HALAMAN DEPAN ATMOSFERA 1 HALAMAN DEPAN 2 ATMOSFERA Pada bulan Februari 2016, Jawa Timur berada pada puncak musim penghujan. Hujan dengan intensitas ringan hingga lebat terjadi setiap hari pada siang hingga malam. Kejadian cuaca ekstrim hampir setiap hari terjadi di beberapa wilayah di Jawa Timur, seperti angin puting beliung, downburst, hujan lebat dengan durasi yang lama yang dapat mengakibatkan banjir. Tercatat beberapa wilayah yang terkena banjir akibat curah hujan yang tinggi adalah Surabaya, Sidoarjo, Jombang, Mojokerto, Pamekasan, Sam- pang, Ponorogo, Pasuruan, Gresik, Sumenep, dan wilayah lainnya. Angin kencang juga dilaporkan terjadi di beberapa daerah seperti di Ngawi, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Kediri, Gresik, Probolinggo, dan wilayah lainnya. Pada tanggal 15 Februari 2017, dilaporkan terjadi angin puting beliung di tiga Dusun, meliputi Dusun Kasak, Dusun Kembang Sore, Dusun Terung Kulon, Desa Terung Kulon, Kecamatan Krian. Angin puting beliung tersebut Gambar 1. Banjir di Sampang tanggal 08 Februari 2017 (Sumber : www.kumparan.com) ATMOSFERA 3 Gambar 2. Atap lapangan tenis di alun-alun Ngawi yang roboh akibat angin kencang tanggal 08 Februari 2017 (Sumber : www.beritajatim.com) mengakibatkan puluhan rumah rusak berat, tiang listrik patah dan pohon banyak yang tumbang. Dari foto di atas tampak adanya pusaran angin dengan diameter yang cukup besar dibandingkan dengan kejadian puting beliung lainnya yang berhasil tertangkap kamera. Puting beliung adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 63 km/jam yang bergerak secara garis lurus dengan lama kejadian maksimum 5 menit. Angin ini berasal dari awan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan yang bergumpal berwarna abu – abu gelap dan 4 ATMOSFERA menjulang tinggi, namun tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan puting beliung. Puting beliung dapat terjadi dimana saja, di darat maupun di laut dan jika terjadi di laut durasinya lebih lama dari pada di darat. Angin ini lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, terkadang pada malam hari dan lebih sering terjadi pada peralihan musim (pancaroba). Luas daerah yang terkena dampaknya sekitar 5 – 10 km, karena itu bersifat sangat lokal. Angin ini dapat menghancurkan apa saja yang diterjangnya, karena dengan pusarannya benda yang terlewati terangkat dan terlempar. Angin puting beliung bertiup karena pemanasan yang tidak merata, dan terkait konsentrasi penguapan serta adanya perbedaan cuaca yang ekstrem pada musim peralihan (terjadi penguapan yang cukup tinggi, namun di sisi lain curah hujan cukup rendah). Proses terjadinya angin puting beliung, biasanya terjadi pada musim pancaroba, pada siang hari suhu udara panas, pengap, dan awan hitam mengumpul. Akibat radiasi matahari di siang hari tumbuh awan secara vertikal, selanjutnya di dalam awan tersebut terjadi pergolakan arus udara naik dan turun (updraft dan downdraft) dengan kecepatan yang cukup tinggi. Arus udara yang turun dengan kecepatan yang tinggi menghembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba dan berjalan secara acak. Proses terjadinya puting beliung sangat singkat dan berskala lokal, sehingga sulit diprediksi kapan dan di mana akan terjadinya. Namun demikian perlu diketahui fenomena cuaca yang mengindikasikan akan terjadinya puting beliung, antara lain: 3. 4. 5. 6. 7. sekitar tempat kita berdiri; Udara terasa panas dan gerah (sumuk); Di langit tampak ada pertumbuhan awan Cumulus (awan putih bergerombol yang berlapis-lapis), dapat terlihat mulai pukul 10.00 pagi; Di antara awan tersebut ada satu jenis awan mempunyai batas tepinya sangat jelas bewarna abuabu menjulang tinggi yang secara visual seperti bunga kol; Awan tiba-tiba berubah warna dari berwarna putih menjadi berwarna abu-abu atau hitam pekat (awan Cumulonimbus); Ranting pohon dan daun bergoyang cepat karena tertiup angin, kemudian diikuti angin kencang. Kejadian angin puting beliung yang terjadi di Krian, Sidoarjo pada tanggal 15 Februari 2017 terlihat oleh citra radar cuaca yang dimiliki oleh Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya. Radar cuaca adalah suatu alat untuk mendeteksi cuaca, misalnya kejadian hujan, pergerakan awan, sebaran awan, arah dan kecepatan angin dalam radius yang cukup luas hingga 1. Satu hari sebelumnya udara pada ratusan kilometer. Jenis radar ada dua malam hari hingga pagi hari terasa yaitu radar Doppler dan non Doppler. panas atau gerah; 2. Terasa sentuhan udara dingin di ATMOSFERA 5 Gambar 3. Puting beliung di Dusun Terung Kulon, Keboharan, Krian, Sidaorjo tanggal 15 Februari 2017.(Sumber : E100) Radar Doppler digunakan untuk mengamati cuaca. Output dari radar Doppler adalah reflektivitas (Z), Kecepatan Radial (V), dan Lebar Spectral (W). Produk dari Radar Doppler ini sangat banyak, yang biasa digunakan di Stasiun Meteorologi Juanda adalah produk standar yaitu PPI (Plan Position Indicator), CAPPI (Constant Altitude PPI), MAX (Maximum Display), Echo Height. Produk yang lainnya yaitu HWIND, SSA (Storm Structure Analysis), SRI (Surface Rainfall Intensity), SWI (Severe Weather Indicator), CTR (Cell Centroid Tracking), RTR (Rain Tracking). Berikut ini adalah analisa singkat kejadian puting beliung dengan menggunakan data radar cuaca. 6 ATMOSFERA CAPPI (dBZ) Produk CAPPI ini sangat baik digunakan untuk mengamati obyek dengan jarak yang dekat. Pertamatama yang kita amati adalah citra CAPPI (dBZ) pada ketinggian 0.5 km. Puting beliung ini terjadi pada jam 16.10 WIB. Biasanya citra yang tampak pada radar pada saat terjadi pusaran angin seperti tornado dan puting beliung adalah adanya hook echo. Citra yang tampak pada lokasi puting beliung membentuk seperti kait. Berikut ini adalah citra radar CAPPI ketinggian 0.5 km pada tanggal 15 Februari 2017 pukul 16.10 WIB : Dari citra radar gambar 4, pada pukul 16.10 WIB terdapat reflektifitas yang tinggi di lokasi yaitu 60 – 65 dBZ. Reflektifitas yang tinggi menandakan adanya cuaca buruk. Selain itu pada citra tersebut terdapat adanya echo yang berbentuk seperti kait yang menandakan adanya suatu pusaran di lokasi tersebut. Gambar 4. Citra radar CAPPI (dBZ) tanggal 15 Februari 2017 pukul 16.10 WIB. (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya) ATMOSFERA 7 CAPPI (V) Produk CAPPI (V) digunakan untuk mengetahui pergerakan suatu echo, apakah menjauhi ataukah mendekati pusat radar. Dari citra CAPPI Velocity (V) gambar 5, jika ditarik garis lurus dari posisi radar, tampak adanya warna merah (+) yang artinya menjauhi radar (outbond) dan warna hijau (-) yang artinya mendekati radar (inbond). Pada saat terdapat pola udara yang keluar – masuk maka menunjukkan adanya aliran siklonik di lokasi tersebut. Dalam menganalisa velocity, posisi radar juga harus dipertimbangkan untuk mengetahui apakah terdapat pola aliran udara yang divergen (menyebar) maupun konvergen (mengumpul). Gambar 5. Citra radar CAPPI VELOCITY (V) tanggal 15 Februari 2017 pukul 16.10 WIB (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya) 8 ATMOSFERA HWIND HWIND adalah salah satu produk dari radar cuaca yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan arah dan kecepatan angin. Berikut ini adalah citra HWIND sebelum dan saat kejadian angin puting beliung. Dari rangkaian citra HWIND gambar 6, pada pukul 15.50 WIB belum ter- lihat adanya angin kencang di titik lokasi kejadian. Pada pukul 16.00 WIB yaitu 10 menit sebelum kejadian terlihat adanya pertemuan angin di titik lokasi, yaitu dari arah barat dan dari arah timur (gambar 7). Pada saat kejadian yaitu pukul 16.10 WIB, dari citra HWIND terdapat arah angin yang berbentuk siklonik (gambar 8). Gambar 6. Citra radar HWIND tanggal 15 Februari 2017 pukul 15.50 WIB (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya) ATMOSFERA 9 Gambar 7. Citra radar HWIND tanggal 15 Februari 2017 pukul 16.00 WIB (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya) Gambar 8. Citra radar HWIND tanggal 15 Februari 2017 pukul 16.10 WIB (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya) 10 ATMOSFERA SWI (Severe Weather Indicator) Analisa SW I sangat baik digunakan untuk mendeteksi adanya potensi cuaca buruk dalam rentang waktu jangka pendek. SWI dapat digunakan untuk mendeteksi pusat badai. Dari citra SWI tanggal 15 Februari 2017 pukul 16.00 WIB terdapat pertemuan dua cell awan Cumulonimbus (Cb) di lokasi terjadinya angin puting beliung. Pertemuan dua awan ini dapat mengakibatkan angin kencang yang berpilin atau memutar. Pada citra SWI pukul 16.10 WIB kedua cell awan Cumulonimbus sudah menyatu dan membentuk supercell yang menghasilkan angin puting beliung. Dari analisa singkat tentang kejadian puting beliung pada tanggal 15 Februari 2017 di Terung kulon, Krian, Sidoarjo maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa radar cuaca sangat bagus digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisa adanya fenomena puting beliung yang sangat bersifat lokal. Gambar 9. Citra radar SWI tanggal 15 Februari 2017 pukul 16.00 WIB (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya) ATMOSFERA 11 Selain adanya reflektifitas yang tinggi pada radar cuaca (60 – 65 dBZ), echo yang berbentuk hook atau kait merupakan ciri adanya angin kencang yang berpilin atau puting beliung. Pertemuan dari dua cell awan Cumulonimbus dapat menghasilkan angin kencang yang berpilin atau puting beliung. Gambar 10. Citra radar SWI tanggal 15 Februari 2017 pukul 16.10 WIB (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya) 12 ATMOSFERA Kondisi cuaca memiliki keterkaitan dengan 5 pengatur (regime) yang mempengaruhi iklim yaitu kriosfer, litosfer/pedosfer, hidrosfer, biosfer, dan atmosfer. Untuk memprakiraan cuaca Jawa Timur pada bulan Maret 2017 perlu mempertimbangkan pengaruh atmosfer. Untuk menganalisa pengaruh atmosfer terhadap cuaca dan iklim di Jawa Timur, maka perlu dilakukan analisa skala global, regional dan lokal. Skala global meliputi gerak semu dan siklus Matahari, The Southern Oscillation Index (SOI), El Niño/Southern Oscillation (ENSO) dan Maden-Julian Oscillation (MJO). Skala regional meliputi Analisa anomali Outgoing Longwave Radiation (OLR), Siklon Tropis, Dipole Mode Index (DMI), Sirkulasi Monsun Asia-Australia, angin pasat, suhu muka laut, dan angin gradien. Sedangkan faktor skala lokal meliputi pengaruh angin darat dan angin laut, analisa Rawinsonde Observation (RAOB) dan jenis udara yang mempengaruhi atmosfer Jawa Timur di bulan Maret 2017. Gerak semu dan siklus Matahari/ Bulan Posisi semu Matahari mempengaruhi pemanasan sisi permukaan Bumi, pada periode 1 Maret 2017 (2 Jumadil Akhir 1438 H) - 31 Maret 2017 (3 Rajab 1438 H) posisi semu Matahari bergerak dari belahan Bumi Selatan ke belahan Bumi Utara, hal ini mengakibatkan daratan Indonesia yang terletak di sekitar Ekuator menerima panas relatif lebih banyak sehingga berpeluang tumbuhnya daerahdaerah bertekanan rendah di sekitar Ekuator. Tabel 1. Koordinat posisi semu Matahari/Bulan di bulan Maret 2017 (Sumber: http://www.timeanddate.com/worldclock/sunearth.html) HARI TANGGAL JAM POSISI SEMU MATAHARI Rabu 1 Maret 2017 00.00 WIB 07o 42 ’ LS ; 71 o 53 BB Senin 20 Maret 2017 17.28 WIB 00o 00’ LU ; 24o 52’ BT Jumat 31 Maret 2017 24.00 WIB 04o 25’ LU ; 7o 59’ BB HARI TANGGAL POSISI BULAN Selasa 14 Maret 2017/ 15 Jumadil Akhir 1438 H Bulan Purnama Rabu 29 Maret 2017/1 Rajab 1438 H Bulan Baru ATMOSFERA 13 Siklus Matahari Siklus Matahari 11 tahunan diketemukan oleh Heinrich Schwabe pada tahun 1843, sekarang sudah memasuki siklus ke -24, tahun teraktif pada siklus ke-24 sudah terjadi di bulan Februari tahun 2014, yaitu terdapat 146,1 Bintik Matahari (tabel 2). Data banyaknya bintik Matahari tahun 2016 dari IPS-Australia (tabel 2) untuk bulan Oktober 2016 (33,6), untuk November 2016 (21,4), bulan Desember 2016 (18,9), untuk bulan Januari 2017 (25,8), sedangkan untuk Februari dan Maret 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar 40 Bintik Matahari. Diprakirakan banyaknya Bintik Matahari berfluktuasi dan terus menurun sampai tahun 2020, pada saat kejadian El-Nino tahun 2015 (tabel 2) banyaknya Bintik Matahari relatif lebih banyak bila dibandingkan El-Nino tahun 1997/1998. Jumlah Bintik Matahari di bulan Maret 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar 40, menyebabkan berkurangnya kedalaman dan luasan air laut yang mengalami peningkatan temperatur, sehingga peluang tumbuhnya awan-awan penghujan di bulan Maret 2017 di Jawa Timur diprakirakan di bawah normal klimatologinya. Tabel 2. Data Bintik Matahari bulanan dari Ionospheric Prediction Service - IPS - Radio and Space Weather Services of Australia (Sumber: http://www.ips.gov.au/Solar/1/6) 14 ATMOSFERA Southern Oscillation Index (SOI) Indeks SOI memberikan informasi tentang perkembangan dan intensitas El Niño atau La Nina di Samudera Pasifik, Indeks SOI dihitung berdasarkan perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin. Harga Indeks SOI yang terus menerus di bawah - 7 (tekanan udara di Tahiti relatif lebih rendah) mengindikasikan adanya El Nino. Harga Indeks SOI yang terus menerus di atas +7 (tekanan udara di Darwin relatif lebih rendah) mengindikasikan adanya La Nina, harga Indeks SOI antara -7 dan +7 umumnya mengindikasikan kondisi netral. Gambar 1. Indeks SOI - 30 harian sampai dengan tanggal 25 Februari 2017 (Sumber: http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=SOI) ATMOSFERA 15 Indeks SOI selama 30 hari terakhir sampai dengan tanggal 25 Februari 2017 sebesar – 0,2 (pada gambar 1) mengindikasikan kondisi netral, harga indeks SOI pada bulan Maret 2017 diprakirakan berfluktuatif dalam kisaran netral (gambar 1), diprakirakan tekanan udara di Samudera Pasifik Barat (Darwin) masih relatif sama atau lebih rendah dari pada tekanan udara di Samudera Pasifik Tengah (Tahiti). Menurut BOM Australia (http:// www. bom.gov.au/clim ate/ cur rent/ soihtm1.shtml),harga rata-rata Indeks SOI bulanan tahun 1997 pada waktu terjadi El Nino sebesar -10,3, mirip dengan harga Index SOI bulanan tahun 2015, di mana rata-ratanya sampai dengan bulan Desember 2015 sebesar –11,23, bahkan tahun 2015 lebih negatif, hal ini mengindikasikan ada pengaruh El Nino. Indeks SOI untuk bulan Maret 2017 diprakirakan masih netral, sehingga peluang pertumbuhan awan pada bulan Maret 2017 di Jawa Timur diprakirakan sama dengan normal klimatologinya. El Niño/Southern Oscillation (ENSO) Indeks ENSO (El Niño/Southern Oscillation) berdasarkan kepada suhu muka laut, El Nino merupakan fenomena global dari sistem interaksi lautatmosfer yang ditandai dengan memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik Tengah (Niño3.4) yaitu daerah antara 5oLU - 5oLS dan 170º BB – 120º BB atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari rata-ratanya) maka wilayah Indonesia yang terpengaruh akan berkurang curah hujannya secara drastis. Harga Indeks ENSO yang terus menerus di bawah -0,5 mengindikasikan adanya La Nina. Harga Indeks ENSO yang terus menerus di atas +0,5 mengindikasikan adanya El Nino, harga Indeks ENSO antara -0,5 dan +0,5 umumnya mengindikasikan kondisi netral. Gambar 2. Anomali suhu mingguan (Sumber:http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Sea-surface) 16 ATMOSFERA Gambar 3. Grafik Indeks ENSO dan prakiraannya (Sumber:http://iri.columbia.edu/ourexpertise/climate/forecasts/enso/current/) Anomali suhu mingguan berdasarkan BOM (Niño3.4) mulai 22 Januari 2017 sampai dengan 12 Februari 2017 (gambar 2) bertahan di harga negatif yaitu antara -0,3 oC sampai dengan -0,1 oC. Menurut Climate Prediction Centre IRI (gambar 3) periode Februari-Maret-April (FMA) pengaruh La Niña netral dengan peluang sekitar 94% kemudian pada bulan-bulan berikutnya masih diprakirakan netral sampai dengan bulan Juni tahun 2017, sehingga bulan Maret 2017 di Jawa Timur pertumbuhan awannya diprakirakan sama dengan normal klimatologinya. ANALISA MADEN-JULIAN OSCILATION The Madden-Julian Oscillation (MJO) adalah fluktuasi cuaca mingguan atau bulanan di daerah tropis, fluktuasi berupa periode basah yaitu periode banyak awan penghujan kemudian disusul periode kering yaitu periode awan konvektif sukar terbentuk (convectively suppressed). Fluktuasi tersebut terjadi berganti-ganti (basah dan kering) dengan total periodenya antara 40 hari sampai 50 hari, bila periodenya lebih pendek dari pada periode musim maka dikatakan sebagai variasi di dalam musim (intraseasonal variation). ATMOSFERA 17 MJO pada awalnya diketemukan oleh Roland A. Maden dan Paul R. Julian pada tahun 1971 dalam bukunya yang berjudul “Detection of a 4050 Day Oscillation in the Zonal Wind in the Tropical Pacific”. Intensitas dan keberadaan MJO dinyatakan dengan indeks RMM (Real-time Multivariat MJO Index), MJO dipengaruhi oleh gerak semu Matahari, MJO bergerak ke arah Timur dalam 8 fase sesuai dengan lokasi geografi fase MJO. Fase 1 di atas Benua Afrika (40o BT – 60o BT), Fase 2 di Samudera Hindia Barat (60o BT – 80o BT), Fase 3 di atas Samudera Hindia Timur (80o BT – 100o BT), Fase 4 di atas Indonesia Barat (100o BT – 120o BT), Fase 5 di atas Indonesia Timur (120o BT – 140o BT), Fase 6 di Pasifik Barat (140o BT – 160o BT), Fase 7 di Pasifik Tengah (160o BT – 180o BT), Fase 8 di Pasifik Timur (180o BB – 160o BB). Gambar 4 memperlihatkan perjalanan Fase MJO selama 40 hari terakhir (mulai tanggal 16 Januari 2017 – 24 Februari 2017), Fase MJO dengan indeks yang relatif kecil bergerak mulai dari Fase 8 kemudian bergerak ke semua Fase dan berakhir di Fase 2 pada tanggal 24 Februari 2017. Gambar 4. Fase MJO 40 hari periode 16 Januari 2017 – 24 Februari Januari 2017 (Sumber:http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/whindex.shtml) 18 ATMOSFERA Gambar 5. Indeks RMM (Real-time Multivariat MJO Index) dan prediksi MJO menurut EMON (Sumber:http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/CLIVAR/clivar_wh.shtml) Prakiraan 40 hari ke depan (19 Februari 2017 – 2 April 2017) berdasarkan diagram Fase pada gambar 5 di atas, MJO terlihat pada minggu pertama melintas mulai dari Fase 1 ke Fase 2, kemudian pada minggu kedua sampai minggu keempat bergerak ke Fase 3, ke Fase 4, ke Fase 5, kemudian dengan harga yang relatif kecil berakhir di Fase 6. Garis kuning adalah pergerakan Fase dari 51 data, garis hijau adalah rata-rata pergerakan Fase dari 51 data, garis hijau tebal merupakan rata-rata pergerakan Fase di minggu pertama dan garis hijau tipis adalah rata-rata pergerakan Fase di minggu kedua sampai dengan minggu keempat. Daerah yang diarsir abu-abu mewakili 50% dari pergerakan Fase seluruh data dan daerah yang diarsir abuabu muda mewakili 90% dari pergerakan Fase seluruh data, sehingga daerah yang dilintasi Fase MJO berpeluang mengalami periode basah, dengan demikian karena Jawa Timur merupakan daerah Fase 4 maka Jawa Timur pada bulan Maret 2017 berpeluang mengalami periode basah. ATMOSFERA 19 Analisa Anomali Outgoing Longwave Radiation (OLR) Analisa Outgoing Longwave Radiation (OLR) sering digunakan sebagai cara untuk mengidentifikasi ketinggian, ketebalan awan hujan konvektif. Peta Prediksi MJO (gambar 6) yang diikuti oleh anomali OLR selama 15 hari ke depan yaitu mulai dari tanggal 24 Februari 2017, menggambarkan posisi awan berdasarkan MJO-OLR. Warna ungu dan biru (anomali OLR negatif) menunjukkan daerah tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan awan (enhanced convection) atau peluang hujan meningkat, menunjukkan daerah tersebut aktif, lebih tinggi dari keadaan normalnya, sedangkan untuk daerah dengan warna orange menunjukkan keadaan di bawah normalnya, tidak banyak pertumbuhan awan (suppressed conditions). Berdasarkan analisa anomali OLR maka Jawa Timur pada bulan Maret mengalami peningkatan pertumbuhan awan (enhanced convection) terutama pada pertengahan bulan Maret 2017. Gambar 6. Prakiraan MJO yang diikuti dengan anomali OLR untuk 15 hari ke depan (Sumber:http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/forca.shtml) 20 ATMOSFERA Siklon Tropis Pada bulan Februari 2017 di Utara Ekuator belum terjadi Siklon Tropis, yang terjadi hanya tekanan rendah di sekitar Laut China Selatan dan di sekitar Philipina, dan di Selatan Ekuator terjadi 6 bibit Siklon Tropis yaitu di Samudera Pasifik Selatan terjadi 4 Tropical Storm (Alfren, Seven, Bart, Eight), di Samudera Hindia Selatan terjadi 1 Tropical Storm (Carlos) dan 1 Siklon (Dineo) Dari 6 bibit siklon tropis tersebut, hanya Tropical Storm Carlos yang relatif berpengaruh terhadap pola angin gradien pada wilayah Indonesia. Untuk bulan Maret 2017 peluang terjadinya siklon di Selatan Ekuator terutama di Samudera Hindia meningkat, maka diprakirakan di Jawa Timur pada bulan Maret 2017 peluang tumbuhnya awan penghujan sesuai normal klimatologinya. Tabel 3. Distribusi frekuensi Siklon Tropis periode tahun 2000 - Akhir Februari 2017 (Sumber: http://weather.unisys.com/hurricane/index.php) ATMOSFERA 21 Dipole Mode Index (DMI) Indeks Dipole Mode dihitung berdasarkan perbedaan anomali suhu muka laut antara Samudera Hindia Bagian Barat (10°LS - 10°LU , 50°BT 70°BT) dan Samudera Hindia Bagian Timur (10°LS - 0°LS, 90°BT - 110° BT ). Indeks Dipole Mode bernilai positif menunjukkan anomali suhu muka laut di Samudera Hindia Bagian Barat relatif lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang pertumbuhan awan di Samudera Hindia Bagian Barat. Update Indeks DMI minggu yang lalu tanggal 19 Februari 2017 adalah positif 0,12 (gambar 7), diprakirakan nilai indeks pada bulan Maret 2017 di sekitar nilai threshold (+ 0,4), dalam kisaran netral sehingga peluang pertumbuhan awan di Samudera Hindia Timur yaitu Indonesia Bagian Barat relatif sama dengan normal klimatologinya. Gambar 7. Harga DMI mingguan tanggal 19 Februari 2017 (Sumber:http://www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml?bookmark=iod) Tabel 4. Peluang nilai DM menurut Predictive Ocean Atmosphere Model for Australia (POAMA) (Sumber:http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml#IOD) 22 ATMOSFERA Prakiraan POAMA, Indeks Dipole Mode pada bulan Maret 2017 diprakirakan netral dengan peluang 97,0 % (tabel 4), sehingga peluang tumbuhnya awan-awan di sekitar Samudera Hindia Bagian Timur (sebelah Barat Sumatera) dan di Samudera Hindia Bagian Barat mempunyai peluang yang sama. Pada kenyataannya pada bulan Februari 2017 pertumbuhan awan di Samudera Hindia Bagian Timur yaitu di sebelah Barat Sumatera relatif tinggi, sehingga berdasarkan Indeks Dipole Mode pada bulan Maret 2017 di Jawa Timur berpeluang mengalami peningkatan pertumbuhan awan sesuai normal klimatologinya. Sirkulasi Monsun Asia-Australia I ndonesia bukan daer ah sumber monsun, tetapi ada daerah yang dilalui aliran udara monsun sehingg a cuaca dan ik limnya terpengaruh oleh monsun. Indeks Monsun Australia pada akhir bulan Februari 2017 berfluktuasi di atas harga rata-rata klimatologinya (gambar 8), maka untuk bulan Maret 2017 diprakirakan berfluktuasi di atas harga rata-rata klimatologinya, sehingga peluang pembentukan awan di sekitar Jawa, Bali, dan Nusa Te n g g a r a d i a t a s n o r m a l klimatologinya (besarnya harga indeks berkorelasi positif terhadap peluangnya hujan). Gambar 8. Rata-rata lima hari terakhir Indeks Monsun Australia pada 26 Februari 2017 (Sumber: http://apdrc.soest.hawaii.edu/projects/monsoon/realtime-monidx.html) ATMOSFERA 23 Angin Pasat (Trade winds) Angin pasat di Samudera Pasifik di sekitar Ekuator sampai di sekitar sebelah Barat garis penanggalan internasional selama 5 hari sampai dengan 12 Februari 2017 mendekati nilai rata-rata klimatologinya di sebagian Samudera Pasifik bagian Timur dan relatif di atas rata-rata klimatologinya di Samudera Pasifik Barat. Angin pasat diprakirakan melemah di hari-hari mendatang diikuti dengan datangnya Fase MJO di atas Samudera Pasifik. Angin pasat umumnya mendekati ratarata klimatologinya sejak musim gugur 2016. Selama kejadian La Niña harga anomali angin pasat di Samudera Pasifik di sekitar Ekuator akan terusmenerus menguat, sebaliknya selama El Niño maka harga anomali angin pa- satnya akan terus-menerus melemah di bawah harga rata-rata klimatologinya bahkan arah anginnya berubah arah. Suhu Muka Laut Menur ut prak ir aan Japan Agency for Marine – Earth Science and Technology (JAMSTEC) (gambar 11), suhu muka laut periode MaretApril-Mei 2017 di sebagian besar wilayah laut Indonesia umumnya lebih hangat tetapi kurang dari 1 oC dari pada r at a- r at a k lim at olog inya, sehingga peluang tumbuhnya awanawan penghujan di daerah-daerah tersebut lebih besar dari pada di daerah lainnya, untuk NINO3,4 diprakirakan anomali suhunya sekitar +0,3oC (gambar 12). Gambar 9. Rata-rata Angin Pasat dan anomalinya di bulan Februari 2017 (Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Trade-winds) 24 ATMOSFERA Gambar 10. Kawasan NINO1, NINO2, NINO3, NINO3,4, NINO4 di Samudera Pasifik menurut IRI (Sumber : http://iri.columbia.edu/our-expertise/climate/forecasts/sst-forecasts/) Gambar 11. Prakiraan Anomali Suhu Permukaan Laut MAM (Maret-April-Mei) (Sumber:http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/sintex_f1_forecast.html.en) Gambar 12. Prediksi anomali suhu muka laut bulan Maret 2017 Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/model-summary/#tabs=Pacific-Ocean ATMOSFERA 25 Temperatur Bawah Laut Suhu air laut di kedalaman bawah laut selama 5 hari sampai dengan tanggal 12 Februari 2017 (gambar 13) terlihat bahwa suhu air laut di bawah sebagian besar Samudera Pasifik di Ekuator sama dengan rata -ratanya, anomali suhu selama 5 hari lebih besar dari +2°C di kedalaman 150 meter di bawah Samudera Pasifik Barat. Pada waktu yang sama tahun 2016 pada daerah yang sama anomalinya -3°C, menunjukkan bahwa ENSO (El Niño/Southern Oscillation) untuk tahun ini diprakirakan berbeda, yang pengaruhnya menyebabkan peluang meningkatnya pertumbuhan awan di Jawa Timur pada bulan Maret 2017. Angin Gradien Angin gradien (gambar 14) tanggal 26 Februari 2017 jam 00.00 UTC di sekitar Ekuator ada 3 Eddy (putaran angin) dan deretan beberapa daerah bertekanan rendah sehingga memperlemah angin monsoon Barat Laut, bahkan di Jawa bagian Selatan angin bertiup dari Timur-Tenggara. Gambar 13. Anomali suhu pada kedalaman laut (Sumber http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Sea-sub%E2%80%93surface) 26 ATMOSFERA Gambar 14. Pola angin gradien ketinggian 1.000 meter tanggal 26 Februari 2016 jam 00 UTC (Sumber:http://www.bom.gov.au/australia/charts/glw_00z.shtml) Bila angin gradien bertiup dari arah Timur-Timur Laut maka memperlemah peluang pertumbuhan awan penghujan. Bila angin gradien bertiup dari arah Barat Laut kemudian garisgaris yang menghubungkan arah yang sama (stream line) mengarah ke Laut Jawa, maka perlu diperhatikan adanya Cold Surge (seruakan dingin). Pengaruh Cold Surge bisa sampai ke Pulau Jawa bila selisih tekanan udara antara Gushi dan Hongkong lebih dari 10 milibar (gambar 16), dan bila angin Gradien dari arah BaratBarat Laut. Ada peluang pengaruh cold surge pada saat perbedaan tekanan udara permukaan relatif besar antara Gushi dan Hongkong, yang terjadi pada tanggal 22 – 23 Februari 2017 yaitu sebesar +10,2 hingga +13,8 milibar (positif, karena tekanan udara permukaan Hongkong lebih rendah). Perbedaan tekanan tersebut rekatif besar dan cukup kuat untuk mempengaruhi angin gradien. Berdasarkan grafik Indeks Surge 15 hari terakhir (10 – 25 Februari 2017) maka masih ada peluang besarnya Indeks Surge akan mempengaruhi Cuaca di Jawa Timur pada bulan Maret 2017 bila angin gradien masuk Jawa Timur dari arah Barat Laut. ATMOSFERA 27 Gambar 15. Citra Satelit Cuaca tanggal 26 Februari 2017 jam 00.00 UTC (Sumber:http://www.jma.go.jp/en/gms/largec.html?area=6&element=0&mode=UTC) Gambar 15. Indeks Surge Gushi-58208 (32,10 LU 115,4 BT – Hongkong-45007(22 LU 114 BT) periode tanggal 10 Februari 2017 sampai dengan 25 Februari 2017 (Sumber data : http://www.ogimet.com/synops.phtml.en) 28 ATMOSFERA Jenis Udara yang mempengaruhi cuaca di Jawa Timur pada bulan Maret 2017 dan analisa RAOB (Rawinsonde Observation) Angin gradien dari arah Barat Laut adalah jenis udara Laut China Selatan yang bersifat hangat dan lembab, sedangkan jika angin gradien dari arah Barat-Barat Daya maka jenis udara yang mempengaruhi adalah jenis uda- ra Tropis Lautan Pasifik Barat Daya (sebelah Utara/Barat Australia), yang bersifat hangat dan mantap. Jenis udara yang mempengaruhi cuaca Jawa Timur pada bulan Maret 2017 adalah perpaduan keduanya sehingga ada peluang pertumbuhan awan penghujan sama dengan ratarata klimatologinya. Gambar 17. Data RAOB tanggal 26 Februari 2017 jam 00.00 UTC di Juanda (Sumber : BMKG Juanda dan http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html) ATMOSFERA 29 Pada tanggal 26 Februari 2017 jam 07.00 WIB (00.00 UTC), data METAR WIEE (Padang) METAR WIEE 260000Z 03003KT 9999 SCT020 24/24 Q1008=, dan data METAR WATT (Kupang) 26 Februari 2017 jam 07.00 WIB (00.00 UTC : METAR WATT 260000Z 07005KT 9999 FEW018 28/25 Q1010 NOSIG= Tekanan udara permukaan (QNH) di Padang (Minangkabau International Airport- 96163- WIEE) 1.008 mb dan tekanan udara permukaan (QNH) di Kupang (El Tari97372- WATT) 1.010 mb, terdapat perbedaan sebesar 2 mb, tekanan udara di Padang lebih rendah (bulan Oktober 2015 beda sebesar 6 mb, lebih rendah Kupang), perbedaan tersebut menurunkan peluang pertumbuhan awan konvektif di sekitar Kupang. Dari data udara atas RAOB (Rawinsonde Observation) tanggal 26 Februari 2017 jam 00.00 UTC (gambar 17), di lapisan bawah arah angin dominan bertiup dari arah Barat – Barat Daya. NIlai LI (Lifted Index) = -4,3 menunjukkan jenis udara labil, nilai KI (K Index) = 31,3 menunjukkan adanya peluang terbentuk awan konvektif. Nilai Severe Weather Threat Index (SWEAT) = 188,4 menunjukkan jenis udara berpeluang terjadinya konveksi, 30 ATMOSFERA nilai Convective Available Potential Energy (CAPE) = 1.480 J/Kg menunjukkan cukup energi yang dipunyai oleh uap air untuk membentuk awan konvektif . NIlai Tc = 32,2 oC menunjukkan bahwa suhu konveksi yaitu suhu minimal agar terjadi konveksi, suhu tersebut relatif tinggi untuk dicapai. Nilai LCL (Lifting Condensation Level) = 293,9 m yang digunakan sebagai tinggi dasar awan yang relatif rendah. Jenis udara di atas Juanda saat itu relatif basah, nilai Bulk Richardson Number (BRCH) = 789, nilai tersebut relatif tinggi menandakan bahwa perubahan arah dan kecepatan angin vertikal/horisontal kecil sehingga besar peluang pertumbuhan awan konvektif. Pada musim kemarau nilai BRCH umumnya rendah menandakan vertical wind shear yang tinggi, sehingga kondisi atmosfer tidak mendukung proses konveksi. Dari pengaruh jenis udara yang mempengaruhi cuaca Jawa Timur dan perbedaan tekanan udara antara Padang yang lebih rendah dari pada Kupang serta angin yang dominan dari arah Barat Laut, maka pada bulan Maret 2017 di Jawa Timur pertumbuhan awan penghujannya sama dengan normal klimatologinya. 5. Angin pasat diprakirakan melemah di KESIMPULAN hari-hari mendatang diikuti dengan Dengan mempertimbangkan : datangnya Fase MJO di atas Samu1. Tekanan Udara Padang lebih rendah dera Pasifik, sehingga pertumbuhan dari pada Kupang, tetapi angin perawan di bulan Maret 2017 sesuai mukaan masih dari arah Barat Laut – normal klimatologinya; Barat Daya maka potensi pertumbuhan awan penghujan normal; 6. Indeks Monsun Australia untuk bulan Maret 2017 berfluktuasi di atas 2. Pola angin gradien sudah tidak harga rata-rata klimatologinya, konsisten dari Barat Laut maka posehingga peluang pertumbuhan tensi pertumbuhan awan penghujan awan pada bulan Maret 2017 di atas normal; normalnya; 3. Anomali suhu selama 5 hari sampai dengan 12 Februari 2017 lebih besar 7. Indeks Dipole Mode pada bulan Maret 2017 diprakirakan netral dengan dari +2°C di kedalaman 150 meter di peluang 97,0 %, sehingga peluang bawah Samudera Pasifik Barat, patumbuhnya awan-awan di sekitar da waktu yang sama tahun 2016 paSamudera Hindia Bagian Timur da daerah yang sama anomalinya (sebelah Barat Sumatera) dan di Sa3°C, menunjukkan bahwa ENSO (El mudera Hindia Bagian Barat memNiño/Southern Oscillation) untuk punyai peluang yang sama, maka tahun ini diprakirakan berbeda, yang peluang pertumbuhan awan sama pengaruhnya menyebabkan peluang dengan normal klimatologinya; meningkatnya pertumbuhan awan di awa Timur pada bulan Maret 2017; 8. Peluang terjadinya siklon di Selatan Ekuator terutama di Samudera Hin4. Prediksi rata-rata anomali suhu muka dia akan meningkat, maka diprakiralaut di wilayah NINO3,4 pada bulan kan pertumbuhan awan penghujan Maret 2017 sekitar + 0,3 oC, penurusama dengan normal klimatologinya; nan suhu muka laut di NINO3,4 tersebut netral sehingga peluang pertumbuhan awan di Jawa Timur normal; ATMOSFERA 31 9. Berdasarkan analisa anomali OLR maka Jawa Timur pada bulan Maret 2017 mengalami peningkatan pertumbuhan awan (enhanced convection) dan semakin meningkat pada pertengahan Maret 2017; 10. Fase MJO pada bulan Maret 2017 diprakirakan melintas di Fase 4, sehingga Jawa Timur mengalami periode basah di atas normal klimatologinya; 11. Berdasarkan Climate Prediction Centre IRI periode Februari-MaretApril (FMA), pengaruh La Niña netral dengan peluang sekitar 94%, kemudian pada bulan-bulan berikutnya masih diprakirakan netral sampai dengan bulan Juni tahun 2017, sehingga bulan Maret 2017 di Jawa Timur pertumbuhan awannya diprakirakan sama dengan normal klimatologinya. 12. Harga Indeks SOI (Tahiti – Darwin) bulan Maret 2017 diprakirakan netral (negatif, lebih rendah Tahiti), 32 ATMOSFERA sehingga peluang pertumbuhan awan pada bulan Maret 2017 diprakirakan di bawah normal; 13. Jumlah Bintik Matahari di bulan Maret 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar 40, menyebabkan berkurangnya kedalaman dan luasan air laut yang mengalami peningkatan temperatur, sehingga peluang tumbuhnya awan-awan penghujan diprakirakan di bawah normal klimatologinya. Dengan mempertimbangkan 13 faktor tersebut, maka Jawa Timur pada bulan Maret 2017 diprakirakan masih mengalami musim hujan dengan peluang pertumbuhan awan sama dengan normal klimatologinya. (Tonny S ) Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanan di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanan waktu sore sama dengan sebulan (pula)” (Q.S. Saba : 34:12 ) Daftar Pustaka : Al-Quran Surah Saba’ [34] : 12 Maslakah, Firda A. 2015. Variabilitas Parameter Ketidakstabilan Atmosfer di Juanda Surabaya Tahun 2012-2013. Wirjohamidjojo, Soerjadi. 2008. Pemanfaatan Data Radar dan Satelit untuk Prakiraan Jangka Pendek. http://apdrc.soest.hawaii.edu/projects/monsoon/realtime-monidx.html) http://aviation.bmkg.go.id/web/station.php http://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3317207/wagub-jatim-blusukan-kelokasi-banjir-di-sidoarjo http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/ MJO/CLIVAR/clivar_wh.shtml http://weather.unisys.com/hurricane/index.php http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html http://www.aviationweather.gov/adds/metars/ http://www.bom.gov.au/australia/charts/glw_00z.shtml http://www.bom.gov.au/climate/enso http://www.bom.gov.au/climate/model-summary/#tabs=Pacific-Ocean http:// iri.columbia.edu/our-expertise/climate/forecasts/sst-forecasts/ http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml#IOD) http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/people/wwang/cfsv2fcst/images1/ nino34Monadj.gif http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/mjo.shtml#forecast http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/whindex.shtml http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/sintex_f1_forecast.html.en http://www.jma.go.jp/en/gms/largec.html?area=6&element=0&mode=UTC) http://www.ogimet.com/synops.phtml.en http://www.ospo.noaa.gov/Products/ocean/sst/50km_night/index.html http://www.sws.bom.gov.au/Solar/1/6 http://www.timeanddate.com/worldclock/sunearth.html ATMOSFERA 33 1. Prakiraan Curah Hujan Bulan Maret 2017 Prakiraan hujan untuk bulan Maret 2017 wilayah Jawa Timur dan sekitarnya, secara umum diprakirakan masuk pada kategori menengah – tinggi, ini terlihat dari curah hujan yang berkisar antara 201 - 400 mm. Wilayah Jawa Timur yang berpotensi memiliki curah hujan dengan kategori menengah (201-301 mm) di antaranya adalah: Lamongan, Gresik, Surabaya, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Magetan, Lamongan, Tuban, dan Tulungagung. Untuk curah hujan dengan kategori tinggi (301-400 mm) di antaranya adalah: Nganjuk, Pacitan, Sidoarjo, dan Malang. Untuk curah hujan dengan kategori sangat tinggi (401-500 mm) di antaranya adalah: Blitar, Madiun, dan sebagian wilayah Probolinggo, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Peta prakiraan curah hujan Maret 2017 (Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso Malang) 34 ATMOSFERA 2. Prakiraan Sifat Hujan Bulan Maret 2017 Sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan atau periode dengan nilai rata-rata atau normalnya dari bulan atau periode tersebut. Berdasarkan gambar di bawah, prakiraan sifat hujan bulan Maret 2017 adalah sebagai berikut : Secara umum diketahui bahwa wilayah Jawa Timur untuk bulan Maret 2017 berada pada sifat hujan normal. Untuk sifat hujan di atas normal (116200%) di antaranya adalah: Situbondo, dan sebagian Lamongan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Peta prakiraan sifat hujan Maret 2017 (Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso Malang) ATMOSFERA 35 3. Arah dan Kecepatan Angin Lapisan Atas Berdasarkan klimatologi angin untuk bulan Maret 2017 di lapisan 250 mb diprakirakan angin di wilayah Jawa Timur pada lapisan 250 mb atau pada ketinggian 34.000 feet akan berhem- bus secara umum dari arah Barat dengan kecepatan berkisar antara 5 – 5,5 m/detik. Sedangkan untuk lapisan 500 mb atau pada ketinggian 18.000 feet, cenderung dari arah Barat dengan kecepatan berkisar antara 0 - 2 m/detik. Gambar 3. Arah dan kecepatan angin lapisan atas bulan Maret 2017 (Sumber: ITACS dan ESRL) 36 ATMOSFERA 4. Potensi Kebakaran Hutan/Lahan Kejadian kebakaran hutan berpeluang besar terjadi di musim kemarau didukung oleh curah hujan rendah, suhu tinggi, kelembaban udara rendah dan kecepatan angin yang memicu peningkatan kekeringan tanah. Mulai dasarian pertama bulan Februari 2017, tercatat adanya hujan di Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya, jumlah curah hujan tercatat hingga tanggal 28 Februari 2017 sebesar 187.9 mm. Temperatur maksimum harian berkisar antara 31.9oC hingga 33.8 oC. Hasil pantauan satelit NOAA 18 (ASMC), TERRA, NPP (LAPAN) hingga tanggal 28 Februari 2017, terdapat titik api di Lumajang yang terpantau pada satelit Aqua pada tanggal 26 Februari 2017 dan di Mojokerto terpantau pada satelit Terra tanggal 26 Februari 2017. Semua titik api tersebut terpantau dengan tingkat kepercayaan ≥80 %. Pada bulan Maret 2017, wilayah Jawa Timur diprakirakan masih mengalami musim penghujan. Dari peta prakiraan curah hujan bulan Maret 2017, sebagian besar wilayah Jawa Timur akan berada pada kisaran curah hujan di atas 200 mm, dengan Gambar 4. Jumlah Curah Hujan dan suhu maksimum per dasarian Desember 2016-Februari 2017 di Juanda Surabaya ATMOSFERA 37 Gambar 5. Peta Sebaran Titik Api bulan Maret 2017 di Jawa Timur (Sumber : Data Satelit NPP Lapan, Terra/Aqua Lapan dan NOAA 18) demikian pada bulan ini, peluang terjadinya kebakaran hutan di Jawa Timur relatif kecil. Prakiraan kemuda- 1 Maret 2017 38 ATMOSFERA han terjadinya kebakaran hutan di Jawa Timur pada awal Maret 2017 ditampilkan pada gambar 6. 2 Maret 2017 3 Maret 2017 4 Maret 2017 Gambar 6 . Prakiraan kemudahan terjadinya kebakaran hutan di Jawa Timur pada awal Maret 2017 5. Potensi penyakit demam berdarah Penyakit demam berdarah memiliki peluang besar terjadi pada musim penghujan dengan kondisi suhu udara yang hangat dan kelem- baban udara yang tinggi. Selain itu, curah hujan yang tinggi meningkatkan jumlah genangan air yang mendukung perkembangbiakan nyamuk demam berdarah. Gambar 7. Jumlah curah hujan per dasarian (10 harian) Desember 2016 - Februari 2017 Stamet Juanda Surabaya ATMOSFERA 39 Berdasarkan prakiraan, pada bulan Maret 2017 curah hujan di Jawa Timur secara umum masuk pada kategori menengah – tinggi, ini terlihat dari curah hujan yang berkisar antara 201 400 mm, untuk itu masih perlu diwaspadai adanya genangan yang akan terjadi akibat curah hujan, karena hal ini berpotensi memicu munculnya penyakit demam berdarah. 6. Tingkat kenyamanan terkait dengan kondisi cuaca Kesehatan dan aktivitas manusia terkait erat dengan parameter cuaca seperti temperatur udara, kelembaban relatif, radiasi matahari dan kecepatan angin. Aktivitas manusia terkadang terganggu oleh kondisi cuaca yang menyebabkan ketidaknyamanan badan dan pikiran, bahkan pada kondisi yang ekstrim dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Hubungan antara parameter cuaca seperti temperatur udara dan kelembaban relatif dengan kesehatan dan aktivitas manusia dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang disebut dengan Discomfort Index (DI). Pada gambar 8 berikut ditampilkan grafik Discomfort Index berdasarkan data Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya bulan Desember 2016 hingga Januari 2017 ditentukan dengan persamaan : DI = T – 0,55 x(1-0,01 x RH)*(T-14,5) Keterangan: DI = Discomfort Index T = Temperatur bola kering (oC) R = Kelembaban relatif (%) Gambar 8. Grafik Discomfort Index Stasiun Meteorologi Juanda Desember 2016—Februari 2017 40 ATMOSFERA Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai Discomfort Index meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur ambient dan begitu pula sebaliknya. Kelembaban relatif yang rendah dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena mengurangi pelepasan panas dari dalam tubuh. Nilai Discomfort Index pada bulan Februari 2017 berkisar antara 25,4 hingga 27,2 de- ngan rata-rata 26,3. Nilai rata-rata indeks ketidaknyamanan tersebut sama dengan bulan sebelumnya. Interpretasi nilai Discomfort Index disajikan pada tabel 1 berikut ini. Ditinjau dari prakiraan cuaca untuk bulan Maret 2017, kisaran Discomfort Index harian berpotensi mengalami penurunan pada bulan Maret 2017. Tabel 1. Interpretasi Nilai Discomfort Index DI (oC) Interpretasi <21 Tidak dirasakan adanya ketidaknyamanan 21-24 <50% populasi merasakan ketidaknyamanan 24-27 >50% populasi merasakan ketidaknyamanan 27-29 Mayoritas populasi merasakan ketidaknyamanan 29-32 Setiap orang merasakan stress >32 Kondisi darurat dan memerlukan bantuan medis ATMOSFERA 41