produksi bakteri konsorsium dari rumen sapi sebagai biomikroba

advertisement
PRODUKSI BAKTERI KONSORSIUM DARI RUMEN SAPI SEBAGAI
BIOMIKROBA DALAM PROSES BIODEGRADASI LIMBAH CAIR
HIDROKARBON UNTUK MEWUJUDKAN GREEN CITY INDONESIA
Arina Shallyta1, Hanif Yuliani2, Heri Hermansyah3
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
Teknik kimia, Departemen Teknik Kimia
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Saat ini dunia sedang mewujudkan green city yang disebabkan dengan adanya permasalahan
lingkungan terutama di Indonesia yang terkenal dengan produksi petroleum gas. Produksi tersebut masih
menimbulkan efek yang kurang baik terhadap pengolahan limbah cair hasil samping dari proses distilasi
produksi petroleum gas tersebut yang memiliki kandungan fenol 16 ppm. Fenol merupakan suatu senyawa
hidrokarbon aromatik yang sulit untuk diuraikan karena senyawa ini memiliki rantai karbon yang panjang dan
sangat toksik sehingga pemerintah mengelurkan peraturan untuk fenol sendiri untuk baku mutunya kurang dari
2 ppm. Oleh dari itu, diperlukan suatu cara untuk menguraikan limbah cair tersebut sehingga dapat mewujudkan
green city. Salah satunya adalah proses biodegradasi yang merupakan suatu proses penguraian yang bergantung
pada mikroba. Maka dari itu, disini peneliti melakukan produksi bakteri konsorsium yang diisolasi dari lambung
(rumen) sapi dan lumpur minyak bumi (petroleum sludge) baik bentuk padatan maupun cairan dan
mengidentifikasi bakteri tersebut serta melakukan pengujian kinetika untuk menetahui kemampuannya. Dari
hasil identifikasi bakteri dihasilkan bahwa bakteri hasil dari rumen sapi terdapat gram positif yang berbentuk
batang beraturan, berbentuk batang yang tidak beraturan dan berbentuk bola juga yang tergolong gram negatif
yang berbentuk batang beraturan dan bola. Sedangkan, hasil dari bakteri yang diisolasi dari petroleum Sludge.
Dari hasil biodegradasi fenol sintesis didapatkan nilai k pada setiap hasilnya yaitu pada biodgradasi fenol
dengan menggunakan bakteri konsorsium dari rumen sapi didapatkan nilai k yaitu 0,174; 1,125; 1,527; 0,007
dan 0,116 yang berdasarkan pada kosentrasi fenol berturut-turut 12, 24, 48, 72 dan 120. Begitu pula untuk
petroleum sludge pada kosentrasi yang sama didapatkan nilai k berturut-turut yaitu 0,212; 1,029; 1,26; 1,74 dan
2,196.
Kata kunci: Produksi Biomikroba, Rumen Sapi, Biodegradasi, Kinetika Laju Penguraian
1. Pendahuluan
Saat ini di dunia sedang dihadapkan pada permasalah dengan pencemaran lingkungan, baik pencemaran air,
udara dan tanah yang tidak terelakakan lagi seiring dengan perkembangan dunia terutama di perkotaan. Polusi
udara dan pencemaran air serta tanah, akibat dari perkembangan dunia mengakibatkan telah mengganggu
kebutuhan warga untuk hidup sehat, nyaman dan sejahtera menjadi persoalan yang perlu dicari solusinya semua
pihak. (zvyagintseva et al. 2001)
Salah satu cara yang sedang dijalankan oleh seluruh dunia untuk mengurangi masalah lingkungan yang ada
adalah green city. Konsep Green City dapat menjadi solusi bagi pelaku pembangunan Kota Hijau (Green city),
suatu jargon yang sedang dicanangkan di seluruh dunia agar masing setiap kota memberi kontribusi terhadap
penurunan emisi karbon untuk mengurai pemanasan global. (Zvyagintseva et al. 2001)
Begitu pula dengan Indonesia, yang saat ini telah mencanangkan program kota hijau (green city) yang
berbasiskan masyarakat (empowerment), melalui programnya yaitu P2KH (Program Pengembangan Kota Hijau)
yang dalam implementasinya dimuat dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten dan Kota. P2KH
ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sekaligus responsif terhadap perubahan iklim yang saat ini sedang
menjadi isu dunia tersebut. (Zvyagintseva et al. 2001)
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
Namun di Indonesia sendiri masih kurangnya pengolahan limbah salah satunya adalah pengolahan limbah
buangan pabrik yang sulit untuk diolah mengakibatkan kandungan senyawa berbahaya masih diatas batas mutu
yang telah ditetapkan untuk semua pabrik yang ada. Salah satu contoh limbah dari industri migas. Industri migas
yang memiliki peranan penting di Indonesia karena sumber daya migas yang melimpah menjadikan Indonesia
menjadi tujuan investasi yang menarik di bidang migas. Oleh karena itu, jumlah industri migas cukup banyak
namun penolahan limbahnya masih kurang. (Zvyagintseva et al. 2001). Namun, diketahui bahwa kandungan
fenol di dalam air terproduksi hasil industri migas berkisar 10-50 ppm (Mulyono, et.al., 2000). Konsentrasi ini
jauh lebih tinggi dibandingkan ambang batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 2 mg/L yang diatur dalam
diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04 tahun 2007 tentang baku mutu air limbah
kegiatan eksplorasi dan produksi migas dari fasilitas darat (on-shore) jenis limbah air terproduksi.
Di lingkungan, fenol dapat mengurangi aktivitas enzimatik. Selain itu, fenol juga dapat menurunkan
resistansi terhadap penyakit, menyebabkan kematian pada hewan air (kadar fenol yang berkisar antara 5-15 mg/l
dapat membunuh ikan) dan meningkatkan pertumbuhan tanaman air yang merugikan (Kafilzadeh, et al., 2010).
Dengan demikian, biodegradasi penuh dan penguraian fenol sering tidak tercapai. (Zvyagintseva et al. 2001)
Hidrokarbon adalah senyawa organik yang hanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Hidrokarbon yang
memiliki berat molekul rendah berbentuk gas, sedangkan hidrokarbon yang memiliki berat molekul lebih tinggi
berupa cairan atau padatan pada suhu ruang. Hidrokarbon dkelompokan menjadi tiga yaitu hidrokarbon
alifatik, alifatin, dan aromatik. Menurut Zhang (2009), hidrokarbon yang paling banyak ditemukan dalam
fenolik air limbah industri terutama pada pembuangan limbah industri minyak buni yaitu fenol dimana termasuk
dalam hidrokarbon aromatik. (Nuhoglu dan Yalcin 2005;. Yan et al 2006).
Meskipun fenol relatif mudah terurai, biodegradasi fenol tradisional sering tidak efisien, dikarenakan
selfinhibition untuk konsentrasi tinggi, akumulasi intermediet pada metabolisme fenol, dan pelepasan mikroba
yang dapat larut pada produk (soluble microbial products (SMP)) (Namkung dan Rittmann 1986; Laspidou dan
Rittmann 2002;. Huang et al 2009).
Ada beberapa proses yang dapat menguraikan limbah fenol tersebut salah satunya yaitu proses
biodegradasi. Dimana proses biodegradasi adalah metode pengelolaan biologi dengan memanfaatkan mikroba
untuk mengurangi senyawa organik dan bahan beracun (Munir, 2006 juga merupakan usaha untuk
mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk mendegradasi dengan memberikan reaktan
anorganik esensial (Suryanto, 2003). Pada prinsipnya biodegradasi merupakan pelepasan mikroba ke lingkungan
terkontaminasi, peningkatan kemampuan mikroba asli dan penggunaan mikroba dalam reaktor khusus
(Suryanto, 2003).
Banyak mikroorganisme (bakteri, jamur dan beberapa ganggang) yang mampu menggunakan hidrokarbon
minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi yang telah dijelaskan dalam jurnal penelitian Das
dan Chandran 2011. Selain itu, menurut Gogle-Cvijovic, dalam jurnalnya juga menyebutkan bahwa
mikroorganisme tunggal tidak mampu menurunkan semua senyawa dari campuran tersebut. Kultur campuran
tidak hanya memiliki spesifisitas substrat yang luas tetapi juga degradasi dapat dicapai dalam suatu sistem
cooxidation dan commensalisme.
Dalam beberapa tahun terakhir, studi tentang kemampuan mikrobak konsorsium/ kultur campuran mikroba
untuk mendegradasi hidrokarbon dari produk minyak bumi atau limbah, seperti lumpur minyak bumi
(Petroleum Sludge) (Rahman et al 2003; Vasudevan dan Rajaram 2001), minyak pelumas (Wongsa et al. 2004),
atau minyak turbin (Ito et al. 2008) telah menjadi minat khusus.
Dan yang menariknya, selama ini belum ada yang penelitian yang mengambil bakteri konsorsium/ kultur
campuran mikroba untuk mendegradasi hidrokarbon dari organisme/ makhluk hidup. Oleh sebab itu disini
peneliti melakukan memproduksi dengan cara mengisolasi dan membudiadayakan konsorsium mikroba yang
merupakan mikrobia campuran untuk mengambil bakteri konsorsium dari lambung sapi atau dalam bahasa
biologisnya adalah rumen. Karena bakteri yang terdapat didalam lambung (rumen) sapi telah terbiasa hidup
anaerob sehingga dalam aplikasinya bakteri ini dapat melakukan proses biodegradasi anaerob. Proses anaerob
ini secara ekonomis dan prateknya sangat menguntungkan karena tidak perlu terdapat proses aerasi untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dalam proses biodegradasi.
Selain itu, dalam penelitian ini melakukan isolasi bakteri konsorsium dari lumpur minyak bumi (Petroleum
sludge) dengan tujuan untuk membandingkan antara bakteri yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dengan
yang baru dilakukan sehingga dapat disimpulkan bahwa mana bakteri yang baru dilakukan yaitu isolasi bakteri
konsorsium dari lambung (rumen) sapi dapat bersaing dengan bakbteri konsorsium dari lumpur minyak bumi
(Petroleum sludge). Perbandingan disini, dimaksudkan bahwa dari kedua isolasi tersebut dapat menguraikan
limbah fenol sintesis hingga batas mutu yang telah ditentukan dan perbandingan laju kinetika pengurangan fenol
dengan menggunakan kedua bakteri tersebut dalam scala laboratorium.
Dengan kedua isolasi konsorsium mikroba tersebut didapatkan hasil yang mampu menguraikan limbah cair
hidrokarbon terutama fenol yang kita ketahui fenol ini sangat sulit untuk diuraikan hal ini dapat membantu
untuk mewujudkan green city di Indonesia melalui mengolah limbah cair hidrokarbon (fenol) yang sesuai
dengan baku mutu yang telah ditentukan.
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
2. Tinjauan Pustaka
Pada suatu daerah tertentu, limbah hidrokarbon seperti lumpur minyak bumi (petroleum sludge) dan
limbah tekstil juga dapat bersifat rekalsitran. Hal itu dimungkinkan karena organisme perombakan di
lingkungan tersebut, termasuk mikroorganisme, belum pernah berhubungan dengan senyawa minyak bumi
dalam proses evolusinya. Mikroorganisme perombak tidak mampu merombak minyak bumi tersebut karena
tidak memiliki enzim yang diperlukan. (Nugroho, 2006)
Susunan senyawa kompleks, seperti minyak bumi dan tekstil menyebabkan suatu spesies tunggal
mikroorganisme tidak dapat mendegradasi keseluruhan komponen penyusun minyak bumi tersebut, karena
setiap spesies bakteri membutuhkn substrat yang spesifik. Beberapa bakteri yang berinteraksi saling
menguntungkan dalam bentuk konsorsium sangat berperan selama berlangsungnya proses penguraian minyak
bumi. (Nugroho, 2006)
Bakteri dalam aktivitasnya hidup memerlukan molekul karbon sebagai salah satu sumber nutrisi dan
energy untuk melakukan metabolisme dan perkembangbiakannya sedangkan senyawa non hidrokarbon
merupakan nutrisi pelengkap yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Dari uraian diatas, Atlas dan Bartha
menyebutkan bahwa bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi senyawa hidrokarbon untuk keperluan
mendegradasi senyawa hidrokarbon untuk keperluan metabolisme dan perkembangbiakannya disebut kelompok
bakteri hidrokarbonoklasitik. (Nugroho, 2006)
2.4. 1. Jenis-Jenis Bakteri Konsorsium
Secara umum bakteri konsorsium yang didapatkan dari beberapa jurnal dari beberpa kultur
merupakan kumpulan dari lima jenis bakteri yaitu Bacilius sp, Pseudomonas sp, Arthrobacter sp, Aeromonas
sp dan Bakteri Acinetobacter sp. (Patra, 2012)
2.4.1. 1. Bacilius sp
Bakteri yang tergolong dalam genus Bacillus adalah bakteri gram positif, berbentuk batang dan dapat
membentuk spora pada kondisi ekstrim. Bakteri ini merupakan bakteri yang memiliki kemampuan adaptasi
yang tinggi pada lingkungan tempat tinggalnya. Bakteri ini mampu menggunakan berbagai macam senyawa
seperti gula, asam amino dan komponen organik sebagai sumber makanan. Berdasarkan kemampuannya
tersebut, Bacillus digunakan dalam mendegradasi senyawa kontaminan organik seperti styrene,
trinitrotoluene, PAHs, serta senyawa organik lainnya. Bacillus yang umum digunakan dalam degradasi
hidrokarbon antara lain adalah Bacillus substilis, Bacillus cereus dan Bacillus pumilis (Sarbini, 2012).
Secara umum, bakteri dari genus Bacillus merupakan mesofil dengan temperatur optimum diantara 30 –
45oC dan dapat tumbuh pada jangkauan pH 2 – 11. (Patra, 2012)
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek
(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 µm dan panjang 3-5 µm. Merupakan bakteri
gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya
5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3- 9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak
bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satusatunya sumber karbon untuk
menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak
hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus
subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
2.4.1. 2. Pseudomonas sp
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 µm. Bakteri ini merupakan
organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau beberapa flagella yang terdapat pada bagian
polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen
berfungsi sebagai terminal elektron aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan spesies ini tidak bisa
hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif
atau positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai sumber energi.
Bakteri Pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi hidrokarbon antara lain Pseudomonas
aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas diminuta. Salah satu faktor yang sering membatasi
kemampuan bakteri Pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang
rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri
Pseudomonas yaitu:
a) Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk
pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan
oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian
hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber
reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.
b) Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron
secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan
xy
dalam plasmid atau kromosom oleh gen
E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate
atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa
ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat
masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
Pseudomonas sp merupakan salah salah bakteri gram negatif berbentuk batang yang paling sering
ditemukan. Bakteri ini adalah jenis bakteri strict aerobic yang umumnya termasuk bakteri mesophilic.
Pseudomonas sp dapat ditemukan di tanah, air, tanaman, dan juga lingkungan domestik tempat tinggal
manusia seperti kolam renang, dsb. Spesies Pseudomonas mempunyai kemampuan untuk memecah
sejumlah senyawa kimia seperti senyawa hidrokarbon alifatik dan aromatik, asam lemak, insektisida dan
polutan lingkungan lainnya. Hal ini membuat mereka berguna sebagai agen biodegradasi (Poornima, et.al.,
2010).
2.4.1. 3. Arthrobacter sp
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 – 1,2 x 1 – 8
µm. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1 µm.
Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak
sama sekali asam dan gas yang berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur
optimum 25 – 30oC.
Arthrobacter sp adalah genus umum dari bakteri yang terdapat dalam tanah. Karakterisnya antara
lain yaitu gram-positif dan obligat aerob. Seperti banyak jenis bakteri di tanah lainnya, bakteri ini
memproduksi banyak jenis enzim yang berbeda sehingga dapat tumbuh pada berbagai jenis substrat yang
ada. Selnya dapat cukup tahan terhadap kondisi kurangnya substrat. Bakteri ini memiliki sifat
pleomorphism (berbagai macam bentuk pada fasa pertumbuhan yang berbeda) and variasi gram (gram
positif atau negatif) walauapun secara genetis taksonominya bercabang dari bakteri gram positif filum
Actinobacteria. Siklus pertumbuhannya ditandai oleh 2 tahap yang berbeda. Ketika kultur masih muda, sel
akan berbentuk batangan ramping dan tergolong gram negatif. Setelah 1-2 hari bentu beberapa batang yang
saling berdempetan dapat terlihat dan setelah 30 jam, bentuk dan jenis sel akan berubah menjadi bulat gram
positif. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. (Patra, 2012)
2.4.1. 4. Aeromonas sp
Aeromonas sp merupakan bakteri gram negatif, tidak dapat membuat spora, dan bersifat fakultatif
anaerob yang dapat memfermentasi glukosa menjadi asam.Bakteri ini merupakan bakteri berbentuk batang
(1–3.5 µm) kemoorganotropik dengan temperatur pertumbuhan 4-45 oC dan temperatur optimal
pertumbuhannya 30 oC. (Patra, 2012)
Genus bakteri ini dibedakan menjadi dua grup. Grup psychrophilic nonmotile aeromonas terdiri dari
hanya satu spesies yaitu A. salmonicida, yang merupakan jenis bakteri patogen terhadap ikan. Grup lainnya
yaitu grup mesophilic motile (flagela polar tunggal) aeromonas yang dianggap cukup memiliki potensi
bahaya untuk manusia yang cukup besar dan terdiri dari beberapa spesies yaitu spesies A. hydrophila, A.
caviae, A. veronii subsp. sobria, A. jandaei, A.veronii subsp. veroniidanA. schubertii. Bakteri jenis ini
terdapat secara alami di air, tanah dan makanan terutama daging, ikan dan susu (Naharro, et.al., 2010).
2.4.1. 5. Acinetobacter sp
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 µm dan panjang 1,5- 2,5 µm. Berbentuk
bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya
adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen
sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh
optimum pada suhu 33-350C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan
untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang
tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen,
akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang
bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan
sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
Genus Acinetobacter merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari bakteri yang ditemukan di
air, tanah, organisme hidup, dan bahkan pada kulit manusia. Klasifikasi bakteri gram-negatif ke dalam
genus Acinetobacter dapat dilakukan berdasarkan beberapa karakteristik berikut: merupakan oksidasenegatif, katalase-positif, bersifat aerob serta mempunyai metabolisme respirasi; mereka tidak bergerak
dengan flagel, tidak berbentuk spora dan muncul sebagai cocci di bawah mikroskop pada fase stasioner atau
short bacilli, dan sering berpasangan atau berkumpul dalam rantai yang panjang (Seifert & Dijkshoorn,
2008).
Karakteristik penting lainnya yang perlu diperhatikan dari sejumlah strain genus Acinetobacter
adalah bahwa mereka memiliki kemampuan menggunakan berbagai jenis senyawa sebagai sumber karbon
dan energi, dan dapat tumbuh pada media yang relatif sederhana. Metabolisme yang kuat ini
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
memberikannya kapasitas yang besar untuk proses adapatasi, yang menjelaskan kenapa bakteri ini
ditemukan pada berbagai jenis lingkungan seperti sepupunya dari genus Pseudomonas. Untuk alasan ini,
pertumbuhan mereka menjadi menarik karena kemungkinan aplikasi bioteknologi dan lingkungan seperti
bioremediasi (Abdel-El-Haleem, 2003).
2.4. 2. Bakteri Konsorsium di lumpur minyak bumi (petroleum sdulge)
Dalam studi literatur, kapasitas degradasi terisolasi strain bakteri terbukti melalui pertumbuhan pada
substrat hidrokarbon individual maupun melalui tingkat yang dicapai degradasi TPH dan tertentu fraksi
hidrokarbon. Sampel lumpur minyak bumi (Petroleum Sludge) dari yang strain diisolasi merupakan sangat
tidak menguntungkan lingkungan karena kurangnya kelembaban, konsentrasi tinggi hidrofobik substrat dan
kehadiran logam berat.
Keuntungan penggunaan kultur campuran adalah kapasitas degradasi yang lebih luas, efek sinergis
dan co-metabolisme (Rahman et.al., 2003;. Mishra et.al., 2001). Juga, anggota konsorsium harus disukai
milik kelompok taksonomi yang berbeda karena mereka telah, mengembangkan adaptasi dan kelangsungan
hidup yang berbeda mekanisme.
Selain genera; bakteri dari mana strain dalam penelitian ini diisolasi, penulis lain menyebutkan
anggota konsorsium, Acinetobacter dan Rhodococcus strain (Arvanitis et.al., 2008; Ward et.al., 2003),
efisien dalam degradasi hidrokarbon minyak bumi. Sebuah kombinasi yang efisien adalah salah satu yang
berkembang pesat strain (Pseudomonas) dengan strain tumbuh lambat (Rhodococcus). Anggota konsorsium
harus memiliki respon fisiologis yang berbeda untuk hidrokarbon, dengan demikian, Pseudomonas tumbuh
dengan cepat dalam fase air, sementara Rhodoccocus tumbuh lebih lambat dan dalam hubungannya dengan
minyak (Ward et.al., 2003), Dan karena itu, mengingat peran dalam tanah, di setidaknya satu kultur harus
Actinobacteria.
Spesies Micromonospora tersebar luas di berbagai habitat: di tanah, sedimen dan lingkungan
perairan. Mereka memiliki fleksibilitas metabolisme yang luar biasa, dan spora mereka sangat tahan terhadap
stres pengeringan. Meskipun Micromonospora bukan merupakan salah satu genera yang biasanya disebutkan
antara mikroorganisme yang memecah hidrokarbon, dalam studi literatur, mereka didokumentasikan dengan
baik sebagai lignoselulosa yang efisien (Kausar et.al., 2011), pestisida (Fuentes et.al., 2010) dan hidrokarbon
degraders (Arafa 2003).
Kehadiran Bacillus sering terjadi pada sampel dengan konsentrasi tinggi hidrokarbon (30-40 %), dan
kelangsungan hidup mereka diduga disebabkan oleh endospora tahan (Ijah dan Antai 2003). Meskipun
demikian, kapasitas yang telah terbukti meliputi pertumbuhan pada individu hidrokarbon alifatik dan aromatik
(Verma et al 2006; Ghazali et al 2004), degradasi minyak mentah (Ijah dan Antai 2003) serta lumpur
berminyak, dimana selama degradasi tertentu Bacillus strain melebihi kapasitas strain Pseudomonas dan
Acinetobacter (Verma et.al., 2006).
Mikroorganisme dalam kultur campuran mungkin memiliki hubungan yang berbeda dengan substrat
hidrokarbon seperti (a) interaksi langsung dengan hidrokarbon larut, (b) asimilasi tersebar (emulsi)
hidrokarbon dan (c) lampiran drop hidrokarbon dengan permukaan sel hidrofobik. Surfaktan tidak hanya
meningkatkan bioavailabilitas hidrokarbon oleh emulsifikasi tetapi juga dengan mengubah permukaan sel dan
dengan demikian, meningkatkan afinitas sel untuk hidrokarbon (Verma et.al., 2006)
Surfaktan kimia memiliki dampak yang berbeda terhadap pertumbuhan kultur campuran dan
degradasi TPH tergantung pada spesies, muatan listrik, HLB (hidrofilik-lipofilik balance), CMC (konsentrasi
misel kritis) nilai, di mana dampak ini mungkin simulatif, tanpa efek, atau penghambatan . Berdasarkan data
yang tersedia dalam petunjuk pabrik dan publikasi, BioSolve baik merangsang pertumbuhan dan
meningkatkan degradasi hidrokarbon, yang telah dikonfirmasi dalam artikel ini. (Gojgle-Cvijovic, et.al.,
2012).
Jurnal tersebut telah menetapkan bahwa surfaktan kimia di lumpur minyak bumi (petroleum sdulge)
dan sampel S (Polutan Soil) memiliki efek pada laju degradasi, sedangkan dalam sampel S juga
mempengaruhi ketersediaan mengingat komposisi mineralogi. (Gojgle-Cvijovic, et.al., 2012)
Perlu dicatat bahwa karena biodegradasi, yang Biosurfaktan adalah solusi terbaik bagi lingkungan.
Namun, pertanyaannya adalah apakah kultur dalam konsorsium mikroba dapat menghasilkan jumlah yang
cukup surfaktan disitu. Sebuah mikroorganisme menghasilkan surfaktan hanya dalam lingkungan dari selnya,
dan hyperproduction akan mengambil kondisi khusus (Gojgle-Cvijovic, et.al., 2012).
Perlu ditambahkan bahwa percobaan dengan bakteri, anggota konsorsium, tidak menunjukkan
produksi yang signifikan dari Biosurfaktan pada medium mineral ditambah dengan minyak disel 2% (diukur
melalui perubahan tegangan permukaan dengan stalagmometer a), yang tidak mengecualikan kemampuan
emulsifikasi atau efek lain yang mungkin ada, meskipun mereka tentu tidak hadir sampai batas yang cukup.
(Gojgle-Cvijovic, et.al., 2012)
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
2.4. 3. Bakteri Konsorsium di Lambung (Rumen) Sapi
Rumen adalah struktur sistem pencernaan seperti lambung hewan tertentu yang ditandai sebagai
ruang pra-pencernaan bagi simbosis mikroorganisme hidup kristis untuk memulai pepecahan makanan
khususnya hewan. Biasanya hewan yang memiliki anatomi perut seperti ini disebut ruminansia. Dan sebagian
besar adalah hewan herbivora yang membutuhkan pasokan makanan karbohidrat dari tanaman yang sulit
dicerna. Rumen juga banyak diketahui tentang berbagai organisme yang berada dalam rumen dan peran kimia
dalam proses pencernaan, sebahian karena banyak hewan ruminansia seperti sapi dan domba adalah ternak
komersial yang penting dibanyak bagian dunia. (Sridianti, 2014)
Gambar 2.1. Gambar Lambung sapi
Sumber: Sridianti, 2014
Rumen dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak dan sumber mikrobia karena mengandung
karbohidrat, serat kasar, dan protein kasar. Adanya protein menunjukan adanya mikrobia dalam rumen dan
berpotensi untuk memperbaiki kualitas pakan. (Sridianti, 2014)
Cairan rumen merupakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan mikrobia, di duga 10% bobot cairan
rumen terdiri atas protoplasma mikrobia. Mikroba rumen kehidupannya di pengaruhi oleh keadaan sekitarnya.
Suhu rumen berkisar antara 39-400 C dengan PH 5,5 – 7 memberikan kehidupan optimal bagi mikroba dalam
rumen. (Sridianti, 2014)
Dalam penelitian ini mengusulkan untuk memilik konsorsium mikroba yang memiliki konsorsium
biologi sederhana dan pameran fungsi target kultur campuran, tanpa mengisolasi galur murni. Pendekatan yang
diusulkan relatif sederhana dan mudah diimplementasikan. Sebuah kultur campuran asli mengandung banyak
strain, budidaya atau berbudaya, adalah serial diencerkan, dan masing-masing sampel diencerkan diuji untuk
fungsi target dalam degradasi fenol Analisis struktur mikroba dan jalur reaksi dimasukkan menggunakan
konsorsium mikroba fungsional yang diperoleh dapat lebih mudah untuk menerapkan daripada budaya asli.
Mengisolasi strain murni kemudian pencampuran mereka untuk membentuk konsorsium bisa sangat
menyesatkan karena mungkin kehilangan regangan kunci. (wang, dkk, 2010)
Biodegradasi digunakan untuk mendeskripsikan mineralisasi sempurna dari senyawa awal ke senyawa
sederhana seperti CO2, H2O, NO3 dan komponen inorganik lainnya. Definisi diatas digunakan untuk
mengGambarkan bahwa tidak ada senyawa organik natural yang benar-benar tahan terhadap biodegradasi pada
kondisi yang sesuai. Hal ini juga dikenal sebagai prinsip dari microbial infallibility (Nair, et.al., 2008).
Saat ini, biodegradasi sudah banyak digunakan sebagai salah satu metode pengolahan limbah yang
ramah lingkungan. Proses biodegradasi dapat diaplikasikan ke berbagai macam jenis polutan dan bahan kimia.
Parafinik atau fraksi alifatik merupakan fraksi yang paling mudah didegradasi oleh mikroba, sedangkan fraksi
naftenik dan aromatik dengan berat molekul lebih tinggi lebih sulit didegradasi. Diantara berbagai macam
polutan kimia yang ada sekarang ini, keberadaan senyawa aromatik di lingkungan sangat diperhatikan karena
senyawa ini relatif stabil diakibatkan oleh keberadaan cincin benzen dan karena itu terus ada dan terakumulasi
di lingkungan (Cao, et.al., 2009).
Proses Biodegradasi Secara Umum
Terdapat dua jenis proses biodegradasi yang ada yaitu aerobik dan anaerobik. Walaupun keduanya
dapat digunakan untuk mendegradasi senyawa polutan berbahaya, umumnya proses biodegradasi secara
aerobik lebih dipilih karena
1) Prosesnya lebih cepak
2) Introduksi awal oksigen ke hidrokarbon polutan melalui hidrasi pada proses anarobik merupakan
proses yang secara termodinamis tidak menguntungkan. Hal ini mengakibatkan katabolisme aerobik
polutan lebih memungkinkan pada biosphere
(Cao, et.al., 2009).
Pada proses biodegradasi, senyawa yang akan didegradasi dapat menjadi donor elektron atau akseptor
elektron; tergantung pada tahap oksidasi dari polutan. Oksigen merupakan akseptor elektron yang umum
untuk respirasi bakteri. Pada proses biodegradasi aerobik, okesigen memainkan dua peran yang penting, yaitu
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
(1) sebagai akseptor elektron untuk polutan, dan (2) terlibat dalam aktivasi substrat melalui reaksi oksigenasi
(Cao, et.al., 2009).
Prinsip utama untuk biodegradasi secara aerobik secara umum adalah sebagai berikut; ilustrasi dapat
dilihat pada Gambar 2.13.
1) Proses metabolisme untuk optimasi kontak diantara sel mikroba dengan polutan organik. Senyawa
kimia tersebut harus dapat diakses oleh organisme agen biodegradasi. Sebagai contoh, biodegradasi
polutan yang tidak larut sepenuhnya dalam air memerlukan produksi dari biosurfaktan.
2) Penyerangan intraseluler awal dari polutan organik merupakan proses oksidatif yang menggunakan
oksigen untuk aktivasinya. Reaksi yang dikatalis oleh enzim oxygenases dan peroxidases ini berperan
sebagai reaksi kunci untuk proses selanjutnya.
3) Jalur degradasi kemudian akan mengkonversi polutan organik setahap demi setahap menuju senyawa
intermediat dari metabolisme intermediat sentral, misalnya tricarboxylic acid cycle (siklus krebs)
dimana senyawa intermediat akan berperan sebagai substrat metabolisme energi dan building blocks
untuk biosintesis sel biomasa dan pertumbuhan.
4) Biosintesis dari sel biomasa dari metabolit central precursor, misalnya asetil-KoA, suksinat, piruvat.
Gula diperlukan untuk berbagai macam biosintesis. Gula yang diperlukan untuk berbagai macam
biosintesis; terutama untuk biosintesis dinding sel bakteri; dan pertumbuhan umumnya disintesis
dengan gluconeogenesis.
Gambar 2. 1. Prinsip utama dari biodegradasi aerobik dari hidrokarbon: proses yang terasosiasi dengan pertumbuhan.
Sumber: (Fritsche & Hofrichter, 2008)
Faktor – Faktor yang mempengaruhu Biodegradasi
Biodegradasi material melibatkan 3 (tiga) proses utama, yaitu pendekatan awal (initial proximity),
akses fisik terhadap substrat (adsorpsi), serta sekresi enzim ekstraseluler untuk mendegradasi substrat atau
pengambilan melalui sistem transpor yang diikuti dengan metabolisme intraseluler. Efisiensi biodegradasi
senyawa organik dipengaruhi oleh tipe polutan organik, sifat organisme, enzim yang terlibat, mekanisme
degradasi, serta sifat faktor yang mempengaruhi. Beberapa faktor eksternal dapat membatasi laju biodegradasi
senyawa organik. Faktor ini termasuk temperatur, pH, kandungan oksigen dan ketersediannya, konsentrasi
substrat, serta sifat fisik kontaminan. Diantara faktor-faktor yang disebutkan diatas optimasi dari konsentrasi
subtrat (polutan) menjadi salah satu faktor terpenting yang harus dilakukan mengingat substrat dapat
menginhibisi pertumbuhan organisme pada konsentrasi yang tinggi (Nair, et.al., 2008). Keberhasilan proses
biodegradasi terutama ditentukan oleh aktivitas enzim. Untuk itu perlu dicari mikroorganisme yang berpotensi
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon, kemudian aktivitasnya dioptimasikan dengan pengaturan
kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai.
3. Eksperimental
2.1. Alat Penelitian. Alat yang yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu elenmeyer, beaker glass, gelas
ukur, tabung raksi, kaca arloji, spatula, pinset, tabung reaksi, jarum ose, bunsen, pipet tetes, alu,unium foil, kasa,
kapas, cawan petri, preparat, dan botol sampel.
2.2. Bahan Penelitian. Bahan yang yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu lumpur minyak bumi
(petroleum sludge), lambung (rumen) sapi, larutan Na2HPO4, larutan KH2PO4, larutan NH4Cl, larutan NaCl,
padatan Fenol, nutrient broth, nutrien agar, yeast extract, darah, kristal Violet, larutan iodin, alkohol 95%,
aseton (3:1), NH4OH pekat, aquadest, larutan 4 aminoantipirin, larutan K3Fe(CN)6, dan karaginan.
2.3. Diagram Alir Penelitian
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Analisis Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan untuk isolasi dan produksi bakteri konsorsium yaitu lambung (rumen)
sapi. Bahan ini digunakan karena didalam lambung sapi diduga banyak sekali karbohidrat dan protein. Dari
kedua substrat tersebut dapat digunakan bakteri untuk sintesis selnya sehingga terdapat kultur mikroorganisme
didalam lambung (rumen) sapi tersebut. Hal ini disesuaikan dengan literatur yang mengatakan bahwa mikroba
memerlukan substrat karbohidrat dan protein untuk sintesis selnya. (waksman, 1957). Selain itu, bakteri didalam
lambung (rumen) sapi telah terbiasa dalam keadaan anaerob sehingga dalam proses biodegradasi dapat
menjalankan proses biodegradasi anaerob. Proses biodegradasi secara anaerob memiliki keuntungan ekonomis
karena pada proses ini tidak bergantung kepada oksigen sehingga tidak memerlukan proses aerasi sehingga
dapat mengurangi biaya produksi.
Sedangkan perbandingannya menggunakan bakteri konsorsium yang diisolasi dari lumpur minyak bumi
(petroleum sludge), hal ini disebabkan karena bakteri konsorsium ini telah terbiasa hidup dan metabolisme
dengan kandungan hidrokarbon (fenol) sehingga dapat dengan mudah untuk menguraikan fenol tersebut dan
digunakan sebagai bahan makanannya untuk bertahan hidup.
Kosentrasi fenol yang digunakan adalah 12 ppm, 24 ppm, 48 ppm, 72 ppm dan 120 ppm, hal ini
dikarenakan selain ingin mengetahui sebatas mana kemampuan bakteri konsorsium tersebut mampu untuk
menguraikan kandungan fenol dalam waktu tertentu tetapi produksi bakteri konsorsium ini akan digunakan
untuk peneliti selanjutnya yang akan menggunakannya dalam proses foto-biodegradasi limbah tekstil skala pilot.
Limbah tekstil itu sendiri memiliki kandungan fenol sebesar 100-150 ppm sehingga dalam penelitian ini
menggunakan kosentrasi 120 ppm untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk mendegradasi senyawa fenol
pada limbah tekstil.
4.2. Isolasi Bakteri
Tujuan utama isolasi bakteri dalam penelitian ini yaitu untuk memisahkan atau memindahkan mikroba
tertentu dari lingkungan sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni yang akan digunakan dalam proses
selanjutnya.
Pada hasil isolasi bakteri dari lambung (rumen) sapi maupun pada lumpur minyak bumi (petroleum sludge)
didapatkan adanya bakteri yang dapat terlihat pada Gambar 3.1, Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 dibawah ini. Hal
ini disesuaikan dengan literatur yang literatur yang mengatakan bahwa adanya guratan-guratan yang bersifat
batangan yang timbul atau terdapat pula yang tumbuh sendiri (Buckle,1998).
Gambar 4. 1. Hasil Isolasi dari Lambung (rumen) sapi
Gambar 4. 2. Hasil Isolasi dari Lumpur Minyak Bumi (Petroleum Sludge) menggunakan media cair yeast extract
Gambar 4. 3. Hasil Isolasi dari Lumpur Minyak Bumi (Petroleum Sludge) menggunakan media cair nutrien broth dan darah
4.3. Analisis Identifikasi Bakteri
Analisis Identifikasi Bakteri disini hanya melakukan dengan cara pewarnaan gram pada setiap sampel
dengan 3 kali sampleing dan didapatkan hasil yang tertera pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 sebagai berikut ini.
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
Tabel. 4.1. Hasil Identifikasi Bakteri dari Rumen Sapi.
Lambung (Rumen) Sapi
Yeast Extract
Nutrient Broth
Darah
Gram Positif, batang, A
20 %
25 %
45 %
Gram Positif, batang yang tidak beraturan, B
20 %
20 %
20 %
Gram Negatif, batang A
20 %
15 %
-
Gram Positif, bola, C
20 %
15 %
-
Gram Negatif, bola, B
20 %
25 %
35 %
Tabel 4.2. Hasil Identifikasi Bakteri dari Lumpur Minyak Bumi (Petroleum sdulge)
Lumpur Minyak Bumi (Petroleum Sdulge)
Yeast Extract
Nutrient Broth
Darah
Gram Positif, batang, A
20 %
25%
Gram Positif, batang yang tidak beraturan, B
20 %
20 %
-
Gram Negatif, batang A
20 %
15 %
-
Gram Positif, bola, C
20 %
15 %
-
Gram Negatif, bola, B
20 %
25 %
55%
45%
Dari Tabel 4.1. dan tabel 4.2. diatas, ditulis untuk penamaan bakteri A, B, dan C dikarenakan ukuran A
< ukuran B < ukuran C hal ini dimungkinkan bahwa dalam disetiap bakteri dalam setiap gram atau
pengelompokan memiliki ukuran yang berbeda-beda dalam setiap identitasnya. Hal ini disesuaikan literaturan
dari buku bergey’s manual of determinative bacteriology.
Dari Tabel diatas terlihat hanya beberapa bakteri saja yang mampu bertahan pada media darah. Yang
paling banyak diduga bakteri ini merupakan bakteri dari bacilus sp karena bakteri ini mampu hidup di segala
media. Hal ini dikuatkan dengan literatur yang mengatakan bahwa Bakteri yang tergolong dalam genus Bacillus
sp. adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang pendek dengan lebar = 1 – 1,2 µm dan diameter 3,5 µm,
berbentuk batang dan dapat membentuk spora pada kondisi ekstrim. Bakteri ini merupakan bakteri yang
memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi pada lingkungan tempat tinggalnya. Bakteri ini mampu
menggunakan berbagai macam senyawa seperti gula, asam amino dan komponen organik sebagai sumber
makanan. Berdasarkan kemampuannya tersebut, Bacillus digunakan dalam mendegradasi senyawa kontaminan
organik seperti styrene, trinitrotoluene, PAHs, serta senyawa organik lainnya. Hal ini juga disesuaikan dengan
literatur dari buku bergey’s manual of determinative bacteriology.
Hal ini disebabkan karena pada yeast extract lebih banyak mengandung nutrisi imana didalam nutrisi
tersebut sudah termasuk kedalamnya adalah nutrient broth dan darah sedangkan pada darah tidak mengandung
nutrisi yang selengkap yang terdapat pada yeast extract oleh sebab itu pada media darah tidak semua bakteri
bisa tumbuh dengan “nyaman”.
4.4. Uji Pertumbuhan Bakteri
Hasil uji pertumbuhan bakteri dari kedua sumber ini dapat dilihat pada grafik 3.1, 3.2 dan 3.3 dibawah ini
Pertumbuhan Bakteri 1 0.8 12 ppm 0.6 24 ppm 48 ppm 0.4 72 ppm 0.2 120 ppm 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 waktu (jam) Grafik 4. 1. Hasil Uji Pertumbuhan bakteri dari rumen sapi.
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
12 ppm 0.3 24 ppm Pertumbuhan Bakteri 0.35 48 ppm 0.25 0.2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 waktu (jam) Pertumbuhan Bakteri Grafik 3. 2. Hasil Uji Pertumbuhan bakteri dari rumen sapi.
0.62 0.55 12 ppm 0.48 24 ppm 0.41 48 ppm 0.34 72 ppm 0.27 120 ppm 0.2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 waktu (jam) Grafik 4. 3. Hasil Uji Pertumbuhan Bakteri Dari Lumpur Minyak Bumi (Petroleum Sludge)
Dari Grafik 4.2 dan 4.3 terlihat bahwa pertumbuhan bakteri dari rumen sapi pada media fenol
12 ppm, 24 ppm dan 48 ppm dan pertumbuhan bakteri dari lumpur minyak bumi (petroleum sludge)
pada media fenol 12 ppm, 24 ppm, 48 ppm, 72 ppm dan 120 ppm yang mula-mula bertambah yang
menandakan adanya pertumbuhan bakteri kemudian Grafik bakteri tersebut stabil yang menandakan
bahwa pertumbuhan bakteri tersebut berada dalam fase eksponesial dan kemudian Grafik menurun
itu menandakan bahwa bakteri retardation phase. Hal ini sesuai dengan fase pertumbuhan bakteri
yang dirangkum pada Gambar 3.4 dibawah ini yang dimana Pada tahap pertama, bakteri berada pada
tahap lag phase dimana bakteri umumnya sedang beradaptasi dengan keadaan sekitar. Tahap kedua
yaitu fase akselerasi dimana bakteri sudah dapat beradaptasi dengan sekitar dan bertumbuh dengan
cepat ditandai dengan pertambahan pada laju pertumbuhannya. Tahap ketiga yaitu fasa eksponensial
yang ditandai dengan pertumbuhan bakteri dengan laju yang sama. Tahap ke-empat yaitu
retardation phase yang ditandai dengan penurunan pada laju pertumbuhan. Tahap kelima yaitu fase
stasioner yang ditandai dengan tidak adanya laju pertumbuhan dan jumlah bakteri konstan. Kemudian fase
kematian merupakan fasa terakhir yang ditandai dengan laju pertumbuhan negatif. (Schlegal.1994)
Gambar 4. 4. Jenis-jenis fasa pada pertumbuhan bakteri
Sumber: (Schlegel.1994)
Namun dari Grafik 4.1 terlihat bahwa pertumbuhan bakteri pada media fenol 72 ppm dan 120 ppm
bahwa kondisi tidak stabil dan sesuai dengan Model yang menjelaskan mengenai pertumbuhan bakteri. Hal ini
dikarenakan faktor-faktor pertumbuhan bakteri seperti konsentrasi substrat, pH, dan tingkat nutrisi dapat
mempengaruhi utilisasi substrat, sintesis protein, dan mengubah sintesis sitoplasma dan memodifikasi
pelepasan intermediet (Lakhsmi & Velan, 2011). Untuk biodegradasi sempurna, perlu diperhatikan desain
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
proses yang optimal. Pemilihan parameter fisika kimia penting untuk kulturisasi bakteri yang sesuai. Oleh
karena itu, kondisi operasi harus ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan proses biodegradasi yang baik.
Selain itu, model-model kinetik digunakan pada data pertumbuhan percobaan untuk meilhat pengaruh substrat
terhadap pertumbuhan biomasanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Brigmon dan O'Brien, A (2004) yang
menggunakan salinitas (10% NaCl) sebagai salah satu faktor penghambat pertumbuhan mikroorganisme pada
suhu rendah. Edward (1990) juga menyatakan bahwa faktor penghambat pertumbuhan mikroorganisme antara
lain kondisi ekstrem asam atau basa, temperatur, dan konsentrasi garam.
Kosentrasi Fenol (ppm) 4.5. Uji Biodegradasi
Setelah melakukan pengujian dalam biodegradasi fenol dalam beberapa kosentrasi dari Rumen Sapi dan
sludge minyak bumi dengan menggunakan bakteri konsorsium yang diisolasi dari rumen, hasil yang didapatkan
dapat dilihat pada Grafik 3.4 dan Grafik 3.5. dibawah ini.
70.00 12 ppm 63.00 24 ppm 56.00 49.00 48 ppm 42.00 35.00 72 ppm 28.00 120 ppm 21.00 14.00 7.00 0.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 waktu (jam) kosentrasi fenol (ppm) Grafik 3. 4. Hasil Pengujian Biodegradasi dengan menggunakan bakteri dari rumen sapi.
32.00 28.00 24.00 20.00 16.00 12.00 8.00 4.00 0.00 12 ppm 24 ppm 48 ppm 72 ppm 120 ppm 0 2 4 6 8 10 12 14 16 waktu (jam) Grafik 3. 5. Hasil Pengujian Biodegradasi dengan menggunakan bakteri dari rumen sapi.
Dari Grafik 4.5 terlihat bahwa semakin lama degradasi semakin berkurang kandungan fenol hal ini terjadi
karena fenol tersebut diurai oleh bakteri tersebut menjadi mineralisasi sepeti CO2 dan H2O namun hingga waktu
tertentu terjadi kandungan fenol yang stabil yang artinya tidak mengalami pengurangan kosentrasi. Hal ini
disebabkan bakteri tersebut telah mampu memanfaatkan fenol sebagai sumber karbon dalam melipat gandakan
kepadatan sel dalam media uji tersebut hal ini menyebabkan terjadi bakteri mengalami fase pertumbuhan dan
fenol mengalami penuraian hingga retardation phase yang menyebabkan fenol berhenti mengalami
pengurangan dan tidak terdegradasi semuanya. (Komarawidjaja, 2009)
Pada Grafik diatas juga terlihat jelas bahwa semakin besar kosentrasi fenol maka semakin sulit mengalami
pengurangan hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bakwa Pada umumnya semakin tinggi salinitas
dan konsentrasi TPH maka akan semakin sedikit biomassa sel yang dihasilkan dan semakin rendah persentase
degradasi yang terjadi, begitu pula sebaliknya. (Nugroho, 2007)
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
4.6. Analisis Kinetika
Hasil kinetika yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1. dibawah ini.
Tabel 3. 1. Hasil Pengujian Kinetika
Lambung (Rumen) Sapi
Lumpur
Minyak
(Petroleum Sdulge)
Orde
Ks
Orde
Ks
12
1
0,174
1
0,212
24
1
1,125
0
1,029
48
0
1,527
0
1,260
72
2
0,016
0
1,738
120
1
0,116
0
2,195
Cs
Bumi
4.7. Hasil Produksi
4.7.1. Imobilisasi Bakteri
Setelah melakukan imobilisasi bakteri konsorsium yang diisolasi dari lambung (rumen) sapi didapatkan
bakteri seperti Gambar 4.7 berikut ini:
Gambar 3. 5. Hasil Imobilisasi Bakteri
Dengan hasil diperoleh dalam 1 kali batch sesuai prosedur didapatkan bakteri yang telah diimobilisasi
sekitar 50 gram dalam bentuk butiran-butiran yang sesuai dengan Gambar 4.8. Hanya saja dalam penelitian
kesulitan dalam meneteskan karaginaan yang telah dicampurkan dengan bakteri konsorsium yang telah
diinkubasi dalam media cair. Hal ini disebabkan dengan karaginaan yang mudah untuk berubah wujud dari cair
ke wujud padat.
4.7.2. Hasil Produksi Bakteri Konsorsium dari Lambung (Rumen) Sapi
Setelah melakukan produksi bakteri konsorsium yang diisolasi dari lambung (rumen) sapi didapatkan bakteri
seperti Gambar 3.6 berikut ini:
Gambar 3. 6. Hasil Produksi Bakteri Konsorsium dari Lambung (Rumen) Sapi
Dengan hasil diperoleh dalam 1 kali batch sesuai prosedur didapatkan bakteri yang telah dipindahkan pada
media cair sekitar 1,5 liter dalam bentuk cair yang sesuai dengan Gambar 3.6. Hanya saja dalam penelitian
kesulitan dalam ketersediaan alat sehingga dalam memproduksi bakteri ini sebatas ketersediaan alat saja.
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
5. Kesimpulan
Hasil dari isolasi didapatkan bahwa terdapatnya bakteri yang tergolong dari bakteri yang berasal dari gram
positif dan ada pula banyak yang berasal dari gram negatif.
Dari hasil identifikasi bakteri dihasilkan bahwa pada lambung (rumen) sapi terdapat gram positif yang
berbentuk batang, berbentuk batang yang tidak beraturan dan bebentuk bola juga yang tergolong gram negatif
yang berbentuk batang dan bola. Hasil ini diperoleh hampir sama dengan hasil dari bakteri yang diisolasi dari
lumpur minyak bumi (petroleum oil).
Hasil dari isolasi bateri dari variasi media yaitu pada isolat dari Lambung (rumen) sapi terdapat banyak
bakteri dari gram positif berbentuk batang sebanyak 20%, begitu pula pada bakteri yang tergolong gram positif
bebentuk batang yang tidak beraturan, gram positif berbentuk bola, gram negatif berbentuk batang dan gram
positif berbentuk bola pada media yeast extract dengan komposisisi yang sama sedangkan pada mediun nutrient
broth terdapat semua bakteri yang pada yeast extract hanya saja tidak sebanyak yang ada pada yeast extract
sedangkan pada darah hanya terdapat banyak dari diduga genus bacillus sp sebanyak 45 % dan gram positif
berbentuk bola sebanyak 20% juga sebanyak 35% bakteri termasuk gram negatif gram bola. Begitu pula yaitu
pada isolat dari lumpur minyak bumi (petroleum oil) hasilnya hampir sama dengan hasil dari lambung (rumen)
sapi hanya saja pada media darah hasil yang diperoleh yaitu hanya terdapat banyak dari diduga genus bacillus sp
sebanyak 55% dan sebanyak 45% bakteri termasuk gram negatif gram bola. Hasil perhitungan kinetika biodegradasi didapatkan kesimpulsan seperti tabel 5.1 dibawah ini.
Cs
Tabel 5. 1. Hasil Kinetika Biodegradasi
Lambung (Rumen)
Lumpur Minyak Bumi
Sapi
(Petroleum Sdulge)
Orde
Ks
Orde
Ks
12
1
0,174
1
0,212
24
1
1,125
0
1,029
48
0
1,527
0
1,260
72
2
0,017
0
1,738
120
1
0,116
0
2,196
Isolasi bakteri yang dihasilkan mampu mendegradasi fenol hingga 120 ppm baik dari lambung (rumen) sapi
maupun dari lumpur minyak bumi (petroleum oil).
Hasil produksi bakteri konsorsium dalam media cair sebanyak 1,5 liter dengan 1 batch sedangkan hasil
imobilisasi dalam 1 batch adalah sebanyak 50 gram.
Dari hasil diperoleh dalam 1 kali batch sesuai prosedur didapatkan bakteri yang telah dipindahkan pada
media cair sekitar 1,5 liter dalam bentuk cair.
6.
Daftar Acuan
1. Cao, B., Nagarajan, K., & Loh, K.-C. (2009). Biodegradation of aromatic compounds: current status and
opportunities for biomolecular approaches. Applied Microbiology and Biotechnology, 85: 207-228.
2. Eckenfelder, W. (2000). Industrial Water Pollution Control. China: McGraw-Hill
3. Das N, Chandran P (2011) Microbial degradation of petroleum hydrocarbon contaminants: an overview.
Biotechnol Res Int. doi:10.4061/2011/941810
4. Falachudin R. 2013. Disain Dan Uji Kinerja Fotobioreaktor Untuk Eliminasi Limbah Fenol Skala Pilot. Depok:
Universitas Indonesia.
5. Gojgic-Cvijovic, G.D, et. all. 2012. Biodegradation of Petroleum Sludge and Petroleum Polluted Soil by a
Bacterial Consortium: a Laboratory Study. Springer Science+ Busniss Media B.V (2011)
6. Holt, G. John, etc. 1994. Bergey’s Manual Of DeterminativeBacteriology. USA: Baltimotr, Maryland.
7. Huang G, Yang Y, Zhang L, Liu Y (2009) Effect of Hydraulic Retention Time on the Formation of Soluble
Microbial Products in Aerobic Completely Stirred Tank Reactor. Journal of East China University of Science
and Technology (Natural Science Edition) 35(1):66–70.
8. Ijah UJJ, Antai SP (2003) Removal of Nigerian light crude oil in soil over a 12-month period. Int Biodeterior
Biodegrad 51:93–99
9. Ito H, Hosokawa R, Morikawa M, Okuyama H (2008) A turbine oil-degrading bacterial consortium from soils
of oil fields and its characteristics. Int Biodeterior Biodegrad 61:223–232
10. Jame, S. A., Alam, A. R., Alam, M. K., & Fakhruddin, A. (2008). Isolation and Identification of Fenol and
Monochlorofenols-Degrading Bacteria: Pseudomonas and Aeromonas Species. Bangladesh Journal of
Microbiology, 25, 41-44.
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
11. Kafilzadeh, F., Farhangdoost, M., & Tahery, Y. (2010). Isolation and Identification of Fenol Degrading Bacteria
from Lake Parishan and Their Growth Kinetic Assay. African Journal of BIotechnology, 6721-6726.
12. Kausar H, Sariah M, Mohd Saud H, Zahangir Alam M, Razi Ismail M (2011) Isolation and screening of
potential actinobacteria for rapid composting of rice straw. Biodegradation 22:367–375
13. Koma D, Sakashita Y, Kubota K, Fujii Y, Hasumi F, Chung SY, Kubo M (2003) Degradation of car engine oil
by Rhodococcus sp. NDKK48 and Gordonia sp. NDKY76A. Biosci Biotechnol Biochem 67:1590–1593
14. Khopkar, S.M., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
15. Li XZ, Zhao YG (1999) Advanced treatment of dyeing wastewater for reuse. Water Sci Technol 39(10–
11):249–255.
16. Madigan, M.t., J.Martinko & J. Parker. 2003. Brock Biology of Microorganisms. 10th ed. Prentice Hall
International, Inc., New Jersey.
17. Marsolek MD, Torres CI, Hausner M, Rittmann EB (2008) Intimate coupling of photocatalysis and
biodegradation in a photocatalytic circulating-bed biofilm reactor. Biotechnol Bioeng 101:83–92
18. Meier, R. M., I. L. Pepper & C. P. Gerba. 2000. Environmental Microbiology. Academic Press, San Diago.
19. Murtyaningsih Devi. 2013. Biodegradasi Fenol. Jakarta.
20. Mohanty S, Rao NN, Khare P, Kaul SN (2005) A coupled photocatalyticbiological process for degradation of 1amino-8-naphthol-3, 6- disulfonic acid (H-acid). Water Res 39(20):5064–5070.
21. Naharro, G., Alvarez, S., Castro, L. d., Luengo, M., Josy, & Riano, J. (2010).
Aeromonas.
Dalam
Molecular Detection of Foodborne Pathogens (hal. 273 -283). Taylor and Francis Group
22. Nair, C. I., Jayachandran, K., & Shashidhar, S. (2008). Biodegradation of Fenol. African Journal of
Biotechnology, 7(25): 4951-4958.
23. Namkung E, Rittmann BE (1986) Soluble microbial products (SMP) formation kinetics by biofilms. Water Res
20(6):795–806.
24. Schlegel, Hans G. 1994. Mikroorganisme Umum. JEr= Insttitut fur Mikrobiologie der universitat Gottingen
25. Seifert, H., & Dijkshoorn, L. (2008). Overview of the Microbial Characteristics, Taxonomy, and Epidemiology
of Acinetobacter. Dalam Acinetobacter Biology and Pathogenesis (hal. 19-45). New York: Springer US.
26. Zvyagintseva IS, Suroviseva EG, Polglazova MN, Ivoilov VS, Belyaev SS (2001) Degradation of machine oil
by nocardioform bacteria. Microbiology 70:270–276.
7. Lampiran
Hasil Pertumbuhan Bakteri Konsorsium dari Rumen sapi
t
12 ppm
0
0,228
2
4
24 ppm
48 ppm
72 ppm
120 ppm
0,259
0,216
0,335
0,672
0,25
0,27
0,247
0,49
0,701
0,28
0,286
0,252
0,29
0,778
6
0,305
0,286
0,253
0,29
0,91
8
0,305
0,287
0,27
0,746
0,763
10
0,305
0,289
0,295
0,562
0,663
12
0,237
0,26
0,306
0,306
0,673
14
0,244
0,256
0,312
0,236
0,7
16
0,244
0,256
0,312
0,236
0,5
Hasil Pertumbuhan Bakteri Konsorsium dari petroleum sludge
t
12 ppm
24 ppm
48 ppm
72 ppm
120 ppm
0
0,246
0,265
0,256
0,274
0,403
2
0,346
0,267
0,261
0,28
0,409
4
0,347
0,274
0,276
0,282
0,411
6
0,367
0,296
0,273
0,294
0,423
8
0,374
0,356
0,28
0,298
0,427
10
0,384
0,396
0,331
0,376
0,505
12
0,396
0,327
0,363
0,368
0,497
14
0,255
0,261
0,36
0,434
0,563
0,349
0,482
0,611
16
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
Hasil Pengurangan fenol oleh bakteri dari rumen sapi
t
12 ppm
24 ppm
48 ppm
72 ppm
120 ppm
0
10,60
16,28
22,45
50,08
60,39
2
10,48
14,13
20,87
39,69
58,55
4
8,83
10,63
18,01
36,12
42,97
6
6,61
9,32
15,94
17,82
36,15
8
5,52
7,06
9,51
13,42
32,05
10
3,14
3,67
6,64
10,26
21,14
12
2,17
2,35
4,54
9,32
15,11
14
1,56
1,75
2,80
7,25
13,38
16
1,53
1,75
1,98
6,42
11,16
Hasil Pengurangan fenol oleh bakteri dari pertroleum sludge
t
12 ppm
24 ppm
48 ppm
72 ppm
120 ppm
0
11,35
13,87
23,13
25,05
29,42
2
8,34
12,55
21,59
23,13
24,49
4
6,57
9,77
19,37
21,81
21,70
6
3,52
7,36
14,59
18,69
18,99
8
3,03
5,89
11,39
15,60
17,67
10
2,24
2,84
9,35
13,50
16,77
12
1,60
1,86
5,97
9,43
14,70
14
1,64
1,83
4,12
6,91
10,30
3,71
5,70
9,54
16
Produksi Bakteri..., Arina Shallyta Sastra, FT UI, 2014
Download