Buletin Juli 17-web - BMKG Juanda Surabaya

advertisement
ATMOSFERA
1
2
ATMOSFERA
DI JAWA TIMUR
Bulan Juni 2017, beberapa
wilayah Kabupaten/Kota di Jawa
Timur masih diguyur hujan sedang
hingga lebat. Pada bulan tersebut,
Jawa Timur sudah memasuki musim
kemarau. Saat musim kemarau bukan berarti tidak terjadi hujan. Indonesia merupakan negara tropis di
mana hujan terjadi sepanjang tahun,
sehingga walaupun terjadi musim
kemarau, hujan masih berpeluang
terjadi. Berikut ini adalah grafik jumlah curah hujan di beberapa UPT
BMKG di Jawa Timur pada bulan
Juni 2017.
Dari grafik jumlah curah hujan
bulan Juni 2017 di atas terlihat
bahwa hujan masih sering terjadi di
berbagai wilayah di Jawa timur.
Pada tanggal 12 Juni 2017, terpantau terjadi hujan dengan intensitas
sangat lebat. Di Banyuwangi tercatat
terjadi hujan ekstrim dengan jumlah
113.5 mm. Kondisi cuaca yang kadang panas terik kemudian tiba-tiba
terjadi hujan lebat membuat
masyarakat bertanya-tanya, terdapat
f enomena apakah? Mengapa
sekarang cuaca sering berubahubah? Sudah kemarau kenapa ter-
Gambar 1. Grafik jumlah curah hujan bulan Juni 2017 UPT BMKG di Jawa Timur
(Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
ATMOSFERA
3
jadi hujan lebat?
Jawa Timur khususnya, mulai
memasuki musim kemarau pada
normalnya adalah bulan MeiOktober. Jika kondisi cuaca tidak
sesuai dengan kondisi normalnya,
maka dapat dipastikan terdapat
gangguan cuaca. Gangguan cuaca
yang terjadi dapat dibedakan dalam
tiga skala, yaitu global, regional dan
lokal. Skala global yaitu El Nino dan
La Nina. Jika terdapat La Nina ataupun El Nino anomali cuaca yang terjadi dapat berbulan-bulan dan cakupan wilayahnya sangat luas. Skala
regional yaitu Eddy, Low, Suhu
muka laut, siklon tropis dan MJO.
Jika terdapat gangguan cuaca skala
Gambar 2. Radar Cuaca 12 juni 2017
(Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
4
ATMOSFERA
regional maka anomali cuaca yang
terjadi masih dalam hitungan hari,
tidak sampai berbulan-bulan dan
cakupan wilayah kejadiannya tidak
terlalu luas, misalnya hanya Pulau
Jawa saja atau wilayah Jawa Timur
saja. Skala lokal seperti angin laut,
angin darat, angin fohn dengan
anomali cuaca dengan waktu singkat
dan cakupan wilayah yang tidak
luas.
Pada tanggal 12 Juni 2017,
hampir seluruh wilayah di Jawa
Timur terjadi hujan dengan intensitas
sedang hingga sangat lebat. Berikut
ini adalah citra radar pada tanggal
12 Juni 2017 yang dapat menggambarkan kejadian hujan hampir merata di Jawa Timur.
Berdasarkan pantauan citra
radar cuaca, hujan mulai terjadi
pada pagi hari merata di Pulau
Madura, kemudian pada siang
harinya hujan lebat mulai terjadi di
beberapa daerah lainnya di Jawa
Timur seperti di Tuban, Gresik, Sidoarjo, Lamongan, Bojonegoro,
Madiun, Kediri, Trenggalek, Blitar,
Jombang, Pasuruan, Malang, Probolinggo, Lumajang, Banyuwangi, Bon-
Gambar 3. Anomali suhu muka laut perairan Indonesia
(Sumber http://polar.ncep.noaa.gov/)
ATMOSFERA
5
dowoso, Situbondo, dan beberapa
wilayah lain. Hujan dengan intensitas ringan berlanjut hingga dini
hari.
Hujan pada tanggal 12 Juni
2017 tersebut terjadi akibat adanya
gangguan cuaca dalam skala regional yaitu adanya anomali suhu
muka laut yang masih hangat,
adanya Eddy dan adanya arah angin dari Timur yang membawa
massa udara hangat dan lembab
dari Samudera Pasifik.
Pada tanggal 12 Juni 2017 tercatat suhu muka laut di perairan sebelah Utara Pulau Jawa dan Selat
Madura lebih hangat daripada
perairan di sebelah selatan Pulau
Jawa.
Suhu muka laut yang hangat
ini mengakibatkan suplai uap air bertambah banyak dan menyebabkan
terjadinya pertumbuhan awan-awan
hujan.
Berdasarkan dari analisa
medan angin (streamline) pada tanggal 12 Juni 2017, terlihat adanya
pergerakan massa udara dari arah
Timur, yaitu dari Samudera Pasifik
yang hangat.
Massa udara bergerak dari
daerah tekanan tinggi menuju
daerah tekanan rendah. Pada
streamline di atas udara bergerak
Gambar 4. Streamline tanggal 12 Juni 2017 jam 12.00 UTC
(Sumber : www.bom.gov.au)
6
ATMOSFERA
dari daerah bertekanan 1030 hPa
menuju daerah bertekanan 1000
hPa. Selisih tekanan yang jauh mengakibatkan massa udara dapat mengalir dengan cepat sehingga pada
beberapa daerah yang dilaluinya terjadi angin kencang dan ombak
tinggi. Aliran angin dari Samudera
Pasifik tersebut membawa serta
massa udara yang hangat dan lem-
bab. Udara yang hangat dan lembab
merupakan bahan utama untuk pembentukan awan-awan hujan. Kondisi
ini ditambah dengan adanya Eddy di
Laut Jawa yang mengakibatkan terbentuknya konvergensi di wilayah
Jawa Timur.
Berdasarkan analisis udara
atas pada tanggal 12 Juni 2017 jam
00.00 UTC kondisi atmosfer menun-
Gambar 5. Analisa udara atas menggunakan RAOB 5.7
(Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
ATMOSFERA
7
jukkan kondisi yang tidak stabil atau
labil. Kondisi atmosfer yang labil ini
merupakan wadah atau lingkungan
yang bagus untuk pertumbuhan
awan-awan hujan.
Dari analisa peta aerogram di
atas dapat diketahui bahwa kelembaban udara per lapisan udara
adalah tinggi (grafik T dan Td saling
berdekatan/merapat). Kelembaban
udara yang tinggi merupakan salah
satu syarat penting dalam pembentukan awan-awan hujan.
Pada pengamatan Radiosonde
yang dilakukan di Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya, tanggal 12
Juni 2017 jam 00.00 UTC didapatkan data sebagai berikut :
Indeks
LI
SI
K Index
SWEAT
CAPE
PW
Keterangan
- 2.1
-1.0
33.1
211.4
561 J/Kg
6.04 cm/2.38 inch
Dari Stability Index, diketahui
bahwa LI (Lifted Index) sebesar -2.1.
Kondisi ini menunjukkan bahwa
Indeks pengangkatan besar, yang
dapat mengakibatkan terbentuknya
awan-awan konvektif penyebab terjadinya hujan.
Nilai LI digunakan untuk mengetahui tingkat kestabilan atmosfer.
Bila LI antara -2 sampai -6, atmosfer
8
ATMOSFERA
dikategorikan dalam keadaan tidak
stabil, dalam keadaan tersebut badai
guntur dan hujan lebat dapat terjadi.
Kondisi atmosfer tidak dapat
dinyatakan dengan menggunakan
hanya satu indeks saja. Penaksiran
biasanya dengan menggabungkan
dua atau lebih nilai indeks, yaitu gabungan antara Indeks Pengangkatan
(LI) dan Sholwater Index (SI). Index
LI digunakan untuk menandai ketidakstabilan pada lapisan bawah dan
SI digunakan untuk menandai ketidakstabilan pada lapisan atas.
Indek SI pada jam 12 UTC sebesar - 1.0. Bila LI dan SI negatif
menunjukkan bahwa di lapisan
troposfer bawah dalam keadaan
tidak stabil, dan pada lapisan
troposfer atas dalam keadaan tidak
stabil juga. Pada saat atmosfer
dalam keadaan tidak stabil, maka
berpotensi menimbulkan badai guntur, hujan lebat dan angin kencang.
Dari K indeks jam 12 UTC, sebesar 33.1 menunjukkan bahwa potensi timbulnya badai guntur sebesar
60% – 80%.
I ndek s SW EAT ( Sever e
Weather Treath) baik digunakan untuk menandai potensi terjadinya
cuaca buruk. Indeks SWEAT pada
jam 00 UTC tercatat sebesar 211.4.
Dari nilai indeks SWEAT tersebut
menunjukkan adanya potensi timbulnya cuaca buruk.
Untuk mengetahui besarnya energi yang terkandung
dalam suatu massa udara, digunakan indeks CAPE (Convective Available Potential Energy). Nilai CAPE
pada jam 00 UTC adalah sebesar
561 J/Kg. Nilai ini termasuk dalam
kategori nilai CAPE dengan nilai rendah. Energi yang rendah tetap berpeluang menghasilkan awan-awan
hujan karena adanya indeks pengangkatan (LI) yang cukup tinggi.
Precipitable Water (PW )
menunjukkan kadar air yang ada di
lapisan Troposfer. PW pada pada
jam 12 UTC besar yaitu 6.04 cm
atau 2.38 inch. Nilai PW di atas 2
inch menunjukkan kandungan kadar
air yang sangat tinggi di lapisan Troposfer.
Dari indeks-indeks di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi atmosfer berdasarkan data RAOB jam
00 UTC tanggal 12 Juni 2017 dalam
keadaan tidak stabil atau labil, yang
berpotensi mengakibatkan pertumbuhan awan-awan hujan.
Pada saat musim kemarau,
massa udara di Jawa Timur bersifat
kering dan panas. Angin bertiup dari
arah Tenggara dengan membawa
massa udara dari Australia bagian
tengah yaitu gurun yang bersifat
panas dan kering. Pada saat musim
kemarau justru udara pada pagi
harinya terasa lebih dingin dibandingkan pada musim penghujan. Hal
ini terjadi dikarenakan pada saat
musim kemarau, pertumbuhan awan
menjadi lebih sedikit karena angin
yang bertiup pada musim kemarau di
wilayah Indonesia berasal dari benua Australia yang sifatnya kering.
Jika angin yang bertiup bersifat kering, berarti uap air yang dibawa angin sedikit. Itulah penyebab pertumbuhan awan pada musim kemarau
menjadi lebih sedikit.
Keberadaan awan akan membantu dalam membalikkan panas
dari bumi ataupun dari matahari.
Pada siang hari, radiasi
matahari yang sampai ke permukaan
bumi akan diserap panasnya oleh
bumi. Panas tersebut akan tersimpan di dalam daratan/bumi. Ketika
malam hari radiasi matahari tersebut
akan dilepaskan ke atmosfer. Dikarenakan pada saat musim kemarau tidak ada awan maka panas dari
daratan tersebut tidak dipantulkan/
dibalikkan oleh awan ke permukaan
bumi lagi tetapi panas tersebut akan
langsung diteruskan ke luar atmosfer
secara besar-besaran. Hal ini akan
mengakibatkan bumi kehilangan
ATMOSFERA
9
panasnya dalam jumlah yang besar
sehingga suhunya turun dan mengakibatkan suhu yang dirasakan lebih dingin.
Di Jawa Timur suhu minimum
pada bulan Juni 2017 tercatat 15°C
di Tretes, Pasuruan. Suhu maksimum mencapai 35°C tercatat di
Stasiun Meterorologi Maritim Perak
Surabaya.
Berikut ini akan kami tampilkan
grafik suhu udara harian di Stasiun
Meteorologi Juanda Surabaya pada
bulan April hingga Mei 2017.
Pada grafik suhu udara di atas,
terlihat bahwa suhu udara minimum
semakin menurun di akhir bulan Juni
2017. Suhu udara terendah bulan
Juni 2017 di wilayah Surabaya
bagian Selatan dan Sidoarjo adalah
23ºC.
Untuk Surabaya bagian
Utara dan kota suhu minimum pada
bulan Juni 2017 adalah 24ºC. Udara
dingin ini terjadi pada malam, dini
hari hingga pagi hari. Sedangkan
pada siang hari, udara akan terasa
panas dan kering. Kondisi udara dingin ini akan mencapai puncaknya
saat terjadi puncak musim kemarau
pada bulan Agustus dan September
2017. Pada dataran tinggi, suhu
udara akan menjadi lebih dingin dengan suhu udara minimum dapat
mencapai 14-16°C. Pada saat memasuki puncak musim kemarau,
perlu diwaspadai adanya kekeringan
dan kebakaran hutan dan lahan akibat udara yang kering dan panas
pada siang hari.
Gambar 6. Suhu udara minimum harian UPT BMKG
di Jawa Timur bulan Juni 2017
(Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
10
ATMOSFERA
Cuaca di bulan Juli 2017 berkaitan dengan 5 pengatur (regime)
yang mempengaruhi iklim yaitu
kriosfer, litosfer/pedosfer, hidrosfer,
biosfer, dan atmosfer, prakiraan cuaca dengan mempertimbangkan pengatur (regime) atmosfer adalah sebagai berikut :
Untuk menganalisis pengaruh
atmosfer terhadap cuaca/iklim Jawa
Timur, maka perlu dilakukan analisa
pada skala global, regional, dan lokal. Skala global meliputi gerak semu dan siklus Matahari, SOI (The
Southern Oscillation Index), ENSO
(El Niño/Southern Oscillation), dan
MJO (Maden-Julian Oscillation).
Skala regional meliputi analisa anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) , Siklon Tropis, DMI (Dipole
Mode Index), Sirkulasi Monsun AsiaAustralia, angin Pasat, suhu muka
laut, dan angin gradien. Sedangkan
skala lokal meliputi pengaruh angin
darat dan angin laut, analisa RAOB
(Rawinsonde Observation), dan jenis
udara yang mempengaruhi atmosfer
Jawa Timur di bulan Juli 2017.
Gerak semu dan siklus Matahari/
Bulan
Posisi semu Matahari mempengaruhi pemanasan sisi permukaan Bumi, pada periode 1 Juli 2017
(7 Syawal 1438 H) - 31 Juli 2017 (7
Zulqa’idah 1438 H) posisi semu Matahari berada di belahan Bumi Utara,
hal ini mengakibatkan daratan Indonesia yang terletak di Utara Ekuator
menerima panas relatif lebih banyak
Tabel 1 : Koordinat posisi semu Matahari/Bulan di bulan Juli 2017
(sumber :http://www.timeanddate.com/worldclock/sunearth.html)
HARI
TANGGAL
JAM
POSISI SEMU MATAHARI
Sabtu
1 Juli 2017
00.00 WIB
23o 03 ’ LU ; 74 o 00 BB
Senin
31 Juli 2017
24.00 WIB
18o 05’ LU ; 73o 24’ BB
HARI
TANGGAL
POSISI BULAN
Minggu
9 Juli 2017/ 15 Syawal 1438 H
Bulan Purnama
Selasa
25 Juli 2017/1 Zulqa’idah 1438 H
Bulan Baru
ATMOSFERA
11
sehingga berpeluang tumbuhnya (tabel 2) untuk bulan Januari 2017
daerah-daerah bertekanan rendah (25,8), Februari 2017 (26,1), Maret
di Utara Ekuator.
2017 (17,7), April (32,6), Mei (18,8),
sedangkan untuk bulan Juni dan Juli
2017 diprakirakan berfluktuasi di seSiklus Matahari
Siklus Matahari 11 tahunan kitar 30 Bintik Matahari.
diketemukan oleh Heinrich Schwabe
Diprakirakan banyaknya Bintik
pada tahun 1843, sekarang sudah Matahari berfluktuasi dan terus
memasuki siklus ke -24, tahun terak- menurun sampai tahun 2020, pada
tif pada siklus ke-24 sudah terjadi di saat kejadian El-Nino tahun 2015
bulan Februari tahun 2014, yaitu ter- banyaknya Bintik Matahari relatif ledapat 146,1 Bintik Matahari (tabel 2). bih banyak bila dibandingkan ElSemakin banyak Bintik Mata- Nino tahun 1997/1998.
hari maka Matahari semakin aktif
Jumlah Bintik Matahari di budan semakin banyak terjadi ledakan lan Juli 2017 diprakirakan berfluktuaMatahari (solar flare).
si di sekitar 30, menyebabkan berkuData banyaknya bintik Mataha- rangnya kedalaman dan luasan air
ri tahun 2017 dari IPS-Australia laut yang mengalami peningkatan
Tabel 2. Data Bintik Matahari bulanan dari Ionospheric Prediction Service IPS-Radio and Space Weather Services of Australia
(sumber:http://www.ips.gov.au/Solar/1/6)
12
ATMOSFERA
temperatur, sehingga peluang tumbuhnya awan-awan penghujan di
bulan Juli 2017 di Jawa Timur diprakirakan di bawah normal klimatologinya.
Southern Oscillation Index (SOI)
Indeks SOI memberikan informasi tentang perkembangan dan
intensitas El Niño atau La Nina di
Samudera Pasifik, Indeks SOI dihitung berdasarkan perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin.
Harga Indeks SOI yang terus
menerus di bawah - 7 (tekanan udara di Tahiti relatif lebih rendah) mengindikasikan adanya El Nino. Harga
Indeks SOI yang terus menerus di
atas +7 (tekanan udara di Darwin
relatif lebih rendah) mengindikasikan
adanya La Nina, harga Indeks SOI
antara -7 dan +7 umumnya mengindikasikan kondisi netral.
Indeks SOI selama 30 hari terakhir sampai dengan tanggal 29
Juni 2017 harganya yaitu –11,2
(pada gambar 1) mengindikasikan
adanya El Niño, harga indeks SOI
Gambar 1. Indeks SOI -30 harian sampai dengan tanggal 29 Juni 2017
(Sumber :http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=SOI)
ATMOSFERA
13
pada bulan Juli 2017 diprakirakan
berfluktuasi dalam kisaran netral
negatif (gambar 1), diprakirakan tekanan udara di Samudera Pasifik
Barat (Darwin) masih relatif sama
atau lebih tinggi dari pada tekanan
udara di Samudera Pasifik Tengah
(Tahiti).
Menurut BOM Australia, harga
Indeks SOI bulanan tahun 1997 pada waktu terjadi El Nino rata-ratanya
sebesar -10,3, mirip dengan harga
Index SOI bulanan tahun 2015 yang
rata-ratanya sampai dengan bulan
Desember 2015 adalah sebesar –
11,23, bahkan tahun 2015 lebih negatif (http://www.bom.gov.au/climate/
current/soihtm1.shtml),
hal ini
mengindikasikan ada pengaruh El
Nino. Indeks SOI untuk bulan Juli
2017 diprakirakan netral (negatif),
sehingga peluang pertumbuhan
awan pada bulan Juli 2017 di Jawa
Timur diprakirakan normal sesuai
klimatologinya.
El Niño/Southern Oscillation
(ENSO)
Indeks ENSO (El Niño/
Southern Oscillation) berdasarkan
kepada suhu muka laut, El Nino merupakan fenomena global dari sistem
interaksi laut-atmosfer yang ditandai
dengan memanasnya suhu muka
laut di Ekuator Pasifik Tengah
(Niño3.4) yaitu daerah antara 5o LU 5o LS dan 170º BB – 120º BB atau
anomali suhu muka laut di daerah
tersebut positif (lebih panas dari rata
-ratanya) maka wilayah Indonesia
yang terpengaruh akan berkurang
curah hujannya secara drastis.
Gambar 2. Anomali suhu mingguan sampai dengan 25 Juni 2017
(http://www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml?bookmark=nino3.4)
14
ATMOSFERA
Tabel 3. Tabel Prakiraan International Research Institute –
Climate Prediction Centre. Sumber : (http://iri.columbia.edu/our-expertise/
climate/forecasts/enso/current/?enso-iri_plume)
Harga Indeks ENSO yang terus menerus di bawah – 0,5 mengindikasikan adanya La Nina. Harga
Indeks ENSO yang terus menerus di
atas + 0,5 mengindikasikan adanya
El Nino, harga Indeks ENSO antara
- 0,5 dan + 0,5 umumnya mengindikasikan kondisi netral.
Anomali Suhu Mingguan
(Niño3.4) BOM (gambar 2) sampai
dengan 25 Juni 2017 harganya positif + 0,57 oC. Menurut Climate
Prediction Centre IRI (tabel 3) pada
periode Juni-Juli-Agustus (JJA) pengaruh El- Niño peluangnya sekitar
32% kemudian pada bulan-bulan
berikutnya peluangnya di sekitar
40%, sehingga bulan Juli 2017 di
Jawa Timur pertumbuhan awannya
diprakirakan normal sesuai klima-
tologinya.
ANALISA MADDEN-JULIAN OSCILATION
The Madden-Julian Oscillation
(MJO) adalah fluktuasi cuaca mingguan atau bulanan di daerah tropis,
fluktuasi berupa periode basah yaitu
periode banyak awan penghujan kemudian disusul periode kering yaitu
periode awan konvektif sukar terbentuk (convectively suppressed), fluktuasi tersebut terjadi berganti-ganti
(basah dan kering) dengan total periodenya antara 40 hari sampai 50
hari, bila periodenya lebih pendek
dari pada periode musim maka dikatakan sebagai variasi di dalam musim (intraseasonal variation).
MJO pada awalnya diketemuATMOSFERA
15
Gambar 3. Fase MJO 40 hari periode 22 Mei 2017 – 30 Juni 2017
(Sumber : http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/
whindex.shtml)
kan oleh Roland A. Maden dan Paul
R. Julian pada tahun 1971 dalam
bukunya yang berjudul “Detection of
a 40-50 Day Oscillation in the Zonal
Wind in the Tropical Pacific”.
Intensitas dan keberadaan
MJO dinyatakan dengan indeks
RMM (Real-time Multivariat MJO Index), MJO dipengaruhi oleh gerak
semu Matahari, MJO bergerak ke
arah Timur dalam 8 fase sesuai dengan lokasi geografi fase MJO.
Fase 1 di atas Benua Afrika
o
(40 BT – 60o BT), Fase 2 di Samudera Hindia Barat (60o BT – 80o BT),
16
ATMOSFERA
Fase 3 di atas Samudera Hindia Timur (80o BT – 100o BT), Fase 4 di
atas Indonesia Barat (100o BT –
120o BT), Fase 5 di atas Indonesia
Timur (120o BT – 140o BT), Fase 6 di
Pasifik Barat (140o BT – 160o BT),
Fase 7 di Pasifik Tengah (160o BT –
180o BT), Fase 8 di Pasifik Timur
(180o BB – 160o BB).
Gambar 3 memperlihatkan
perjalanan Fase MJO selama 40
hari terakhir (mulai tanggal 22 Mei
2017 – 30 Juni 2017), Fase MJO
dengan indeks yang relatif kecil bergerak ke semua Fase, berakhir di
Gambar 4. Indeks RMM (Real-time Multivariat MJO Index)dan prediksi MJO
menurut EMON (Sumber : http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/
MJO/CLIVAR/clivar_wh.shtml)
Fase 3 pada tanggal 30 Juni 2017
dengan nilai indeks yang relatif kecil.
Menurut prakiraan EMON: European Centre for Medium Range
Weather Forecasts - Seasonal Prediction Ensemble Forecast System,
40 hari ke depan (30 Juni 2017 – 31
Juli 2017), sesuai Diagram Fase
pada gambar di atas, MJO terlihat
pada minggu pertama melintas
(dengan harga indeks yang relatif
kecil) dari Fase 3 ke Fase 2 kemudian balik ke Fase 3 lagi, kemudian
pada minggu kedua sampai minggu
ke-tiga bergerak di daerah Fase 3,
kemudian dengan harga yang relatif
kecil pada minggu ke-empat berakhir di Fasa 4. Garis kuning adalah
pergerakan Fase dari 51 data, garis
hijau adalah rata-rata pergerakan
Fase dari 51 data, garis hijau tebal
merupakan rata-rata pergerakan Fase di minggu pertama dan garis hijau
tipis adalah rata-rata pergerakan Fase di minggu kedua sampai dengan
minggu keempat. Daerah yang diarsir abu-abu mewakili 50% dari pergerakan Fase seluruh data dan daeATMOSFERA
17
rah yang diarsir abu-abu muda mewakili 90% dari pergerakan Fase
seluruh data, sehingga daerah yang
dilintasi Fase MJO berpeluang mengalami periode basah. Dengan demikian karena Jawa Timur merupakan
daerah Fase 4 yang dilewati Fase
MJO maka Jawa Timur pada akhir
bulan Juli 2017 mengalami periode
basah yaitu periode banyak awan
penghujan.
Analisa anomali OLR (Outgoing
Longwave Radiation)
Analisa Outgoing Longwave
Radiation (OLR) sering digunakan
sebagai cara untuk mengindentifikasi ketinggian, ketebalan awan hujan
konvektif. Peta (gambar 5) menggambarkan posisi awan berdasarkan
MJO-OLR, warna ungu dan biru
(anomali OLR negatif) menunjukkan
daerah tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan awan (enhanced
Gambar 5. Prakiraan MJO diikuti anomali OLR untuk 15 hari kedepan
mulai 30 Juni 2017
(Sumber http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/forca.shtml)
18
ATMOSFERA
convection) atau peluang hujan meningkat, menunjukkan daerah tersebut aktif, lebih tinggi dari keadaan
normalnya, sedangkan untuk daerah
dengan warna orange menunjukkan
keadaannya di bawah normalnya
tidak banyak pertumbuhan awan
(suppressed conditions). Prediksi
MJO yang diikuti oleh anomali OLR
selama 15 hari ke depan yaitu mulai
dari tanggal 30 Juni 2017 sampai
dengan tanggal 14 Juli 2017 maka
Jawa Timur pada bulan Juli 2017
mengalami periode tidak banyak pertumbuhan awan (convectively suppressed).
Siklon Tropis
Dengan bergesernya
posisi
semu Matahari ke belahan Bumi
Utara maka peluang timbulnya daerah-daerah bertekanan rendah di
belahan Bumi Utara meningkat dan
bila energi pemanasannya cukup
maka daerah bertekanan rendah
akan berkembang menjadi Silkon
Tropis.
Pada bulan Juni 2017 (http://
weather.unisys.com/hurricane/)
di
Utara Ekuator terjadi 6 Siklon Tropis,
yaitu di Samudera Atlantik ada 2 Siklon Tropis (Bret, dan Cindy), di Samudera Pasifik Timur ada 3 Siklon
Tabel 4 : Distribusi frekwensi Siklon Tropis periode tahun 2000- akhir Juni 2017
(Sumber : http://weather.unisys.com/hurricane/index.php)
ATMOSFERA
19
Tropis (Beatriz, Calvin, Dora), di Samudera Pasifik Barat ada 1 Siklon
Tropis (Merbok), dan di Selatan
Ekuator belum terjadi Siklon Tropis.
Dari 6 siklon tropis tersebut,
hanya Siklon Tropis Merbok yang
relatif berpengaruh terhadap pola
angin gradien pada wilayah Indonesia terutama wilayah Papua.
Untuk bulan Juli 2017 peluang
terjadinya siklon di Selatan Ekuator
diprakirakan akan menurun, sehingga peluang terjadinya cuaca buruk di
Selatan Ekuator normal sesuai klimatologinya.
berdasarkan perbedaan anomali
suhu muka laut antara Samudera
Hindia Bagian Barat (10°LS - 10°LU,
50°BT - 70°BT) dan Samudera Hindia Bagian Timur (10°LS - 0°LS, 90°
BT - 110°BT ). Indeks Dipole Mode
bernilai positif menunjukkan anomali
suhu muka laut di Samudera Hindia
Bagian Barat relatif lebih tinggi
sehingga meningkatkan peluang
pertumbuhan awan di Samudera
Hindia Bagian Barat.
Update Indeks DMI minggu
yang lalu tanggal 25 Juni 2017 adalah positif 0,11 (gambar 6), diprakirakan nilai Indeks Dipole Mode pada bulan Juli 2017 di sekitar nilai
Dipole Mode Index (DMI)
Indeks Dipole Mode dihitung threshold (+ 0,4) dalam kisaran ne-
Gambar 6. Harga DMI mingguan tanggal 25 Juni 2017
(Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml?bookmark=iod)
20
ATMOSFERA
Tabel 5. Peluang nilai DM
menurut Predictive Ocean Atmosphere Model for Australia (POAMA),
(Sumber: http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml#IOD)
tral (positif) sehingga peluang pertumbuhan awan di Samudera Hindia
Timur yaitu Indonesia Bagian Barat
relatif normal sesuai klimatologinya.
Prakiraan POAMA (tabel 5),
Indeks Dipole Mode pada bulan Juli
2017 diprakirakan netral dengan peluang 87,9 %, sehingga peluang
tumbuhnya awan-awan di sekitar
Samudera Hindia Bagian Timur
(sebelah Barat Sumatera) dan di Samudera Hindia Bagian Barat mempunyai peluang yang sama.
Pada kenyataannya pada bulan Juni 2017 pertumbuhan awan di
Samudera Hindia Bagian Timur yaitu
Gambar 7. Rata-rata lima hari terakhir
Indeks Monsun Australia pada 30 Juni 2017
(Sumber: http://apdrc.soest.hawaii.edu/projects/monsoon/realtimeATMOSFERA
21
di sebelah Barat Sumatera relatif
tinggi sehingga berdasarkan Indeks
Dipole Mode maka pada bulan Juli
2017 di Jawa Timur pertumbuhan
awannya sama dengan normal klimatologinya.
Sirkulasi Monsun Asia-Australia
Indonesia bukan daerah
sumber monsun, tetapi ada daerah
yang dilalui aliran udara monsun
sehingga cuaca dan iklimnya
terpengaruh oleh monsun.
Indeks Monsun Australia
(gambar 7) pada akhir bulan Juni
2017 berfluktuasi di sekitar harga
rata-rata klimatologinya, maka untuk
bulan Juli 2017 diprakirakan
berfluktuasi di sekitar dan di bawah
harga rata-rata klimatologinya,
sehingga peluang pembentukan
awan di sekitar Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara
normal sesuai
klimatologinya (besarnya harga
indeks berkorelasi positif terhadap
peluangnya hujan).
Angin Pasat (Trade winds)
Angin Pasat di Samudera Pasifik Barat di sekitar Ekuator selama
5 hari terakhir sampai dengan 18
Juni 2017 mendekati rata-rata klimatologinya di sebagian besar Samudera Pasifik di sekitar Ekuator,
anomali Angin Pasat sedikit di atas
harga rata-ratanya di atas Samudera
Pasifik Bagian Tengah dan Barat
dan diprakirakan melemah di hari-
Gambar 8. Angin Pasat dan anomalinya 5 hari terakhir s.d. 18 Juni 2017
(Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Trade-winds)
22
ATMOSFERA
hari mendatang, maka pada bulan
Juli 2017 di Jawa Timur peluang
pertumbuhan awannya normal sesuai klimatologinya.
Selama kejadian La Niña harga anomali angin pasat di Samudera Pasifik di sekitar Ekuator akan
terus-menerus menguat, sebaliknya
selama El Niño maka harga anomali
Angin Pasatnya akan terus-menerus
melemah di bawah harga rata-rata
klimatologinya bahkan arah anginnya berubah.
Suhu Muka Laut
Menurut prakiraan JAMSTEC
(Japan Agency for Marine –Earth
Science and Technology), suhu
muka laut periode Juni-Juli-Agustus
2017 di sebagian besar wilayah laut
Indonesia umumnya mengalami
a n o m a l i d i ng i n t er ut am a d i
Samudera Hindia sebelah Barat
Sumatera, untuk NINO3,4 diprakirakan anomali suhunya sekitar + 0,3 o
C (gambar 11).
Gambar 9. Kawasan NINO1, NINO2, NINO3, NINO3,4, NINO4
di Samudera Pasifik menurut IRI (Sumber : http://iri.columbia.edu/our-expertise/
climate/forecasts/sst-forecasts/
ATMOSFERA
23
Gambar 10. Prakiraan Anomali Suhu Permukaan Laut JJA (Juni-Juli-Agustus)
(Sumber : http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/
sintex_f1_forecast.html.en)
Gambar 11. Prediksi anomali suhu muka laut bulan Juli 2017
(Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/model-summary/#tabs=Pacific-Ocean)
24
ATMOSFERA
Gambar 12. Anomali suhu pada kedalaman laut
(Sumber http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Sea-sub%E2%80%93surface)
sementara di kedalaman 100 – 200
m di Pasifik Tengah terdapat daerah
anomali dingin yang melemah tetapi
ada area yang relatif kecil dengan
anomali mencapai – 4 oC dari rataratanya,
menyebabkan peluang
pertumbuhan awan di Jawa Timur
Temperatur Bawah Laut
Suhu air laut di kedalaman pada bulan Juli 2017 diprakirakan
bawah laut pada 5 hari terakhir normal .
sampai dengan tanggal 18 Juni 2017
menunjukkan suhu air bawah laut ANGIN GRADIEN
mendekati rata-ratanya di sebagian
Angin gradien (gambar 13)
besar wilayah Samudera Pasifik di tanggal 1 Juli 2017 jam 00.00 UTC ,
Ekuator. Daerah anomali hangat pa- bertiup dari arah Timur-Tenggara,
da kedalaman 0 - 100 m yang ter- s e h i n g g a m e n y e b a b k a n
lihat di Samudera Pasifik Timur dua menurunnya peluang pertumbuhan
minggu yang lalu sudah menghilang, awan penghujan.
Dengan mulai meningkatnya
anomali suhu muka laut di NINO3,4,
maka pada bulan Juli 2017 di Jawa
Timur peluang pertumbuhan awannya normal sesuai klimatologinya.
ATMOSFERA
25
Gambar 13: Angin Gradien ketinggian 1.000 meter tanggal 01 Juli 2017 00.00 UTC
(Sumber:http://www.bom.gov.au/australia/charts/glw_00z.shtml;
Gambar 14 : Citra Satelit Cuaca tanggal 25 Mei 2017 ; jam 00.00 UTC
(Sumber :http://www.jma.go.jp/en/gms/largec.html?
area=6&element=0&mode=UTC)
26
ATMOSFERA
Jenis Udara yang mempengaruhi
cuaca di Jawa Timur pada bulan
Juli 2017 dan analisa RAOB
(Rawinsonde Observation)
Angin Gradien yang bertiup
dari arah Timur -Tenggara maka merupakan jenis udara tropis Benua
Australia yang sifatnya dingin dan
kering serta mantap, bila Angin Gradien berhembus dari Tenggara. Sementara itu jenis udara Tropis Lau-
tan Pasifik Barat Daya (sebelah Timur Australia) sifatnya hangat dan
mantap bila angin bertiup dari arah
Timur.
Pada tanggal 2 Juli 2017 jam
07.00 WIB (00.00 UTC), data
METAR WIEE (Padang) METAR
WIEE 020000Z 36004KT 9999
FEW020 24/22 Q1009=, dan data
METAR WATT (Kupang) 2 Juli 2017
jam 07.00 WIB (00.00 UTC):
Gambar 15: Data RAOB tanggal 02 Juli 2017 jam 00.00 UTC di Juanda
(Sumber : BMKG Juanda dan http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html)
ATMOSFERA
27
METAR WATT 020000Z 09014KT
9999 FEW020 27/20 Q1014
NOSIG=
Tekanan udara permukaan
(QNH) di Padang (Minangkabau
International Airport- 96163- WIEE)
1.009 mb dan tekanan udara
permukaan (QNH) di Kupang (El Tari
-97372- WATT) 1.014 mb, beda sebesar 5 mb , tekanan udara di Kupang lebih tinggi ( bulan Oktober
2015 beda sebesar 6 mb, lebih rendah Kupang), perbedaan tersebut
menurunkan peluang pertumbuhan
awan konvektif di sekitar Kupang.
Dari data udara atas RAOB
(Rawinsonde Observation) tanggal
2 Juli 2017 jam 00.00 UTC (gambar
15), di lapisan bawah arah angin
dominan bertiup dari arah TimurTimur Tenggara, LI (Lifted Index) = 1,40 menunjukkan jenis udara tidak
stabil. KI (K Index) = 24,60 menunjukkan adanya peluang terjadinya
Thunderstorm, SWEAT (Severe
Weather Threat Index) = 194,1
menunjukkan jenis udara berpeluang
terjadinya konveksi, CAPE
(Convective Available Potential
Energy ) = 611,8 J/Kg menunjukkan
energi yang dipunyai oleh uap air
untuk membentuk awan konvektif
28
ATMOSFERA
yang relatif kecil sehingga tidak berpotensi menimbulkan cuaca buruk .
LCL(Lifting Condensation Level) =
293,2 m yang digunakan sebagai
tinggi dasar awan yang relatif rendah, nilai Bulk Richardson Number
(BRCH)= 568,1 menunjukkan nilai
yang relatif tinggi dan menandakan
bahwa perubahan arah dan
kecepatan angin vertikal/horisontal
kecil sehingga menambah peluang
pertumbuhan awan konvektif , pada
musim kemarau nilai BRCH umumnya rendah menandakan vertical
wind shear yang tinggi, sehingga
kondisi atmosfer tidak mendukung
proses konveksi, jenis udara di atas
Juanda saat itu relatif basah berpeluang terjadi hujan.
Dari pengaruh jenis udara
yang mempengaruhi cuaca Jawa
Timur dan perbedaan tekanan udara
antara Kupang yang lebih tinggi dari
pada Padang serta angin yang dominan dari arah Timur – Timur Tenggara, maka pada bulan Juli 2017
Jawa Timur dipengaruhi oleh perpaduan dua jenis udara tersebut
sehingga pertumbuhan awan penghujannya normal, diprakirakan masih
mengalami musim kemarau.
KESIMPULAN
Dengan mempertimbangkan:
area anomali dingin pada kedalaman 100-200 m di Samudera
Pasifik Tengah, menyebabkan
peluang pertumbuhan awan
penghujan di Jawa Timur pada
bulan Juli 2017 normal sesuai
klimatologinya,
1. Tekanan Udara permukaan
Kupang pada tanggal 2 Juli
2017 relatif lebih tinggi 5 mb dari
pada padang
maka peluang
pertumbuhan awan di NTB dan 4. Sebagian besar wilayah laut Indonesia diprakirakan akan
NTT menurun, dan jenis udara
mengalami anomali dingin
yang mempengaruhi cuaca di
terutama di Samudera Hindia
Jawa Timur pada bulan Juli 2017
s e be l ah Bar at Sum at er a,
bila Angin Gradien bertiup dari
sementara prediksi rata-rata
arah Timur -Tenggara maka meanomali suhu muka laut di wilarupakan jenis udara tropis Benua
yah NINO3,4 pada bulan Juli
Australia yang sifatnya dingin
2017 sekitar + 0,3 oC, dengan
dan kering serta mantap (bila
mulai meningkatnya anomali
dari Tenggara), sedangkan jenis
udara Tropis Lautan Pasifik Basuhu muka laut di NINO3,4
tersebut maka pada bulan Juli
rat Daya (sebelah Timur Australia), sifatnya hangat dan mantap
2017 peluang
pertumbuhan
(bila dari arah Timur),
awan di Jawa Timur normal sesuai klimatologinya,
2. Pola angin gradien dominan dari
arah Timur – Timur Tenggara, 5. Anomali Angin Pasat saat ini semaka peluang pertumbuhan
dikit di atas harga rata-ratanya di
awan penghujan normal sesuai
atas Samudera Pasifik Bagian
klimatologinya,
Tengah dan Barat dan diprakirakan melemah di hari-hari mendatang, maka pada bulan
Juli
3. Anomali air hangat di kedalaman
2017 di Jawa Timur peluang
di atas rata-rata klimatologinya
pertumbuhan awannya normal
yang mulai tumbuh di Samudera
sesuai klimatologinya,
Pasifik Timur dua minggu yang
lalu menghilang dan terdapat
ATMOSFERA
29
pertumbuhan
awan
6. Indeks Monsun Australia untuk
(convectively suppressed),
bulan Juli 2017 diprakirakan
berfluktuasi di bawah dan di
s e k i t a r h a r g a r a t a - r a t a 10. Fase MJO pada bulan Juli 2017
diprakirakan tidak melintas di
klimatologinya, sehingga
Fase 4, Jawa Timur merupakan
peluang pertumbuhan awan
daerah Fase 4 maka pada akhir
pada bulan Juli 2017 sama
bulan Juli 2017 mengalami periodengan normal klimatologinya,
de basah yaitu periode banyak
awan penghujan,
7. Indeks Dipole Mode pada bulan
Juli 2017 diprakirakan netral
dengan peluang 87,9 % diseki- 11. Climate Prediction Centre IRI
periode Juni-Juli-Agustus (JJA)
tar nilai threshold (+ 0,4) dalam
pengaruh El- Niño peluangnya
kisaran netral (positif) sehingga
sekitar 32% kemudian pada bupeluang pertumbuhan awan di
lan-bulan berikutnya peluangnSamudera Hindia Timur yaitu
ya di sekitar 40%, sehingga buIndonesia Bagian Barat dan di
lan Juli 2017 di Jawa Timur perJawa Timur relatif normal sesuai
tumbuhan awannya diprakirakan
klimatologinya,
normal sesuai klimatologinya,
8. Peluang terjadinya siklon di Selatan Ekuator diprakirakan akan 12. Indeks SOI (Tahiti – Darwin) untuk bulan Juli 2017 diprakirakan
menurun, sehingga peluang ternetral (negatif), sehingga pejadinya cuaca buruk di Selatan
Ekuator normal sesuai klimatololuang pertumbuhan awan pada
bulan Juli 2017 di Jawa Timur
ginya,
diprakirakan normal sesuai kli9. Prediksi MJO yang diikuti oleh
matologinya,
anomali OLR selama 15 hari ke
depan yaitu mulai dari tanggal 13. Jumlah Bintik Matahari di bulan
Juli 2017 diprakirakan berfluktua30 Juni 2017 sampai dengan
si di sekitar 30, menyebabkan
tanggal 14 Juli 2017 maka Jawa
Timur pada
bulan Juli 2017
berkurangnya kedalaman dan
mengalami periode tidak banyak
luasan air laut yang mengalami
30
ATMOSFERA
.
peningkatan temperatur, sehingDengan mempertimbangkan
ga peluang tumbuhnya awan- 13 faktor tersebut, maka Jawa Tiawan penghujan diprakirakan di mur pada bulan Juli 2017 diprakirabawah normal klimatologinya.
kan mengalami musim kemarau
dengan curah hujan sesuai dengan
normal klimatologinya, berpeluang
mengalami hari hujan bila Angin
Gradien berhembus dari arah Timur.
“Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang
Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dialah Tuhan Yang
Maha keras siksa-Nya (QS: Ar-Ra’d [13]: 13). (Tonny S )
ATMOSFERA
31
Daftar Pustaka :
Al-Quran Surah Ar-Ra’d [13] : 13
Maslakah, Firda A. 2015. Variabilitas Parameter Ketidakstabilan Atmosfer di Juanda
Surabaya Tahun 2012-2013.
Wirjohamidjojo, Soerjadi. 2008. Pemanfaatan Data Radar dan Satelit untuk Prakiraan Jangka Pendek.
http://apdrc.soest.hawaii.edu/projects/monsoon/realtime-monidx.html)
http://aviation.bmkg.go.id/web/station.php
http://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3317207/wagub-jatim-blusukan-ke-lokasibanjir-di-sidoarjo http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/
CLIVAR/clivar_wh.shtml
http://weather.unisys.com/hurricane/index.php
http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html
http://www.aviationweather.gov/adds/metars/
http://www.bom.gov.au/australia/charts/glw_00z.shtml
http://www.bom.gov.au/climate/enso
http://www.bom.gov.au/climate/model-summary/#tabs=Pacific-Ocean http://
iri.columbia.edu/our-expertise/climate/forecasts/sst-forecasts/
http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml
http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml#IOD)
http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/people/wwang/cfsv2fcst/images1/
nino34Monadj.gif
http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/mjo.shtml#forecast
http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/whindex.shtml
http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/sintex_f1_forecast.html.en
http://www.jma.go.jp/en/gms/largec.html?area=6&element=0&mode=UTC)
http://www.ogimet.com/synops.phtml.en
http://www.ospo.noaa.gov/Products/ocean/sst/50km_night/index.html
http://www.sws.bom.gov.au/Solar/1/6
http://www.timeanddate.com/worldclock/sunearth.html
32
ATMOSFERA
1. Prakiraan Curah Hujan Bulan
Juli 2017
Prakiraan hujan untuk bulan
Juli 2017 wilayah Jawa Timur dan
sekitarnya, secara umum diprakirakan masuk pada kategori rendah –
menengah, ini terlihat dari curah hujan yang berkisar antara 0 - 300 mm.
Wilayah Jawa Timur yang berpotensi
memiliki curah hujan dengan kategori rendah (0 – 100 mm), diprakirakan terjadi di sebagian besar kabupaten/kota meliputi : Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo,
Bangkalan, Sampang, Pamekasan,
Sumenep, Bojonegoro, Ngawi,
Magetan, Nganjuk, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto,
Pasuruan, Blitar, Malang, Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi.
Untuk kategori hujan 101– 300 mm,
diprakirakan terjadi di sebagian kecil
kabupaten/kota meliputi : Lumajang
dan Banyuwangi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 di
bawah ini :
Gambar 1. Peta prakiraan curah hujan Juli 2017
(Sumber : Stasiun Klimatologi Malang)
ATMOSFERA
33
2. Prakiraan Sifat Hujan Bulan Juli
2017
Sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan
atau periode dengan nilai rata-rata
atau normalnya dari bulan atau periode tersebut. Berdasarkan gambar
2 di bawah, prakiraan sifat hujan bulan Juli 2017 adalah sebagai berikut :
Secara umum diketahui bahwa
wilayah Jawa Timur untuk bulan Juli
2017 berada pada sifat hujan normal. Untuk sifat hujan di atas normal
(116-200%), diprakirakan terjadi di
sebagian kabupaten/kota meliputi:
Tuban, Lamongan, Gresik, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Malang, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Jember, Banyuwangi. Untuk sifat hujan normal (85 – 115 %),
diprakirakan terjadi di sebagian besar Kabupaten Tuban, Lamongan,
Gresik, Ponorogo, Pacitan, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang,
Probolinggo, Jember, Banyuwangi,
Bondowoso. Diprakirakan terjadi di
seluruh Kabupaten Ngawi, Madiun,
Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Bangkalan, Magetan,
Kediri, Pasuruan dan Pulau Bawean.
Gambar 2. Peta prakiraan sifat hujan Juli 2017
(Sumber : Stasiun Klimatologi Malang)
34
ATMOSFERA
Untuk sifat hujan bawah normal (51 84 %), diprakirakan terjadi di sebagian kecil hingga sebagian kabupaten/kota meliputi: Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Malang, Lumajang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 di atas.
mb diprakirakan angin di wilayah
Jawa Timur pada lapisan 250 mb
atau pada ketinggian 34.000 feet
akan berhembus secara umum dari
arah Timur Laut dengan kecepatan
berkisar antara 8 – 10 m/detik. Sedangkan untuk lapisan 500 mb atau
pada ketinggian 18.000 feet,
3. Arah dan Kecepatan Angin cenderung dari arah Timur laut dengan kecepatan berkisar antara 4 - 6
Lapisan Atas
Berdasarkan klimatologi angin m/detik.
untuk bulan Juli 2017 di lapisan 250
Gambar 3. Arah dan kecepatan angin lapisan atas Juli
(Sumber: ITACS dan ESRL)
ATMOSFERA
35
4. Potensi Kebakaran Hutan/Lahan rendah, suhu tinggi, kelembaban
udara rendah dan kecepatan angin
Kejadian kebakaran hutan ber- yang memicu peningkatan kekerinpeluang besar terjadi di musim gan tanah.
kemarau didukung oleh curah hujan
Jumlah curah hujan yang ter-
Gambar 4. Peta Sebaran Titik Api bulan Juni 2017 di Jawa Timur
(Sumber : Data Satelit NOAA 18)
Gambar 5 Peta Sebaran Titik Api bulan Juni 2017 di Jawa Timur
(Sumber : Data Satelit NOAA 18)
36
ATMOSFERA
catat di Stasiun Meteorologi Juanda
Surabaya selama bulan Juni 2017
sebesar 53.8 mm. Temperatur maksimum harian berkisar antara 23.0
0
C hingga 34.0 0C.
Hasil pantauan satelit NOAA
18 (ASMC), TERRA, NPP (LAPAN)
hingga tanggal 30 Juni 2017 menunjukkan terpantau adanya 80 titik api,
1 Juli 2017
3 Juli 2017
di antaranya di wilayah Pasuruan,
Bondowoso, Gresik, Sidoajo, Bangkalan, Kediri, Probolinggo, Mojokerto, Malang, Surabaya, Lumajang, Trenggalek, Situbondo, Tuban,
Magetan, Blitar, Ngawi, Nganjuk,
Banyuwangi, dan Madiun. Semua
titik api terpantau dengan tingkat kepercayaan ≥80 %.
2 Juli 2017
4 Juli 2017
Gambar 6. Prakiraan kemudahan terjadinya kebakaran hutan di Jawa Timur
pada awal Juni 2017
ATMOSFERA
37
Pada bulan Juli 2017, diprakirakan wilayah Jawa Timur masih
berada pada musim kemarau. Dari
peta prakiraan curah hujan bulan Juli
2017 sebagian besar wilayah Jawa
Timur berada pada kisaran curah
hujan kategori rendah (di bawah 100
mm), sehingga jumlah kejadian kebakaran hutan berpeluang mengalami kenaikan. Prakiraan kemudahan terjadinya kebakaran hutan di
Jawa Timur pada awal Juli 2017
ditampilkan pada gambar 6.
5. Potensi penyakit demam berdarah
Penyakit demam berdarah
memiliki peluang besar terjadi pada
musim penghujan dengan kondisi
suhu udara yang hangat dan kelembaban udara yang tinggi. Selain itu,
curah hujan yang tinggi meningkatkan jumlah genangan air yang mendukung perkembangbiakan nyamuk
demam berdarah.
Pada bulan Juli 2017, Jawa
Timur diprakirakan mengalami
musim kemarau, sehingga potensi
terjadinya penyakit demam berdarah
relatif kecil. Meskipun demikian,
pada bulan Juli hingga Oktober
2017 sebagian besar wilayah diprakirakan berada pada kisaran curah
hujan di bawah 100 mm, sehingga
tetap perlu diwaspadai adanya
genangan yang terjadi akibat akumulasi hujan yang tercurah, karena
hal ini berpotensi memicu muncul-
Gambar 7. Jumlah curah hujan per dasarian (10 harian) Januari – Juni 2017 Stamet
Juanda Surabaya
38
ATMOSFERA
nya penyakit demam berdarah.
sehatan dan aktivitas manusia dapat
dinyatakan dengan suatu indeks
yang disebut dengan Discomfort Index (DI).
Pada gambar 8 berikut ditampilkan grafik Discomfort Index berdasarkan data Stasiun Meteorologi
Juanda Surabaya bulan Januari
hingga Juni 2017 ditentukan dengan
persamaan :
6. Tingkat kenyamanan terkait
dengan kondisi cuaca
Kesehatan dan aktivitas manusia terkait erat dengan parameter
cuaca seperti temperatur udara,
kelembaban relatif, radiasi matahari
dan kecepatan angin. Aktivitas
manusia terkadang terganggu oleh
kondisi cuaca yang menyebabkan
DI = T – 0,55 x(1-0,01 x RH)*(T-14,5)
ketidaknyamanan badan dan pikiran,
bahkan pada kondisi yang ekstrim
dapat menyebabkan gangguan ke- Keterangan:
DI = Discomfort Index
sehatan. Hubungan antara parameT = Temperatur bola kering (oC)
ter cuaca seperti temperatur udara
R = Kelembaban relatif (%)
dan kelembaban relatif dengan ke-
Gambar 8. Grafik Discomfort Index Stamet Juanda Januari – Juni 2017
ATMOSFERA
39
Dari gambar 8 dapat dilihat
bahwa nilai Discomfort Index meningkat seiring dengan meningkatnya
temperatur ambient dan begitu pula
sebaliknya. Kelembaban relatif yang
rendah dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena mengurangi
pelepasan panas dari dalam tubuh.
Pada bulan Juni 2017 nilai temperatur udara dan kelembaban nisbi
tinggi, dan nilai Discomfort Index
pada bulan Juni 2017 berkisar
antara 24.6 hingga 27.3 dengan rata
-rata 26.2. Nilai rata-rata indeks ketidaknyamanan tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Interpretasi nilai Discomfort
Index disajikan pada tabel 1 berikut
ini.
Ditinjau dari prakiraan cuaca
untuk bulan Juli 2017, kisaran Discomfort Index harian berpotensi
mengalami kenaikan pada bulan Juli
2017.
Tabel 1. Interpretasi Nilai Discomfort Index
DI (oC)
<21
Tidak dirasakan adanya ketidaknyamanan
21-24
<50% populasi merasakan ketidaknyamanan
24-27
>50% populasi merasakan ketidaknyamanan
27-29
Mayoritas populasi merasakan ketidaknyamanan
29-32
Setiap orang merasakan stress
>32
40
Interpretasi
ATMOSFERA
Kondisi darurat dan memerlukan bantuan medis
ATMOSFERA
41
Download