komersial Berdasarkan modus operasinya, pekerja seks komersial di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu (Subadara, 2007). a. Terorganisasi Yaitu mereka yang terorganisasi dengan adanya pimpinan, pengelola atau mucikari, dan para pekerjanya mengikuti aturan yang mereka tetapkan. Dalam kelompok ini adalah mereka yang bekerja di lokalisasi, panti pijat, salon kecantikan. b. Tidak Terorganisasi Yaitu mereka yang beroperasi secara tidak tetap, serta tidak terorganisasi secara jelas. Misalnya pekerja seks di jalanan, kelab malam, diskotik 2.3.5 Jenis-jenis Pekerja Seks Komersial Meskipun disadari bahwa sangat sulit untuk membuat pengga-risan yang tegas mengenai penggolongan pelacur, terdapat beberapa jenis pelacur yang banyak dikenal di masyarakat. Beberapa jenis PSK yang terdapat dalam masyarakat adalah sebagai berikut: Pelacur yang termasuk tipe ini sering disebut dengan istilah streetwalker prostitute. Di banyak ibukota propinsi di Indonesia, para PSK tipe ini sering terlihat 12 berdiri menunggu para pelanggan di pinggir-pinggir jalan tertentu, terutama pada malam hari. 1. Pekerja Seks Komersial Panggilan (call girl prostitution) Pelacur tipe ini sering disebut call girl. Pelacur panggilan di Indonesia umumnya melalui perantara. Perantara ini dapat pula berfungsi sebagai mucikari, germo ataupun “pelindung” PSK tersebut. Salah satu ciri khas tipe ini adalah tempat untuk mengadakan hubungan selalu berubah, biasanya di hotel-hotel ataupun di tempat peristirahatan di pegunungan. 2. Pekerja Seks Komersial Lokalisasi (Brothel Prostitution) Di Indonesia, tipe pelacuran yang berbentuk lokalisasi dikenal luas oleh masyarakat. Pelacuran berbentuk lokalisasi dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Pertama, lokalisasi yang terpencar dan biasanya bercampur dengan perumahan penduduk. Kedua, lokalisasi yang terpusat di suatu tempat yang biasanya merupakan suatu kompleks. Di dalam kompleks ini juga terdapat satu atau dua perumahan penduduk biasa. Ketiga, lokalisasi yangterdapat di daerah khusus, yang letaknya agak jauh dari perumahan penduduk dan penempatannya ditunjuk berdasarkan surat keputu-san pemerintah daerah. Diantara lokalisasi yang terkenal di kota-kota besar Indonesiaadalah: Gang Dolly di Surabaya, Kramat Tunggak di Jakarta, Saritem di Bandung, Pasar Kembang (Sarkem) di Yogyakarta dan Sunan Kuning di Semarang. 3. Pekerja Seks Komersial Terselubung (clandestine prostitution) Di Indonesia telah menjadi rahasia umum tempat-tempat seperti klub malam, panti pijat, pusat kebugaran dan salon kecan-tikan digunakan sebagai tempat pelacuran. Di panti pijat biasanya terdapat suatu ruangan besar dengan lampu penerangan yang 13 besar pula, dimana duduk didalamnya puluhan gadis pemijat yang sudah siap menunggu para tamu yang akan menggunakan jasanya. 4. Pekerja Seks Komersial Amatir Bentuk pelacuran ini bersifat rahasia, artinya hanya dike-tahui oleh orang-orang tertentu saja, dan bayaran PSKtipe ini bias terbilangsangat tinggi, kadang-kadang hingga puluhan juta rupiah. Disebut amatir karena disamping melacurkan diri yang dilakukan-nya sebagai selingan, ia pun sebenarnya mempunyai profesi lainnya yang dikenal oleh masyarakat.Seperti pegawai atau karyawan suatu instansi atau perusahaan, pemilik kafe, toko (butik) dan lain sebagainya. (Alam, 1984: 18-27) 2.4 Sosiolinguistik Sosiolinguistik bersasal dari kata “sosio” dan “ linguistic”. Sosio sama dengan kata sosial yaitu berhubungan dengan masyarakat. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membicarakan bahasa khususnya unsur-unsur bahasa dan antara unsur-unsur itu.Jadi, sosiolinguistik adalah kajian yang menyusun teori-teori tentang hubungan masyarakat dengan bahasa. Berdasarkan pengertian sebelumnya sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas aspek –aspek kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan ( Nababan 1993:2). Fishman (dalam Chaer 2003: 5) mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif. Jadi sosiolinguistik berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topic, latar pembicaraan. Sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi konkrit. Berdasarkan 14 beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik berarti mempelajari tentang bahasa yang digunakan dalam daerah tertentu atau dialek tertentu.2 2.5 Gaya Bahasa Bila kita melihat gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Dengan menerima pengertian ini, maka kita dapat mengatakan, “Cara berpakaiannya menarik perhatian orang banyak”, “Cara menulisnya lain daripada kebanyakan orang”, “Cara jalannya lain dan yang lain”, yang memang sama artinya dengan “gaya berpakaian”, “gaya menulis” dan “gaya berjalan”. Dilihat dan segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya. Berikut ini gaya bahasa menurut para ahli: 1. Menurut Keraf Keraf (2006, 112-113) mengemukakan gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin yaitu stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan 2 http://eprints.uny.ac.id/8429/3/BAB%202-07205244130.pdf. 15 pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah. Karena perkembangan itu gaya bahasa meliputi semua yang berhubungan dengan kebahasaan. Walaupun style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu : (a) Platonik : menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada yang tidak memiliki style. (b) Aristoteles : menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada dalam setiap ungkapan. 2. Menurut Tarigan Tarigan (1985:5) mengemukakan “gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek pembicaraan dengan jalan memperbandingkan sesuatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum” 3. Menurut Semi Semi (1984:38-41) mengemukakan gaya bahasa yaitu yang digunakan oleh sastrawan, meskipun tidaklah terlalu luar biasa, adalah unik karena selain dekat dengan watak dan jiwa penyair, juga membuat bahasa yang digunakan berbeda dalam makna. Jadi gaya lebih merupakan pembawaan pribadi. Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). 16 2.6 Semiotika Semiotika adalah sebuah studi mengenai tanda (sign) dan symbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan, dan sebagainya yang berada di luar diri. Little John dalam Morissan (2013) mengatakan bahwa, “Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika adalah “tanda’ yang diartikan sebagai a stimulus designating something other than itself.” Pesan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam komunikasi. Menurut seorang John Power (1995) dalam suatu pesan terdapat 3 unsur, yaitu: 1. Tanda dan simbol 2. Bahasa 3. Wacana (discourse) Bagi seorang John Power tanda adalah dasar bagi semua komunikasi. Tanda menunjuk atau mengacu pada sesuatu yang bukan diri sendiri, sedangkan makna atau arti adalah hubungan antara objek atau ide dengan tanda.(Morissan, 2013: 32) Kedua konsep tersebut menyatu dalam berbagai teori komunikasi. Tanda mutlak diperlukan dalam menyususn pesan yang hendak disampaikan. Tanpa memahami teori tanda maka pesan tidak akan tersampaikan dengan baik. 17 2.7 Kerangka Pikir Prostitusi PSK di Kota Lama Semarang Pelanggan Lama Interaksionisme Simbolik Gaya Bahasa Simbol Kode Efektivitas Komunikasi Dalam Bertransaksi Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian 18 Keterangan : Prostitusi yang berkembang saat ini dibeberapa kota semakin marak dan meningkat, Salah satunya yang terjadi didaerah Kota Lama Semarang. Bentuk prostitusi yang dapat dijumpai di pinggir jalan Kota Lama Semarang ini menarik untuk diteliti bagi penulis bagaimana interaksi yang terjadi antara psk Kota Lama Semarang dengan pelanggan lama. Interaksi yang terjadi antara psk Kota Lama dan pelanggan lama akan membentuk kesepakatan interaksionalisme simbolik yang dilihat melalui pemahaman gaya bahasa, kode, dan simbol. Sehingga akan terjadi efektivitas komunikasi diantara keduannya. Pemahaman interaksionalisme simbolik akan menggunakan pemahaman dari tokoh George H. mead 19