artikel skripsi

advertisement
1
PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN
SEKSUAL REMAJA AUTIS PADA FASE PUBERTAS DI SLBN CIBIRU DAN
SLB PELITA HAFIDZ BANDUNG
1
Annisa Sholihatina1, Ai Mardhiyah1, Bangun Simangunsong2
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung,Jawa Barat
2
Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat
ABSTRAK
Pendidikan seksual mencakup beberapa aspek dalam kehidupan, terdiri dari: Anatomi
tubuh, kesehatan, personal hygiene, sistem reproduksi, hubungan antar manusia,
respon seksual, agama, dan ekspresi cinta. Tujuan penelitian
ini untuk
mengidentifikasi pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pendidikan seksual
remaja autis pada fase pubertas. Penelitian dirancang menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian berjumlah 32 orang tua
dari remaja autis dan menggunakan teknik Sampling Jenuh. Hasil penelitian
menunjukkan 11 orang (34.37%) memiliki pengetahuan cukup dan 9 orang (28.13%)
memiliki pengetahuan kurang, dan sebanyak 18 orang (56,25%) memiliki sikap yang
temasuk dalam kategori unfavorable terhadap pendidikan seksual. Hasil penelitian
menunjukkan pengetahuan orang tua masih kurang dan sebagian besar orang tua
memiliki sikap unfavorable terhadap pendidikan seksual yang dapat dipengaruhi
adanya perasaan tabu canggung dalam mengkomunikasikan pendidikan seksual
sehingga anak berpotensi melakukan perilaku seksual menyimpang seperti masturbasi
ditempat umum.
Kata Kunci : Pendidikan Seksual, Remaja Autis
ABSTRACT
Sexual education encompasses many aspects of life, such as: anatomy, health,
personal hygiene, reproduction, relationships, the sexual response cycle, religion,
and expression of love. The purpose of this research was to find out a description
about parents knowledge and attitude of sexual education to autism teenager in
puberty. The research was designed to use descriptive research method with
quantitative approach. The research sample consists of 32 parents of autism teenager
who are taken with the total sampling technique. The results showed based on
knowledge,11 respondents (34,37%) included in the category is able enough, 9
respondents (28,13%)include in the category is less, and most of respondent as much
18 respondents (56,25%) include in the category of attitudes is unfavorable. The
results of research can be said that’s parents knowledge of sexual education to
autism teenager is still less. Most of respondents include in the category of attitudes
is unfavorable, it could because there is a “taboo” feeling to communicate the sexual
education, so that can cause the possibility autism teenager can be potencially doing
a bad sexual behaviour like masturbate in the public area.
Key words
: Sexual Education, Autism Teenager
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
2
PENDAHULUAN
Autisme merupakan salah satu dari lima tipe gangguan perkembangan
pervasive atau PDD (pervasif developmental disorders), autisme juga merupakan tipe
yang paling popular dari 5 tipe PDD (Chantal Sicille-Kira, 2004). Autisme
didefinisikan sebagai gangguan perkembangan yang ditandai dengan tiga ciri utama,
yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan pada komunikasi, dan keterbatasan
minat serta kemampuan imajinasi, yang gejalanya mulai tampak sebelum anak
berusia tiga tahun (Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorder IV, 2000 h.
75). Hingga saat ini, data akurat mengenai prevalensi penyandang Autis belum
tersedia di Indonesia. Di Amerika, riset terakhir menyebutkan bahwa Autisme terjadi
kurang lebih pada 10 anak dari 10.000 kelahiran. Kemungkinan terjadinya empat kali
lebih sering pada anak laki-laki. Di Australia menurut Autism Association of
Australia mengungkapkan bahwa 1 dari 100 penduduknya memiliki karakteristik
Autisme.
Pada umumnya individu autis mengalami perkembangan fisik yang kurang
lebih sama dengan anak lain seusianya, namun perkembangan emosi, keterampilan
sosial, dan hasrat seksual mereka tidak berimbang mungkin mengalami keterlambatan
atau bahkan lebih cepat (Sullivan & Caterino, 2008).Saat memasuki masa pubertas
akan timbul hasrat seksual pada anak autis sehingga akan menambah berat beban
seorang remaja autis dalam menghadapi pubertas apabila dibandingkan dengan
remaja biasa lainnya dalam usia yang sama. (Chantal Sicile-Kira, 2006). Masalah
seksual muncul terutama saat anak menjelang remaja, dimana dorongan seksual
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
3
mereka begitu kuat, namun mereka tidak dapat mengkomunikasikan dan
mengontrolnya dengan baik seperti layaknya remaja normal lain (Pamoedji, 2010).
Bentuk perilaku seksual yang sering ditunjukkan oleh anak autis yang
mengalami puber yaitu menyentuh organ-organ vital atau alat kelamin, melakukan
masturbasi ditempat umum, membuka baju atau celana di tempat umum, menyentuh
orang lain sembarangan, menyingkap rok, dan memeluk orang lain secara mendadak
(Lawrie & Jilling, 2004 dan ray, Marks & bray garethson, 2004). Sekitar 75% remaja
autis menunjukan beberapa perilaku seksual dan kebanyakan melakukan masturbasi
(Sulivan & Caterino, 2008). Kebanyakan dari mereka melakukan masturbasi dalam
waktu yang lama, dan melakukan masturbasi yang berdampak menyakiti diri sendiri
(Cambridge, carnabay & Mc cartny, 2003 Waish, 2006).
Menurut Schwier & Hingsburger (2000),diperlukan upaya dari orang tua dan
guru untuk menurunkan frekuensi anak dalam melakukan bentuk perilaku seksual
menyimpang berupa usulan untuk mengajarkan pendidikan seksual. Adapun
pedoman pendidikan seksual untuk remaja autis diantaranya mengenai pubertas dan
perubahan fisik, menstruasi, mimpi basah, konsep publik dan pribadi, cara mengenali
sentuhan baik dan menolak sentuhan seksual, perasaan dan dorongan seksual, dan
masturbasi (Rustamadji, 2008).
Spragg, 2001 mengatakan ada sebuah prinsip yang bisa dijadikan acuan bagi
orang tua dalam memberikan pendidikan seksual yang ringan bagi remaja autis yaitu
ciptakan suasana keterbukaan sehingga anak tidak sungkan berespon atau bertanya
mengenai pubertas dan hal-hal yang bersifat seksual. Sebaiknya sebelum
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
4
mengajarkan pendidikan seksual orang tua harus mempersiapkan
cara untuk
berkomunikasi yang baik dengan anak. (Lee, 2004 Straling-Turner & Jordan, 2007).
Pendidikan seksual memang jarang diajarkan pada anak autis, mungkin salah
satu penyebabnya karena keterbatasan pengetahuan orang tua tentang apa saja yang
harus dipelajari anak tentang seksualitas (Pamoedji, 2010). Selain itu, banyak orang
tua yang tidak memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya karena mereka
berpendapat bahwa seksualitas merupakan sesuatu yang alamiah yang akan diketahui
setelah menikah dan menganggap masalah seks sebagai masalah yang tabu untuk
dibicarakan, walaupun banyak media yang telah memfasilitasi tentang pendidikan
seksual (Mu'tadin, 2002).
Berdasarkan data hasil studi pendahuluan diketahui bahwa orang tua sudah
pernah mendapatkan penyuluhan tentang pemberian pendidikan seksual remaja autis
yang dilaksanakan oleh pihak sekolah, orang tua juga menyadari bahwa anak mereka
akan mengalami pubertas. Namun, masih ada perasaan malu dan enggan dari orang
tua untuk memberikan pendidikan seksual seksual kepada anak. Hal ini yang
membawa ketertarikan peneliti untuk mengidentifikasi lebih lanjut mengenai
“Pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pendidikan seksual remaja autis pada
fase pubertas di SLBN Cibiru dan SLB Pelita Hafidz”.
Identifikasi Masalah
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
5
Bagaimanakah pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pendidikan seksual
remaja autis pada fase pubertas.
Tujuan Penelitian
Mengetahui tentang gambaran pengetahuan dan sikap orang tua terhadap
pendidikan seksual remaja autis pada fase pubertas pada anak autis di SLBN Cibiru
dan
SLB
Pelita
Hafidz
Bandung.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Peneliti
akan
berusaha memaparkan
mengenai
variabel
penelitian
berupa
pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pendidikan seksual pada remaja autis yang
meliputi pubertas dan perubahan fisik, menstruasi, mimpi basah, cara mengenali
sentuhan baik dan menolak sentuhan seksual oleh orang lain, konsep publik dan
pribadi, perasaan dan dorongan seksual, dan masturbasi
untuk memperoleh
pemahaman tentang fenomena yang diteliti.
Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah orang tua dari remaja autis
di SLBN Cibiru dan SLB Pelita Hafidz Bandung sebanyak 32 orang dengan
menggunakan teknik sampling jenuh dimana seluruh anggota populasi dijadikan
sampel. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen untuk mengetahui
pengetahuan orang tua terhadap pendidikan seksual berupa kuisioner tertutup dalam
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
6
bentuk multiple choice dengan skala Guttman dan instrumen yang digunakan untuk
mengetahui sikap orang tua terhadap pendidikan seksual berupa kuesioner dalam
bentuk checklist berskala Likert. Pengujian instrumen dilakukan untuk menguji
ketepatan suatu item dalam instrumen. Uji validitas untuk menguji variabel
pengetahuan menggunakan skor dikotomi, uji validitas sikap menggunakan rumus
korelasi Pearson - product moment. Uji reliabilitas pengetahuan menggunakan teknik
perhitungan Koefisien Reliabilitas Kuder – Rachardson (KR-20) dengan interval skor
0-1. Uji reliabilitas sikap menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan interval skor
1-4. Analisa data item kuesioner pengetahuan dilakukan dengan cara mentabulasikan
data sehingga diperoleh total nilai dari semua item, kemudian ditentukan
persentasenya. Untuk item kuesioner sikap berskala Likert digunakan perhitungan
skor standar yaitu Skor T. Setelah dihitung dengan skor T lalu data di presentasikan
dengan
menggunakan
rumus
analisis
persentase
distribusi
frekuensi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi
Pengetahuan
Orang
Tua
Pendidikan Seksual Pada Remaja Autis (n = 32)
No
Pengetahuan
F
%
1
Baik
12
37.5
2
Cukup
11
34.37
3
Kurang
9
28.13
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
Terhadap
7
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Orang Tua Terhadap Pemberian
Pendidikan Seksual Pada Remaja Autis (n = 32)
Baik
Cukup
Kurang
%
F
%
F
%
7
21.87
14
43.75
11
34.37
Menstruasi Dan Mimpi Basah
7
21.87
8
25
17
53.13
3
Konsep Publik dan Konsep Pribadi
10
31.35
13
40.63
9
28.13
4
Cara Mengenali Sentuhan Seksual
14
43.75
0
0
18
56.25
5
Dorongan Seksual
19
59.37
0
0
13
40.63
6
Masturbasi
13
40.63
7
21.87
12
37.5
No
Subvariabel
1
Perubahan Fisik
2
Tabel 4.3
F
Distribusi Frekuensi Sikap Orang Tua Terhadap Pemberian
Pendidikan Seksual Pada Remaja Autis (n = 32)
No
Sikap
F
%
1
Favourable
14
43.75
2
Unfavourable
18
56.25
PEMBAHASAN
Pendidikan seksual mencakup beberapa aspek dalam kehidupan, terdiri dari:
Anatomi tubuh, kesehatan, personal hygiene, sistem reproduksi, hubungan antar
manusia, respon seksual, agama, dan ekspresi cinta (Boehning, 2006). Pedoman
pemberian pendidikan seksual untuk remaja autis diantaranya mengenai pubertas dan
perubahan fisik, menstruasi, mimpi basah, konsep publik dan pribadi cara mengenali
sentuhan baik dan menolak sentuhan seksual, perasaan dan dorongan seksual, dan
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
8
masturbasi (Rustamadji, 2008). Berdasarkan data dari table 4.1, diketahui sebanyak
12 orang (37.5%) memiliki pengetahuan yang baik terhadap pendidikan seksual, Hal
ini dapat berdampak positif terhadap kesiapan orang tua dalam menyampaikan
pendidikan seksual. Sebanyak 11 orang (34,37%) memiliki pengetahuan yang cukup,
dan sebanyak 9 responden (28,13%) memiliki pengetahuan yang masih kurang
terhadap pendidikan seksual. Pendidikan seksual memang jarang diajarkan pada anak
autis, mungkin salah satu penyebabnya karena keterbatasan pengetahuan orang tua
tentang apa saja yang harus dipelajari anak tentang seksualitas (Pamoedji, 2010).
Menurut penelitian Adam (2000) terhadap anak – anak autis menunjukkan
bahwa masa remaja pada individu autis terjadi pada usia yang berbeda – beda.
Diantara mereka ada yang sudah mengalami perubahan fisik dan dorongan seksual
sejak usia 8 tahun, sementara yang lain terjadi sekitar usia 13 – 18 tahun. Berdasarkan
data pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa berdasarkan subvariabel pengetahuan
orang tua mengenai perubahan fisik pada remaja autis, sebanyak 7 orang (21,87%)
memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 14 orang (43,75%) memiliki pengetahuan
dalam kategori cukup, hal ini akan berdampak positif pada kesiapan orang tua dalam
memberikan pendidikan seksual meliputi perubahan fisik pada anak. Sebanyak 11
orang (34,37%) memiliki pengetahuan dalam kategori kurang, hal ini kemungkinan
dipengaruhi oleh keterbatasan informasi orang tua dan dapat berdampak negatif
terhadap kesiapan dari orang tua untuk mengkomunikasikan kepada anak mengenai
perubahan fisik yang akan mereka alami saat masa pubertas (Azwar, 2011).
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
9
Masa pubertas adalah saat dimana kriteria kematangan seksual muncul.
Pada anak perempuan akan mengalami menstruasi dan pada laki – laki akan
mengalami mimpi basah. Ciri – ciri seks sekunder akan terus berkembang dan sel
yang diproduksi dalam organ seks juga akan ikut berkembang (Hurlock, 2000).
Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat diketahui untuk subvariabel pengetahuan orang
tua mengenai menstruasi dan mimpi basah meliputi tanda anak menstruasi,
memvisualisasikan cara penggunaan pembalut, dan cara menjaga kebersihan area
genital pada anak perempuan juga memahami tanda anak mengalami mimpi basah,
memvisualisasikan cara menjaga kebersihan area genital bagi anak laki – laki
(Rustamadji, 2008). Sebanyak 7 orang (21,87%) memiliki pengetahuan dalam
kategori baik,sebanyak 8 orang (25%) memiliki pengetahuan dalam kategori cukup,
hal ini dapat berdampak positif pada sikap orang tua dalam memberikan pendidikan
seksual meliputi menstruasi pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki laki pada fase pubertas. Sebagian besar dari responden sebayak 17 orang (53,13%)
memiliki pengetahuan dalam kategori kurang yang dapat berdampak negative
terhadap kesiapan orang tua dalam mengkomunikasikan mengenai mentruasi pada
anak perempuan atau mimpi basah pada anak laki - laki yang dapat dipengaruhi oleh
keterbatasan informasi yang didapatkan oleh orang tua (Azwar, 2011).
Saat anak menjelang pubertas, orang tua perlu mengajarkan pengetahuan
tentang bagian tubuh yang dapat disentuh dan yang tidak boleh disentuh oleh orang
lain, mengajarkan anak autis tentang bagian tubuh mana yang harus ditutup dan
bagian tubuh mana yang boleh terlihat oleh umum (Rustamadji, 2006). Berdasarkan
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
10
data pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa untuk subvariabel pengetahuan orang tua
tentang konsep publik dan konsep pribadi, sebanyak 10 orang (31,35%) memiliki
pengetahuan dalam kategori baik, hal ini dapat berdampak positif terhadap sikap
orang tua untuk dapat mengkomunikasikan konsep publik dan konsep pribadi,
sebanyak 13 orang (40,63) mempunyai pengetahuan dalam kategori cukup, dan
sebanyak 9 orang (28,13%) mempunyai pengetahuan dalam kategori kurang yang
kemungkinan dipengaruhi oleh keterbatasan informasi orang tua sehingga dapat
berdampak negatif terhadap kesiapan orang tua dalam menyampaikan konsep publik
dan konsep pribadi kepada anak (Azwar, 2011).
Memasuki masa pubertas orang tua perlu mengajarkan anak mengenai cara
mengenali sentuhan yang baik dan menolak sentuhan seksual yang bertujuan untuk
mencegah anak dari pelecehan seksual dengan memahami perbedaan antara sentuhan
yang baik dan sentuhan yang sentuhan yang tidak baik misalnya disentuh atau
menyentuh bagian tubuh pribadi (Chantal Sicile-kira, 2006). Berdasarkan data pada
tabel 4.2 diketahui sebanyak 14 orang (43,75%) mempunyai pengetahuan yang baik
dan dapat berdampak positif terhadap kesiapan orang tua dalam mengkomunikasikan
cara mengenal sentuhan yag baik dan menolak sentuhan seksual sehingga dapat
mencegah anak dari pelecehan seksual oleh orang lain. Sebagian besar responden
sebanyak 18 orang (56,25%) mempunyai pengetahuan yang kurang sehingga dapat
berdampak negatif terhadap kesiapan orang tua dalam menyampaikan cara mengenal
sentuhan yang baik dan menolak sentuhan seksual oleh orang lain sehingga anak
dapat beresiko mengalami pelecehan seksual (Chantal Sicile-kira, 2006).
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
11
Saat memasuki masa pubertas akan timbul hasrat seksual pada anak autis
sehingga akan menambah berat beban seorang remaja autis dalam menghadapi
pubertas apabila dibandingkan dengan remaja biasa lainnya dalam usia yang sama.
(Chantal Sicile-Kira, 2006). Bentuk perilaku seksual yang sering ditunjukkan oleh
anak autis yang mengalami puber diantaranya menyentuh organ-organ vital atau alat
kelamin, melakukan
masturbasi ditempat umum, membuka baju atau celana di
tempat umum, menyentuh orang lain sembarangan, menyingkap rok, dan memeluk
orang lain secara mendadak (Lawrie & Jilling, 2004 dan ray, Marks & bray
garethson, 2004). Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat diketahui untuk subvariabel
pengetahuan orang tua tentang dorongan seksual yaitu sebagaian besar responden
sebanyak 19 orang (59,37%) mempunyai pengetahuan dalam kategori baik, hal ini
dapat berdampak positif pada sikap orang tua dalam mengelola dorongan seksual
remaja autis dan sebanyak 13 orang (40,63%) termasuk dalam kategori kurang hal ini
dapat berdampak negatif terhadap kesiapan orang tua untuk mengkomunikasikan cara
mengontrol dorongan seksual kepada anak (Azwar, 2011).
Terdapat tiga masalah utama yang sering dialami oleh anak autis yaitu :
Mereka cenderung masturbasi didepan umum, mereka menunjukkan perilaku seksual
yang kurang pantas terhadap orang lain, dan kebanyakan dari mereka melakukan
masturbasi dengan cara berlebihan dan cenderung menyakiti diri sendiri.
(Gillberg,1983 ; dalam Rustamadji, 2008). Menurut penelitian Sullivan & Caterino
(2008) Sekitar 75% remaja autis menunjukan beberapa perilaku seksual dan
kebanyakan melakukan masturbasi. Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat diketahui
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
12
bahwa untuk subvariabel pengetahuan orang tua mengenai masturbasi sebanyak 13
orang (40,63%) memiliki pengetahuan dalam kategori baik, sebanyak 7 orang
(31,87%) termasuk dalam kategori cukup hal ini dapat berdampak positif terhadap
pada sikap orang tua dalam memahami pengertian masturbasi, namun sebanyak 12
orang (37,5%) termasuk memiliki pengetahuan yang kurang mengenai masturbasi,
hal ini dapat berdampak negatif terhadap kesiapan orang tua untuk mencegah dan
mengalihkan perhatian anak jika anak melakukan masturbasi berlebihan atau
melakukan masturbasi di tempat umum (Rustamadji, 2008).
Menurut Spragg (2001), ada sebuah prinsip yang bisa dijadikan acuan bagi
orang tua dalam memberikan pendidikan seksual bagi remaja autis yaitu ciptakan
suasana keterbukaan sehingga anak tidak sungkan berespon ataupun bertanya
mengenai pubertas dan hal-hal yang bersifat seksual. Pendidikan seksual yang
diberikan pada remaja autis juga tergantung pada sikap orang tua, apabila sikap orang
tua menyiratkan “tabu”, atau “enggan”, maka anak akan bingung tidak tahu harus
berbuat apa dan dikhawatirkan pula anak akan lebih mendengarkan informasi dari
luar rumah, yang mungkin saja tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Menurut
Berkowitz, 1972 (dalam Azwar, 2011) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada obyek tersebut.
Berdasarkan data pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa untuk subvariabel sikap orang
tua terhadap pemberian pendidikan seksual meliputi pubertas dan perubahan fisik,
menstruasi, mimpi basah, cara mengenali sentuhan baik dan menolak sentuhan
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
13
seksual oleh orang lain, konsep publik dan pribadi, perasaan dan dorongan seksual,
dan masturbasi. Sebanyak 18 orang (56,25%) mempunyai sikap yang temasuk dalam
kategori unfavorable terhadap pendidikan seksual. Menurut Azwar (2011), sikap
merupakan proses evaluatif dalam diri seseorang. Respon evaluatif berarti bentuk
reaksi yang dinyatakan dalam bentuk sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam
diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai positifnegatif, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap,
reaksi tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk sikap orang tua apakah menerima atau
tidak terhadap pemberian pendidikan seksual kepada remaja autis. Sikap orang tua
yang unfavorableter terhadap pendidikan seksual pada remaja autis dapat dipengaruhi
oleh kurangnya pengetahuan orang tua mengenai pendidikan seksual. Dalam
pembahasan mengenai variabel pengetahuan diungkapkan bahwa, kurangnya
pengetahuan orang tua terhadap pendidikan seksual dapat dipengaruhi oleh
kurangnya informasi yang didapatkan orang tua mengenai pendidikan seksual.
Informasi mengenai pendidikan seksual penting didapatkan orang tua karena adanya
informasi baru mengenai suatu hal akan memberi landasan kognisi baru bagi
terbentuknya sikap terhadap suatu hal tersebut (Azwar, 2011).
SIMPULAN
Pada umumnya, hanya 12 orang (37.5%) memiliki pengetahuan yang baik
terhadap pendidikan seksual, dan sebanyak 18 orang (56,25%) mempunyai sikap
yang temasuk dalam kategori unfavorable. Maka, pengetahuan orang tua terhadap
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
14
pendidikan seksual remaja autis masih kurang hal ini dapat dipengaruhi oleh
perolehan informasi yang dimiliki orang tua, sebagian besar orang tua memiliki sikap
yang unfavorable terhadap pendidikan seksual yang dapat dipengaruhi oleh
pengetahuan orang tua yang sejalan dengan adanya perasaan tabu atau canggung
dalam mengkomunikasikan pendidikan seksual terhadap anak sehingga dapat
mempengaruhi kecenderungan anak berpotensi melakukan perilaku seksual yang
menyimpang seperti masturbasi didepan umum.
SARAN
1. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam bidang keperawatan anak untuk
menambah pengetahuan tentang kehidupan remaja autis pada masa pubertas.
Untuk dapat mengembangkan penelitian ini menjadi lebih mendalam, hendaknya
dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pendidikan seksual kepada remaja autis.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan rujukan bagi pihak sekolah untuk dapat melakukan
penyuluhan mengenai pendidikan seksual secara lebih intensif untuk
dapat
berkomunikasi mengenai masalah yang dihadapi anak saat memasulki masa puber.
3. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi awal untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai peran caregiver terhadap pendidikan seksual
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
Cipta:Jakarta
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
15
Azwar, S . 2011 . Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta
Boehning, A. 2006. Sex Education For Student With Disability, page : 59 - 66
Special Education, Junior, Indiana University
Chatal, Sicile-Kira.Adolescents on the Autism Spectrum : A Parent’s Guide to the
Cognitif, Social, Physical, and Transition Needs of Teenagers with Autism
Spectrum Disorder; Chantal Publisher: Perigee Trade; 1 edition (February
28,2006)
Lawrie, B. & Jillings, C. (2004). Assessing and addressing inappropriate sexual
behaviour in brain-injured clients, Rehabilitation Nursing, 29(1): 9-13.
Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. PT Rineka Cipta : Jakarta
Pamoedji, G. 2010. 200 Pertanyaan dan Jawaban Seputar Autisme. Yayasan
MPATI:Jakarta
Rustamadji, B & Sudaryati, S. 2008. Suka Duka Orang Tua Penyandang Autis. BPFE
: Yogyakarta
Schwier, K.M & Hingsburger, Dave, Sexuality – Your Sons & Daughters with
Intellectual Disabilities, 2000, Paul.H.Brookes Publishing Co., Maryland-USA
Spragg, P.A. Ed.D; On Birds, Bees and Disabilities in Autism-Asperger’s Digest
Magazine, Jan-Feb 2001, Future Horisons Publishing Co., USA.
Sullivan, A. & Caterino, L.C. (2008). Addressing the sexuality and sex education of
individuals with autism spectrum disorders, Education and Treatment of
Children, 31(3): 381-391.
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
16
Annisa Sholihatina
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
(Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinengor-Sumedang 45363)
Email : [email protected] (085624443725)
Download