Tugas dan Wewenang

advertisement
Laporan Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
Triwulan IV-2016
dan Tahun 2016
Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan
amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu
wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang
Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan
wewenang Bank Indonesia selama triwulan IV-2016 dan tahun 2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang
Bank Indonesia Triwulan IV - 2016 dan Tahun 2016
Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem
Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah.
1 Inflasi
Inflasi 2016 terkendali pada level
yang rendah dan berada di batas
bawah kisaran sasaran inflasi 4±1%
2015 2016
3,35% (yoy)
2 Pertumbuhan
Ekonomi
3 Neraca Pembayaran
Ekonomi Indonesia di 2016 tumbuh lebih
tinggi dibanding tahun sebelumnya,
ditopang oleh kuatnya konsumsi rumah
tangga, serta perbaikan ekspor dan
kinerja investasi.
Membaik ditopang penurunan defisit
transaksi berjalan dan kenaikan surplus
transaksi modal dan finansial.
Neraca Pembayaran Indonesia
2015
defisit
1,1 dolar AS
2016
3,02% (yoy)
5,02% (yoy)
2016
surplus
12,1 dolar AS
defisit
17,5 dolar AS
2015
surplus
16,8 dolar AS
surplus
29,2 dolar AS
Didorong kenaikan investasi langsung dan investasi portofolio
5 Nilai Tukar
Sepanjang 2016 Rupiah
menguat didukung persepsi
positif terhadap fundamental
ekonomi Indonesia.
Rp
6 Sistem Keuangan
Kondisi sistem keuangan tetap
stabil ditopang oleh ketahanan
industri perbankan yang terjaga.
Ketahanan permodalan masih berada pada
level yang cukup tinggi.
CAR
Rp
$
Nilai tukar Rupiah
triwulan IV-2016
secara point to point (ptp)
menguat
2,32 % (ytd)
mencapai
Rp. 13.473
/dolar AS
ii
Rasio
Kecukupan
Modal
22,8%
7 Penyelenggaraan
Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran berjalan dengan aman,
lancar, efisien, dan handal seiring peningkatan
preferensi masyarakat untuk bertransaksi
secara non-tunai.
Transaksi RTGS meningkat
nominal
volume
Pertumbuhan kredit membaik dari triwulan sebelumnya.
Kredit
Pertumbuhan
Kredit
7,86%
(yoy)
Rasion Non
Performing Loan
(NPL)
Likuiditas masih memadai.
DPK
Rp
Rasio Alat
Likuid/Dana
3,2%
gross
11,9% (yoy)
8,2% (yoy)
Transaksi SSSS meningkat
nominal
Rasio kredit bermasalah relatif terjaga.
Kredit
116,4 miliar
(dollar AS)
cukup untuk membiayai:
BULAN
8,8 IMPOR
defisit
16,3 dolar AS
Transaksi Modal dan Finansial
2015
2016
4,88% (yoy)
Cadangan Devisa Akhir Desember 2016
Transaksi Berjalan
2015
2016
Didukung membaiknya neraca perdagangan barang dan jasa.
IHK
4 Cadangan Devisa
volume
46,6% (yoy)
39,3% (yoy)
Transaksi SKNBI meningkat
20,5%
(yoy)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
nominal
volume
6,2% (yoy)
8,4% (yoy)
atau
8,4
bulan
impor
+
Pembayaran
Utang
Luar Negeri
Pemerintah
Angka tersebut di atas standar kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor.
8 Pengedaran Uang
Rp
Tahun 2016
Uang yang Diedarkan (UYD)
meningkat sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi.
Rp. 612,5 triliun
tumbuh
4,4% (qtq)
Bank Indonesia mampu memenuhi
peningkatan kebutuhan uang
dalam jumlah cukup dan layak edar.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
iii
KEBIJAKAN BANK INDONESIA
Kebijakan Moneter
• Kebijakan BI secara konsisten diarahkan untuk
mengendalikan inflasi sesuai sasarannya, menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap
mendukung momentum pemulihan ekonomi domestik.
• BI melakukan reformulasi suku bunga kebijakan dari BI Rate
menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate untuk memperkuat
efektivitas transmisi kebijakan moneter.
• BI secara gradual menurunkan BI Rate sebesar 100 bps dan
7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps. Penurunan diikuti
dengan penyesuaian koridor suku bunga Deposit Facility
dan Lending Facility.
• BI menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam
Rupiah sebesar 1% dari 7,50% ke level 6,50% untuk
mendorong kapasitas pembiayaan perbankan.
• BI mendorong pendalaman pasar keuangan.
Kebijakan
Sistem Pembayaran
• BI menyelesaikan desain konsep Gerbang Pembayaran
Nasional (NPG).
• BI mendukung program bantuan sosial Pemerintah melalui
program elektronifikasi.
• Penerapan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor
surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS.
• Penerapan ketentuan Standar Nasional Teknologi Chip dan
penggunaan Personal Identification Number (PIN) 6 (Enam)
Digit untuk kartu ATM dan/atau kartu debit.
• BI meningkatkan akses keuangan dengan menerbitkan
ketentuan terkait Layanan Keuangan Digital.
• BI terus mendorong penggunaan instrumen transaksi
non-tunai melalui penyempurnaan aturan Penggunaan
Uang Elektronik (electronic money) dan kerjasama dengan
perbankan untuk penyaluran bantuan sosial.
• BI mendorong perkembangan industri keuangan digital
dengan membentuk FinTech Office dan penyiapan
kebijakan Regulatory Sandbox.
Kebijakan
Makroprudensial
• BI merelaksasi ketentuan Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to
Value Ratio (FTV) untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan
perbankan.
• Batas bawah Giro Wajib Minimum Loan to Funding Ratio (GWM LFR)
ditingkatkan dari 78% menjadi 80%, dengan batas atas tetap sebesar
92% untuk mendukung kehati-hatian perbankan.
• Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, BI menetapkan besaran
tambahan modal bank berupa Countercyclical Buffer (CCB) sebesar
0% (nol persen).
• Untuk mendukung pemberlakuan UU PPKSK, BI menyempurnakan
ketentuan terkait dengan pinjaman likuiditas jangka pendek,
protokol manajemen krisis, dan bank sistemik.
• BI meluncurkan standar internasional pengelolaan zakat (Zakat Core
Principles), Islamic Financial Market Code of Conduct, model sukuk
linked waqaf, dan pembentukan Satuan Tugas Akselerasi Ekonomi
Syariah.
• Untuk mendukung kestabilan harga dan menjaga stabilitas sistem
keuangan, BI turut memperkuat sektor riil dan memberdayakan
UMKM.
• BI mengembangkan program klaster berbasis komoditas yang
memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi, di berbagai daerah.
Hingga akhir 2016, telah dikembangkan 178 klaster di 44 wilayah.
Kebijakan
Pengelolaan Uang Rupiah
• BI mengarahkan kebijakan pengelolaan uang Rupiah untuk mencapai
tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan
terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan
optimal, serta (iii) layanan kas yang prima.
• 11 Uang Rupiah tahun emisi 2016 diterbitkan untuk memperkuat
kedaulatan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• BI bekerjasama dengan Kementerian Keuangan melakukan
perencanaan pencetakan dan pemusnahan uang Rupiah.
• Bi menyempurnakan ketentuan pelaksanaan klarfikasi atas uang
Rupiah yang diragukan keasliannya.
• BI bekerjasama dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah
Palsu (Botasupal) melakukan edukasi pengelolaan uang Rupiah dan
pemberantasan uang palsu.
• BI memperluas jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang
sulit atau belum terjangkau.
iv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
iii
HIGHLIGHTS KINERJA PEREKONOMIAN
1. Inflasi selama triwulan IV-2016 maupun 2016 terkendali. Inflasi 2016 tercatat sebesar
sebesar 3,02% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 3,35% dan berada
dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah sebesar 4±1% (yoy).
2. Ekonomi Indonesia triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 4,94% (yoy), sedangkan selama
2016 tumbuh sebesar 5,02% (yoy). Pertumbuhan ini didukung oleh masih kuatnya
konsumsi rumah tangga, perbaikan kinerja investasi, dan peningkatan ekspor.
3. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV-2016 mencatat surplus sebesar 4,5
miliar dolar AS, sedangkan sepanjang 2016 NPI surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS.
Surplus NPI ini ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial.
4. Defisit transaksi berjalan 2016 turun dari 17,5 miliar dolar AS (2,0% dari PDB) menjadi
16,3 miliar dolar AS (1,8% dari PDB), didukung perbaikan kinerja neraca perdagangan
barang dan jasa.
5.Secara point to point, nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2016 melemah sebesar 3,13%
menjadi Rp13.473 per dolar AS, namun sepanjang 2016 nilai tukar Rupiah menguat
sebesar 2,32% (ytd).
6. Cadangan devisa pada akhir Desember 2016 tercatat sebesar 116,4 miliar dolar AS,
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 115,7 miliar dolar AS dan posisi
akhir 2015 sebesar 105,9 miliar dolar AS.
7. Kondisi Sistem Keuangan Indonesia selama 2015 tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan
sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Indeks Stabilitas Sistem
Keuangan akhir tahun 2016 tercatat 0,84.
8. Transaksi sistem pembayaran sepanjang 2016 berjalan aman dan lancar. Kondisi ini
didukung keandalan penyelenggaraan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI sesuai
dengan service level.
9. Tren penggunaan uang elektronik dan alat pembayaran menggunakan kartu terus
menunjukkan peningkatan. Sementara itu, transaksi tunai dengan menggunakan uang
kartal berjalan lancar. Kelancaran ini ditopang oleh terpenuhinya kebutuhan uang
kartal dalam jumlah yang cukup hingga ke pelosok wilayah Indonesia.
iv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
HIGHLIGHTS KEBIJAKAN BANK INDONESIA
A. Bidang Moneter
1. Di tengah masih lemahnya perekonomian global, Bank Indonesia melonggarkan
kebijakan moneter secara konsisten dan terukur dengan tetap memperhatikan
kondisi perekonomian. Selama 2016, suku bunga acuan (BI Rate/BI 7-day Reverse
Repo Rate) diturunkan sebesar 275 bps dari 7,5% menjadi 4,75% dengan Deposit
Facility dan Lending Facility turun masing-masing menjadi 4,00% dan 5,50%.
Pelonggaran kebijakan moneter tersebut diyakini semakin memperkuat upaya
peningkatan permintaan domestik, termasuk permintaan kredit, sehingga dapat
terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
2. Untuk memperkuat kebijakan moneter, Bank Indonesia mereformulasi suku bunga
kebijakan, dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate, yang berlaku efektif
mulai 19 Agustus 2016. Reformulasi tersebut juga bertujuan untuk memperkuat
sinyal kebijakan moneter, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, dan
mendorong pendalaman pasar keuangan.
3. Untuk mempercepat program pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia
melakukan tiga langkah kebijakan, yaitu memperkuat peran suku bunga Jakarta
Interbank Offered Rate (JIBOR) dalam pembentukan struktur suku bunga di pasar
uang, mempercepat transaksi repo dengan mendorong bank-bank berpartisipasi
dalam Global Master Repurchase Agreement (GMRA), dan mengurangi segmentasi
serta meningkatkan kapasitas transaksi pasar uang.
4. Untuk menjaga kestabilan Rupiah, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya
agar keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing tetap terjaga. Untuk
mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, Bank Indonesia
menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia,
termasuk penambahan jenis valuta asing dan penggunaan kurs tengah. Diterbitkan
pula ketentuan mengenai transaksi bank kepada Bank Indonesia dalam rangka
Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA).
5. Sebagai upaya mendukung kegiatan ekonomi tetap tumbuh, Bank Indonesia
merelaksasi ketentuan terkait Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio
(FTV). Untuk mendorong kredit perbankan, Bank Indonesia menaikkan batas bawah
Loan to Funding Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi
80%, dengan batas atas tetap sebesar 92%.
6. Untuk menjaga agar transmisi kebijakan moneter berjalan lancar, Bank Indonesia
melakukan berbagai pengayaan instrumen operasi pasar terbuka. Hal ini
mendorong pengelolaan likuiditas yang lebih baik oleh perbankan, sehingga
kecukupan likuiditas terjaga dan pada akhirnya sasaran inflasi dapat tercapai.
7. Sinergi pengendalian inflasi dengan Pemerintah baik di pusat maupun daerah
terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Menghadapi berbagai tantangan yang
ada, Rapat Koordinasi Nasional VII TPID merekomendasikan perlunya penguatan
infrastruktur logistik dan penunjang produksi pangan untuk menjamin stabilitas
inflasi antardaerah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
v
B. Bidang Stabilitas Sistem Keuangan
1. Untuk mendorong terwujudnya stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia
sebagai otoritas makroprudensial melakukan kegiatan surveilans, pengaturan,
dan pemeriksaan makroprudensial. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan
pengembangan UMKM.
2. Untuk mencegah peningkatan risiko sistemik, Bank Indonesia mewajibkan bank
untuk membentuk penyangga modal (countercyclical buffer/CCB). Pada 2016,
besaran tambahan modal bank berupa CCB ditetapkan sebesar 0% karena tidak
ada indikasi pertumbuhan kredit berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya
risiko sistemik.
3. Bank Indonesia terus berkomitmen untuk mengembangkan perekonomian syariah.
Komitmen itu antara lain diwujudkan dengan peluncuran standar internasional
pengelolaan zakat (Zakat Core Principles), Islamic Financial Market Code of Conduct,
model sukuk linked waqaf, dan pembentukan Satuan Tugas Akselerasi Ekonomi
Syariah.
4. Untuk memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM, Bank Indonesia
memiliki dua pendekatan utama, yaitu peningkatan kapasitas ekonomi UMKM dan
peningkatan pembiayaan maupun akses keuangan UMKM.
C. Bidang Sistem Pembayaran
1. Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga dan meningkatkan kelancaran,
keamanan, keandalan, dan efisiensi sistem pembayaran. Untuk itu, Bank Indonesia
secara konsisten terus memperkuat dan mengembangkan infrastruktur sistem
pembayaran seperti sistem setelmen dana (BI-RTGS), sistem setelmen surat
berharga (BI-SSSS), sistem electronic trading platform (BI-ETP), dan sistem kliring
(SKNBI) Generasi II.
2. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia pada 2016 menerbitkan beberapa
ketentuan. Pertama, pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran dan
pengelolaan uang Rupiah. Kedua, peraturan mengenai penyelenggaraan
pemrosesan transaksi pembayaran. Ketiga, peraturan mengenai peningkatan
penggunaan uang elektronik.
3. Mulai 3 Oktober 2016, Bank Indonesia memberlakukan penggunaan Nomor
Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BISSSS. Kebijakan ini diharapkan akan mempermudah pelaksanaan konsolidasi data
dan informasi kepemilikan, serta aktivitas investor.
4. Bank Indonesia telah menyelesaikan desain konsep Gerbang Pembayaran Nasional
(NPG) dengan menggunakan model interkoneksi antar-switch. Pemilihan model
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan optimalisasi infrastruktur sistem
pembayaran yang telah ada sekaligus memperhatikan keberadaan industri
switching yang telah berkembang.
5. Bank Indonesia terus mendorong penggunaan instrumen non-tunai melalui
program Gerakan Nasional Non Tunai. Untuk itu, Bank Indonesia juga
menyempurnakan peraturan tentang uang elektronik (electronic money), sebagai
upaya relaksasi terhadap beberapa ketentuan terkait Layanan Keuangan Digital
(LKD).
vi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
6. Bank Indonesia terus mendorong industri sistem pembayaran agar senantiasa
memperhatikan aspek perlindungan konsumen guna menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap sistem dan instrumen pembayaran non-tunai.
D. Bidang Pengelolaan Uang Rupiah
1. Bank Indonesia melaksanakan tiga pilar kebijakan pengelolaan uang Rupiah.
Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya. Kedua, distribusi dan
pengolahan uang yang aman dan optimal. Ketiga, pelayanan kas yang prima.
2. Bank Indonesia memperluas cakupan kegiatan penyediaan uang layak edar ke
daerah perbatasan dan terpencil, melalui kerja sama dengan TNI Angkatan Laut
dalam distribusi uang dan kerja sama dengan perbankan melalui kas titipan.
3. Bank Indonesia secara berkesinambungan menerapkan kewajiban penggunaan
uang Rupiah dalam transaksi sistem pembayaran. Kewajiban ini untuk menjaga
kedaulatan Rupiah dan sekaligus menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap
valuta asing.
4. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mengeluarkan 11 pecahan uang Rupiah
Tahun Emisi 2016. Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016
menampilkan 11 gambar pahlawan nasional.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
vii
Kata Pengantar
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan perkenanNya Bank Indonesia masih dapat menjalankan tugas di tahun 2016 dalam menjaga
stabilitas nilai Rupiah sesuai dengan amanat yang diberikan oleh undang-undang.
Kami juga senantiasa bersyukur bahwa perekonomian Indonesia di tahun 2016 mampu
melalui berbagai tantangan yang mengemuka. Kinerja perekonomian yang baik di tahun
2016 tentunya diraih berkat kerja keras, konsistensi, kehati-hatian, dan sinergi di dalam
pengelolaan makroekonomi nasional.
Kondisi ekonomi global di sepanjang tahun 2016 sesungguhnya masih belum solid.
Pemulihan harga komoditas yang masih lemah, perlambatan struktural ekonomi Tiongkok,
dan turunnya volume perdagangan dunia menyebabkan prospek pertumbuhan ekonomi
dunia tidak setinggi yang diperkirakan sebelumnya. Selain itu, ketidakpastian di pasar
keuangan global yang utamanya didorong rencana kenaikan Fed Fund Rate, serta gejolak
yang dipicu dinamika geopolitik di berbagai belahan dunia, seperti peristiwa Referendum
Brexit, Pemilu Presiden AS, dan konflik Timur Tengah, juga berkembang di sepanjang tahun
2016.
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tentu tidak terisolasi dari
perkembangan tersebut. Namun demikian, kami mencermati bagaimana perekonomian
Indonesia cukup lentur dalam merespons. Ekonomi Indonesia di sepanjang 2016 mampu
tumbuh mencapai 5,02% (yoy), didukung kuatnya konsumsi rumah tangga, perbaikan
kinerja investasi, dan peningkatan ekspor seiring dengan mulai meningkatnya harga
beberapa komoditas andalan ekspor Indonesia seperti batubara dan CPO. Walaupun
konsumsi Pemerintah tercatat menurun di Triwulan IV-2016 sejalan dengan upaya
penghematan yang ditempuh, kami menyambut baik langkah konsolidasi fiskal yang
dilakukan Pemerintah untuk memperkuat kredibilitas APBN. Ditengah upaya berbagai
negara di dunia untuk pulih dari resesi, kami memandang pertumbuhan yang berhasil
dicapai Indonesia adalah capaian yang cukup mengesankan.
Lebih lanjut, kinerja perekonomian tersebut mampu diraih seiring dengan inflasi yang
tercatat rendah dan stabil, yaitu 3,02% (yoy) di akhir tahun 2016. Realisasi itu berada pada
rentang sasaran 4+1% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
3,35% (yoy). Terkendalinya inflasi kemudian diikuti dengan perkembangan positif pada
ketahanan sisi eksternal perekonomian. Setelah sempat mengalami tekanan di paruh
pertama 2016, nilai tukar Rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat
sampai dengan akhir tahun 2016, dan bahkan menjadi mata uang Asia dengan kinerja
kedua terbaik terhadap dolar AS di tahun 2016 setelah Yen Jepang. Neraca Pembayaran
viii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Indonesia (NPI) juga mencerminkan resiliensi yang sama, dimana mencatatkan surplus
sebesar 12,1 miliar dolar AS, dan mendorong kenaikan posisi cadangan devisa menjadi
sebesar 116,4 miliar dolar AS.
Potret kondisi makroekonomi nasional di tahun 2016 yang terjaga adalah buah dari
berbagai kebijakan yang secara bersama-sama ditempuh Bank Indonesia, Pemerintah, dan
Otoritas terkait. Kondisi ini pada gilirannya memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mendorong perbaikan permintaan
domestik. Secara konsisten, kebijakan moneter diarahkan untuk mengendalikan inflasi
menuju sasarannya dan menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sehat,
melalui penguatan strategi operasi moneter dan kebijakan nilai tukar serta pendalaman
pasar keuangan. Di sepanjang tahun 2016, Bank Indonesia telah melonggarkan kebijakan
moneter melalui penurunan suku bunga kebijakan sebanyak enam kali dan penurunan
Giro Wajib Minimum (GWM) sampai dengan 100 bps.
Sebagai bagian dari bauran kebijakan yang ditempuh, Bank Indonesia juga melakukan
penyesuaian kebijakan makroprudensial yang turut menopang tetap kuatnya daya beli
masyarakat, termasuk melalui relaksasi rasio Loan to Value (LTV) dan rasio Financing to
Value (FTV) untuk sektor properti, serta peningkatan batas bawah GWM-Loan to Funding
Ratio (GWM-LFR). Guna semakin memperkokoh fondasi pengaturan sistem keuangan, dan
sejalan dengan amanat UU No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis
Sistem Keuangan (PPKSK), Bank Indonesia di tahun 2016 juga telah berhasil menyelesaikan
ketentuan terkait Protokol Manajemen Krisis (PMK) dan berkomitmen penuh untuk
mendorong penyelesaian peraturan terkait Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP).
Dalam bidang sistem pembayaran-pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia
mengupayakan begitu banyak kemajuan di sepanjang tahun 2016, mulai dari menata
kembali kelembagaan, menyusun model bisnis elektronifikasi, sampai dengan
menjalankan inisiatif baru untuk menjawab tren perkembangan teknologi yang amat
pesat berkembang. Guna menghadirkan layanan transaksi yang saling interkoneksi dan
interoperable secara lintas instrumen dan lintas penyelenggara, Bank Indonesia di tahun
2016 telah menyelesaikan rancangan konseptual, uji teknis atas konsep, serta kesepakatan
industri untuk mengimplementasikan National Payment Gateway (NPG).
Bank Indonesia juga menjadi salah satu bank sentral yang terdepan dalam merespon
pesatnya perkembangan e-commerce dan financial technology (fintech) dengan
menerbitkan ketentuan Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBIPTP) serta mendirikan Bank Indonesia Fintech Office (BI-FTO) dengan fungsi regulatory
sandbox didalamnya. Dengan semangat untuk memperluas akses dan meningkatkan
inklusivitas perekonomian, Bank Indonesia juga bersyukur dapat menjadi bagian di dalam
penyusunan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), serta dapat berperan aktif dalam
mendorong transformasi penyaluran bantuan sosial yang pada paruh kedua 2016 telah
mulai dilaksanakan secara non tunai melalui sistem perbankan.
Tahun 2016 juga menjadi tahun yang sangat bersejarah bagi perjalanan institusi Bank
indonesia dalam mengelola uang Rupiah. Tepat pada 19 Desember 2016, Bank Indonesia
mengeluarkan sekaligus mengedarkan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 untuk seluruh
pecahan, yaitu tujuh pecahan uang kertas dan empat pecahan uang logam. Penerbitan
uang Rupiah untuk seluruh pecahan yang berjumlah sebelas secara serentak adalah yang
pertama kali dilakukan sejak Indonesia merdeka. Kemudian, untuk menjamin distribusi
uang Rupiah mampu menjangkau daerah paling terpencil dan terluar, Bank Indonesia di
tahun 2016 juga telah meningkatkan jumlah kas titipan hampir dua kali lipat dibandingkan
tahun sebelumnya, mencapai 55 titik yang tersebar di seluruh Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
ix
Ulasan yang secara ringkas kami antarkan tersebut adalah refleksi dari segenap upaya
dan rasa syukur pegawai, pimpinan satuan kerja, dan Dewan Gubernur atas kelancaran
pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam mengiringi episode perjalanan perekonomian
Indonesia di sepanjang tahun 2016. Namun kami menyadari bahwa kedepan pengelolaan
perekonomian akan semakin kompleks dan menantang, sehingga menuntut kecermatan
dan kewaspadaan, serta koordinasi yang semakin erat dalam setiap langkah kebijakan
yang ditempuh. Oleh karena itu, izinkan kami menyampaikan Laporan Pelaksanaan Tugas
dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Keseluruhan Tahun 2016 ini dengan
semangat untuk terus bekerja memberikan yang lebih baik lagi di tahun 2017 dan tahuntahun mendatang dalam menyongsong perekonomian Indonesia yang semakin kuat,
berimbang, inklusif, dan berkesinambungan.
Jakarta, 1 Maret 2017
GUBERNUR BANK INDONESIA
Agus D.W. Martowardojo
x
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Daftar Isi
BAB I
Ringkasan
Eksekutif
02
06
1.1. Kinerja Perekonomian
1.2. Kebijakan yang Ditempuh
BAB II
2.1. Inflasi
2.2. Nilai Tukar
2.3. Pertumbuhan Ekonomi
2.4. Neraca Pembayaran
2.5. Utang Luar Negeri
2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing
2.6.1. Perkembangan Pasar Uang
2.6.2. Perkembangan Transaksi di Pasar Valuta Asing
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan
2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan
2.7.2.1. Ketahanan Permodalan, Perkembangan Kredit, dan Risiko Kredit
2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan
2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar
2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB)
2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga)
2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran
2.11. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
20
22
23
27
29
30
30
32
33
33
36
36
Perkembangan Kondisi
Makroekonomi,
Moneter, Sistem
Keuangan,
Sistem Pembayaran,
dan
Pengedaran Uang
Rupiah
38
39
40
44
44
45
47
48
53
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
xi
BAB III
Pelaksanaan
Tugas Pokok dan
Wewenang
Bank Indonesia
xii
3.1. Stabilitas Moneter
58
3.1.1. Kebijakan Moneter
58
Boks: Akuntabilitas Pencapaian Inflasi 2016
61
3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar
64
3.1.2.1. Pengelolaan Moneter
64
3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar
66
3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah
68
3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN)
73
3.1.5. Perkembangan Pemantauan Devisa Hasil Ekspor (DHE)
74
3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk 76
Mendukung Perumusan Kebijakan
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan
80
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial
80
3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial
80
3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial
82
3.2.2. Penguatan Ekonomi Syariah
84
3.2.2.1. Pengembangan Ekonomi Syariah
84
3.2.2.2. Pendalaman Pasar Keuangan Syariah
85
3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan
87
Boks: Bank Indonesia Menjadi Poros Pengembangan
89
Ekonomi dan Keuangan Syariah
3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif
90
3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro
92
Kecil dan Menengah (UMKM)
3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan untuk 92
Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM
3.2.5.2. Upaya Bank Indonesia Mendorong Bank Umum
94
agar Memenuhi Target Rasio Kredit UMKM
3.2.5.3. Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia
95
(KPwBI DN) dalam Pengembangan UMKM
3.2.5.4. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan 97
UMKM
Boks: Kesuksesan Klaster Padi Kalimantan Barat Meraih
98
Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi 2016
3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan
99
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang
101
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran
104
Boks : Upaya Bank Indonesia Mendukung Perkembangan
109
FinTech
Boks: BI FinTech Office dan Regulatory Sandbox
111
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang
112
Boks: Memperkuat Kedaulatan Negara Melalui Penerbitan
121
Uang Rupiah Tahun Emisi 2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
3.4. Kerja Sama Internasional
3.4.1. Kerja Sama Dalam Forum G20
3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF
3.4.3. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS)
3.4.4. Kerja Sama Asean
3.4.5. Kerja Sama Asean + 3
3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP)
3.4.7. Kerja Sama Structured Bilateral Cooperation (SBC)
Bank Indonesia dan Bank of Japan
3.4.8. Kerja Sama Free Trade Agreements (FTAs) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA)
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan
3.5.1. Komunikasi Kebijakan
3.5.1.1. Tahapan Komunikasi Kebijakan
3.5.1.2. Hubungan dengan Media, Pengamat, dan Lembaga Publik
3.5.1.3. Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia
di Setiap Sektor
3.5.1.4. Layanan Contact Center BICARA dan Komunikasi Digital Bank Indonesia
3.5.2. Edukasi Kebanksentralan
3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional
3.6. Program Strategis Bank Indonesia
124
124
126
126
127
127
128
128
130
130
130
131
131
132
135
136
137
139
BAB IV
4.1. Tata Kelola Governance
4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja
4.3. Manajemen Risiko
4.4. Audit Internal
4.5. Keuangan Internal
4.6. Sistem Informasi
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia
4.7.2. Manajemen Sumber Daya Manusia
4.7.3. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia
4.8. Aspek Hukum
4.9. Program Sosial Bank Indonesia
146
149
150
153
154
156
158
158
159
161
161
162
Kapabilitas Intern
Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
xiii
BAB V
5.1. Outlook Perekonomian 2016
5.2. Arah Kebijakan Bank Indonesia 2017
5.3. Strategi Bank Indonesia 2017
5.4. Program Transformasi Bank Indonesia 2017
166
170
172
174
Rencana
Pelaksanaan Tugas
Bank Indonesia
Tahun 2017
LAMPIRAN
Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan IV - 2016 dan Tahun 2016
1. Peraturan Bank Indonesia (PBI)
2. Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern (SE Ekstern BI)
3. Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG)
Daftar Istilah
Daftar Singkatan
xiv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
177
178
179
181
183
188
Daftar Tabel
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran,
dan Pengedaran Uang Rupiah
Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4.
Tabel 2.5.
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy)
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy)
Kepemilikan SBN
Perkembangan Indeks Saham Regional
Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit
(SBDK) Industri Perbankan
Tabel 2.6. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
Tabel 2.7.Kinerja Korporasi Publik Tw II-2015 dan Tw II-2016
Tabel 2.8.Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indoensia
Tabel 2.9. Volume Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indonesia
Tabel 2.10. Transaksi Transfer Dana Triwulan IV - 2016
Tabel 2.11. Transaksi UKA-TC Triwulan IV - 2016
Tabel 2.12. Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan
Tabel 2.13.Indikator Pengedaran Uang
BAB III
23
26
34
35
39
40
44
49
49
50
51
54
55
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.1. Realisasi Penarikan ULN Pemerintah
Tabel 3.2. Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah
Tabel 3.3. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun periode
Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016
Tabel 3.4. Permintaan IDI per Triwulan periode Tw III - 2015 s.d
Tw IV - 2016
Tabel 3.5. Daftar Kas Titipan Bank Indonesia Tahun 2016
Tabel 3.6. Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Negara
(Rata-rata 2010-2015)
Tabel 3.7. Impor dan Ekspor Indonesia Berdasarkan Valuta
(Rata-rata 2010-2015)
73
74
100
101
120
129
130
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
xv
BAB IV
Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Tabel 4.1. Pelaksanaan Tema Program Sosial Bank Indonesia Tahun 2016
BAB V
Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
Tabel 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy)
Tabel 5.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy)
xvi
163
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
168
168
Daftar Grafik
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran,
dan Pengedaran Uang Rupiah
Grafik 2.1
Grafik 2.2
Grafik 2.3
Grafik 2.4
Grafik 2.5
Grafik 2.6
Grafik 2.7
Grafik 2.8
Grafik 2.9
Grafik 2.10
Grafik 2.11
Grafik 2.12
Grafik 2.13
Grafik 2.14
Grafik 2.15
Grafik 2.16
Grafik 2.17
Grafik 2.18
Grafik 2.19
Grafik 2.20
Grafik 2.21
Grafik 2.22
Grafik 2.23
Grafik 2.24
Grafik 2.25
Grafik 2.26
Grafik 2.27
Grafik 2.28
Grafik 2.29
Grafik 2.30
Grafik 2.31
Grafik 2.32
Grafik 2.33
Grafik 2.34
Grafik 2.35
Grafik 2.36
Grafik 2.37
Perkembangan Inflasi Triwulanan
Perkembangan Inflasi Tahunan
Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
Ekspektasi Inflasi Konsumen
Nilai Tukar Rupiah
Nilai Tukar Kawasan
Volatilitas Rupiah dan Peers – Tahunan
Indeks Keyakinan Konsumen
Penjualan Ritel dan Kendaraan Bermotor
Pertumbuhan Investasi
Impor Kendaraan dan Suku Cadang
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Neraca Pembayaran Indonesia
Neraca Transaksi Berjalan
Neraca Perdagangan
Neraca Transaksi Modal dan Finansial
Perkembangan Cadangan Devisa
Perkembangan Transaksi PUAB
Perkembangan Suku Bunga PUAB
Volume Transaksi Repo (RRH)
Volume Transaksi Pasar Valuta Asing (RRH)
Volume Transaksi Spot dan Derivatif (RRH)
Proporsi Volume Transaksi Spot dan Derivatif
Perkembangan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
Yield Obligasi Negara
Volatilitas Yield 20 hari
Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
Perkembangan & Volatilitas IHSG
Perkembangan Industri Reksadana
Rasio Non-Performing Loan
Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
Pertumbuhan DPK (yoy)
Komposisi Alat Likuid Perbankan
Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
20
20
21
21
22
22
23
24
24
25
25
25
25
27
27
28
28
28
31
31
31
32
32
32
33
34
34
35
35
35
36
37
37
37
38
39
39
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
xvii
Grafik 2.38 Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan
Grafik 2.39 Aset dan Investasi Industri Asuransi
Grafik 2.40 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Grafik 2.41 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan
Grafik 2.42 Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 2.43 Rasio Non-Performing Financing
Grafik 2.44 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Grafik 2.45 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan
Grafik 2.46 Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan
Grafik 2.47 Kegiatan Dunia Usaha Tw IV-2016
Grafik 2.48 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini, Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik 2.49 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya
Grafik 2.50 Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy )
Grafik 2.51 NPL Kredit UMKM
Grafik 2.52 Realisasi KUR berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 2.53 NPG dan NPL KUR
Grafik 2.54 Pengaduan dan Permintaan Informasi SP
Grafik 2.55 Pengaduan Konsumen SP berdasarkan Instrumen
Grafik 2.56 Pemintaan Informasi SP berdasarkan Instrumen
Grafik 2.57 Uang Kartal yang Diedarkan
Grafik 2.58 Rasio UYD terhadap PDB dan Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 2.59. Perbandingan UYD terhadap M1 (uang beredar dalam arti sempit)
Grafik 2.60. Perbandingan UYD terhadap M2 (uang beredar dalam arti luas)
Grafik 2.61. Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
39
41
41
42
42
42
42
43
43
44
45
45
46
46
47
47
51
51
51
53
53
53
53
55
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
BAB III
Grafik 3.1 Outstanding Operasi Moneter-Total
Grafik 3.2 Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi
Grafik 3.3 Suku Bunga Hasil OPT Triwulan IV-2016
Grafik 3.4 Koridor Suku Bunga
Grafik 3.5 Pergerakan Nilai Tukar USD/IDR
Grafik 3.6 Depresiasi/Apresiasi Nilai Tukar Negara Emerging Terhadap USD Tahun 2016
Grafik 3.7. Perkembangan Data Pangsa DHE Tahun 2016
Grafik 3.8. Tingkat Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan
periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016
Grafik 3.9. Permintaan IDI periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016
Grafik 3.10.Transaksi Valas Antar Penduduk Per Jenis Transaksi
xviii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
66
66
66
66
67
67
75
100
101
107
Daftar Gambar
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran,
dan Pengedaran Uang Rupiah
Gambar 2.1 Peta Inflasi Daerah Desember 2016 (%, yoy)
Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV-2016 (%, yoy)
BAB III
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
Gambar 3.1 7 (Tujuh) Ekosistem Pendalaman Pasar Keuangan)
Gambar 3.2 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia
Gambar 3.3 Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia
BAB IV
88
116
119
Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Gambar 4.1 Framework Perencanaan Strategis, Anggaran, dan
Manajemen Kinerja
Gambar 4.2 Siklus Perencanaan Strategis, Anggaran, dan Manajemen Kinerja
Gambar 4.3 Anggaran Pelaksanaan Program Sosial Bank Indonesia Kepedulian Tahun 2016
BAB V
22
27
149
150
163
Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
Gambar 5.1 Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia
174
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
xix
xx
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB I
Ringkasan Eksekutif
BAB I Ringkasan Eksekutif
1.1. Kinerja Perekonomian
Kondisi perekonomian Indonesia di penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang
positif dan lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya. Stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan terjaga dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar
Rupiah yang terkendali, sehingga mampu mendukung momentum pertumbuhan
ekonomi.
Perkembangan harga selama triwulan laporan dan keseluruhan tahun 2016 secara umum
terkendali dan mampu mencapai kisaran bawah sasaran inflasi 2016 yang ditetapkan
oleh Pemerintah sebesar 4±1% (yoy). Sepanjang 2016, inflasi inti tercatat sebesar 3,07%
(yoy), di bawah realisasi 2015 sebesar 3,95% (yoy). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh
masih terbatasnya permintaan domestik, lemahnya tekanan eksternal, dan membaiknya
ekspektasi inflasi. Secara triwulanan, tekanan inflasi sempat terjadi pada triwulan
IV-2016 dengan realisasi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 1,03% (qtq) atau
sebesar 3,02% (yoy). Tekanan inflasi tersebut terutama bersumber dari kelompok volatile
food dan administered price. Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok inti lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada kelompok volatile food
pada triwulan IV-2016 terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga aneka cabai akibat
terbatasnya pasokan. Inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 2,06% (qtq), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,30% (qtq). Cabai rawit dan cabai
merah masing-masing mencatat kenaikan hingga sebesar 47,65% (qtq) dan 35,34%
(qtq). Sepanjang 2016, inflasi volatile food tercatat sebesar 5,92% (yoy) atau lebih tinggi
dibandingkan 2015 yang sebesar 4,84% (yoy).
Sementara itu, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat
di tengah peningkatan ketidakpastian terkait arah kebijakan AS. Rendahnya realisasi
inflasi serta kondisi makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga turut memberikan
sentimen positif terhadap kinerja nilai tukar Rupiah tersebut. Khusus triwulan IV-2016,
ketidakpastian eksternal telah meningkatkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar
rupiah. Rupiah pun mengalami depresiasi, terutama akibat sentimen politik global yang
meningkat menjelang dan pasca-pemilihan presiden di AS.
Pada triwulan IV-2016, secara point to point rupiah melemah sebesar 3,13% menjadi
Rp13.473 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah antara lain berasal dari meningkatnya
ketidakpastian global terkait pemilihan presiden AS, kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dan
meningkatnya kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri pada akhir
tahun. Meskipun pada triwulan laporan melemah, sepanjang 2016, nilai tukar rupiah telah
menguat sebesar 2,32% (ytd) terutama didukung oleh persepsi positif investor terhadap
perekonomian domestik yang mendorong aliran dana masuk. Perbaikan faktor eksternal
terutama terjadi pasca kenaikan FFR sebesar 25 bps yang sudah diantisipasi pasar. Di sisi
domestik, penguatan rupiah ditopang perbaikan data-data perekonomian, seperti neraca
perdagangan dan indeks keyakinan konsumen yang positif.
Ditopang terjaganya stabilitas makroekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih
menunjukkan kinerja yang cukup baik. Secara tahunan, pertumbuhan domestik bruto
(PDB) Indonesia pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,9% (yoy). Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2016 mencapai 5,02% (yoy). Kinerja
perekonomian Indonesia didukung oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga, perbaikan
kinerja investasi, dan peningkatan ekspor. Di sisi lain, konsumsi pemerintah menurun
sejalan dengan konsolidasi fiskal. Penurunan konsumsi pemerintah seiring dengan langkah
penghematan untuk memperkuat kredibilitas kebijakan fiskal.
2
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Di tengah kebijakan penghematan pemerintah, konsumsi rumah tangga masih tumbuh
sebesar 4,99% (yoy), didukung oleh terkendalinya inflasi. Kinerja investasi juga membaik
dengan pertumbuhan sebesar 4,80% (yoy), terutama didorong oleh pertumbuhan investasi
nonbangunan dalam bentuk kendaraan dan peralatan lainnya. Perbaikan signifikan
ditunjukkan oleh kinerja ekspor yang tumbuh sebesar 4,24% (yoy).
Perbaikan kinerja ekspor tersebut seiring dengan mulai meningkatnya harga beberapa
komoditas seperti batubara dan Crude Palm Oil (CPO). Perbaikan harga komoditas turut
mendorong pertumbuhan sektor terkait ekspor sejalan dengan perbaikan harga komoditas.
Kondisi tersebut dibarengi dengan kinerja impor yang tumbuh positif, terutama impor
nonmigas.
Sebaliknya, sektor terkait domestik masih tumbuh terbatas. Secara agregat, sektor
manufaktur yang berorientasi domestik seperti makanan-minuman (mamin) dan galian
non-logam/semen tumbuh melambat sejalan dengan permintaan domestik yang
melambat. Perlambatan juga terjadi pada sektor konstruksi dan sub-jasa administrasi
pemerintah.
Meskipun beberapa sektor ekonomi menunjukkan perlambatan, kinerja Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI) membaik secara signifikan. Pada triwulan IV-2016, NPI mencatat surplus
sebesar 4,5 miliar dolar AS. Kondisi tersebut didukung oleh penurunan defisit transaksi
berjalan dan surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Pada periode tersebut,
defisit transaksi berjalan tercatat sebesar 1,8 miliar dolar AS (0,8% dari PDB), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,7 miliar dolar AS (1,9% dari PDB). Hal ini
ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan pendapatan primer.
Sepanjang 2016, NPI mencatat surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS, membaik signifikan
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat defisit 1,1 miliar dolar AS. Perbaikan NPI
tersebut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa pada akhir 2016 menjadi sebesar
116,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 115,7 miliar dolar AS
dan posisi akhir 2015 sebesar 105,9 miliar dolar AS.
Pada akhir triwulan IV-2016, utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar 317,0 miliar
dolar AS atau tumbuh 2,0% (yoy). Berdasarkan jangka waktu, ULN jangka panjang tumbuh
1,1% (yoy), sedangkan ULN jangka pendek tumbuh 8,6% (yoy). Berdasarkan kelompok
peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sedangkan pertumbuhan
tahunan ULN sektor swasta terus menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN
terhadap PDB pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 34,0%, turun dari 36,2% pada
akhir triwulan sebelumnya.
Meski ULN jangka pendek meningkat, kemampuan cadangan devisa untuk menutupi
kewajiban jangka pendek membaik. Hal itu tercermin pada rasio utang jangka pendek
terhadap cadangan devisa yang turun dari 37,4% pada triwulan III-2016 menjadi 36,1%
pada triwulan IV-2016. Penurunan rasio tersebut sejalan dengan meningkatnya posisi
cadangan devisa.
Sementara itu, kondisi pasar uang domestik relatif stabil, baik pasar uang rupiah maupun
pasar uang valuta asing (valas). Secara keseluruhan, volume rata-rata harian transaksi pasar
uang rupiah pada 2016 sebesar Rp13,47 triliun per hari, naik sebesar 2,5% dibandingkan
2015 yang sebesar Rp13,14 triliun per hari. Khusus triwulan IV-2016, volume transaksi turun
dengan rata-rata harian sebesar Rp11,83 triliun per hari, turun sekitar 20% dari triwulan
sebelumnya yang sebesar Rp14,85 triliun per hari. Penurunan tersebut merupakan siklus
normal pada akhir tahun.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
3
BAB I Ringkasan Eksekutif
Sebaliknya, rata-rata harian volume transaksi di pasar valas meningkat, baik pada periode
triwulanan maupun tahunan. Pada triwulan IV-2016, volume transaksi di pasar valas
meningkat sebesar 3% dibandingkan triwulan III-2016, yakni dari sebesar 4,93 miliar dolar
AS menjadi 5,08 miliar dolar AS. Sepanjang 2016, volume transaksi meningkat sebesar 11%
dibandingkan 2015, yakni dari 4,53 miliar dolar AS menjadi 5,01 miliar dolar AS.
Secara umum, kondisi sistem keuangan (SSK) Indonesia sepanjang 2016 tetap stabil meski
terjadi penurunan pada triwulan IV-2016. Pada 2016, Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
(ISSK) berada pada level 0,84, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
0,93. Kondisi industri perbankan termasuk kredit UMKM, lembaga keuangan non-bank,
korporasi, dan rumah tangga tetap terjaga meski kinerjanya melambat seiring belum
cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi.
Pada triwulan IV-2016, kinerja pasar keuangan Indonesia menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penyebabnya adalah ketidakpastian perekonomian global pascaterpilihnya
Donald Trump sebagai Presiden AS. Terpilihnya Trump dibarengi dengan munculnya
spekulasi kebijakan yang akan dikeluarkan seperti proteksionisme perdagangan, rencana
pemangkasan pajak, repatriasi pajak korporasi, dan kenaikan suku bunga the Fed.
Kondisi itu terlihat dari peningkatan yield Surat Berharga Negara (SBN) dan meningkatnya
volatilitas harga di pasar saham. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa
Efek Indonesia (BEI) mencatatkan penurunan. Di sisi lain, pasar reksa dana masih
memperlihatkan kinerja positif yang dipengaruhi oleh masih relatif tingginya pembelian
reksa dana. Terdapat beberapa risiko global yang masih perlu diwaspadai antara lain
dampak perdagangan internasional AS, kenaikan Fed Fund Rate, proses penyesuaian
ekonomi Tiongkok, dan risiko geopolitik.
Meski kinerja pasar keuangan menurun, ketahanan sistem perbankan masih terjaga dan
kinerja Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB) relatif baik. Selama triwulan IV-2016 maupun
sepanjang 2016, industri perbankan menunjukkan ketahanan yang baik. Kondisi ini
didukung dengan permodalan kuat yang dibarengi terjaganya risiko kredit, risiko likuiditas,
dan risiko pasar.
Kuatnya permodalan industri perbankan tercermin pada rasio kecukupan modal (capital
adequacy ratio/CAR) sebesar 22,69%. Rasio permodalan tersebut meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2015 yang masing-masing tercatat sebesar
22,34% dan 21,16%. Kondisi tersebut memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap
peningkatan risiko akibat belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi.
Secara umum, pertumbuhan kredit masih lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama
tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan kredit itu seiring dengan melambatnya
perekonomian domestik. Meski demikian, pertumbuhan kredit pada triwulan IV-2016
sedikit membaik dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan kredit
tercatat sebesar 7,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
6,47% (yoy) namun lebih rendah dibanding triwulan IV-2015 sebesar 10,45% (yoy). Kredit
modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi (KK) masing-masing tumbuh menjadi 6,93% dan
8,76% (yoy). Sementara itu, kredit investasi (KI) turun menjadi 8,64% (yoy).
Di sisi lain, risiko kredit industri perbankan masih cukup tinggi namun sudah
menunjukkan tren penurunan. Pada triwulan IV-2016, rasio non performing loan (NPL)
gross industri perbankan menurun dari 3,1% menjadi 2,93%. Rasio tersebut masih lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,49%. Untuk memitigasi
peningkatan risiko kredit, industri perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru
dan melakukan monitoring yang lebih ketat terhadap kredit bermasalah.
4
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Dari sisi likuiditas, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan tumbuh cukup tinggi,
didorong oleh masuknya dana tebusan tax amnesty ke perbankan. Pada triwulan IV-2016,
DPK tumbuh sebesar 9,60% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya dan triwulan
IV-2015 masing-masing sebesar 3,15% (yoy) dan 7,26% (yoy). Kenaikan pertumbuhan DPK
terjadi pada komponen deposito, giro, maupun tabungan. Deposito tumbuh menjadi 6,5%
(yoy) dan giro tumbuh positif menjadi 13,2% (yoy), sedangkan tabungan sedikit melambat
dari 11,5% (yoy) menjadi 11,2% (yoy).
Dalam periode yang sama, suku bunga simpanan masih dalam tren menurun walaupun
sedikit meningkat pada akhir triwulan IV-2016. Suku bunga kredit perbankan juga berada
dalam tren menurun. Suku bunga kredit rata-rata turun 16 bps dari 12,24% menjadi 12,05%.
Penurunan suku bunga kebijakan (BI Rate/BI 7-Day Reverse Repo Rate) selama 2016 sebesar
150 bps ke level 4,75% terus mendorong penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK).
Selama 2016, SBDK kredit ritel turun rata-rata sebesar 154 bps dan SBDK kredit konsumsi
non-KPR turun sebesar 121 bps.
Secara umum, kinerja korporasi menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan indikator utama kinerja
korporasi publik seperti peningkatan return on assets (ROA) dan return on equity (ROE),
serta penurunan debt to equity ratio (DER). Namun demikian, produktivitas korporasi belum
membaik seperti tercermin dari asset turnover dan inventory turnover yang masih berada
dalam tren melambat.
Pada triwulan IV-2016, konsumsi rumah tangga Indonesia menunjukkan peningkatan. Hal
itu menunjukkan adanya optimisme konsumen seiring dengan meningkatnya ekspektasi
terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Kredit perbankan ke sektor rumah tangga
mencapai Rp980,33 triliun atau tumbuh sebesar 2,61% (qtq) dibandingkan triwulan
IV-2015.
Terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan pada triwulan IV-2016 dan
selama 2016, tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran yang
berlangsung aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Selain itu, Bank Indonesia terus
berupaya untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank
Indonesia.
Keandalan dan ketersediaan sistem pembayaran selama 2016 mampu mencapai tingkat
layanan yang telah ditetapkan. Sistem tersebut mengakomodasi transaksi pada tiga sistem
pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia. Pertama, Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai setelmen dana. Kedua, Bank Indonesia Scripless Securities
Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga pemerintah dan
Bank Indonesia. Ketiga, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
Pada triwulan IV–2016, nominal transaksi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh
Bank Indonesia mencapai Rp33.567,31 triliun atau meningkat 14,61% dibanding triwulan
sebelumnya. Peningkatan nominal transaksi tersebut didorong oleh meningkatnya
transaksi BI-SSSS sebesar 29,90% dan transaksi Sistem BI-RTGS sebesar 15,29%.
Dalam periode yang sama, volume transaksi sistem pembayaran yang diselenggarakan
oleh Bank Indonesia mencapai 1.692.438,44 ribu transaksi atau meningkat sebesar
7,83% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber utama peningkatan volume transaksi
tersebut adalah meningkatnya volume transaksi SKNBI dan Sistem BI-RTGS untuk transaksi
masyarakat.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
5
BAB I Ringkasan Eksekutif
Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan lancar dan aman.
Selama triwulan IV-2016 dan sepanjang 2016 tidak terdapat gangguan signifikan dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut.
Seiring dengan peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara non tunai,
transaksi ritel masyarakat menggunakan instrumen Alat Pembayaran dengan Menggunakan
Kartu (APMK) dan Uang Elektronik tumbuh positif. Secara tahunan, nominal dan volume
transaksi meningkat masing-masing sebesar 13,84% dan 12,82% dibandingkan periode
yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, transaksi uang elektronik meningkat
cukup pesat baik dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar 61,34% dan 48,28%.
Di samping sistem pembayaran yang terjaga, ketersediaan uang rupiah dalam jumlah
yang cukup selama periode laporan juga dapat dipenuhi oleh Bank Indonesia. Di tengah
peningkatan kebutuhan uang kartal selama masa liburan akhir tahun, kecukupan uang di
masyarakat tetap terjaga. Kondisi ini didukung dengan ketersediaan uang tunai di Bank
Indonesia yang melebihi level minimum dan distribusi uang yang mampu menjangkau
hingga wilayah terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan ekspansi perekonomian masih terus berlanjut
pada 2017. Hal itu sejalan dengan membaiknya harga komoditas dan perbaikan ekonomi
dunia sehingga dapat menopang kinerja ekspor Indonesia. Permintaan domestik diyakini
masih solid, sedangkan permintaan dunia akan meningkat. Pada akhirnya, investasi
diperkirakan terus membaik.
Penurunan suku bunga juga diharapkan dapat mendorong kinerja konsumsi rumah tangga
dan investasi. Hal itu akan didukung oleh implementasi Paket Kebijakan Pemerintah. Di
sisi lain, Bank Indonesia akan memanfaatkan ruang pelonggaraan moneter secara terukur
dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Kebijakan Bank
Indonesia itu diharapkan turut memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi ke depan.
Bank Indonesia akan terus memonitor berbagai perkembangan domestik maupun
eksternal. Yang tidak kalah penting, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi dengan
pemerintah untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga
stabilitas makroekonomi. Sasaran akhirnya, perekonomian Indonesia dapat tumbuh lebih
tinggi secara berkesinambungan.
Untuk menjaga inflasi 2017, Bank Indonesia dan Pemerintah RI menyepakati enam langkah
strategis agar inflasi tetap berada dalam kisaran 4+1%. Pertama, menekan laju inflasi volatile
food menjadi di kisaran 4-5%. Kedua, mengendalikan dampak lanjutan dari penyesuaian
kebijakan administered price. Ketiga, melakukan sequencing kebijakan administered price,
termasuk rencana implementasi konversi beberapa jenis subsidi langsung menjadi transfer
tunai. Keempat, memperkuat kelembagaan Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok
Kerja Nasional (Pokjanas) TPID melalui Peraturan Presiden menjadi Tim Pengendalian
Inflasi Nasional. Kelima, memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah
melalui penyelenggaran Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VIII TPID 2017 pada Juli
2017. Keenam, memperkuat bauran kebijakan Bank Indonesia untuk memastikan tetap
terjaganya stabilitas makroekonomi.
1.2. Kebijakan yang Ditempuh
Di tengah berbagai tantangan yang muncul selama 2016, Bank Indonesia terus memperkuat
bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan itu
bertujuan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan
stabilitas sistem keuangan, untuk mendukung kesinambungan perekonomian nasional.
6
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Di bidang moneter, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan moneter
untuk memastikan laju inflasi menuju sasarannya yaitu 4+1% dan defisit transaksi berjalan
ke arah yang lebih sehat. Kebijakan moneter didukung kebijakan suku bunga, nilai tukar,
penguatan operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas, pengelolaan arus modal,
komunikasi kebijakan, dan koordinasi dengan pemerintah serta otoritas terkait. Hingga
akhir 2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga sehingga meningkatkan keyakinan
pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan.
Selama 2016, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan di bidang moneter.
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan lelang Surat Berharga
Negara (SBN) di pasar perdana dan penatausahaan SBN. Pada triwulan II-2016, Bank
Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank
Indonesia. Penyempurnaan ketentuan ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi
ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, yaitu dengan menambah jenis valuta asing,
penggunaan kurs tengah, dan pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi.
Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan mengenai transaksi bank kepada Bank
Indonesia terkait Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA). Penyesuaian aturan ini
dilakukan dengan memperluas jenis valuta asing yang dapat ditransaksikan. Selain itu,
Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan pelaksanaan operasi pasar terbuka terkait
dengan reformulasi suku bunga kebijakan moneter dan penguatan infrastruktur transaksi
operasi moneter.
Untuk memberi ruang bagi pemulihan ekonomi, Bank Indonesia menempuh kebijakan
suku bunga yang berhati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada stabilitas
makroekonomi. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia secara gradual menurunkan BI Rate
sebesar 75 bps dari 7,5% pada Desember 2015 menjadi 6,75% pada Maret 2016. Penurunan
BI Rate ini diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility,
masing-masing dari 5,50% dan 8,00% menjadi 4,75% dan 7,25%. Keputusan ini sejalan
dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terbuka dan terjaganya
stabilitas makroekonomi.
Sejak 16 Maret 2016, Bank Indonesia menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer
dalam Rupiah sebesar 1%, yakni dari 7,50% ke level 6,5%. Pelonggaran ini bertujuan untuk
meningkatkan likuiditas dan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan
ekonomi.
Selanjutnya, Bank Indonesia mengumumkan rencana reformulasi suku bunga kebijakan,
yaitu dari BI Rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate. Keputusan yang diumumkan 15
April 2016 itu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter
tanpa mengubah posisi kebijakan moneter yang sedang diterapkan. Perubahan suku
bunga kebijakan ini berlaku efektif pada 19 Agustus 2016.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga berupaya untuk mempercepat pelaksanaan program
pendalaman pasar keuangan. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain dengan
memperkuat peran Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR), mempercepat transaksi repo,
serta mengurangi segmentasi dan meningkatkan kapasitas transaksi pasar uang.
Pada Juni 2016, Bank Indonesia kembali menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi
6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan Lending
Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia
menetapkan BI 7-day Reverse Repo (RR) Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25%.
Di sisi lain, Bank Indonesia melonggarkan ketentuan terkait Loan to Value Ratio (LTV) dan
Financing to Value Ratio (FTV) dengan menaikkan batas bawah Loan to Funding Ratio terkait
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
7
BAB I Ringkasan Eksekutif
Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%. Bauran kebijakan bertujuan untuk
meningkatkan permintaan domestik.
Sejak 19 Agustus 2016, Bank Indonesia menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga
kebijakan menggantikan BI Rate. Pada Agustus 2016, BI 7-day RR Rate dipertahankan
sebesar 5,25% dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50%, sedangkan Lending
Facility diturunkan sebesar 100 bps dari 7,00% menjadi sebesar 6,00%.
Pada September dan Oktober 2016, Bank Indonesia secara berturut-turut menurunkan BI
7-day RR Rate masing-masing sebesar 25 bps. Dalam dua bulan, BI 7-day RR Rate diturunkan
sebesar 50 bps dari 5,25% menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility menjadi 4,00%
dan Lending Facility menjadi 5,50%. Posisi suku bunga tersebut dipertahankan hingga
Desember 2016.
Untuk mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, Bank Indonesia terus
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Memasuki triwulan
IV-2016, nilai tukar rupiah sempat tertekan seiring munculnya dinamika politik di Amerika
Serikat, khususnya setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Pelemahan
rupiah mampu ditahan oleh rilis data indikator perekonomian domestik yang membaik.
Secara keseluruhan, pergerakan rupiah sepanjang 2016 cenderung menguat dibandingkan
akhir 2015, khususnya pada paruh pertama 2016. Penguatan ini sejalan dengan lebih
terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian
domestik. Secara point to point, per 30 Desember 2016, nilai tukar rupiah menguat sebesar
2,32% (ytd) ke level Rp13.473,00/dolar AS dari Rp13.785,00/dolar AS pada akhir 2015.
Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan. Pada
triwulan I-2016. Bank Indonesia menerbitkan aturan tentang transaksi lindung nilai rupiah
dan hedging syariah. Ketentuan lainnya berupa perluasan layanan keuangan digital dengan
melibatkan perusahaan telekomunikasi.
Memasuki triwulan II-2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan sebagai
tindak lanjut Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
(UU PPKSK). Pertama, ketentuan terkait pinjaman likuiditas jangka pendek dan pembiayaan
likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah (PLJP/S). Kedua, ketentuan Protokol
Manajemen Krisis (PMK). Ketiga, ketentuan internal terkait bank sistemik.
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia menetapkan besaran tambahan
modal bank berupa countercyclical buffer (CCB) sebesar 0% (nol persen). Kebijakan
ini dimaksudkan untuk melindungi bank dari perilaku mengambil risiko berlebihan.
Tambahan modal itu berfungsi sebagai penyangga (buffer) guna menyerap kerugian saat
perekonomian ditengarai memasuki periode memburuk (bust period). Besaran CCB bersifat
dinamis yaitu berkisar antara 0% sampai dengan 2,5% dari aset tertimbang menurut risiko
(ATMR) bank. Ketentuan mengenai CCB ini efektif mulai berlaku sejak 1 Januari 2016.
Pada periode tersebut, Bank Indonesia juga meluncurkan standar internasional pengelolaan
zakat (Zakat Core Principles), Islamic Financial Market Code of Conduct, dan model sukuk
linked waqaf. Selanjutnya, Bank Indonesia menyusun model bisnis adopsi penggunaan
Layanan Keuangan Digital (LKD) pada komunitas pondok pesantren.
Selain itu, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan tentang transaksi valuta asing
terhadap rupiah antara bank dan pihak domestik maupun pihak asing. Bank dilarang
melakukan transaksi structured product valas terhadap rupiah, kecuali berupa call spread
option yang memenuhi persyaratan. Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan terkait
rasio GWM LFR dan rasio LTV/FTV.
8
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Pada triwulan IV-2016, kebijakan di bidang makroprudensial difokuskan pada penyelesaian
ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK), reorganisasi operasional giro wajib minimum
(GWM), dan proses penyelesaian ketentuan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP).
Ketentuan PMK antara lain mengatur jenis status tekanan sistem keuangan, jenis subprotokol yang ada di Bank Indonesia, pembentukan indikator, dan proses pelaksanaan
pengambilan keputusan.
Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga ketahanan sistem keuangan dengan
memitigasi risiko sistemik melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Bank
Indonesia juga berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem
keuangan.
Pada akhir 2016, Bank Indonesia melakukan reorganisasi operasional GWM yang semula
dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri (KPwBI DN), menjadi dilakukan oleh KPBI. Perubahan tersebut dibarengi
dengan perubahan korespondensi antara bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
KPwBI DN dan Bank Indonesia.
Bank Indonesia juga menyempurnakan ketentuan PLJP bagi bank umum konvensional
dan bank umum syariah. Dalam hal ini, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) mengingat terdapat beberapa peran OJK dalam PLJP. OJK berperan
antara lain menilai kondisi bank yang mengajukan permohonan PLJP, penilaian agunan,
dan kemampuan bank untuk melunasi PLJP.
Pada bulan Mei dan November 2016, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
memutuskan besaran CCB kembali tetap sebesar 0%. Alasannya, tidak adanya indikasi
pertumbuhan kredit berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko sistemik. Hal
ini sejalan dengan pertumbuhan kredit yang masih belum optimal.
Terkait amanat Pasal 54 UU PPKSK, pada 28 Juli 2016, Bank Indonesia dan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) menandatangani nota kesepahaman mengenai koordinasi dan
kerja sama dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang kedua lembaga. Nota
kesepahaman itu memasukkan ruang lingkup pendanaan dalam rangka penanganan
permasalahan solvabilitas bank. Selanjutnya, kedua lembaga menandatangani sebuah
perjanjian kerja sama tentang penjualan surat berharga oleh LPS kepada Bank Indonesia.
Dalam hal pengembangan ekonomi syariah, Bank Indonesia terus berkomitmen untuk
mengembangkan perekonomian syariah. Bank Indonesia melakukan berbagai inisiatif
untuk mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah. Inisiatif itu antara lain
berupa kegiatan ilmiah terkait ekonomi dan keuangan syariah, pilot project optimalisasi
dana zakat, dan promosi produk ekonomi dan keuangan syariah.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan Indonesia Shari’a
Economic Festival (ISEF) di Surabaya. Kegiatan ini mencakup 3 (tiga) kegiatan utama yaitu
opening ceremony, Shari’a Economic Forum, dan Shari’a Fair.
Bank Indonesia juga melaksanakan pilot project optimalisasi dana zakat dengan menyalurkan
dana kepada 18 orang mustahik. Tahap selanjutnya adalah proses pendampingan dan
pemantauan terhadap mustahik untuk menilai dan menjaga efektivitas dari penyaluran
dana zakat terhadap perkembangan usaha produktif mustahik.
Bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia
telah meluncurkan model Sukuk linked Wakaf. Model sukuk ini merupakan inovasi dan
terobosan baru keuangan syariah Indonesia untuk mengoptimalkan aset wakaf. Selama ini,
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
9
BAB I Ringkasan Eksekutif
wakaf menjadi salah satu sektor keuangan sosial syariah (Islamic social funds) yang kurang
berkembang.
Secara umum, perkembangan pasar keuangan Indonesia pada 2016 semakin baik
dibandingkan 2015. Untuk memperdalam pasar keuangan, Bank Indonesia terus
menyempurnakan kebijakan dan instrumen melalui pendekatan 7 (tujuh) ekosistem
pendalaman pasar. Ketujuh ekosistem itu adalah instrumen, pengguna/penyedia dana,
lembaga perantara, infrastruktur pasar, kerangka pengaturan, benchmark rate, serta
koordinasi dan edukasi.
Untuk mendukung kestabilan harga dan menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia
turut memperkuat sektor riil dan memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM). Terkait hal ini, Bank Indonesia melakukan berbagai penelitian, pengembangan,
dan pengaturan guna meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau
pembiayaan.
Selama 2016, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM melalui
sejumlah program seperti peningkatan kapasitas ekonomi UMKM mapun peningkatan
pembiayaan dan akses keuangan UMKM. Selain itu, Bank Indonesia mewajibkan bank
umum untuk memenuhi rasio kredit UMKM. Selanjutnya, Bank Indonesia menerapkan
kebijakan insentif dan disinsentif sebagai tindak lanjut pencapaian rasio kredit UMKM
perbankan. Sampai dengan triwulan IV-2016, 84 dari 118 bank umum telah mencapai rasio
kredit UMKM minimal 10%, atau 47 bank yang memenuhi apabila NPL UMKM dan total
kredit diperhitungkan (< 5%).
Sebagai salah satu upaya pengendalian inflasi, Bank Indonesia terus mengembangkan
program klaster berbasis komoditas yang memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi
di berbagai daerah. Hingga akhir 2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 178 klaster
yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu di 44 wilayah KPwBI DN. Dari jumlah itu, 147 di
antaranya berupa klaster ketahanan pangan, terutama untuk komoditas cabai, bawang
merah, bawang putih, padi, dan sapi potong.
Sejak 2012, Bank Indonesia juga mengembangkan program kewirausahaan dan peningkatan
akses keuangan guna mendukung Gerakan Nasional Kewirausahaan (GKN). Untuk itu,
Bank Indonesia melakukan sejumlah program seperti training of trainers (ToT) pencatatan
transaksi keuangan (PTK) menggunakan aplikasi berbasis smartphone (android), pelatihan/
seminar peningkatan kapasitas wirausaha, dan pengembangan wirausaha di daerah.
Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia telah menerbitkan sejumlah ketentuan
dan kebijakan. Untuk memperluas penggunaan instrumen pembayaran nontunai, Bank
Indonesia memfasilitasi Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam pengembangan
konsep kartu Jakarta One.
Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan aturan tentang pengaturan dan pengawasan
sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah. Sejak triwulan II-2016, fitur baru bulk
payment mulai diimplementasikan pada layanan SKNBI. Fitur bulk payment terdiri atas
layanan pembayaran reguler (kredit) dan layanan penagihan reguler (debit).
Selanjutnya, Bank Indonesia menyempurnakan peraturan tentang uang elektronik
(electronic money). Untuk mendukung keuangan inklusif, Bank Indonesia memperluas
ekosistem LKD dan penyaluran bantuan sosial (program pemerintah) secara non-tunai.
Ketentuan ini antara lain mengatur kriteria dan persyaratan penyelenggara LKD.
Di bidang sistem pembayaran, kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk menjaga dan
meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Sebagai
10
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang penuh untuk bertindak sebagai
policy making body, regulator, licensor, supervisor, operator, administrator, dan katalisator.
Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan sistem
pembayaran. Pertama, perluasan penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk setelmen
dana transaksi surat berharga di pasar modal. Kedua, penerapan penggunaan Nomor
Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS.
Ketiga, pemeliharaan dan pengembangan infrastruktur sistem pembayaran ritel Bank
Indonesia. Keempat, penyempurnaan ketentuan bilyet giro.
Sepanjang 2016, Bank Indonesia juga telah menyelesaikan desain konsep Gerbang
Pembayaran Nasional (NPG) dengan menggunakan model interkoneksi antar-switch.
Dengan adanya NPG, infrastruktur diharapkan saling terkoneksi sehingga siap melayani
pemrosesan transaksi domestik dengan menggunakan berbagai instrumen.
Belakangan ini, semangat untuk meningkatkan jumlah masyarakat yang dapat mengakses
layanan keuangan formal semakin tinggi. Pada 18 November 2016, Presiden RI Joko
Widodo telah meluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang telah menjadi
program prioritas sejak 2012. Dalam SNKI, keuangan inklusif didefinisikan sebagai kondisi
ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan
formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau.
Selain itu, Bank Indonesia juga terus mengimplementasikan Gerakan Nasional Non Tunai
(GNNT). Selama 2016, implementasi GNNT terus dilakukan melalui program elektronifikasi.
Bahkan, Presiden RI Joko Widodo mengarahkan agar setiap penyaluran bantuan sosial
dalam bentuk non tunai melalui sistem perbankan. Bank Indonesia bersama Kementerian
Sosial telah menginisiasi penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH)
melalui LKD kepada 612 ribu penerima di 18 provinsi. Program serupa diterapkan dalam
penyaluran bantuan pangan beras sejahtera (Rastra) melalui Himpunan Bank-bank Negara
(Himbara).
Pada 2016, Bank Indonesia juga masih melakukan upaya perluasan akses keuangan
dengan menghadirkan LKD di pondok pesantren. Alasannya, pondok pesantren dapat
menjadi pembawa pengaruh (influencer) kepada sebagian besar masyarakat di sekitarnya.
Beberapa transaksi yang telah difasilitasi antara lain pembayaran uang sekolah siswa, gaji
karyawan, dan zakat.
Sejak 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai implementasi
Standar Nasional Teknologi Chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) 6
(Enam) Digit untuk kartu ATM dan/atau kartu debit. Selama 2016, implementasi NSICCS
telah menunjukkan bahwa 19,46% mesin ATM dan 19,96% mesin EDC telah di-roll-out
untuk dapat memproses kartu ATM/debit chip NSICCS. Selain itu, 0,6% kartu ATM/debit
telah mengimplementasikan chip NSICCS.
Dalam konteks bauran kebijakan, Bank Indonesia terus berusaha untuk menegakkan
kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI. Upaya yang telah dilakukan antara lain
mewajibkan penggunaan uang Rupiah di NKRI. Dengan adanya kewajiban tersebut,
transaksi nontunai dalam negeri yang menggunakan mata uang dolar AS mulai menurun.
Sistem pembayaran yang efisien, aman, andal, dan lancar merupakan salah satu pendukung
momentum pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai misi tersebut, Bank Indonesia
berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga terkait, terutama dengan kementerian
dan otoritas terkait. Sejak 2015, Indonesia membentuk Forum Sistem Pembayaran Indonesia
(FSPI) yang beranggotakan Bank Indonesia, Kemenkeu, Kemenkominfo, Kemendag,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
11
BAB I Ringkasan Eksekutif
Selama 2016, FSPI telah membahas isu terkini di bidang sistem pembayaran. Beberapa
topic yang dibahas antara lain terkait financial technology (fintech), e-commerce, dan
Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway). Pada 14 November 2016, Bank
Indonesia menginisiasi pembentukan BI Fintech Office, yaitu sebuah unit kerja dengan
fungsi untuk menjaga agar inovasi fintech di Indonesia dapat tumbuh berkembang secara
sehat.
Terkait pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan pengelolaan
uang Rupiahn untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan
terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan
kas yang prima. Pelaksanaan ketiga pilar tersebut bertujuan untuk mencapai misi Bank
Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah yaitu memenuhi kebutuhan uang Rupiah
di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu,
dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam mencapai pilar pertama, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan, antara lain
berkoordinasi dengan pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan
uang. Bank Indonesia merencanakan pengeluaran uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016
dengan desain baru dengan ciri umum sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang. Untuk itu,
Bank Indonesia berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Keuangan, Kementerian
Sosial, Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk dalam pengurusan
persetujuan penggunaan gambar pahlawan nasional oleh ahli waris.
Pada 5 September 2016, Presiden RI mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional sebagai Gambar
Utama pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam NKRI. Selanjutnya, Bank
Indonesia mengeluarkan tujuh pecahan uang Rupiah kertas dan empat pecahan uang
Rupiah logam dengan gambar pahlawan sesuai dengan keputusan presiden.
Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan berkenaan dengan
jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk tahun 2016 dan 2017. Untuk 2016, pencetakan
uang yang direncanakan adalah sebesar Rp181,83 triliun yang terdiri atas Rp180,67 triliun
uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sementara itu, rencana cetak uang tahun 2017
adalah sebesar Rp310,61 triliun yang terdiri atas Rp309,15 triliun uang kertas dan Rp1,46
triliun uang logam. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mengeluarkan 11 pecahan
uang Rupiah Tahun Emisi 2016. Presiden RI meresmikan pengeluaran dan pengedaran 11
pecahan uang Rupiah TE 2016 pada 19 Desember 2016. Peresmian sekaligus menandai
bahwa ke-11 pecahan uang tersebut mulai berlaku, dikeluarkan, dan diedarkan di wilayah
NKRI.
Untuk menjamin pencetakan uang Rupiah, Bank Indonesia terus meningkatkan kerja
sama dengan Perusahaan Umum Peruri. Pada triwulan IV-2016, realisasi cetak uang Rupiah
mencapai nominal Rp46,9 triliun atau 55,3%. Dengan demikian, realisasi cetak uang Rupiah
tercatat senilai Rp173,1 triliun atau 95,2% dari rencana cetak selama 2016.
Untuk meningkatkan upaya pencegahan uang Rupiah palsu, Bank Indonesia mengeluarkan
Surat Edaran Ekstern No.18/28/DPU tanggal 24 November 2016 perihal Tata Cara Klarifikasi
atas Uang Rupiah yang Diragukan Keasliannya. Surat edaran eksternal ini menjadi pedoman
untuk klarifikasi atas uang Rupiah yang diragukan keasliannya.
Untuk mencegah pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan
instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal).
Bank Indonesia juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai pengelolaan uang
Rupiah. Selain itu, Bank Indonesia senantiasa mendukung upaya represif yang dilakukan
oleh Kepolisian RI.
12
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Untuk mencapai pilar kedua, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan, antara lain
meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh KPwBI DN. Bank
Indonesia juga bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak
di bidang jasa angkutan. Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan kententuan mengenai
penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah.
Untuk mencapai pilar ketiga, Bank Indonesia melakukan kegiatan berupa layanan Kas
Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah perbatasan, daerah terpencil
maupun pulau terdepan Indonesia. Bank Indonesia juga terus memperluas jaringan Kas
Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank
Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi potensial. Selama triwulan IV-2016, terdapat
penambahan 14 Kas Titipan sehingga sampai dengan Desember 2016 terdapat 62 wilayah
Kas Titipan dengan jumlah peserta 510 kantor bank peserta.
Untuk mendukung efektivitas berbagai kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat
koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, baik dalam rangka pengendalian inflasi
maupun menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi. Koordinasi pengendalian
inflasi dilakukan melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat
dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Koordinasi juga dilakukan melalui Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.
Melalui forum tersebut, dilakukan pemantauan kondisi stabilitas sistem keuangan dan
dirumuskan langkah-langkah yang perlu diambil oleh masing-masing instansi.
Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait
untuk memantau kondisi makroekonomi dan mengidentifikasi risiko ke depan. Melalui
koordinasi tersebut, kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil dapat disinergikan dan saling
mendukung guna menjaga kondisi perekonomian dan sistem keuangan Indonesia tetap
kondusif. Salah satu bentuk koordinasi dilakukan melalui penyelenggaraan rapat koordinasi
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia pada 25 November 2016
di Surabaya. Rapat koordinasi tersebut bertujuan untuk mempercepat transformasi industri
manufaktur demi mewujudkan industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global.
Kerja sama juga dilakukan secara aktif melalui berbagai fora internasional. Bank Indonesia
terlibat dalam Forum G20, Forum International Monetary Fund (IMF), kerja sama Association
of Southeast Asian Nations (ASEAN), kerja sama ASEAN+3, kerja sama Bank of International
Settlement (BIS), kerja sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar
bank sentral.
Dalam berbagai fora tersebut, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya upaya
bersama untuk mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global serta
meningkatkan resiliensi ekonomi dan sistem keuangan. Secara khusus, Bank Indonesia
terus menyuarakan pentingnya penguatan jaring pengaman keuangan global di G20 dan
IMF. Bank Indonesia juga menunjukkan leadership di kawasan melalui kontribusi aktif dalam
penyusunan Strategic Action Plan for Financial Integration 2025 di ASEAN.
Di bawah Presidensi Tiongkok, Forum G20 berupaya untuk mempercepat pemulihan dan
mendorong pertumbuhan ekonomi global yang inklusif melalui agenda 4I, yaitu Innovative
(Inovatif ), Invigorated (penguatan), Interconnected (keterkaitan), dan Inclusive (inklusif ).
Forum tersebut menghasilkan kesepakatan Hangzhou Leaders Communique yang menjadi
acuan bagi negara anggota dalam mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi yang inklusif.
Dalam forum IMF, Bank Indonesia bersama kementerian/lembaga (K/L) terkait
menyampaikan pencapaian pembangunan ekonomi di Indonesia agar persepsi positif
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
13
BAB I Ringkasan Eksekutif
atas perekonomian Indonesia tetap terjaga. Hal ini penting karena hasil asesmen IMF akan
menjadi rujukan bagi institusi keuangan internasional lainnya.
Pada November 2016, Bank Indonesia mengikuti pertemuan tingkat Gubernur Bank of
International Settlement (BIS). Pada kesempatan itu, Gubernur BIS membahas berbagai isu
penting antara lain mengenai penetapan tujuan dan komunikasi kebijakan makroprudensial
dan rencana publikasi laporan Committee on Payments and Market Infrastructures (CPMI).
Para gubernur juga membahas perkembangan kondisi ekonomi dan pasar keuangan
global.
Dalam Forum ASEAN, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN telah
menyepakati Strategic Action Plan for Financial Integration 2025 pada pertemuan April 2016
di Vientiane, Laos. Strategic Action Plan itut merupakan rencana kerja yang berisi inisiatif
integrasi keuangan di area perbankan, asuransi, pasar modal, keuangan inklusif, sistem
pembayaran, dan aliran modal.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menjadi lead discussant pada pertemuan Deputi
Gubernur Anggota EMEAP. Pertemuan membahas kondisi ekonomi dan keuangan terkini
di kawasan EMEAP dengan fokus pada dampak kemenangan Presiden Trump dalam
Pemilu AS terhadap perekonomian dan stabilitas keuangan di global dan kawasan. Pada
kesempatan itu, Bank Indonesia menyampaikan semakin tingginya risiko capital reversal,
terutama dari negara emerging seiring terpilihnya Presiden Trump.
Bank Indonesia juga menjalankan fungsi kerja sama internasional untuk menciptakan
persepsi positif lembaga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Untuk itu, Bank
Indonesia melalui fungsi Investor Relation Unit (IRU) menjalin hubungan dengan lembaga
rating dan investor internasional. Melalui IRU, Bank Indonesia memfasilitasi diseminasi
informasi mengenai kondisi perekonomian Indonesia.
Sepanjang 2016, IRU telah melaksanakan sejumlah kegiatan hubungan investor untuk
mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia. Kegiatan itu dalam bentuk investor
briefing, investor conference call, pertemuan IRU korporasi, dan penguatan linkage Investor
Relations Unit (IRU) – Regional Investor Relations Unit (RIRU) – Global Investment Relations
Unit (GIRU). Pada triwulan IV-2016, IRU telah memfasilitasi asesmen tahunan lembaga
pemeringkat (Moody’s dan Fitch), investor briefing, investor conference call, serta penguatan
IRU-RIRU-GIRU.
Untuk mendukung efektivitas kebijakan sekaligus mendukung keterbukaan informasi
kepada publik mengenai kebijakannya, Bank Indonesia secara aktif menggunakan
berbagai media komunikasi. Selain media konvensional seperti surat kabar, televisi, dan
radio, Bank Indonesia juga memperluas jangkauan komunikasi melalui berbagai media
sosial. Bank Indonesia juga melakukan komunikasi langsung dengan berbagai pemangku
kepentingan, termasuk memberikan pengajaran kebanksentralan di berbagai perguruan
tinggi.
Sebagai tindak lanjut pencanangan Visi Bank Indonesia 2024 dan program transformasi
Bank Indonesia pada 2014, proses perencanaan dan pengendalian kinerja di Bank
Indonesia mengacu kepada sistem perencanaan, anggaran, dan manajemen kinerja
Bank Indonesia (SPAMK). Untuk mendukung visi Menuju Bank Indonesia menjadi bank
sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia melakukan perubahan pada
pelaksanaan proses bisnis dan aspek pendukung melalui penyusunan Arsitektur Fungsi
Strategis Bank Indonesia (AFSBI).
Dengan mengusung 5 tema transformasi; Policy Excellence, Outstanding Execution,
Institutional Leadership, Motivated Organization dan State of The Art Technology, Bank
14
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Indonesia menerapkan program-program strategis sebagai langkah awal perubahan
menuju 2024. Pelaksanaan transformasi dibagi menjadi dua fase utama, yakni Fase I
restructuring and enhancing (2014-2019) dan Fase II shaping the end state (2019-2024).
Pada Desember 2016, Bank Indonesia telah menetapkan menetapkan 8 sasaran strategis
(SS) dan 12 Indikator Kinerja Utama (IKU) BI 2017 dengan 3 perspektif utama, yaitu
stakeholders, internal business process, dan learning & growth. Dibandingkan dengan IKU BI
2016, terdapat penambahan IKU baru yaitu IKU Deviasi Suku Bunga PUAB ON dengan 7-day
Reverse Repo rate, untuk mengukur sejauh mana sasaran stabilitas moneter akan tercapai.
IKU baru lainnya adalah IKU Indeks Kesehatan Organisasi, untuk mengukur sejauh mana
sasaran tercapainya organisasi dan SDM yang berkinerja tinggi.
Bank Indonesia juga melakukan berbagai upaya penguatan untuk meningkatkan
independensi dan kualitas pengendalian risiko di setiap lini. Pelaksanaan manajemen risiko
dilakukan secara holistik dan terintegrasi, sekaligus memberikan nilai tambah terhadap
pencapaian visi dan misi Bank Indonesia. Untuk menjamin hal itu, Manajemen Risiko
Bank Indonesia (MRBI) dilaksanakan di seluruh tingkatan organisasi mulai tingkat Dewan
Gubernur, Anggota Dewan Gubernur, Forum Manajemen Risiko, hingga satuan kerja.
Melalui konsultan independen, Bank Indonesia telah melaksanakan asesmen maturitas
penerapan manajemen risiko Bank Indonesia. Berdasarkan hasil asesmen, maturitas
penerapan manajemen risiko Bank Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan
dibandingkan 2013 yang memperoleh nilai 2,3. Pada 2016, Bank Indonesia mencatat
sejumlah pencapaian positif dengan nilai 3,38 dari skala maturitas 5 pada 6 (enam) aspek
maturitas.
Dalam melaksanakan tugas utamanya, Bank Indonesia juga didukung dengan
penyempurnaan berbagai aspek pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia. Dalam
aspek audit, Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan audit atas 33 satuan kerja sesuai
Rencana Audit Tahun 2016. Pelaksanaan audit internal itu mencakup proses bisnis dengan
mempertimbangkan berbagai aspek, baik internal maupun eksternal yang berpengaruh
pada kegiatan Bank Indonesia.
Di bidang hukum, Bank Indonesia telah menerbitkan 242 peraturan sepanjang 2016.
Peraturan itu terdiri atas 43 Peraturan Bank Indonesia (PBI), 42 Surat Edaran Bank Indonesia
(SEBI) untuk eksternal, 22 Peraturan Dewan Gubernur (PDG), dan 135 SEBI untuk internal.
Khusus triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 101 peraturan perundangundangan, yang terdiri atas 24 PBI, 20 SEBI untuk eksternal, 9 PDG, dan 48 SEBI untuk
internal.
Dalam bidang manajemen keuangan, kebijakan ditujukan untuk meningkatkan tata kelola
yang baik (good governance) dan memelihara keberlanjutan keuangan Bank Indonesia.
Hal ini penting untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter,
sistem pembayaran, pengedaran uang, dan bidang stabilitas sistem keuangan.
Secara umum, kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia berdasarkan Laporan Keuangan
Tahunan Bank Indonesia Tahun 2016 (unaudited) sangat baik. Per 31 Desember 2016,
total aset Bank Indonesia tercatat sebesar Rp1.956,2 triliun, meningkat 2,62% dibanding
posisi per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.906,2 triliun. Sepanjang 2016, Bank Indonesia
mencatat net surplus setelah pajak sebesar Rp17,2 triliun, dengan surplus sebelum pajak
sebesar Rp23,6 triliun. Pada akhir 2016, rasio Modal Bank Indonesia adalah sebesar 10,11%,
melebihi threshold pembagian surplus kepada Pemerintah, yaitu 10%.
Dengan mempertimbangkan prospek ekonomi, faktor risiko yang dihadapi, dan
semangat untuk bersinergi, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
15
BAB I Ringkasan Eksekutif
untuk memperkuat stabilitas perekonomian. Secara konsisten, Bank Indonesia melakukan
penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran,
dan pengelolaan uang rupiah.
Pada 2017, Bank Indonesia akan memperkenalkan sistem Giro Wajib Mininum (GWM)
Averaging yang hanya mewajibkan bank untuk memelihara rata-rata kecukupan GWM
dalam satu maintenance period. Bank Indonesia juga akan mengoptimalkan utilisasi SBN
sebagai instrumen moneter, yang juga merupakan langkah penguatan kerangka operasi
moneter.
Dalam aspek kebijakan moneter, Bank Indonesia akan menempuh kebijakan pengelolaan
nilai tukar secara berhati-hati dan terukur. Selain itu, Bank Indonesia akan menjembatani
pengembangan pasar valas domestik yakni dengan menginisiasi transaksi lindung nilai
kepada Bank Indonesia yang mengakomodasi transaksi valas dalam denominasi dolar AS
dan selain dolar AS.
Kebijakan makroprudensial akan terus diarahkan untuk menjaga resiliensi sistem
keuangan. Bank Indonesia akan memperkuat asesmen dan memperluas cakupan surveilans
makroprudensial terhadap rumah tangga, korporasi, dan grup korporasi non-keuangan.
Di bidang sistem pembayaran, arah kebijakan Bank Indonesia diwujudkan dengan langkahlangkah memperkuat unsur kelembagaan dan infrastruktur sistem pembayaran domestik,
serta mendorong inklusi keuangan. Hal ini selaras dengan misi untuk menciptakan sistem
pembayaran yang aman, efisien, lancar dan andal, dengan memperhatikan perluasan akses
dan perlindungan konsumen. Langkah kebijakan tersebut dilakukan untuk mendukung
stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Untuk mendorong inklusi keuangan, Bank Indonesia akan memperluas akses keuangan
dan meningkatkan efisiensi dengan mengintegrasikan ekosistem non-tunai elektronik
dalam program dan layanan pemerintah. Dalam pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia
akan terus mendorong clean money policy.
Yang tidak kalah penting, Bank Indonesia senantiasa akan berkoordinasi dengan otoritas
terkait di tingkat pusat daerah dalam pelaksanaan bauran kebijakan untuk merespons
berbagai tantangan perekonomian. Koordinasi diperlukan dalam upaya pengendalian
inflasi, mitigasi dampak risiko fiskal, penguatan stabilitas sistem keuangan, maupun
percepatan pelaksanaan reformasi struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang
lebih sehat.
16
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
17
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan,
Sistem Pembayaran, dan
Pengedaran Uang Rupiah
Kondisi perekonomian Indonesia di penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang positif.
Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan terjaga dengan inflasi yang rendah dan nilai
tukar Rupiah yang terkendali, sehingga mampu mendukung momentum pertumbuhan ekonomi.
Inflasi selama triwulan laporan dan keseluruhan tahun 2016 tetap terkendali sebesar 3,02% (yoy)
atau berada di kisaran bawah sasaran inflasi 2016 yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar
4±1%. Meski sempat tertekan akibat sentimen politik global yang meningkat menjelang dan
pasca-pemilihan presiden di AS, nilai tukar rupiah akhirnya bergerak stabil berkat dukungan
persepsi positif investor terhadap perekonomian domestik.
Ditopang terjaganya stabilitas makroekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih
menunjukkan kinerja yang cukup baik, didorong oleh terjaganya permintaan domestik.
Sepanjang 2016, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,02% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan 2015 sebesar 4,88% (yoy), terutama didukung konsumsi rumah tangga, perbaikan
investasi nonbangunan, dan perbaikan kinerja ekspor. Peningkatan investasi itu didukung
optimisme terhadap prospek ekonomi sejalan dengan kenaikan harga komoditas. Di sisi lain,
konsumsi pemerintah menurun sejalan dengan konsolidasi fiskal.
Meskipun beberapa sektor ekonomi menunjukkan perlambatan, kinerja Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI) membaik secara signifikan. Neraca Pembayaran Indonesia 2016 mencatat
peningkatan surplus sebesar Rp12,1 miliar dolar AS, didukung penurunan defisit transaksi
berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Perbaikan
NPI tersebut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa pada akhir 2016 menjadi sebesar 116,4
miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan triwulan maupun tahun sebelumnya.
Sejalan dengan kondisi perekonomian, sistem keuangan Indonesia sepanjang 2016 tetap stabil.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan 2016 terjaga pada level 0,84, meski mengalami tekanan pada
triwulan laporan. Ketahanan kondisi pasar keuangan dan industri perbankan termasuk kredit
UMKM, lembaga keuangan non-bank, korporasi, dan rumah tangga tetap terjaga. Kestabilan
makroekonomi dan sistem keuangan tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem
pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah yang aman dan lancar.
RINGKASAN PERKEMBANGAN KONDISI MAKROEKONOMI,
MONETER, SISTEM KEUANGAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN
PENGEDARAN UANG RUPIAH
1. Secara keseluruhan, inflasi inti pada 2016 tercatat melambat menjadi 3,07% (yoy) dari
tahun sebelumnya 3,95% (yoy). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh masih terbatasnya
permintaan domestik, lemahnya tekanan eksternal, dan membaiknya ekspektasi inflasi.
2. Konsumsi rumah tangga tetap tumbuh kuat dan menjadi motor pertumbuhan. Pada
triwulan IV-2016, konsumsi rumah tangga tumbuh stabil sebesar 4,99% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy).
3. Pada akhir triwulan IV-2016, utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar 317,0
miliar dolar AS atau tumbuh 2,0% (yoy). Rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB)
tercatat sebesar 34,0%, turun dari 36,2% pada akhir triwulan sebelumnya.
4. Selama triwulan IV-2016, rata-rata harian suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) tenor
overnight berada di level 4,30%, turun sebesar 46 basis point dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sekitar 4,76%.
5. Rata-rata harian volume transaksi di pasar valuta asing meningkat, baik triwulanan maupun
tahunan. Sepanjang 2016, volume transaksi meningkat sebesar 11% menjadi 5,01 miliar
dolar AS dibandingkan 2015 sebesar 4,53 miliar dolar AS.
6. Secara umum, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan IV-2016 menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketidakpastian perekonomian global pasca pemilihan
Presiden AS menjadi salah satu faktor penekan kinerja pasar keuangan Indonesia.
7. Sepanjang 2016, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat. Rasio kecukupan
modal (CAR) tercatat sebesar 22,78%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
8. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,86% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,47% (yoy) namun lebih rendah dibandingkan
triwulan IV-2015 sebesar 10,45% (yoy).
9. Pada triwulan IV-2016, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan tumbuh sebesar 9,60%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 dan triwulan IV-2015 masing-masing
sebesar 3,15% (yoy) dan 7,26% (yoy).
10.Rata-rata suku bunga kredit perbankan pada triwulan IV-2016 turun 16 bps dari 12,24%
menjadi 12,05%. Dari segmen kredit, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja, Kredit
Investasi, dan Kredit Konsumsi masing-masing turun menjadi 11,38%, 11,21%, dan 13,59%.
11.Secara umum, kinerja korporasi menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan Return on Asset, Return On
Equity, current ratio, total aktiva/total utang, dan penurunan Debt to Equity Ratio.
12.Pada triwulan IV-2016, penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan III-2016. Baki debet kredit UMKM
mencapai Rp857,0 triliun, atau sebesar 19,4% terhadap total kredit perbankan.
13.Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah mencapai Rp94,4 triliun atau 94,4% dari
target penyaluran KUR 2016, dengan jumlah debitur sebesar 4,3 juta. Penyaluran KUR
terkonsentrasi di sektor perdagangan dan pertanian di wilayah Jawa.
14.Pada triwulan IV–2016, nominal transaksi sistem pembayaran Bank Indonesia mencapai
Rp47.700,08 triliun atau meningkat 19,55% dibandingkan periode sebelumnya.
Peningkatan itu didorong oleh kenaikan transaksi BI-SSSS sebesar 29,90% dan transaksi
Sistem BI-RTGS sebesar 15,29%.
15.Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar
Rp612,5 triliun, meningkat sebesar Rp49,3 triliun (8,8%) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Peningkatan itu sejalan dengan kebutuhan uang kartal menjelang Natal dan Tahun Baru.
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.1. Inflasi
Sejalan dengan
kebijakan
stabilisasi ekonomi,
inflasi tahun 2016
terkendali dalam
kisaran targetnya
sebesar 4±1%.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 3,02%
(yoy) sehingga berada pada rentang sasaran inflasi 2016 sebesar 4+1% (yoy) (Grafik 2.1).
Capaian inflasi tersebut, dipengaruhi oleh rendahnya inflasi inti dan administered prices,
serta cukup terkendalinya inflasi volatile foods ditengah fenomena La Nina yang berdampak
pada pasokan pangan. Dinamika triwulanan menunjukkan sepanjang triwulan IV-2016,
tekanan inflasi mengalami peningkatan meski dalam level yang terkendali. Meningkatnya
tekanan terutama bersumber dari kelompok volatile food dan administered prices, sementara
tekanan inflasi kelompok inti lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya .
Tekanan inflasi pada kelompok volatile food triwulan IV-2016 terutama dipengaruhi oleh
naiknya harga cabai akibat terbatasnya pasokan. Di beebrapa sentra produksi, pasokan
cabai terkendala antara lain karena tingginya intensitas hujan dan penyakit tanaman.
Untuk keseluruhan tahun 2016, inflasi volatile food tercatat sebesar 5,92% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan 2015 yang sebesar 4,84% (yoy). Selain cabai, tingginya inflasi volatile food
juga dipengaruhi peningkatan harga komoditas bawang merah dan ikan segar. Untuk
menahan tekanan kenaikan harga komoditas tersebut, Bank Indonesia bersama dengan
pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pemantauan dan Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) melakukan berbagai upaya pengendalian harga terutama pada
periode dimana harga komoditas pangan sering mengalami lonjakan. Upaya ini efektif
dalam mengendalikan harga, tercermin dari inflasi pada periode Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN) di tahun 2016 yang tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya.
%, yoy
(%, qtq)
5,00
IHK
Inti
AP
VF
4,00
3,00
2,00
1,00
(1,00)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012
2013
2014
2015
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
(2,00)
(4,00)
(6,00)
2016
Grafik 2.1
Perkembangan Inflasi Triwulanan
20
16
12
8
4,13
3,49
4
0
-4
3,35
3,35
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
2010
CPI
2011
Core
2012
Volatile Food
2013
2014
2015
Administered Prices
2016 2017
Grafik 2.2
Perkembangan Inflasi Tahunan
Kelompok administered prices (AP) juga mengalami tekanan inflasi pada triwulan IV-2016,
meski secara tahunan tercatat pada level yang rendah. Tekanan inflasi kelompok AP di
triwulan IV-2016 dipicu oleh kenaikan tarif angkutan udara, tarif listrik, rokok, dan bensin.
Kenaikan tarif angkutan udara terjadi seiring dengan musim liburan menjelang hari raya
Natal dan tahun baru 2016 serta mulainya liburan anak sekolah. Inflasi AP juga didorong
oleh naiknya harga bensin subsidi dan non subsidi seiring dengan meningkatnya harga
minyak dunia. Tarif listrik juga mengalami kenaikan di triwulan IV-2016 karena pengaruh
harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar. Untuk keseluruhan tahun 2016, kelompok
administered prices mencatat inflasi 0,21% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun lalu
yaitu 0,39% (yoy). Lebih rendahnya inflasi terutama dipengaruhi oleh minimalnya kebijakan
terkait administered prices di tahun 2016.
20
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Sementara itu, tekanan inflasi kelompok inti pada triwulan IV-2016 cenderung rendah
terutama karena rendahnya harga komoditas global dan terjaganya ekspektasi inflasi.
Pada triwulan ini, harga komoditas global mengalami penurunan sebesar 0,11% (qtq)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan terutama terjadi pada komoditas
emas internasional yang diikuti dengan turunnya harga perhiasan yang merupakan salah
satu komoditas yang memiliki bobot cukup besar dalam keranjang kelompok inflasi
inti. Selain itu, rendahnya tekanan inflasi inti turut dipengaruhi oleh faktor ekspektasi
terhadap inflasi yang rendah sebagaimana terindikasi pada survei Desember 2016. Secara
keseluruhan, inflasi inti tercatat melambat dari 3,95% (yoy) di 2015 menjadi 3,07% (yoy) di
2016 (Grafik 2.2). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh masih terbatasnya permintaan
domestik, lemahnya tekanan eksternal, dan membaiknya ekspektasi inflasi (Grafik 2.3 dan
Grafik 2.4). Terkendalinya inflasi inti tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia
dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan
ekspektasi inflasi.
Indeks
Inflasi IHK aktual (skala kanan)
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 6 bln yad
15
160
10
140
20
190
15
180
170
10
160
150
5
120
1 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 911 1 3 5
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Grafik 2.3
Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
0
5
140
130
100
%, yoy
200
20
200
180
Indeks
%, yoy
1 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Inflasi IHK aktual (skala kanan)
Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad
Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad
Grafik 2.4
Ekspektasi Inflasi Konsumen
Secara spasial, realisasi inflasi di berbagai daerah secara agregat mendukung pada
tercapainya sasaran inflasi nasional sebesar 4+1% (yoy). Realisasi inflasi pada Desember 2016
di berbagai daerah secara umum berada pada tingkat yang cukup rendah seiring dengan
meredanya tekanan kenaikan inflasi kelompok bahan makanan. Di wilayah Sumatera Barat
dan Sulawesi Barat bahkan tercatat mengalami deflasi pada Desember 2016. Inflasi yang
cukup rendah terjadi di berbagai daerah di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua,
dan Bali-Nusa Tenggara dengan inflasi terendah terjadi di Sulawesi Utara yakni sebesar
0,35% (yoy). Di sisi lain, inflasi di sebagian besar daerah di Sumatera tercatat lebih tinggi
dibanding daerah lainnya. Beberapa daerah di Sumatera yang tercatat mengalami inflasi
cukup tinggi antara lain Kepulauan Bangka Belitung (6,75%, yoy), Sumatera Utara (6,34%,
yoy) dan Bengkulu (5,00%, yoy). Tingginya kenaikan inflasi di Sumatera ini terutama dipicu
oleh kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura, khususnya cabai merah, yang cukup
signifikan paruh kedua tahun 2016 (Gambar 2.1).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
21
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
ACEH
4
SUMUT
6,3
Nasional :
Inflasi Nasional: 3,02 % (yoy)
KEP. RIAU
3,5
RIAU
4
KALBAR
3,7
KALTIMRA
3,5
JAMBI
4,4
SUMSEL
3,6
KEP.
BABEL
6,8
SUMBAR
4,9
DKI
JAKARTA
2,4
BENGKULU
5
SULBAR
2,2
KALTENG
2,1
JATENG
2,4
KALSEL
3,6
LAMPUNG
2,8
BANTEN
2,9
JABAR
2,7
JATIM
2,7
DIY
2,3
Inf ≥ 5,0%
4,0% ≤ Inf < 5,0%
MALUT
1,9
PAPBAR
3,6
PAPUA
3,2
GORONTALO
1,3
MALUKU
3,3
SULSEL
2,9
BALI
3,2
SULUT
0,35
SULTENG
1,5
SULTRA
2,7
NTT
2,5
NTB
2,6
3,0% ≤ Inf < 4,0%
Inf < 3,0%
Gambar 2.1
Peta Inflasi Daerah Desember 2016 (%, yoy)
2.2. Nilai Tukar
Selama tahun 2016
nilai tukar Rupiah
menguat dengan
volatilitas yang
rendah, terutama
didukung oleh
persepsi positif
investor.
Nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil pada triwulan IV-2016 meski sempat mengalami
tekanan di awal triwulan IV-2016. Secara point to point rupiah melemah sebesar 3,13%
menjadi Rp13.473 per dolar AS di triwulan IV-2016 (Grafik 2.5). Melemahnya rupiah
tersebut masih lebih kecil dibandingkan negara peers. Tekanan terhadap rupiah antara lain
berasal dari meningkatnya ketidakpastian global terkait hasil Pilpres AS, kenaikan FFR dan
meningkatnya kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri pada akhir tahun.
Ketidakpastian eksternal meningkatkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah
pada triwulan IV-2016. Rupiah mengalami depresiasi terutama akibat sentimen politik
global yang meningkat jelang dan pasca Pilpres di AS. Hasil Pilpres AS yang di luar perkiraan
memberikan sentimen negatif terhadap pergerakan mata uang negara berkembang.
Sementara itu, sinyal kenaikan FFR yang semakin kuat juga turut memberi tekanan
depresiasi terhadap rupiah dan mata uang negara berkembang (Grafik 2.6). Di sisi domestik,
permintaan terhadap valas mengalami peningkatan. Namun, pelemahan rupiah tertahan
oleh aliran dana masuk terkait tax amnesty dan sentimen positif seiring rendahnya inflasi.
Rupiah
Tw. IV vs Tw. III-2016
14.200
IDR/USD
14.000
Rata-rata bulanan
Rata-rata triwulanan
13.800
13.505 13.313
13.600
13.195
13.400
13.434
13.525
13.200
13.172
13.000
12.800
12.600
13.473
13.337
13.112
13.163
13.261
13.110
13.315
13.412
13.261
13.130
Data s.d 30 Des-16
4 1322 2 1223 3 1524 5 1425 4 1726 6 15241221 1 102231 9 2130112031 9 1829 8 2030
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Sumber: Reuters
Grafik 2.5
Nilai Tukar Rupiah
22
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
TRY
MYR
PHP
KRW
EUR
CNY
BRL
THB
IDR
INR
ZAR
-20,00
-14,86
-9,62
poin-to-point
average
-7,75
-6,23
-4,11
-8,68
-6,83
-2,28
-3,47
-3,52
-3,93
-2,45
-3,47
0,22
-1,59
-1,66
-3,13
-0,88
-1,93
-0,71
-0,13
-15,00
-10,00
-5,00
Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah
Grafik 2.6
Nilai Tukar Kawasan
0,00
0,83
%
5,00
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Pelemahan Rupiah diikuti dengan volatilitas
yang relatif meningkat terutama pada bulan
November yang dipengaruhi oleh dinamika
Pilpres di AS dan ekspektasi terhadap kenaikan
FFR. Bila dibandingkan dengan beberapa
negara lainnya seperti Rand (Afrika Selatan),
Lira (Turki), Real (Brazil), Ringgit (Malaysia)
dan Won (Korea Selatan), volatilitas Rupiah
pada triwulan IV-2016 relatif lebih rendah.
Sepanjang tahun 2016, volatilitas Rupiah lebih
rendah dari volatilitas tahun 2015 dan masih
lebih rendah dibandingkan rata-rata volatilitas
sebagian mata uang negara peers seperti Rand
(Afrika Selatan), Real (Brazil), Lira (Turki), Ringgit
(Malaysia), dan Won (Korea Selatan) (Grafik 2.7).
%
30
2015
YTD 2016
Rata-rata YTD-16
25
20
15
data s.d. 30 Des 2016
10
5
ZAR
BRL
TRY
MYR KRW
IDR
SGD
PHP
INR
THB
Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah
Grafik 2.7
Volatilitas Rupiah dan Peers – Tahunan
Untuk keseluruhan tahun 2016, secara point to point Rupiah menguat sebesar 2,32%
terutama didukung oleh persepsi positif investor terhadap perekonomian domestik yang
mendorong aliran dana masuk. Perbaikan faktor eksternal terutama terjadi pasca kenaikan
FFR sebesar 25 bps yang sudah diantisipasi pasar. Di sisi domestik, penguatan rupiah di
topang perbaikan data-data perekonomian, seperti neraca perdagangan dan indeks
keyakinan konsumen yang positif.
2.3. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016 menunjukkan perbaikan ditopang oleh
peran ekspor dan juga korporasi swasta. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa triwulan
IV-2016 tercatat 4,24% (yoy) sehingga pertama kali mencatat pertumbuhan positif sejak
triwulan III-2014. Sementara itu, kinerja korporasi sektor swasta juga membaik tergambar
dari pertumbuhan investasi non-bangunan pada triwulan IV-2016 yang meningkat menjadi
7,1% (yoy), tertinggi sejak 2013. Perkembangan positif ekspor dan investasi non-bangunan
ini pada gilirannya mampu menahan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat
berkurangnya stimulus fiskal. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan ekonomi melambat
dari 5,01% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 4,94% (yoy) terutama karena dipengaruhi
oleh menurunnya belanja pemerintah baik dari konsumsi maupun investasi. Secara
keseluruhan, pada tahun 2016 perekonomian Indonesia tumbuh 5,02% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan 2015 yang sebesar 4,88% (yoy), didukung oleh permintaan domestik yang
tetap kuat ditengah kinerja ekspor yang masih terbatas (Tabel 2.1).
Meningkatnya
pertumbuhan
ekonomi tahun
2016 terutama
didukung oleh
masih kuatnya
konsumsi
rumah tangga,
peningkatan
investasi ditopang
optimisme ke
depan, dan
perbaikan kinerja
ekspor yang
signifikan.
Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy)
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
Komponen
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Investasi Bangunan
Investasi Non Bangunan
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
PDB
2014
5,15
12,19
1,16
4,45
5,52
1,58
1,07
2,12
5,01
2015
I
5,01
-8,06
2,91
4,60
5,71
1,62
-0,68
-2,63
4,82
II
4,97
-7,98
2,61
4,01
4,72
2,05
-0,26
-7,37
4,74
III
4,95
6,57
7,09
4,93
6,11
1,65
-0,95
-6,65
4,77
IV
4,93
8,33
7,12
6,43
7,78
2,47
-6,38
-8,75
5,17
2015
4,96
-0,62
5,32
5,01
6,11
1,95
-2,12
-6,41
4,88
2016
I
4,97
6,40
3,43
4,67
6,78
-1,20
-3,29
-5,14
4,92
II
5,07
6,71
6,23
4,18
5,07
1,70
-2,18
-3,20
5,18
III
5,01
6,64
-2,95
4,24
4,96
2,16
-5,65
-3,67
5,01
IV
4,99
6,72
-4,05
4,80
4,07
7,07
4,24
2,82
4,94
2016
5,01
6,62
-0,15
4,48
5,18
2,45
-1,74
-2,27
5,02
Sumber: BPS (diolah)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
23
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Konsumsi Rumah Tangga (RT) tetap tumbuh kuat sehingga menopang capaian
pertumbuhan ekonomi di triwulan IV-2016. Konsumsi RT pada triwulan IV-2016 tumbuh
stabil sebesar 4,99% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (5,01%, yoy). Konsumsi RT
yang tetap kuat sejalan dengan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi (Grafik
2.8). Selain itu, terjaganya inflasi pada tingkat yang rendah berdampak positif pada daya
beli masyarakat. Hal ini tercermin dari indikator penjualan ritel yang meningkat, terutama
pada kelompok suku cadang dan pakaian. Demikian halnya dengan, penjualan kendaraan
bermotor khususnya mobil tumbuh tinggi pada triwulan IV-2016 (11,6% yoy) dari triwulan
sebelumnya (5,1% yoy) (Grafik 2.9). Konsumsi Lembaga Non-Profit Rumah Tangga (LNPRT)
tumbuh 6,7% (yoy) pada triwulan IV-2016 sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya, sejalan dengan meningkatnya kegiatan organisasi kemasyarakatan/partai
politik terkait Pilkada serentak di berbagai daerah serta penyelenggaraan kegiatan
beberapa organisasi berskala nasional.
% yoy
Indeks
30
140
Indeks Ekspektasi
Konsumen
130
120
10
Indeks Keyakinan
Konsumen
0
110
-10
Indeks Kayakinan
Saat Ini
100
Penjualan
Mobil
-20
90
80
Penjualan
Ritel
20
Penjualan
Motor
-30
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
Grafik 2.8
Indeks Keyakinan Konsumen
-40
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Grafik 2.9
Penjualan Ritel dan Kendaraan Bermotor
Di sisi lain, konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2016 menurun sejalan dengan
konsolidasi fiskal yang ditempuh melalui penghematan untuk memperkuat kredibilitas
kebijakan fiskal. Langkah konsolidasi fiskal ini terutama disebabkan oleh penerimaan
pajak yang hingga akhir triwulan II-2016 masih berada di bawah target. Di sisi lain, belanja
pemerintah masih cukup besar. Perkembangan tersebut pada gilirannya mendorong
defisit APBN-2016 pada semester I-2016 mencapai 2,2% PDB. Perkembangan kurang
menguntungkan karena bila terus berlanjut akan mengganggu prospek ketahanan fiskal
sehingga mulai pada triwulan III-2016, pemerintah melakukan pemotongan anggaran
belanja. Hal ini menyebabkan konsumsi pemerintah di triwulan IV-2016 mengalami
kontraksi pertumbuhan 4,05% (yoy), lebih dalam dari triwulan sebelumnya yang juga
mencatat kontraksi pertumbuhan 2,95% (yoy).
Investasi tumbuh meningkat pada triwulan laporan ditopang optimisme terhadap prospek
ekonomi sejalan dengan kenaikan harga komoditas. Investasi tumbuh 4,80% (yoy) pada
triwulan IV-2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (4,24%, yoy), terutama
didorong oleh investasi non-bangunan (Grafik 2.10). Hal ini tercermin dari kenaikan impor
kendaraan dan peralatan lainnya seiring dengan tren perbaikan harga komoditas global
(khususnya batubara dan CPO) yang mendorong peningkatan kebutuhan alat angkut
di sektor pertambangan dan perkebunan. Impor suku cadang dan perlengkapan alat
angkutan juga tumbuh meningkat (Grafik 2.11). Namun, investasi bangunan melambat
dengan masih terbatasnya investasi proyek konstruksi terkait pemotongan belanja modal
pemerintah dan masih terbatasnya ekspansi sektor swasta dalam pembangunan proyek
konstruksi.
24
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
% yoy
10,0
% yoy
8,62
7,07
8,0
6,0
4,07
4,0
% yoy
-50
25
6,8
4,80
2,0
0
0,0
-2,0
-5,0
25
27,4
Investasi NonBangunan:
Pengangkutan (sb kanan)
15
5,2
7,3
14,8
5
-0,2
-6,2
-5
-15
Impor Suku Cadang
-4,0
-25
-8,0
1Q 2Q 3Q 4Q 1Q 2Q 3Q 4Q 1Q 2Q 3Q 4Q 1Q 2Q 3Q 4Q
2013
PMTB
2014
Bangunan
2015
-50
2016
Non Bangunan excl. Haki & CBR
-25
Impor Mobil
Penumpang
-6,0
Q1
Q2
Non Bangunan
Grafik 2.10
Pertumbuhan Investasi
2015
Q3
Q4
Q1
Q2
2016
-35
Q3
-45
Q4
Grafik 2.11
Impor Kendaraan dan Suku Cadang
Ekspor meningkat signifikan didorong oleh kenaikan harga komoditas dan perbaikan
ekonomi global. Ekspor barang dan jasa triwulan tumbuh 4,24% (yoy) pada triwulan
IV-2016 sehingga untuk pertama kalinya dapat mencatat pertumbuhan positif sejak
triwulan III-2014. Kenaikan harga komoditas menjadi faktor pendorong meningkatnya
ekspor. Selain itu, pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut meningkatkan
permintaan dari negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, India, dan AS. Berdasarkan
kelompoknya, ekspor nonmigas meningkat baik ekspor komoditas primer (pertanian dan
pertambangan) maupun manufaktur (Grafik 2.12). Ekspor CPO dan batubara meningkat
didukung kenaikan harga dan permintaan khususnya dari negara Asia seperti India dan
Tiongkok. Sementara itu, kinerja ekspor manufaktur juga meningkat terutama untuk
ekspor kendaraan bermotor, kimia organik, dan tekstil.
Sejalan dengan kenaikan ekspor dan masih kuatnya permintaan domestik, impor juga
kembali tumbuh positif pada triwulan IV-2016. Impor tercatat tumbuh sebesar 2,82% (yoy)
pada triwulan IV-2016, setelah pada triwulan sebelumnya masih mencatat pertumbuhan
yang negatif sebesar -3,67% (yoy). Kenaikan impor terutama ditopang oleh positifnya
kinerja impor nonmigas terutama pada impor bahan baku, khususnya untuk kebutuhan
industri serta suku cadang dan perlengkapan barang modal (Grafik 2.13).
% yoy
% yoy
30,0
30
Pertanian
20
20,0
Manufaktur
10,0
Total
Total
-10
Ekspor PDB
-20
Investasi
-30
-20,0
-30,0
GDP Impor
10
0
0,0
-10,0
Bahan
Mentah
Konsumsi
Pertambangan
Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Investasi
-40
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Grafik 2.12
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Q2
Q3
2016
Q4
-50
Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
Q3
2016
Q4
Grafik 2.13
Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
25
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Dari sisi sektoral, sumber utama pertumbuhan pada triwulan IV-2016 bersumber dari sektor
tradable (Tabel 2.2). Kinerja lapangan usaha (LU) pertanian tumbuh sebesar 5,31% (yoy),
jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
3,03% (yoy). Peningkatan kinerja terutama didorong oleh meningkatnya harga komoditas
perkebunan. LU pertambangan juga tumbuh meningkat signifikan sejalan dengan tren
kenaikan harga komoditas tambang di pasar ekspor. Di sisi lain, LU manufaktur tumbuh
melambat karena masih terbatasnya kinerja industri berorientasi domestik seperti industri
makanan dan minuman (mamin) dan galian nonlogam/semen. LU konstruksi juga tumbuh
melambat karena masih terbatasnya ekspansi sektor swasta dan melambatnya konsumsi
pemerintah. Secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan sektoral yang membaik
ditopang oleh perbaikan harga komoditas terutama di semester kedua 2016. Membaiknya
harga komoditas berdampak pada kinerja sektor tradable, terutama LU pertanian dan
pertambangan. Sementara itu, perbaikan di sektor non-tradable tidak merata, seperti pada
LU PHR, LU transportasi dan telekomunikasi, dan LU jasa keuangan.
Tabel 2.2
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy)
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
Sektor
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, & Perikanan
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air*
Konstruksi
Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin**
Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi***
Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan****
Jasa-jasa Lainnya*****
PDB
2014
4,24
0,43
4,64
5,86
6,97
5,29
8,84
5,75
5,12
5,01
I
3,76
0,58
4,07
1,97
6,03
3,70
7,88
6,88
5,79
4,82
2015
II
III
6,54
2,88
-3,59 -4,41
4,60
4,20
1,22
1,12
5,35
6,82
1,95
1,97
7,72
9,08
7,57
4,19
8,60
5,03
4,77
4,74
IV
1,64
-6,03
4,43
1,02
7,13
4,03
8,51
8,56
6,14
5,17
2015
3,77
-3,42
4,33
1,32
6,36
2,90
8,31
6,81
6,37
4,88
I
1,47
1,20
4,68
7,35
6,76
4,43
7,73
7,52
5,67
4,92
2016
II
III
3,44
3,03
1,15
0,29
4,63
4,52
4,69
6,09
4,95
5,12
4,25
3,79
8,24
8,64
9,25
6,87
5,35
3,94
5,18
5,01
IV
5,31
1,60
3,36
3,11
4,21
4,01
8,79
4,51
2,92
4,94
2016
3,25
1,06
4,29
5,26
5,22
4,11
8,36
6,99
4,42
5,02
Sumber: BPS
^ Proyeksi Bank Indonesia
* Pembangunan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (i) Pengadaan Air
** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor, Serta (ii) Penyediaan akomodasi dan makan minum
*** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi
**** Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate, dan (iii) Jasa Perusahaan
***** Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Lainnya, dan (iv) Jasa Lainnya
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016 didukung membaiknya
perekonomian Sumatera, Kalimantan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta masih
kuatnya pertumbuhan Jawa (Gambar 2.2). Perekonomian Sumatera yang meningkat
ditopang kinerja ekspor seiring membaiknya harga berbagai komoditas seperti CPO, karet,
dan batubara. Peningkatan ekspor juga menjadi penopang peningkatan pertumbuhan
ekonomi di KTI terutama untuk nikel, tembaga, emas, dan CPO. Demikian halnya dengan,
perbaikan ekonomi di Kalimantan yang banyak ditopang oleh membaiknya ekspor
batubara, termasuk kontraksi Kalimantan Timur yang tidak sedalam triwulan sebelumnya.
Sementara itu, perekonomian Jawa masih tumbuh kuat ditopang konsumsi rumah tangga,
investasi, serta membaiknya ekspor manufaktur.
26
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
SUMATERA
JAWA
5,38 5,82 5,70 5,45
4,19 4,47 3,88 4,49
I
II
III
2016
KALIMANTAN
I
IV
II
III
2016
BALI NUSRA
6,74 6,83 5,22 4,87
1,97 1,62 2,21 2,22
I
IV
II
III
2016
SULAMPUA
IV
I
II
III
2016
6,02 5,56
IV
I
KTI
8,72 9,21
II
III
2016
4,33 4,03 5,39 5,54
IV
I
SUMUT
5,2
KEP. RIAU
5,2
RIAU
2,2
KALBAR
3,8
KALTIMRA
0,3
JAMBI
6,4
SUMSEL
5,1
KEP.
BABEL
4,9
SUMBAR
4,9
DKI
JAKARTA
5,5
BENGKULU
5,6
JATENG
5,3
KALSEL
5,3
BANTEN
5,5
PDRB ≥ 7,0%
JABAR
5,4
DIY
4,7
6,0% ≤ PDRB < 7,0%
JATIM
5,5
IV
I’16 II’16 III’16 IV’16
PAPBAR
4,9
PAPUA
21,4
GORONTALO
7
MALUKU
5,9
SULSEL
7,6
BALI
5,5
LAMPUNG
5
MALUT
6,5
SULUT
6,5
SULTENG
3,8
SULBAR
7,5
KALTENG
8,6
III
2016
Nasional :
5,18
5,01 4,94
4,92
KALARA
4,27
ACEH
4,3
II
NTT
5,2
SULTRA
7,6
NTB
3,8
5,0% ≤ PDRB < 6,0%
4,0% ≤ PDRB < 5,0%
0% ≤ PDRB < 4,0%
PDRB < 0%
Sumber : BPS (diolah)
Gambar 2.2
Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV-2016 (%, yoy)
2.4. Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV-2016 mencatat surplus sebesar 4,5 miliar
dolar AS. Kondisi tersebut didukung oleh defisit transaksi berjalan yang menurun dan
surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar (Grafik 2.14).
Defisit transaksi berjalan triwulan IV-2016 sebesar 1,8 miliar dolar AS (0,8% dari PDB), lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,7 miliar dolar AS (1,9% dari
PDB) (Grafik 2.15). Menurunnya defisit transaksi berjalan ditopang oleh perbaikan kinerja
neraca perdagangan barang dan pendapatan primer. Surplus neraca perdagangan barang
tercatat meningkat didorong oleh peningkatan ekspor seiring dengan perbaikan ekonomi
negara-negara mitra dagang dan meningkatnya harga komoditas global (Grafik 2.16).
Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer menurun mengikuti jadwal pembayaran
bunga surat utang pemerintah yang lebih rendah. Kinerja transaksi berjalan triwulan
Miliar Dolar AS
Miliar Dolar AS
15
14
10
6
2
-2
-6
-10
-14
-18
-22
-26
5
0
-5
-10
-20
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2011
2012
2013
2014
2015
* angka sementara ** angka sangat sementara
Grafik 2.14
Neraca Pembayaran Indonesia
Q1*
Q2*
Q3*
Q4**
Transaksi Modal dan Finansial
Transaksi Berjalan
Neraca Keseluruhan
-15
2016
Persen
3
1
-1
-3
-5
-7
Neraca Pendapatan Sekunder
Neraca Perdagangan
Transaksi Berjalan
Neraca Pendapatan Primer
Neraca Jasa
CA/GDP (%) (rhs)
-9
-11
-13
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Q1*
Q2*
Q3*
Q4**
10
Peningkatan
surplus NPI 2016
secara signifikan
didukung oleh
penurunan defisit
transaksi berjalan
dan kenaikan
surplus transaksi
modal dan
finansial.
2011
2012
2013
2014
2015
2016
* angka sementara ** angka sangat sementara
Grafik 2.15
Neraca Transaksi Berjalan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
27
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
laporan juga lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yang
mencatat defisit sebesar 4,7 miliar dolar AS (2,2% dari PDB) karena meningkatnya surplus
neraca perdagangan barang dan menurunnya defisit neraca perdagangan jasa.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang cukup besar dan
melampaui defisit transaksi berjalan. Surplus transaksi modal dan finansial triwulan
IV-2016 tercatat sebesar 6,8 miliar dolar AS, terutama bersumber dari surplus investasi
lainnya sejalan dengan berlanjutnya repatriasi dana tax amnesty (Grafik 2.17). Namun,
surplus transaksi modal dan finansial tersebut lebih rendah dibandingkan dengan surplus
pada triwulan III-2016. Lebih rendahnya surplus di triwulan IV-2016 disebabkan oleh defisit
investasi portofolio sebagai dampak keluarnya dana asing dari saham domestik dan SUN
rupiah pasca-hasil Pemilu Presiden AS, serta surplus investasi langsung yang juga lebih
rendah karena dipengaruhi outflow di sektor pertambangan. ​​
Miliar Dolar AS
11
Neraca Nonmigas
Neraca Migas
Neraca Perdagangan
9
7
5
3
1
-1
-3
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2011
2012
2013
2014
2015
Q1*
Q2*
Q3*
Q4**
-5
2016
* angka sementara ** angka sangat sementara
Grafik 2.16
Neraca Perdagangan
Miliar Dolar AS
120
15
Miliar Dollar AS
Bulan Impor
100
10
8,0
80
5
0
60
-5
40
Investasi Portofolio
Investasi Langsung
Investasi Lainnya
Transaksi Modal dan Finansial
-15
-20
0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2011
2012
2013
7,0
6,0
5,0
20
2014
2015
Q1*
Q2*
Q3*
Q4**
-10
2016
* angka sementara ** angka sangat sementara
Grafik 2.17
Neraca Transaksi Modal dan Finansial
9,0
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan
2014
2015
2016
4,0
2017
Cadangan Devisa Miliar Dolar AS)
Bulan Impor dan Pembayaran Utang Pemerintah (Skala kanan)
Grafik 2.18
Perkembangan Cadangan Devisa
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja NPI membaik ditopang oleh penurunan defisit
transaksi berjalan dan kenaikan surplus transaksi modal dan finansial. NPI 2016 mencatat
surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS setelah tahun sebelumnya mengalami defisit 1,1 miliar
dolar AS. Defisit transaksi berjalan turun dari 17,5 miliar dolar AS (2,0% dari PDB) pada
2015 menjadi 16,3 miliar dolar AS (1,8% dari PDB) di 2016, didukung perbaikan kinerja
28
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
neraca perdagangan barang dan jasa. Surplus neraca perdagangan meningkat karena
penurunan impor yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan ekspor. Meskipun
demikian, laju penurunan ekspor yang tidak sedalam tahun sebelumnya karena didukung
meningkatnya harga komoditas global. Demikian halnya dengan laju penurunan impor di
2016 yang tidak sedalam pada 2015 sejalan dengan membaiknya perekonomian domestik.
Defisit neraca perdagangan jasa juga menurun mengikuti penurunan impor barang. Di
sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial tahun 2016 meningkat signifikan menjadi
29,2 miliar dolar AS, dari sebelumnya 16,8 miliar dolar AS pada 2015. Peningkatan tersebut
terutama didorong oleh kenaikan surplus investasi langsung dan investasi portofolio serta
penurunan defisit investasi lainnya sejalan dengan masih baiknya persepsi pelaku ekonomi
terhadap perekonomian domestik dan implementasi program pengampunan pajak yang
berjalan dengan baik.
Perkembangan NPI tersebut pada gilirannya mendorong kenaikan posisi cadangan devisa.
Posisi cadangan devisa pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 116,4 miliar dolar AS,
lebih tinggi dari 115,7 miliar dolar AS pada akhir triwulan III-2016 atau bila dibandingkan
periode akhir triwulan IV-2015 yang sebesar 105,9 miliar dolar AS (Grafik 2.18).
2.5. Utang Luar Negeri
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 317,0 miliar
dolar AS atau tumbuh 2,0% (yoy). Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang
tumbuh 1,1% (yoy), sementara ULN jangka pendek tumbuh 8,6% (yoy). Berdasarkan
kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sementara
pertumbuhan tahunan ULN sektor swasta terus menurun. Dengan perkembangan
tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir triwulan IV-2016
tercatat sebesar 34,0%, turun dari 36,2% pada akhir triwulan III-2016.
Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN jangka panjang.
Posisi ULN berjangka panjang pada akhir triwulan IV-2016 mencapai 274,9 miliar dolar AS
atau sebesar 86,7% dari total ULN. ULN jangka panjang tersebut tumbuh sebesar 1,1%
(yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2016 sebesar 8,7% (yoy).
Sementara itu, posisi ULN berjangka pendek pada akhir triwulan IV-2016 tercatat 42,1 miliar
dolar AS atau sebesar 13,3% dari total ULN. ULN jangka pendek ini tumbuh sebesar 8,6%
(yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 4,6% (yoy).
Meski ULN jangka pendek meningkat, kemampuan cadangan devisa untuk menutupi
kewajiban jangka pendek membaik. Hal itu tercermin pada rasio utang jangka pendek
terhadap cadangan devisa yang turun dari 37,4% pada triwulan III-2016 menjadi 36,1%
pada triwulan IV-2016 sejalan dengan meningkatnya posisi cadangan devisa.
Pertumbuhan ULN
Indonesia tahun
2016 masih cukup
sehat, didukung
ULN swasta yang
terus menurun
dan kemampuan
cadangan devisa
dalam membayar
kewajiban jangka
pendek.
Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia sebagian besar terdiri dari ULN
sektor swasta. Pada akhir triwulan IV-2016, posisi ULN sektor swasta mencapai 158,7 miliar
dolar AS atau sebesar 50,1% dari total ULN. Sementara itu, posisi ULN sektor publik tercatat
158,3 miliar dolar AS atau sebesar 49,9% dari total ULN. ULN sektor swasta turun sebesar
5,6% (yoy) pada triwulan IV-2016, lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada
triwulan sebelumnya sebesar 2,0% (yoy). Sementara itu, ULN sektor publik tumbuh 11,0%
(yoy) pada triwulan IV-2016, lebih lambat dari triwulan sebelumnya sebesar 20,8% (yoy).
Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada akhir triwulan IV-2016 terkonsentrasi
di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih.
Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,6%.
Pertumbuhan ULN pada sektor keuangan, industri pengolahan, dan pertambangan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
29
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
menurun dibandingkan dengan triwulan III-2016. Sementara itu, pertumbuhan tahunan
ULN sektor listrik, gas & air bersih melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Meskipun perkembangan ULN dinilai cukup sehat, Bank Indonesia tetap harus mewaspadai
risikonya terhadap perekonomian nasional. Untuk itu, ke depan, Bank Indonesia akan terus
memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung
pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas
makroekonomi.
Secara keseluruhan, perkembangan ULN pada triwulan IV-2016 masih tetap sehat meski
harus terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank
Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal
dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat
memengaruhi stabilitas makroekonomi.
2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valuta Asing
2.6.1. Perkembangan Pasar Uang
Kondisi likuiditas
harian di sistem
perbankan sealam
2016 tetap terjaga,
sebagaimana
tercermin pada
kestabilan kondisi
pasar uang Rupiah
dan pasar valuta
asing.
Sesuai siklus akhir tahun, volume transaksi pasar uang Rupiah pada triwulan IV-2016
turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume rata-rata harian (RRH) transaksi
pasar uang Rupiah berada di level Rp11,83 triliun per hari, turun sekitar 20% dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp14,85 triliun per hari. Secara tahunan, volume RRH transaksi pasar
uang rupiah selama periode 2016 sebesar Rp13,47 triliun per hari, naik sebesar 2,5%
dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp13,14 triliun per hari.
Volume RRH transaksi PUAB (uncollateralized) pada triwulan IV-2016 menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sekitar 17%, menjadi Rp10,1 triliun per hari. Transaksi masih
cenderung didominasi oleh tenor overnight (O/N), sekitar 59% dari total transaksi, diikuti
oleh tenor 1 minggu sekitar 20% dari total transaksi. Sementara itu, volume RRH transaksi
PUAB pada tahun 2016 sebesar Rp11,77 triliun per hari mengalami sedikit kenaikan
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 11,65 triliun per hari (Grafik 2.19).
Sejalan dengan pergerakan volume tersebut, frekuensi transaksi dan jumlah pelaku
mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Frekuensi transaksi
triwulan IV-2016 tercatat 128 transaksi per hari, sementara triwulan sebelumnya sebanyak
150 transaksi per hari. Sementara, frekuensi selama periode 2016 tercatat sebanyak 147
transaksi per hari, sedikit menurun dibandingkan tahun 2015 sebanyak 153 transaksi per
hari. Di samping itu, jumlah pelaku yang bertransaksi PUAB pada triwulan IV-2016 adalah
102 bank, dibandingkan triwulan sebelumnya 98 bank. Sedangkan jumlah pelaku yang
bertransaksi PUAB pada tahun 2016 adalah 106 bank, sedangkan tahun 2015 sebanyak 109
bank.
Selama triwulan IV-2016, RRH suku bunga PUAB tenor overnight (O/N) berada pada level
4,30%, turun sebesar 46 bps dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada di
sekitar 4,76%. Sementara RRH suku bunga tenor 1 minggu berada di level 5,08%, turun
sebesar 22 bps dari triwulan sebelumnya sebesar 5,3%. Sebaliknya RRH suku bunga PUAB
tenor 2 minggu, 3 minggu, 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan berada di level 5,64%, 5,88%,
6,2%, 6,64% dan 7,04% mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
30
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Sedangkan RRH suku bunga PUAB pada tahun 2016 mengalami penurunan rata-rata
sebesar 0,8 bps di semua tenor dibandingkan dengan tahun 2015. Penurunan RRH suku
bunga PUAB tertinggi adalah pada tenor overnight (O/N) dan 2 bulan yang masing-masing
berada pada level 4,80% dan 6,73% (Grafik 2.20).
Rp Triliun
14
180
12
160
140
10
120
8
100
6
80
60
4
40
2
0
20
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
2014
2015
RRH Volume: >1 mgg
RRH Volume: ON
0
2016
RRH Volume: 1 mmg
Jlh Bank Pelaku (rhs)
%
9
8,5
8
7,5
7
6,5
6
5,5
5
4,5
4
PUAB ON
BI Rate
LF Rate
DF Rate
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
2014
RRH Volume: 2-4 hr
RRH Frekuensi (rhs)
PUAB 1 mgg
PUAB 1 bln
Grafik 2.19
Perkembangan Transaksi PUAB
2015
2016
Grafik 2.20
Perkembangan Suku Bunga PUAB
Aktivitas transaksi repo pada triwulan IV-2016 mengalami penurunan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Volume RRH transaksi repo turun sekitar 24% dari Rp1,23
triliun per hari pada triwulan III-2016 menjadi Rp937 miliar per hari pada triwulan IV-2016.
Pada triwulan IV-2016, terdapat transaksi repo dengan tenor di atas 1 tahun, yakni sebesar
RRH Rp 30,39 miliar per hari (Grafik 2.21).
Pelaku pasar yang berpartisipasi dalam transaksi repo untuk pengelolaan likuiditas terus
bertambah, menjadi 44 bank pada triwulan IV-2016. Sejalan dengan peningkatan volume
transaksi, frekuensi transaksi turut mengalami peningkatan. Frekuensi kumulatif selama
triwulan IV-2016 sebesar 300 transaksi, naik dari 266 transaksi pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu dari sisi suku bunga pada triwulan
IV-2016, RRH suku bunga repo cenderung
menurun pada tenor overnight (O/N) dan 1
minggu sebesar 33 dan 21 bps dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. RRH suku bunga
repo pada tenor overnight (O/N) dan 1 minggu
sebesar 4,44% dan 5,13%. Sebaliknya RRH suku
bunga repo pada tenor 2 minggu, 3 minggu
dan 1 bulan mengalami kenaikan sebesar
43, 56 dan 19 bps dari triwulan sebelumnya.
RRH suku bunga repo pada tenor 2 minggu, 3
minggu dan 1 bulan berada pada level 5,91%,
6,27% dan 6,29%.
Rp Triliun
1,4
1,2
> 3 Bulan
1 Bulan
3 Bulan
> 1 Bulan
2 Bulan
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
2014
2015
2016
Grafik 2.21
Volume Transaksi Repo (RRH)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
31
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing
Rata-rata harian volume transaksi di pasar valuta asing mengalami peningkatan baik
pada periode triwulanan maupun tahunan dengan peningkatan pada triwulan IV-2016
sebesar 3% dibandingkan triwulan III-2016 yakni dari sebesar 4,93 miliar dolar AS menjadi
5,08 miliar dolar AS. Sementara itu, peningkatan volume transaksi tahun 2016 meningkat
sebesar 11% dibandingkan tahun 2015 yakni dari 4,53 miliar dolar AS menjadi 5,01 miliar
dolar AS (Grafik 2.22).
Dilihat dari komposisi instrumen, transaksi
spot masih mendominasi volume transaksi
5,0
valas domestik, meskipun secara tahunan
4,5
1,8
1,6
1,6
1,6
mengalami penurunan sebesar 6% dari
1,6
4,0
1,3
1,3
1,3
3,5
sebesar 2,9 miliar dolar AS menjadi 3,1 miliar
0,3
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
3,0
0,2
0,2
dolar AS atau menurun secara triwulanan
2,5
sebesar 0,3% yakni dari sebesar 3,15 miliar
2,0
3,2
3,1
3,1
3,0
3,0
3,0
1,5
2,8
2,8
dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi 3,14
1,0
miliar dolar AS pada triwulan IV-2016 (Grafik
0,5
0,0
2.23). Disisi lain transaksi swap meningkat
I
II
III
IV
I
II
III
IV
sebesar 5,48% dari 1,54 miliar dolar AS pada
2015
2016
Spot
Forward
Swap
Option
triwulan III-2016 menjadi 1,62 miliar dolar AS
pada triwulan IV-2016. Demikian pula transaksi
Grafik 2.22
forward meningkat sebesar 18% yakni dari
Volume Transaksi Pasar Valuta Asing (RRH)
0,23 miliar dolar AS pada triwulan III-2016
menjadi 0,27 miliar dolar AS pada triwulan
IV-2016 (Grafik 2.23). Penurunan transaksi spot dengan peningkatan transaksi swap dan
forward menyebabkan meningkatnya proporsi rata-rata harian volume derivatif terhadap
transaksi valas yang pada tahun 2015 sebesar 36% menjadi 38% pada tahun 2016 (Grafik
2.24). Peningkatan komposisi derivatif ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia untuk
memberikan fleksibilitas pelaku pasar dalam melakukan transaksi lindung nilai. Selain itu,
peningkatan komposisi derivatif juga sebagai implikasi penerapan prinsip kehati-hatian
dalam pengelolaan utang luar negeri1 dimana korporasi nonbank yang memiliki utang
luar negeri diwajibkan untuk melakukan lindung nilai.
Miliar USD
Miliar Dolar AS
%
5,0
4,0
1,9
2,0
1,8
1,9
2,8
3,0
3,2
3,1
3,1
IV
I
1,5
1,5
1,8
1,6
3,0
3,0
2,8
III
3,0
2,0
1,0
0,0
I
Spot
II
2015
II
2016
III
IV
Derivatif
Grafik 2.23
Volume Transaksi Spot dan Derivatif (RRH)
1
32
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
38%
36%
I
% Derivatif
II
2015
III
IV
I
II
2016
III
IV
% Spot
Grafik 2.24
Proporsi Volume Transaksi Spot dan Derivatif
PBI No. 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar
Negeri Korporasi Nonbank.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan
Ditengah risiko yang di pasar keuangan global terutama pada triwulan IV-2016, kondisi
sistem keuangan Indonesia tetap terjaga ditandai dengan Indeks Stabilitas Sistem
Keuangan (ISSK) berada pada level normal selama triwulan laporan.
ISSK triwulan IV-2016 sebesar 0,84 lebih
rendah dibandingkan dengan ISSK triwulan
sebelumnya sebesar 0,94 dan dan tahun
sebelumnya sebesar 0,93 (Grafik 2.25). Hal ini
antara lain disebabkan kuatnya permodalan
perbankan dan tingginya likuiditas perbankan
meski kinerja pasar keuangan menurun
terutama karena dampak dari peningkatan
risiko setelah pemilihan Presiden AS pada
November 2016. Selain itu pada triwulan
IV-2016, IKNB juga mencatatkan kinerja yang
relatif baik.
2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan
Indeks
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2002M01 2003M10 2005M07 2007M04 2009M01 2010M10 2012M07 2014M04 2016M01
Ditengarai Krisis
Normal
ISSK
Grafik 2.25
Perkembangan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
Setelah mencatat kinerja positif pada triwulan I-III 2016, kinerja pasar keuangan Indonesia
pada triwulan IV-2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Ketidakpastian perekonomian global pasca Pemilu Amerika Serikat menjadi salah satu
faktor yang memberikan tekanan terhadap kinerja pasar keuangan Indonesia. Terlebih
lagi, terpilihnya Presiden AS disertai dengan munculnya spekulasi kebijakan-kebijakan
yang akan dikeluarkan seperti proteksionisme perdagangan, rencana pemangkasan pajak,
repatriasi pajak korporasi, dan kenaikan the Fed menjelang akhir triwulan IV-2016.
Penurunan kondisi pasar keuangan tercermin dari peningkatan yield Surat Berharga
Negara (SBN) dibandingkan triwulan dan tahun sebelumnya serta meningkatnya volatilitas
harga di pasar saham dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks harga saham gabungan
(IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat menurun dibanding triwulan sebelumnya,
namun tetap mencatatkan pertumbuhan positif dibanding posisi yang sama pada tahun
2015. Pasar reksa dana masih menunjukkan kinerja positif, hal ini dipengaruhi masih relatif
tingginya pembelian reksa dana. Ke depan, beberapa risiko global masih perlu diwaspadai
antara lain dampak kebijakan perdagangan internasional AS, kenaikan Fed Fund Rate,
proses penyesuaian ekonomi Tiongkok, dan risiko geo-politik.
Secara keseluruhan
tahun 2016, kinerja
pasar keuangan
menunjukkan
perbaikan.
Ditengah
meningkatnya
ketidakpastian
perekonomian
global pada
triwulan IV-2016,
investor masih
memandang
positif
perekonomian
domestik.
Selama triwulan IV-2016, yield SBN mengalami kenaikan pada semua tenor dibandingkan
triwulan sebelumnya. Yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) naik sebesar 79,88 bps, jangka
menengah (6-10 tahun) naik sebesar 90,78 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) naik
sebesar 90,18 bps (Grafik 2.26).
Sebaliknya, yield SBN mengalami penurunan dibandingkan akhir 2015 (yoy). Yield SBN
jangka pendek (1-5 tahun) turun sebesar 139,66 bps, jangka menengah (6-10 tahun) turun
sebesar 97,36 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) turun sebesar 79,96 bps.
Sementara itu, peningkatan yield SBN pada triwulan IV-2016 sejalan dengan peningkatan
volatilitas yield di seluruh tenor dibanding triwulan sebelumnya. Volatilitas yield jangka
pendek, menengah, dan panjang masing-masing naik dari 9,85% menjadi 22,95%; 10,80%
menjadi 19,45%; dan 6,67% menjadi 8,87% (Grafik 2.27).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
33
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
%
9
8,5
%
∆ qtq (RHS)
9/30/2016
12/30/2016
40
8
20
15
0,40
6
10
0,20
5,5
1Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 8Y 9Y 10Y 11Y 12Y 13Y 16Y 18Y 20Y 30Y
Jangka Panjang
25
0,60
6,5
Jangka Menengah
30
0,80
7
Jangka Pendek
35
1,00
7,5
5
%
1,20
5
-
0
Sep Okt Nov Des Jan Mar Apr Mei Jun Ags Sep Okt Nov Jan Mar Apr Mei JunAgs Sep Okt Nov Des
2014
Grafik 2.26
Yield Obligasi Negara
2016
2015
Grafik 2.27
Volatilitas Yield 20 hari
Meningkatnya ketidakpastian perekonomian global pada triwulan IV-2016 telah memicu
investor asing melepas kepemilikannya di SBN. Dibandingkan triwulan III-2016, kepemilikan
asing di SBN turun Rp19,18 triliun menjadi sebesar Rp665,81 triliun (Tabel 2.3). Meskipun
mengalami penurunan pada triwulan IV-2016, secara keseluruhan tahun investor masih
memandang positif perkonomian domestik. Net beli kepemilikan asing di SBN pada tahun
2016 tercatat sebesar Rp107,29 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar Rp96,09 triliun.
Tabel 2.3
Kepemilikan SBN
Institusi (RpT)
Bank:
Bank Indonesia *)
Reksadana
Asuransi
Asing
Dana Pensiun
Individu
Lain-lain
Total
Sep-15
400,67
86,46
61,63
165,71
523,38
47,90
28,63
77,83
1.392,41
Des-15
350,07
148,91
61,60
171,62
558,52
49,83
42,53
78,50
1.461,85
Mar-16
451,00
52,70
67,57
192,29
606,08
56,15
65,85
83,47
1.575,12
Jun-16
361,54
150,13
76,44
214,47
643,99
64,67
48,90
86,72
1.646,85
Sep-16
Des-16
qtq
yoy
368,63
158,66
78,51
227,38
684,98
81,75
46,56
102,90
1.749,38
399,46
134,25
85,66
238,24
665,81
87,28
57,75
104,80
1.773,28
8,4%
-15%
9,1%
4,8%
-2,8%
6,8%
24,0%
1,8%
1,37%
14,1%
-10%
39,0%
38,8%
19,2%
75,2%
35,8%
33,5%
21,30%
Pangsa
22,5%
8%
4,8%
13,4%
37,5%
4,9%
3,3%
5,9%
100%
*) Sejak 8 Februari 2008, termasuk transaksi repo SUN kepada Bank Indonesia
Pada triwulan laporan, kinerja pasar saham juga mengalami pelemahan. Hal ini ditunjukkan
dengan penurunan IHSG sebesar 1,27% dari 5.364,80 pada akhir triwulan III-2016 menjadi
5.296,71 pada akhir triwulan IV-2016. Selama triwulan IV-2016, rata-rata perdagangan
saham harian mencapai Rp7,84 triliun atau menurun sebesar Rp0,12 triliun dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp7,96 triliun. Dibandingkan triwulan IV-2015, rata-rata perdagangan
saham harian triwulan IV-2016 naik sebesar Rp2,17 triliun (Grafik 2.28).
Pelemahan kinerja pasar saham lebih disebabkan oleh sentimen negatif para investor asing
menyikapi kondisi eksternal yang dinamis, antara lain pasca terpilihnya Presiden AS. Hal ini
menyebabkan pasar saham mengalami net outflow asing sebesar Rp18,74 triliun. Kondisi
ini berbeda dari triwulan sebelumnya dimana aliran dana investor asing masih masuk ke
pasar saham sehingga mencatat net inflow sebesar Rp21,43 triliun (Grafik 2.29). 34
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Rp miliar
9.000
8.000
15
5000
7.000
5.000
5
3000
4.000
2.000
1000
1.000
Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2014
2015
2016
Nilai Rata-rata Perdagangan Saham Harian
5.000
0
2000
3.000
5.500
10
4000
6.000
0
Rp Triliun
6000
-5
4.500
-10
Net Asing
0
-15
IHSG (RHS)
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2015
IHSG (RHS)
4.000
2016
Grafik 2.28
Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Grafik 2.29
Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
Rata-rata volatilitas pasar saham sepanjang triwulan IV-2016 berada pada level 17,69%,
meningkat dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 16,18%. Peningkatan ini juga
disebabkan oleh ketidakpastian global pasca terpilihnya Presiden AS yang mendorong
terjadinya outflow investor asing di pasar saham. Namun demikian, volatilitas IHSG pada
triwulan IV-2016 menurun signifikan dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang tercatat
sebesar 23,61% (Grafik 2.30).
Pada triwulan IV-2016, nilai kapitalisasi pasar
saham Indonesia mencapai Rp5.462 triliun,
menurun sebesar Rp337 triliun (5,81%)
dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika
dibandingkan dengan triwulan IV-2015, terjadi
peningkatan sebesar Rp562 triliun (12,09%).
Indeks
Indeks
160
45
140
40
120
35
30
100
25
80
Di tengah instabilitas pasar keuangan
global, kinerja pasar saham Indonesia masih
tergolong baik dibandingkan dengan pasar
saham regional. IHSG masih mencatatkan
pertumbuhan tahunan yang positif (15,32%,
yoy) dibandingkan dengan beberapa negara di
Asia Pasifik yang justru mengalami pelemahan
(Tabel 2.4).
20
60
15
40
10
20
0
IHSG (Rebased 1/1/11=100)
Sep
Des
2014
Mar
Jun
Sep
2015
5
Volatilitas IHSG (RHS)
Des
Mar
Jun
Sep
2016
Des
0
Grafik 2.30
Perkembangan & Volatilitas IHSG
Tabel 2.4
Perkembangan Indeks Saham Regional
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Indeks
Indonesia (IHSG)
Jepang (Nikkei)
Hong Kong (HSI)
China (Shanghai)
Korea Selatan (Kospi)
Singapore (STI)
Malaysia (KLCI)
Thailand (SET)
Australia (AS30)
Philippine (PSEi)
India (Sensex)
China (Shenzhen)
Des-15
Mar-16
Jun-16
Sep-16
Des-16
4.593,01
19.033,71
21.914,40
3.539,18
1.961,31
2.882,73
1.692,51
1.288,02
5.344,60
6.952,08
26.117,54
2.308,91
4.845,37
16.758,67
20.776,70
3.003,92
1.995,85
2.840,90
1.717,58
1.407,70
5.151,79
7.262,30
25.341,86
1.912,21
5.016,65
15.575,92
20.794,37
2.929,61
1.970,35
2.840,93
1.654,08
1.444,99
5.310,41
7.796,25
26.999,72
1.974,24
5.364,80
16.449,84
23.297,15
3.004,70
2.043,63
2.869,47
1.652,55
1.483,21
5.525,15
7.629,73
27.865,96
1.995,61
5.296,71
19.114,37
22.000,56
3.103,64
2.026,46
2.880,76
1.641,73
1.542,94
5.719,10
6.840,64
26.626,46
1.969,11
Perubahan
qtq (%)
(1,27)
16,20
(5,57)
3,29
(0,84)
0,39
(0,65)
4,03
3,51
(10,34)
(4,45)
(1,33)
Perubahan
yoy (%)
15,32
0,42
0,39
(12,31)
3,32
(0,07)
(3,00)
19,79
7,01
(1,60)
1,95
(14,72)
Sumber: Bloomberg
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
35
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Rp
350
300
250
Produk
1600
Jumlah RD (RHS)
NAB (Rp T)
UP beredar (jt)
1400
1200
1000
200
800
150
600
100
400
50
0
200
Jan Jan Mei Jul SepNov Jan Jan Mei Jul SepNov Jan Jan Mei Jul SepNov Jan Jan Mei Jul SepNov
2013
2014
2015
0
2016
Di tengah pergerakan underlying assets di pasar
saham dan obligasi yang melemah, kinerja
reksa dana masih mengalami peningkatan.
Nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana meningkat
sebesar 4,85% dari triwulan sebelumnya
menjadi Rp331 triliun. Dibandingkan dengan
triwulan IV-2015, NAB reksa dana triwulan
IV-2016 tumbuh sebesar 23,48% (yoy).
Perbaikan kinerja tersebut dipengaruhi masih
relatif tingginya pembelian reksa dana yang
ditunjukkan dengan masih positifnya net
subscription meskipun pergerakan underlying
assets reksa dana menurun.
Grafik 2.31
Perkembangan Industri Reksadana
Pada triwulan IV-2016, jumlah produk
reksa dana mencatat peningkatan sebesar
4,97%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,32% dan triwulan
IV-2015 sebesar 29,61%. Sementara itu, unit penyertaan meningkat sebesar 10,14%, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,46%, namun lebih rendah
dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 30,62% (Grafik 2.31).
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan
Ditengah tetap
kuatnya ketahanan
industri perbankan
selama 2016, risiko
kredit meningkat
seiring penurunan
kinerja korporasi
dan rumah tangga.
Selama triwulan IV-2016 maupun sepanjang 2016, ketahanan industri perbankan tetap
terjaga. Kondisi ini didukung dengan permodalan yang kuat disertai terjaganya risiko
kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar.
2.7.2.1. Ketahanan Permodalan, Perkembangan Kredit, dan Risiko Kredit
Sepanjang 2016, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat yang tercermin
pada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri
perbankan tercatat sebesar 22,69%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
maupun triwulan IV-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 22,34% dan 21,16%.
Peningkatan CAR yang jauh di atas persyaratan minimum 8% berasal dari pertumbuhan
modal industri perbankan sebesar 3,43% (qtq). Permodalan yang tinggi memberikan
ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat belum cukup kuatnya
pertumbuhan ekonomi.
Meski menunjukkan perlambatan seiring dengan melambatnya perekonomian domestik,
pertumbuhan kredit industri perbankan pada triwulan IV-2016 sedikit membaik dari
triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,86%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,47% (yoy), namun
lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 10,45% (yoy). Kenaikan pertumbuhan
kredit terutama dipengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi
(KK). KMK meningkat dari 4,2% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 6,93% (yoy). Sementara
itu, KK meningkat dari 8% (yoy) menjadi 8,76% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit
investasi (KI) turun dari 9,1% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 8,64% (yoy) pada periode
laporan.
Dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit lebih rendah
disebabkan penurunan kinerja korporasi dan kinerja keuangan rumah tangga akibat belum
cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi.
36
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Risiko kredit industri perbankan masih cukup tinggi namun mulai menunjukkan
penurunan di triwulan IV-2016. Rasio non performing loan (NPL) gross industri perbankan
menurun dari 3,1% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,93%. Namun demikian, rasio
tersebut masih lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,49% (Grafik
2.32). Untuk memitigasi peningkatan risiko kredit, industri perbankan lebih berhati-hati
dalam penyaluran kredit dan melakukan pemantauan yang lebih ketat terhadap kredit
bermasalah.
Berdasarkan jenis penggunaan, penurunan risiko kredit terjadi baik pada semua jenis kredit
(KMK, KI dan KK). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rasio NPL gross KMK menurun dari
3,73% menjadi 3,59%. Sementara itu, rasio NPL gross KI turun dari 3,46% menjadi 3,21%,
dan rasio NPL gross KK menurun dari 1,71% menjadi 1,53% (Grafik 2.33). Namun demikian,
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rasio NPL gross
pada KMK, KI, dan KK masing-masing tercatat sebesar 0,6%, 0,6%, dan 0,3%.
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan risiko kredit terjadi pada sektor pertambangan,
listrik, pertanian, dan pengangkutan (Grafik 2.34). Perlambatan pertumbuhan ekonomi
dan penurunan permintaan terhadap komoditas telah menyebabkan penurunan aktivitas
perdagangan terkait ekspor barang komoditas dan industri barang komoditas.
(%)
3,50
NPL Gross
NPL Net
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
Feb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNov
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 2.32
Rasio Non-Performing Loan
(%)
(%)
8,00
4,00
3,59
3,50
3,21
3,00
2,50
Tr 3 2015
Tr 4 2015
Tr 3 2016
Tr 4 2016
2,00
1,53
1,50
7,00
6,00
5,00
Tr 4 2015
Tr 3 2016
Tr 4 2016
3,00
7,16
4,83
4,10
3,44
4,00
2,00
1,00
Tr 3 2015
3,86
2,23
1,52
1,95
2,10
1,64
1,00
0,50
Grafik 2.33
Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
KK
ag
KI
Pe
rd
KMK
an
ga
n
La
inlai
n
In
Pe dust
ng
an ri
gk
ut
Ko an
nst
ruk
P si
Jas erta
a D nia
n
un
ia
Us
ah
Jas a
a
Pe Sos
ia
rta
mb l
an
ga
n
Lis
trik
0,00
0,00
Grafik 2.34
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
37
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Untuk memitigasi peningkatan risiko kredit ke depan, Bank Indonesia terus memantau
perkembangan risiko kredit perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas sistem
keuangan. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk
mengevaluasi ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko melalui
pelaksanaan stress test secara berkala.
2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan
Dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan tumbuh cukup tinggi pada triwulan IV-2016,
didorong masuknya dana yang berasal dari tebusan tax amnesty. DPK industri perbankan
tumbuh sebesar 9,60% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 dan triwulan
IV-2015 yang masing-masing sebesar 3,15% (yoy) dan 7,26% (yoy) (Grafik 2.35).
Kenaikan pertumbuhan DPK perbankan terjadi pada komponen deposito, giro, maupun
tabungan. Deposito meningkat menjadi 6,5% (yoy) dari 1,1% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Giro tumbuh positif menjadi 13,2% (yoy) dari sebelumnya -2,7% (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan tabungan sedikit melambat dari 11,5% (yoy) menjadi 11,2%
(yoy).
18%
9,5%
16%
9,0%
8,5%
14%
12%
10,45%
9,60%
10%
8%
Pertumbuhan DPK (yoy)
Pertumbuhan DPK Adj Va (yoy)
BI 7-Day RR
BI Rate
6%
4%
2%
8,0%
7,5%
7,0%
6,5%
6,0%
6,50%
4,75%
5,5%
Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Des
2013
2014
2015
2016
Grafik 2.35
Pertumbuhan DPK (yoy)
Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa
tabungan meningkat dari sebesar 23,22%
(yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 32,08%
(yoy) pada triwulan IV-2016. Sebaliknya
pangsa deposito dan giro turun masingmasing menjadi 44,67% dan 23,24% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat masing-masing sebesar 45,72% dan
31,06% (yoy).
Pada triwulan IV-2016, kondisi likuiditas
industri perbankan meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya dan periode yang sama
2015, Penyebabnya antara lain masuknya dana
tebusan tax amnesty.
Alat likuid secara total setelah dikurangi
pemenuhan giro wajib minimum (GWM) meningkat dari Rp928,12 triliun pada triwulan
III-2016 menjadi sebesar Rp1.012,41 triliun (Grafik 2.36). Selain itu, peningkatan kondisi
likuiditas ditunjukkan oleh kenaikan rasio alat likuid (AL)2 terhadap non-core deposit (NCD)3
dari 96,64% pada triwulan sebelumnya menjadi 99,36% (Grafik 2.37). Untuk keseluruhan
tahun 2016, tingkat rasio AL/NCD yang berada jauh di atas ambang batas (threshold)
sebesar 50% menunjukkan risiko likuiditas perbankan masih terjaga.
2
3
38
Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve.
Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
800
Indeks
Indeks
(%)
1600
700
1400
600
1200
500
900
400
800
300
600
200
400
100
200
0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12
2012
2013
Primary Reserve
Tertiery Reserve
2014
2015
110
105
100
95
90
0
85
2016
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
2015
Secondary Reserve
Alat Likuid (Skala Kanan)
Tw III
Tw IV
2016
AL = Kas + Penempatan pd BI + Excess Reserve-GWM
NCD = 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito
Grafik 2.36
Komposisi Alat Likuid Perbankan
Grafik 2.37
Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar
Selama triwulan IV-2016, perkembangan suku bunga simpanan menunjukkan tren
menurun walaupun sedikit meningkat pada akhir periode. Sejalan dengan penurunan
suku bunga simpanan, suku bunga kredit perbankan juga berada dalam tren menurun.
Tabel 2.5
Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Industri Perbankan
Mar-15 Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16
Konsumsi KPR
Konsumsi Non KPR
Kredit Korporasi
Kredit Ritel
11,09
11,91
10,72
12,09
11,00
11,87
10,74
12,07
11,09
11,88
10,72
11,92
11,07
11,83
10,77
12,08
Penurunan suku bunga kebijakan (BI Rate/BI
7-Day Reverse Repo Rate) selama 2016 sebesar
150 bps ke level 4,75% terus mendorong
penurunan nilai rata-rata suku bunga dasar
kredit (SBDK) industri perbankan. Selama 2016,
penurunan terbesar terjadi pada SBDK kredit
ritel sebesar 154 bps dan SBDK kredit konsumsi
non-KPR sebesar 121 bps (Tabel 2.5).
Rata-rata suku bunga kredit pada triwulan
IV-2016 turun 19 bps dari 12,24% menjadi
12,05%. Dari segmen kredit, rata-rata suku
bunga KMK, KI, dan KK masing-masing turun
sebesar 21 bps, 12 bps, dan 12 bps dari triwulan
III-2016 menjadi 11,38%, 11,21% dan 13,59%
(Grafik 2.38).
10,83
11,68
10,49
11,72
10,73
11,38
10,45
10,72
10,60
11,27
10,33
10,67
10,50
10,62
10,28
10,54
qtq
Des’15 - Des’16
(0,57)
(1,21)
(0,49)
(1,54)
(0,10)
(0,65)
(0,05)
(0,13)
(%)
(%)
18,0
9,0
8,0
6,46
7,0
6,0
5,0
14,0
4,0
15,59
3,0
11,38
2,0
1,0
0,0
16,0
4,75
12,0
11,21
Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des
2010 2011
2012
BI Rate
SB KI (RHS)
SB Dep 1bln Rp
SB KK (RHS)
2013
2014
2015
10,0
2016
SB 7-Day RR
SB KMK (RHS)
Grafik 2.38
Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
39
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.7.3. Perkembangan Industri Institusi Keuangan Non Bank
Kinerja perusahaan
pembiayaan
pada 2016
membaik seiring
pertumbuhan
pembiayaan
melalui IKNB.
Namun, risiko
kredit meningkat
disebabkan oleh
melemahnya
kinerja sektor
pertambangan.
Pada triwulan IV-2016, pembiayaan ekonomi oleh Institusi Keuangan Non Bank (IKNB)
meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2016 (qtq) dan triwulan IV-2015 (yoy).
Hal ini ditunjukkan dengan tumbuhnya pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan
pembiayaan (PP) sebesar 2,46% (qtq) atau Rp9,31 triliun, lebih besar dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,42% (qtq) atau Rp5,3 triliun. Dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya, pembiayaan PP meningkat sebesar 6,67% (yoy)
atau Rp24,23 triliun. Sementara itu, pembiayaan yang berasal dari pasar modal juga lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2016 maupun triwulan IV-2015, terlihat dari
peningkatan jumlah emisi obligasi dan sukuk maupun rights issue (Tabel 2.6).
Tabel 2.6
Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
2015
Tw I
Kredit Perbankan
Posisi (Rp T)
Pertumbuhan (Rp T)
B Pasar Modal*
IPO Saham
Jumlah Emiten
Jumlah Fundraise (Rp T)
Rata-rata Fundraise (Rp T)
Right Issue
Jumlah Emiten
Jumlah Fundraise (Rp T)
Rata-rata Fundraise (Rp T)
Obligasi & Sukuk
Jumlah Emisi
Jumlah Fundraise (Rp T)
Rata-rata Fundraise (Rp T)
Total Fundraise Pasar Modal
C Perusahaan Pembiayaan
Posisi (Rp T)
Pertumbuhan (Rp T)
Total Pasar Modal dan IKNB
Tw II
Tw III
Tw IV
2015
2016
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
A
3.679,87 3.828,04 3.956,48 4.058,13 4.058,13 4.000,40 4.168,30 4.212,38 4.377,19
44,08 164,82
5,56 148,17 128,44 101,64 383,82 (57,73) 167,90
1
4,45
4,45
4
3,76
0,94
5
0,81
0,16
5
2,25
0,45
15
11,27
0,75
2
0,11
0,06
7
4,19
0,60
3
6,37
2,12
2
1,40
0,70
1
0,20
0,20
9
10,17
1,13
4
4,99
1,25
5
26,89
5,38
19
42,25
2,22
2
0,67
0,33
12
37,24
3,10
7
7,77
1,11
12
21,81
1,82
10
13,30
1,33
17,95
23
32,06
1,39
46,00
4
6,00
1,50
11,80
14
11,65
0,83
40,78
51
63,01
1,24
116,53
7
16,29
2,33
17,07
32
39,62
1,24
81,05
14
25,05
1,79
39,19
27
33,99
1,26
57,20
369,80
3,60
21,55
369,90
0,10
46,09
371,55
1,65
13,45
363,27
(8,27)
32,51
363,27
(2,93)
113,60
365,39
1,13
18,20
372,90
7,51
80,61
378,20
5,30
44,49
387,50
9,31
66,51
Selama triwulan IV-2016, kinerja industri asuransi meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Total aset industri asuransi tercatat sebesar Rp932 triliun, meningkat sebesar
Rp22,06 triliun dari triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 2,42% (qtq). Dibandingkan
tahun sebelumnya, aset industri asuransi meningkat Rp128,37 triliun atau tumbuh 15,97%
(yoy). Pertumbuhan aset terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja pada produkproduk investasi yang ditempatkan antara lain dalam bentuk saham dan instrumen
keuangan lainnya di pasar modal. Secara agregat, portofolio investasi meningkat sebesar
Rp29,20 triliun atau tumbuh 3,89% dari triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp780
triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, portofolio investasi meningkat sebesar Rp139,13
triliun atau tumbuh 21,7% (Grafik 2.39).
Sementara itu, rasio kecukupan premi terhadap pembayaran klaim bruto meningkat
dari 152,84% pada triwulan III-2016 menjadi 158,30%. Dibandingkan tahun 2015, rasio
kecukupan premi meningkat sebesar 13,15% (Grafik 2.40). Peningkatan rasio kecukupan
premi antara lain disebabkan pertumbuhan premi yang relatif lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan klaim.
40
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Rp T
Grafik 2.39
Aset dan Investasi Industri Asuransi
%
Rp T
%
1.000
85
Aset
Rasio Investasi/Aset (rhs)
932
900
Investasi
84
910
872
800
83,73
842
83
804
777
766
700 788
751
780
705
82
684
600
82,55
641
636
622
609
500
81
81,15
400 80,75
80,89
80
300
80,01
79,79
79
79,49
200
78
100
77
0
Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des
2015
2016
350
180
Premi Bruto
Klaim Bruto
300
Rasio Premi/Klaim Bruto (rhs)
170
250
155,29 155,74 152,84
261
200
143,80
150
140,17
100 131,88
189
Mar
208
145,14
155
180
160
150
154
140
131
123
99
130
71
46
55 42
-
158,30
235
88
50
329
Jun
Sep
2015
Des
Mar
Jun
Sep
Des
120
2016
Grafik 2.40
Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Per data bulan September 20164, terdapat perubahan sistem pelaporan oleh PP kepada
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu dari sebelumnya Laporan Bulanan PP (LBPP) menjadi
Sistem Informasi PP (SIPP). Perubahan pelaporan tersebut sejalan dengan pemberlakuan
Peraturan OJK (POJK) No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha PP. Beberapa
hal yang diatur dalam POJK dimaksud yaitu perubahan pengelompokan jenis pembiayaan
oleh PP yang sebelumnya meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, kartu kredit dan
pembiayaan konsumtif menjadi pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja,
pembiayaan multiguna, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan pembiayaan lain
berdasarkan persetujuan OJK. Selain itu, POJK dimaksud juga menyesuaikan kolektibilitas
pembiayaan yang sebelumnya 3 kolektibilitas (lancar, diragukan, dan macet) menjadi 5
kolektibilitas (lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet)5 yang
disinyalir juga berpengaruh terhadap peningkatan non performing financing PP.
Secara umum, kinerja perusahaan pembiayaan (PP) cenderung meningkat. Selama triwulan
IV-2016, pembiayaan naik sebesar Rp9,31 triliun atau tumbuh 2,46% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya. Selama 2016, pembiayaan meningkat sebesar Rp24,23 triliun atau
tumbuh 6,67%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp2,91 triliun.
Peningkatan kinerja pembiayaan PP antara lain disebabkan naiknya permintaan
pembiayaan otomotif, sebagaimana tercermin pada peningkatan penjualan mobil
sebesar 6,06% (yoy) pada akhir triwulan IV-2016. Pertumbuhan pembiayaan berkontribusi
pada pertambahan aset PP sebesar 1,90% (qtq) menjadi Rp442,77 triliun pada triwulan
IV-2016. Secara tahunan, aset PP tumbuh sebesar Rp17,01 triliun atau sebesar 4% (yoy)
(Grafik 2.41).
Berdasarkan jenisnya, pembiayaan PP didominasi oleh pembiayaan multiguna dan
investasi. Pada triwulan IV-2016, pangsa pembiayaan multiguna sebesar 59,39% dan
investasi sebesar 27,09% dari total pembiayaan. Dibandingkan triwulan III-2016, pangsa
pembiayaan multiguna tersebut meningkat dari 57,63%, sedangkan pangsa pembiayaan
investasi sedikit menurun dari 30,39% (Grafik 2.42).
4
5
Data September 2016 tersedia pada bulan Desember 2016.
Pada LBPP, kolektibilitas pembiayaan dilaporkan sbb: Kol 1= keterlambatan 0-4 bulan, Kol 2=4-12 bulan, Kol 3= >12 bulan)
menjadi SIPP dengan ketentuan Kol 1= keterlambatan 0 – 30 hari, kol 2= 30-90 hari, kol 3 = 90-120 hari, kol 4 = 120-180 hari, kol=
5>150 hari.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
41
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Rp T
Rp T
400
500
Aset
Pembiayaan
450
444
443
400 425
434
435
430
426
424
350
388
378
373
370
371
370
363
364
300
250
200
150
100
50
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
2015
Sep
Des
2016
Grafik 2.41
Perkembangan Perusahaan Pembiayaan
27
31
218
230
18
21
115
105
Sep
Des
350
300
250
246
249
246
247
250
261
9
10
10
11
11
11
114
111
115
105
103
100
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
200
150
100
50
-
2015
2016
Sewa Guna Usaha
Investasi
Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK
Anjak Piutang (RHS)
Modal Kerja
Syariah
Pembiayaan Konsumen
Multiguna
Grafik 2.42
Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Meski masih berada pada level aman (< 5%), risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan
pembiayaan cenderung meningkat pada triwulan III-2016 dan IV-2016. Hal ini tercermin
dari non performing financing (NPF) yang berada pada level 3,38% pada triwulan III-2016
dan 3,26% pada triwulan IV-2016, atau lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar
1,44% (Grafik 2.43).
Peningkatan NPF terbesar terjadi pada sektor pengangkutan yang mayoritas objek
pembiayaannya adalah kapal dan truk pengangkut komoditas tambang. Kualitas
pembiayaan tersebut menurun seiring melemahnya kinerja sektor pertambangan. Selain
itu, peningkatan NPF pada September 2016 disebabkan adanya penyesuaian kolektibilitas
pembiayaan seiring diberlakukannya peraturan OJK6 mengenai penyelenggaraan usaha PP
sebagaimana tersebut di atas.
Rp T
%
4
3,38
NPF
180
3,26
140
3
1,55
1,44
1,54
1,44
44%
19%
100
1,55
Pinjaman DN
Pinjaman DN
Pinjaman DN
Pinjaman DN
14%
120
2,20
2
Share Sumber Pendanaan per
Des 2016
160
23%
80
60
1
40
20
-
Mar
Jun
Sep
2015
Des
Mar
Jun
Sep
Des
2016
Grafik 2.43
Rasio Non Performing Financing
Pinjaman DN
Des-15
Pinjaman LN
SSB
Mar-16
Sep-16
Jun-16
Modal
Des-16
Grafik 2.44
Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Selama triwulan IV-2016, komposisi sumber pendanaan PP terdiri atas pinjaman yang
berasal dari dalam negeri (44,25%), pinjaman luar negeri (22,95%), surat berharga (19,36%),
dan modal (13,44%). Porsi pendanaan dari dalam negeri sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2015 yang rata-rata tercatat sebesar 39,84%
(Grafik 2.44).
6
42
POJK No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Sementara itu, porsi pendanaan dari luar negeri menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya (27,08%) dan triwulan IV-2015 (31,01%). Penurunan ULN PP seiring dengan
menurunnya permintaan pembiayaan dalam valuta asing. Pada akhir triwulan IV-2016,
terdapat 41 PP yang memiliki ULN dengan total outstanding mencapai Rp82,28 triliun.
Diantara 41 perusahaan tersebut, terdapat 8 perusahaan yang kepemilikannya terafiliasi
dengan perbankan (porsi kepemilikannya lebih dari 20%) dan total outstanding ULN
mencapai sebesar Rp25,81 triliun.
Untuk memitigasi risiko nilai tukar, sebagian PP telah melakukan lindung nilai (hedging)
sehingga potensi risiko rambatan (contagion risk) terhadap bank yang menjadi induknya
relatif terbatas. Sementara itu, pembiayaan yang diberikan oleh ke-8 PP tersebut masih
didominasi oleh pembiayaan dalam rupiah sebesar Rp89,50 triliun, sedangkan pembiayaan
dalam valuta asing sebesar Rp2,46 triliun.
%
%
50
%
12
85
40
10
85
30
8
84
6
83
20
84
83
4
10
-
Mar
Jun
Sep
2015
Des
Mar
Jun
Sep
2016
Des
0%-10%
26,44 24,42 22,35 22,73 25,58 25,00 28,57 27,38
10,01%-12% 22,99 29,07 30,59 31,82 27,91 28,57 25,00 27,38
>12%
82
2
50,57 46,51 47,06 45,45 46,51 46,43 46,43 45,24
Grafik 2.45
Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan
-
82
Mar
Jun
Sep
2015
Des
Mar
Jun
Sep
2016
Des
81
ROA
3,62 3,43 3,45 3,32 3,93 3,64 3,73 3,87
ROE
12,11 12,52 12,18 11,49 12,58 11,14 11,79 12,01
BOPO (RHS) 84,27 84,87 85,08 85,35 82,97 82,71 82,79 82,77
Grafik 2.46
Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan
Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh perusahaan pembiayaan
tidak terlepas dari suku bunga kredit di dalam negeri yang relatif tinggi. Selama triwulan
IV-2016, lebih dari 45% dari seluruh bank di Indonesia yang menyalurkan pinjaman kepada
perusahaan pembiayaan mengenakan suku bunga yang relatif lebih tinggi di atas 12%
(Grafik 2.45).
Dari aspek efisiensi, kinerja perusahaan pembiayaan relatif stabil. Hal itu tercermin pada
rasio biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) pada triwulan IV-2016 sebesar
82,77% atau relatif stabil dibandingkan triwulan III-2016 yang mencapai sebesar 82,79%.
Rasio tersebut membaik dibandingkan posisi akhir 2015 yang mencapai 85,08%.
Seiring dengan peningkatan pembiayaan, profitabilitas PP (return on assets/ROA) juga relatif
membaik yaitu 3,87% pada triwulan IV-2016 atau sedikit lebih tinggi dari triwulan III-2016
sebesar 3,73% dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,45%. Selain itu, return
on equity (ROE) meningkat menjadi sebesar 12,01% pada triwulan IV-2016 dibandingkan
triwulan III-2016 sebesar 11,79% dan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,49%
(Grafik 2.46).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
43
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga)
2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi7
Ditengah
perlambatan
kinerja sektor
korporasi pada
2016, risiko kredit
meningkat seiring
pertumbuhan
kredit ke sektor
korporasi.
Secara umum, kinerja korporasi non keuangan pada triwulan III-2016 mengalami perbaikan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari naiknya
indikator profitabilitas retun on asset (ROA) dan return on equity (ROE) serta turunnya porsi
utang korporasi yang terlihat dari nilai debt to equity (DER) yang menurun. Kondisi ini
memperbaiki kemampuan korporasi dalam membayar kewajiban jangka pendek maupun
jangka panjangnya. Namun demikian, perlu diperhatikan produktivitas korporasi yang
belum membaik seperti tercermin dari rasio asset turnover dan inventory turnover yang
masih berada dalam tren melambat.
Tabel 2.7
Kinerja Korporasi Publik Tw II-2015 dan Tw II-2016
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
ROA
2015 2016
0,47% 3,28%
Pertanian
2,16% 4,25%
Industri Dasar dan Kimia
11,00% 12,28%
Industri Barang Konsumsi
Infrastruktur, utilitas dan transportasi 2,52% 5,09%
4,33% 4,39%
Aneka Industri
1,06% 0,87%
Pertambangan
5,47% 4,61%
Properti dan Real Estate
3,72% 4,23%
Perdagangan, jasa dan investasi
3,81% 4,85%
Agregat
ROE
DER
Current Ratio
TA/TL
Asset TO
Inventory TO
2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016
1,01% 7,01% 1,26 1,03 0,76 0,91 1,80 1,97 0,61 0,47 8,10 6,66
4,48% 8,59% 1,08 0,97 1,36 1,43 1,93 2,03 0,71 0,67 4,97 5,08
22,28% 22,86% 1,07 0,71 1,61 1,98 1,94 2,42 1,31 1,31 4,62 4,82
6,72% 12,58% 1,67 1,30 1,04 0,98 1,60 1,77 0,53 0,52 70,86 66,21
9,88% 9,82% 1,29 1,18 1,20 1,25 1,77 1,85 0,79 0,73 7,38 7,55
2,06% 1,64% 0,88 0,88 1,63 2,06 2,14 2,13 0,53 0,45 9,81 9,53
11,54% 9,56% 1,09 1,06 1,79 1,70 1,92 1,94 0,36 0,32 1,88 1,70
7,16% 7,99% 0,93 0,85 1,58 1,58 2,08 2,18 0,92 0,88 7,27 7,29
8,21% 10,08% 1,16 1,00 1,40 1,47 1,87 2,00 0,71 0,66 6,03 5,89
Sektor
Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, Diolah
Posisi data Tw III-2015 & Tw III-2016 (379 korporasi)
Belum membaiknya produktivitas korporasi juga tercermin dalam hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan kegiatan usaha.
Hasil survey tersebut menginformasikan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada triwulan
IV-2016 adalah sebesar 3,13%, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang
sebesar 13,20% (Grafik 2.47).
% qtq
5,0
% SBT
Nilai SBT SKDU (sb. Kanan)
Pertumbuhan PDB (sb. Kiri)
4,0
2,0
13,20
1,0
0,0
-1,0
-2,0
-3,0
20,0
3,20
3,0
-0,35
-1,83
25,0
15,0
10,0
6,73
5,0
5,80
3,02
3,13
l ll lll lV l ll lll lV l ll lll lV l ll lll lV l
2013
2014
2015
2016 2017
0,0
*) Perkiraan
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank Indonesia, periode triwulan IV-2016
Grafik 2.47
Kegiatan Dunia Usaha Tw IV-2016
Meskipun kegiatan usaha menunjukkan
perlambatan, pertumbuhan kredit sektor
korporasi di triwulan IV-2016 mengalami
peningkatan. Kredit sektor korporasi tumbuh
sebesar 3,77% (qtq) di triwulan IV-2016
dengan posisi nominal sebesar Rp2.119,68
triliun. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang
sebesar 1,26% (qtq). Namun, peningkatan
kredit pada sektor korporasi tersebut diiringi
oleh peningkatan rasio NPL. Pada triwulan
IV-2016, rasio NPL mencapai 3,62% atau sedikit
meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, yaitu sebesar 3,59%.
Konsumsi rumah tangga Indonesia pada
triwulan IV-2016 menunjukkan peningkatan yang ditunjukkan oleh meningkatnya
optimisme konsumen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.48). Optimisme
tersebut juga lebih kuat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015.
7
44
Korporasi yang dimaksud merupakan korporasi non keuangan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Meningkatnya optimisme konsumen didorong oleh naiknya ekspektasi terhadap kondisi
ekonomi 6 bulan mendatang, baik dari ekspektasi terhadap penghasilan, ketersediaan
lapangan kerja maupun kegiatan usaha. Perlu diwaspadai adanya tekanan ekspektasi
kenaikan harga seiring tingginya permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh
pada akhir Juni 2017.
Penyaluran kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan IV-2016 mencapai
Rp980,33 triliun atau tumbuh 2,61% (qtq). Pertumbuhan kredit tersebut meningkat
dibandingkan triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 1,21% (qtq).
Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit terutama ditujukan untuk keperluan multiguna
(41,78%) dan pemilikan rumah (40,19%), kemudian diikuti oleh kredit kendaraan bermotor
(12,05%), kredit rumah tangga lainnya (5,57%), dan kredit pemilikan peralatan rumah
tangga (0,40%) (Grafik 2.49).
Pertumbuhan kredit rumah tangga yang meningkat disertai penurunan risiko kredit. Hal
tersebut ditandai dengan menurunnya rasio NPL gross dari 1,80% pada triwulan III-2016
menjadi 1,59% pada triwulan IV-2016. Rasio NPL gross seluruh jenis penggunaan kredit
sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL agregat sebesar
2,93%.
(Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota)
140,0
5,57%
130,0
110,0
116,0
OPTIMIS
120,0
115,9
115,4
PESIMIS
80,0
70,0
103,5
41,78% 41,30%
Penurunan harga BBM,
gas, dan tarif listrik
Kenaikan
Harga BBM
Penurunan
Harga BBM
Penurunan
Harga BBM
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
40,19%
112,5
106,7
100,0
90,0
5,31%
2015
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Kekayaan Konsumen (IKK)
2016
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
JKK Triwulan
Des
2015
39,94%
Perumahan
Kendaraan
Peralatan RT
Multiguna
RT Lainnya
0,30% 13,16%
0,40%
12,05%
Des
2016
Sumber: Survei Konsumen (18 Kota), Bank Indonesia periode Desember 2016
Grafik 2.48
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini, Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik 2.49
Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM)
Pada triwulan IV-2016, penyaluran kredit UMKM tumbuh melambat dibandingkan dengan
triwulan III-2016, setelah sebelumnya sempat mengalami peningkatan pertumbuhan di
pertengahan 2016. Baki debet kredit UMKM mencapai Rp857,0 triliun dengan pangsa
sebesar 19,4% terhadap total kredit perbankan.
Pertumbuhan kredit UMKM sebesar 8,4% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III-2016
sebesar 9,6% (yoy). Penurunan tersebut antara lain dipengaruhi kehatian-hatian perbankan
dalam menyalurkan kreditnya. Pada akhir 2016, perbankan lebih menitikberatkan pada
upaya untuk memulihkan kemampuan membayar debitur UMKM yang menurun sejalan
dengan perlambatan kondisi perekonomian.
Perlambatan
kredit UMKM
pada 2016 disertai
membaiknya
kualitas kredit,
sejalan dengan
penerapan prinsip
kehati-hatian
perbankan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
45
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
%
50
40
30
10,9%
11,1%
8,4%
7,8%
5,7%
20
10
0
-10
Berdasarkan klasifikasi usaha, perlambatan
kredit UMKM terutama didorong oleh Usaha
Mikro dan Usaha Kecil yang tumbuh masingmasing sebesar 10,9% (yoy) dan 11,1% (yoy),
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
17,2% (yoy) dan 12,7% (yoy). Di sisi lain, kredit
Usaha Menengah menunjukkan peningkatan
sebesar 5,7% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 4,4% (yoy) (Grafik 2.50).
JanMarMei Jul SepNov JanMarMei Jul SepNov JanMarMei Jul SepNov JanMarMei Jul SepNovDes
Menurut sektor ekonomi, menurunnya kredit
UMKM terutama didorong oleh melambatnya
pertumbuhan sektor perdagangan sebesar
9,5% (yoy) pada triwulan IV-2016 dibandingkan
Grafik 2.50
12,4% (yoy) pada triwulan III-2016. Sektor
Pertumbuhan Kredit UMKM (%, YoY )
lainnya yang mengalami perlambatan kredit
UMKM adalah sektor real estate dan konstruksi, yang masing-masing tercatat turun menjadi
5,7% (yoy) dan 11,8% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,4% (yoy)
dan 15,6% (yoy).
2013
2014
Growth Kredit Usaha Mikro
Growth Kredit Usaha Menengah
Growth Kredit Perbankan
2015
2016
Growth Kredit Usaha Kecil
Growth Kredit UMKM
Meskipun kredit UMKM menurun, beberapa sektor masih mengalami peningkatan, di
antaranya listrik, gas dan air, serta industri pengolahan yang masing-masing meningkat
menjadi 24,5% (yoy) dan 10,7% (yoy) dari triwulan III-2016 yang tercatat sebesar 8,5% (yoy)
dan 5,3% (yoy).
Pada triwulan IV-2016, mayoritas kredit UMKM diserap oleh sektor perdagangan besar dan
eceran dengan pangsa sebesar 52,7% terhadap total kredit UMKM perbankan. Secara spasial,
penyaluran kredit UMKM masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (58,0%) yang merupakan
pusat aktivitas perekonomian nasional. Sebagian besar kredit UMKM merupakan kredit
Usaha Menengah (47,4%), diikuti oleh Usaha Kecil (29,8%) dan Usaha Mikro (22,8%). Dari
sisi jumlah rekening penerima kredit, sekitar 86,12% dari total rekening penerima kredit
UMKM adalah Usaha Mikro.
%
7
6
5,06%
5
4,30%
4
4,15%
3
2,91%
2
1
0
2,10%
NPL Mikro
NPL UMKM
NPL Kecil
NPL Total
NPL Menengah
Des Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Okt Nov Des
20132014
2015
2016
Menurunnya pertumbuhan kredit UMKM pada
triwulan IV-2016 disertai dengan membaiknya
kualitas kredit. Rasio non performing loan (NPL)
kredit UMKM mengalami penurunan menjadi
sebesar 4,15% dibandingkan triwulan III-2016
sebesar 4,58% dan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 4,20%. Membaiknya NPL
kredit UMKM sejalan dengan meningkatnya
kehati-hatian perbankan dan berbagai upaya
perbankan untuk memperbaiki kolektibilitas
nasabah yang menurun.
Berdasarkan klasifikasi usaha, penurunan
NPL kredit UMKM didorong oleh NPL Usaha
Grafik 2.51
Kecil yang menurun dari 5,20% pada triwulan
NPL Kredit UMKM
sebelumnya menjadi 4,30%. Sementara itu,
kualitas kredit Usaha Mikro dan Usaha Menengah membaik dengan NPL masing-masing
sebesar 2,10% dan 5,06%, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,61% dan 5,15%
(Grafik 2.51).
46
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Target penyaluran KUR skema baru pada 2016 adalah sebesar Rp100 triliun s.d. Rp120
triliun. Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi bunga sebesar Rp10,6 triliun pada
APBN 2016. Hingga triwulan IV-2016, penyaluran KUR telah mencapai Rp94,4 triliun atau
94,4% dari target penyaluran KUR 2016, dengan jumlah debitur sebesar 4,3 juta. Penyaluran
KUR terkonsentrasi di sektor Perdagangan dan Pertanian di wilayah Jawa (Grafik 2.52).
Berdasarkan sebaran wilayah, provinsi dengan
penyerapan KUR terbesar adalah Jawa Tengah
(Rp16,9 triliun), Jawa Timur (Rp14,6 triliun), dan
Jawa Barat (Rp11,9 triliun). Untuk luar Jawa,
penyaluran KUR tertinggi adalah Sulawesi
Selatan (Rp5,1 triliun) dan Sumatera Utara
(Rp4,3 triliun).
Pertanian, Perburuan, dan
Kehutanan
17,36%
Perdagangan
66,29%
Meski penyaluran
KUR belum
optimal mencapai
target pemerintah,
kinerja KUR skema
baru pada 2016
baik seiring risiko
kredit yang terjaga
pada level sangat
rendah.
Jasa-jasa
11,03%
Industri Pengolahan
Dari sisi risiko, NPL KUR tercatat masih sangat
Perikanan
4,10%
1,22%
rendah yaitu sebesar 0,37%, dengan NPL
Sumber data: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
terbesar pada skema KUR Penempatan TKI yaitu
4,3%, diikuti NPL skema Ritel (0,54%), dan NPL
skema Mikro (0,35%). Pada skema KUR sebelum
2016, Non Performing Guarantee8 (NPG) KUR
Grafik 2.52
relatif tinggi, sementara pada periode Januari
Realisasi KUR berdasarkan Sektor Ekonomi
hingga Desember 2016, NPG KUR mengalami
penurunan sejalan dengan adanya skema KUR 2016 yang masih dalam kinerja baik (Grafik
2.53). Namun demikian, perlu diwaspadai NPG ke depannya sebagaimana pengalaman
periode tahun sebelumnya.
Di samping masih relatif singkatnya periode penyaluran KUR dengan skema baru, rendahnya
NPL KUR menunjukkan bahwa penyaluran KUR saat ini telah tepat sasaran kepada nasabah
yang mempunyai usaha produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau
agunan tambahan belum mencukupi. KUR diberikan kepada calon debitur dengan agunan
pokok berupa usaha yang layak dan bank tidak diwajibkan meminta agunan tambahan
untuk KUR Mikro serta tanpa perikatan. Hal ini menunjukkan upaya manajemen risiko yang
lebih baik di perbankan.
Dalam
rangka
mengurangi
dominasi
penyaluran KUR di sektor perdagangan,
pemerintah pada tahun 2017 menetapkan
ketentuan agar bank menyalurkan KUR di
sektor produksi (pertanian, perikanan, kelautan
dan industri pengolahan) minimal mencapai
40%. Hal ini dimaksudkan agar manfaat KUR
dapat dirasakan secara optimal oleh usaha
mikro dan kecil pada sektor prioritas dimaksud.
Disamping itu, penyaluran KUR pada tahun
2017 direncanakan akan mencapai target
sebesar Rp110 Triliun dengan suku bunga tetap
9% yang meliputi KUR Mikro, KUR Ritel, dan
KUR Penempatan TKI (existing). Peningkatan
8
%
9
8
7
6
5
3,32%
4
3
2,60%
2
1
0
NPG
Des
2014
Mar
Jun
Sep
NPL
Des
Mar
2015
Jun
Sep
Des
2016
*) Sumber: NPL (LBU), NPG (Jamkrindo dan Askrindo)
Grafik 2.53
NPG dan NPL KUR
NPG menggambarkan klaim penjaminan yang dibayar oleh Lembaga Penjamin Kredit (LPK) dibandingkan dengan KUR yang
dijamin porsi LPK. NPG = (klaim dibayar/nilai penjaminan) x 100%.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
47
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
target KUR tersebut diharapkan dapat pula mendorong peningkatan total rasio kredit
UMKM. Merespons semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap KUR, Pemerintah
menyempurnakan program KUR dengan menambahkan keterlibatan koperasi sebagai
pelaksana KUR sebagaimana Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor
9 tahun 2016 tanggal 10 November 2016.
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Bank Indonesia
Transaksi
pembayaran
Indonesia
ditopang
penyelenggaraan
sistem
pembayaran
Bank Indonesia
dan industri yang
aman dan lancar.
Pertumbuhan
volume
transaksi sistem
pembayaran
seiring
peningkatan
preferensi
masyarakat untuk
bertransaksi secara
nontunai.
Pada triwulan IV-2016 dan sepanjang 2016, penyelenggaraan Sistem Pembayaran Nontunai oleh Bank Indonesia (SPBI) berjalan dengan aman dan lancar. Hal tersebut tercermin
dari tingkat kemampuan setelmen dalam layanan sistem pembayaran non-tunai Bank
Indonesia yang mampu memproses seluruh transaksi peserta.
Pada triwulan IV–2016, nominal transaksi SPBI mencapai Rp33.567,31 triliun atau
meningkat 14,61% dibanding periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp29.289,19
triliun. Peningkatan nominal transaksi tersebut didorong oleh meningkatnya transaksi BISSSS sebesar 29,90% dan transaksi Sistem BI-RTGS sebesar 15,29% (Tabel 2.8).
Dalam periode yang sama, volume transaksi SPBI mencapai 1.692.438,44 ribu transaksi atau
meningkat sebesar 7,83% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber utama peningkatan
volume transaksi tersebut adalah meningkatnya volume transaksi SKNBI dan Sistem BIRTGS untuk transaksi masyarakat.
Adapun rincian perkembangan volume dan nominal transaksi dari sistem pembayaran
yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Sistem BI-RTGS
Selama triwulan IV-2016, transaksi pada Sistem BI-RTGS mengalami peningkatan,
baik dari sisi nominal maupun volume transaksi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Nominal transaksi sistem pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem
BI-RTGS meningkat sebesar 15,29% dibanding periode sebelumnya, yaitu dari
Rp26.926,33 triliun menjadi Rp31.043,73 triliun. Kondisi ini selaras dengan peningkatan
volume transaksi, yang naik sebesar 20,40% dari 2.131,25 ribu menjadi 2.566,09 ribu
transaksi. Secara tahunan, nominal transaksi melalui Sistem BI-RTGS meningkat 11,92%
dibandingkan periode yang sama 2015. Dari sisi volume transaksi, terjadi peningkatan
sebesar 8,22% dibandingkan tahun sebelumnya.
2.BI-SSSS
Pada triwulan IV-2016, nominal transaksi BI-SSSS mencapai Rp15.693,96 triliun atau
meningkat sebesar 29,90% dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar
Rp12.082,03 triliun. Adapun volume transaksi meningkat sebesar 7,18% dari 67,46 ribu
transaksi menjadi 72,31 ribu transaksi. Secara tahunan, nominal transaksi dan volume
transaksi melalui BI-SSSS meningkat masing-masing sebesar 46,63% dan 39,29%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
3.SKNBI
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nominal transaksi melalui SKNBI
meningkat sebesar 7,89%, yaitu dari Rp891,98 triliun menjadi Rp962,39 triliun. Sejalan
dengan peningkatan nominal transaksi, volume transaksi meningkat sebesar 12,33%,
yaitu dari 29.617,04 ribu transaksi menjadi 33.269,01 ribu transaksi. Dalam periode
48
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
tersebut, nominal transaksi kliring kredit meningkat sebesar 9,25%, yaitu menjadi
sebesar Rp602,91 triliun dari periode sebelumnya sebesar Rp551,86 triliun. Secara
tahunan, nominal transaksi melalui SKNBI menurun 6,22% dibandingkan periode yang
sama sebelumnya, sedangkan volume transaksi meningkat sebesar 8,41%.
Tabel 2.8
Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indoensia9
Nominal (Triliun Rp)
Transaksi Sistem
Pembayaran
Non Tunai
BI-RTGS
- Pengelolaan Moneter
- Pemerintah
- Masyarakat
- Pasar Modal
- Valas
- PUAB
- Lain-lain
BI-SSSS
SKNBI
Debet
- Cek
- Bilyet Giro
- Warkat Debet Lainnya
Kredit
APMK
- Kartu Kredit
- Kartu ATM/Debet
Uang Elektronik
Total
2015
Q-I
28.879,17
14.847,78
816,57
4.960,51
1.043,74
1.736,69
1.453,99
4.019,88
8.758,28
732,49
395,36
53,31
341,91
0,14
337,13
1.207,04
66,02
1.141,03
0,84
30.819,54
Total
2015
Q-II
Q-III
Q-IV
28.089,25
13.430,31
898,44
5.595,25
963,96
1.851,02
1.556,38
3.793,89
7.697,54
743,01
383,12
50,78
332,09
4,00
359,89
1.281,17
71,15
1.210,02
1,44
30.114,86
28.022,31
13.538,63
947,06
5.111,47
1.122,07
2.047,11
1.411,41
3.844,56
8.025,62
739,33
373,52
50,35
323,04
0,14
365,80
1.320,67
70,55
1.250,12
1,67
30.083,97
27.736,72 112.727,44
12.612,32
54.429,03
1.090,74
3.752,81
5.400,70
21.067,93
1.261,89
4.391,66
1.648,06
7.282,89
1.681,29
6.103,07
4.041,73
15.700,05
10.703,05 35.184,49
1.026,24
3.241,07
395,80
1.547,81
56,20
210,64
339,51
1.336,55
0,09
4,38
630,44
1.693,26
1.369,46
5.178,34
72,83
280,54
1.296,63
4.897,79
1,34
5,28
30.133,76 121.152,13
2016
Q-I
26.739,53
11.960,33
1.159,52
4.603,10
1.431,28
1.856,29
1.584,27
4.144,73
12.994,90
1.110,34
371,00
51,50
319,41
0,09
739,35
1.368,51
69,86
1.298,66
1,40
29.219,79
Total
2016
Q-II
Q-III
Q-IV
27.117,76
10.975,31
1.043,66
5.232,32
1.623,57
2.098,90
1.746,17
4.397,85
11.777,14
1.199,35
372,81
50,77
321,94
0,10
826,54
1.508,24
69,84
1.438,40
1,78
29.827,12
26.926,33
11.008,30
1.257,81
5.304,77
1.846,98
1.902,99
1.609,17
3.996,31
12.082,03
891,98
340,12
46,35
293,68
0,09
551,86
1.469,16
67,70
1.401,46
1,72
29.289,19
31.043,73 111.827,35
14.630,02
48.573,96
1.270,44
4.731,43
5.991,29
21.131,48
1.693,98
6.595,81
1.840,63
7.698,80
1.409,69
6.349,29
4.207,70
16.746,58
15.693,96 52.548,02
962,39
4.164,07
359,48
1.443,41
54,82
203,43
304,57
1.239,61
0,09
0,37
602,91
2.720,66
1.559,02
5.904,93
73,62
281,02
1.485,40
5.623,91
2,17
7,06
33.567,31 121.903,42
Naik/(turun)
% Naik/
(Turun)
QtQ
YoY
4.117,40
3.621,72
12,63
686,51
(153,00)
(62,36)
(199,48)
211,38
3.611,92
70,41
19,36
8,46
10,89
0,00
51,05
89,86
5,92
83,95
0,44
4.278,12
3.307,01 15,29%
2.017,70 32,90%
179,70 1,00%
590,59 12,94%
432,09 -8,28%
192,57 -3,28%
(271,60) -12,40%
165,97 5,29%
4.990,91 29,90%
(63,85) 7,89%
(36,32) 5,69%
(1,38) 18,26%
(34,94) 3,71%
0,00 1,70%
(27,53) 9,25%
189,56 6,12%
0,79 8,74%
188,77 5,99%
0,82 25,70%
3.433,55 14,61%
QtQ
YoY
11,92%
16,00%
16,48%
10,94%
34,24%
11,68%
-16,15%
4,11%
46,63%
-6,22%
-9,18%
-2,46%
-10,29%
1,08%
-4,37%
13,84%
1,08%
14,56%
61,34%
11,39%
Sumber : Enterprise Data Warehouse Sistem Pembayaran (EDW-SP), Januari 2017
Tabel 2.9
Volume Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indonesia10
Volume (Ribu Transaksi)
Transaksi Sistem
Pembayaran
Non Tunai
BI-RTGS
2015
Q-I
Q-II
2.814,82
2.917,79
Q-III
2.939,05
Q-IV
2.371,24
Total
2015
2016
Q-I
Q-II
11.042,90
1.436,25
1.523,86
Q-III
2.131,25
Q-IV
2.566,09
Total
2016
7.657,45
Naik/
(Turun)
QtQ
% Naik/
(Turun)
YoY
434,85
QtQ
YoY
194,85 20,40% 8,22%
- Pengelolaan Moneter
17,95
17,55
18,81
23,21
77,52
26,93
28,19
27,40
32,88
115,40
5,48
9,67 20,01% 41,64%
- Pemerintah
141,47
136,21
129,09
135,75
542,51
77,45
50,29
23,56
19,65
170,94
(3,91)
(116,10) -16,60% -85,53%
- Masyarakat
2.328,44
2.439,37
2.449,87
1.856,97
9.074,65
979,47
1.050,57
1.699,33
2.085,10
5.814,47
385,77
228,13 22,70% 12,29%
- Pasar Modal
28,62
25,63
28,74
37,61
120,60
48,47
62,09
63,93
76,32
250,81
12,39
38,71 19,38% 102,92%
- Valas
33,69
33,84
35,86
32,75
136,14
37,36
37,27
33,68
34,85
143,15
1,17
- PUAB
19,62
20,48
19,22
22,22
81,53
20,52
22,10
20,21
18,52
81,34
(1,69)
- Lain-lain
245,04
244,72
257,46
262,74
1.009,95
246,05
273,34
263,15
298,79
1.081,33
35,64
36,05 13,54% 13,72%
BI-SSSS
45,60
46,36
39,78
51,91
183,65
68,91
80,46
67,46
72,31
289,14
4,85
20,40 7,18% 39,29%
SKNBI
27.120,50
27.868,97
27.855,16
30.688,25
113.532,88
29.372,08
32.271,09
29.617,04
33.269,01
124.529,22
3.651,97
2.580,76 12,33% 8,41%
Debet
9.725,46
9.459,81
8.743,21
9.151,56
37.080,03
8.664,63
8.695,86
7.728,27
8.125,02
33.213,78
396,75
(1.026,54) 5,13% -11,22%
- Cek
- Bilyet Giro
- Warkat Debet Lainnya
Kredit
APMK
- Kartu Kredit
- Kartu ATM/Debet
Uang Elektronik
Total
2,10 3,48%
6,40%
(3,70) -8,37% -16,65%
873,25
840,02
762,62
819,05
3.294,94
759,68
763,60
687,54
731,60
2.942,42
44,06
(87,45) 6,41% -10,68%
8.651,77
8.434,42
7.839,28
8.190,65
33.116,11
7.785,64
7.826,68
6.950,83
7.319,79
29.882,94
368,96
(870,86) 5,31% -10,63%
200,44
185,37
141,31
141,86
668,98
119,32
105,58
89,90
73,62
388,42
(16,28)
(68,23) -18,10% -48,10%
17.395,05
18.409,16
19.111,95
21.536,69
76.452,85
20.707,45
23.575,23
21.888,77
25.143,99
91.315,44
3.255,22
3.607,30 14,87% 16,75%
1.142.496,21 1.203.569,01 1.224.670,52 1.284.977,74 4.855.713,47 1.293.820,18 1.388.411,40 1.369.569,27 1.449.763,90 5.501.564,75
80.194,63 164.786,17 5,86% 12,82%
65.662,44
70.286,39
71.179,69
74.197,32
281.325,84
74.009,24
75.207,12
75.346,06
80.489,89
305.052,30
5.143,83
1.076.833,76
1.133.282,61
1.153.490,84
1.210.780,42
4.574.387,63
1.219.810,94
1.313.204,28
1.294.223,22
1.369.274,02
5.196.512,45
75.050,80
158.493,60 5,80% 13,09%
80.265,97
143.092,96
172.725,50
139.495,10
535.579,53
138.580,86
169.514,85
168.198,20
206.839,44
683.133,35
38.641,24
67.344,34 22,97% 48,28%
6.292,57 6,83%
8,48%
1.252.697,50 1.377.448,73 1.428.190,23 1.457.532,33 5.515.868,78 1.463.209,38 1.591.721,19 1.569.515,76 1.692.438,44 6.316.884,77 122.922,68 234.906,12 7,83% 16,12%
Sumber : Enterprise Data Warehouse Sistem Pembayaran (EDW-SP), Januari 2017
9 Total transaksi sistem pembayaran tidak memperhitungkan BI-SSSS karena transaksi BI-SSSS sudah termasuk dalam BI-RTGS.
10 Total transaksi sistem pembayaran tidak memperhitungkan BI-SSSS karena transaksi BI-SSSS sudah termasuk dalam BI-RTGS.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
49
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Industri
Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh industri pada triwulan IV-2016 berjalan aman
dan lancar. Selama periode laporan tercatat tidak adanya gangguan yang signifikan dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran oleh industri dalam memfasilitasi pembayaran ritel
non tunai masyarakat.
Seiring dengan peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara non tunai,
pada triwulan IV-2016 transaksi ritel masyarakat menggunakan instrumen Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik (UE) tumbuh positif. Nominal
transaksi APMK meningkat 6,12% (qtq) menjadi Rp1.559 triliun, sementara dari sisi volume
juga meningkat 5,86% (qtq) menjadi 1.449.763,9 ribu transaksi. Secara tahunan, nominal
transaksi meningkat sebesar 13,84% dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya, dari sisi volume meningkat sebesar 12,82%.
Sementara nominal transaksi uang elektronik meningkat 25,7% (qtq) menjadi Rp2,17 triliun
dan secara volume transaksi meningkat 22,97% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya
yaitu menjadi 206.839,4 ribu transaksi. Secara tahunan, UE meningkat cukup pesat baik
dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar 61,34% dan 48,28%.
Selama triwulan IV-2016, penyelenggaraan transaksi transfer dana juga mencatat
peningkatan di sisi volume dan nominal transaksi masing-masing sebesar 35,78% (qtq) dan
43,38% (qtq) menjadi 6,04 juta transaksi dan Rp19,31 triliun dibandingkan pada triwulan
III-2016 sebesar 4,45 juta transaksi dan Rp13,5 triliun. Secara tahunan, baik dari sisi volume
maupun nominal, peningkatan transaksi transfer dana tercatat positif yaitu sebesar 5,08%
dan 15,72%.
Tabel 2.10
Transaksi Transfer Dana Triwulan IV - 201611
Transaksi Transfer Dana
2015
Q-1
Q-2
Q-3
Q-4
Total
2015
2016
Q-1
Q-2
Q-3
Q-4
Total
2016
Naik/(Turun) % Naik/(Turun)
QtQ
YoY
QtQ
YoY
Volume Transaksi (Juta)
5,47 6,39 4,04 5,75
21,65 5,44 6,02 4,45 6,04
21,95
1,59 0,29 35,78%
5,08%
Nilai Transaksi (Rp Triliun)
13,6 17,6 13,1 16,7
60,89 16,3 18,9 13,5 19,31
67,96
5,84 2,62 43,38% 15,72%
Sumber: Laporan Transfer Dana Bukan Bank, Desember 2016
Sementara itu, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian traveler’s
cheque (TC) oleh Penyelenggara KUPVA Bukan Bank pada triwulan IV-2016 meningkat
sebesar Rp25 triliun atau 43,3% (qtq) dibandingkan dengan triwulan III-2016. Peningkatan
ini didorong oleh meningkatnya nilai transaksi jual/beli mata uang Dollar Amerika Serikat
dan mata uang Dollar Singapura masing-masing sebesar 26,8% (qtq) dan 54,5% (qtq).
Secara tahunan, transaksi UKA-TC meningkat sebesar 41,7%. Adapun nilai transaksi mata
uang Dollar Amerika Serikat dan mata uang Dollar Singapura memiliki pangsa nilai masingmasing 42,7% dan 28,2% dari total nilai transaksi UKA.
11 Data transaksi tidak memperhitungkan transaksi Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank yang merupakan Money Transfer
Operator.
50
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Tabel 2.11
Transaksi UKA-TC Triwulan IV - 2016
2015
Transaksi UKA-TC
Q1
Q2
Q3
2016
Total
2015
Q4
Nilai Transaksi (Rp Triliun) 54,3 54,7 59,3 58,4
Q1
Q2
Q3
Total
2016
Q4
226,7 56,2 60,2 57,7 82,7
256,8
Naik/
(Turun)
QtQ
YoY
% Naik/(Turun)
QtQ
25,0 24,3
YoY
43,3%
41,7%
Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), Desember 2016
Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran
Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia menerima Pengaduan dan Permintaan Informasi
SP sebanyak 3.894 yang terdiri dari 350 Pengaduan (8,99%) dan 3.544 Permintaan Informasi
(91,01%). Jumlah pengaduan tersebut turun 30,42% (qtq) atau berkurang 153 pengaduan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan demikian, rata-rata pengaduan
mencapai 117 per bulan, sedangkan permintaan informasi mencapai 1.181 per bulan.
Selama tahun 2016, diterima 1.950 pengaduan dan 11.931 permintaan informasi, apabila
dibandingkan secara tahunan pada periode yang sama, secara total berkurang 81,88%
(Grafik 2.55).
1,766
7.486
5.720
2014
2.477
9.529
10.300
9.115
9.972
744 1.733
414
TW. I
328
TW. II
TW. III
2015
384
2.941
2.557
607
TW. IV
TW. I
4.263
3.656
3.894
3.210
2.720
2.514
503
490
TW. II
3.544
350
TW. III
2016
TW. IV
Grafik 2.54
Pengaduan dan Permintaan Informasi SP
21
6%
7
2%
57
16%
249
71%
Kartu Kredit (71%)
Kartu ATM/Debet (16%)
Transfer Dana (6%)
Daftar Hitam Nasional (DHN) (2%)
Lainnya (2%)
Penyediaan dan/atau Penyetoran
Uang (1%)
Uang Elektronik (1%)
BI-RTGS (1%)
Kewajiban Penggunaan Rupiah
di Wilayah NKRI (0%)
KUPVA (0%)
BI-SSSS (0%)
SKNBI (0%)
Grafik 2.55
Pengaduan Konsumen SP berdasarkan Instrumen
Penyediaan dan/atau Penyetoran
Uang (63%)
73
96 2%
3%
Kewajiban Penggunaa Rupiah di Wilayah
NKRI (26%)
942
27%
Lainnya (2%)
Transfer Dana (2%)
Kartu Kredit (1%)
KUPVA (1%)
Uang Elektronik (1%)
Daftar Hitam Nasional (DHN) (0,8%)
Kartu ATM/Debet (0,5%)
2.249
64%
SKNBI (0,4%)
BI-RTGS (0,3%)
Grafik 2.56
Pemintaan Informasi SP berdasarkan Instrumen
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
51
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Pengaduan Konsumen SP ke BI pada Triwulan IV-2016 didominasi oleh instrumen Kartu
Kredit sebanyak 249 (71,14%) diikuti Kartu ATM/Debet sebanyak 57 (16,29%) dan Transfer
Dana sebanyak 21 (6,00%) (Grafik 2.55). Sementara itu, Permintaan Informasi terkait SP
ke BI pada Triwulan IV-2016 didominasi Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang sebanyak
2.249 (63,46%), Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI sebanyak 942 (26,58%) dan
Transfer Dana sebanyak 73 (2,71%) (Grafik 2.56).
Untuk memperkuat fungsi Bank Indonesia dalam perlindungan konsumen, edukasi
perlindungan konsumen dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan GNNT, sosialisasi, dan
edukasi lainnya. Materi yang diberikan antara lain kiat-kiat bertransaksi secara nontunai
agar terhindar dari fraud dan kasus-kasus kejahatan di bidang sistem pembayaran. Kegiatan
bertujuan meningkatkan pemahaman dan kepedulian (awareness) bagi stakeholders dalam
melakukan transaksi, khususnya dengan menggunakan instrumen nontunai.
Kinerja Bank Indonesia terkait perlindungan konsumen di bidang sistem pembayaran
dilakukan melalui pelaksanaan survei tingkat keyakinan. Selama 2016, hasil survei kepada
konsumen yang tersebar di seluruh Indonesia menunjukkan tingkat keyakinan yang
meningkat terhadap perlindungan konsumen untuk alat pembayaran nontunai dan
transfer dana. Indeks keyakinan perlindungan konsumen SP meningkat dari 4,8 (skala 1-6)
di tahun 2015 menjadi 5,1 (skala 1-6) di tahun 2016.
Infografis Indeks Keyakinan Perlindungan Konsumen
Survei Keyakinan Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran
5,1
Skala 1-6
4,8
Konsumen sudah merasa yakin dengan perlindungan konsumen Sistem
Pembayaran yang dilaksanakan oleh BI, tercermin dari tingginya Indeks
Tingkat Keyakinan Perlidungan Konsumen SP.
Indek keyakinan perlindungan konsumen SP meningkat dari 4,8 (skala 1-6) di tahun
2015 menjadi 5,1 (skala 1-6) di tahun 2016.
2015
2016
APMK
APMK &
Transfer Dana
Menjadi IKU
BI-wide
Survei oleh
Surveyor
Independen
Responden
masyarakat
umum, tersebar di
seluruh Indonesia
Feedback dari
masyarakat ke BI
Sebagai bagian dari komitmen, Bank Indonesia berpartisipasi dalam menyusun strategi
Nasional Perlindungan Konsumen bekerja sama dengan Kementerian dan Lembaga
terkait. Hal tersebut merupakan kontribusi Bank Indonesia terkait dengan sektor transaksi
perdagangan menggunakan sistem elektronik (e-commerce), terutama dalam aspek
instrumen pembayaran nontunai dan transfer dana. Instrumen tersebut antara lain kartu
kredit, kartu debit, kartu ATM, uang elektronik, internet banking, dan mobile banking. Hal
ini juga merupakan kontribusi Bank Indonesia terkait sektor jasa keuangan (perbankan,
asuransi, lembaga pembiayaan) yaitu layanan pengaduan konsumen secara online terkait
alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) oleh pelaku usaha.
52
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
2.11. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar
Rp612,5 triliun, meningkat sebesar Rp49,3 triliun atau 8,8% (qtq) dibandingkan posisi
akhir triwulan sebelumnya yang mencapai Rp563,2 triliun. Meningkatnya posisi UYD
tersebut seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal perbankan/masyarakat
selama periode Natal dan liburan akhir tahun 2016 (seasonal factor). Secara tahunan, posisi
UYD pada periode laporan tumbuh 4,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yaitu sebesar Rp586,8 triliun (Grafik 2.57). Peningkatan UYD tersebut sejalan
dengan perkembangan perekonomian nasional yang tetap tumbuh positif.
Peran uang kartal dalam aktivitas perekonomian domestik masih cukup tinggi yang
tercermin pada rasio UYD terhadap produk domestik bruto (PDB). Dalam beberapa tahun
terakhir, rasio UYD terhadap PDB nominal relatif stabil dengan rata-rata mencapai 5,1%.
Peran uang kartal terhadap perekonomian juga terlihat pada rasio UYD terhadap konsumsi
rumah tangga (RT) nominal. Pada 2016, rasio UYD terhadap konsumsi RT mencapai 8,7%
atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 9,1%, seiring
pertumbuhan konsumsi RT yang mengalami perlambatan (Grafik 2.58).
Triliun Rp
700
500
400
300
200
100
0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2013
%
% ∆UYD
UYD
% ∆UYD qtq (rhs)
% ∆UYD yoy (rhs)
600
2014
2015
Peningkatan UYD
pada triwulan
IV-2016 didorong
kebutuhan
uang tunai pada
periode natal
dan liburan akhir
tahun. Pada 2016,
peningkatan UYD
sejalan dengan
pertumbuhan
perekonomian
nasional.
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
-5%
-10%
-15%
-20%
10
9
8
7
UYD/PDB Nominal (%)
6
UYD/Konsumsi RT Nominal (%)
5
4
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2016
Grafik 2.57
Uang Kartal yang Diedarkan
Grafik 2.58
Rasio UYD terhadap PDB dan Konsumsi Rumah Tangga
Selain itu, peran uang kartal dalam kegiatan transaksi perekonomian juga masih cukup
signifikan. Hal ini terlihat dari pangsa UYD terhadap uang beredar, baik dalam arti sempit
(M1) maupun dalam arti luas (M2), yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan
kecenderungan relatif stabil (Grafik 2.59 dan 2.60).
Triliun Rp
Triliun Rp
%
%
1.400,0
60,0
6.000,0
14,0
1.200,0
50,0
5.000,0
12,0
40,0
4.000,0
30,0
3.000,0
20,0
2.000,0
10,0
1.000,0
1.000,0
800,0
600,0
400,0
UYD
M1
Rata-rata UYD/M1 (skala kanan)
200,0
-
-
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 2.59
Perbandingan UYD terhadap M1 (uang beredar dalam arti sempit)
-
10,0
8,0
6,0
UYD
M2
Rata-rata UYD/M2 (skala kanan)
4,0
2,0
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10
2012
2013
2014
2015
-
2016
Grafik 2.60
Perbandingan UYD terhadap M2 (uang beredar dalam arti luas)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
53
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (currency outside banks/
CoB) tercatat sebesar Rp508,4 triliun dengan pangsa 82,9% dari total UYD,
sedangkan persediaan kas di perbankan (cash in vault/CiV) sebesar Rp104,5 triliun
dengan pangsa 17,1% dari total UYD (Tabel 2.12). Jumlah CoB dan CiV tersebut
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 8,2% dan
11,6% dari sebelumnya yang tercatat masing-masing sebesar Rp469,5 triliun dan
Rp93,7 triliun. Hal ini disebabkan oleh faktor seasonal selama periode hari Raya
Natal dan libur akhir tahun 2016.
Tabel 2.12
Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan
Periode
2014
2015
2016
Q-I
Q-II
Q-III
Q-IV
Q-I
Q-II
Q-III
Q-IV
Q-I
Q-II
Q-III
Q-IV
Nominal (Triliun Rp)
Masyarakat
Bank
78,0
370,4
70,9
394,0
78,8
395,2
109,3
419,3
80,6
382,0
96,9
409,7
89,4
428,9
117,2
469,5
88,3
420,2
130,7
511,3
93,7
469,5
104,5
508,0
Jumlah
448,4
464,9
474,0
528,5
462,6
506,6
518,3
586,8
508,5
642,0
563,2
612,5
Pangsa
Masyarakat
Bank
17,4%
82,6%
15,2%
84,8%
16,6%
83,4%
20,7%
79,3%
17,4%
82,6%
19,1%
80,9%
17,3%
82,7%
20,0%
80,0%
17,4%
82,6%
20,4%
79,6%
16,6%
83,4%
17,1%
82,9%
Pertumbuhan qtq
Masyarakat
Bank
-7,8%
-20,5%
6,4%
-9,1%
0,3%
11,2%
6,1%
38,7%
-8,9%
-26,2%
7,3%
20,2%
4,7%
-7,7%
9,5%
31,1%
-10,5%
-24,6%
48,0%
21,7%
-28,3%
-8,2%
11,6%
8,2%
Peningkatan UYD selama triwulan IV-2016 juga terkonfirmasi dari aliran bersih (net outflow)
uang Rupiah dari Bank Indonesia ke perbankan sebesar Rp49,4 triliun. Pada triwulan
laporan, outflow tercatat sebesar Rp166,5 trilun, sedangkan inflow dari perbankan tercatat
sebesar Rp117,2 triliun. Sepanjang 2016, jumlah outflow yang telah dikeluarkan oleh Bank
Indonesia mencapai Rp610,4 triliun atau meningkat 7,8% dibandingkan dengan 2015 yang
mencapai Rp566,3 triliun. Sementara itu, jumlah inflow yang masuk ke Bank Indonesia
meningkat sebesar 14,7% yakni dari Rp509,8 triliun pada 2015 menjadi Rp584,6 triliun
pada 2016.
Untuk meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat (clean money policy), Bank
Indonesia melakukan pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) untuk digantikan
dengan uang layak edar (ULE). Selama periode laporan, jumlah pemusnahan UTLE sebesar
Rp48,9 triliun yang seluruhnya merupakan uang kertas (Tabel 2.13).
Jumlah pemusnahan UTLE pada periode laporan tercatat sebesar Rp48,9 triliun, lebih
rendah 10,4% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp54,5 triliun. Hal ini
seiring dengan jumlah inflow yang menurun sebesar 40,8% pada triwulan IV-2016. Lebih
lanjut, rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow pada triwulan laporan mencapai 41,7%,
lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 27,5%.
Selama 2016, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang Rupiah kertas sebanyak 6,9
miliar bilyet, senilai Rp210,5 triliun. Jumlah tersebut meningkat masing-masing sebesar
16,2% dan 31,4% dibandingkan pemusnahan 2015 yakni sebanyak 5,9 miliar bilyet, senilai
Rp160,3 triliun. Pada 2016, tidak terdapat pemusnahan uang logam tidak layak edar,
sedangkan pada 2015 terdapat pemusnahan uang logam tidak layak edar sebanyak 49,0
juta keping. Secara keseluruhan, meningkatnya pemusnahan UTLE merupakan bagian
dari upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang Rupiah yang beredar di
masyarakat (clean money policy).
54
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah
Tabel 2.13
Indikator Pengedaran Uang
Indikator Utama
Posisi UYD akhir periode (triliun Rp)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Outflow (triliun Rp)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Inflow (triliun Rp)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
Nominal (triliun Rp)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Rasio Pemusnahan thd Inflow
Lembar (miliar)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Q-I
462,6
-12,5%
3,2%
75,0
-51,0%
-6,6%
140,9
43,0%
6,4%
40,9
33,3%
43,1%
29,0%
1,5
2,3%
18,3%
2015
Q-II
506,6
9,5%
9,0%
148,1
97,5%
31,8%
104,2
-26,1%
8,6%
33,4
-18,3%
45,1%
32,1%
1,2
-21,9%
13,9%
Q-III
518,3
2,3%
9,4%
176,8
19,4%
6,3%
165,6
59,0%
5,3%
Q-IV
586,8
13,2%
11,0%
166,3
-5,9%
8,7%
99,1
-40,1%
0,6%
Q-I
508,5
-13,3%
9,9%
84,1
-49,4%
12,1%
162,4
63,8%
15,2%
41,9
25,3%
43,7%
25,3%
1,5
27,3%
15,8%
44,0
5,0%
43,6%
44,4%
1,7
10,0%
11,8%
57,2
29,9%
39,8%
35,2%
1,8
8,5%
18,5%
2016
Q-II
642,0
26,2%
26,7%
240,3
185,8%
62,2%
107,0
-34,1%
2,7%
49,9
-12,7%
49,3%
46,7%
1,5
-19,3%
22,5%
Q-III
563,2
-12,3%
8,7%
119,5
-50,3%
-32,4%
198,1
85,2%
19,6%
Q-IV
612,5
8,8%
4,4%
166,5
39,4%
0,1%
117,2
-40,8%
18,2%
54,5
9,3%
30,2%
27,5%
1,9
25,4%
20,7%
48,9
-10,4%
11,1%
41,7%
1,7
-7,0%
2,0%
Pada akhir triwulan IV-2016, persediaan uang Rupiah di Bank Indonesia tetap terjaga.
Kondisi ini tercermin dari kemampuan Bank Indonesia untuk menjaga pemenuhan
kebutuhan uang kartal oleh perbankan dan masyarakat untuk jangka waktu 4,1 bulan ke
depan.
Jumlah temuan uang Rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan, masyarakat dan
Kepolisian RI ke Bank Indonesia selama triwulan IV-2016 tercatat sebesar 42.321 lembar,
lebih rendah dibandingkan triwulan III-2016 yang tercatat sebesar 52.818 lembar. Komposisi
pecahan uang Rupiah palsu tertinggi adalah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 masingmasing sebesar 19.649 lembar (pangsa 46,4%) dan 19.555 lembar (pangsa 46,2%).
Dengan perkembangan tersebut, rasio
temuan uang Rupiah palsu selama 2016
(sampai dengan akhir triwulan IV) adalah 13
lembar uang palsu per satu juta lembar uang
yang diedarkan (Grafik 2.61) atau lebih rendah
dibandingkan rasio temuan uang Rupiah
palsu selama 2015 yang mencapai 21 lembar
uang palsu per satu juta lembar uang yang
diedarkan. Penurunan temuan uang palsu ini
merupakan hasil dari gencarnya sosialisasi oleh
Bank Indonesia guna meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk melaporkan temuan uang
palsu, pemasok, pemodal, dan pengedar ke
aparat yang berwenang.
Lembar
180.000
160.000
140.000
120.000
Rasio (%)
Rp 20.000 kebawah
Rp 50.000
Rp 100.000
Rasio per 1 juta lembar UYD
(skala kanan)
25
21
100.000
80.000
11
60.000
20
13
15
10
9
40.000
5
20.000
-
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2013
2014
2015
-
2016
Grafik 2.61
Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
55
BAB III
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
Di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, stabilitas makroekonomi Indonesia
pada triwulan IV-2016 maupun sepanjang 2016, tetap terjaga. Hal itu tercermin pada inflasi
yang rendah, penurunan defisit ransaksi berjalan, dan nilai tukar rupiah yang stabil. Bank
Indonesia meyakini pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial dapat terus
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik. Respons kebijakan moneter selama
2016 berdampak positif terhadap suku bunga perbankan.
Selama 2016, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem
perbankan dan pasar keuangan. Secara umum, penyelenggaraan sistem pembayaran dan
pengedaran uang Rupiah berjalan dengan baik, aman, dan lancar.
RINGKASAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG
BANK INDONESIA TRIWULAN IV-2016 dan Tahun 2016
1. Menjelang akhir 2016, posisi instrumen operasi moneter meningkat 15,95% dibandingkan
triwulan sebelumnya menjadi Rp315,01 triliun. Posisi tersebut seiring dengan meningkatnya
kebutuhan akhir tahun dan adanya setoran kepada pemerintah terkait tax amnesty.
2. Sepanjang triwulan IV-2016, pergerakan nilai tukar rupiah cenderung melemah dibanding
kondisi akhir triwulan sebelumnya karena tertekan dinamika Pemilihan Presiden AS,
rencana kenaikan Fed Fund Rate, dinamika Brexit, dan perkembangan perekonomian
Tiongkok.
3. Bank Indonesia menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan Bank Indonesia di Surabaya.
4. Selama 2016, total realisasi penarikan ULN Pemerintah tercatat sebesar 13,28 miliar dolar
AS, sedangkan total realisasi pembayaran ULN tercatat sebesar 9,05 miliar dolar AS.
5. Nilai devisa hasil ekspor (DHE) yang diterima bank devisa dalam negeri selama 2016 turun
menjadi sebesar 108,7 miliar dolar AS.
6. Bank Indonesia melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance Sheet
(FABS) dalam bentuk posisi neraca dan transaksi keuangan seluruh sektor institusi.
7. Pada akhir 2016, Bank Indonesia melakukan reorganisasi operasional giro wajib minimum
kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI).
8.Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menandatangani nota
kesepahaman tentang koordinasi dan kerjasama dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas,
dan wewenang kedua lembaga.
9. Bank Indonesia kembali menyelenggarakan kegiatan shari’a economic forum dan talkshow
untuk memberikan pemahaman kepada stakeholders.
10.Bank Indonesia telah merampungkan kajian pendukung pengaturan untuk NCD Syariah
sebagai tindak lanjut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
11.Bank Indonesia telah melaksanakan proyek percontohan (pilot project) hilirisasi untuk
komoditas bawang merah di Brebes dan komoditas cabai merah di Kabupaten Sinjai.
12.Bank Indonesia mewajibkan bank umum untuk memenuhi target rasio kredit UMKM
dibanding total kredit secara bertahap, yaitu 10% pada 2016, 15% (2017), dan 20% (2018).
13.Untuk memperkuat infrastruktur pasar uang, Bank Indonesia menyempurnakan sistem
transaksi dan pelaporan, antara lain pengembangan electronic trading platform (ETP).
14.Hingga akhir 2016, jumlah pelapor dalam Sistem Informasi Debitur (SID) adalah 117 bank
umum, 1.463 BPR, dan 37 (LKNB), dengan 95,82 juta debitur.
15.Per Desember 2016, terdapat 62 (enam puluh dua) wilayah Kas Titipan dengan jumlah
peserta 510 (lima ratus sepuluh) kantor bank peserta.
16.Untuk memperluas penggunaan CeBM bagi setelmen dana transaksi surat berharga
di pasar modal, Bank Indonesia senantiasa berkoordinasi dengan OJK dan SRO di pasar
modal.
17.Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan Bilyet Giro untuk menegaskan kedudukan
bilyet, memperjelas hak dan kewajiban para pihak, serta penerapan standar keamanan
minimum.
18.Di berbagai forum internasional, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya upaya
bersama untuk mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global serta
meningkatkan resiliensi ekonomi dan sistem keuangan.
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter
Pada akhir 2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga dengan baik. Hal itu tercermin
dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang
relatif stabil. Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, Bank Indonesia
mengganti BI Rate dengan menggunakan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate)
sebagai suku bunga kebijakan terhitung mulai 19 Agustus 2016.
Bank Indonesia juga melakukan pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan BI
7-day RR Rate. Pelonggaran ini diharapkan dapat memperkuat upaya untuk mendorong
momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi.
Selain itu, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah dalam mendorong
percepatan implementasi reformasi struktural dan menyiapkan langkah kebijakan agar
implementasi UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dapat berdampak optimal bagi
perekonomian nasional.
Berbagai langkah strategis hingga akhir 2016 tersebut berdampak pada masih tetap
terjaganya stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan
efektivitas kebijakan moneter berikut ini.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
1.Inflasi inti (performance)
Realisasi inflasi (IHK) (monitoring)
Target
Pencapaian
Akhir 2016
4,0 ± 1%
4,0 ± 1%
3,23%
3,02%
IHK pada Desember 2016 mengalami inflasi sebesar 0,47% (mtm) atau 3,02%(yoy), masih berada dalam
sasaran target inflasi.
2.Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD
Angka
Tertentu
8,52%
Pergerakan volatilitas nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2016 masih dapat terjaga di bawah target maksimal.
Hal ini sejalan dengan penguatan rupiah sebesar 0,59% ke level Rp13.470 per dolar AS.
3.1.1. Kebijakan Moneter
Respons kebijakan
Bank Indonesia
pada 2016 tetap
diarahkan untuk
mengendalikan
inflasi menuju ke
sasarannya dan
menjaga defisit
transaksi berjalan
pada tingkat yang
sehat.
58
Di tengah berlanjutnya ketidakpastian global, kebijakan Bank Indonesia pada 2016
difokuskan pada upaya mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan
ekonomi. Upaya tersebut dilakukan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang
moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Secara konsisten, kebijakan moneter
Bank Indonesia diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan menjaga
defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sehat, melalui penguatan strategi operasi
moneter dan kebijakan nilai tukar serta pendalaman pasar keuangan.
Sepanjang 2016, kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia adalah sebagai
berikut:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
a. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia secara gradual menurunkan BI Rate sebesar 75
bps dari 7,5% pada Desember 2015 menjadi 6,75% pada Maret 2016. Penurunan BI Rate
ini diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility, masingmasing dari 5,50% dan 8,00% pada Desember 2015 menjadi 4,75% dan 7,25% pada
Maret 2016. Keputusan ini sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang
semakin terbuka dan terjaganya stabilitas makroekonomi. Hal itu terutama dengan
menurunnya tekanan inflasi pada 2016 dan meredanya ketidakpastian pasar keuangan
global pasca kenaikan FFR pada Desember 2015.
b. Bank Indonesia juga memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM)
Primer dalam Rupiah sebesar 1%, dari 7,50% ke level 6,5%, berlaku efektif sejak 16 Maret
2016. Pelonggaran ini merupakan bagian dari pelonggaran kebijakan moneter yang
diputuskan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Februari 2016. Pelonggaran ini
bertujuan untuk meningkatkan likuiditas dan kapasitas pembiayaan perbankan untuk
mendukung kegiatan ekonomi.
c. Pada 15 April 2016, Bank Indonesia mengumumkan rencana reformulasi suku bunga
kebijakan, dari BI Rate menjadi BI 7-day RR Rate. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas transmisi kebijakan moneter. Penguatan operasi moneter ini tidak
mengubah posisi (stance) kebijakan moneter yang sedang diterapkan. Perubahan suku
bunga kebijakan ini berlaku efektif pada 19 Agustus 2016. Dalam masa transisi sampai
dengan sebelum 19 Agustus 2016, Bank Indonesia tetap menggunakan BI Rate sebagai
suku bunga kebijakan dan secara bersamaan mengumumkan BI 7-day RR Rate sebagai
bagian dari suku bunga operasi moneter (term structure).
Penguatan kerangka operasi moneter tersebut memiliki tiga tujuan utama. Pertama,
memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse) Repo Rate 7 hari
sebagai acuan utama di pasar keuangan. Kedua, memperkuat efektivitas transmisi
kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan
suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya
transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk
tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Untuk itu, penguatan operasi moneter akan disertai
dengan langkah-langkah untuk percepatan pendalaman pasar uang.
d.Sejalan dengan penguatan kerangka operasi moneter tersebut, Bank Indonesia
mempercepat pelaksanaan program pendalaman pasar keuangan. Langkah-langkah
yang ditempuh antara lain mencakup tiga aspek. Pertama, memperkuat peran suku
bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) bagi terbentuknya struktur suku bunga di
pasar uang untuk tenor dari overnight sampai dengan 12 bulan. Kedua, mempercepat
transaksi Repo dengan mendorong bank-bank berpartisipasi ke dalam General Master
Repo Agreement (GMRA). Ketiga, mengurangi segmentasi dan meningkatkan kapasitas
transaksi pasar uang dengan mendorong perbankan untuk lebih membuka akses
counterparty.
e. Pada periode April hingga Mei 2016, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate sebesar
6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75% dan Lending Facility sebesar
7,25%. BI Rate tersebut setara dengan suku bunga operasi moneter tenor 12 bulan.
Mengacu pada rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang diumumkan pada 15
April 2016, Bank Indonesia juga menetapkan BI 7-day RR Rate sebesar 5,5%. Keputusan
ini sejalan dengan upaya pencapaian inflasi 2016 sebesar 4±1% dengan tetap konsisten
pada upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik, di tengah masih
lemahnya pertumbuhan ekonomi global. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur
suku bunga berjalan semakin baik, demikian pula persiapan implementasi reformulasi
suku bunga acuan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
59
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
f. Pada Juni 2016, Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%,
dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan Lending
Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia
menetapkan BI 7-day RR Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25%. Dalam
rangka bauran kebijakan, Bank Indonesia juga menetapkan pelonggaran kebijakan
makroprudensial dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yakni melalui
relaksasi ketentuan terkait Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV).
Untuk mendorong kredit perbankan, Bank Indonesia menaikkan batas bawah Loan to
Funding Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%, dengan
batas atas tetap sebesar 92%.
Penetapan bauran kebijakan tersebut diarahkan untuk semakin memperkuat upaya
meningkatkan permintaan domestik. Peningkatan permintaan domestik itu untuk
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas
makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global. Bank Indonesia
meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial akan
memperkuat kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan melalui penguatan stimulus pertumbuhan dan percepatan
implementasi reformasi struktural.
g. Pada Juli 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar
6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50% dan Lending Facility sebesar
7,00%. Bank Indonesia juga memutuskan BI 7-day RR Rate tetap sebesar 5,25%.
Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 2016 sebesar
4±1% dan tetap konsisten dengan upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi
domestik, di tengah ekonomi global yang diperkirakan tumbuh lebih lambat sejalan
dengan meningkatnya ketidakpastian pasca-referendum keluarnya Inggris dari Uni
Eropa (Brexit).
h. Sejak 19 Agustus 2016, Bank Indonesia menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai suku
bunga kebijakan menggantikan BI Rate. Bank Indonesia juga menjaga koridor suku
bunga yang simetris dan lebih sempit, yaitu batas bawah koridor (Deposit Facility Rate)
dan batas atas koridor (Lending Facility Rate) berada masing-masing 75 bps di bawah
dan di atas BI 7-Day RR Rate. Pada Agustus 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk
mempertahankan BI 7-day RR Rate sebesar 5,25%, dengan Suku bunga Deposit Facility
sebesar 4,50% dan Lending Facility diturunkan sebesar 100 bps dari 7,00% menjadi
sebesar 6,00%.
Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi
dengan tetap memelihara momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah
masih melemahnya pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia memandang bahwa
dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi yang terkendali pada
kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan yang membaik, dan nilai tukar yang relatif
stabil, maka ruang bagi pelonggaran moneter masih terbuka.
i. Pada September dan Oktober 2016, Bank Indonesia secara berturut-turut memutuskan
penurunan BI 7-day RR Rate masing-masing sebesar 25bps. Pada September 2016, BI
7-day RR Rate ditetapkan turun dari 5,25% menjadi 5,00%, dengan suku bunga Deposit
Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,25% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps
menjadi 5,75%. Pada Oktober 2016, BI 7-day RR Rate kembali turun menjadi 4,75%,
dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,00% dan Lending
Facility turun sebesar 25 bps menjadi 5,50%.
60
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bank Indonesia meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter tersebut sejalan
dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi 2016 yang diperkirakan
mendekati batas bawah kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan yang lebih baik dari
perkiraan, surplus neraca pembayaran yang lebih besar, dan nilai tukar yang relatif
stabil. Di tengah masih lemahnya perekonomian global, pelonggaran kebijakan
moneter tersebut diyakini semakin memperkuat upaya untuk mendorong permintaan
domestik, termasuk permintaan kredit, sehingga dapat terus mendorong momentum
pertumbuhan ekonomi
j. Pada November dan Desember 2016, Bank Indonesia secara berturut-turut
mempertahankan BI 7-day RR Rate tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit
Facility tetap sebesar 4,00% dan Lending Facility tetap sebesar 5,50%. Kebijakan tersebut
konsisten dengan upaya mengoptimalkan pemulihan ekonomi domestik dengan tetap
menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, di tengah ketidakpastian
pasar keuangan global. Bank Indonesia memandang pelonggaran kebijakan moneter
dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya dapat terus mendorong
momentum pertumbuhan ekonomi domestik.
k. Di sisi nilai tukar, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan
fundamentalnya sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan. Sampai dengan 30 Desember 2016, nilai tukar rupiah secara point to
point menguat sebesar 2,32% (ytd) ke level Rp13.473,00/dolar AS dari Rp13.785,00/
dolar AS pada akhir 2015.
BOKS
Akuntabilitas Pencapaian Inflasi 2016
Inflasi IHK tahun 2016 terkendali dan berada dalam kisaran sasaran inflasi (4+1%).
Inflasi 2016 tercatat sebesar 3,02% (yoy), terendah sejak tahun 2010. Dengan
pencapaian tersebut, realisasi inflasi IHK kembali berada dalam rentang sasaran
inflasi sebagaimana di tahun 2015 (Grafik 1). Rendahnya inflasi tersebut terutama
disebabkan oleh rendahnya inflasi inti, minimalnya inflasi administered prices (AP),
dan cukup terkendalinya inflasi volatile food (VF). Capaian tersebut tidak terlepas dari
konsistensi kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas makroekonomi yang disertai
dengan semakin solidnya koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian
inflasi. Permintaan domestik yang terkelola, tekanan eksternal yang masih minimal
serta ekspektasi inflasi yang menurun mendukung terkendalinya inflasi inti. Inflasi
yang rendah juga turut dipengaruhi oleh minimalnya inflasi administered price (AP)
karena penurunan harga beberapa komoditas energi strategis seperti BBM dan LPG.
Sementara itu, inflasi volatile food (VF) cukup terkendali di tengah gejala La Nina
dengan dukungan kebijakan Pemerintah di bidang pangan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
61
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
% (yoy)
18
16
14
17,11
Kenaikan
BBM >
200%
12
10
8
6
4
2
8
6
6,60
Realisasi Inflasi
Sasaran Inflasi
Kenaikan BBM
Kenaikan BBM
28%, Kelangkaan
44%, gangguan
LPG
iklim
Kenaikan
11,06
& pembatasan
bensin 31%,
Penurunan
impor hortikultura solar 36%, TTL
harga
La Nina
8,38 8,36
BBM dan
Moderat
Komoditas 6,96 Pasokan
6,59
global
melimpah
6
5
4,5
4
4
5
5
4,3 4,5
4,5
4,5
3,79
2,78
3,35
3,02
4
3,5
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1
Pencapaian Sasaran Inflasi
Inflasi inti yang rendah di tahun 2016 dipengaruhi oleh masih terbatasnya tekanan
permintaan domestik, minimalnya tekanan biaya input (cost push), dan menurunnya
ekspektasi inflasi. Inflasi inti tercatat sebesar 3,07% (yoy), menurun dari tahun 2015
yang sebesar 3,95% (yoy). Pemulihan pertumbuhan ekonomi yang masih terbatas
berimbas pada minimalnya tekanan permintaan domestik. Selain itu, masih
lemahnya tekanan eksternal seiring dengan harga komoditas global yang masih
cukup rendah dan nilai tukar yang menguat berimbas pada rendahnya tekanan
cost push. Potensi kenaikan biaya input yang muncul dari domestik seiring dengan
kenaikan harga komoditas VF juga tidak ditransmisikan sepenuhnya ke kelompok
inti food. Kondisi ini mengindikasikan pelaku usaha lebih memilih untuk melakukan
efisiensi dibandingkan melakukan penyesuaian harga ditengah permintaan yang
belum sepenuhnya pulih. Selain itu, konsistensi kebijakan Bank Indonesia yang
ditempuh dalam menjaga stabilitas makroekonomi mendukung terkendalinya
ekspektasi inflasi di sepanjang tahun 2016.
Konsistensi kebijakan Bank Indonesia yang ditempuh dalam menjaga stabilitas
makroekonomi mendukung terkendalinya inflasi 2016. Konsistensi kebijakan Bank
Indonesia ini tercermin dari pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2015 sehingga
dapat menjangkar ekspektasi inflasi masyarakat di tahun 2016. Lebih lanjut,
ekspektasi inflasi dalam jangka menengah juga terindikasi semakin terjangkar pada
sasaran inflasi sebagaimana tercermin dari ekspektasi inflasi pada survei Consensus
Forecast (CF) yang menunjukkan tren penurunan. Selain itu, nilai tukar rupiah
sepanjang tahun 2016 yang secara umum bergerak dalam tren menguat dengan
volatilitas nilai tukar rupiah yang terjaga turut berkontribusi pada terjaganya
ekspektasi masyarakat. Di samping itu, koordinasi yang baik antara Bank Indonesia
dan pemerintah juga mampu meyakinkan masyarakat bahwa inflasi ke depan akan
terkendali sehingga berdampak positif pada terjaganya ekspektasi inflasi pelaku
usaha (Diagram 1).
62
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Keterbatasan Pasokan
Kenaikan inflasi cabai merah, bawang
merah, dan bawang putih.
Cost Push
Tekanan Domestik
Melemah
Permintaan
Domestik
lemah.
Ekspentasi
inflasi
menurun.
Tekanan Eksternal
Moderat
Nilai tukar
menguat.
Harga minyak
turun.
Pelemahan
ekonomi global.
Harga komonditas
global rendah
Inti Melambat
3,07% (yoy)
Volatile Food
Meningkat
5,92% (yoy)
IHK
3,02%
(yoy)
Administered
Prices Melambat
0,21% (yoy)
Reformasi Subsidi Energi dan
Penundaan Kebijakan AP
Nilai tukar menguat & harga
minyak turun menyebabkan
harga BBM turun & inflasi TTL
melambat
Inflasi IHK 2016 melambat dibandingkan tahun 2015
Kebijakan Bank Indonesia
1. Memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi
penawaran
2. Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
3. Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter (BI 7 day RR
Rate) dan memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah
4. Memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaa valas.
5. Langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang.
Koordinasi
Pengendalian Inflasi
dengan Pemerintah
(Pusat dan Daeah)
dalam TP/TPID
Kebijakan Pemerintah ( Tingkat Pusat dan Daerah)
1. Keterjangkauan Harga
2. Ketersediaan Pasokan.
3. Kelancaran Distribusi
4. Komunikasi yang Efektif.
Sumber: BPS, dan Bank Indonesia, diolah.
Diagram 1
Inflasi 2016 dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Sementara itu, inflasi kelompok AP pada tahun 2016 tercatat rendah terutama
dipengaruhi oleh tren penurunan harga minyak dunia dan penguatan rupiah.
Realisasi inflasi AP tercatat sebesar 0,21% (yoy), menurun dibandingkan tahun
sebelumnya yang sebesar 0,39% (yoy). Tren penurunan harga minyak dunia dan
penguatan rupiah membuka ruang bagi pemerintah untuk menurunan harga
bahan bakar minyak BBM terutama pada paruh pertama 2016. Hal ini diikuti
dengan penurunan tarif angkutan umum serta batas atas dan batas bawah tarif
angkutan udara. Harga bahan bakar khusus non subsidi dan harga LPG tabung 12
kg juga mengalami penurunan pada tahun 2016. Lebih lanjut, tarif listrik mengalami
perlambatan inflasi seiring apresiasi nilai tukar rupiah, turunnya harga minyak, dan
terjaganya inflasi bulanan. Rendahnya inflasi AP turut dipengaruhi oleh ditundanya
pelaksanaan kebijakan subsidi tepat sasaran untuk pelanggan listrik daya 900 VA
dan kenaikan harga LPG tabung 3 kg serta dipertahankannya harga BBM sepanjang
periode Juli-Desember 2016.
Tekanan inflasi VF pada 2016 tetap terkendali, meski sedikit meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok VF tercatat mengalami inflasi
sebesar 5,92% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang
sebesar 4,84% (yoy). Realisasi inflasi VF di tahun 2016 tersebut masih lebih
rendah dibandingkan historisnya yang mencapai 6%-8%. Komoditas utama
yang menyumbang kenaikan inflasi VF pada tahun 2016 adalah komoditas cabai
merah, bawang merah, dan bawang putih. Hal ini dipicu oleh permasalahan
pasokan akibat curah hujan yang tinggi dan adanya virus di sejumlah sentra
produksi. Masih terbatasnya instrumen stabilisasi harga menyebabkan inflasi
komoditas tersebut meningkat signifikan di tahun 2016. Namun, kenaikan inflasi
VF lebih lanjut tertahan oleh membaiknya harga komoditas lain khususnya beras,
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
63
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
daging ayam ras, telur ayam ras, dan daging sapi. Selain itu, cukup intensifnya
upaya pemerintah dalam memperkuat pasokan pangan dapat menahan tekanan
kenaikan inflasi VF lebih lanjut.
Pemerintah menempuh berbagai kebijakan untuk mendukung kecukupan pasokan
pangan domestik. Kebijakan tersebut diantaranya berupa upaya peningkatan
produksi beras dalam negeri dan carry over impor beras tahun 2015. Terjaganya
pasokan beras berdampak positif pada Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang
meningkat sebesar 25% di tahun 2016 sehingga dapat mendukung pelaksanaan
Operasi Pasar pada periode yang sama. Selain itu, pasokan daging sapi juga cukup
terjaga sepanjang tahun 2016 dengan didukung pasokan dari dalam negeri
maupun sumber pasokan luar negeri oleh Bulog. Hal ini sejalan dengan kebijakan
Pemerintah yang menugaskan Bulog untuk menjaga ketersediaan pangan dan
stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen. Pemerintah juga
terus melanjutkan upaya untuk memperkuat infrastruktur penunjang produksi
pertanian seperti bendungan dan irigasi, serta pemberian subsidi pupuk dan benih
kepada petani. Di samping itu, Pemerintah juga menempuh beberapa kebijakan
yang diarahkan untuk mengatasi permasalahan distribusi dan aksesibilitas pangan
antara lain melalui program Gerai Maritim dan Rumah Pangan Kita (RPK).
Pencapaian sasaran inflasi tahun 2016 juga didukung oleh semakin solidnya
koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, di tingkat pusat
dan daerah, terutama melalui forum TPI dan TPID. Pada tahun 2016, TPI dan TPID
melanjutkan program yang berfokus pada peningkatan produksi, perbaikan struktur
pasar, perbaikan distribusi, penguatan regulasi, dan pengelolaan ekspektasi dan
edukasi inflasi. Koordinasi yang baik tersebut tercermin pada inflasi pangan periode
Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) tahun 2016 yang lebih baik dibandingkan
historisnya. Upaya stabilisasi harga dilakukan melalui operasi pasar dan pasar
murah berbasis komoditi utama inflasi baik di tingkat pusat maupun di daerah,
seperti operasi pasar cabai dan daging sapi. TPID juga mendorong kerjasama antar
daerah seperti yang dilakukan oleh DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dalam
rangka pengendalian pasokan beras dan daging sapi. Selain itu, kegiatan TPID juga
berfokus pada peningkatan produksi cabai, budidaya pembibitan masal bawang
putih, pengaturan pola tanam cabai, optimalisasi sistem resi gudang, pemberian
bantuan biaya ongkos angkutan barang, dan pengembangan akses informasi harga
pangan.
3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar
Selama 2016,
Bank Indonesia
mengoptimalkan
penggunaan
instrumen
operasi moneter
guna menjaga
kecukupan
likuiditas
perbankan dan
kestabilan nilai
tukar rupiah.
64
Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi
menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank
Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar,
penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter.
3.1.2.1. Pengelolaan Moneter
Sebagai bentuk implementasi kebijakan moneter, Bank Indonesia melakukan pengelolaan
moneter dengan mengendalikan pergerakan suku bunga pasar uang antarbank (PUAB)
tenor overnight (o/n) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Hal ini dilakukan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
melalui pelaksanaan operasi moneter (OM) yang terdiri atas Operasi Pasar Terbuka (OPT)
dan Standing Facilities (SF).
Pelaksanaan OPT bertujuan untuk mempengaruhi keseimbangan likuiditas yang tersedia
di pasar uang yang dilakukan melalui lelang instrumen OPT. Hal ini berdampak pada
pergerakan suku bunga PUAB overnight pada kisaran yang diinginkan, sehingga transmisi
kebijakan moneter berjalan efektif.
Sementara itu, instrumen SF yang terdiri atas deposit facility dan lending facility berperan
sebagai instrumen pendukung manajemen likuiditas bagi bank, sehingga pengelolaan
likuiditas perbankan dapat dilakukan secara lebih efisien. Suku bunga kedua instrumen SF
tersebut membentuk koridor suku bunga yang berperan membatasi pergerakan volatilitas
suku bunga sasaran operasional.
Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan operasi moneter, pada triwulan laporan,
Bank Indonesia melakukan penguatan dan penyempurnaan ketentuan terkait OPT antara
lain yang mengatur mengenai: (i) Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter1; serta (ii) Koridor Suku Bunga (Standing
Facility).2 Hal ini sejalan dengan reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter Bank
Indonesia yakni BI 7-Days Reverse Repo Rate, penyesuaian koridor suku bunga kebijakan
(SF), dan aktivasi term deposit.
Menjelang akhir 2016, posisi instrumen operasi moneter meningkat 24,48% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya atau 267,30% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya
menjadi Rp338,18 triliun. Posisi tersebut mengalami peningkatan terutama pada instrumen
operasi moneter jangka pendek (tenor ≤ 3 bulan) seperti Deposit Facility (DF), Fasilitas
Simpanan Bank Indonesia Syariah (Fasbis), Term Deposit (TD), dan Reverse Repo-Surat
Berharga Negara (RR-SBN). Peningkatan posisi operasi moneter jangka pendek tersebut
disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan likuiditas jangka pendek perbankan yang
disebabkan oleh liburan akhir tahun, perayaan hari keagamaan serta penyerapan dana
oleh pemerintah dalam rangka tax amnesty maupun kegiatan front loading pembayaran
pajak akhir tahun.
Pada akhir 2016, Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen moneter sebagai
upaya untuk menjaga kecukupan likuiditas perbankan melalui optimalisasi penggunaan
instrumen SDBI, SBI/S, dan RR SBN secara lebih fleksibel. Optimalisasi penyerapan melalui
instrumen kontraksi tersebut dilakukan dengan mengatur frekuensi penyerapan dan serta
penggunaan instrumen SBN sebagai underlying utama instrumen OPT dengan tenor yang
lebih panjang (Grafik 3.2). Adanya peningkatan motif menjaga likuiditas jangka pendek
oleh perbankan di akhir tahun 2016 mendorong lebih banyaknya OPT Fine Tune (TD 2-6
hari) yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga pergerakan suku bunga PUAB
o/n.
Pelaksanaan strategi OM tersebut terefleksikan dari perubahan komposisi instrumen OM
yakni meningkatnya posisi penempatan dana bank pada instrumen jangka pendek antara
lain Deposit Facility (DF), Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (Fasbis), Term Deposit
(TD), Reverse Repo-Surat Berharga Negara (RR-SBN), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS),
dan Foreign Exchange (FX) Swap. Dalam periode laporan, secara qtq DF naik 76,29% menjadi
Rp196,8 triliun, Fasbis naik 13,17% menjadi Rp23,92 triliun, RR-SBN naik 0,99% menjadi
Rp23,63 triliun, SBIS naik 14,28% menjadi 10,79 triliun, dan FX Swap naik 332,24% menjadi
Rp81,70 triliun. Sementara, untuk posisi TD pada triwulan IV-2016 naik menjadi Rp23,17
triliun.
1
2
Surat Edaran Nomor 18/29/DPM tanggal 29 November 2016 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga
Perantara dalam Operasi Moneter.
Surat Edaran Nomor 18/30/DPM tanggal 29 November 2016 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
65
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sejalan dengan kondisi tersebut, perubahan preferensi likuiditas perbankan ke tenor
yang lebih pendek juga tercermin pada posisi instrumen OPT dengan tenor menengah
panjang yang yaitu Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) yang mengalami penurunan secara qtq masing-masing sebesar 44,14% dan 12,02%
menjadi Rp46,98 triliun dan Rp94,58 triliun (Grafik 3.1).
Rp Triliun
%
500
400
300
200
100
0
(100)
(200)
Tw l Tw ll Tw lll Tw lV Tw l Tw ll Tw lll Tw lV Tw l Tw ll Tw lll Tw lV
2014
DF
SBIS
FASBIS
LF
2015
RR SBN
FF
SDBI
Repo
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Tw l Tw ll Tw lll Tw lV Tw l Tw ll Tw lll Tw lV Tw l Tw ll Tw lll Tw lV
2016
2014
SEI
FX swap
DF
FASBIS
Grafik 3.1
Outstanding Operasi Moneter-Total
2015
RR SBN
SD BI
SBI
2016
SBIS
Grafik 3.2
Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi
Selama triwulan IV-2016, posisi (stance) suku bunga kebijakan moneter yaitu BI 7-day
reverse repo rate ditetapkan tidak berubah (Grafik 3.4). Hal ini diikuti oleh stabilnya suku
bunga instrumen OPT lainnya. Suku bunga instrumen OPT pada tenor 1 minggu tercatat
sebesar 4,75%, 2 minggu sebesar 4,95%, 1 bulan sebesar 5,20%, 3 bulan sebesar 5,60%, 6
bulan sebesar 5,80%, 9 bulan sebesar 5,90% dan 12 bulan sebesar 6,00%.
Posisi (Rp Triliun)
Selama 2016, Bank
Indonesia menjaga
tingkat volatilitas
nilai tukar,
keyakinan pasar,
dan pergerakan
nilai tukar sesuai
dengan tingkat
fundamentalnya.
66
8,50%
5,80
5,90
6,00
5,60
7,50%
6,50%
5,20
BI Rate
PUAB ON Rate
LF Rate
5,50%
4,95
BI7DRR
4,75
4,50%
Posisi DF/Fasbis (rhs)
1 mgg
2 mgg
1 bln
3 bln
6 bln
9 bln
12 bln
Grafik 3.3
Suku Bunga Hasil OPT Triwulan IV-2016
3,50%
DF Rate
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
4-Jan-16
14-Jan-16
26-Jan-16
5-Feb-16
18-Feb-16
1-Mar-16
14-Mar-16
24-Mar-16
6-Apr-16
18-Apr-16
28-Apr-16
12-Mei-16
24-Mei-16
3-Jun-16
15-Jun-16
27-Jun-16
13-Jul-16
25-Jul-16
4-Ags-16
16-Ags-16
29-Ags-16
8-Sep-16
21-Sep-16
3-Okt-16
13-Okt-16
25-Okt-16
4-Nov-16
16-Nov-16
28-Nov-16
8-Des-16
21-Des-16
6,50
6,30
6,10
5,90
5,70
5,50
5,30
5,10
4,90
4,70
4,50
Grafik 3.4
Koridor Suku Bunga
3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar
Pengelolaan nilai tukar merupakan bagian dari kebijakan moneter yang dilakukan untuk
mencapai tujuan Bank Indonesia yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Dalam pelaksanaannya, pengelolaan nilai tukar dilakukan melalui serangkaian manajemen
nilai tukar dan pengaturan pasar valuta asing domestik.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sepanjang triwulan IV-2016, pergerakan nilai
tukar rupiah cenderung melemah dibanding
kondisi akhir triwulan sebelumnya. Secara
point-to-point, rupiah mengalami depresiasi
sebesar 3% (qtq) atau 423 point dari Rp 13.047/
Dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi
Rp13.470/Dolar AS pada triwulan IV-2016
(Grafik 3.5).
15.000
14.500
13.785
14.000
13.470
13.500
13.047
13.000
30-Sep-15
13-Okt-15
27-Okt-15
9-Nov-15
20-Nov-15
3-Des-15
17-Des-15
4-Jan-16
15-Jan-16
28-Jan-16
11-Feb-16
24-Feb-16
8-Mar-16
22-Mar-16
5-Apr-16
18-Apr-16
29-Apr-16
16-Mei-16
27-Mei-16
9-Jun-16
22-Jun-16
12-Jul-16
25-Jul-16
15-Ags-16
19-Ags-16
1-Sep-16
15-Sep-16
28-Sep-16
11-Okt-16
24-Okt-16
4-Nov-16
17-Nov-16
30-Nov-16
14-Des-16
28-Des-16
Pelemahan tersebut dipengaruhi oleh tekanan
12.500
eksternal yaitu dinamika paska-hasil pemilihan
Presiden AS di luar ekspektasi pasar, rencana
kenaikan Fed Fund Rate, dinamika Brexit, dan
perkembangan perekonomian Tiongkok yang
Grafik 3.5
dibawah perkiraan. Di sisi lain, pelemahan
Pergerakan Nilai Tukar USD/IDR
rupiah lebih dalam mampu ditahan oleh
sentimen positif terhadap data indikator perekonomian domestik yang membaik. Data
perekonomian tersebut adalah surplus neraca perdagangan non-migas, membaiknya
harga komoditas ekspor, peningkatan aliran modal masuk, dan terjaganya inflasi pada
level yang rendah. Dinamika kondisi perekonomian tersebut menjadi pertimbangan dalam
pelaksanaan pengelolaan nilai tukar yang dilakukan untuk menjaga tingkat volatilitas nilai
tukar, keyakinan pasar (market confidence), dan pergerakan nilai tukar rupiah sesuai dengan
tingkat fundamentalnya.
Meski pergerakan nilai tukar pada triwulan laporan melemah, secara keseluruhan,
pergerakan rupiah sepanjang 2016 cenderung menguat dibandingkan akhir 2015,
khususnya pada triwulan I dan III-2016. Rupiah mengalami apresiasi sebesar 2% atau
315 point dari Rp13.785/Dolar AS pada triwulan IV-2015 menjadi Rp13470/Dolar AS pada
triwulan IV-2016. Penguatan ini sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan
optimisme terhadap prospek perekonomian domestik.
Pada tataran global, beberapa mata uang yang mengalami depresiasi terburuk selama
tahun 2016 antara lain Argentine Peso (-18,6%), Turkish Lira (-16,9%), Mexican Peso
(-16,1%), Polish Zloty (-6,6%) dan Chinese Renminbi (-6,5%). Sementara mata uang yang
mengalami penguatan terbesar dimiliki oleh Brazilian Real (22,0%), Russian Ruble, (20,1%),
South African Rand, (13,8%), Colombian Peso, (5,8%) dan Chilean Peso, (5,5%) (Grafik 3.6).
Argentine Peso, -18,6
Turkish Lira, -16,9
Mexican Peso, -16,1
Polish Zloty, -6,6
Chinese Renminbi, -6,5
Philippines Peso, -5,1
Malaysian Ringgit, -4,3
Romanian Leu, -3,8
Czech Koruna, -3,6
Bulgarian Lev, -3,5
South Korean Won, -2,9
Indian Rupee, -2,6
Singapore Dollar, -2,3
Hungarian Forint, -1,9
Hong Kong Dollar, -0,1
Thai Bath, 0,8
Paruvian, 1,7
Taiwanese, 2,1
Indonesian Rupiah, 2,3
Chilean Peso, 5,5
Colombian Peso, 5,8
South African Rand, 13,8
Russian Ruble, 20,1
Brazilian Real, 22,0
Depresiasi
Apresiasi
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
Sumber : Bloomberg
Grafik 3.6
Depresiasi/Apresiasi Nilai Tukar Negara Emerging Terhadap USD Tahun 2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
67
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selain melakukan pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia juga mengambil kebijakan
dengan menyelenggarakan transaksi bank kepada Bank Indonesia. Transaksi ini dilakukan
melalui skema Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dengan bank sentral dan/
atau otoritas moneter negara lain dan memperluas cakupan mata uang Transaksi Swap
Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap mata uang tertentu pada pasar valas domestik dalam memenuhi
kebutuhannya. Hal ini juga didukung dengan penerbitan ketentuan BCSA3 terkait transaksi
bank kepada Bank Indonesia.
Sebagai upaya untuk meningkatkan governance, Bank Indonesia juga melakukan
penyempurnaan ketentuan internal pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka seiring dengan
kegiatan reformulasi suku bunga kebijakan moneter Bank Indonesia dan penguatan
infrastruktur transaksi Operasi Moneter.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, pada triwulan
II-2016, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada
Bank Indonesia4. Penyempurnaan itu antara lain berupa penambahan jenis valuta asing,
penggunaan kurs tengah, dan pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi.
Dengan adanya pengembangan transaksi swap lindung nilai ini, diharapkan dapat
memperluas jenis valuta asing yang ditransaksikan sebagai bagian dari upaya pendalaman
pasar keuangan
Bank Indonesia
dan pemerintah
melakukan
koordinasi
sepanjang 2016
untuk memperkuat
sinergi
pengendalian
inflasi dan
pengembangan
ekonomi.
Pertumbuhan
ekonomi yang
berkualitas
dicapai dengan
mempercepat
transformasi
industri
manufaktur yang
berdaya saing
global.
3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah
Koordinasi dalam rangka Mendorong Transformasi Industri
Bank Indonesia secara konsisten terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah Republik
Indonesia di tingkat pusat maupun daerah untuk mendorong momentum pertumbuhan
ekonomi nasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas dilakukan dengan mempercepat transformasi industri manufaktur demi
mewujudkan industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global. Selama 10 tahun terakhir,
peran industri manufaktur dalam menopang pertumbuhan ekonomi semakin tergerus, dari
semula sekitar 28% menjadi hanya sekitar 20,75% pada triwulan III-2016. Dari sisi ekspor,
kontribusi komoditas industri manufaktur semakin menurun. Pangsa produk ekspor lebih
didominasi oleh ekspor komoditas sumber daya alam (SDA), terutama dibandingkan
periode sebelum 2000-an.
Terkait hal ini, Bank Indonesia menginisiasi pertemuan koordinasi dengan Kementerian dan
Lembaga terkait, serta Pemerintah Daerah di Surabaya pada 25 November 2016. Pertemuan
koordinasi dihadiri Gubernur Bank Indonesia, anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia,
Gubernur Jawa Timur, beberapa bupati di wilayah Jawa Timur, pejabat tinggi Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pejabat Kementerian Perindustrian,
dan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pertemuan koordinasi
secara khusus membahas strategi yang diperlukan dalam mempercepat transformasi
industri manufaktur untuk mewujudkan industrialisasi Indonesia yang berdaya saing
global.
3
4
68
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/8/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI No.15/17/PBI/2013 dan Surat Edaran Bank
Indonesia (SEBI) No.18/13/DPM perihal Perubahan Kedua atas SEBI No.16/2/DPM tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/7/PBI/2016 tentang Transaksi Bank Kepada Bank Indonesia Dalam Rangka Bilateral Currency
Swap Arrangement, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/12/DPM tentang Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga
dalam Rupiah Bank kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement, Peraturan
Bank Indonesia Nomor 18/8/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/13/DPM perihal Perubahan Kedua
atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pertemuan koordinasi dimaksud menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang akan
diwujudkan dalam bentuk kebijakan terintegrasi dan saling bersinerg, yakni:
Pertama, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia melalui perluasan akses
pendidikan vokasional dan pengembangan standar kompetensi kerja nasional. Kegiatan
ini akan dilalukan melalui pengembangan kerja sama antara akademisi, pelaku bisnis,
danpemerintah. Kegiatan lainnya berupa sertifikasi tenaga kerja industri, pembangunan
sekolah-sekolah vokasi yang spesifik di kawasan industri (KI), dan memfasilitasi SMK yang
telah ada untuk bekerja sama dengan industri.
Kedua, penyempurnaan dan penataan regulasi terkait ketenagakerjaan, khususnya UU
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penyempurnaan itu dilakukan dengan
menghilangkan pasal-pasal yang dianggap kaku dan mengharmonisasikan dengan
UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, untuk memberikan
keseimbangan antara penciptaan lapangan kerja dan perlindungan tenaga kerja.
Ketiga, pengembangan sektor industri padat tenaga kerja dan berorientasi ekspor,
serta pengembangan industri berbasis SDA (hilirisasi). Pemerintah akan mendorong
pertumbuhan beberapa sektor industri, antara lain industri berbasis agro (seperti minyak
sawit di Sei Mangkei, green diesel di Dumai, minyak goreng di Bontang), industri berbasis
mineral logam (seperti besi beton di Batulicin, baja berbasis pasir besi di Kulon Progo, dan
stainless steel di Morowali), industri berbasis migas dan batu bara (seperti methanol di
Muara Enim), serta pengembangan sentra industri kecil dan menengah (IKM) di daerah.
Keempat, penyediaan pasokan energi, termasuk percepatan pembangunan proyek
pembangkit tenaga listrik 35.000 megawatt, terutama di daerah-daerah yang mengalami
defisit listrik. Selain itu, pemerintah akan menjajaki kemungkinan penyesuaian harga energi
yang mendorong daya saing industri, termasuk upaya mengurangi harga gas, antara lain
dengan memperpendek jalur distribusi penjualan gas.
Kelima, pembatalan peraturan daerah (perda) yang menghambat pengembangan investasi
dan industri di daerah. Proses pembatalan perda akan melibatkan kepala daerah dan DPRD,
dan pemerintah pusat.
Keenam, pengembangan kerjasama antardaerah melalui pendirian perwakilan dagang
untuk mendorong berkembangnya lalu lintas perdagangan antardaerah. Pemerintah jufa
akan mengembangkan perwakilan dagang di negara mitra untuk mendorong perluasan
akses pasar.
Ketujuh, penyediaan paket insentif investasi oleh pemerintah daerah (pemda) yang
disesuaikan dengan karakteristik daerah untuk mendorong berkembangnya investasi.
Paket insentif ini akan didukung percepatan penyediaan infrastruktur yang sesuai dengan
kebutuhan investor dan perluasan akses permodalan.
Ke depan, peserta rakor berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi
kebijakan. Komitmen bersama itu untuk mempercepat transformasi industri manufaktur
sehingga dapat mendorong industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global.
Pertemuan Tahunan Bank Indonesia: “Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat
Resiliensi”
DBank Indonesia secara berkala melakukan pertemuan tahunan dengan seluruh pemangku
kepentingan terkait dalam rangka mengevaluasi capaian perekonomian dan kebijakan
yang telah ditempuh serta prospek dan arah kebijakan ke depan. Pertemuan Tahunan
Bank Indonesia di tahun 2016 mengambil tema “Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
69
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Resiliensi”. Pertemuan ini dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, pimpinan lembaga
negara, menteri kabinet kerja, pimpinan lembaga pemerintah, pimpinan DPR-RI, para
kepala daerah, pimpinan perbankan dan korporasi non-bank, akademisi, pengamat
ekonomi, dan perwakilan sejumlah lembaga internasional.
Pada pertemuan tahunan tersebut, Presiden Republik Indonesia menyampaikan
optimismenya terhadap perekonomian Indonesia ke depan. Dibandingkan negara lain,
pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada posisi yang sangat baik. Selain itu, indikator
perekonomian lain, seperti inflasi dan defisit transaksi berjalan berada pada tingkat yang
terkendali. Meski demikian, masih terdapat tantangan perekonomian, baik dari eksternal
maupun domestik yang harus dilalui dengan optimisme. Presiden RI mengangkat tiga
hal yang perlu dibenahi. Pertama, pemberantasan korupsi dan pungutan liar. Kedua,
inefisiensi birokrasi. Ketiga, ketertinggalan infrastruktur. Untuk menjawab tiga tantangan
itu, pemerintah menggulirkan program-program deregulasi. Apabila ketiga hal itut dapat
diselesaikan maka Indonesia akan memiliki sebuah fondasi kuat untuk tinggal landas
menuju tingkat yang lebih baik.
Dalam sudut pandang Bank Indonesia, terdapat tiga potensi yang perlu dioptimalkan
untuk mendorong daya tahan perekonomian Indonesia. Aspek pertama adalah
kepercayaan dan keyakinan yang tinggi dari pelaku ekonomi terhadap pemerintah. Kedua,
sumber pembiayaan ekonomi yang besar. Ketiga, pengembangan teknologi digital yang
pesat dalam mendukung kegiatan ekonomi. Seluruh potensi itu dapat memperkuat dan
menggandakan manfaat dari potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya
manusia yang sudah lebih dulu dikelola dan telah dijadikan prioritas.
Bank Indonesia memandang bahwa kepercayaan pelaku ekonomi terhadap pemerintah
akan terbangun lebih kuat apabila pihak-pihak terkait terus menjaga kedisiplinan dalam
mengelola kebijakan fiskal dan moneter, serta terus menjaga konsistensi kebijakan
reformasi struktural. Dari sisi sumber pembiayaan, program pengampunan pajak menjadi
momentum yang kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sekaligus menjadi modal
penting untuk memperluas ruang fiskal secara sehat. Di sisi lain, perkembangan ekonomi
digital yang pesat dan sehat sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi digital
yang lebih merata, seperti pada aktivitas e-commerce dan financial technology.
Saat ini, perekonomian Indonesia masih banyak menghadapi tantangan, baik dari
sisi eksternal maupun domestik. Masalah struktural pada perekonomian global, yang
penyelesaiannya memerlukan waktu, perlu diantisipasi. Daya tahan ekonomi domestik
pun harus semakin dioptimalkan. Untuk itu, pentingnya tiga fungsi dasar kebijakan publik.
Pertama, fungsi stabilisasi sebagai dasar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kedua, fungsi alokasi untuk menjamin penggunaan berbagai sumber daya sesuai prioritas
dan efisien. Ketiga, fungsi distribusi untuk pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Dalam menjalankan ketiga fungsi tersebut, prinsip sinergi menjadi salah satu hal yang perlu
dipedomani. Kebijakan yang dikeluarkan harus harmonis dan terintegrasi antarpemangku
kebijakan, baik di pusat maupun daerah. Mengingat hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa
berusaha untuk mengoptimalkan bauran kebijakan guna memperkuat stabilitas ekonomi,
yang selanjutnya akan menopang fungsi alokasi dan fungsi distribusi.
Koordinasi dalam rangka Pengendalian Inflasi
Dinamika inflasi pangan sepanjang tahun 2016 menunjukkan bahwa tantangan
pengendalian inflasi pangan ke depan masih tinggi. Berulangnya permasalahan pasokan
setiap tahun dengan bergantinya komoditas VF penyumbang inflasi mengindikasikan
70
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
masih banyaknya isu struktural yang perlu segera diatasi. Pada tahun 2016, permasalahan
pasokan akibat curah hujan yang tinggi dan virus kuning, merupakan permasalahan utama
yang mendorong tingginya fluktuasi harga komoditas cabai merah dan bawang merah.
Selain itu, capaian inflasi yang rendah di 2016 tidak merata terjadi di seluruh daerah.
Tekanan kenaikan inflasi pangan masih kerap terjadi di beberapa daerah. Hal ini antara lain
disebabkan ketidakmerataan produksi antar daerah produsen, perbedaan daya dukung
infrastruktur logistik antar daerah, dan tingginya alih fungsi lahan yang menyebabkan
belum optimalnya produksi pangan
Menghadapi tantangan tersebut, koordinasi pengendalian inflasi difokuskan pada
upaya mendorong percepatan penguatan infrastruktur logistik dan penunjang
produksi pangan. Dua hal tersebut perlu menjadi prioritas guna menjamin stabilitas inflasi
antardaerah. Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas VII) TPID ditegaskan komitmen
sinergi kebijakan yang efektif guna mendukung implementasi berbagai kebijakan dan
program kerja Pemerintah secara nasional yang berdampak positif bagi stabilisasi harga.
Dalam kaitan ini, dukungan Pemerintah Daerah diperlukan melalui percepatan realisasi
anggaran pada belanja pembangunan, serta terobosan dan inovasi kebijakan pengendalian
inflasi disertai alokasi anggaran yang memadai, dan percepatan pembangunan infrastruktur
pendukung distribusi pangan. Peran Pemerintah Daerah sangat diperlukan tidak hanya
pada pencapaian pertumbuhan ekonomi melainkan juga pada pengendalian inflasi.
Menindaklanjut kesepakatan dalam Rakornas VII TPID tersebut, berbagai program
koordinasi pengendalian inflasi ditempuh di berbagai daerah sepanjang tahun 2016,
antara lain:
Kesepakatan Rakronas
Program Pengendalian Inflasi Daerah
Upaya Stabilisasi Harga
• Memasukkan stabilisasi harga sebagai salah satu sasaran pembangunan
dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
• Merumuskan rekomendasi program stabilisasi harga dengan mengacu
pada roadmap pengendalian inflasi disertai dengan dukungan APBD
dalam program dimaksud.
•Standardisasi pelaksanaan kegiatan pengendalian harga dengan
koordinasi antar-TPID Provinsi dan Kab/Kota untuk mempermudah
evaluasi kegiatan
• Pemanfaatan informasi harga antar-kabupaten/kota.
• Menyelenggarakan pasar penyeimbang, kandang penyangga, maupun
pasar pendamping dengan tujuan untuk memotong rantai distribusi.
• Peningkatan produksi pakan ternak ikan air tawar & daging ayam ras
melalui UMKM binaan.
Percepatan realisasi
APBD
• Optimalisasi APBD, termasuk dana desa untuk mendukung program
stabilisasi harga dan pembangunan infrastruktur.
• Koordinasi antar-SKPD dalam manajemen perencanaan keuangan,
sehingga realisasi anggaran dapat terdistribusi dengan baik.
• Mempercepat proses lelang pengadaan (sebelum tahun anggaran).
• Berkomitmen untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran melalui
pemanfaatan sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) dan strategi
penghematan anggaran secara selektif dan tidak mengganggu alokasi
pembangunan infrastruktur.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
71
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kesepakatan Rakronas
72
Program Pengendalian Inflasi Daerah
Pembangunan
infrastruktur pangan
• Pengawasan Perda larangan alih fungsi lahan dan penguatan program
urban farming.
•Memetakan kebutuhan infrastruktur prioritas terkait distribusi,
transportasi, dan konektivitas
• Identifikasi perda yang kurang mendukung iklim investasi atau
pembangunan dan pengendalian harga serta merekomendasikan kepada
pusat untuk dicabut.
• Program subsidi angkutan udara atau tol udara, khususnya untuk distribusi
pangan strategis untuk mengurangi disparitas harga di kawasan timur.
• Perbaikan infrastruktur pasar tradisional.
• Pembangunan Pusat Distribusi Regional (PDR) yang berfungsi sebagai
bantalan persediaan apabila terjadi gangguan cuaca.
Kerja sama dan
kelembagaan koordinasi
TPID
• Mempercepat pembentukan TPID bagi daerah yang belum
• Melakukan kerja sama pengendalian inflasi di daerah dengan aparat
penegak hukum, khususnya dengan monitoring kewajaran stok pangan di
gudan-gudang daerah secara berkala maupun insidentil.
• Melakukan kerja sama antardaerah dalam rangka produksi/penyediaan
pangan serta kelancaran distribusi pangan
• Sosialisasi penyusunan roadmap sampai ke kabupaten/kota dan menyusun
rencana kerja TPID periode ke depan pada akhir tahun berdasarkan hasil
evaluasi TPID tahun berjalan.
• Pemda menyusun RKPD untuk pengendalian inflasi daerah berdasarkan
Permendagri No.18/2016.
• Mempercepat pemebentukan TPID bagi daerah yang belum.
• Mengoptimalkan peluang kerja sama antardaerah mengacu kepada
pemetaan surplus-defisit daerah.
Ketersediaan dan
keterjangkauan
pangan
• Identifikasi dan merencanakan Cadangan Beras Daerah bekerjasama
dengan Bulog.
• Memperkuat peran Bulog sebagai badan pengendali pangan (stok dan
harga) dan dalam hal penyerapan produksi dan pemasaran pangan,
termasuk kerja sama dengan gabungan kelompok tani (Gapoktan),
asosiasi, industri, dan pedagang besar.
• Mendirikan dan memperkuat BUMD pangan agar memiliki fungsi
stabilisasi harga.
• Mengembangkan kegiatan pasar lelang dan optimalisasi toko tani
• Melakukan pemantauan stok pangan, membangun neraca surplus defisit
yang akurat, identifikasi peta rantai distribusi dan memperkuat sisten
informasi harga pangan.
• Mengadakan operasi pasar khusus komoditi penyumbang inflasi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri
Sesuai amanat Pasal 53 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009, Bank
Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah
terhadap pihak luar negeri. Yang dimaksud dengan menyelesaikan kewajiban Pemerintah
terhadap luar negeri adalah Bank Indonesia melakukan pembayaran kewajiban Pemerintah
atas beban rekening Pemerintah pada Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah
disepakati antara Pemerintah dan pemberi pinjaman.
Sejalan dengan mandat tersebut, Bank Indonesia menatausahakan, melakukan penarikan/
pembayaran, dan menyusun laporan Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah. ULN Pemerintah
yang ditatausahakan Bank Indonesia terdiri atas pinjaman bilateral, multilateral, fasilitas
kredit ekspor, komersial, SBN Internasional, dan SBN Domestik. Penarikan ULN dilakukan
Pemerintah untuk membiayai proyek tertentu, membiayai defisit APBN maupun dalam
rangka pengelolaan portofolio utang.
Selama 2016,
Bank Indonesia
memantau
perkembangan
ULN dan
menatausahakan
ULN pemerintah.
Pada akhir 2016,
Bank Indonesia
mengatur
fungsi dan
kewenangannya
dalam
menatausahakan
global bonds
Indonesia.
Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN Pemerintah dilakukan melalui transfer
langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Sedangkan untuk pembiayaan proyek,
penarikan dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus,
pembukaan letter of credit (L/C) atau pembiayaan pendahuluan.
Tabel 3.1
Realisasi Penarikan ULN Pemerintah
(Juta USD)
2015*
Tw1
Tw2
Tw3
Tw4
Bilateral
Multilateral
Bank Komersial
Pemasok
SBN Internasional
158,9
64,5
13,7
3.660,0
115,1
191,3
75,5
1.800,0
24,4
2.063,9
44,2
2.093,3
589,8
1.600,5
195,8
3.150,0
Total
3.897,1
2.181,8
4.225,8
2016**
Total
Tw1
Tw2
Tw3
888,2
3.920,2
329,2
10.703,3
58,6
598,5
120,9
2.250,0
58,0
223,3
130,7
4.102,7
38,9
988,3
18,8
-
5.536,2 15.840,9
3.028,0
4.514,6
1.046,0
Tw4
676,5
723,9
72,6
3.220,7
Total
832,0
2.533,9
343,1
9.573,4
4.693,7 13.282,3
Sumber : Statistik ULN Indonesia
*) Angka-angka sementara
**) Angka-angka sangat sementara
Pada triwulan IV-2016, realisasi penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank
Indonesia mencapai 4,69 miliar dolar AS, terutama didominasi oleh penerbitan perdana
(new issuance) SBN berdenominasi US Dollar (Global Bonds) senilai 3,5 miliar dolar AS. Dari
jumlah tersebut, porsi kepemilikan bukan penduduk yang dicatat sebagai ULN Pemerintah
adalah (1) 721,4 juta dolar AS (seri RI0122), (2) 1,01 miliar dolar AS (seri RI0127) dan (3) 1,48
miliar dolar AS (seri RI0147). Adapun total yang dibeli oleh Non-Residen dicatat sebagai
ULN Pemerintah adalah sebesar 3,22 miliar dolar AS. Penerbitan tersebut dilakukan dalam
rangka prefunding APBN 2017. Sementara itu, total realisasi penarikan ULN Pemerintah
selama 2016 tercatat sebesar 13,28 miliar dolar AS.
Pada periode yang sama, realisasi pembayaran ULN Pemerintah tercatat sebesar 1,8 miliar
dolar AS. Pembayaran ULN Pemerintah mayoritas dilakukanuntuk pembayaran pinjaman
multilateral sebesar 655,9 juta dolar AS. Total realisasi pembayaran ULN selama 2016
tercatat sebesar 9,05 miliar dolar AS. Pembayaran ini dilaksanakan berdasarkan instruksi
pembayaran dari Kementerian Keuangan, sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari
administrasi data Utang Luar Negeri Pemerintah yang dilakukan di Debt Management and
Financial Analysis System (DMFAS).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
73
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.2
Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah
(Juta USD)
2015*
Tw1
Tw3
Tw4
2016**
Tw1
Tw2
Tw3
Tw4
Total
412,9
291,6
108,7
2,8
622,6
1.370,6
546,6
183,9
0,6
985,3
413,7
263,7
112,0
2,6
808,4
1.408,6
573,9
208,3
0,6
312,1
3.605,9
1.675,9
613,0
6,7
2.728,4
432,1
333,1
121,3
2,7
1.704,8
1.498,3
601,2
264,7
341,3
534,1
313,2
130,3
2,8
977,5
564,7
655,9
274,0
306,1
3.029,2
1.903,5
790,2
5,6
3,329,7
1.438,7
3.087,1
1.600,5
2.503,5
8.629,7
2.594,0
2.705,5
1.958,0
1.800,5
9.058,1
Bilateral
Multilateral
Bank Komersial
Pemasok
SBN Internasional
Total
Tw2
Total
Sumber : Statistik ULN Indonesia
*) Angka-angka sementara
**) Angka-angka sangat sementara
Aspek utama dalam pembayaran ULN Pemerintah adalah terlaksananya pembayaran
cicilan pokok dan bunga secara akurat dan tepat waktu. Hal ini penting karena berpengaruh
terhadap reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi kewajiban
kepada pihak pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat
menjamin ketersediaan jumlah dan jenis valuta asing yang diperlukan Pemerintah sesuai
dengan jumlah dan jenis valuta pinjaman yang dibayarkan.
Secara rutin, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam
rekonsiliasi data realisasi penarikan dan pembayaran (bulanan) serta data posisi
(triwulanan). Langkah ini dilakukan untuk mendukung kinerja penarikan dan pembayaran
ULN Pemerintah yang akurat dan tepat waktu, serta menjaga akurasi data realisasi
penarikan dan pembayaran ULN Pemerintah.
Pada 29 Desember 2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai pengelolaan
pinjaman dan hibah luar negeri5. PDG ini diterbitkan guna mengatur fungsi Bank Indonesia
sebagai Agen Penatausahaan Surat Utang Negara (SUN), khususnya SUN yang diterbitkan
di pasar internasional (Global Bonds). Sesuai Pasal 12 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2002 tentang SUN, kegiatan penatausahaan SUN yang mencakup pencatatan kepemilikan,
kliring dan setelmen, serta agen pembayar pokok dan bunga SUN dilaksanakan oleh Bank
Indonesia. Sebelumnya, fungsi agen penatausahaan Global Bonds ini dilaksanakan oleh
Kementerian Keuangan dengan surat kuasa dari Bank Indonesia. Sejak 2016, fungsi ini sudah
dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan menunjuk lembaga keuangan internasional di
pasar global bonds tersebut diterbitkan.
3.1.5. Perkembangan Pemantauan Devisa Hasil Ekspor (DHE)
Pangsa nilai DHE
di bank devisa
dalam negeri pada
2016 meningkat,
meskipun dengan
nominal nilai yang
menurun.
Kebijakan penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri melalui
perbankan di Indonesia merupakan salah satu upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan
pasokan devisa yang relatif stabil dan berkesinambungan, guna mendukung stabilitas
perekonomian nasional. Selain itu, pelaporan DHE dan devisa utang luar negeri yang akurat
diperlukan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan Bank Indonesia. Untuk itu, Bank
Indonesia berupaya meningkatkan efektivitas pemantauan penerimaan DHE dan devisa
utang luar negeri melalui perbankan di Indonesia.
Secara akumulatif, perkembangan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) pada triwulan
IV-2016 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode yang sama 2015. Hal
5
74
Peraturan Dewan Gubernur (PDG) Nomor 18/22/PDG/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 14/11/
PDG/2012 tentang Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
ini ditunjukkan adanya penurunan pangsa
penerimaan DHE melalui bank devisa dalam
negeri terhadap total nilai DHE pada periode
tersebut dari 95,2% menjadi 93,9%. Namun,
secara nominal, penerimaan DHE meningkat
dari USD30,1 miliar menjadi USD31,8 miliar.
Sejalan dengan peningkatan nominal di
bank domestik, DHE yang diterima melalui
bank di luar negeri juga meningkat, yaitu
dari USD1,5 miliar menjadi USD2,0 miliar
dengan pangsa yang meningkat dari 4,8%
menjadi 6,1% (Grafik 3.7).
12000
10000
8000
6000
4000
Devisa Hasik Ekpor (DHE
Aliran DHE ke Bank Domestik
Aliran DHE ke Bank di LN
2000
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir,
Grafik 3.7
Bank Indonesia senantiasa melakukan
Perkembangan Data Pangsa DHE Tahun 2016
pengawasan terhadap eksportir yang tidak
mematuhi ketentuan DHE dengan mengenakan sanksi adminsitratif berupa denda dan
sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor. Selama triwulan IV-2016, jumlah eksportir
yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 117 eksportir atau
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 126 eksportir.
Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor
tercatat sebanyak 12 eksportir atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 18 eksportir. Selama periode laporan, terdapat 11 eksportir yang dibebaskan
dari sanksi penangguhan pelayanan ekspor, atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebanyak 6 eksportir.
Pada 2016, perkembangan penerimaan DHE menunjukkan peningkatan dibandingkan
dengan periode yang sama 2015. Hal ini ditunjukkan adanya peningkatan pangsa nilai DHE
terhadap total nilai DHE dari 93,7% menjadi 94,1%. Secara nominal, nilai DHE yang diterima
bank devisa dalam negeri turun dari USD117,2 miliar pada 2015 menjadi USD108,7 miliar
pada 2016. Aliran DHE yang diterima melalui bank di luar negeri mengalami penurunan
dari USD7,9 miliar (2015) menjadi USD6,9 miliar pada 2016 atau pangsanya menurun dari
6,3% menjadi 5,9%.
Berdasarkan pemantauan penerimaan DHE melalui laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE)
yang disampaikan eksportir dan bank devisa, lima komoditas penyumbang DHE terbesar
masih sama dengan sebelumnya. Kelima komoditas itu adalah batubara, tekstil dan
produk tesktil, minyak sawit, mesin dan mekanik, dan peralatan listrik.
Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir, selama 2016, jumlah eksportir yang dikenakan
sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 573 eksportir atau turun dibandingkan
tahun sebelumnya sebanyak 962 eksportir. Jumlah eksportir yang dikenakan sanksi
penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 61 eksportir atau turun dari tahun
sebelumnya sebanyak 267 eksportir. Selama 2016, terdapat 30 eksportir yang dibebaskan
penangguhan ekspornya atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 112
eksportir.
Untuk meningkatkan efektivitas pemantauan DHE, Bank Indonesia menjalin koordinasi
dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif. Instansi
tersebut antara lain SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Koordinasi Bidang
Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan asosiasi. Selain itu, untuk meningkatkan
kualitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE), Bank Indonesia melakukan berbagai
upaya antara lain sosialisasi maupun coaching clinic kepada eksportir dan bank.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
75
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan
Kebijakan
Selain
penyelenggaraan
survei dan liaison
serta publikasi
statistik pada 2016,
Bank Indonesia
juga terus
mengembangkan
statistik untuk
mendukung
analisis
makroprudensial,
asesmen likuiditas,
maupun financial
imbalances yang
dapat memicu
risiko sistemik.
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia
melakukan kegiatan statistik. Kegiatan ini antara lain mengumpulkan dan mengolah
data dan informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan, serta menyusun laporan/
analisisnya. Selain itu, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison
yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil.
Di sektor moneter, pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik
uang dan bank, kegiatan usaha lembaga keuangan non-bank, serta pasar uang dan pasar
modal. Ketiganya dimuat dalam publikasi Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI)
yang dapat diakses melalui website Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia merilis
analisis uang beredar dan faktor yang memengaruhinya secara bulanan untuk periode
September-November 2016.
Di sektor eksternal, pada 2016, Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) periode triwulan IV-2015 dan statistik Posisi Investasi
Internasional (PII) Indonesia periode triwulan I sampai III-2016.
Bank Indonesia juga mempublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI)
untuk data periode November – Desember 2015 dan Januari - Oktober 2016, serta data
posisi cadangan devisa periode Desember 2015 dan Januari - November 2016. Untuk
meningkatkan layanan kepada stakeholder dalam negeri maupun luar negeri, penyajian
beberapa publikasi statistik sektor eksternal disajikan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris.
Untuk sistem keuangan, pada triwulan IV-2016 Bank Indonesia telah mendiseminasikan
Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) dengan periode data sampai dengan Oktober
2016. Rilis statistik ini merupakan data perkembangan sistem keuangan yang komprehensif
sebagai hasil koordinasi Bank Indonesia dengan instansi lain, di antaranya Kementerian
Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan PT Kustodian Sentral Efek
Indonesia.
SSKI juga menyajikan beberapa indikator/statistik yang berkaitan dengan Sistem
Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah sebagai bagian yang tak terpisahkan
dalam mendukung kebijakan makroprudensial/SSK di Indonesia. Untuk meningkatkan
kualitas publikasi SSKI agar dapat memenuhi ekspektasi stakeholders terhadap data SSK/
makroprudensial, publikasi statistik sistem keuangan juga disajikan dalam dua bahasa,
yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Bank Indonesia terus mengembangkan statistik untuk mendukung analisis
makroprudensial, asesmen likuiditas, maupun financial imbalances yang dapat memicu
risiko sistemik. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melanjutkan pengembangan
statistik Financial Account & Balance Sheet (FABS) dalam bentuk posisi neraca dan transaksi
keuangan seluruh sektor institusi, yakni sektor korporasi non-finansial, bank sentral,
perbankan, lembaga keuangan non-bank, pemerintah, rumah tangga, dan sektor luar
negeri.
Neraca sektoral tersebut dapat menggambarkan kondisi keuangan dan keterkaitan antar
sektor institusi secara nasional maupun regional. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia
terus melakukan kerja sama dengan berbagai instansi, antara lain Kementerian Keuangan
dan Kementerian BUMN, terutama untuk memperoleh data dan informasi sektor korporasi
nonfinansial dan sektor rumah tangga.
76
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sebagai salah satu sarana untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan Statistik
Neraca Nasional Indonesia, pada 9 November 2016, Bank Indonesia menyelenggarakan
Seminar Nasional dengan tema “Pemanfaatan National Balance Sheet untuk Mengukur
Kerentanan Sistem Keuangan Indonesia”. Seminar ini merupakan salah satu sarana untuk
mendiseminasikan dan mensosialisasikan Statistik Neraca Nasional Indonesia, hasil analisis,
dan pemanfaatannya kepada kementerian/lembaga, perbankan, lembaga keuangan nonbank, asosiasi dan akademisi. Sosialisasi tersebut sekaligus memberikan edukasi kepada
masyarakat mengenai pemanfaatan data untuk pengambilan kebijakan terkait dengan
makroprudensial. Kegiatan itu juga untuk meningkatkan kepedulian (awareness) mengenai
misi dan sasaran strategis Bank Indonesia terkait dengan stabilitas sistem keuangan.
Untuk mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan, Bank Indonesia
menyelenggarakan berbagai survei rutin maupun tidak rutin. Beberapa survei yang
secara rutin dilakukan antara lain Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE),
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei
Perbankan (SBank), dan Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME). Bank Indonesia
juga melakukan in-depth interview melalui kegiatan liaison kepada pelaku bisnis utama
(key business persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama
terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan.
Selain itu, Bank Indonesia melakukan survei bertopik khusus, yaitu Survei Khusus Sektor
Riil (SKSR). Pada triwulan IV-2016, terdapat 2 (dua) topik survei yang dilakukan melalui
SKSR, yaitu: (1) Peningkatan Pembiayaan kepada Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
dan (2) Survei Persepsi terhadap Paket Kebijakan Ekonomi Mengenai Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Survei Persepsi terhadap Paket Kebijakan Ekonomi Mengenai SNI dilakukan sebagai bagian
dari evaluasi atas efektivitas Paket Kebijakan Ekonomi 1 sampai dengan 12 yang dikeluarkan
oleh pemerintah. Selain survei kepada rumah tangga, survei persepsi mengenai SNI juga
dilakukan kepada dunia usaha, mencakup industri dalam negeri, importir, dan retailer.
Hasil survei telah disampaikan pada Rapat Koordinasi Satgas sebagai masukan dari dunia
usaha dan masyarakat mengenai paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait SNI.
Dalam rangka perolehan data/anekdotal informasi guna mendukung kompilasi statistik dan
analisisnya, Bank Indonesia secara rutin melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan
berbagai stakeholders terkait. Pada triwulan IV-2016, beberapa instansi yang diundang
dalam kegiatan FGD antara lain Perum Perumnas, Kementerian PUPERA, Kementerian
Perhubungan, dan Perum BULOG.
Dari sisi internal, Bank Indonesia secara resmi telah membentuk Task Force Integrasi
Pelaporan di internal Bank Indonesia dalam rangka penyusunan kerangka integrasi
sistem pelaporan perbankan6. Tugas dari Task Force ini adalah: 1) melakukan review secara
menyeluruh terhadap laporan perbankan; 2) mengkaji dan menyusun desain solusi bisnis
dan solusi teknis integrasi pelaporan; serta 3) menyusun blueprint implementasi integrasi
pelaporan.
Di samping itu, sebagai pelaksanaan salah satu program transformasi, Bank Indonesia
mulai menggali potensi pemanfaatan Big Data sebagai teknologi dan pendekatan
mutakhir (State of the Art Technology). Kegiatan ini untuk mendukung proses pengambilan
keputusan guna mencapai visi dan misinya secara efektif dan efisien. Big Data diharapkan
dapat memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor moneter, market, SSK, dan SPPUR melalui peningkatan kualitas data dan analisis. Big Data juga, menjadi komplemen dari
pemanfaatan data warehouse (structured data) yang telah dilakukan selama ini.
6
Pembentukan satgas ini ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.18/92/KEP.GBI/INTERN/2016 tanggal 27
Desember 2016 tentang Pembentukan Task Force Integrasi Pelaporan di Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
77
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sejak 2015, pengembangan sejumlah proyek Big Data telah menghasilkan indikator baru/
komplemen untuk mengisi lag ketersediaan data dan menjadi leading information, antara
lain proksi indikator ketenagakerjaan dan proksi indikator pasar properti. Selain itu, Big
Data dapat dimanfaatkan untuk menganalisis pola perilaku pelaku ekonomi ataupun
keterhubungan antarpelaku dalam perekonomian.
Terkait dengan regulasi, sepanjang triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan
beberapa ketentuan terkait pelaporan statistik guna mendukung perumusan dan
pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia. Dalam hal ini, guna mendukung pengembangan
Layanan Keuangan Digital (LKD) dan melakukan monitoring atas pelaksanaan LKD, Bank
Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan terkait: (i) laporan kantor pusat bank
umum, dan (ii) laporan penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu dan uang elektronik (Electronic Money) oleh bank perkreditan rakyat dan lembaga
selain bank7. Ketentuan ini diterbitkan untuk mengakomodasi kebutuhan laporan baru
mengenai Layanan Keuangan Digital (LKD) dan Kartu Kredit bagi pelapor bank umum dan
lembaga selain bank.
Di samping itu, Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan pelaksanaan tentang
pemantauan kegiatan lalu lintas devisa bank dan nasabah8. Ketentuan ini diterbitkan dalam
rangka mendorong transparansi dan ketersediaan informasi kegiatan LLD.
Kerja sama Internasional Terkait Pengelolaan Database Statistik dan Survei
Dalam kerangka pemenuhan komitmen Indonesia terhadap G-20 Data Gaps Initiatives
(DGI), Bank Indonesia telah melakukan beberapa hal selama triwulan IV-2016, yaitu:
a. Melakukan kompilasi data Sectoral Account untuk sektor institusi yang menjadi
tanggung jawab Bank Indonesia (sektor bank sentral, sektor perbankan, dan sektor
eksternal). Bank Indonesia juga melakukan rekonsiliasi dengan BPS dalam rangka
memenuhi Recommendation II.8 DGI - Sectoral Account tahap III.
b. Melakukan penyusunan, pengembangan, dan diseminasi Public Sector Debt (PSD)
berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada website BI dan
Kemenkeu. Statistik PSD tersebut disampaikan kepada Bank Dunia secara triwulanan.
Penyusunan data PSD ini merupakan salah satu komitmen Indonesia dalam pemenuhan
G-20 DGI Recommendation II.16.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia juga aktif berperan serta dalam berbagai fora
statistik yang bersifat internasional, yaitu:
a. Pada 17-18 Oktober 2016, Bank Indonesia menerima delegasi dari Camboja, Myanmar,
Laos, dan Vietnam (CMLV) untuk melakukan study visit ke Bank Indonesia terkait
penyusunan statistik Direct Investment (DI). Kegiatan study visit yang difasilitasi oleh
Sekretariat ASEAN dan EU-ASEAN COMPASS itu merupakan pelaksanaan program
ASEAN Help ASEAN (AHA). Kegiatan itu bertujuan untuk membantu meningkatkan
kualitas statistik negara CMLV dalam rangka mendukung terciptanya statistik ASEAN
yang berkualitas dan komparabel.
7
8
78
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/26/DSta tanggal 22 November 2016 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 14/31/DPNP tanggal 31 Oktober 2012 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum. Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 18/27/DSta tanggal 22 November 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/13/DASP tanggal
12 April 2013 perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik
(Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/23/DSta tanggal 26 Oktober 2016 perihal Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank
dan Nasabah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
b. Pada 18-20 Oktober 2016, Bank Indonesia berpartisipasi dalam pertemuan OECD Working
Group on International Investment Statistics (WGIIS) di Paris, Prancis. Pertemuan WGIIS
merupakan upaya berkelanjutan untuk terus menyempurnakan dan mengembangkan
statistik FDI agar dapat menjelaskan secara lebih baik peran FDI dalam perekonomian,
terutama terkait globalisasi.
c. Pada 24 - 28 Oktober 2016, Bank Indonesia menghadiri forum Working Party on Financial
Statistic (WPFS) and Working Party on National Account (WPNA) di Paris, Prancis.
Forum ini membahas berbagai isu dalam kompilasi Statistik Finansial dan Statistik
Neraca Nasional. Dalam kesempatan itu, Bank Indonesia berbagi pengalaman dalam
mengompilasi statistik Financial Intemediary Services Indirectly Measured (FISIM) melalui
presentasi dengan judul ”Implementation of FISIM in Computing Financial Services Value
Added in Indonesia”. Salah satu topik bahasan adalah mengenai pemilihan reference rate
yang digunakan dalam penghitungan output sektor perbankan dengan metode FISIM.
Presentasi Indonesia dalam penerapan FISIM untuk penghitungan financial services
value added menjadi masukan bagi negara lain.
d. Pada 15 November 2016, Bank Indonesia berpartisipasi dalam 4th Malaysia Statistics
Conference 2016 (MyStats 2016) di Kuala Lumpur, Malaysia. Kegiatan itu diselenggarakan
oleh Bank Negara Malaysia (BNM) bekerja sama dengan the Department of Statistics
Malaysia (DOSM), dan Malaysia Institute of Statistics (ISM). Kegiatan yang mengusung
tema “Strengthening Statistical Usage for Decisions and Innovation” ini dihadiri oleh
500 peserta. Peserta berasal dari kalangan statisticians, economists, analis, pembuat
kebijakan, akademisi, dan media. Konferensi ini bertujuan untuk memfasilitasi
pertukaran informasi dan sharing pengalaman mengenai isu-isu statistik, khususnya
terkait analisis dan perumusan kebijakan maupun tantangan dalam kompilasi dan
pengkomunikasian data statistik. Pada sesi panel mengenai Usage of Statistics and
Application of Statistical Science by Official Authorities, Bank Indonesia mempresentasikan
makalah berjudul Redesign Inflation Expectation Survey: the Case of Indonesia.
e. Pada 17-18 November 2016, Bank Indonesia berkesempatan hadir dalam agenda
tahunan ke-4 IMF Statistical Forum di Washington DC yang mengusung tema Statistics
for Inclusive Growth. Forum statistik ini dihadiri oleh utusan dari bank sentral, national
statistical office (NSO), universitas, lembaga internasional (UN, IMF, Bank Dunia), dan
lembaga konsultan internasional (McKinsey). Forum ini merupakan ajang pertukaran
pandangan di antara compiler dan user data, khususnya terkait kompilasi data Financial
Inclusion, yang sangat penting bagi penyempurnaan metodologi statistik Bank
Indonesia.
f. Pada 28-30 November 2016, Bank Indonesia berpartisipasi dalam forum “7th Annual
Conference on Central Bank Business Surveys & Liaison Programmes” di Kuala Lumpur,
Malaysia. Konferensi yang mengusung tema “Staying Ahead of the Curve: Experiences,
Challenges and Opportunities” itu diselenggarakan oleh Bank Negara Malaysia. Forum
tersebut dihadiri oleh narasumber dan peserta dari berbagai lembaga internasional,
antara lain Federal Reserve Bank of Atlanta, Banque de France, ECB, Bank of Japan, Bank
of Canada, dan Reserve Bank of Australia. Konferensi ini bertujuan untuk meningkatkan
cakupan macro economic surveillance melalui jaringan business intelligence. Pembahasan
antara lain meliputi operasional pelaksanaan program business liaison, perhitungan
dan penerapan business intelligence dalam perumusan kebijakan bank sentral, dan
surveillance bank sentral di masa mendatang. Dalam forum tersebut, Bank Indonesia
memaparkan tentang pelaksanaan Business Liaison di Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
79
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
g.Pada 19-21 Desember 2016, EU-ASEAN Capacity Building Project for Monitoring
Intergration Progress and Statistics (EU-ASEAN COMPASS) memberikan technical
assistance (TA) kepada Bank Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi data
Lalu Lintas Devisa Bank (LLD-Bank), Lembaga Bukan Bank (LLD-LBB), dan beberapa
komponen data jasa.
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan
Bank Indonesia menempuh langkah-langkah kebijakan untuk menjaga ketahanan sistem
keuangan dengan memitigasi risiko sistemik melalui pengaturan dan pengawasan
makroprudensial. Dalam kerangka makroprudensial, Bank Indonesia mengembangkan
pasar dan akses keuangan, serta melakukan koordinasi dengan otoritas terkait dalam
rangka pencegahan dan penanganan krisis sektor keuangan. Kestabilan kondisi sistem
keuangan tercermin pada indikator kinerja stabilitas sistem keuangan.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
IKU 3 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
Target
< 2
Pencapaian
Akhir 2016
0,84
Baiknya kinerja Bank Indonesia dalam menjaga ketahanan sistem keuangan tercermin pada pencapaian
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) triwulan IV-2016 yang masih jauh berada di bawah ambang batas
(threshold). Kondisi yang terjaga juga dicerminkan dari indeks pembentuk ISSK yakni Indeks Stabilitas Institusi
Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) yang rata-rata selama triwulan laporan tercatat
masing-masing sebesar 0,63 dan 0,98.
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial
Pada 2016,
Bank Indonesia
menetapkan
kebijakan
countercyclical
buffer. Untuk
memenuhi
UndangUndang tentang
Pencegahan dan
Penanganan Krisis
Sistem Keuangan,
Bank Indonesia
menerbitkan
ketentuan
pelaksanaan dan
menyepakati kerja
sama dengan LPS.
80
Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan
fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial industri keuangan guna mendorong
terwujudnya stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh. Sesuai PBI tentang Pengaturan
dan Pengawasan Makroprudensial, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk mencegah
dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan
berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan.
3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan tindak lanjut pelaksanaan UndangUndang No. 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
(UU PPKSK) yaitu penyelesaian ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK), perumusan
ketentuan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) dan penyusunan Nota Kesepahaman
serta Perjanjian Kerja Sama antara Bank Indonesia dengan Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan penyesuaian pelaksana tugas operasional
Giro Wajib Minimum (GWM) dan penetapan kembali Countercyclical Capital Buffer.
Sebagaimana amanat UU PPKSK, setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan
(KSSK) memiliki kewajiban antara lain menyusun peraturan pelaksanaan dalam rangka
pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan yang harus sudah diterbitkan paling
lama 1 (satu) tahun terhitung sejak pengesahan UU PPKSK pada 15 April 2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan yang merupakan
amanat UU PPKSK, Bank Indonesia menerbitkan peraturan mengenai Protokol Manajemen
Krisis) PMK dan tata cara pelaksanaannya9. Peraturan tersebut adalah pedoman internal
dalam melaksanakan kegiatan PMK.
Secara garis besar, beberapa hal yang diatur dalam ketentuan PMK adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil surveillance dan asesmen, indikasi status tekanan dibedakan menjadi
normal dan ditengarai krisis. Kondisi normal terdiri atas 3 kondisi, yaitu stabil, waspada,
dan siaga.
2. Sesuai tugas dan kewenangan Bank Indonesia, dibentuk 3 sub-protokol yaitu moneternilai tukar, makroprudensial, dan sistem pembayaran, beserta indikator yang dipantau
untuk mengidentifikasi adanya risiko dan tekanan.
3.Untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaannya, telah diatur proses
pengambilan keputusan mulai dari koordinasi level teknis hingga Rapat Dewan
Gubernur, serta mekanisme pelaksanaan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
4. Pengaturan mengenai pusat penanganan krisis di Bank Indonesia yang dalam hal
diperlukan dapat dibentuk untuk mempercepat langkah-langkah penanganan kondisi
yang ditengarai krisis.
5. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap keputusan yang telah
diambil dengan mempertimbangkan perkembangan status tekanan.
Selain ketentuan terkait PMK, sejak triwulan II-2016, Bank Indonesia tengah
menyempurnakan ketentuan PLJP bagi bank umum konvensional dan bank umum syariah
yang juga terkait dengan UU PPKSK. Ketentuan PLJP tersebut diantaranya mengatur
persyaratan bank yang dapat mengajukan PLJP, agunan PLJP, jangka waktu PLJP, dan
pelunasan PLJP. Penyusunan ketentuan yang berkaitan dengan peran Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dalam PLJP dilakukan berkoordinasi dengan OJK mengingat terdapat
peran OJK dalam PLJP. Dalam proses pengajuan PLJP, peran OJK antara lain menilai kondisi
bank, kualitas agunan, dan kemampuan bank untuk melunasi PLJP. Peran OJK lainnya
terkait pengawasan terhadap penggunaan dana PLJP.
Sebagaimana UU PPKSK, Bank Indonesia dan LPS memiliki kewajiban antara lain menyusun
peraturan pelaksanaan dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank dalam
kondisi krisis sistem keuangan. Guna memperkuat komitmen lembaga dalam memenuhi
amanat dimaksud, Bank Indonesia dan LPS sepakat memasukkan aspek pendanaan
dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank ke dalam ruang lingkup nota
kesepahaman10. Sebagai tindak lanjutnya, pada 31 Oktober 2016 Bank Indonesia dan LPS
menyepakati Perjanjian Kerja Sama11. PKS tersebut merupakan pedoman pelaksanaan
bagi Bank Indonesia dan LPS untuk melakukan transaksi penjualan SBN dalam rangka
penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik dan bank selain bank sistemik
dalam kondisi krisis sistem keuangan, sesuai dengan keputusan Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK).
9
Peraturan Dewan Gubernur No. 18/16/PDG/2016 Tanggal 10 November 2016 tentang Protokol Manajemen Krisis dan Surat
Edaran Intern No. 18/105/INTERN Tanggal 30 November 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Protokol Manajemen Krisis.
) tanggal 28 Juli 2016 tentang Koordinasi dan Kerja sama dalam rangka
10 Nota Kesepahaman (NK) BI – LPS No.
Pelaksanaan Fungsi, Tugas, dan Wewenang BI dengan LPS.
11 (PKS) No.
tentang Penjualan Surat Berharga oleh LPS kepada Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
81
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sebagai langkah sentralisasi Giro Wajib Minimum (GWM), pada akhir 2016 Bank Indonesia
melakukan reorganisasi dan pengalihan tugas operasional GWM dari Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI).
Pengalihan kegiatan tersebut secara garis besar meliputi:
1. Memantau proses GWM harian;
2. Memberikan jasa giro;
3. Memberitahukan dan melakukan pengenaan sanksi kepada bank yang melanggar
GWM;
4. Melakukan koreksi pemberian jasa giro/koreksi sanksi GWM;
5. Mengelola hak akses user GWM (untuk yang bersifat informasional) di KPwDN; dan
6. Mengelola administrasi pemenuhan GWM untuk bank merger, konsolidasi, dan
konversi.
Perubahan pelaksana operasional GWM tersebut dilandasi ketentuan yang mengatur
mengenai perubahan korespondensi antara bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
KPwBI DN dan Bank Indonesia12. Selain itu, telah diterbitkan pula ketentuan internal Bank
Indonesia sebagai pedoman pelaksanaan operasional satuan kerja terkait.
Countercyclical Capital Buffer (CCB) merupakan salah satu instrumen kebijakan
makroprudensial. Kebijakan CCB ditujukan untuk mencegah peningkatan risiko sistemik
yang berasal dari pertumbuhan kredit berlebihan (excessive credit growth) sekaligus
menyerap kerugian perbankan melalui pembentukan tambahan modal sebagai
penyangga (buffer). Sesuai Peraturan Bank Indonesia13, dilakukan evaluasi besaran dan
waktu pemberlakuan CCB paling kurang 1 (satu) kali dalam enam bulan, berdasarkan
indikator utama, indikator pelengkap, dan professional judgement. Besaran CCB ditetapkan
untuk pertama kali sebesar 0% (nol persen) per 1 Januari 2016.
Selama 2016, Bank Indonesia melakukan evaluasi kebijakan CCB sebanyak 2 (dua) kali, yakni
pada Mei 2016 dan November 2016 dan kembali menetapkan besaran CCB tetap sebesar
0%. Sejalan dengan keputusan sebelumnya mengenai besaran CCB tetap sebesar 0%,
pada triwulan IV-2016 Bank Indonesia kembali memutuskan besaran CCB tidak mengalami
perubahan yakni tetap sebesar 0%. Keputusan tersebut didasari oleh tidak adanya indikasi
pertumbuhan kredit berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko sistemik. Hal ini
juga sejalan dengan pertumbuhan kredit yang masih belum optimal.
Pada September 2016, pertumbuhan kredit hanya sebesar 6,47% (yoy), sedangkan
pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 sebesar 5,02% (yoy) atau lebih rendah dari
triwulan sebelumnya sebesar 5,18% (yoy). Selain itu, salah satu indikator pelengkap yaitu
siklus keuangan masih berada pada fase kontraksi. Besaran CCB yang ditetapkan sebesar
0% tersebut menyebabkan bank tidak perlu membentuk tambahan modal. Dengan
demikian, perbankan tetap dapat meningkatkan fungsi intermediasinya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional.
3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial
Pengawasan makroprudensial dilakukan melalui surveillance terhadap sistem keuangan,
dan jika diperlukan dilakukan pemeriksaan terhadap bank dan lembaga lainnya yang
memiliki keterkaitan dengan bank. Surveillance dilakukan dalam rangka monitoring,
12 Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia No. 18/38/DKMP Tanggal 28 Desember 2016 perihal Perubahan Keempat atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah
dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional.
13 PBI No.17/22/PBI/2015 tanggal 23 Desember 2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer.
82
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
identifikasi, dan asesmen terhadap potensi risiko sistemik yang mungkin timbul dalam
sistem keuangan.
Berdasarkan hasil surveillance, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan makroprudensial
berupa pemeriksaan tematik maupun kepatuhan. Pemeriksaan tematik menilai kondisi dan
praktik bank yang memiliki potensi risiko sistemik dan dapat mengganggu stabilitas sistem
keuangan. Adapun pemeriksaan kepatuhan menilai kesesuaian praktik yang dilakukan
bank dengan ketentuan makroprudensial.
Pada 2016, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan tematik likuiditas bank untuk (i) menilai
dampak kondisi makroekonomi terhadap likuiditas bank yang berpotensi menimbulkan
risiko sistemik, (ii) mempelajari ketahanan likuiditas bank dalam menghadapi perubahan
ekstrem kondisi makroekonomi dan kemungkinan dampaknya terhadap bank lain
(contagion impact/interconnectedness) dalam industri perbankan, dan (iii) mendalami
transmisi kebijakan Bank Indonesia khususnya terkait dengan likuiditas perbankan.
Untuk
meningkatkan
pengawasan atas
ketahanan bank
terhadap kondisi
makroekonomi,
Bank Indonesia
melakukan
pemeriksaan
tematik likuiditas
bank dan
pemeriksaan
kepatuhan bank
terhadap aturan
kebijakan LTV dan
kegiatan APMK.
Pemeriksaan kepatuhan dilakukan untuk memantau implementasi kebijakan Loan to
Value (LTV) dan kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Pemeriksaan LTV
dilakukan untuk: (i) menilai respons bank terhadap kebijakan LTV, (ii) mengidentifikasi
kendala dalam penyaluran kredit properti, (iii) mengevaluasi implementasi kebijakan
termasuk kepatuhan atas ketentuan rasio LTV atau rasio Financing to Value (FTV) untuk
kredit atau pembiayaan properti, serta (iv) mereview kecukupan infrastruktur antara lain
kebijakan, SOP dan sistem informasi terkait LTV.
Sementara itu, pemeriksaan APMK dilakukan untuk mengevaluasi kesiapan bank dalam
(i) implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan PIN Online 6 (enam) digit untuk
Kartu ATM dan/atau Debet, terminal Automated Teller Machine (ATM), terminal Electronic
Data Capture (EDC) dan host and back end system, serta (ii) mengevaluasi kepatuhan Bank
terhadap ketentuan sistem pembayaran Bank Indonesia khususnya APMK dan Uang
Elektronik.
Implementasi National and Regional Balance Sheet untuk Mengukur Kerentanan
Sistem Keuangan Indonesia
Krisis keuangan global membuktikan bahwa eksposur keuangan yang besar dan
interkoneksi yang tinggi antar sektor melintasi batas negara menyebabkan terjadinya
penularan krisis dalam waktu singkat. Untuk mendorong terjaganya stabilitas sistem
keuangan berdasarkan analisis dan pengawasan komprehensif atas mitigasi aspekaspek risiko financial imbalances maupun risiko sistemik inter-sektoral, Bank Indonesia
menginisiasi National Balance Sheet (NBS) yang menggabungkan secara sistematis
data statistik seluruh sektor perekonomian dalam satu kesatuan data terintegrasi yang
mengambarkan aktivitas finansial antarsektor. Sektor-sektor itu mencakup perbankan,
institusi keuangan non-bank, korporasi, rumah tangga, pemerintah pusat, pemerintah
daerah, bank sentral, dan sektor eksternal.
Data NBS yang terintegrasi dapat digunakan untuk menganalisis ketidakseimbangan
keuangan (financial imbalances) antar sektor, yaitu suatu keadaan yang dapat dipicu karena
adanya ketidaksesuaian (mismatch) dalam ukuran maupun komposisi aset dan kewajiban
yang dimiliki oleh sektor-sektor ekonomi.
Selain pada level nasional (NBS), Indonesia merupakan negara pertama di dunia
yang menginisiasi penyusunan Regional Balance Sheet (RBS). RBS bertujuan untuk
mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan keuangan regional yang dapat berdampak
terhadap perekonomian dan keuangan nasional. Penyusunan RBS ini sangat penting
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
83
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
mengingat Indonesia terdiri atas banyak provinsi yang memiliki kondisi dan karakteristik
ekonomi dan keuangan berbeda-beda.
Saat ini, penyusunan RBS telah mencakup 33 provinsi yang dapat memberikan gambaran
kondisi perekonomian dan keuangan daerah. RBS juga dapat menggambarkan interaksi
antar sektor dalam suatu regional, interaksi antar regional, dan interaksi suatu regional
dengan sektor luar negeri. RBS akan menjadi salah satu masukan dalam penguatan fungsi
Bank Indonesia di bidang Regional Financial Surveillance (RFS), penguatan fungsi advisory
kepada pemerintah daerah, dan penguatan analisis spasial.
3.2.2. Penguatan Ekonomi Syariah
Bank Indonesia terus mempertahankan komitmen untuk meningkatkan kontribusi
ekonomi syariah dalam perekonomian nasional. Keterlibatan Bank Indonesia
mempertimbangkan pula keterkaitan peran ekonomi syariah dengan tugas Bank
Indonesia untuk mendukung kestabilan harga dan stabilitas sistem keuangan.
Kerja sama
nasional dan
internasional
terus dilakukan
selama 2016 untuk
membangun
kerangka kerja
pengaturan Islamic
Social Sector serta
mengembangkan
ekonomi dan
keuangan syariah
antara lain melalui
penyelenggaraan
Indonesia Shari’a
Economic Festival.
3.2.2.1. Pengembangan Ekonomi Syariah
Berbagai inisiatif dilakukan Bank Indonesia guna mendorong perkembangan ekonomi dan
keuangan syariah baik di domestik maupun internasional. Inisiatif itu antara lain dengan
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ilmiah yang membahas isu-isu terkini yang dihadapi
oleh ekonomi dan keuangan syariah, pilot project optimalisasi dana zakat, berperan aktif
dalam kegiatan fora internasional ekonomi dan keuangan syariah, serta melaksanakan
kegiatan promosi produk ekonomi dan keuangan syariah.
Penyelenggaraan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF)
ISEF merupakan salah satu kegiatan ekonomi dan keuangan syariah yang menyatukan
pengembangan keuangan syariah dan kegiatan ekonomi di sektor riil. Pada kesempatan
ini dicanangkan Komitmen Bersama Akselerasi Pengembangan Ekonomi dan Keuangan
Syariah. Komitmen ini melibatkan Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan,
Lembaga Penjamin Simpanan, Badan Ekonomi Kreatif, Komisi XI DPR RI, Wakil Gubernur
Jawa Timur, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf
Indonesia, dan pimpinan 17 Pondok Pesantren di Jawa Timur. Kolaborasi antar lembaga ini
diharapkan dapat lebih mengoptimalkan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Salah satu kegiatan utama dalam ISEF 2016 adalah 2nd International Journal of Islamic
Monetary Economics and Finance (JIMF) Call for Paper dengan tema Integrating Islamic
Commercial And Social Finance to Strengthen Financial System Stability. Kegiatan ini
merupakan sarana untuk mendiskusikan hasil pemikiran/kajian dari para peneliti/akademisi
di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Kegiatan Call for Paper diikuti oleh peserta dari 13
negara, dengan jumlah kajian yang terkumpul sebanyak 96 kajian. Sementara itu, kegiatan
plenary session JIMF Call for Paper melibatkan pembicara nasional maupun internasional
yang memiliki keahlian di bidang ekonomi dan keuangan syariah.
Pilot Project Optimalisasi Dana Zakat
Dalam pembangunan kerangka kerja pengaturan Islamic Social Sector di Indonesia, Bank
Indonesia bersama dengan BAZNAS melakukan inisiasi penyusunan Zakat Core Principles
84
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
dalam working group internasional. Zakat Core Principles diluncurkan dalam acara World
Humanitarian Summit, PBB, 23 Mei 2016. Peluncuran Zakat Core Principles di forum PBB itu
menunjukkan pengakuan beberapa pihak yang melihat adanya potensi kekuatan sektor
zakat untuk dapat berkontribusi dalam penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi
melalui jalur yang belum pernah dilakukan. Dengan demikian, sistem zakat secara
internasional, termasuk sistem zakat di Indonesia, telah memiliki suatu standar operasional
yang baik sebagai acuan, terutama dalam penyusunan program pengembangan sistem
zakat nasional sebagai salah satu pilar pembangunan sistem perekonomian nasional.
Peluncuran Zakat Core Principles ini akan dilanjutkan dengan penyusunan standar-standar
operasional pengaturan zakat. Ke depan, Bank Indonesia akan senantiasa membantu
BAZNAS untuk menyusun standar regulasi zakat yang semakin efektif. Dalam jangka
panjang, sistem zakat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjadi mitra bagi Bank
Indonesia untuk menurunkan tekanan inflasi di daerah-daerah yang secara sistem cukup
jauh untuk dijangkau oleh mekanisme yang ada saat ini.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyalurkan dana kepada 18 orang mustahik.
Selanjutnya, akan dilakukan pendampingan dan pemantauan terhadap mustahik untuk
menilai dan menjaga efektivitas penyaluran dana zakat kepada perkembangan usaha
produktif mustahik.
3.2.2.2. Pendalaman Pasar Keuangan Syariah
Penyusunan dan Launching Islamic Financial Market Code of Conduct (iCOC)
Transaksi di pasar keuangan syariah semakin berkembang dengan pelaku yang terdiri
atas perbankan konvensional dan perbankan syariah. Untuk mendukung pelaksanaan
transaksi, khususnya untuk menciptakan etika, tata kelola, dan perilaku transaksi yang baik
dan sesuai prinsip syariah, Bank Indonesia mengasistensi pelaku pasar keuangan (Indonesia
Islamic Global Market Association-IIGMA) untuk menyusun Islamic Financial Market Code of
Conduct (iCOC).
Keberadaan iCOC akan memperbaiki tata kelola dan etika transaksi di pasar keuangan
syariah. terutama memastikan kepatuhan pelaku kepada prinsip syariah, fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN), peraturan regulator pasar keuangan syariah, dan Islamic market best
practices. Selain itu, penerapan iCOC diharapkan akan meningkatkan kepercayaan investor,
sehingga mendorong peningkatan investasi di pasar keuangan syariah. Penyusunan iCOC
sekaligus mendukung upaya akselerasi dan pendalaman pasar keuangan syariah, terutama
untuk menciptakan suatu “unique and sharia compliance Islamic market best practices” pasar
keuangan syariah Indonesia.
Pada 2016,
Bank Indonesia
mendorong
inovasi dan
penggunaan sukuk
serta hedging
syariah. Upaya
peningkatan
pendalaman
pasar keuangan.
didukung
perbaikan tata
kelola dan
etika dalam
bertransaksi.
Seminar Pendalaman Pasar Keuangan Syariah
Untuk mensosialisasikan inovasi model sukuk terbaru, Bank Indonesia menyelenggarakan
seminar pendalaman pasar keuangan syariah. Selain memperkenalkan model sukuk,
seminar ini juga memberikan pemahaman mengenai implementasi sukuk, mendorong
penerbitan sukuk, sekaligus mengetahui minat investor terhadap instrumen sukuk. Inovasi
sukuk yang telah dilakukan oleh beberapa pihak yaitu:
1. Sukuk Garuda (sukuk global BUMN) cukup sukses dan dapat mendorong penerbitan
serupa oleh BUMN lain.
2.Muhammadiyah bekerja sama dengan Bank Mandiri juga akan menerbitkan
sukuk. Hal ini akan menjadi penarik minat lembaga atau organisasi Islam lain untuk
mengoptimalkan pendanaannya.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
85
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.Bank Indonesia bersama Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Keuangan
menginisiasi model sukuk linked wakaf. Inovasi model sukuk ini diharapkan dapat lebih
meningkatkan optimaliasi penggunaan aset wakaf yang idle oleh BUMN atau korporasi
lain.
4. Sebagai varian terbaru Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), sukuk tabungan terbukti
cukup sukses untuk menarik investor ritel. Selain inovasi model sukuk, terdapat
juga penjaminan infrastruktur yang dapat mendukung dan memberikan jaminan
pelaksanaan proyek infrastruktur sukuk.
Peluncuran Model Sukuk Linked Waqaf
Bank Indonesia bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Keuangan telah
meluncurkan model Sukuk linked Wakaf sebagai inovasi dan terobosan baru keuangan
syariah Indonesia untuk mengoptimalkan aset wakaf yang selama ini kurang berkembang
karena keterbatasan dana yang dimiliki pengelola aset wakaf (nadzhir). Mempertimbangkan
kesamaan karakteristik sosial dengan aset wakaf yang ditujukan untuk kepentingan publik,
BUMN merupakan pihak yang paling tepat untuk menerbitkan sukuk linked wakaf.
Model sukuk linked wakaf diawali oleh kontrak sewa aset wakaf berjangka panjang antara
nadzhir dan BUMN sebagai penerbit sukuk. Selanjutnya, BUMN menghimpun dana
untuk pembangunan aset wakaf melalui penerbitan sukuk kepada investor. Pembayaran
imbal hasil kepada investor dilakukan secara periodik ketika bangunan aset wakaf telah
menghasilkan pendapatan sewa. Pada akhir periode sukuk, aset wakaf diserahkan oleh
BUMN kepada nadzhir.
Model ini diharapkan dapat menarik minat penerbit sukuk, investor, pelaku pasar, dan
pihak terkait lainnya. Penerbitan sukuk ini akan mendukung pengembangan aset wakaf,
program pemerintah untuk menyediakan fasilitas (saran dan prasarana) sosial bagi
masyarakat, menambah varian sukuk di pasar keuangan syariah sekaligus pendalaman
pasar keuangan syariah.
Kajian Aplikasi Model Sukuk IILM untuk Pasar Sukuk Indonesia
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mengkaji penerapan model sukuk International
Islamic Liquidity Management (IILM) di Indonesia. Model sukuk yang berasal dari Bank
Negara Malaysia (BNM) ini cukup unik karena menggunakan akad sale and lease back
dengan underlying asset. Aplikasi model sukuk IILM di Indonesia menghasilkan konstruksi
beragam model sukuk yang dapat diterbitkan oleh korporasi (perbankan dan korporasi
non bank), pemerintah daerah, organisasi sosial, maupun lembaga pemerintah lainnya.
Penerbitan sukuk model ini akan menambah varian sukuk di pasar sekunder, meningkatkan
penanaman dana oleh investor, sekaligus memperdalam pasar keuangan syariah Indonesia.
Kajian Pendukung Pengaturan Bank Indonesia untuk Sertifikat Deposito Syariah
(NCD syariah)
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelesaikan kajian pengaturan NCD Syariah. Kajian
tersebut berisi karakteristik instrumen NCD syariah, mekanisme transaksi, benchmarking
transaksi NCD syariah di negara lain, dan bentuk-bentuk pengaturan transaksi NCD syariah.
Penyusunan kajian sejalan dengan penerbitan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang
Sertifikat Deposito Syariah (NCD Syariah) pada Desember 2015 dan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan terkait NCD.
86
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Meningkatkan Implementasi PBI Repo dan Hedging Syariah
Bank Indonesia melakukan monitoring kegiatan di pasar keuangan syariah secara berkala,
terutama untuk memantau realisasi transaksi repo syariah atau hedging syariah pasca
pemberlakuan PBI repo dan hedging syariah. Pada triwulan I-2016, peraturan mengenai
transaksi lindung nilai syariah (hedging syariah) ditetapkan dalam rangka penguatan
struktur pasar valuta asing domestik dan memitigasi risiko pergerakan nilai tukar Rupiah.
Bank Indonesia juga aktif berdiskusi dengan pelaku pasar keuangan syariah untuk
memperoleh masukan atas kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan transaksi repo dan
hedging syariah.
Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai ketentuan pasar uang
antarbank syariah (PUAS), pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melaksanakan sosialisasi
PBI Repo syariah dan Hedging Syariah di Makassar kepada pelaku usaha syariah dan
perbankan syariah wilayah Indonesia Timur. Para pelaku usaha antara lain mencakup hotel
syariah, rumah sakit Islam, farmasi syariah, bisnis ritel Islam, pengusaha busana muslim dan
muslimah, sekolah Islam, perfilman Islam, dan supermarket Islam. Pelaksanaan sosialisasi
dilakukan dalam bentuk presentasi, diskusi, dan film animasi pendek yang menjelaskan
mengenai transaksi hedging syariah. Kegiatan sosialisasi sebelumnya telah dilakukan di
Medan dan Jogjakarta yang mencakup pelaku usaha dan perbankan syariah di wilayah
Sumatera dan Jawa.
3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan
Bank Indonesia terus melakukan berbagai program pengembangan pasar keuangan untuk
menciptakan pasar uang yang dalam dan efisien, guna mendukung transmisi kebijakan
moneter dan mendukung pembiayaan pembangunan. Sebagai upaya memperdalam
pasar keuangan, Bank Indonesia terus melakukan penyempurnaan dengan menggunakan
pendekatan 7 (tujuh) ekosistem pendalaman pasar.
Pertama, instrumen, dengan prioritas pengembangan instrumen pasar rupiah dan valuta
asing, baik di pasar uang rupiah, pasar valas, pasar obligasi, dan pasar saham, seperti Call
Spread Option (CSO), Commercial Paper (CP), Negotiable Certificateof Deposit (NCD).
Kedua, pengguna/penyedia dana, dengan prioritas menambah jumlah penyedia dan
pengguna dana sekaligus mendorong keaktifan dalam transaksi.
Ketiga, lembaga perantara (intermediaries), dengan prioritas penguatan kelembagaan di
pasar keuangan meliputi institusi perbankan dan non-perbankan, termasuk pembentukan
Komite Nasional Pendalaman Pasar Keuangan.
Pada 2016,
Bank Indonesia
memperkuat
infrastruktur pasar
uang dan secara
aktif mendorong
transaksi lindung
nilai. Sejalan
dengan kebijakan
nilai tukar, Bank
Indonesia menjaga
kecukupan
likuiditas valuta
asing untuk
memenuhi
kebutuhan
transaksi.
Keempat, infrastruktur pasar, dengan prioritas membangun dan mensinkronkan
infrastruktur pasar keuangan, meliputi Electronic Trading Platform (ETP), Financial
Technology (Fintech), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), Central
Counterparty (CCP), Bursa, dan lain-lain.
Kelima, kerangka pengaturan (regulatory framework), dengan prioritas pada kejelasan,
harmonisasi dan penyesuaian regulasi, standardisasi perlakuan akuntansi, dan lain-lain.
Keenam, benchmark rate, dengan prioritas memperkuat kredibilitas benchmark rate seperti
Jakarta Interbank Offered Rate (Jibor), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Indonesia
Bond Pricing Agency (IBPA) rate, dan lain-lain.
Ketujuh, koordinasi dan edukasi, dengan prioritas koordinasi dengan OJK dan Kementerian
Keuangan dalam rangka pendalaman pasar keuangan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
87
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Prioritas Pengembangan
instrumen pasar Rupiah dan
valuta asing, a.l. CSO, CP, NCD, dll
Instrumen
Prioritas penguatan dukungan
kelembagaan, termasuk
pembentukan Komite Nasional
Pendalaman Pasar keuangan
Prioritas pada kejelasan,
harmonisasi dan penyesuaian
regulasi, standardisasi perlakuan
akuntansi
Lembaga
Perantara
(Intermediaries)
Pengguna/
Penyedia
Dana
Koordinasi
& Edukasi
Kerangka
Pengaturan
(Regulatory
Framework)
Benchmark
& Rate
Infrastruktur
Prioritas menambah jumlah
penyedia dan pengguna dana
sekaligus mendorong keaktifan
dalam transaksi
Prioritas memperkuat
kredibilitas benchmark rate
seperti JIBOR, JISDOR, IBPA rate, dll
Prioritas membangun dan
mensinkronkan infrastruktur
pasar keuangan, meliputi ETP,
Fintech, BI-SSSS, Bursa, dll
Gambar 3.1
7 (Tujuh) Ekosistem Pendalaman Pasar Keuangan
Berdasarkan pendekatan pengembangan pasar keuangan berbasis 7 ekosistem tersebut,
Bank Indonesia menyusun kebijakan pendalaman pasar keuangan yang komprehensif.
Dengan berdirinya Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan
(FK-PPPK), Bank Indonesia mengembangkan pasar keuangan secara lebih terintegrasi
bersama Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Keuangan. Bank Indonesia juga
melakukan koordinasi untuk meningkatkan peran pelaku/asosiasi di pasar keuangan
seperti Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC).
Koordinasi tersebut difokuskan untuk mempercepat penerbitan berbagai instrumen di
pasar uang, seperti Surat Berharga Komersial (CP), Negotiable Certificate of Deposit (NCD),
dan Call Spread Option (CSO). Untuk meningkatkan benchmark rate yang kredibel bagi
pelaku pasar uang, Bank Indonesia menyusun ketentuan mengenai JIBOR dan JISDOR.
Penguatan kemampuan pelaku di pasar uang, dilakukan pengembangan ketentuan
Pialang Pasar Uang (PPU). Bank Indonesia juga melakukan focus group discussion (FGD)
sertifikasi dealer dan implementasi code of conduct yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan pelaku transaksi dan kepatuhan terhadap ketentuan dan etika pialang uang.
Dalam rangka memperkuat infrastruktur pasar uang, Bank Indonesia menyempurnakan
sistem transaksi dan pelaporan. Pengembangan infrastruktur antara lain meliputi
pengembangan electronic trading platform (ETP), persiapan alternatif penggunaan BISSSS untuk menatausahakan NCD dan CP, melakukan analisis dan pengembangan terkait
roadmap Cetral Counterparty (CCP).
Pengembangan CCP bertujuan untuk meminimalisir risiko transaksi di pasar keuangan,
dengan mencegah kegagalan pelaksanaan/penyelesaian transaksi (default) yang dapat
menyebabkan efek domino sistemik dan mencegah pengenaan tarif dalam skema
margining rule yang diterapkan di negara maju.
Selain pengembangan CCP, pada triwulan III-2016, Bank Indonesia menyempurnakan
ketentuan tentang transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dan pihak
domestik maupun pihak asing. Dalam pengaturan ini, Bank dilarang melakukan transaksi
structured product valas terhadap Rupiah, kecuali berupa call spread option yang memenuhi
persyaratan. Pengecualian atas transaksi derivatif call spread option ini dilakukan secara
terukur dan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Terkait pelaksanaannya, bank
yang melakukan transaksi call spread option wajib dilakukan secara dynamic hedging. Hal
ini untuk memitigasi risiko “open position” bank terhadap risiko pasar.
88
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan teknis pelaku pasar uang, Bank
Indonesia melaksanakan rangkaian kegiatan capacity building melalui focus group
discussion (FGD) dan workshop. Program tersebut meliputi FGD pengembangan pasar Repo
dan workshop mekanisme operasional transaksi Repo, workshop penyusunan Global Master
Repo Agreement (GMRA), sosialisasi mendorong penandatanganan GMRA dan sosialiasi
ketentuan tentang PUAS dan hedging syariah. Program lainnya adalah FGD peningkatan
transaksi di pasar valas, sosialisasi ketentuan mengenai suku bunga penawaran antarbank,
dan sosialisasi ketentuan mengenai pasar uang14.
Untuk memperdalam pasar valuta asing, Bank Indonesia terus berupaya menjaga
kecukupan likuiditas valuta asing untuk memenuhi kebutuhan transaksi terutama ekspor
dan impor, berlandaskan pada ketentuan kehati-hatian (prudential measures). Untuk
mengurangi ketergantungan kepada mata uang tertentu dan mengurangi volatilitas nilai
tukar Rupiah, Bank Indonesia telah menandatangani kerja sama dengan negara kawasan,
yaitu Malaysia dan Thailand dalam skema Local Currency Settlement (LCS).
Secara intensif, Bank Indonesia melakukan sosialisasi transaksi valuta asing terhadap Rupiah
antara bank dengan pihak domestik dan pihak asing kepada nasabah korporasi perbankan.
Bank Indonesia juga terus mendorong penggunaan instrumen derivatif dalam rangka
lindung nilai atas risiko nilai tukar, baik transaksi lindung nilai konvensional seperti plain
vanilla maupun structured product seperti calls preadoption, serta lindung nilai berbasis
prinsip syariah (hedging syariah).
Bank Indonesia secara aktif mendorong bank untuk melakukan transaksi lindung nilai
dengan structured product yang lebih efisien, seperti Call Spread Option (CSO). Bank
Indonesia juga aktif mensosialiasikan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar
negeri guna menjaga ketahanan ekonomi Indonesia.
BOKS
Bank Indonesia Menjadi Poros Pengembangan
Ekonomi dan Keuangan Syariah
Bank Indonesia menyelenggarakan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) pada
25 – 28 Oktober 2016 di Surabaya. Penyelenggaraan ISEF yang telah dimulai sejak
2014 menandakan peran aktif Indonesia sebagai poros pengembangan ekonomi
syariah internasional. ISEF diinisiasi Bank Indonesia dan diselenggarakan bekerja
sama dengan Badan Ekonomi Kreatif, Islamic Development Bank, Badan Amil Zakat
Nasional, Badan Wakaf Indonesia, Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, Kementerian
Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian PPN-Bappenas, serta Pemerintah
Provinsi Jawa Timur, sebagai bagian dari peran aktif dalam memperkuat ekonomi
dan keuangan syariah secara nasional.
Rangkaian acara ISEF terdiri atas 2 (dua) segmen utama yaitu Shari’a Economic Forum
dan Shari’a Fair. Shari’a economic forum dan talkshow bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada stakeholders mengenai konsepsi dasar ekonomi dan keuangan
syariah maupun isu-isu terkini. Hal utama yang diangkat dalam Shari’a Forum
adalah mengenai integrasi sisi komersial dan sosial dalam ekonomi syariah untuk
meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Topik tersebut diangkat untuk lebih
14 PBI No. 18/11/PBI/2016 tanggal 10 Agustus 2016 perihal Pasar Uang.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
89
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
mengoptimalisasi pengelolaan zakat dan wakaf untuk meningkatkan ketahanan
ekonomi nasional. Selain itu, dibahas pula mengenai usaha-usaha pendalaman
pasar keuangan syariah. Di sektor riil, dilakukan pula pembahasan mengenai inklusi
keuangan syariah, yang antara lain dilakukan dengan pembentukan less cash zone
di pesantren.
Dalam
Shari’a
Fair,
konsep
yang
diangkat
adalah
aspek-aspek
ekonomi
syariah
yang
berpotensi
untuk
dikembangkan,
yaitu
5F: Finance (keuangan), Fashion, Food (kuliner), Funtrepreneur (wirausaha),
dan Fundutainment (pendidikan dan hiburan). Shari’a Fair menampilkan
rangkaian pameran produk-produk UMKM kreatif berbasis syariah yang juga
disertai dengan talkshow, workshop, hiburan dan festival kuliner berbasis syariah.
Dibandingkan tahun sebelumnya, tingkat partisipasi Shari’a Fair meningkat
sebagaimana tercermin pada peningkatan jumlah booth, pengunjung, dan nilai
transaksi. Dengan penyelenggaraan Shari’a Fair, masyarakat dapat berkenalan dan
bersentuhan langsung dengan produk ekonomi dan keuangan syariah.
Melalui penyelenggaraan ISEF 2016, Bank Indonesia berharap ekonomi dan
keuangan syariah di Indonesia dapat terus meningkat, baik melalui kajian-kajian
yang mendukung maupun pemahaman dan penerimaan masyarakat yang semakin
tinggi.
3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif
Perluasan akses
keuangan yang
inklusif selama
2016 ditempuh
melalui program
elektronifikasi
dan perluasan
ekosistem transaksi
nontunai berbasis
layanan keuangan
digital dan sinergi
dengan pihak
terkait.
Semangat untuk meningkatkan jumlah masyarakat yang dapat mengakses layanan
keuangan formal semakin tinggi. Pada 18 November 2016, Presiden RI Joko Widodo telah
meluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Keuangan inklusif telah menjadi
program prioritas untuk Indonesia, dimulai dari peluncuran dokumen awal Strategi
Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) pada 2012, oleh Wakil Presiden RI dalam kegiatan the
1st ASEAN Conference on Financial Inclusion. Selanjutnya, pada 1 September 2016, Presiden
Republik Indonesia menandatangani Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016 mengenai
Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Dalam SNKI, keuangan inklusif didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota
masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas
secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang dituju
difokuskan kepada masyarakat berpendapatan rendah, pelaku usaha mikro dan kecil, serta
masyarakat yang merupakan lintas kelompok seperti pekerja migran, wanita, kelompok
masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), masyarakat di daerah
tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau terluar, serta pelajar, mahasiswa, dan pemuda.
SNKI terdiri atas 5 (lima) pilar, yaitu edukasi keuangan, hak properti masyarakat, fasilitas
intermediasi dan saluran distribusi keuangan, layanan keuangan kepada sektor pemerintah,
serta perlindungan konsumen. Pilar SNKI tersebut didukung oleh 3 fondasi, yakni
kebijakan dan regulasi yang kondusif, infrastruktur dan teknologi informasi keuangan yang
mendukung, serta organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif.
Sebagai bentuk komitmen Bank Indonesia dalam mendukung SNKI tersebut, selama tahun
2016 Bank Indonesia telah melakukan dual kebijakan untuk keuangan inkusif, yaitu:
90
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
a. Kebijakan elektronifikasi
Selama 2016, implementasi Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) terus dilakukan melalui
program elektronifikasi. Presiden Republik Indonesia mengarahkan agar setiap penyaluran
bantuan sosial (Bansos) dalam bentuk non-tunai melalui sistem perbankan. Arahan tersebut
telah dituangkan dalam usulan Peraturan Presiden, yang mencantumkan model bisnis
penyaluran Bansos non tunai yang telah disusun oleh Bank Indonesia. Penggunaan 1 kartu
dan 1 rekening untuk penyaluran berbagai jenis Bansos menunjukkan peran elektronifikasi
dalam meningkatkan nilai tambah dan manfaat bagi masyarakat penerima bantuan,
pemerintah, dan lembaga penyalur. Prinsip dalam mewujudkan program bantuan adalah
“Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat
Kualitas” atau prinsip 6T. Selama 2016, Bank Indonesia bersama Kementrian Sosial telah
menginisiasi penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) melalui Layanan
Keuangan Digital (LKD) kepada 612.000 ribu penerima di 18 provinsi dan penyaluran
bantuan pangan Beras Sejahtera (Rastra) melalui Himpunan Bank-bank Negara (Himbara).
Program penyaluran Bansos non-tunai akan terus diimplementasikan antara lain untuk
bantuan pangan (Rastra) di 44 kab/kota, Program Keluarga Harapan, dan Program Indonesia
Pintar.
b. Kebijakan perluasan ekosistem transaksi tunai
Sebagai upaya peningkatan akses keuangan, Bank Indonesia dan Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah menandatangani nota
kesepahaman pada 26 Mei 2016. Nota kesepahaman itu terkait peningkatan akses keuangan
dan elektronifikasi penyaluran bantuan dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat di desa, kawasan perdesaan, daerah tertinggal, dan kawasan transmigrasi.
Sebagai bagian dari nota kesepahaman tersebut, Bank Indonesia juga menginisiasi proyek
percontohan (pilot project) desa digital di desa Sindang Jawa, Cirebon, yang memfokuskan
pada pemanfaatan dana desa secara non-tunai melalui kehadiran agen LKD.
Pada 2016, Bank Indonesia juga masih melakukan upaya perluasan akses keuangan
dengan menghadirkan Layanan Keuangan Digital (LKD) di pondok pesantren. Alasannya,
pondok pesantren dapat menjadi pembawa pengaruh (influencer) kepada sebagian besar
masyarakat di sekitarnya. Beberapa transaksi yang telah difasilitasi antara lain pembayaran
uang sekolah siswa, gaji karyawan, dan zakat. Ke depan, LKD diharapkan tidak hanya
berfokus pada aktivitas internal pondok pesantren, namun juga dapat berperan pada
masyarakat di luar pondok pesantren.
Perluasan LKD untuk komunitas tertentu juga dilakukan kepada TKI dan keluarga. Perluasan
tersebut ditempuh dengan pengembangan remitansi secara non-tunai dengan berbasis
digital, sebelumnya cash to cash menjadi cash to account. Langkah ini mendorong keluarga
penerima memiliki akses keuangan.
Peningkatan transaksi ritel non-tunai juga difokuskan pada sektor transportasi yang masih
didominasi transaksi tunai. Peningkatan transaksi di sektor transportasi dilakukan melalui
pengembangan program electronic toll collection dan kerjasama e-ticketing, serta e-parking.
Bank Indonesia juga mengembangkan konsep smartcity terkait pengembangan ekosistem
pembayaran non-tunai. Beberapa kota yang telah mengimplementasikan antara lain
Jakarta dengan konsep pembayaran kartu Jakarta One, Bandung, Makassar dengan Smart
Card Makassar, Sumatera Utara dengan Kartu Sumut Elektonic Payment and Purchase (SEPP),
dan komunitas nelayan dengan Kartu layanan keuangan terintegrasi (Lantera).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
91
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
Selama ini, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam
struktur perekonomian Indonesia. Sekitar 99,9% unit bisnis di Indonesia merupakan UMKM
dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia (Kementerian Koperasi dan UKM, 2014).
Meski demikian, dukungan pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM di Indonesia
hanya mencapai 7,2% dari produk domestik bruto (PDB). Dukungan pembiayaan ini paling
rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Kamboja
(Asian Development Bank, World Bank Global Index, 2014).
Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem
keuangan tersebut telah mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil
dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui dua pendekatan utama,
yaitu peningkatan kapasitas ekonomi UMKM dan peningkatan pembiayaan maupun akses
keuangan UMKM. Pelaksanaan kegiatan tersebut didasari oleh hasil penelitian/kajian yang
mendukung pengembangan UMKM dan didukung pula dengan kerja sama dan koordinasi
pada lingkup domestik maupun internasional.
3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan UMKM
Pada 2016,
Bank Indonesia
melakukan
inovasi untuk
meningkatkan
bankabilitas
UMKM melalui
pemanfaatan
sistem resi gudang,
pengembangan
model bisnis
hilirisasi, dan
pelatihan
pencatatan
transaksi keuangan
menggunakan
aplikasi.
Pada 2016, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM melalui
berbagai program untuk meningkatkan kapasitas ekonomi UMKM serta meningkatkan
pembiayaan dan akses keuangan UMKM.
Peningkatan kapasitas ekonomi UMKM
Sejalan dengan fungsi Bank Indonesia dalam pengendalian harga, Bank Indonesia
berupaya untuk mendorong peningkatan kapasitas ekonomi UMKM dengan tujuan
utama meningkatkan daya beli masyarakat dan pasokan komoditas volatile food. Upaya
tersebut diwujudkan melalui program-program antara lain pengembangan klaster, UMKM
unggulan, wirausaha Bank Indonesia, pelatihan, edukasi, dan pendampingan UMKM.
Selama 2016, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan antara lain:
a.Program Local Economic Development (LED).
Bank Indonesia memperkuat pelaksanaan program penciptaan aktivitas ekonomi baru
di daerah dan desa melalui pengembangan UMKM unggulan dengan pendekatan
ekonomi lokal atau Local Economic Development (LED). Pada 2016, program LED
dilaksanakan di 2 (dua) wilayah dengan tema industri kreatif dan pemberdayaan
perempuan. Implementasi tema industri kreatif diwujudkan melalui kesepakatan/
komitmen bersama antara Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, dan
Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar untuk mengembangkan produk Tenun
Mandar. Sementara itu, tema pemberdayaan perempuan dilaksanakan melalui
kesepakatan kerja sama antara Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah Manokwari
untuk mengembangkan UMKM unggulan dengan fokus pada pelaku usaha dan pekerja
wanita.
b. Pilot Project Model Bisnis Klaster Ketahanan Pangan (Hilirisasi).
92
Terkait dengan upaya pengendalian harga volatile food, Bank Indonesia mendorong
perluasan dan pengembangan klaster UMKM dengan pendekatan hilirisasi dan menjadi
salah satu instrumen Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Pada 2016, Bank Indonesia
bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat telah melaksanakan proyek
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
percontohan (pilot project) hilirisasi untuk komoditas bawang merah di Kabupaten
Brebes, Jawa Tengah dan komoditas cabai merah di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
Proyek percontohan ini bertujuan untuk membangun model bisnis klaster dengan fokus
pada pengolahan komoditas pascapanen menjadi produk turunan yang memiliki nilai
tambah. Terdapat 2 (dua) pendekatan dalam implementasi program hilirisasi sebagai
berikut:
• Pertama, hilirisasi dengan skala menengah (agroindustri). Pendekatan ini dapat
diterapkan pada klaster yang sudah kuat dilihat dari kapasitas produksi dan
kelembagaan ekonomi petani. Walaupun berskala menengah, dalam model yang
disusun tetap melibatkan petani/ poktan sebagai salah satu mitra klaster.
• Kedua, hilirisasi skala kecil (industri rumahan), sebagai upaya peningkatan potensi
usaha dan kapasitas ekonomi kelompok tani. Dalam pendekatan ini, hilirisasi akan
ditingkatkan ke skala lebih besar sehingga perlu dilakukan penguatan kapasitas
usaha dan kelembagaan/kelompok.
Sejak triwulan III-2016, implementasi tahapan hilirisasi difokuskan pada perencanaan
bisnis sistem klaster yang meliputi skema investasi, penyusunan profil industri,
perhitungan kelayakan industri, dan penilaian komposisi investasi.
c. Penyelenggaraan Pameran Produk UMKM Binaan Bank Indonesia.
Untuk mendorong peningkatan akses pasar UMKM, Bank Indonesia menginisiasi
penyelenggaraan pameran produk UMKM Binaan Bank Indonesia dan aktif berpartisipasi
pada berbagai kegiatan pameran produk UMKM. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia
mendorong pengembangan UMKM industri kreatif dan ketahanan pangan berbasis
syariah pada Shari’a Fair yang merupakan rangkaian penyelenggaraan 3rd Indonesia
Shari’a Economic Festival (ISEF). Kegiatan ini mengusung konsep 5F (Finance, Food,
Fashion, Funtrepreneur, dan Fundutainment).
Meningkatkan Pembiayaan dan Akses Keuangan UMKM
Bank Indonesia melakukan program perluasan dan pendalaman infrastruktur kredit UMKM
untuk mengurangi kendala assymmetric information yang disebabkan adanya kesenjangan
antara kapasitas UMKM dan kapasitas pembiayaan perbankan. Hal ini dilakukan antara lain
melalui program:
a. Peningkatan akses jasa keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan
Bank Indonesia melakukan proyek percontohan untuk meningkatkan akses jasa
keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan tangkap di Provinsi
Jawa Tengah dan Provinsi Gorontalo. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
pesisir mengenai jasa layanan perbankan dan manfaatnya, Bank Indonesia melakukan
sosialisasi berbagai jenis produk perbankan. Selain itu, Bank Indonesia melakukan
pelatihan untuk peningkatan kapasitas usaha, manajemen keuangan sederhana, dan
teknik pemasaran produk hasil olahan perikanan tangkap. Pada akhir pilot project,
perbankan melakukan penyaluran kredit kepada kelompok masyarakat pesisir.
b. Kajian arah pengembangan klaster komoditas volatile food untuk pengendalian inflasi.
Berdasarkan kajian yang dilakukan di 3 (tiga) lokasi klaster Bank Indonesia, perlu
dilakukan penguatan peran klaster melalui sinergi positif dengan berbagai program
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mendukung pengendalian inflasi.
Ke depan, klaster komoditas volatile food akan diintegrasikan ke dalam program Tim
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
93
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sebagai role model yang implementatif dan dapat
direplikasi di berbagai wilayah.
c. Peningkatan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai salah satu instrumen
pengendalian inflasi dan sarana untuk meningkatkan akses pembiayaan.
Bank Indonesia melakukan kajian untuk meningkatkan implementasi SRG. Hasil
kajian tersebut menunjukkan bahwa faktor utama keberhasilan pemanfaatan SRG
terletak pada peran pengelola gudang. Selain harus memiliki kemampuan manajemen
pengelolaan gudang yang baik, pengelola gudang harus memiliki jiwa kewirausahaan.
Kelompok tani juga memegang peranan sangat penting dalam implementasi SRG.
Selain sebagai fasilitator dalam sharing informasi, kelompok tani berperan untuk
memperkuat bargaining position petani Indonesia yang umumnya memiliki skala
usaha yang sangat kecil. Peran pemerintah daerah juga sangat signifikan dalam
pengembangan implementasi SRG di daerah.
Pada 2016, Bank Indonesia telah melaksanakan proyek percontohan di 2 (dua) lokasi,
yaitu di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (komoditas Gabah) dan Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara (komoditas Kakao). Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia
menyelenggarakan focus group discussion (FGD) dengan pelaku dan kementerian/
lembaga terkait untuk monitoring, evaluasi, dan finalisasi laporan akhir.
d. Pelatihan pencatatan transaksi keuangan (PTK) dan aplikasi pencatatan transaksi
keuangan
Pada 2016,
Bank Indonesia
melakukan
inovasi untuk
meningkatkan
bankabilitas
UMKM melalui
pemanfaatan
sistem resi gudang,
pengembangan
model bisnis
hilirisasi, dan
pelatihan
pencatatan
transaksi keuangan
menggunakan
aplikasi.
Untuk meningkatkan kemampuan pelaku Usaha Menengah dan Kecil (UMK) dalam
mencatat transaksi keuangan dan menyusun laporan keuangan, Bank Indonesia
bekerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyusun Pedoman dan Modul
PTK sederhana bagi UMK. Berdasarkan pedoman dan modul tersebut, Bank Indonesia
mengembangkan Aplikasi Pencatatan Transaksi Keuangan (APIK).
Penggunaan APIK oleh UMK diharapkan dapat mengurangi assymetric information dan
membantu perbankan dalam menganalisis kelayakan calon debitur UMK. Saat ini, APIK
dapat diunduh secara gratis di Google Play Store. Hingga akhir 2016, telah terdapat
3.722 pengguna smartphone berbasis android yang mengunduh SI APIK.
Pada 2016, Bank Indonesia telah melaksanakan pelatihan PTK dan APIK sebanyak 13 kali
kepada 880 orang. Para peserta antara lain terdiri dari kelompok perempuan, konsultan
KPwBI wilayah, dinas terkait, konsultan keuangan mitra bank (KKMB), wirausaha
Bank Indonesia (WUBI), Generasi Baru Indonesia (GenBI), perbankan, UMKM binaan
perbankan, perwakilan anggota program pengendalian inflasi binaan KPwBI, penyuluh
perikanan binaan Badan Pengembangan SDM dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan
dan Perikanan (BPSDMP-KP).
3.2.5.2. Upaya Bank Indonesia Mendorong Bank Umum agar Memenuhi Target Rasio
Kredit UMKM
Untuk meningkatkan pembiayaan dan akses keuangan UMKM, Bank Indonesia telah
menerbitkan ketentuan yang mewajibkan bank umum untuk memenuhi target rasio
kredit UMKM secara bertahap, yaitu 10% (2016), 15% (2017), dan 20% (2018), dengan tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian15. Seiring dengan pemberlakuan ketentuan tersebut,
15 PBI No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka
Pengembangan UMKM sebagaimana diubah dengan PBI No. 17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015.
94
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bank Indonesia memantau implementasi ketentuan dan menerapkan kebijakan insentif
dan disinsentif untuk mendorong perbankan memenuhi rasio kredit UMKM yang telah
ditetapkan.
Sampai dengan triwulan IV-2016, 84 dari 118 bank umum telah mencapai rasio kredit
UMKM minimal 10%, atau 47 bank yang memenuhi apabila non-performing loan UMKM
dan total kredit diperhitungkan (< 5%). Beberapa kendala yang dihadapi oleh bank yang
belum memenuhi ketentuan rasio kredit UMKM antara lain:
-Kekurangan expertise dalam penyaluran kredit UMKM.
- Keterbatasan jaringan kantor, infrastruktur, IT, dan SDM.
- Biaya kredit tinggi sehingga bunga tidak kompetitif.
- Kesulitan memperoleh debitur baru.
- Terkendala kebijakan internal bank.
- Belum cukup kuatnya perekonomian domestik yang berdampak pada tingginya risiko
kredit (NPL) UMKM.
3.2.5.3. Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI DN) dalam
Pengembangan UMKM
a. Program Pengendalian Inflasi dalam bentuk Klaster Komoditas Volatile Food
Hingga akhir 2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 178 klaster yang tersebar di
seluruh Indonesia, yaitu di 44 wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
(KPwBI DN). Dari keseluruhan klaster, terdapat 147 klaster ketahanan pangan yang
merupakan sumber inflasi yaitu komoditas cabai, bawang merah, bawang putih, padi, dan
sapi potong. Untuk 31 klaster pangan lainnya antara lain mencakup perikanan, sayuran,
ayam, kedelai, sagu, jagung, itik, tebu, kakao, dan mocaf.
Pada 2016, Bank
Indonesia telah
mengembangkan
178 klaster
komoditas
ketahanan pangan
dan unggulan
daerah di seluruh
wilayah NKRI.
36 Wilayah
30 Wilayah
7 Wilayah
33 Wilayah
41 Wilayah
Lainnya
31 Wilayah
Peta Wilayah Klaster UMKM Binaan Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
95
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Untuk meningkatkan kinerja klaster, Bank Indonesia melalui KPwBI DN di daerah
memberikan bantuan berupa Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), fasilitasi, maupun
bantuan teknis. Bantuan yang diberikan meliputi aspek teknologi/budidaya, kelembagaan,
akses pemasaran, hingga fasilitasi akses pembiayaan. Pada 2016, Bank Indonesia melakukan
kegiatan fasilitasi antara lain:
a. Pelatihan dan Fasilitasi Teknologi Budidaya
Untuk meningkatkan kinerja klaster komoditas yang merupakan sumber pada inflasi
di daerah, KPwBI DN melakukan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya terkini.
Kegiatan yang dilakukan antara lain pelatihan mengatasi Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) secara organik oleh KPwBI Jember dan pelatihan budidaya bawang
merah ramah lingkungan di ANSA School Boyolali oleh KPwBI Provinsi D.I. Yogyakarta.
b. Fasilitasi Kelembagaan
Untuk meningkatkan kapabilitas klaster, KPwBI melakukan fasilitasi kelembagaan antara
lain berupa intermediasi perbankan untuk percepatan akses keuangan UMKM di KPwBI
Provinsi Bali, fasilitasi sertifikasi Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) ke portal Kementerian
Koperasi dan UMKM RI (KPwBI Provinsi Sulawesi Utara), studi banding ke Kulon Progo
terkait manajemen pemasaran sistem lelang (KPwBI Cirebon), dan beberapa program
lainnya.
c. Fasilitasi Aspek Pasar
Untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dari klaster, KPwBI melakukan fasilitasi
pemasaran produk dan kelembagaan klaster melalui pemanfaatan teknologi terkini.
Pada 2016, Bank Indonesia melakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Pemberian informasi pasar potensial dan harga bawang merah melalui web SIGAPURA oleh KPwBI Provinsi Bali.
2) Fasilitasi pembuatan dan aktivasi website Koperasi Maju Sejahtera yaitu tokosapiPO.
com dan pemasaran sapi peranakan ongol (PO) oleh KPwBI Provinsi Lampung.
3) Pemberian apresiasi klaster bawang putih oleh KPwBI Tegal yang diikuti lebih dari
75 peserta petani klaster, UPTD Kec. Bojong dan Bumi Jawa, dan UPE BI Tegal.
4) Memfasilitasi klaster (kel. Tani Mekar Jaya) untuk mengikuti pameran/expo UMKM
di Surabaya oleh KPwBI Tegal.
b. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia
Bank Indonesia melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung pengembangan
wirausaha dan peningkatan akses keuangan. Kegiatan itu di antaranya adalah:
1)Pelaksanaan Training Of Trainers (ToT) pencatatan transaksi keuangan (PTK)
menggunakan aplikasi berbasis smartphone (android) Sistem Informasi Aplikasi
Pencatatan Informasi Keuangan (SI-APIK).
Kegiatan ToT tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan pentingnya pencatatan
transaksi keuangan bagi para wirausaha sekaligus memberikan pelatihan dalam
menyusun laporan keuangan yang sederhana, sistematis, dan terstandar. Pada triwulan
IV-2016, pelaksanaan ToT dilakukan di 3 (tiga) daerah di Indonesia, yaitu Pekalongan,
Sorong (Papua Barat) dan DKI Jakarta. Dengan demikian, sepanjang 2016 ToT PTK telah
dilaksanakan sebanyak 13 (tiga belas) kali di 12 (dua belas) wilayah. Pelaksanaan ToT
96
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
diikuti antara lain oleh konsultan UMKM Bank Indonesia, wirausaha dan UMKM binaan
Bank Indonesia, konsultan keuangan mitra bank (KKMB), perwakilan pemerintah daerah
(dinas perdagangan, dinas perindustrian, dan dinas pertanian), dan perbankan.
2) Peningkatan kapasitas wirausaha Bank Indonesia berupa pelatihan/seminar.
Untuk memberikan tambahan motivasi wirausaha sekaligus meningkatkan minat
berwirausaha bagi para wirausaha dan perwakilan manajemen klaster maupun GenBI,
Bank Indonesia melakukan pelatihan/seminar kepada wirausaha binaan Bank Indonesia
di 2 (dua) daerah, yaitu KPwBI Provinsi Maluku Utara dan KPwBI Cirebon.
3) Pelaksanaan bantuan teknis kepada UMKM.
Untuk mengembangkan wirausaha di daerah, KPwBI memberikan bantuan teknis
kepada UMKM Binaan KPwBI Lhokseumawe berupa pelatihan dengan topik “Wirausaha
Tangguh dan Business Plan” serta “Perluasan dan Jejaring Pasar UMKM”. Selain itu, KPwBI
Provinsi Sumatera Utara meluncurkan Klinik UMKM untuk membantu para wirausaha
untuk mengembangkan usaha baik dari aspek pemasaran, inovasi, atau lainnya.
4)Pemberian award kepada wirausaha di daerah.
Untuk memberikan apresiasi kepada wirausaha, KPwBI Provinsi Kepulauan Riau
menyelenggarakan Maritime and Tourism Entrepreneur Award 2016 di Sumatera.
Wirausaha pemenang I dan II berkesempatan mengikuti training dengan topik Exposure
Visit to Phillipines SMEs. Pemenang III mengikuti training dengan topik Competitive
Marketing Strategydan Marketing Channel Strategy.
3.2.5.4. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM
Bank Indonesia aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada pengembangan
UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan bagi UMKM. Hal ini merupakan salah
satu bentuk komitmen dan peran nyata Bank Indonesia dalam pengembangan akses
dan kapabilitas UMKM. Pada triwulan IV-2016, peran aktif Bank Indonesia dalam fora
internasional meliputi:
a. Menjadi anggota Delegasi RI pada“16thMeeting of the Regional Comprehensive Economic
Partnership Trade Negotiation Committee (RCEP TNC)” pada 6-10 Desember 2016 di BSD
City, Indonesia. Pertemuan dihadiri oleh delegasi dari seluruh negara anggota ASEAN,
Australia, Tiongkok, India, Jepang, Korea, dan New Zealand, dan ASEAN Secretariat.
Delegasi RI terdiri atas Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Luar Negeri, dan
Bank Indonesia. Dalam pertemuan ini, Forum RCEP TNC telah memfinalisasi Chapter on
SMEs dengan pokok penyempurnaan pada Article on Information Sharing dan Article on
Cooperation.
b. Menjadi anggota Delegasi RI pada 2nd ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small,
and Medium Enterprise (ACCMSME) pada 21-25 November 2016 di Bandar Seri Begawan,
Brunei Darusalam. Pertemuan dihadiri oleh delegasi dari seluruh negara anggota ASEAN.
Delegasi RI terdiri atas Kementerian Koperasi dan UKM (sebagai ketua), Kementerian
Luar Negeri, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Bank Indonesia. Salah satu
fokus bahasan dalam pertemuan ini terkait Strategic Action Plan for SME Development
dan alternatif pembiayaan bagi UMKM melalui Financial Techology (Fintech) untuk
mendukung financial inclusion di ASEAN.
c. Mengikuti 67th APRACA Executive Committee Meeting (Excom) & 20th APRACA General
Assembly Meeting (GA) pada 9-11 November 2016 di Kathmandu, Nepal. Pada
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
97
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
kesempatan itu, Bank Indonesia melakukan sharing pengalaman dan berdiskusi
mengenai implementasi keuangan inklusif di Indonesia dan beberapa negara anggota
APRACA. Dalam pertemuan Excom dan GA ini, disepakati kelembagaan APRACA yaitu
Bank Sentral Nepal selaku chairman, Bank of Cylon (Srilanka) selaku vice chairman,
dan India selaku Sekjen APRACA periode 2017-2018. Bank Indonesia kembali terpilih
menjadi salah satu anggota Excom periode 2017-2018.
BOKS
Kesuksesan Klaster Padi Kalimantan Barat Meraih
Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi 2016
Menjaga stabilitas harga atau tingkat inflasi merupakan tugas utama Bank
Indonesia selaku bank sentral. Inflasi di Indonesia umumnya disebabkan oleh
fluktuasi harga komoditas volatile food, yang meliputi komoditas pangan dan
hortikultura. Kerentanan terhadap inflasi dipengaruhi oleh kendala produksi dan
distribusi komoditas volatile food. Merespons permasalahan ini, pada tahun 2006
Bank Indonesia telah menginisiasi pengembangan klaster berbasis komoditas
pangan penyumbang tekanan inflasi volatile food, di antaranya komoditas beras,
bawang merah, bawang putih, cabai merah dan daging sapi. Program ini dilakukan
secara komprehensif dari hulu ke hilir dan dilaksanakan di hampir seluruh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia, bekerja sama dengan pemerintah setempat. Pada akhir
tahun 2016, tercatat sebanyak 169 klaster pengendali inflasi yang dikembangkan
oleh 44 Kantor Perwakilan Bank Indonesia.
Salah satu klaster binaan Bank Indonesia yang dinilai berhasil di 2016 adalah klaster
padi yang dikembangkan oleh Kelompok Tani Nekat Maju di Kalimantan Barat.
Kesuksesan klaster ini terletak pada inovasi teknologi tanam dalam meningkatkan
produktivitas dan volume produksi padi secara signifikan melalui pengembangan
metode baru, yaitu metode Hazton. Metode Hazton merupakan teknologi rekayasa
tanam padi yang memaksimalkan sifat fisiologis tanaman padi. Keunggulan
teknologi ini adalah penerapannya yang sederhana dan tidak banyak mengubah
kebiasaan petani. Dengan menerapkan metode Hazton, produksi padi meningkat
dari sebelumnya 4,5 ton/ha hingga saat ini mencapai 8,2 ton/ha, dan sedang
diusahakan untuk meningkat mencapai 9,5 ton/ha. Selain itu, padi menjadi lebih
tahan penyakit serta lebih efisien dalam penggunaan pupuk. Metode Hazton telah
diterapkan oleh sebagian anggota klaster untuk luas lahan 80 ha dari total luas
areal 200 ha. Akses pemasaran telah terbangun baik, dengan rekanan distributor
yang banyak dan beragam. Klaster ini tengah menggenjot produktivitasnya untuk
memenuhi kebutuhan/permintaan pasar lokal yang belum dapat terpenuhi. Selain
pencapaian kinerja klaster yang baik, klaster ini juga berkontribusi pada peningkatan
taraf hidup masyarakat sekitar melalui pengenalan metode budidaya baru dan
penyediaan fasilitas tempat penjemuran gabah yang tertutup dan penggilingan,
yang dapat dimanfaatkan bersama oleh masyarakat.
Berdasarkan kisah sukses pengembangan klaster ini, Pemerintah Daerah dan Bank
Indonesia berkomitmen untuk mendorong replikasi penerapan metode budidaya
Hazton di wilayah lainnya dengan dukungan lintas sektoral dari Dinas Pertanian,
Badan Ketahanan Pangan, dan Desa, yang berperan penting dalam mendukung
kesuksesan pengembangan klaster.
98
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Klaster padi binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat
berhasil terpilih menjadi salah satu pemenang dalam acara Apresiasi Kinerja
Program Pengendalian Inflasi 2016 dan mendapatkan bantuan teknis berupa
Program Sosial Bank Indonesia. Acara tersebut diikuti oleh 41 klaster binaan
Bank Indonesia dan 29 klaster binaan Kementerian/Pemerintah Daerah/Lembaga
yang mengembangkan komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan
inflasi. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menginspirasi perluasan program
pengendalian inflasi melalui replikasi dan koordinasi pelaksanaan program di
daerah.
3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan
Sistem Informasi Debitur (SID) merupakan sistem yang pengelolaan data perkreditan dari
lembaga keuangan. Data perkreditan adalah data mengenai pengelolaan “Kredit” yang
diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan
usaha. Dalam hal ini, terminologi kata “kredit” tidak hanya terbatas pada kredit dalam arti
utang/pinjaman (loan), namun keseluruhan kewajiban keuangan yang timbul dari seorang
debitur terhadap lembaga keuangan yang di antaranya meliputi pinjaman, bank garansi,
dan Letter of Credit (LC).
Pengelolaan data perkreditan dalam SID berfungsi untuk menyediakan informasi mengenai
rekam jejak (track record) debitur dalam mengelola kreditnya. Selanjutnya, informasi
track­_record tersebut digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai dan menganalisis
calon debitur yang mengajukan kredit. Berdasarkan hasil analisa profil risiko dan faktor
pengembangan lainnya, lembaga keuangan akan menentukan kelayakan calon debitur
dalam pemberian fasilitas kredit.
Pemanfaatan
informasi kredit
selama 2016
terus meningkat
seiring dengan
peningkatan
jumlah debitur
dan fasilitas kredit,
guna menjaga
pertumbuhan
kredit yang sehat,
Pengembangan
SID dilakukan
bekerja sama
dengan otoritas
terkait.
Pengelolaan data perkreditan memberikan dampak positif, di antaranya adalah peningkatan
efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan kredit pada masing-masing lembaga
keuangan. Berdasarkan informasi perkreditan yang disediakan, lembaga keuangan dapat
memberikan kredit kepada debitur dengan tingkat bunga dan jenis agunan yang berbeda
antara satu debitur dan debitur yang lain. Bahkan, apabila diyakini bahwa calon debitur
memiliki rekam jejak yang baik dalam pengelolaan kredit dan memiliki risiko yang rendah,
lembaga keuangan dapat tidak mewajibkan debitur untuk menyediakan agunan sebagai
jaminan atas kreditnya.
Selain itu, lembaga keuangan akan lebih mudah melakukan kontrol dan antisipasi
terhadap potensi terjadinya gagal bayar dari seorang debitur melalui analisa terhadap data
perkreditan yang ada, sehingga hal tersebut dapat mengurangi dampak risiko kerugian
bagi lembaga keuangan.
Data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
lembaga pemerintah, di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian RI, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi
Keuangan (PPATK), dan Kemenkumham. Khusus bagi Bank Indonesia, beberapa tugas
dan fungsi yang didukung oleh data perkreditan mencakup antara lain perumusan dan
pengambilan kebijakan serta pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial,
dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di antaranya adalah
penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan
dan kendaraan bermotor, serta pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
99
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara dual system, yaitu sinergi
antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry (PCR) dan lembaga swasta
sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) atau dikenal dengan LPIP. Keberadaan LPIP
akan menjadi mitra strategis dalam penyediaan produk informasi perkreditan yang lebih
maju dan memiliki nilai tambah. Produk informasi perkreditan didukung cakupan dan
jenis data yang komprehensif sehingga informasi yang dihasilkan dapat lebih memberikan
manfaat baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga pemerintah.
Sampai dengan Desember 2016, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor
dalam SID adalah 117 bank umum, 1.463 bank perkreditan rakyat, dan 37 lembaga
keuangan nonbank (LKNB). Jumlah data debitur yang telah dilaporkan oleh pelapor dari
lembaga keuangan sampai dengan triwulan IV-2016 mencapai 95,82 juta atau meningkat
1,91% dibanding triwulan III-2016 (qtq) dan meningkat 8,61% dibanding triwulan IV-2015
(yoy). Sementara, jumlah rekening fasilitas perkreditan mencapai 224,9 juta, meningkat
2,82% (qtq) dan meningkat 11,97% (yoy) (Tabel 3.3).
Tabel 3.3
Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016
(dalam juta)
Tahun
Triwulan
Jumlah Debitur
Jumlah Rekening Fasilitas
2015
2016
III
86,38
IV
88,22
I
90,22
II
92,34
III
94,02
IV
95,82
194,99
200,86
206,87
213,36
218,73
224,90
3,50%
Pertumbuhan
3,00%
2,50%
2,00%
1,50%
1,00%
0,50%
0,00%
TW lll ke TW TW lV ke TW l
lV
2015
TW l ke TW ll TW ll ke TW lll TW lll ke TW lV
2016
Pertumbuhan Debitur
2,13%
2,27%
2,35%
Pertumbuhan Fasilitas
3,01%
2,99%
3,14%
1,82%
2,52%
1,91%
2,82%
Grafik 3.8
Tingkat Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan
periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016
Pada triwulan IV-2016, jumlah pemanfaatan informasi perkreditan (yang dikenal sebagai
Informasi Debitur Individual/IDI) oleh lembaga keuangan sedikit mengalami peningkatan.
Jumlah permintaan IDI pada triwulan IV-2016 mencapai 12,61 juta permintaan atau
meningkat sebesar 21,16% (qtq) dan 27,86% (yoy) (Tabel 3.4).
100
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.4
Permintaan IDI per Triwulan periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016
(dalam juta)
2015
2016
III
IV
I
II
III
IV
8,73
9,87
10,7
12,26
10,4
12,61
Jumlah IDI (Juta)
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
Jul
Ags Sep
Okt
TW lll
Nov
Des Jan
TW lV
Feb Mar
Apr
TW l
Mei Jun
2015
Permintaan IDI
2,4
2,9
2,3
3,3
Jul
TW ll
Aug Sep
Okt
TW lll
Nov
Des
TW lV
2016
3,4
3,0
3,2
3,5
3,9
4,0
4,0
4,1
2,6
3,9
3,8
3,9
5,2
3,4
Grafik 3.9
Permintaan IDI periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016
Sebagai tindak lanjut rencana pengembangan Sistem Informasi Perkreditan Nasional
(Sipnas), Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan guna
memenuhi kebutuhan terkait data perkreditan oleh kedua Lembaga. Dalam hal ini, Bank
Indonesia memerlukan data perkreditan untuk mendukung tugas dan fungsinya di bidang
moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan
memerlukan data tersebut untuk mendukung fungsinya di bidang mikroprudensial.
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan secara intensif berkoordinasi untuk
mengembangkan sistem informasi perkreditan yang andal dan berkualitas. Pengembangan
sistem informasi perkreditan dimaksud telah dimulai oleh Otoritas Jasa Keuangan dan
ditargetkan dapat diimplementasikan pada akhir 2017. Selanjutnya, proses transisi
diperlukan guna mendukung operasional sistem informasi dimaksud. Dalam hal ini, Bank
Indonesia akan menyediakan data historis selama proses pengembangan sistem informasi
yang dilakukan oleh OJK.
Sebagai dasar hukum selama masa transisi, Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati
keputan bersama tentang kerja sama dan koordinasi pengelolaan SID16. Sebagai tindak
lanjutnya, Bank Indonesia telah melakukan tahapan penyaluran data kredit oleh LPIP yang
telah diberikan izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan.
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang
Selain sebagai otoritas moneter dan stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia juga
merupakan otoritas sistem pembayaran yang berwenang penuh untuk bertindak sebagai
policy making body, regulator, licensor, supervisor, operator, administrator, dan katalisator.
Pada 2016, kebijakan yang telah dilaksanakan, khususnya dalam bidang infrastruktur,
ditujukan untuk mendukung sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, dan kelancaran.
16 Keputusan Bersama BI dan OJK No. 17/3/NK/GBI/2015 dan PRJ-50A/D.01/2015 tanggal 3 Desember 2015 tentang Kerjasama Dan
Koordinasi Dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan SID (KB BI-OJK SID).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
101
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran guna menjaga dan
meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran.
Bank Indonesia terus berusaha untuk memperluas penggunaan instrumen pembayaran
nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan
memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar,
yaitu: (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan
uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima.
Berbagai upaya dan langkah kebijakan telah dilakukan Bank Indonesia hingga triwulan
IV-2016 mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah
guna menopang transaksi perekonomian. Hal itu tercermin dari pencapaian indikator
sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
IKU 4. % Ketersediaan layanan jasa sistem
pembayaran Bank Indonesia (High Value Payment
System, Securities Settlement, Retail Value
Payment System)
Target
Pencapaian Akhir
Tahun 2016
99,97%
99,16%
Penjelasan:
Secara keseluruhan tahun 2016, penyelenggaraan sistem pembayaran Bank Indonesia berjalan dengan aman
dan lancar. Meskipun terdapat sedikit gangguan terkait supply listrik eksternal, namun secara keseluruhan
masih terkendali. Bank Indonesia juga telah melakukan perbaikan seperti fine tuning di sistem BI RTGS,
sehingga seluruh transaksi SP dapat berjalan dengan lancar dan aman.
IKU 5. Peningkatan transaksi SP ritel (APMK, uang
elektronik, Internet Payment, Mobile Payment,
Transfer Kredit SKN)
2,05 x GDP
2,50 x GDP
Penjelasan:
Pada Triwulan IV-2016, transaksi SP ritel mencapai 2,50 x GDP. Kondisi ini mencapai target yang ditetapkan
sebesar 2,05 x GDP. Capaian ini juga meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,34 x GDP.
Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan sistem pembayaran non tunai yang dilaksanakan selama
2016.
IKU 6: % Peningkatan coverage dan layanan
distribusi uang
Akhir 2016:
Penambahan 12,0%
coverage dan layanan
distribusi uang oleh
Bank Indonesia
Triwulan IV-2016:
Penambahan 7,4%
coverage dan layanan
distribusi uang oleh
Bank Indonesia
102
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Penambahan 16,12%
coverage dan layanan
distribusi uang oleh Bank
Indonesia pada tahun
2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Target
Pencapaian Akhir
Tahun 2016
Penjelasan:
Indikator kinerja utama peningkatan coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia merupakan
salah satu pelaksanaan tugas Bank Sentral untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam
jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar.
Pada triwulan laporan, Bank Indonesia membuka 14 (empat belas) Kas Titipan baru sebagai tambahan titik
distribusi sehingga coverage bertambah sebesar 7,4%. Dengan demikian, sepanjang tahun 2016 terdapat 27
tambahan Kas Titipan baru. Sehubungan dengan hal tersebut maka penambahan coverage dari sepanjang
tahun 2016 yang dilakukan Bank Indonesia adalah sebesar 16,12% atau di atas dari target yang ditetapkan
yakni 9,9%.
Empat belas Kas Titipan baru sepanjang triwulan IV 2016 berlokasi di:
• Rengat (Provinsi Riau) – BNI
• Sukabumi (Provinsi Jawa Barat) – Bank BJB
• Probolinggo dan Banyuwangi (Provinsi Jawa Timur) – Bank Jatim
• Melak dan Tana Paser (Provinsi Kalimantan Timur) – Bank Kaltim
• Ruteng, Ende dan Lembata (Provinsi Nusa Tenggara Timur) – Bank NTT
• Bulukumba (Provinsi Sulawesi Selatan) – Bank Sulselbar
• Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara) – BRI
• Wamena (Provinsi Papua) – Bank Papua
• Fak-Fak dan Teluk Bintuni (Provinsi Papua Barat) – Bank Papua
Dengan penambahan 14 (empat belas) Kas Titipan tersebut, total Kas Titipan Bank Indonesia menjadi sebanyak
62 titik dengan lima belas bank pengelola. Wilayah dengan Kas Titipan terbanyak yaitu pada wilayah Sulampua
(19 lokasi) dan Sumatera (17 lokasi), diikuti oleh wilayah Kalimantan (13 lokasi), Bali Nusra (8 lokasi), dan
Jawa (5 lokasi). Total coverage dan layanan distribusi uang Bank Indonesia sampai dengan akhir tahun 2016
mencapai 82,91% dari wilayah NKRI. Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan kebijakan pengelolaan uang Rupiah untuk mencapai 100% wilayah NKRI.
IKU 7: Soil Level ULE Nasional
Minimum
Soil Level 8 (UPB17)
dan Soil Level 6
(UPK18)
UPB : 10,5
UPK : 7
Penjelasan:
Bank Indonesia berkomitmen untuk menyediakan uang layak edar bagi masyarakat, yaitu uang Rupiah asli yang
memenuhi persyaratan untuk diedarkan berdasarkan standar kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Penyediaan uang Rupiah yang berkualitas sangat penting dalam menjaga integritas Rupiah sebagai salah satu
simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, uang yang layak edar akan memberikan
kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat.
Berkenaan dengan hal ini, Bank Indonesia menetapkan kebijakan penetapan standar kelusuhan uang Rupiah
(soil level19) secara nasional. Kebijakan standar soil level ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas uang yang
beredar di masyarakat. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas uang yang beredar di
masyarakat melalui on-site survey yang dilakukan oleh konsultan independen bersama KPwDN di 82 kota yang
17 UPB (Uang Pecahan Besar) meliputi uang Rupiah pecahan 20.000 – 100.000.
18 UPK (Uang Pecahan Kecil) meliputi uang Rupiah pecahan 10.000 ke bawah.
19 Soil level yang digunakan BI memiliki range soil level 1 s.d. soil level 16 yaitu soil level 1 adalah uang yang sangat tidak layak edar
dan soil level 16 adalah uang hasil cetak sempurna dari Perusahaan Pencetakan Uang. Untuk tahun 2016 BI menetapkan soil level
8 sebagai standar uang yang layak edar, sehingga uang dengan soil level 1 s.d. soil level 7 merupakan uang tidak layak edar.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
103
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Target
Pencapaian Akhir
Tahun 2016
digunakan sebagai dasar perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Selain itu, untuk memperluas jangkauan
survey, dilakukan juga survey di 10 kota dan 15 daerah terpencil di perbatasan.
Berdasarkan hasil survey tersebut, masyarakat menilai bahwa kualitas uang Rupiah yang beredar relatif baik.
Bank Indonesia terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang Rupiah baik dalam nominal
yang cukup, jenis pecahan yang sesuai serta dengan kualitas yang baik.
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia
menyempurnakan
infrastruktur sistem
pembayaran SKNBI
dan meneruskan
pengembangan
NPG, serta
memperluas
penggunaan central
bank money dalam
penyelesaian
transaksi di pasar
modal,
Untuk menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, keandalan dan efisiensi sistem
pembayaran, Bank Indonesia secara konsisten dan berkesinambungan memperkuat
sekaligus mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran. Hal ini antara lain dilakukan
dengan memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran non-tunai dan turut
mendorong penyelenggara sistem pembayaran untuk senantiasa memperhatikan aspek
perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran.
Selama 2016, khususnya triwulan IV-2016, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan
sistem pembayaran, antara lain:
a. Perluasan Penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk Setelmen Dana Transaksi
Surat Berharga di Pasar Modal
Untuk memperluas penggunaan CeBM sebagai setelmen dana transaksi surat berharga
di pasar modal, Bank Indonesia senantiasa berkoordinasi dengan pihak terkait seperti
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Self-Regulatory Organizations (SRO) di pasar modal
(PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI), dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI)). Koordinasi itu bertujuan untuk mengatasi isu
dan hambatan dalam penerapan CeBM untuk setelmen dana transaksi surat berharga
di pasar modal. Selama triwulan IV-2016, rata-rata harian penggunaan CeBM sebesar
Rp7,1trilliun atau sebesar 65% dari nominal transaksi di pasar modal. Sementara ratarata harian penggunaan CeBM selama tahun 2016 adalah Rp7,4 triliun atau sebesar
66% dari nominal transaksi di pasar modal.
b. Penerapan Penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk Investor Surat
Berharga yang Ditatausahakan di BI-SSSS
Penerapan penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor surat
berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS telah diberlakukan mulai 3 Oktober 2016
dan telah diresmikan penggunaannya pada 11 November 2016 oleh Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, OJK dan PT KSEI.
Penerapan Nomor Tunggal Identitas Investor akan mempermudah pelaksanaan
konsolidasi data, informasi kepemilikan, dan aktivitas investor, baik untuk Surat
Berharga Negara (SBN), surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia, maupun saham
dan obligasi. Sampai dengan akhir Desember 2016, jumlah investor aktif yang telah
menggunakan Nomor Tunggal Identitas Investor tercatat sebanyak 176.273 investor,
atau 42,84% (qtq) dari total investor yang tercatat pada triwulan sebelumnya.
104
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
c. Fitur Bulk Payment pada Layanan SKNBI
Guna mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar, dan handal, pada
tanggal 2 Mei 2016 Bank Indonesia mengimplementasikan fitur baru pada layanan
SKNBI, yaitu bulk payment. Fitur bulk payment yang terdiri dari Layanan Pembayaran
Reguler (kredit) dan Layanan Penagihan Reguler (debit), dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran yang dilakukan
secara berkala dengan lebih mudah dan efisien. Pada tahun 2016 volume transaksi bulk
payment SKNBI tercatat sebesar 104.530 transaksi dengan nominal mencapai Rp1.078,3
milyar.
d. Pemeliharaan dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Pembayaran Ritel Bank
Indonesia
Dalam penyelenggaraan sistem pembayaran ritel, Bank Indonesia senantiasa berusaha
untuk meningkatkan kualitas layanan kepada pesertanya dan kepada masyarakat. Hal
ini dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia untuk menjaga dan
meningkatkan kelancaran, keamanan dan keandalan sistem pembayaran di Indonesia.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan pengadaan Sistem Pemrosesan
Warkat Debit (SPWD) untuk mengganti mesin Reader/Sorter di wilayah Jakarta dan
Bandung yang telah habis umur teknisnya. Selain itu, Bank Indonesia mengintegrasikan
proses penerimaan dari pemilahan warkat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas layanan kepada peserta kliring warkat debit di wilayah kliring otomasi.
e. Penyempurnaan Ketentuan Bilyet Giro
Bank Indonesia melakukan penyempurnaan ketentuan Bilyet Giro20 untuk menegaskan
kedudukan bilyet sebagai sarana pemindahbukuan, memperjelas hak dan kewajiban
para pihak dalam penggunaan Bilyet Giro, serta penerapan standar keamanan minimum
pada warkat Bilyet Giro.
Dengan disempurnakannya ketentuan Bilyet Giro, Bank Indonesia juga
menyempurnakan ketentuan lain yang terkait, yaitu ketentuan terkait Daftar Hitam
Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (DHN)21 dan Penyelenggaraan
Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia22. Ketentuan DHN tersebut
bertujuan untuk mencegah peredaran cek dan/atau bilyet giro kosong dengan
pemberlakuan pengenaan sanksi yang lebih proporsional baik melalui penetapan
kriteria yang lebih ketat maupun cakupan efektifitas sanksi yang lebih luas. Sementara
ketentuan Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh BI bertujuan
untuk penguatan perlidungan kepada nasabah. Seluruh ketentuan terkait Bilyet Giro
tersebut akan berlaku mulai 1 April 2017.
Pada Desember 2016, Bank Indonesia telah mensosialisasikan ketentuan baru itu
kepada perbankan dan masyarakat pengguna Bilyet Giro di 8 (delapan) kota.
f. Kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway)
Sepanjang 2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan desain konsep NPG dengan
menggunakan model interkoneksi antar-switch. Pemilihan model tersebut dilakukan
20 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/41/PBI/2016 tanggal 22 November 2016 tentang Bilyet Giro dan Surat Edaran Bank
Indonesia (SE BI) No. 18/32/DPSP tanggal 29 November 2016 perihal Bilyet Giro.
21 PBI No. 18/43/PBI/2016 tanggal 28 Desember 2016 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan
SE BI No. 18/39/DPSP tanggal 28 Desember 2016 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong.
22 SE BI No. 18/40/DPSP perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal
Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia pada tanggal 30 Desember 2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
105
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
dengan mempertimbangkan optimalisasi infrastruktur sistem pembayaran yang telah
ada sekaligus memperhatikan keberadaan industri switching yang telah berkembang
untuk menjaga kompetisi, efisiensi, serta inovasi produk dan layanan. Desain konsep
NPG mencakup antara lain definisi, tujuan, cakupan, area pengembangan, dan roadmap
implementasi.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan terkait
pengembangan NPG. Kegiatan itu sebagian besar melibatkan pihak eksternal antara
lain:
1. Bank Indonesia melaksanakan Proof of Concept (PoC) yang mencakup:
a. PoC Interkoneksi Kartu Debit Domestik bersama dengan 7 (tujuh) bank dan
3 (tiga) penyelenggara jaringan switching yang secara kesleuruhan memiliki
kontribusi besar. Kegiatan ini bertujuan untuk mempelajari konsep yang telah
dikembangkan industri serta mempersiapkan industri dalam menjalankan
interkoneksi kartu debit lintas switch dengan perubahan yang minimal pada
infrastruktur ATM yang telah berjalan saat ini.
b. PoC Interoperabilitas Uang Elektronik Berbasis Chip bersama dengan 6 penerbit
uang elektronik chip based. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari solusi optimal
dengan mempertimbangkan kondisi industri saat ini, termasuk banyaknya
kartu yang beredar dengan standar yang beragam.
2. Dalam rangka persiapan implementasi NPG, Bank Indonesia menyelenggarakan
beberapa kali High Level Meeting (HLM) dengan pihak-pihak yang terlibat dalam
pembentukan NPG seperti Lembaga Standar, Lembaga Switching dan Lembaga
Services. Tujuan HLM tersebut antara lain untuk mensosialisasikan peran dan
tanggung jawab lembaga yang akan dibentuk, menyepakati prinsip distribusi
pendapatan serta sebagai persiapan implementasi NPG.
3. Bank Indonesia memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman interkoneksi
kartu debit domestik antar prinsipal dan nota kesepahaman interkoneksi sistem
dan interoperabilitas kartu debit dan uang elektronik. Penandatanganan nota
kesepahaman itu melibatkan empat issuer/acquirer utama di Indonesia yang secara
keseluruhan memiliki volume dan pangsa transaksi lebih dari 75%. Kegiatan ini
dilakukan untuk memperoleh komitmen dari industri sistem pembayaran nasional
untuk mendukung implementasi NPG.
4. Bank Indonesia tengah menyusun pengaturan (PBI) NPG mencakup tujuan, ruang
lingkup, kewajiban pihak-pihak yang terhubung ke NPG, kewajiban issuer dan
acquirer, kelembagaan, serta pengaturan pendukung (routing domestik, branding,
skema harga dan penetapan fitur layanan).
Dengan adanya NPG, infrastruktur diharapkan saling terinterkoneksi sehingga siap
melayani pemrosesan transaksi domestik dengan menggunakan berbagai instrumen.
Tahap pertama diawali dengan ATM/debit, yang diikuti dengan uang elektonik, kartu
kredit, dan online payment.
g. Tindak Lanjut Implementasi Gerakan Nasional Non Tunai
106
Kegiatan sosialisasi dan edukasi untuk GNNT telah dilaksanakan di beberapa daerah
di Indonesia. Di Kupang, Bank Indonesia mensosialisasikan tentang jasa sistem
pembayaran di Indonesia dan peran Bank Indonesia sebagai Otoritas di bidang Sistem
Pembayaran dan Gerakan Cinta Rupiah (GCR).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kegiatan serupa dilaksanakan di tiga daerah lainnya. Di Brebes, kegiatan dilakukan
bersamaan dengan peluncuran “Program Ekonomi Kerakyatan” untuk Kelompok Tani
Bawang Merah binaan Bank Indonesia. Di Jakarta, kegiatan diselenggarakan bersamaan
dengan peringatan Hari Konsumen Nasional (Harkornas) untuk masyarakat dan instansi
terkait. Di Semarang, Bank Indonesia menggelar acara “Edukasi Sistem Pembayaran”
untuk perbankan, akademisi, mahasiswa, dan GenBI.
Di penghujung 2016, Bank Indonesia melakukan kegiatan edukasi publik dengan nama
“Smart Money Wave” di 4 kota di Indonesia, yakni Banjarmasin, Makassar, Medan, dan
Semarang. Tujuannya adalah mensosialisasikan GNNT dan membiasakan masyarakat
bertransaksi secara nontunai. Sasaran utama dari kegiatan ini adalah mahasiswa/
mahasiswi dan generasi muda milenial (Gen-Y) yang memiliki komunikasi terbuka dan
daya adaptif tinggi terhadap perkembangan zaman serta perubahan teknologi dan
informasi. Kegiatan Smart Money Wave aantara lain berupa workshop dan mini pameran,
kompetisi video dan blog, publikasi di media/TV, media sosial, dan flyer, serta pesta
netizen, yaitu pesta penghargaan dan hiburan.
h. Implementasi Teknologi Chip dan PIN Online Enam Digit pada Kartu ATM/Debet
Sejak 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai implementasi
Standar Nasional Teknologi Chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN)
6 (Enam) Digit untuk kartu ATM dan/atau kartu Debet. Ketentuan tersebut mewajibkan
seluruh kartu ATM dan/atau kartu debet di Indonesia untuk menerapkan spesifikasi
NSICCS (National Standard Chip Card Specification). Awal implementasi PIN 6 Digit dan
persiapan host and backend system NSICCS adalah 1 Juli 2017. Selanjutnya, pemenuhan
secara bertahap, yakni 30% pada 1 Januari 2019, 50% pada 1 Januari 2020, 80% pada 1
Januari 2021, dan 100% pada 1 Januari 2022.
Selama 2016, berdasarkan hasil pengawasan oleh Bank Indonesia, implementasi
NSICCS telah menunjukkan bahwa 19,46% mesin ATM dan 19,96% mesin EDC telah
di-roll-out untuk dapat memproses kartu ATM/debit chip NSICCS, serta 0,6% kartu
ATM/debit telah mengimplementasikan chip NSICCS. Tantangan yang dihadapi dalam
implementasi NSICCS antara lain masih rendahnya pemahaman perbankan mengenai
upaya penyesuaian infrastruktur untuk implementasi NSICCS. Untuk itu, Bank Indonesia
terus aktif melakukan sosialisasi dan pelatihan. Dengan demikian, implementasi NSICCS
diharapkan dapat terlaksana sesuai target.
i. Implementasi Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Dalam
konteks
bauran
kebijakan,
kewajiban penggunaan Rupiah di qilayah
NKRI secara efektif mampu menegakkan
kedaulatan Rupiah sebagai mata uang
NKRI. Dengan adanya kewajiban tersebut,
transaksi nontunai dalam negeri yang
semula menggunakan mata uang
dolar AS mulai menurun tajam sejak
diberlakukannya ketentuan tersebut pada
1 Juli 2015. Pada Desember 2016, transaksi
valas turun sebesar 44,56% (yoy) (Grafik
3.10).
Perkembangan ini menunjukkan bahwa
kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah
7.000
6.000
5.000
4.000
Juta USD
PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah
6.272
6.118
Total
Transaksi Barang
Transaksi Jasa
Unrequited Transfer (a.l.: pajak & hibah)
Pinjaman
Lainnya
5.424 5.508
5.090
4.946
4.979
3.8453.850
3.217 3.322
3.050
3.000
2.530
2.098
2.000
2.350 2.222
1.880
2.297
2.004
1.832 1.897
1.840
1.636 1.678
1.000
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan*Feb*Mar*Apr*Mei*Jun* Jul* Ags*Sep*Okt*No*vDes**
2015*)
2016
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Sumber : DSta & DPKL
Grafik 3.10
Transaksi Valas Antar Penduduk Per Jenis Transaksi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
107
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
NKRI berdampak positif dalam mendukung upaya pengelolaan permintaan valuta
asing dan stabilitas nilai tukar rupiah. Secara umum, penggunaan valas domestik
pada hampir semua jenis transaksi jasa mengalami tren penurunan. Masih adanya
transaksi dalam valuta asing disebabkan masih terdapat kontrak/perjanjian yang telah
ditandatangani sebelum 1 Juli 2015 serta kebijakan penuh dan yang diberikan Bank
Indonesia bagi pelaku usaha dengan karakter tertentu. Sejak Februari 2016, Bank
Indonesia telah melakukan pengawasan terhadap transaksi valuta asing yang terjadi
di wilayah NKRI. Ruang lingkup pengawasan meliputi transaksi maupun kuotasi harga.
Secara umum, berdasarkan hasil pengawasan terhadap transaksi non tunai, pelaku
usaha telah mematuhi Undang-Undang No. 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia
mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI. Untuk kuotasi harga, Bank
Indonesia masih menemukan pelanggaran, khususnya oleh penyelenggara jasa umrah,
pariwisata dan hotel. Atas pelanggaran tersebut, Bank Indonesia telah memberikan
sanksi administratif berupa surat teguran tertulis terhadap pihak-pihak yang masih
melanggar ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah.
j. Koordinasi Kebijakan Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran yang efisien, aman, andal, dan lancar merupakan salah satu
pendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai misi tersebut, Bank
Indonesia juga berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga terkait, terutama
dengan kementerian dan otoritas. Untuk sistem pembayaran telah dibentuk Forum
Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) pada 2015 yang beranggotakan Bank Indonesia,
Kemenkeu, Kemenkominfo, Kemendag, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Asosiasi
Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
Menindaklanjuti langkah FSPI tahun sebelumnya, maka selama 2016 telah dilakukan
beberapa kali kegiatan koordinasi dan diskusi untuk membahas isu terkini serta
harmonisasi pengaturan dan kebijakan di bidang sistem pembayaran. Beberapa
topik atau isu terkini adalah mengenai financial technology (fintech), e-commerce, dan
Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway).
Menyikapi semakin berkembangnya kemajuan teknologi yang dimanfaatkan oleh
sektor keuangan, tak menampik munculnya berbagai risiko di bidang keuangan. Khusus
money laundering dan pembiayaan terorisme, Bank Indonesia masih terus melakukan
kerja sama dan koordinasi. Dalam keanggotaan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), pada 2016, Bank Indonesia
secara aktif berperan serta dalam memberikan masukan untuk penyusunan Strategi
Nasional (Stranas) Pencegahan dan Pemberantasan TPPU 2017-2021.
108
Sebagai persiapan Indonesia menjadi anggota FATF, Bank Indonesia telah berkoordinasi
dengan kementerian dan lembaga terkait untuk penyusunan dan penyempurnaan
ketentuan. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki kedudukan sebagai lembaga
pengawas dan pengatur untuk kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan
bank (KUPVA BB) dan perusahaan transfer dana bukan bank (PTD BB). Pelaksanaan
penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan KUPVA BB telah
berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Di tingkat pusat di antaranya
terlihat dari pertemuan forum koordinasi untuk menanggulangi KUPVA tidak berizin,
berbagi mengenai fraud kartu kredit, dan sosialisasi Bank Indonesia terkait ketentuan
maupun penanganan SP Iegal dan KUPVA tidak berizin kepada kepolisian. Kerja sama
lainnya yakni penyediaan ahli dari Bank Indonesia untuk kasus-kasus terkait sistem
pembayaran.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Terkait kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah NKRI, penurunan transaksi valuta
asing antarpenduduk yang terjadi selama ini tidak terlepas dari dukungan berbagai
kementerian dan lembaga terkait. Secara aktif, Bank Indonesia berkoordinasi dengan
berbagai kementerian dan lembaga untuk meningkatkan efektivitas implementasi
kebijakan dan harmonisasi kebijakan kewajiban penggunaan Rupiah. Selama 2016,
Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Otoritas Jasa
Keuangan, serta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.
Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan Kepolisian Negara Republik
Indonesia di daerah melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dalam rangka
penyelesaian tugas BI. Sebagai bentuk implementasi dari kerjasama tersebut, selama
2016, pelaksanaan penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran
dan kegiatan usaha penukaran valuta asing telah berjalan dengan baik di tingkat pusat
maupun di daerah. Pada tingkat pusat di antaranya terlihat dari pertemuan forum
koordinasi dalam rangka menanggulangi KUPVA tidak berizin, berbagi pengalaman
mengenai kejahatan kartu kredit, dan sosialisasi BI terkait ketentuan maupun
penanganan SP Iegal dan KUPVA tidak berizin kepada kepolisian. Kerja sama lainnya
yakni penyediaan ahli dari Bank Indonesia untuk kasus-kasus terkait sistem pembayaran.
Koordinasi dan kerja sama dengan kementerian dan otoritas juga dilakukan oleh Bank
Indonesia terkait keuangan inklusif yang merupakan komponen penting dari inklusi
sosial dan ekonomi. Akses terhadap layanan keuangan dapat mengurangi kerentanan
dan merupakan alat untuk membangun aset serta kemampuan ekonomi, yang pada
akhirnya dapat membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan. Tersedianya akses
terhadap layanan keuangan dasar merupakan hal penting bagi partisipasi yang lebih
luas orang miskin dalam perekonomian modern. Dengan demikian, orang miskin pun
dapat menjadi bagian dari masyarakat ekonomi yang lebih luas dan turut berperan
dalam pembangunan nasional.
BOKS
Upaya Bank Indonesia Mendukung Perkembangan
FinTech
Gelombang Bangkitnya FinTech
Teknologi telah mengubah kehidupan, terutama sejak ditemukannya internet dan
merebaknya penggunaan gawai berbasis digital. Selain merambah dunia media,
musik, dan film, melalui media daring, musik dan film yang dapat diunduh dari
internet, teknologi juga merambah layanan keuangan. Di bidang keuangan, dalam
beberapa tahun terakhir ini muncul istilah layanan teknologi keuangan berbasis
digital yang akrab disebut FinTech atau Financial Technology. Secara sederhana,
FinTech adalah berbagai inovasi yang menggabungkan fungsi Keuangan (Financial)
dengan Teknologi. Pelaku usaha FinTech, yang umumnya disebut pelaku usaha
rintisan (start-ups), berbekal ide kreatif dan inovatif, hadir memberi solusi alternatif
atas kebutuhan masyarakat akan pelayanan jasa keuangan, mulai dari pembayaran,
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
109
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pengiriman uang, mendapatkan pinjaman, berbelanja dan berdagang (e-dagang),
hingga berinvestasi. Pemain-pemain baru di bidang FinTech ini bertindak sebagai
platform atau mediator yang memfasilitasi transaksi keuangan masyarakat, termasuk
keputusan investasi dan alokasi aset dalam prosedur yang relatif sederhana.
Fasilitasi keuangan tersebut juga dilakukan melalui aplikasi dan/atau algoritma
robotik berbasis jaringan internet (network) yang padat teknologi dan cenderung
lintas batas (borderless).
Hal yang menarik dari perkembangan pelaku rintisan di bidang FinTech adalah
umumnya menjangkau segmen masyarakat dan/atau dunia usaha yang rata-rata
tidak atau belum tersentuh oleh sektor keuangan formal, baik karena disebabkan
oleh keterbatasan kapasitas jangkauan sektor keuangan formal, maupun karena
belum atau tidak memenuhi kriteria-kriteria manajemen risiko yang dipersyaratkan
secara baku oleh sektor keuangan formal. Dengan demikian FinTech diharapkan
dapat menjadi jembatan bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi keuangannya.
FinTech menyimpan potensi besar dalam ekonomi. Data dari McKinsey (2016)
menunjukkan bahwa industri FinTech secara global meningkat signifikan, dari
sekitar 800 pelaku hingga mencapai lebih dari 2.000 pelaku dalam kurun waktu satu
tahun. Data lain menyebutkan bahwa total transaksi global FinTech di tahun 2016
diperkirakan mencapai 2.355 miliar dolar AS. Di Indonesia sendiri, menurut data
Statista, nilai transaksi FinTech selama tahun 2016 diperkirakan mencapai 15,02 miliar
dolar AS. Hasil kajian Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa akses pembiayaan
dan konsumsi rumah tangga dari usaha FinTech mampu memberi dorongan bagi
pertumbuhan ekonomi, mendukung ketahanan pangan, dan penyerapan tenaga
kerja, walaupun untuk saat ini besarannya masih relatif kecil.
Melihat pesatnya pertumbuhan FinTech di Indonesia dalam beberapa tahun
belakangan ini, terutama FinTech yang bergerak di bidang sistem pembayaran, Bank
Indonesia memandang perlu untuk mendukung tumbuhnya inovasi dari pelaku
FinTech tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan utama Bank Indonesia selaku Otoritas
Sistem Pembayaran, yakni menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan
andal, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional, mengedepankan
prinsip kehati-hatian serta memperhatikan perlindungan konsumen. Bank Indonesia
menyadari bahwa inovasi pelaku FinTech dapat dimanfaatkan untuk mendukung
dan memberi solusi atas permasalahan-permasalahan ekonomi Indonesia, seperti
mendorong penggunaan alat pembayaran non-tunai, menjembatani kebutuhan
dan menggerakan kegiatan sektor usaha kecil dan mikro (UMKM) sekaligus
turut mendorong inklusi keuangan. Melalui pemanfaatan dan inovasi teknologi,
konsumen dapat menikmati berbagai kemudahan dan kecepatan transaksi, namun
tetap berada dalam koridor kehati-hatian dan perlindungan konsumen.
110
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BOKS
BI FinTech Office dan Regulatory Sandbox
Bank Indonesia FinTech Office (BI FTO) yang dibentuk pada 14 November 2016
merupakan sebuah unit kerja dengan fungsi untuk menjaga agar inovasi FinTech di
Indonesia dapat tumbuh berkembang dengan sehat dengan tetap mengutamakan
kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Keberadaan BI FTO diposisikan untuk
menjaga level playing field melalui rezim regulasi yang berimbang dan proporsional
tanpa harus mematikan laju inovasi. Dalam pelaksanaan tugasnya, BI FTO memiliki
4 (empat) fungsi utama yakni:
(i)Fungsi fasilitator/katalisator bagi pertukaran ide inovatif pengembangan
FinTech di Indonesia;
(ii)Fungsi business intelligence, dimana BI FTO akan secara rutin memberikan update
melalui diseminasi hasil kajian dan pertemuan termasuk dengan kementerian
dan otoritas terkait serta lembaga internasional;
(iii)Fungsi asesmen, dimana BI FTO akan melakukan pemantauan dan pemetaan
atas potensi manfaat sekaligus risiko dari inovasi model bisnis dan produk
yang ditawarkan. Hasil asesmen tersebut akan menjadi dasar bagi perumusan
kebijakan di Bank Indonesia; dan
(iv)Fungsi koordinasi dan komunikasi, yang berperan memberikan pemahaman
atas kerangka pengaturan yang ada, dan mendorong harmonisasi regulasi lintas
otoritas.
Sebagai bagian dari fungsi asesmen, BI FTO tengah mempersiapkan sebuah inisiatif
yang dinamakan Regulatory Sandbox. Regulatory sandbox dapat dianalogikan
sebagai sebuah laboratorium yang digunakan bersama oleh pelaku FinTech dan Bank
Indonesia untuk menguji produk, layanan, model bisnis atau teknologi yang bersifat
inovatif, khususnya sebelum masuk ke dalam rezim perizinan secara penuh. Di dalam
regulatory sandbox, produk, layanan, model bisnis atau teknologi dari pelaku FinTech
yang memenuhi kriteria tertentu dapat beroperasi secara normal dalam lingkungan
terbatas yang ditentukan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan aspek
perlindungan terhadap konsumen dan sistem keuangan, serta kerangka regulasi
yang ada. Pembatasan tersebut diberikan dalam bentuk perizinan terbatas pada
layanan, jangka waktu, dan/atau wilayah penyelenggaraan, atau dapat juga batasanbatasan lainnya yang ditetapkan oleh BI FTO dengan memperhatikan karakter dan
risiko produk atau layanan yang diujikan.
Melalui regulatory sandbox, Bank Indonesia dapat memonitor secara intensif
keberlangsungan FinTech dalam perimeter risiko yang terjaga. Selain digunakan
untuk evaluasi, metode ini juga akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk
mengambil langkah antisipatif dan korektif di waktu yang tepat apabila diperlukan.
Lebih lanjut, data yang dihasilkan sepanjang proses monitoring dan pendampingan
dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas respons kebijakan.
Selain mengelola regulatory sandbox, Bank Indonesia juga memberikan perhatian
khusus terkait FinTech yang dituangkan dalam salah satu Program Strategis Bank
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
111
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Indonesia. Dalam pelaksanaannya selama tahun 2016, Bank Indonesia telah
melakukan kajian yang bersifat multidisiplin terkait cakupan dan pemetaan
risiko FinTech dari sisi moneter, sistem keuangan, sistem pembayaran, hukum
dan teknologi informasi. Program strategis terkait FinTech ini masih akan terus
dilanjutkan pada tahun 2017.
Beroperasinya BI FTO juga diharapkan dapat mendorong terbentuknya ekosistem
yang baik bagi perkembangan FinTech di Indonesia. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai fasilitator/katalisator, BI FTO telah melakukan engagement dengan Asosiasi
FinTech Indonesia dan pelaku FinTech di Indonesia selama tahun 2016. Program
“Meet the Startups Days” yang merupakan ajang diskusi berkala di Bank Indonesia
telah mempertemukan BI FTO dengan lebih dari 30 pelaku FinTech di Indonesia, dan
akan terus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya. Jejaring dan sinergi pelaku
FinTech semakin diperkuat melalui berbagai kegiatan Forum Group Discussion, Talk
Show, serta Seminar Nasional FinTech yang membedah isu-isu terkini dan terpenting
dari FinTech. Menutup akhir tahun 2016, BI FTO juga telah menyelenggarakan Year
End Gathering untuk memperkuat komunikasi dan jejaring dengan industri FinTech.
Tak hanya melakukan engagement dengan industri, BI FTO juga secara rutin
melakukan koordinasi dengan otoritas terkait seperti Kemenko Perekonomian,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kemenkominfo serta Kemenkeu. Dalam skala
internasional, BI FTO juga terlibat aktif di forum dan/atau kelompok kerja terkait
FinTech di antaranya melalui program joint-research dengan beberapa negara di
regional dalam EMEAP WGPSS (Working Group on Payment and Settlement System)
Study Group on Digital Innovation.
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang
Bank Indonesia
memenuhi
kebutuhan uang
rupiah melalui
penyediaan uang
layak edar ke
seluruh wilayah
Indonesia
termasuk
ke wilayah
terpencil. Dalam
pelaksanaannya,
Bank Indonesia
berkoordinasi
dengan
pemerintah dan
pihak terkait
lainnya.
112
Kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i)
ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang
yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Pelaksanaan ketiga pilar tersebut
bertujuan untuk mencapai misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah yaitu
memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Ketersediaan Uang Rupiah
Dalam upaya mencapai pilar pertama, “ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya”,
Bank Indonesia selama triwulan IV-2016 dan 2016 melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Koordinasi dengan Pemerintah RI dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan
uang
Undang-Undang tentang Mata Uang antara lain mengatur bahwa Bank Indonesia
berkoordinasi dengan pemerintah dalam kegiatan perencanaan, pencetakan, dan
pemusnahan uang. Salah satu bentuk koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia
adalah terkait perencanaan pengeluaran uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 dengan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
desain baru yang memuat ciri-ciri sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Salah satu
Implementasi
SKNBI
Generasi
serta Sistem
BI-RTGS
ciri yang tercantum dalam
uang Rupiah
TE 2016
adalahIImemuat
gambar
pahlawan
23
dan
BI-SSSS
Generasi
II
nasional yang selanjutnya ditetapkan melalui Keputusan Presiden .
Untuk itu, Bank Indonesia berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Keuangan,
Kementerian Sosial, Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk
pengurusan persetujuan penggunaan gambar pahlawan nasional oleh ahli waris. Bank
Indonesia juga menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bersama beberapa
instansi, pakar/akademisi dan Perum Peruri untuk mendapatkan masukan mengenai
desain uang Rupiah baru.
Selain perencanaan uang Rupiah baru, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan
juga berkoordinasi mengenai jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk tahun 2016 dan
2017. Untuk tahun 2016, pencetakan uang yang direncanakan adalah sebesar Rp181,83
triliun yang terdiri atas Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam.
Sementara itu, rencana cetak uang tahun 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun yang
terdiri atas Rp309,15 triliun uang kertas dan Rp1,46 triliun uang logam.
Rencana cetak uang tersebut dihitung berdasarkan asumsi indikator makro ekonomi,
yaitu pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI
Rate), masukan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia di seluruh Indonesia serta asumsi
jumlah uang tidak layak edar yang akan dimusnahkan.
Dalam rangka memastikan kecukupan uang Rupiah dan meningkatkan kualitas uang
beredar di seluruh wilayah Indonesia, pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan
pemantauan pemenuhan estimasi kebutuhan uang di Kantor Pusat dan di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia, baik terkait distribusi uang, jumlah penarikan dan setoran
perbankan maupun jumlah pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar.
Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melakukan pemusnahan UTLE sebesar
Rp48,9 triliun. Dengan demikian, jumlah pemusnahan UTLE sepanjang tahun 2016
mencapai sebesar Rp210,5 triliun. Jumlah pemusnahan tersebut telah disampaikan
kepada Pemerintah cq Kementerian Keuangan sebagai bentuk koordinasi Bank
Indonesia dengan Pemerintah sebagaimana yang telah diamanatkan Undang-Undang.
Selanjutnya, untuk menjaga akuntabilitas, jumlah dan nilai nominal uang Rupiah yang
dimusnahkan Bank Indonesia selama tahun 2016 dicantumkan dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah Yang Dimusnahkan Tahun
201624 yang selanjutnya diundangkan dalam Lembaran Negara.
b. Pengeluaran uang Rupiah
Pengeluaran uang Rupiah oleh Bank Indonesia selalu didukung dengan perencanaan
yang matang dan komprehensif, agar uang Rupiah yang diterbitkan memiliki kualitas
yang baik dan kepercayaan masyarakat terhadap uang Rupiah yang diedarkan tetap
terjaga. Pengeluaran uang Rupiah dilakukan dalam bentuk uang Rupiah emisi baru,
uang Rupiah desain baru, dan uang Rupiah khusus (commemorative currency).
Pada tanggal 19 Desember 2016, Presiden Republik Indonesia meresmikan peluncuran
11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi 2016, yaitu terdiri tujuh pecahan uang
Rupiah kertas dan empat pecahan uang Rupiah logam dengan gambar Pahlawan dan
desain serta ciri mengacu pada UU Mata Uang.
23 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 tanggal 5 September 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan
Nasional sebagai Gambar Utama pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
24 PBI No. 19/1/PBI/2016 tanggal 30 Januari 2017.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
113
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Peresmian pada tanggal 19 Desember 2016 tersebut bertepatan pula dengan
peringatan Hari Bela Negara. Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah
TE 2016 menampilkan dua belas gambar pahlawan nasional sebagai gambar utama
di bagian depan uang Rupiah. Pencantuman gambar pahlawan tersebut merupakan
bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan bagi negara Indonesia. Selain itu,
semangat kepahlawanan dan nilai-nilai patriotisme para pahlawan nasional diharapkan
dapat menjadi teladan, khususnya bagi generasi muda Indonesia.
Untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia,
uang Rupiah kertas menampilkan pula gambar tari nusantara dan pemandangan alam
dari berbagai daerah di Indonesia. Keragaman dan keunikan alam dan budaya yang
ditampilkan dalam uang Rupiah diharapkan dapat semakin membangkitkan kecintaan
terhadap tanah air Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata
Uang), Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Rupiah
merupakan salah satu simbol kedaulatan negara yang wajib dihormati dan dibanggakan
oleh seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban
bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan uang Rupiah dalam setiap
transaksi di wilayah NKRI termasuk di daerah terpencil dan daerah terluar Indonesia.
Penghargaan warga negara Indonesia pada mata uangnya sendiri diharapkan semakin
mendorong berdaulatnya Rupiah di negeri sendiri.
Terkait dengan dasar hukum pengeluaran dan pengedaran uang Rupiah baru tersebut,
Bank Indonesia menerbitkan 18 (delapan belas) ketentuan mengenai pemberlakuan,
pengeluaran, dan pengedaran uang Rupiah TE 2016 untuk seluruh pecahan termasuk
uang Rupiah khusus.
Dengan dikeluarkannya uang Rupiah TE 2016, uang Rupiah kertas dan logam yang
masih beredar saat ini masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah (legal
tender) di wilayah NKRI sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran.
c. Kerja sama pencetakan uang Rupiah dengan Perusahaan Umum Pencetakan Uang
Republik Indonesia (Perum Peruri)
Sesuai dengan amanat UU Mata Uang, pelaksana pencetakan Uang Rupiah adalah Badan
Usaha Milik Negara, dalam hal ini adalah Perum Peruri. Untuk menjamin pencetakan
uang Rupiah dilakukan sesuai dengan rencana yang ditetapkan, Bank Indonesia terus
berupaya meningkatkan kerja sama dengan Perum Peruri, baik dalam penetapan jadwal
pencetakan maupun selama proses pencetakan uang Rupiah. Hal ini dilakukan agar
misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah, yaitu memenuhi kebutuhan
uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang
sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar dapat dicapai dengan optimal.
Selama 2016, Bank Indonesia dan Perum Peruri dapat melaksanakan pencetakan
uang Rupiah sesuai dengan rencana cetak uang yang telah ditetapkan pada tahun
sebelumnya. Realisasi cetak uang Rupiah sampai dengan akhir triwulan IV-2016 tercatat
senilai Rp173,15 triliun atau 95,23% dari rencana cetak selama tahun 2016, yang sebesar
Rp181,83 triliun. Jumlah realisasi uang yang dicetak terdiri dari uang kertas sebanyak
6,12 miliar lembar senilai Rp171,99 triliun dan uang logam sebanyak 2,11 miliar keping
senilai Rp1,17 triliun.
114
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
d. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah
Dalam rangka peningkatan upaya pencegahan uang Rupiah palsu di wilayah NKRI, Bank
Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai Tata Cara Klarifikasi atas Uang Rupiah
yang Diragukan Keasliannya25 sebagai pedoman pelaksanaan ketentuan terhadap
klarfikasi atas uang Rupiah yang diragukan keasliannya bagi bank atau pihak lain yang
ditunjuk oleh bank dan pihak selain bank (perorangan, badan hukum, atau lembaga
yang melakukan fungsi penyelidikan dan penyidikan).
Disamping itu, beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah antara lain:
1)Koordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi
Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal)
Pada triwulan IV-2016, seluruh unsur Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu
(Botasupal)26 telah menyelenggarakan rapat koordinasi. Beberapa aspek koordinasi
yang perlu dioptimalkan adalah terkait dengan (i) tukar menukar informasi,
termasuk terkait dengan peningkatan unsur pengaman uang Rupiah kertas; (ii)
regulasi terkait pengadaan bahan baku dan mesin cetak uang sehingga aspek
pengawasan menjadi lebih baik dan tepat; serta (iii) perlu adanya daftar pelaku
kejahatan uang palsu secara nasional.
2) Sosialisasi dan edukasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah
Dalam rangka menekan jumlah uang Rupiah palsu yang ditemukan pada proses
pengolahan uang yang berasal dari setoran perbankan, Bank Indonesia secara aktif
melakukan kegiatan sosialisasi mengenai pengelolaan uang Rupiah. Sosialisasi ini
ditujukan kepada cash handlers, seperti perbankan dan perusahaan penyelenggara
jasa pengolahan uang Rupiah (PJPUR)27, penegak hukum, dan masyarakat umum.
Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia juga melaksanakan kegiatan sosialisasi
(atau training of trainers) kepada perbankan mengenai ciri keaslian uang Rupiah, tata
cara penggantian uang rusak, permintaan klarifikasi uang Rupiah yang diragukan
keasliannya, tata cara penyetoran dan penarikan uang Rupiah ke Bank Indonesia
dan standar Uang Layak Edar serta materi mengenai modus operandi pemalsuan
uang Rupiah oleh Kepolisian Republik Indonesia.
Di samping sosialisasi kepada perbankan, selama triwulan laporan, Bank Indonesia
telah melakukan 13 (tiga belas) kali kegiatan sosialisasi di beberapa wilayah di
Indonesia antara lain Jakarta, Serang, Sukabumi, Kepulauan Seribu, Surabaya,
Palembang, Ende dan Mamuju. Peserta sosialisasi berasal dari masyarakat umum,
aparat hukum, pelajar, dan guru, dengan total jumlah peserta sebanyak 14.220
orang. Dengan demikian, sepanjang tahun 2016, Bank Indonesia telah melakukan
sosialisasi sebanyak 40 kali dengan jumlah peserta kurang lebih 25.000 orang.
25 Surat Edaran Ekstern No.18/28/DPU tanggal 24 November 2016.
26 Botasupal atau Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2012,
yang terdiri dari 5 unsur, yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementrian
Keuangan, dan Bank Indonesia.
27 Perusahaan Penyelenggaran Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) adalah lembaga selain bank uang melakukan jasa
pengolahanuang Rupiah, yang mencakup Distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang Rupiah; Pemrosesan
(penghitungan,penyortiran, dan pengemasan uang Rupiah); Penyimpanan uang Rupiah di khasanah; dan/atau Pengisian
Anjungan TunaiMandiri (ATM) dengan uang Rupiah dan/atau pengambilan uang Rupiah dari Cash Deposit Machine (CDM)
berikut pemantauankecukupan uang Rupiah pada ATM dan/atau CDM. PJPUR sebelumnya dikenal dengan nama Perusahaan
Cash in Transit.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
115
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3) Dukungan terhadap upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik
Indonesia
Sebagai upaya penanggulangan pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia memiliki
laboratorium analisis uang Rupiah palsu dan BICAC (Bank Indonesia Counterfeit
Analysis Center). Fasilitas tersebut berfungsi untuk menganalisis informasi
penemuan uang Rupiah palsu, pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti
uang Rupiah palsu, dan pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana
pemalsuan uang Rupiah. Data dan analisis BICAC selanjutnya akan dikoordinasikan
dengan Kepolisian RI dalam rangka memperkuat penanggulangan pemalsuan
uang Rupiah.
Pada triwulan laporan, Kantor Pusat Bank Indonesia telah melakukan 6 kali
pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan 6 kali
pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah di
wilayah Jakarta dan sekitarnya. Dengan demikian, selama 2016, Bank Indonesia
telah melakukan 43 kali pemeriksaan laboratorium atas permintaan Kepolisian RI di
wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Distribusi dan Pengolahan Uang
Dalam mencapai pilar kedua “distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal”,
Bank Indonesia melakukan kegiatan antara lain:
a. Peningkatan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
Bank Indonesia terus meningkatkan frekuensi dan kuantitas distribusi uang Rupiah guna
meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN), terutama dalam menghadapi kebutuhan uang
yang cenderung meningkat selama hari raya Natal dan akhir tahun 2016. Mekanisme
distribusi uang Rupiah dilakukan dari KPBI kepada 12 KPwDN sebagai Depo Kas, 4
KPwDN lainnya dan unit kerja kas di KPBI. Selanjutnya, Depo Kas akan mendistribusikan
lagi kepada KPwDN lainnya (Gambar 3.2).
Gambar 3.2
Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia
116
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selama triwulan laporan, realisasi distribusi uang Rupiah sebesar Rp69,30 triliun
dalam berbagai pecahan, naik secara signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp18,3 triliun. Kenaikan ini sejalan dengan permintaan uang kartal yang
meningkat menghadapi perayaaan Natal dan liburan akhir tahun 2016. Dari jumlah
distribusi uang tersebut, sebesar Rp43,53 triliun (62,81%) untuk memenuhi kecukupan
persediaan kas KPwDN dan Rp25,77 triliun (37,19%) untuk unit kerja kas di KPBI.
Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan triwulan IV-2016, Bank Indonesia
telah melakukan distribusi uang sejumlah Rp258,81 triliun dan retur sebesar Rp11,14
triliun, sehingga net distribusi uang mencapai Rp247,67 triliun untuk memenuhi
kecukupan uang seluruh kantor Bank Indonesia.
b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa
angkutan
Dalam rangka melakukan distribusi uang Rupiah keseluruh wilayah NKRI, Bank
Indonesia melakukan kerja sama antara lain dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan
PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Kerja sama itu berupa penyediaan armada
transportasi secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi Rupiah ke
seluruh Indonesia.
Kerja sama dengan PT KAI berupa penyediaan moda transportasi kereta api terjadwal
untuk distribusi uang Rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat. Bank Indonesia
juga menjalin kerja sama dengan PT Pelni untuk penyediaan moda transportasi
kapal penumpang terjadwal. Distribusi uang Rupiah dengan menggunakan kapal
penumpang merupakan alternatif, jika perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan
Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai jalur distribusi uang Rupiah Bank Indonesia atau
tidak dapat melayani permintaan distribusi uang pada waktu yang diperlukan.
c. Penerbitan Peraturan Bank Indonesia mengenai Penyelenggara Jasa Pengolahan
Uang Rupiah (PBI PJPUR)
Bank Indonesia dalam melaksanakan pengedaran Uang Rupiah kepada masyarakat
tidak dapat dipisahkan dari peran serta bank dan Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP)
yang melakukan pengolahan uang Rupiah. Pada awalnya, BUJP hanya bergerak pada
usaha kawal angkut uang yang kemudian diwajibkan untuk memiliki izin operasional
dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun demikian, kegiatan usaha BUJP yang
berkembang menjadi industri jasa pengolahan uang Rupiah, belum diikuti dengan
pengaturan dari Bank Indonesia mengenai standar sarana, prasarana dan infrastruktur,
sumber daya manusia, manajemen risiko, dan prinsip governance yang baku.
Pada 24 Agustus 2016, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia tentang
Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PBI PJPUR)28 yang diikuti dengan
penerbitan ketentuan pelaksanaan29 pada tanggal 2 November 2016. Ketentuan
tersebut bertujuan untuk memastikan kegiatan pengolahan uang Rupiah yang
dilakukan oleh BUJP yang bergerak di bidang pengolahan uang sesuai dengan standar
yang ditetapkan Bank Indonesia, serta mendorong atau memastikan berkembangnya
industri jasa pengolahan uang Rupiah yang sehat dan bertanggungjawab.
Jenis kegiatan jasa pengolahan uang Rupiah yang diatur dalam PBI PJPUR terdiri atas
(i) distribusi uang Rupiah, (ii) pemrosesan uang Rupiah, (iii) penyimpanan uang Rupiah
di khazanah; dan/atau (iv) pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan kecukupan
uang pada mesin komersial penarikan dan penyetoran uang (antara lain Automated
Teller Machine/ATM, Cash Deposit Machine/CDM, dan/atau Cash Recycling Machine/CRM).
28 PBI Nomor 18/15/PBI/2016.
29 Surat Edaran Ekstern No.18/25/DPU perihal Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
117
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Setiap badan usaha jasa pengamanan yang akan menjadi PJPUR untuk melakukan
kegiatan jasa pengolahan uang Rupiah harus memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Demikian pula, bagi PJPUR yang akan membuka kantor cabang wajib memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia. Selanjutnya, PJPUR harus menerapkan prinsip good
governance, antara lain memiliki service level agreement (SLA), mesin hitung uang,
sarana dan infrastruktur, serta kompetensi SDM dalam melakukan pengolahan dan
mengenai keaslian uang Rupiah. Penerapan prinsip tersebut bertujuan agar kualitas
kegiatan pengolahan uang Rupiah yang dilakukan oleh PJPUR sesuai dengan standar
Bank Indonesia.
Layanan Kas Prima
Dalam mencapai pilar ketiga “layanan kas prima”, Bank Indonesia melakukan kegiatan
melalui:
a.Layanan Kas Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah
perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau layanan kas Bank
Indonesia, Bank Indonesia terus mengoptimalkan layanan Kas Keliling. Bentuk layanan
tersebut berupa penukaran uang layak edar dan penggantian uang tidak layak edar,
yang dilakukan secara wholesale (kepada perbankan) dan/atau ritel (kepada masyarakat
umum).
Pada triwulan IV-2016, jumlah penukaran uang dalam rangka Kas Keliling mencapai
Rp678,39 miliar, meningkat 36,79% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Demikian
pula, jumlah penukaran uang tersebut naik 36,3% (yoy) dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan tingginya permintaan uang kartal di
masyarakat menjelang periode Natal dan liburan akhir tahun 2016, pengeluaran 11
pecahan uang Rupiah baru TE 2016, serta upaya Bank Indonesia untuk melakukan
percepatan peningkatan kualitas uang yang diedarkan. Selama 2016, jumlah penukaran
uang dalam rangka Kas Keliling mencapai Rp2,58 triliun atau meningkat 32,54%
dibandingkan dengan nominal Kas Keliling tahun 2015 yang mencapai Rp1,95 triliun.
Meningkatnya jumlah penukaran uang melalui kas keliling juga dipengaruhi oleh
kerjasama Bank Indonesia dengan instansi Pemerintah dan pihak lainnya. Selama
Triwulan IV-2016, kerja sama dan koordinasi kegiatan penukaran uang terutama
pemenuhan kebutuhan uang kecil yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Kerja sama Bank Indonesia dengan Polisi Perairan melalui kegiatan kas keliling
sebanyak dua kali dengan rute sebagai berikut:
• Pertama, 25-28 Oktober 2016 dengan rute Pulau Untung Jawa – Pulau Pari –
Pulau Lancang – Pulau Panggang – Pulau Pramuka.
•
Kedua, 11-15 November 2016 dengan rute Pulau Tidung – Pulau Kelapa – Pulau
Harapan – Pulau Panggang – Pulau Pramuka.
Selain layanan penukaran uang kepada masyarakat dilakukan pula kegiatan
sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah dan edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah.
2. Kerja sama Bank Indonesia dengan Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut
melalui kegiatan kas keliling sebanyak dua kali dengan rute yaitu:
• Pertama, 16-22 Desember 2016 dengan rute Pulau Barrang Lompo – Pulau
Barrang Caddi – Pulau Karanrang – Pulau Kulambing – Pulau Sabutung – Pulau
Bontosua – Pulau Selayar.
118
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
•
Kedua, 20-26 Desember 2016 dengan rute Pulau Bawean – Pulau Masalembo –
Pulau Kangean – Pulau Sapudi – Pulau Sumenep.
Selain layanan penukaran uang kepada masyarakat dilakukan pula kegiatan
sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah dan edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah.
b. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum
terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi
potensial
Selama triwulan IV-2016, terdapat penambahan 14 (empat belas) Kas Titipan yaitu di
Rengat (Provinsi Riau), Sukabumi (Provinsi Jawa Barat), Probolinggo dan Banyuwangi
(Provinsi Jawa Timur), Melak dan Tana Paser (Provinsi Kalimantan Timur), Ruteng, Ende
dan Lembata (Provinsi Nusa Tenggara Timur), Bulukumba (Provinsi Sulawesi Selatan),
Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara), Wamena (Provinsi Papua), serta Fak-Fak dan Teluk
Bintuni (Provinsi Papua Barat) (Gambar 3.3).
Bank pengelola Kas Titipan wilayah Rengat adalah PT Bank Negara Indonesia (BNI)
dengan jumlah peserta sebanyak 5 bank. Pada Kas Titipan wilayah Sukabumi, bank
pengelola yaitu PT BPD Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) dengan jumlah bank peserta
sebanyak 24 bank. Untuk Kas Titipan Probolinggo dan Banyuwangi dikelola oleh PT BPD
Jawa Timur (Bank Jatim) dengan masing-masing bank peserta sebanyak 9 bank dan 6
bank. PT BPD Kalimantan Timur (Bank Kaltim) ditunjuk sebagai pengelola Kas Titipan di
wilayah Melak dengan 4 bank peserta dan di wilayah Tana Paser dengan 5 bank peserta.
Di wilayah Ruteng, Ende dan Lembata, pengelolaan kas titipan dilakukan oleh PT BPD
Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) dengan masing-masing bank peserta sebanyak 4
bank, 6 bank dan 2 bank. PT BPD Sulawesi Selatan & Sulawesi Barat (Bank Sulselbar)
mengelola kas titipan wilayah Bulukumba dengan 8 bank peserta, sedangkan PT Bank
Rakyat Indonesia mengelola kas titipan wilayah Kolaka dengan 6 bank peserta. PT BPD
Papua (Bank Papua) mengelola kas titipan wilayah Wamena dengan 3 bank peserta,
wilayah Fakfak dengan 4 bank peserta, dan wilayah Teluk Bintuni dengan 4 bank
peserta. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan Desember 2016 terdapat 62
(enam puluh dua) wilayah Kas Titipan dengan jumlah peserta 510 (lima ratus sepuluh)
kantor bank peserta (Tabel 3.5).
Kantor Pusat (JKT)
Kantor Depo Kas (KDK)
Satker Kas
Rencana Kas Titipan yang akan dibuka
Kas Titipan Eksisting
Gambar 3.3
Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
119
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selama triwulan IV-2016, jumlah uang Rupiah yang ditarik oleh bank peserta Kas Titipan
sebesar Rp25,81 triliun, naik 79,32% (qtq) dibandingkan triwulan III-2016 yang tercatat
sebesar Rp14,39 triliun. Secara tahunan, jumlah penarikan uang tersebut lebih tinggi
40,03% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp18,43
triliun. Hal ini sebagai dampak penambahan jumlah Kas Titipan untuk mendukung
kelancaran transaksi pembayaran dalam kegiatan ekonomi masyarakat di daerah terpencil
dan perbatasan serta menyambut Hari Raya Natal dan libur akhir tahun 2016.
Dengan perkembangan tersebut, selama tahun 2016, total penarikan uang kartal oleh
bank melalui Kas Titipan mencapai Rp68,96 triliun atau meningkat 39,98% dibandingkan
tahun 2015 yang mencapai Rp49,26 triliun. Selama 2016, penarikan uang Rupiah tertinggi
dilakukan oleh perbankan wilayah Sumatera (Rp27,00 triliun), kemudian diikuti oleh
Sulampua Bali Nusra (Rp19,53 triliun), Kalimantan (Rp17,03 triliun) dan Jawa (Rp5,39 triliun).
Tabel 3.5
Daftar Kas Titipan Bank Indonesia Tahun 2016
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
120
Regional
Satker Kas
KPw Prov. Sumatera Utara
KPw Pematangsiantar
KPw Sibolga
Regional 1
Sumatera
KPw Prov. Aceh
KPw Prov. Lampung
KPw Prov. Bengkulu
KPw Prov. Sumatera Selatan
KPw Prov. Jambi
KPw Prov. Riau
KPw Prov. Sumatera Barat
KPw Prov. Kep. Riau
Regional 2
Jawa
Departemen Pengelolaan Uang
KPw Prov. Jawa Timur
KPw Jember
KPw Malang
KPw Bandung
KPw Prov. Kalimantan Selatan
KPw Prov. Kalimantan Tengah
Regional 3
Kalimantan
KPw Prov. Kalimantan Timur
KPw Prov. Kalimantan Barat
KPw Prov. Bali
KPw Prov. Nusa Tenggara Barat
KPw Prov. Nusa Tenggara Timur
KPw Prov. Sulawesi Utara
Regional 4
Bali Nusra &
Sulampua
KPw Prov. Sulawesi Tengah
KPw Prov. Sulawesi Selatan
KPw Prov. Sulawesi Tenggara
KPw Prov. Maluku Utara
KPw Prov. Maluku
KPw Prov. Papua
Lokasi Kas Titipan
Tebing Tinggi
Rantauprapat
Gunung Sitoli
Padang Sidempuan
Balige
Blangpidie (Aceh Barat Daya)
Kotabumi
Lubuk Linggau
Prabumulih
Tanjung Pandan
Muara Bungo
Dumai
Sungai Penuh
Bukittinggi
Tanjung Pinang
Tanjung Balai Karimun
Rengat
Serang
Pamekasan
Banyuwangi
Probolinggo
Sukabumi
Batulicin
Tanjung
Muara Teweh
Sampit
Pangkalan Bun
Sangatta
Tanjung Selor
Berau (Tanjung Redeb)
Melak
Tana Paser
Sintang
Ketapang
Singkawang
Singaraja
Bima
Maumere
Waingapu
Atambua
Ruteng
Ende
Lembata
Tahuna
Gorontalo
Kotamobagu
Toli-toli
Luwuk
Palopo
Pare-Pare
Bulukumba
Bau-Bau
Kolaka
Tobelo
Tual
Fakfak
Sorong
Timika
Biak
Merauke
Bintuni
Wamena
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Bank Pengelola
PT BNI
PT Bank Mandiri
PT BNI
PT BNI
PT BNI
PT BRI
PT BRI
PT BRI
PT Bank Sumsel Babel
PT Bank Mandiri
PT BNI
PT BRI
PT BNI
PT BNI
PT Bank Mandiri
PT BNI
PT BNI
PT Bank Jabar Banten
PT BNI
PT BPD Jatim
PT BPD Jatim
BPD Jabar
PT BPD Kalsel
PT BPD Kalsel
PT BPD Kalteng
PT BRI
PT BPD Kalteng
PT BPD Kaltim
PT BPD Kaltim
PT BPD Kaltim
PT BPD Kaltim
PT BPD Kaltim
PT BPD Kalbar
PT BPD Kalbar
PT BPD Kalbar
PT Bank Mandiri
PT BPD NTB
PT BPD NTT
PT BRI
PT BPD NTT
PT BPD NTT
PT BPD NTT
PT BPD NTT
PT Bank Mandiri
PT Bank Mandiri
PT Bank Sulawesi Utara
PT Bank Mandiri
PT BNI
PT BPD SulselBar
PT BPD Sulselbar
PT BPD Sulselbar
PT BNI
PT BRI
PT BNI
PT BRI
PT BRI
PT Bank Mandiri
PT Bank Mandiri
PT Bank Mandiri
PT BPD Papua
PT BPD Papua
PT BPD Papua
Jumlah Bank
Total jumlah bank pengelola dan bank peserta
Jumlah Bank
Pengelola
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
62
Jumlah Bank
Peserta
8
13
4
11
3
7
3
11
21
9
17
14
5
4
12
8
5
8
2
6
9
24
13
2
5
6
9
2
4
9
4
5
13
11
9
8
5
3
2
3
4
6
2
3
15
5
3
7
12
6
8
7
6
2
3
4
12
8
4
7
4
3
448
510
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BOKS
Memperkuat Kedaulatan Negara Melalui Penerbitan
Uang Rupiah Tahun Emisi 2016
Rupiah adalah simbol kedaulatan negara yang wajib dihormati dan dihargai oleh
setiap warga negara Indonesia. Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang Mata
Uang (UU Mata Uang) menetapkan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan
wajib digunakan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Bank Indonesia sebagai
otoritas moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran serta pengelolaan
uang rupiah, diamanatkan oleh UU Mata Uang untuk mengeluarkan, mengedarkan,
dan mencabut serta menarik uang rupiah.
Pengeluaran dan pengedaran uang rupiah tahun emisi (TE) 2016 merupakan
amanat UU Mata Uang. Undang-undang tersebut antara lain mengatur mengenai
ciri-ciri umum dan khusus yang dimuat dalam uang Rupiah. Salah satu ciri umum
khususnya pada uang rupiah kertas adalah pencantuman tanda tangan Gubernur
Bank Indonesia dan Menteri Keuangan RI dan frasa “Negara Kesatuan Republik
Indonesia”. Sementara itu, salah satu ciri umum untuk uang rupiah logam adalah
pencantuman frasa “Republik Indonesia”. Ciri-ciri umum uang rupiah tersebut
menegaskan makna filosofis Rupiah sebagai simbol kedaulatan negara yang harus
dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia.
Pada tanggal 19 Desember 2016, bertepatan dengan Hari Bela Negara, Presiden
Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo meresmikan pengeluaran dan
pengedaran uang rupiah 2016 untuk seluruh pecahan, terdiri dari 7 (tujuh)
pecahan uang kertas yaitu Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000,
Rp2.000, Rp1.000, dan 4 (empat) pecahan uang logam Rp1.000, Rp500, Rp200, dan
Rp100. Pengeluaran dan pengedaran uang baru ini adalah momen spesial karena
yang pertama kalinya dilakukan secara serentak sejak Indonesia merdeka.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden menekankan pentingnya mencintai Rupiah
sebagai salah satu wujud kecintaan kepada kedaulatan dan kemandirian bangsa
Indonesia. Presiden juga meminta agar Rupiah digunakan dalam setiap transaksi
keuangan di dalam negeri. Selain itu, kecintaan terhadap rupiah juga harus
diwujudkan dengan tidak menyebarkan gosip dan kabar bohong tentang Rupiah,
karena hal tersebut merupakan penghinaan terhadap negara.
Pahlawan Nasional dan Tema Uang Rupiah
Sesuai dengan amanat UU Mata Uang, uang rupiah harus mencantumkan
gambar pahlawan nasional sebagai gambar utama bagian depan. Pencantuman
gambar pahlawan nasional tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada
para pahlawan yang telah mempertahankan dan mengukuhkan NKRI. Selain
itu, pencantuman gambar pahlawan diharapkan dapat lebih memperkenalkan
pahlawan nasional kepada masyarakat sehingga dapat menumbuhkembangkan
semangat kepahlawanan dan sikap keteladanan pahlawan nasional kepada seluruh
masyarakat. Dalam penentuan mengenai tokoh yang dimuat dalam uang rupiah,
BI telah berkonsultasi dengan Pemerintah baik pusat maupun daerah, sejarawan,
akademisi, serta tokoh masyarakat. Beberapa kriteria pemilihan gambar pahlawan
nasional, yaitu belum pernah digunakan dalam uang Rupiah (kecuali proklamator),
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
121
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
keterwakilan daerah, keterwakilan gender, dan dapat diterima oleh seluruh
pihak (tidak menimbulkan kontroversi). Semua gambar pahlawan nasional yang
dicantumkan pada uang Rupiah kertas dan logam diperoleh dari instansi yang
berwenang menatausahakan pahlawan nasional dan telah disetujui oleh ahli waris
pahlawan nasional. Selanjutnya, gambar pahlawan nasional yang digunakan dalam
rupiah TE 2016 juga telah ditetapkan dalam surat Keputusan Presiden RI (Keppres
No. 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar
Utama Pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan
Republik Indonesia tanggal 5 September 2016).
Selain gambar pahlawan nasional, untuk uang rupiah kertas menampilkan
pula gambar tari nusantara dan pemandangan alam Indonesia untuk lebih
memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia.
Pencantuman gambar pahlawan nasional, tari nusantara dan pemandangan alam
Indonesia dapat mendukung program revolusi karakter bangsa melalui aspek
pengenalan sejarah dan nilai-nilai patriotisme serta cinta tanah air, selaras dengan
salah satu program Nawa Cita yang telah dicanangkan oleh Presiden Republik
Indonesia.
Gambar Depan
Pecahan
Pahlawan Nasional
Uang
kertas
Uang
logam
Rp100.000
Gambar Belakang
Pemandangan
Tari Nusantara
Alam
Dr. (H.C.) Ir. Soekarno –
Dr. (H.C.) Drs. Mohammad Hatta
Topeng Betawi
Raja Ampat
Rp50.000
Ir. H. Djuanda Kartawidjaja
Legong
Pulau Komodo
Rp20.000
Dr. G.S.S.J. Ratulangi
Gong
Derawan
Rp10.000
Frans Kaisiepo
Pakarena
Wakatobi
Rp5.000
Dr. K.H. Idham Chalid
Gambyong
Gunung Bromo
Rp2.000
Mohammad Hoesni Thamrin
Piring
Ngarai Sianok
Rp1.000
Tjut Meutia
Tifa
Banda Neira
Rp1.000
Mr. I Gusti Ketut Pudja
Rp500
Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi
Bonar Simatupang
Rp200
Dr. Tjiptomangunkusumo
Rp100
Prof. Dr. Ir. Herman Johannes
Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah TE 2016
Dalam rangka memudahkan masyarakat mengenali keaslian uang dan
mempersulit upaya pemalsuan uang, uang rupiah TE 2016 dilengkapi dengan
9-12 unsur pengaman. Unsur pengaman ini diperkuat dari pengaman yang telah
digunakan pada Rupiah tahun emisi sebelumnya. Secara umum, unsur pengaman
uang rupiah terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu terbuka (overt), semi tertutup (semi
covert) dan tertutup (covert/forensic). Unsur pengaman bersifat terbuka (overt)
122
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
adalah unsur pengaman yang dapat dideteksi tanpa bantuan alat. Unsur pengaman
bersifat semi tertutup (semi covert) adalah unsur pengaman yang dapat dideteksi
dengan menggunakan alat yang sederhana seperti kaca pembesar dan lampu
ultraviolet (UV). Sementara itu, unsur pengaman bersifat tertutup (covert/forensic)
adalah unsur pengaman yang hanya dapat dideteksi dengan menggunakan
peralatan laboratorium/forensik.
Unsur pengaman yang bersifat terbuka (overt) diperuntukkan bagi masyarakat
biasa agar dapat dengan mudah mengenali keaslian uang rupiah dengan cara 3D
(Dilihat, Diraba, Diterawang). Unsur pengaman tersebut yang terdapat pada uang
rupiah TE 2016 antara lain:
1. Benang pengaman baik yang dianyam dan dapat berubah warna apabila dilihat
dari sudut pandang tertentu maupun benang pengaman yang tertanam di
kertas uang.
2. Tanda air (watermark) berupa gambar pahlawan dan ornamen tertentu.
3. Gambar perisai yang berisi logo BI yang akan berubah warna apabila dilihat dari
sudut pandang berbeda.
4. Gambar tersembunyi multiwarna yang dapat dilihat dari sudut pandang
tertentu.
5. Gambar tersembunyi berupa tulisan “BI” maupun angka yang dapat dilihat dari
sudut pandang tertentu.
6. Cetakan timbul berupa pasangan garis di bagian tepi uang yang terasa kasar
apabila diraba yang digunakan sebagai kode bagi penyandang disabilitas netra
(blind code).
7. Gambar saling isi (rectoverso) berupa logo BI yang dapat dilihat secara utuh
apabila diterawangkan ke arah cahaya.
Unsur pengaman semi tertutup (semi covert) diperuntukkan bagi profesional seperti
kasir bank, kasir supermarket dan bendahara, agar dapat dengan mudah mengenali
keaslian uang rupiah dengan menggunakan alat bantu seperti kaca pembesar (loop)
dan lampu ultra violet (UV). Unsur-unsur pengaman yang bersifat semi tertutup
(semi covert) yang terdapat pada uang rupiah TE 2016 antara lain tulisan mikro dan
gambar raster serta cetakan dengan tinta khusus yang akan memendar apabila di
bawah lampu UV.
Untuk unsur pengaman tertutup (covert) merupakan unsur pengaman yang hanya
dapat dideteksi dengan menggunakan media peralatan laboratorium / forensik.
Cara Merawat Uang Rupiah
Budaya menjaga dan merawat uang Rupiah perlu ditanamkan di masyarakat sejak
usia dini. Menjaga uang rupiah itu sama artinya dengan menjaga simbol kedaulatan
negara. Sementara itu, merawat rupiah merupakan ungkapan rasa syukur atas kerja
keras. Dalam rangka mengajak mengajak masyarakat memperlakukan uang rupiah
dengan baik, BI mengkampanyekan slogan 3D yakni “Didapat-Disimpan-Disayang”.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
123
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Unsur-unsur pengaman uang rupiah yang bersifat terbuka dan semi tertutup
dapat dikenali dengan mudah kalau fisik uang rupiah masih dalam kondisi yang
baik dan bersih. Untuk itu, kepedulian masyarakat untuk merawat fisik uang rupiah
agar tidak cepat rusak, lusuh dan kotor merupakan keharusan. Masyarakat dapat
berkontribusi dalam menjaga dan merawat uang Rupiah, agar pengelolaan uang
rupiah yang dilakukan oleh BI dapat dilakukan secara lebih efisien. Caranya dengan
meninggalkan kebiasaan yang kurang baik, misalnya membasahi, melipat dan
meremas, mencoret-coret, serta men-straples uang Rupiah.
Dengan diterbitkannya uang Rupiah tahun emisi 2016, uang Rupiah kertas dan
Rupiah logam yang telah dikeluarkan dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alat
pembayaran yang sah, sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran oleh
Bank Indonesia.
3.4. Kerja Sama Internasional
Bank Indonesia
berperan aktif
dalam fora
internasional
dengan fokus
pada peningkatan
resiliensi ekonomi
dan sistem
keuangan, jaring
pengaman
keuangan
global. Selain itu,
berbagai alternatif
kerja sama
bilateral dijajaki
untuk menjaga
kestabilan nilai
tukar rupiah.
Selama 2016, Bank Indonesia aktif menghadiri berbagai fora internasional seperti forum
G20, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank for International Settlements (BIS), ASEAN dan
Pertemuan Tingkat Eksekutif Bank Sentral Negara Asia Pasifk (EMEAP). Dalam berbagai fora
tersebut, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya upaya bersama untuk mendorong
pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global serta meningkatkan resiliensi ekonomi dan
sistem keuangan.
Secara khusus, Bank Indonesia terus menyuarakan pentingnya penguatan jaring pengaman
keuangan global di G20 dan IMF. Bank Indonesia juga menunjukkan leadership di kawasan
ASEAN dengan secara aktif berkontribusi dalam penyusunan Strategic Action Plan for
Financial Integration 2025 di ASEAN.
Selain itu, Bank Indonesia terus berupaya mencari berbagai alternatif kerja sama untuk
memperkuat cadangan devisa. Selain melanjutkan kerja sama Bilateral Swap Arrangement
(BSA) dengan negara mitra sebagai pertahanan lapis kedua (second line of defense), Bank
Indonesia juga mendorong penggunaan mata uang lokal dalam setelmen perdagangan.
Penggunaan uang lokal diharapkan dapat berkontribusi positif pada upaya mengurangi
ketergantungan terhadap dolar AS dan pada akhirnya berkontribusi pada upaya menjaga
kestabilan nilai tukar rupiah.
Untuk mengamankan ruang kebijakan dalam menjaga stabilitas moneter, sistem keuangan,
dan sistem pembayaran sesuai kewenangan Bank Indonesia (policy space), Bank Indonesia
juga senantiasa terlibat dalam setiap proses negosiasi kerja sama FTA/CEPA yang dijalin
Pemerintah RI.
Selanjutnya, untuk menjaga persepsi positif investor terhadap perekonomian Indonesia,
Bank Indonesia aktif menjalin komunikasi dengan para investor dalam dan luar negeri
maupun dengan lembaga rating untuk memitigasi asymmetric information.
3.4.1. Kerja Sama dalam Forum G20
Pencapaian Presidensi G20 Tiongkok 2016. Forum G20 di bawah Presidensi Tiongkok
berupaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi global yang
inklusif melalui agenda 4I, yaitu Innovative (Inovatif ), Invigorated (penguatan), Interconnected
124
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
(keterkaitan), dan Inclusive (inklusif ). Sejalan dengan agenda tersebut, Konferensi Tingkat
Tinggi G20 di Hangzhou, 4-5 September 2016, menghasilkan kesepakatan (Hangzhou
Leaders Communique) yang menjadi acuan bagi negara anggota dalam mempercepat
pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Komitmen Indonesia dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan
agenda G20. Sepanjang 2016, Bank Indonesia dan delegasi RI menunjukkan kepemimpinan
dan kesungguhan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menerapkan semua
instrumen kebijakan yang tersedia, baik kebijakan moneter, kebijakan fiskal, maupun
reformasi struktural (bauran kebijakan). Hal ini menjadi contoh bagi negara lain dan
dimasukkan ke dalam Hangzhou Leaders Communique. Indonesia juga memperlihatkan
kesungguhan dalam implementasi Strategi Pertumbuhan (Growth Strategies) dengan
hasil asesmen yang menunjukkan bahwa reformasi struktural Indonesia diperkirakan
akan memberikan dampak pada tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,8% pada
2018. Hasil ini lebih tinggi dibanding dampak keseluruhan G20 yang diperkirakan hanya
mencapai 1,5% pada 2018.
G20 mendorong inovasi dan infrastruktur. Dengan mengesahkan G20 Blueprint on
Innovative Growth, seluruh pelaku ekonomi didorong untuk mencari sumber pertumbuhan
ekonomi baru. G20 menegaskan kembali komitmennya dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi global melalui peningkatan peran Bank Pembangunan Multilateral (Multilateral
Development Banks - MDBs) untuk mendukung investasi infrastruktur.
Terkait hal tersebut, MDBs membuat komitmen bersama untuk memberi dukungan pada
investasi infrastruktur (Joint Declaration of Aspirations on Actions to Support Investment
Infrastructure). Selain itu, sebagai co-chair Investment and Infrastructure Working Group
(IIWG) Indonesia mendorong inisiatif Aliansi Konektivitas Infrastruktur (Global Infrastructure
Connectivity Alliance) yang bertujuan meningkatkan sinergi dan kerja sama berbagai
program infrastruktur global.
Peran Indonesia dalam mendorong resiliensi. G20 juga terus berupaya meningkatkan
ketahanan (resiliensi) melalui reformasi sistem keuangan global dan regulasi sektor
keuangan. Delegasi Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya mitigasi risiko aliran
modal untuk mengurangi volatilitas pasar keuangan yang selama ini dapat mengganggu
stabilitas nilai tukar di negara berkembang. Hasilnya, IMF menyampaikan kajian mengenai
pengalaman negara-negara dalam melakukan kebijakan manajemen aliran modal (Capital
Flows Management Measures – CFMs).
Delegasi Bank Indonesia juga aktif menyuarakan pentingnya penguatan jaring pengaman
keuangan global (Global Financial Safety Net – GFSN) melalui pembentukan fasilitas baru
dari IMF sebagai pusat dari GFSN. Secara konkret, Bank Indonesia mendorong IMF untuk
menyediakan fasilitas likuiditas jangka pendek yang tidak berbasis pinjaman, namun
menyerupai swap dan dapat ditarik oleh negara dengan perekonomian yang sehat.
Awal Presidensi G20 Jerman 2017. Pada 1 Desember 2017, Bank Indonesia menghadiri
pertemuan tingkat Deputi Menteri Kuangan dan Deputi Gubernur Bank Sentral di
Berlin. Dalam pertemuan tersebut, Jerman menyampaikan bahwa tema besar Presidensi
G20 Jerman 2017 adalah ”Shaping an Interconnected World”. Selanjutnya, Finance Track
menerjemahkan tema tersebut ke dalam tiga pilar utama, yaitu (i) enhancing resilience, (ii)
supporting investment, dan (iii) shaping digitalization.
Posisi Indonesia dalam Presidensi G20 Jerman 2017. Dalam pertemuan tingkat deputi
dimaksud, delegasi Bank Indonesia juga menyampaikan pentingnya peningkatan resiliensi
dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global melalui penguatan GFSN dan CFMs yang
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
125
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
fleksibel. Terkait agenda shaping digitalization, Bank Indonesia menyampaikan dukungan
pembahasan mengenai digital financial inclusion, terutama untuk lebih memahami risiko
dan peluang dari perkembangan digital finance. Selanjutnya, Indonesia menyampaikan
saat ini sudah memiliki Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), mengembangkan
Layanan Keuangan Digital (LKD), dan membentuk Fintech Office di Bank Indonesia.
3.4.2. Kerjasama dalam Forum IMF
Asesmen dalam Kerangka Article IV Consultation for Indonesia 2016. Pada November 2016,
tim IMF melakukan asesmen terhadap perekonomian Indonesia dalam kerangka Article IV
Consultation for Indonesia 2016 (AIV 2016). Untuk mendukung pelaksanaan asesmen yang
komprehensif, Bank Indonesia secara aktif melakukan koordinasi dengan kementerian/
lembaga (K/L) terkait agar K/L dapat menyampaikan pencapaian pembangunan ekonomi
di Indonesia kepada tim IMF sehingga persepsi positif atas perekonomian Indonesia tetap
terjaga. Hal ini penting karena hasil asesmen IMF akan menjadi rujukan bagi institusi
keuangan internasional lainnya, termasuk lembaga pemeringkat dan investor dalam
menilai perekonomian Indonesia.
Hasil Asesmen Article IV Consultation for Indonesia 2016. Kinerja ekonomi Indonesia pada
tahun 2016 secara umum dinilai baik. Indonesia dianggap berhasil menjaga stabilitas
makroekonomi dan menyesuaikan diri dengan kondisi perekonomian global. Bauran
kebijakan makro ekonomi dengan reformasi struktural dinilai telah membantu Indonesia
dalam menghadapi beberapa tantangan, seperti siklus turunnya harga komoditas dunia,
lambatnya pertumbuhan ekonomi global, dan beberapa episode gejolak keuangan yang
berpengaruh kepada negara berkembang. Selain itu, Indonesia dinilai telah melangkah
maju dalam upaya pendalaman pasar keuangan.
Rekomendasi Asesmen Article IV Consultation for Indonesia 2016. IMF mendukung
langkah Indonesia untuk melakukan konsolidasi fiskal secara bertahap dan mengakui
berbagai kemajuan signifikan di bidang stabilitas sistem keuangan (SSK) dan upaya
menutup gap terkait Crisis Management Framework. IMF mendorong otoritas untuk
melanjutkan penguatan kerangka kebijakan jangka menengah melalui reformasi fiskal dan
struktural, untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga kestabilan makroekonomi.
3.4.3. Kerja Sama Bank of International Settlement (BIS)
Pertemuan tingkat Gubernur BIS. Pada pertemuan November 2016, Gubernur BIS
membahas berbagai isu penting antara lain mengenai penetapan tujuan dan komunikasi
kebijakan makroprudensial dan rencana publikasi laporan Committee on Payments and
Market Infrastructures (CPMI) atas topik fast payment (penyempurnaan atas retail payment).
Para gubernur juga membahas perkembangan kondisi ekonomi dan pasar keuangan
global.
Pembahasan topik kebijakan makroprudensial. Topik ini dilatarbelakangi oleh perlunya
pemahaman atas tujuan pokok kebijakan makroprudensial dan belum adanya framework
pengambilan keputusan kebijakan makroprudensial. Berdasarkan hasil diskusi, para
gubernur menyepakati perlunya transparansi dan akuntabilitas maupun framework yang
sistematis. Para gubernur juga memperhatikan isu joint communication antara kebijakan
moneter dan makroprudensial, terutama dalam situasi kedua kebijakan bergerak
berlawanan.
126
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pembahasan topik sistem pembayaran. Pada topik ini, para gubernur fokus pada isu
fast payment jasa pembayaran. Hal ini berarti transmisi pesan dan ketersediaan dana bagi
penerima dilakukan seketika dan jasa tersedia setiap hari selama 24 jam. Terkait isu fast
payment, bank sentral berperan antara lain sebagai katalis dalam koordinasi implementasi
dari industri sekaligus pengawas pelaksanaan kebijakan, menerapkan standar pengawasan,
dan melaksanakan jasa settlement. Mempertimbangkan manfaat dari adanya fast payment
dan dengan tetap memitigasi potensi risiko yang muncul, para gubernur sepakat untuk
mempublikasikan laporan terkait isu fast payment tersebut.
Pembahasan topik perkembangan kondisi ekonomi dan pasar keuangan global.
Dalam dua bulan terakhir, pertumbuhan global menunjukkan tanda-tanda penguatan,
terutama didorong oleh aktivitas konsumsi. Beberapa indikator utama seperti PDB dan
Indeks kesehatan sektor manufaktur (Purchasing Managers’ Index - PMI) di negara maju
maupun berkembang mulai menunjukkan perbaikan. Sementara itu, laju investasi dan
perdagangan dunia masih berjalan lambat. Kondisi risk averse (menolak risiko) di pasar
keuangan juga mulai meningkat. Kekhawatiran investor pada periode ini berkisar pada
ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) pada Desember 2016 dan
kondisi overheating di pasar perumahan Tiongkok.
3.4.4. Kerja Sama ASEAN
Strategic Action Plan for Financial Integration 2025. Sebagai tindak lanjut dari visi integrasi
sektor keuangan ASEAN setelah 2015, yang menjadi bagian ASEAN Economic Community
(AEC) Blueprint 2025, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN telah
menyepakati Strategic Action Plan for Financial Integration 2025 pada pertemuan April
2016 di Vientiane, Laos. Strategic Action Plan tersebut merupakan rencana kerja yang berisi
inisiatif integrasi keuangan di area perbankan, asuransi, pasar modal, keuangan inklusif,
sistem pembayaran, dan aliran modal.
Sebagaimana visi integrasi sektor keuangan, inisiatif dalam Strategic Action Plan (SAP)
terdiri atas tiga pilar, yakni financial integration, financial inclusion, dan financial stability.
Inisiatif integrasi keuangan dalam 10 tahun (2016-2025) dibagi dalam target jangka
pendek 2 tahunan. Strategic Action Plan tersebut telah dipublikasikan di website ASEAN
pada 8 Agustus 2016, bertepatan dengan ASEAN Economic Ministers’ Meeting ke-48 di
Vientiane, Laos. Sebagai langkah lanjutan, kini sedang disusun Key Performance Indicators
(KPIs) sebagai alat evaluasi kinerja pencapaian visi ASEAN Economic Community 2025 untuk
sektor keuangan. Bank Indonesia aktif berpartisipasi dalam penyusunan SAP for Financial
Integration 2025 dan KPIs.
3.4.5. Kerja Sama ASEAN+3
Fokus kerja sama ASEAN+3. Dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang terus
berlanjut, kerja sama terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan (resiliensi)
kawasan. Penguatan tersebut dilakukan antara lain melalui penguatan Chiang Mai Initiatives
Multilateralization (CMIM) dan peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office
(AMRO).
Penguatan Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CMIM). Selama 2016, penguatan
CMIM difokuskan pada peningkatan fasilitas CMIM yang tidak terhubung dengan IMF
(CMIM IMF Delinked Portion). Kerja sama juga dilakukan untuk memperkuat koordinasi
CMIM dengan Global Financial Safety Net (GFSN) dan upaya peningkatan kesiapan
operasionalisasi CMIM. Penguatan koordinasi antara CMIM dan GFSN antara lain dilakukan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
127
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
melalui penyempurnaan mekanisme operasional aktivasi fasilitas CMIM, khususnya
yang memiliki keterkaitan dengan program IMF (CMIM IMF Linked Portion). Sementara
itu, peningkatan kesiapan operasionalisasi CMIM dilakukan melalui penyempurnaan
Operational Guidelines CMIM secara berkelanjutan.
Peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Peningkatan
peran AMRO sebagai unit surveillance kawasan bertujuan untuk mendukung implementasi
CMIM. Hal itu dilakukan melalui penyempurnaan organisasi AMRO yang sejalan dengan
penyempurnaan strategic direction AMRO.
3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP)
Bank Indonesia menjadi lead discussant pada pertemuan Deputi Gubernur Anggota
EMEAP. Pertemuan pada triwulan IV-2016 ini membahas kondisi ekonomi dan keuangan
terkini di kawasan EMEAP dengan fokus pada dampak kemenangan Presiden Trump
dalam Pemilu AS terhadap perekonomian dan stabilitas keuangan di global dan kawasan.
Sebagai lead discussant (bersama Monetary Authority of Singapore dan Reserve Bank of New
Zealand), Bank Indonesia menyampaikan tingginya risiko capital reversal, terutama dari
negara emerging. Implementasi kebijakan AS yang baru di bawah kepemimpinan Presiden
Trump diperkirakan berdampak pada peningkatan inflasi AS yang lebih cepat dari perkiraan
pasar dan kenaikan Fed Fund Rate yang pada gilirannya akan mempengaruhi kondisi
global yang masih rentan. Terkait hal ini, Bank Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia
secara fleksibel dapat menyesuaikan dan merespons risiko global, yang tercermin dari
pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang tetap terjaga.
Pada pertemuan tersebut, para deputi gubernur melakukan pertukaran pandangan dengan
IMF mengenai semakin pentingnya peran nonbank dalam transmisi kebijakan moneter,
terutama melalui risk-taking channel. Hal ini antara lain disebabkan oleh regulasi perbankan
yang semakin ketat sehingga mempengaruhi lending capacity perbankan di tengah
pengaturan nonbank yang relatif masih lebih longgar. IMF juga menyoroti penurunan
perdagangan global yang disebabkan oleh pelemahan aktivitas ekonomi, tertahannya
liberalisasi, munculnya kembali tren proteksionisme, dan turunnya pertumbuhan global
value chain.
Para deputi gubernur juga menyepakati usulan program kerja Working Groups dan topik
riset yang akan dilakukan pada periode 2016 – 2018. Dalam hal ini, topik riset yang telah
disepakati adalah (i) The development of regional foreign exchange (FX) hedging markets,
yang akan dilakukan oleh Reserve Bank of Australia, Bank Negara Malaysia, dan Bank of
Thailand; serta (ii) The risks of capital reversal and how to mitigate the impact, yang akan
dilakukan oleh Bank Indonesia bersama dengan Hong Kong Monetary Authority.
3.4.7. Kerja sama dalam rangka penguatan cadangan devisa dan penggunaan mata
uang lokal dalam setelmen perdagangan bilateral
Kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan (BoJ). Pada 12
Desember 2016, Bank Indonesia melakukan penandatanganan perpanjangan kerja sama
BSA dengan BoJ yang bertindak sebagai agen Kementerian Keuangan Jepang. Perjanjian
kerja sama BSA ini pertama kali ditandatangani pada 17 Februari 2003 dan telah beberapa
kali diamendemen dan diperpanjang.
Sebagaimana perjanjian yang berlaku sebelumnya, kerja sama BSA merupakan perjanjian
swap dolar AS versus Rupiah antara Jepang dan Indonesia untuk mengatasi kesulitan
likuiditas apabila terjadi permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek.
128
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kerja sama BSA ini juga mendukung upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan
keuangan di kawasan, serta melengkapi jaring pengaman keuangan yang telah ada baik di
tingkat regional maupun global.
Kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam setelmen perdagangan. Bank Indonesia
telah menjalin kerja sama bilateral dengan Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand
melalui penandatanganan Nota Kesepahaman bilateral pada 23 Desember 2016 di
Bangkok, Thailand. Nota kesepahaman bilateral tersebut ditujukan untuk membentuk
kerangka kerja sama dalam penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung
dengan menggunakan mata uang lokal (local currency settlement), yaitu Rupiah, Baht
maupun Ringgit. Nota Kesepahaman bilateral tersebut ditandatangani oleh masingmasing Gubernur Bank Sentral, yakni Agus D.W. Martowardojo, Muhammad bin Ibrahim,
dan Veerathai Santiprabhob.
Kerja sama ini dilatarbelakangi oleh kuatnya hubungan perdagangan Indonesia dengan
kedua negara. Thailand dan Malaysia termasuk dalam sepuluh besar mitra dagang utama
Indonesia. Pada sisi impor, Malaysia dan Thailand merupakan negara asal impor Indonesia
kelima dan keenam. Rata-rata pangsa impor Indonesia dari kedua negara tersebut terhadap
total impor Indonesia pada periode 2010-2015 masing-masing sekitar 6,5% dan 5,8% (Tabel
3.6). Dalam periode yang sama, Malaysia dan Thailand merupakan negara tujuan ekspor
Indonesia ketujuh dan kesembilan dengan rata-rata pangsa ekspor Indonesia ke negara
tersebut terhadap total ekspor Indonesia masing-masing sekitar 5,6% dan 3,2% (Tabel 3.7).
Keterkaitan perdagangan yang tinggi tersebut belum disertai dengan penggunaan mata
uang ketiga negara (Rupiah, Baht maupun Ringgit) dan masih didominasi oleh dolar AS.
Secara agregat, dari rata-rata total transaksi Indonesia dengan berbagai negara pada
periode 2010-2015 (Tabel 3.7), penggunaan mata uang Ringgit dalam impor Indonesia
sekitar 0,3% dan di sisi ekspor sekitar 0,07%.
Sejalan dengan itu, dari rata-rata total transaksi Indonesia dengan berbagai negara pada
periode 2010-2015, penggunaan Baht juga masih sangat terbatas, yakni 0,2% di sisi impor
dan 0,04% di sisi ekspor (Tabel 3.7). Guna mengurangi ketergantungan yang masih tinggi
terhadap dolar AS diperlukan upaya untuk mendorong penggunaan mata uang lokal
dalam setelmen perdagangan antarnegara di kawasan.
Tabel 3.6
Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Negara (Rata-rata 2010-2015)
Impor
No.
Negara
Ekspor
Nilai (USD miliar)
Pangsa (%)
No.
Negara
Nilai (USD miliar)
Pangsa (%)
1
Tiongkok
27,35
16,6
1
Jepang
25,18
14,61
2
Singapura
22,60
13,7
2
Tiongkok
19,05
11,1
3
Jepang
17,75
10,8
3
AS
15,48
9,0
4
Korea
10,81
6,6
4
Singapura
13,53
7,9
5
Malaysia
10,70
6,5
5
India
12,00
7,0
6
Thailand
9,60
5,8
6
Korea
11,63
6,8
7
AS
8,53
5,2
7
Malaysia
9,68
5,6
8
Saudi Arabia
5,39
3,3
8
Taiwan
6,08
3,5
9
Australia
4,98
3,0
9
Thailand
5,47
3,2
10
Taiwan
3,89
2,4
10
Australia
4,46
2,6
11
India
3,74
2,3
11
Belanda
4,08
2,4
12
Jerman
3,63
2,2
12
Filipina
3,68
2,1
13
Others
35,72
21,7
13
Lainnya
42,03
24,4
164,69
100
172,36
100
Total
Total
Sumber: SEKI, Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
129
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.7
Impor dan Ekspor Indonesia Berdasarkan Valuta (Rata-rata 2010-2015)
Impor
No.
Negara
Ekspor
Pangsa (%)
No.
1
USD
Nilai (USD juta)
128.475,81
76,3
1
USD
Negara
Nilai (USD juta)
163.624,70
Pangsa (%)
2
EUR
5.841,81
3,5
2
JPY
1.996,48
1,16
3
JPY
5.837,88
3,5
3
SGD
1.868,46
1,08
4
SGD
3.704,31
2,2
4
EUR
1.858,85
1,08
5
IDR
3.436,62
2,0
5
IDR
1.343,86
0,78
6
AUD
649,99
0,4
6
CNY
757,29
0,44
94,93
7
MYR
442,29
0,3
7
HKD
293,70
0,17
8
GBP
280,84
0,2
8
AUD
184,79
0,11
9
THB
276,06
0,2
9
MYR
121,51
0,07
10
CHF
223,77
0,1
10
GBP
101,76
0,06
11
CNY
155,68
0,1
11
THB
67,25
0,04
12
HKD
104,73
0,1
12
AED
55,22
0,03
13
Others
18.826,78
11,1
13
Others
96,00
0,06
Total
168.256,57
Total
172.369,85
100,0
100,00
Sumber: SEKI, Bank Indonesia
Implementasi kerangka kerja sama bilateral Bank Indonesia dengan Bank Negara Malaysia
dan Bank of Thailand ini diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap upaya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Dengan demikian, hal tersebut dapat
berkontribusi positif pada upaya Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan nilai tukar
rupiah.
3.4.8. Kerja Sama Free Trade Agreements (FTAs) dan Comprehensive Economic
Partnership Agreement (CEPA)
Selama 2016, Bank Indonesia terlibat dalam proses negosiasi kerja sama FTA/CEPA yang
dijalin Pemerintah RI, baik yang dilakukan secara bilateral maupun multilateral. Keterlibatan
Bank Indonesia bertujuan untuk mengamankan ruang kebijakan dalam menjaga stabilitas
moneter, sistem keuangan, dan sistem pembayaran sesuai kewenangan Bank Indonesia
(policy space). Keterlibatan Bank Indonesia juga untuk menjaga konsistensi komitmen
liberalisasi Indonesia dengan arah pengembangan sektor jasa domestik dan komitmen
terdahulu, khususnya sektor jasa sistem pembayaran (SP) yang menjadi kewenangan Bank
Indonesia.
Komunikasi
kebijakan Bank
Indonesia
selama 2016
dilakukan secara
proaktif melalui
berbagai jalur
komunikasi media
konvensional dan
media sosial.
130
Secara umum, pembahasan isu policy space berlangsung pada working group yang
menyusun bab perdagangan jasa/investasi. Dalam hal ini, Bank Indonesia memfokuskan
keterlibatannya pada working group on trade in services (WG-TIS) dan working group on
investment (WGI). Pembahasan isu akses pasar dilakukan melalui proses request offer
dengan masing-masing negara mitra.
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan
3.5.1. Komunikasi Kebijakan
Komunikasi adalah elemen vital dari sebuah organisasi, terutama bagi Bank Indonesia
sebagai bank sentral. Dalam disiplin ilmu kebijakan publik, komunikasi dianggap sebagai
elemen penentu suksesnya implementasi suatu kebijakan. Karena itu, sebagai lembaga
negara perumus kebijakan Bank Indonesia menyadari krusialnya peran komunikasi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bagi Bank Indonesia, terdapat tantangan tersendiri dalam merumuskan berbagai rencana
dan aktivitas komunikasi kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Tantangan itu
terutama komunikasi terkait kebijakan yang memiliki dampak tinggi ke masyarakat, seperti
komunikasi hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur yang secara reguler dilaksanakan
tiap bulannya. Hal serupa terjadi dalam komunikasi terkait kebijakan lainnya di bidang
moneter, makroprudensial, maupun sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah.
Oleh karena itu, Bank Indonesia berupaya untuk menjaga harmonisasi instrumentasi
komunikasi, termasuk harmonisasi saluran komunikasi yang ada dengan memadukan
saluran komunikasi konvensional, elektronik, dan media sosial.
Pada 2016, Bank Indonesia melakukan berbagai macam program komunikasi, khususnya
untuk memberikan transparansi kebijakan dan non kebijakan kepada publik. Untuk
komunikasi kebijakan, Bank Indonesia menyampaikan kebijakan yang cukup beragam.
Bank Indonesia selalu melakukan prinsip – prinsip komunikasi yang berpegang pada
prinsip RACE (Research, Action Plan, Communication, dan Evaluation).
Dengan prinsip RACE, setiap kegiatan komunikasi yang dilakukan selalu mengedepankan
riset dan perencanaan demi terciptanya kegiatan komunikasi yang efektif. Evaluasi juga
selalu dilakukan dalam setiap kegiatan demi memberikan rekomendasi perbaikan terhadap
kegiatan komunikasi selanjutnya. Komuikasi kebijakan dilakukan secara bertahap dan
terencana, mulai dari pre-launching, on, sampai kepada post launching kebijakan.
Agar tujuan kelembagaan tercapai, Bank Indonesia harus dapat menjawab berbagai
tantangan komunikasi di tengah perkembangan teknologi yang sangat dinamis dan
fenomena too much information syndrome di masyarakat saat ini. Penggunaan youtube live
streaming, digital ads, digital magazine, mobile apps, serta optimalisasi media sosial adalah
beberapa contoh inisiasi yang berjalan beriringan. Sementara itu, penyusunan pesan utama
(key messages) yang kuat dan penyesuaian submessages yang sesuai kebutuhan stakeholder
menjadi titik penting dalam mendiseminasikan tugas dan fungsi Bank Indonesia yang saat
ini dirasakan semakin kompleks.
3.5.1.1. Tahapan Komunikasi Kebijakan
Komunikasi kebijakan Bank Indonesia melewati berbagai tahapan yang khas dalam sebuah
siklus komunikasi, diawali dengan penyusunan perencanaan, eksekusi pelaksanaan
melalui relasi stakeholders, dan diakhiri dengan evaluasi keseluruhan. Perencanaan/strategi
komunikasi adalah fase krusial. Pada fase ini, komunikasi diracik dan diramu sedemikian
rupa sehingga pesan utama (key message) mudah dipahami oleh seluruh stakeholders,
dengan meminimalisasikan bias persepsi.
Kolaborasi seluruh satuan kerja terkait di Bank Indonesia juga diperlukan agar sajian
komunikasi memiliki pesan yang kuat. Selanjutnya, pesan komunikasi tersebut menjadi
produk-produk komunikasi bagi berbagai kelompok stakeholders Bank Indonesia. Adapun
fase terakhir, adalah fase evaluasi. Tahapan ini menjadi bagian input rekomendasi dan
evaluasi komunikasi untuk perbaikan yang berkelanjutan.
3.5.1.2. Hubungan dengan Media, Pengamat, dan Lembaga Publik
Sebagai lembaga negara yang diamanatkan untuk mengeluarkan kebijakan moneter,
Bank Indonesia tidak dapat mengimplementasikan tugas dan wewenangnya sendirian.
Bank Indonesia perlu bekerja sama dan berkoordinasi secara matang dengan stakeholders
penting lainnya, seperti parlemen, pemerintah, lembaga publik, pengamat, dan media.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
131
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Berkaitan hal tersebut, sinergi komunikasi antar-stakeholders senantiasa dilakukan oleh
Bank Indonesia.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk
membangun hubungan kerja yang baik dengan stakeholders, seperti komunikasi dengan
Pemerintah RI dan DPR RI. Adapun topik bahasan di antaranya berupa koordinasi kebijakan
fiskal-moneter, stabilitas sistem keuangan, uang NKRI TE 2016, dan kegiatan strategis
lainnya (ISEF, PTBI).
Secara terjadwal dan konsisten, Bank Indonesia menjalin komunikasi dan informasi
kebijakan terkini dengan media, baik itu berbentuk press conference, media briefing, maupun
training. Selain itu Bank Indonesia juga mengagendakan Focus Group Discussion dengan
pengamat ekonomi, analis, pelaku pasar, dan para ekonom untuk berdiskusi mengenai
kondisi perekonomian dan kebijakan terkini, khususnya setelah pelaksanaan Rapat Dewan
Gubernur Bulanan. Sedangkan dalam melakukan komunikasi kepada kementerian terkait,
Bank Indonesia melakukannya secara bilateral antarhumas kelembagaan.
Untuk memperluas media komunikasi, Bank Indonesia memanfaatkan grup sosial media
sebagai salah satu saluran komunikasi yang cukup efektif dalam membangun hubungan
dan komunikasi di antara grup stakeholders.
3.5.1.3. Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia di Setiap Sektor
Komunikasi dalam bidang Moneter selama triwulan IV-2016 memiliki perspektif pesan
komunikasi yang beragam, namun tetap berada dalam satu jalinan benang merah, yakni
peran Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi bangsa.
Pada awal Oktober 2016, diberikan pernyataan bersama antara Bank Indonesia, Kementrian
Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penguatan koordinasi antarlembaga
dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi. Selain itu, dalam upaya untuk terus
memperkuat koordinasi dengan pemerintah, Bank Indonesia menggandeng pemerintah
pusat dan daerah untuk mengadakan rapat koordinasi (Rakor) bertajuk “Transformasi
Industri Manufaktur Kunci Daya Saing Global Indonesia”, di Surabaya. Kuatnya koordinasi
antara Bank Indonesia dengan pemerintah juga terlihat dari kehadiran Presiden RI Joko
Widodo maupun pejabat tinggi negara pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016 yang
mengangkat tema “Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi”. Pada kesempatan
itu, Presiden RI juga menyampaikan optimismenya terhadap perekonomian Indonesia ke
depan.
Terkait diseminasi kebijakan moneter yang dihasilkan, Bank Indonesia terus mengedukasi
masyarakat tentang upaya yang dilakukan dalam menyempurnakan mekanisme transmisi
melalui perubahan suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate.
Pada Oktober 2016 misalnya, komunikasi difokuskan terhadap penurunan BI 7-day Reverse
Repo Rate sebesar 25 bps dari 5% menjadi 4,75%.
Sepanjang 2016, komunikasi di bidang moneter didominasi oleh topik suku bunga acuan
BI 7-day Reverse Repo Rate, transmisi kebijakan moneter, inflasi, dan berbagai upaya Bank
Indonesia dalam menjaga inflasi. Upaya itu dilakukan melalui berbagai forum koordinasi
dengan pemerintah pusat maupun daerah.
Sementara itu terkait kerja sama antar bank sentral, pada 23 Desember 2016 Bank Indonesia
juga menandatangani Nota Kesepahaman yang dilakukan dengan Bank Negara Malaysia
dan Bank of Thailand. Nota kesepahaman ini membentuk kerangka kerja sama dalam
132
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
mendorong penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dalam mata uang
lokal (local currency settlement). Hal ini merupakan tonggak utama dalam kerja sama bank
sentral di regional.
Komunikasi dalam bidang Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) selama triwulan IV-2016
menitikberatkan komunikasi untuk mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan
dan perkembangan ekonomi syariah di tanah air. Komunikasi bidang SSK ini mengalami
tantangan yang cukup dinamis, terlebih dalam menghadapi semakin kompetitifnya kondisi
industri perbankan/keuangan saat ini.
Dorongan untuk meningkatkan fungsi intermediasi dilakukan melalui komunikasi mengenai
besaran tambahan modal bank berupa countercyclical buffer (CCB) sebesar 0% (nol persen).
Dengan besaran CCB sebesar 0%, diharapkan perbankan tetap dapat meningkatkan fungsi
intermediasinya guna mendorong pertumbuhan ekonomi mengingat tidak ada kewajiban
bagi bank untuk membentuk tambahan modal (buffer).
Selain itu, pada akhir tahun 2016 muncul isu di media sosial mengenai ajakan untuk menarik
dana secara besar-besaran dari bank yang dapat mengganggu stabilitas keuangan. Meski
demikian, Bank Indonesia mampu menangani isu tersebut dengan baik sehingga tidak
berdampak pada likuiditas perbankan maupun stabilitas keuangan.
Dalam mengembangkan sistem keuangan Indonesia, perkembangan ekonomi syariah
di tanah air tidak luput dari perhatian Bank Indonesia. Pada akhir Oktober 2016, Bank
Indonesia menyelenggarakan kegiatan tahunan Bank Indonesia di bidang ekonomi syariah
yakni Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2016 di Surabaya. Kegiatan ini dibuka oleh
Gubernur Bank Indonesia bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
ISEF merupakan salah satu kegiatan ekonomi dan keuangan syariah yang menyatukan
pengembangan keuangan syariah dan kegiatan ekonomi di sektor riil. ISEF diinisiasi Bank
Indonesia dan diselenggarakan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif, Islamic
Development Bank, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf Indonesia, Ikatan Ahli
Ekonomi Islam Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian PPNBappenas, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kegiatan ini merupakan bagian dari peran
aktif Bank Indonesia dalam memperkuat ekonomi dan keuangan syariah secara nasional.
Sepanjang 2016, beberapa kebijakan strategis yang dikomunikasikan antara lain mengenai
penyempurnaan ketentuan Loan to Value (LTV) untuk kredit properti dan rasio Financing to
Value (FTV) untuk pembiayaan properti, dan uang muka/pembiayaan kendaraan bermotor.
Komunikasi lainnya adalah terkait pendalaman pasar keuangan yang terus dilakukan oleh
Bank Indonesia.
Komunikasi dalam bidang Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah selama
triwulan IV-2016 mengalami tantangan yang cukup besar. Di bidang ini, Bank Indonesia
mengkomunikasikan kebijakan sistem pembayaran dan peredaran uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia. Komunikasi juga dilakukan untuk menjaga kredibilitas
(issues handling) Bank Indonesia.
Pada awal November 2016, tugas Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang rupiah banyak
mendapatkan serangan isu negatif terkait fitur rectoverso yang berada dalam uang rupiah.
Isu tersebut mengenai uang pecahan Rp100 ribu TE 2014 yang memuat logo seolah-olah
merupakan sebuah “palu dan arit” yang beredar luas di media sosial dan instant messenger.
Untuk melakukan komunikasi mengenai rectoverso sebagai salah satu fitur pengaman
pada uang keluaran Bank Indonesia, berbagai upaya terus dilakukan melalui media sosial
maupun pertemuan one on one dengan targeted stakeholder.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
133
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada pertengahan Desember 2016, Bank Indonesia resmi mengeluarkan 11 (sebelas)
pecahan uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016. Peresmian sekaligus menandai bahwa sebelas
pecahan uang tersebut mulai berlaku, dikeluarkan, dan diedarkan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasca peresmian, isu negatif mengenai uang NKRI TE 2016 banyak beredar di media sosial,
media online dan instant messenger. Isu negatif ini diulas cukup banyak dibandingkan
dengan isu negatif sebelumnya. Untuk merespon berbagai isu tersebut, Bank Indonesia
terus melakukan koordinasi dengan pihak–pihak terkait. Komunikasi dan sosialisasi juga
dilakukan secara masif untuk meredam isu negatif mengenai uang NKRI TE 2016 tersebut.
Dalam bidang Sistem Pembayaran, komunikasi Bank Indonesia senantiasa
mengampanyekan pemanfaatan dan inovasi Sistem Pembayaran. Sebelumnya, Bank
Indonesia mengumumkan milestone pengembangan Sistem Pembayaran yakni berupa
lima inisiatif Bank Indonesia dalam sistem pembayaran antara lain National Payment
Gateway (NPG), implementasi Standar Nasional Kartu ATM/DEBIT - National Standard
of Indonesian Chip Card Specification (NSICCS), Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi
Pembayaran, Financial Technology, dan Bantuan Sosial : Government To Person.
Pada pertengahan November 2016, Gubernur Bank Indonesia meresmikan Bank Indonesia
Fintech Office. Fintech Office merupakan wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas
model bisnis dan produk/layanan dari financial technology (fintech). Selain itu, Fintech
Office juga menjadi inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi.
Pembentukan Fintech Office dilakukan berdasarkan kesadaran Bank Indonesia mengenai
perlunya dukungan terhadap perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi yang
sehat.
Selain itu, dalam rangka pengembangan interkoneksi dan interoperabilitas sistem
pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan National
Payment Gateway (NPG). Pengembangan interkoneksi dan interoperabilitas sistem
pembayaran ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh empat bank
sebagai acquirer 1 yang mewakili 75% transaksi debit dalam negeri (BRI, Bank Mandiri,
BNI, BCA) dan tiga prinsipal nasional sebagai switching 2 (Artajasa Pembayaran Elektronis,
Alto Network, dan Rintis Sejahtera). Nota kesepahaman itu merupakan bentuk komitmen
industri untuk mendukung rencana implementasi NPG yang telah disusun oleh Bank
Indonesia.
Sepanjang 2016, beberapa inisiatif Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran dan
pengelolaan uang rupiah terus dilakukan. Inisiatif itu termasuk komunikasi mengenai
handling isu negatif tentang uang Rupiah.
Di luar komunikasi kebijakan, Bank Indonesia mengenal bentuk komunikasi yang diarahkan
pada pemahaman atas institusi atau disebut komunikasi kebanksentralan. Selama triwulan
IV-2016, komunikasi kebanksentralan tergolong beragam namun memiliki benang
merah untuk tetap berusaha mengenalkan fungsi penting Bank Indonesia dalam tatanan
perekonomian (peran sebagai penjaga stabilitas ekonomi bangsa). Salah satunya melalui
komunikasi / edukasi publik.
Selama ini, Bank Indonesia terus melakukan edukasi publik melalui berbagai format,
misalnya, sharing dengan lembaga negara maupun diskusi kepada penegak hukum, auditor
negara, program edukasi melalui kunjungan, aktivasi museum Bank Indonesia dan seminar
dengan akademisi. Dari sisi internal, Bank Indonesia terus memperkuat lini kecakapan
sumber daya internal melalui komunikasi pembentukan Bank Indonesia Institute (BIns)
pada akhir Agustus 2016.
134
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.5.1.4. Layanan Contact Center BICARA dan Komunikasi Digital Bank Indonesia
Contact Center Bank Indonesia (BICARA 131) senantiasa hadir untuk memberikan pelayanan
prima kepada publik. Selama triwulan IV-2016, tercatat sebanyak 21.202 permohonan
informasi yang masuk, baik melalui media telepon, email, datang langsung, surat, fax,
media sosial maupun media lainnya. Permohonan informasi yang masuk meningkat
sebesar 18,26% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (17.928). Mayoritas pertanyaan
yang diajukan adalah seputar informasi debitur individual (IDI) historis dan permohonan
sistem BI–RTGS. Kelompok stakeholders yang dominan menghubungi BICARA 131 adalah
perbankan dan masyarakat umum.
Sebagai cerminan dalam memberikan pelayanan prima, pencapaian Customer Satisfaction
Index (CSI) BICARA 131 pada triwulan IV-2016 adalah sebesar 97,59%. Pencapaian ini
meningkat sebesar 0,48% dibandingkan triwulan sebelumnya (97,12%). BICARA 131 juga
telah memenuhi standar ISO 9001:2015 dalam memberikan pelayanan kepada publik dan
menjadi contact center pertama di dunia yang tersertifikasi ISO 9001:2015. Pencapaian ini
semakin meningkatkan kepedulian stakeholders terhadap kinerja BICARA 131 sehingga
mampu menciptakan persepsi positif lembaga dalam hal layanan informasi publik. Pada
2016, contact center Bank Indonesia masih memperoleh predikat ISO 9001:2015.
Melalui ajang Pemeringkatan Badan Publik Tahun 2016, Bank Indonesia memperoleh
prestasi membanggakan dengan memperoleh peringkat 4 (empat) untuk kategori Badan
Publik/Lembaga Negara dan Lembaga Publik Non Kementerian. Hasil ini meningkat
dibanding 2015 dengan berada di peringkat 6 (enam). Pencapaian ini semakin menunjukkan
bahwa Bank Indonesia senantiasa menjunjung tinggi transparansi dalam hal penyampaian
informasi kepada publik sebagaimana amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP) No.14 tahun 2008.
Pada triwulan IV-2016, BICARA 131 memperoleh prestasi dalam ajang Contact Center World
(CCW) 2016 dengan memperoleh 3 medali, sbb:
Kategori
Korporat
Peringkat
The Best Social Media
Gold
The Best Direct Campaign
Silver
The Best Community Spirit
Bronze
Dari sisi komunikasi digital, pengembangan website Bank Indonesia terus dilakukan baik dari
segi konten, desain, maupun tampilan untuk memenuhi kebutuhan informasi stakeholders.
Website Bank Indonesia juga dikembangkan dalam bentuk mobile apps untuk perangkat
mobile. Penggunaan media sosial juga terus dioptimalkan sesuai perkembangan sarana
komunikasi yang digunakan. Terhadap seluruh media sosial Bank Indonesia, media yang
paling aktif menanggapi pertanyaan dan keluhan netizen adalah facebook dan twitter.
Sampai dengan triwulan IV-2016, Facebook Page Bank Indonesia telah mendapatkan “likes”
sebanyak 36.864 dari pengguna. Informasi yang dikomunikasikan melalui facebook berupa
liputan mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia, video, pengumuman,
dan infografis.
Sementara itu, pengikut twitter @bank_indonesia mencapai 392.599. Informasi yang
disampaikan melalui twitter antara lain BI rate, kurs, jadwal kas keliling, kunjungan ke Bank
Indonesia, siaran pers, dan pembukaan lowongan (karier). Selain tweet mengenai kurs dan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
135
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
karier, respons positif dari netizen paling banyak didapatkan dari tweet infografis, foto,
video, dan tweet series tematik mulai dari penukaran uang kecil dan uang dicabut, uang
desain baru TE 2016 sampai dengan berbagai kegiatan Bank Indonesia.
Kegiatan BI Goes to Campus yang diselenggarakan bekerjasama dengan NET Mediatama
mendapat respons baik di twitter pada 17 November 2016 dan sempat menjadi trending
topic dengan tajuk #BI_GNNTonNET. Kegiatan yang berdampak viral di twitter lainnya
selama triwulan IV-2016 adalah Peluncuran Rupiah TE 2016. Kegiatan tersebut juga
menjadi trending topic di twitter pada 19 Desember 2016 dengan tajuk #BankIndonesia
dan #UangBaruSemangatBaru.
Untuk youtube Bank Indonesia Channel, total video yang ditampilkan sampai dengan
triwulan IV-2016 sebanyak 238 video. Sampai dengan saat ini, jumlah subscriber youtube
Bank Indonesia Channel mencapai 4.041. Di seluruh saluran media social, termasuk youtube,
peluncuran Rupiah TE 2016 menjadi pilihan favorit netizen.
Pada 18 Desember 2016, terjadi lonjakan views tertinggi pada youtube BI Channel dan
“likes” pada video. Pada tanggal tersebut, Bank Indonesia melangsungkan live-streaming
Peluncuran Uang Rupiah TE 2016. Jumlah views pada video kegiatan tersebut sebanyak
20.328 dan mendapat “likes” dari 254 akun. Video kegiatan tersebut bukan hanya menjadi
video paling favorit selama triwulan IV-2016, namun juga terfavorit dan paling banyak
dilihat sepanjang 2016.
Instagram juga merupakan salah satu media sosial yang memiliki akselerasi pertumbuhan
jumlah followers yang tinggi, meskipun terhitung sebagai media sosial paling baru di Bank
Indonesia. Dari sejumlah 112 foto yang telah di-post, pada akhir triwulan IV-2016, instagram
Bank Indonesia mampu mencapai jumlah followers sebanyak 30.403 atau meningkat lebih
dari 100% dibanding triwulan sebelumnya.
Untuk mengedukasi publik mengenai kebijakan terkini, Bank Indonesia melakukan kegiatan
kunjungan publik bagi pelajar/mahasiswa/publik umum secara rutin. Bank Indonesia juga
menerbitkan majalah Gerai Info yang didistribusikan dan dibagikan tanpa biaya kepada
publik.
Selama triwulan IV-2016, telah dilaksanakan kunjungan publik sebanyak 21 kali kepada
sekolah maupun universitas yang dihadiri 2.509 peserta. Hasil survei kepuasan pelaksanaan
kegiatan kunjungan juga menunjukkan indikator yang baik dengan pencapaian nilai
kepuasan untuk proses kunjungan ke Bank Indonesia sebesar 98,69% atau meningkat
sebesar 3,72% dibandingkan triwulan sebelumnya (95,15%).
Edukasi
kebanksentralan
pada 2016
dilakukan melalui
pengajaran,
diskusi, dan
seminar guna
membahas isu
terkini terkait
perubahan di
lingkungan
domestik dan
internasional.
136
Untuk meningkatkan jangkauan distribusi majalah Gerai Info, Bank Indonesia juga
menyediakan dalam bentuk apps sehingga memudahkan bagi publik untuk membaca
dengan menggunakan media digital. Adapun inovasi apps majalah Gerai Info terkini adalah
melalui platform Android dan iOs untuk seluruh perangkat mobile. Dalam upaya melakukan
komunikasi kebijakannya, Bank Indonesia selalu berupaya untuk menjadi inovatif menuruti
perkembangan masyarakat yang semakin modern.
3.5.2. Edukasi Kebanksentralan
Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang peran dan fungsi
bank sentral, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan edukasi kebanksentralan.
Kegiatan ini mencakup pengajaran kepada kalangan akademisi maupun diskusi dengan
profesional dari dalam negeri dan manca negara melalui seminar.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bank Indonesia secara aktif melakukan komunikasi dan kegiatan edukasi kepada
masyarakat melalui berbagai sarana. Kegiatan tersebut memberikan pemahaman kepada
masyarakat luas mengenai berbagai kebijakan yang dirumuskan Bank Indonesia. Salah
satunya adalah dengan melakukan kuliah umum kebanksentralan di berbagai perguruan
tinggi negeri di Indonesia.
Pada triwulan IV-2016, BI Institute telah melakukan kegiatan kuliah umum kebanksentralan
di Universitas Lampung, Universitas Trunojoyo Madura, Universitas Gadjah Mada, dan
Institut Pertanian Bogor. Selama 2016, BI Institute telah menyelenggarakan lima belas
kuliah umum kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Mempertimbangkan perkembangan pembelajaran kebanksentralan yang sangat
pesat, pengembangan pembelajaran kebanksentralan ke depan akan menggunakan
model pendekatan clustering. Sebagai tahap awal, Bank Indonesia telah melakukan
penandatanganan nota kesepahaman (NK) dan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Institut
Pertanian Bogor. Prosesi penandatangan tersebut dihadiri oleh Deputi Gubernur Bank
Indonesia Perry Warjiyo dan Rektor IPB Prof. Hermanto Siregar.
Sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia kerap menjadi
objek studi banding dan tempat belajar bagi bank sentral dari negara lain. Selama 2016, BI
Institute telah menerima 5 kunjungan studi banding dari berbagai bank sentral dari negara
lain yakni Central Bank of Egypt, Nepal Rastra Bank, Central Bank Papua New Guinea, Bank
of Ethiopia, dan Bangladesh Bank. Kunjungan studi banding tersebut untuk mempelajari
beberapa hal, salah satunya untuk mempelajari Cash in Transit di Bank Indonesia yang
dilakukan oleh Bangladesh Bank pada kunjungan yang dilakukan di triwulan IV-2016.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan seminar nasional, yaitu Forum
Kepemimpinan Ekonomi Bangsa dengan narasumber Marty Natalegawa. Seminar ini diikuti
oleh 45 orang peserta internal dan 43 peserta eksternal yang berasal dari kementerian,
perbankan, akademisi, dan praktisi. Selain itu, BI Institute juga telah menyelenggarakan 3
seminar yaitu “Central Bank Policy Mix: Issues, Challenges, and Policy Responses”; “Electronic
Money, Negative Interest Rates and Monetary Policy in Advanced and Emerging Countries; dan
Retail Payment and Market Infrastructures bekerja sama dengan Central Bank of Republic
Turkey, De Nederlansche Bank, dan Bank of England.
3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional
Sepanjang 2016, Bank Indonesia melalui fungsi Investor Relations Unit (IRU) telah
melaksanakan sejumlah kegiatan hubungan investor untuk mengelola persepsi positif
perekonomian Indonesia. Kegiatan itu dalam bentuk investor briefing, investor conference
call, pertemuan IRU korporasi, dan penguatan linkage Investor Relations Unit (IRU) – Regional
Investor Relations Unit (RIRU) – Global Investment Relations Unit (GIRU).
IRU juga telah memfasilitasi pelaksanaan asesmen tahunan empat lembaga pemeringkat
(Standard & Poor’s – S&P, Moody’s, Fitch, dan Japan Credit Rating Agency – JCRA). Selain
itu, IRU membantu proses penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Valuta Asing (Valas)
Pemerintah untuk Global Bond, Euro Bond, Global Sukuk, dan Samurai Bond.
Pelaksanaan kegiatan hubungan investor oleh fungsi IRU Bank Indonesia mendapat
penilaian yang memuaskan dari Institute of International Finance (IIF), yakni lembaga
yang selama ini melakukan penilaian atas praktik hubungan investor di emerging market
termasuk Indonesia. IRU kembali memperoleh score tertinggi (42) untuk kategori Investor
Relations Practices Criteria.
Pemaparan
kondisi terkini
ekonomi dan
respon kebijakan
Bank Indonesia
dan pemerintah
senantiasa
dikomunikasikan
kepada investor
dan lembaga
rating, untuk
meningkatkan
kepercayaan
terhadap
perekonomian
Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
137
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sepanjang triwulan IV-2016, IRU telah memfasilitasi asesmen tahunan lembaga
pemeringkat (Moody’s dan Fitch), investor briefing, investor conference call, serta penguatan
IRU-RIRU-GIRU. Secara rutin, IRU juga melakukan pengkinian data dan informasi ekonomi
Indonesia melalui website IRU dalam rangka diseminasi informasi kepada stakeholders IRU
(lembaga pemeringkat, investor, dan opinion maker). Upaya peningkatan persepsi positif
perekonomian Indonesia juga didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar
Negeri (KPwBI LN) di London, New York, Singapura, dan Tokyo.
Terkait pelaksanaan asesmen tahunan Moody’s dan Fitch, IRU telah melakukan sejumlah
persiapan, baik dalam penyusunan materi kunjungan, fasilitasi pertemuan dengan
pimpinan kementerian/lembaga (K/L) terkait, maupun pemenuhan data dan informasi
yang diperlukan oleh kedua lembaga pemeringkat. Sebagai bentuk koordinasi, telah
dilaksanakan pertemuan Dedicated Team Meeting (DTM) tingkat teknis yang diikuti oleh
tujuh K/L yang akan ditemui oleh Moody’s maupun Fitch.
Dalam pertemuan tersebut, usulan IRU agar dalam pelaksanaan asesmen mengusung tema
utama “Synergy for Progressive Reforms” telah disetujui dan secara konsisten digunakan
oleh seluruh K/L pada saat pelaksanaan asesmen. Koordinasi yang erat antar-K/L dalam
persiapan asesmen lembaga pemeringkat, khususnya oleh Fitch, telah membuahkan hasil
sangat baik, yaitu Indonesia berhasil meningkatkan outlook rating dari stabil menjadi
positif.
Perbaikan outlook ini ditopang oleh beberapa hal. Pertama, track record stabilitas
makroekonomi yang dapat dijaga dengan baik oleh otoritas dalam beberapa tahun
terakhir di tengah tantangan ekonomi global. Kedua, kebijakan moneter dan nilai tukar
yang ditempuh Bank Indonesia telah efektif meredam gejolak di pasar keuangan. Ketiga,
dorongan reformasi struktural yang kuat sejak September 2015 mampu memperbaiki iklim
investasi secara bertahap dan diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
dalam jangka menengah.
Pada triwulan IV-2016, kegiatan investor briefing kepada investor portofolio telah
dilaksanakan antara lain dengan Aberdeen, BlackRock, UBS Wealth Management, Franklin
Templeton, Nomura Asset Management Co., dan AIG Asset Management. IRU juga
telah melaksanakan investor conference call dengan tema “Indonesian Recent Economic
Development and Policy Update, Q3-2016”. Kegiatan yang dilaksanakan pada 17 November
2016 itu menampilkan narasumber Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kepala
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara, dan Direktur Jendral
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan
Robert Pakpahan. Conference call yang diikuti oleh investor Asia dan Eropa ini merupakan
salah satu media IRU untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi, sekaligus klarifikasi
dari investor. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan market confidence pelaku
pasar internasional terhadap perekonomian Indonesia.
Pada periode laporan, IRU juga mendukung penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Valas
RI Tahun 2017. Dukungan ini terkait pelaksanaan due diligence, penyelesaian dokumen
Offering Memorandum, dan setelmen transaksi.
Upaya peningkatan persepsi positif perekonomian Indonesia juga didukung oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di luar negeri (KPwBI LN) baik di Singapura, Tokyo, London, dan
New York. KPwBI LN telah melakukan sejumlah pertemuan dengan investor (a.l. Maybank,
CIMB, Pictet, BlackRock, dan Prudential Fixed Income - Pramerica) maupun mitra strategis di
wilayah kerja KPwBI LN (a.l. Hong Kong Monetary Authority – HKMA, Bank Sentral Spanyol,
dan Hong Kong Trade and Development Council – HKTDC).
138
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
KPwBI LN juga bekerja sama dengan perwakilan K/L dalam penyelenggaran kegiatan
promosi investasi seperti The ASEAN Business Forum di Barcelona, Spanyol (Oktober 2016)
dan Business Forum on Energy and Infrastructure Sectors di Alberta, Kanada (November
2016). Berbagai pertemuan KPwBI LN dengan stakeholder strategis tersebut merupakan
media yang sangat efektif untuk membangun jejaring, mengelaborasi, dan menjawab
perhatian stakeholder yang pada akhirnya meningkatkan persepsi positif terhadap ekonomi
Indonesia.
Sebagai bagian dari upaya penguatan linkage IRU-RIRU-GIRU dan pelaksanaan joint
engagement dengan K/L terkait, IRU bersama KPwBI LN New York telah memfasilitasi
partisipasi RIRU Kalimantan Timur dan RIRU Sumatera Utara. Keterlibatan KPwBI LN
itu terkait promosi investasi yang diselenggarakan oleh KJRI Vancouver - Kanada pada
November 2016.
Sepanjang triwulan IV-2016 terdapat beberapa perhatian utama stakeholders yang terkait
dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Pertama, arah kebijakan moneter khususnya
pasca-terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Kedua, proyeksi inflasi dan nilai
tukar. Ketiga, prospek pertumbuhan ekonomi. Keempat, dampak perubahan reformulasi
kerangka kebijakan operasi moneter terhadap transmisi kebijakan moneter. Kelima,
pengelolaan likuiditas setelah adanya tax amnesty dan dampak tax amnesty terhadap
neraca pembayaran. Keenam, kebijakan pengelolaan valas yang dilakukan Bank Indonesia.
Ketujuh, proses penjajaran (alignment) antara kebijakan moneter dan fiskal.
3.6. Program Strategis Bank Indonesia
Untuk mendukung visi Menuju Bank Indonesia menjadi bank sentral yang kredibel dan
terbaik di regional, Bank Indonesia melakukan perubahan pada pelaksanaan proses bisnis
dan aspek pendukung melalui penyusunan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia
(AFSBI). Dengan mengusung 5 tema transformasi; Policy Excellence, Outstanding Execution,
Institutional Leadership, Motivated Organization dan State of The Art Technology, Bank
Indonesia menerapkan program-program strategis sebagai langkah awal perubahan
menuju 2024. Pelaksanaan transformasi dibagi menjadi dua fase utama, yakni Fase I
restructuring and enhancing (2014-2019) dan Fase II shaping the end state (2019-2024).
Lima tema transformasi tersebut selanjutnya diterapkan ke dalam Program Strategis
dengan perkembangan pelaksanaan sebagai berikut:
Implementasi 29
Program Strategis
Bank Indonesia
pada Fase
Restrukturisasi dan
Penyempurnaan
(2014 – 2019)
mencapai
tahapan yang
direncanakan.
i. Policy Excellence
Pada fase I, Bank Indonesia memiliki tiga target utama. Pertama, memimpin dalam kebijakan
moneter dan makroprudensial yang koordinatif di regional. Kedua, mampu memitigasi
10-20 jenis risiko sistemik dan financial imbalances. Ketiga, inflasi dan volatilitas nilai tukar
yang rendah dan terkendali di regional.
Selanjutnya pada fase II, Bank Indonesia juga memiliki beberapa tujuan. Pertama, menjadi
bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Kedua, memiliki pendekatan balanced
dalam menangani financial imbalances dengan menggunakan national dan financial
regional balance sheet. Ketiga, menargetkan inflasi dan volatilitas nilai tukar paling
terkendali di regional.
Untuk mencapai Policy Excellence, fokus utama program adalah merumuskan dan
memperkuat framework (kerangka kerja) kebijakan moneter dan makroprudensial dan
kebutuhan infrastruktur pendalaman pasar keuangan (PS 1, 26 dan 27). Selain itu, Bank
Indonesia mengembangkan pendekatan operasional dari kebijakan moneter (PS 2).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
139
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Program lainnya adalah pengembangan riset dan input pengambilan kebijakan,
memperkuat proses pengambilan keputusan, dan komunikasi kebijakan (PS 3). Selain itu,
terdapat program penyusunan metodologi monitoring Stabilitas Sektor Keuangan yang
efisien dan efektif melalui regional and national balance sheet dan Financial Imbalances (PS
4). Yang tidak kalah penting adalah memperkuat posisi Bank Indonesia dalam pembahasan
RUU terkait Bank Indonesia (PS 28).
Pencapaian tema Policy Excellence. Selama 2016, Bank Indonesia telah mengkinikan
ketentuan tentang kerangka kerja kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar yang
terintegrasi dengan kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengelolaan
rupiah, termasuk di dalamnya kebijakan ekonomi dan keuangan daerah serta kebijakan
internasional. Selain itu, Bank Indonesia telah menyelenggarakan seminar nasional terkait
komunikasi pemanfaatan National Balance Sheet sebagai alat untuk mengukur kerentanan
sistem keuangan Indonesia.
Untuk mengurangi asimetri informasi antara produsen dan konsumen sekaligus menjadi
dasar dalam perumusan kebijakan pengendalian inflasi di daerah, Bank Indonesia
meluncurkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). PIHPS adalah sistem informasi
yang mendiseminasikan harga pangan strategis kepada masyarakat. Secara nasional, PIHPS
sudah berhasil mengintegrasikan data dari 32 provinsi, 127 kabupaten/kota, dan 312 pasar
dari seluruh Indonesia.
ii. Outstanding Execution
Tema ini dicanangkan untuk meningkatkan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas proses
kerja di Bank Indonesia dan dilakukan melalui enam Program Strategis (PS). Pertama,
memperbaiki business continuity planning & disaster recovery (PS 6). Kedua, mengelola
manajemen risiko untuk memastikan proses bisnis terus berjalan meski kondisi darurat
dan meningkatkan tata kelola serta pengendalian risiko (PS 9). Ketiga, menginisiasi
pembentukan center of excellence dalam menjaga surveillance sistem keuangan (PS 5).
Keempat, mencanangkan sentralisasi jaringan distribusi uang untuk meningkatkan
ketersediaan, kualitas, dan ketepatan waktu pengiriman uang sehingga uang yang beredar
di masyarakat kuantitasnya memenuhi kebutuhan dan kualitas uang semakin baik (PS 8).
Kelima, mengoptimalisasi kapasitas percetakan uang untuk memenuhi kebutuhan uang
secara kualitas dan kuantitas (PS 7). Keenam, mengoptimalisasi peran Bank Indonesia di
daerah yang didukung oleh peningkatan kerja sama Kantor Perwakilan Bank Indonesia
dalam negeri (KPwBI DN) dan Departemen Regional (PS 10).
Pencapaian tema Outstanding Execution. Selama 2016, Bank Indonesia berhasil membuka
26 titik distribusi dari target awal tahun sebanyak 21 di wilayah Indonesia sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan dan kualitas uang. Ke-26 Kas Titipan Baru itu adalah Blangpidie,
Balige, Sungai Penuh, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Redeb (Berau), Tual, Tobelo,
Singaraja, Kotabumi, Tebing Tinggi, Bukit Tinggi, Tabalong, Ruteng, Bintuni, Fak-Fak, Kutai
Barat (Melak), Pamekasan, Probolinggo, Sukabumi, Bulukumba, Banyuwangi, Rengat, Ende,
Tanah Pasir, Kolaka, dan Lembata.
iii. Institutional Leadership
Penguatan peran Bank Indonesia sebagai inisiator atau pelopor terdepan pada suatu
program telah mendapat pengakuan secara nasional maupun internasional. Hal ini
dicerminkan pada tema Institutional Leadership melalui pelaksanaan enam Program
Strategis (PS). Pertama, penguatan strategi kebijakan internasional untuk mendukung
kepentingan Bank Indonesia maupun nasional dan meningkatkan kepemimpinan Bank
Indonesia di kawasan (PS 11). Kedua, protokol manajemen krisis, termasuk penguatan
140
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
koordinasi dengan OJK, Kemenkeu dan LPS serta instansi terkait (PS 12) dan pendalaman
pasar keuangan (PS 13). Ketiga, pengembangan ekonomi syariah melalui koordinasi
lintas institusi, inisiatif pendirian International Islamic Financial Services Board (IFSB),
pengembangan kurikulum pesantren, modul ekonomi dan keuangan syariah, serta
penyusunan ketentuan dan kerangka pengawasan zakat dan wakaf (PS 14). Kelima, Bank
Indonesia mendorong program elektronifikasi dan keuangan inklusif, serta instrumen
pembayaran non tunai, antara lain uang elektronik, pengadopsian electronic data capture
(EDC), dan layanan keuangan digital (LKD) (PS 15). Bank Indonesia juga mengembangkan
National Payment Gateway (NPG) dan Platform Electronic Bill Presentment and Payment
(EBPP) sehingga nantinya terwujud interkoneksi dan interoperabilitas antar penyelenggara
instrumen (PS 16). Keenam, Bank Indonesia berdedikasi untuk mengawal perkembangan
financial technology (PS 29).
Pencapaian tema Institutional Leadership. Selama 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan
beberapa ketentuan untuk mendorong pengembangan pasar keuangan di Indonesia30,
maupun ketentuan yang mengatur mengenai transaksi valas dengan Rupiah terhadap pihak
asing31, maupun terhadap pihak domestik32. Selain itu, untuk mengatur teknis pelaksanaan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip
Syariah, Bank Indonesia juga telah menerbitkan pedoman pelaksanaannya33. Selanjutnya,
untuk merespon dinamika industri keuangan berbasis teknologi, Bank Indonesia mendirikan
FinTech Office sebagai wadah untuk melakukan pengkajian mendalam terhadap regulasi
dan bentuk koordinasi yang sesuai untuk area keuangan berbasis teknologi.
iv. Motivated Organization
Untuk mendukung ketiga tema tersebut di atas, Bank Indonesia memerlukan dukungan
organisasi dan sumber daya manusia yang kapabel. Sehubungan dengan itu, diperlukan
perencanaan meningkatkan keterampilan, kapabilitas, dan motivasi pegawai yang
dilakukan dengan enam Program Strategis yang berkaitan erat dengan area sumber daya
manusia (SDM).
Untuk mencapai Motivated Organization, pengelolaan SDM di Bank Indonesia akan
diperbaiki mulai dari jalur perekrutan (PS 18), career path, dan job grading (PS 19). Program
lainnya adalah pengembangan kapabilitas pegawai dengan berbagai pendidikan (PS
17), serta pengelompokan pegawai bertalenta dan kepemimpinan yang mendukung (PS
21) hingga manajemen kinerjanya (PS 20). Selaras dengan itu, dilakukan reorganisasi di
seluruh satuan kerja sebagai wujud penguatan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral
hasil rekomendasi AFSBI (PS 22).
Pencapaian tema Motivated Organization. Selama 2016, Bank Indonesia membentuk
Departemen Ekonomi Syariah dan Departemen Pendalaman Pasar Keuangan pada Maret
2016 serta Departemen Pengadaan Strategis dan Departemen Pengelolaan Logistik dan
Fasilitas pada Juni 2016. Pembentukan dan pengembangan departemen merupakan
implementasi dari roadmap organisasi arsitektur fungsi strategis Bank Indonesia (AFSBI).
Selanjutnya, pada tanggal 22 Agustus 2016, Bank Indonesia melakukan grand launching
BI Institute. BI Institute akan dikembangkan untuk menjadi sarana pembelajaran pegawai
internal dan stakeholders eksternal yang mumpuni. Pada 2016, pembelajaran stakeholders
eksternal telah dilakukan kepada pemimpin daerah.
30
31
32
32
PBI No. 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang.
BI No. 18/19/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing.
PBI No. 18/18/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik.
SE No.18/11/DEKS tentang petunjuk teknis atas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/2/2016 tentang Transaksi
Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
141
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
v. State of The Art Technology
Untuk mempercepat progres pencapaian visi dan misi Bank Indonesia, tema transformasi
ini menekankan kepada pemanfaatan teknologi mutakhir yang dilaksanakan melalui
tiga program strategis. Ketiga program tersebut adalah penguatan sistem informasi di
Bank Indonesia sesuai dengan desain arsitektur sistem informasi Bank Indonesia (PS
24), perbaikan pengelolaan operasional dan tata kelola sistem informasi (PS 25), dan
pemanfaatan big data dalam proses pengambilan keputusan di bidang moneter dan
stabilitas sistem keuangan (PS 23).
Pencapaian tema State of The Art Technology. Selama 2016, Bank Indonesia telah berhasil
meluncurkan beberapa inisiatif unggulan dari pemanfaatan big data. Pertama, melakukan
identifikasi persepsi dan respons stakeholders, pelaku ekonomi, dan pasar terhadap
kebijakan Bank Indonesia. Kedua, proksi indikator pasar properti. Ketiga, identifikasi
struktur keterkaitan pelaku dalam sistem pembayaran. Keempat, proksi supply and demand
pembiayaan perbankan. Kelima, identifikasi awal pemanfaatan data financial technology
(FinTech). Hasil dari inisiatif tersebut akan digunakan menjadi input dalam pengambilan
kebijakan di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran.
142
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
143
BAB IV
Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Untuk mencapai visi 2024, Bank Indonesia melaksanakan proses manajemen strategis melalui
Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (PAMK). Secara konsisten, Bank Indonesia
menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good governance) dalam penerapan berbagai
perangkat manajemen strategi, audit internal, manajemen risiko, pengelolaan keuangan, sistem
informasi, aspek hukum, maupun organisasi dan manajemen sumber daya.
Secara umum, pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama 2016 berjalan dengan
baik. Kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia juga sangat baik yang tercermin pada Laporan
Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2015. Penyusunan Program Kerja, Anggaran
dan Rencana Investasi (PKARI) 2017 juga dilakukan secara komprehensif.
RINGKASAN KAPABILITAS INTERN
BANK INDONESIA TRIWULAN IV-2016 dan Tahun 2016
1.Bank Indonesia melakukan implementasi dan penguatan governance secara
menyeluruh mencakup seluruh elemen pokok Kerangka Kerja Tata Kelola (governance
framework) Bank Indonesia, yaitu prinsip, komitmen, struktur, proses, dan hasil tata
kelola.
2. Untuk mencapai Visi 2024, Bank Indonesia melaksanakan proses manajemen strategis
secara konsisten melalui penerapan Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen
Kinerja.
3. Pada 2016, hasil asesmen maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia
menunjukkan peningkatan signifikan. Bank Indonesia memperoleh pencapaian
positif dengan nilai 3,38 dari skala 5.
4. Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan audit terhadap 33 satuan kerja sesuai
Rencana Audit Tahun 2016.
5.Pada akhir Desember 2016, realisasi Anggaran Penerimaan sebesar 85,78%,
sedangkan realisasi Anggaran Pengeluaran sebesar 98,37% dari Anggaran Tahunan
Bank Indonesia.
6. Bank Indonesia fokus pada pengembangan sistem informasi untuk mendukung
Program Transformasi Bank Indonesia sesuai Information System Enterprise Architecture
2015 – 2024.
7. Demi terwujudnya kebijakan yang time-to-market, Bank Indonesia membentuk Fintech
Office, yaitu wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis maupun
produk/layanan Fintech.
8. Selama 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 242 peraturan yang terdiri atas 43
Peraturan Bank Indonesia, 42 Surat Edaran Bank Indonesia Eksternal, 22 Peraturan
Dewan Gubernur, dan 135 Surat Edaran Bank Indonesia Internal.
9. Pada 2016, Program Sosial Bank Indonesia difokuskan pada program pemberdayaan
untuk memperkuat ekonomi rumah tangga secara berkelanjutan.
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.1. Tata Kelola (Governance)
Selama 2016,
Bank Indonesia
menerapkan dan
memperkuat
governance secara
menyeluruh
mencakup kelima
elemen governance
framework.
Hasil asesmen
governance
Bank Indonesia
pada akhir 2016
menunjukkan
maturitas
governance
berada pada level
tertinggi.
Penerapan good governance menuntut upaya yang berkelanjutan dari waktu
ke waktu. Seiring dengan tantangan dan tuntutan stakeholders, Bank Indonesia
mengimplementasikan tata kelola organisasi yang baik dan melaksanakan berbagai
inisiatif penguatan governance. Untuk memastikan penerapan tata kelola (governance)
dilakukan secara terarah, konsisten, dan terkoordinasi, implementasi dan penguatan
governance dilaksanakan secara menyeluruh mencakup berbagai elemen Kerangka Kerja
Tata Kelola (governance framework) Bank Indonesia. Governance framework memuat lima
elemen pokok, yakni prinsip, komitmen, struktur, proses, dan hasil tata kelola.
Pada akhirnya, berbagai penguatan governance yang dilakukan tersebut diharapkan
dapat mendukung pencapaian Bank Indonesia dari sisi kebijakan, sehingga pelaksanaan
tugas Bank Indonesia dapat dipertanggungjawabkan dan dijalankan dalam koridor
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, serta taat azas.
Sesuai prinsip tata kelola, pelaksanaan tugas Bank Indonesia berlandaskan pada 3
(tiga) prinsip, yakni independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Tujuan penerapan
dan penegakan tata kelola di Bank Indonesia adalah untuk menghasilkan kredibilitas
dengan mengedepankan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, memenuhi aturan
perundang-undangan, memperhatikan standar praktik umum, dan berupaya memenuhi
ekspektasi pemangku kepentingan terhadap akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia.
Terkait dengan komitmen tata kelola, untuk memberikan kejelasan pelaksanaan Kode Etik
dan Pedoman Perilaku, pada tahun 2016 diterbitkan Pedoman Pelaksanaan Peraturan Kode
Etik. Guna meningkatkan awareness dan kepatuhan SDM Bank Indonesia terhadap aturan
Kode Etik dan Pedoman Perilaku, dilakukan berbagai kegiatan internalisasi dan sosialisasi
kepada seluruh lapisan pegawai. Materi Kode Etik dan Pedoman Perilaku BI menjadi salah
satu materi wajib dalam program pembekalan pegawai baru dan promosi di semua level.
Sejak diimplementasikan pada tahun 2015, Whistle Blowing System Bank Indonesia (WBS
BI) telah berfungsi sebagai sarana untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan baik
dari internal pegawai Bank Indonesia maupun masyarakat atas perbuatan yang diduga
merupakan pelanggaran terhadap ketentuan kode etik dan pedoman perilaku serta sistem
dan prosedur kerja. Untuk meningkatkan efektivitas implementasi WBS BI, telah dilakukan
evaluasi dan disusun rencana perbaikan ke depan guna meningkatkan kemampuan WBS
BI sebagai alat deteksi pelanggaran.
Untuk menunjukkan komitmen terhadap penerapan tata kelola yang baik di bank sentral
kepada publik, Bank Indonesia menata kembali informasi mengenai tata kelola (governance)
di website Bank Indonesia. Informasi terkait governance yang sebelumnya tersebar di
beberapa kategori informasi dikelompokkan dalam satu menu khusus governance di
halaman depan website Bank Indonesia. Melalui penyajian informasi yang terpadu,
stakeholders dapat dengan mudah mengakses dan memahami berbagai kebijakan Bank
Indonesia terkait governance.
Seiring dengan penerapan peraturan Kode Etik dan Pedoman Perilaku terkait larangan
penyalahgunaan dan/atau pengedaran narkotika, obat-obatan terlarang, zat adiktif
dan/atau psikotropika lainnya, Bank Indonesia menginisiasi kerja sama dengan Badan
Narkotika Nasional (BNN). Kerja sama dilakukan untuk mendukung upaya pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
baik di lingkungan Bank Indonesia maupun lingkungan lembaga yang berada di bawah
kewenangan pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia. Kerjasama ini merupakan bukti
nyata komitmen Bank Indonesia untuk mendukung pemberantasan bahaya narkotika
146
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
yang dilakukan oleh pemerintah melalui gerakan Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).
Guna mendukung upaya pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), pada
tahun 2015 Bank Indonesia memperluas aturan penyampaian Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) tidak hanya terbatas pada unsur pimpinan Bank Indonesia,
namun juga berlaku hingga pegawai dengan pangkat staf. Sejak diberlakukannya aturan
tersebut, Bank Indonesia secara aktif mendorong pemenuhan kewajiban penyampaian
LHKPN melalui sosialisasi ketentuan dan pemantauan secara berkala pada saat ADG dan
pegawai menjabat pertama kali, promosi, mutasi, dan pensiun. Pada akhir tahun 2016,
tingkat penyampaian LHKPN Bank Indonesia mencapai 95,5%, di atas kriteria minimum
sebesar 90%. Terhadap pencapaian tersebut, Bank Indonesia memperoleh penghargaan
LHKPN 2016 dari KPK.
Terkait dengan struktur tata kelola dan sebagai bentuk komitmen terhadap penerapan
mekanisme checks and balances, Bank Indonesia mempertanggungjawabkan pelaksanaan
tugas dan wewenangnya kepada DPR. Sesuai amanat undang-undang, Bank Indonesia
menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR dan pemerintah
selaku stakeholders utama, serta mempublikasikan laporan tersebut kepada masyarakat
pada setiap triwulan dan tahunan. Bank Indonesia juga menghadiri berbagai rapat kerja
yang dilaksanakan oleh DPR untuk memberikan penjelasan terhadap kebijakan yang
ditempuh maupun memberikan masukan terhadap hal-hal yang terkait dengan tugas
Bank Indonesia. Selain melalui rapat kerja, untuk mendapatkan masukan dari DPR, Bank
Indonesia juga melakukan berbagai forum pertemuan antara lain Focus Group Discussion
(FGD).
Untuk memperkuat fungsi pengawasan DPR RI terhadap Bank Indonesia dalam rangka
meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia,
pada tahun 2016 Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) melakukan telaahan terhadap
aspek anggaran dan kegiatan operasional Bank Indonesia untuk periode triwulan IV-2015,
triwulan I-2016, dan triwulan II-2016. Dalam merespons rekomendasi BSBI dimaksud (total
sebanyak 33 rekomendasi), Bank Indonesia memaparkan kondisi dan tantangan yang
dihadapi serta tindak lanjut perbaikan ke depan.
Untuk memastikan akuntabilitas keuangan Bank Indonesia, DPR dan Badan Pemeriksa
Keuangan melakukan pengawasan terhadap Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
pemeriksaan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia 2015 oleh Badan Pemeriksa
Keuangan, Bank Indonesia kembali memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Perolehan opini WTP ini, menggenapi capaian perolehan WTP selama 13 kali berturut-turut.
Capaian ini mengafirmasikan keyakinan auditor eksternal bahwa pengelolaan keuangan
Bank Indonesia telah dilakukan dengan baik dan sesuai standar akuntansi. Pada 2016, Bank
Indonesia juga menyampaikan laporan evaluasi Anggaran Tahunan Bank Indonesia 2016
dan Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia 2017 secara tepat waktu.
Terkait dengan proses tata kelola, untuk meningkatkan kredibilitas pengaturan/kebijakan
yang dihasilkan, Bank Indonesia melanjutkan penyempurnaan kerangka kerja dan strategi
kebijakan utama yakni Kerangka Kerja Kebijakan Moneter, Kebijakan Nilai Tukar, Kebijakan
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah. Proses perumusan kebijakan/peraturan
disempurnakan dengan meningkatkan aspek governance dalam pembentukan peraturan
Bank Indonesia khususnya terkait partisipasi publik serta harmonisasi peraturan internal
dan eksternal.
Untuk meningkatkan governance Komite yang memberikan rekomendasi kebijakan tertentu
kepada Rapat Dewan Gubernur, Bank Indonesia menerbitkan pedoman yang mengatur
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
147
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, perubahan, atau pembubaran komite,
mekanisme penetapan anggota Komite dan mekanisme persiapan dan penyelenggaraan
rapat Komite sampai dengan monitoring pelaksanaan tugas Komite.
Terhadap hasil tata kelola, guna memberikan umpan balik terhadap penerapan tata
kelola di Bank Indonesia dan sebagai upaya perbaikan ke depan, Bank Indonesia secara
berkala (triwulan II dan triwulan IV) melakukan survei tingkat keyakinan stakeholders
terhadap implementasi tata kelola Bank Indonesia. Responden survei mencakup seluruh
pemangku kepentingan Bank Indonesia yakni anggota parlemen, lembaga negara, auditor,
pengamat dan akademisi, kalangan pengusaha, jurnalis, dan masyarakat umum. Hasil
survei governance BI di 2016 adalah 5,07 dari skala 6. Pencapaian indeks good governance
BI tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,91, terutama didorong
perbaikan pada dimensi Independensi dan Akuntabilitas. Hasil survei menyatakan telah
terjadi peningkatan kepercayaan responden terhadap independensi kebijakan Bank
Indonesia yang ditujukan semata-mata untuk kepentingan perekonomian nasional sesuai
dengan mandat tujuan dan tugas Bank Indonesia. Selain itu, juga terdapat peningkatan
kepercayaan responden bahwa kebijakan Bank Indonesia telah dihasilkan melalui proses
perumusan kebijakan yang matang dan didasarkan pada rencana kerja dengan target
kinerja yang jelas. Lebih jauh lagi, kepercayaan responden terhadap pengelolaan keuangan
BI yang dapat dipertanggungjawabkan meningkat dibandingkan dengan penilaian pada
tahun sebelumnya.
Selain penilaian persepsi stakeholders, dilakukan asesmen governance Bank Indonesia
untuk menilai tingkat maturitas tata kelola Bank Indonesia. Proses asesmen tersebut
berpusat pada tugas dan tanggung jawab Dewan Gubernur dalam mengimplementasikan
tata kelola yang baik di Bank Indonesia. Hasil asesmen governance menunjukkan tingkat
kematangan/maturitas governance yang berada pada level tertinggi yakni Enhanced
dengan nilai 81,29 dari nilai 100 (Keterangan: Maturitas governance dari skala terendah
hingga tertinggi yakni: Unaware, Fragmented, Implemented, Embedded, dan Enhanced).
Secara singkat, hasil asesmen dikelompokkan sesuai elemen tata kelola sebagai berikut:
1. Governance commitment yang baik terdapat dalam beberapa hal sbb: i) visi misi sudah
mencakup dinamika global dan domestik, ii) aturan tatakelola sudah terintegrasi, iii)
adanya aturan terkait kode etik yang sudah diatur dan disosialisasikan secara intensif,
iv) adanya aturan terkait disiplin sudah dilengkapi dengan sanksi, v) adanya whistle
blowing system yang sudah diimplementasikan, dan vi) dilakukannya pelaporan LHKPN
sudah dilaksanakan melebihi persyaratan minimum.
2. Governance Structure yang jelas sebagaimana tercermin dalam beberapa hal sbb: i)
berpedoman kepada UU no. 23/1999 tentang Bank Indonesia, ii) evaluasi kerja sudah
dilakukan secara tahunan, dan iii) pengawasan secara eksternal oleh BPK, DPR dan BSBI.
3. Governance Process yang tertata dengan baik dan tercermin dalam beberapa hal sbb: i)
peraturan internal mencakup proses perumusan kebijakan, keselarasan strategi jangka
pendek, menengah dan panjang, ii) penilaian kinerja pegawai sudah dikaitkan dengan
pencapaian kinerja BI dan satuan kerja, dan iii) peningkatan two lines of defense menjadi
three lines of defense.
148
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.2. Manajemen Strategis dan Kinerja
Untuk mencapai Visi tahun 2024, Bank Indonesia melaksanakan proses manajemen
strategis melalui Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (PAMK). SPAMK
mencakup aturan, perangkat, dan mekanisme dalam manajemen strategis dan anggaran
untuk mencapai visi dan misi Bank Indonesia secara terintegrasi, sistematis, seimbang, dan
berkelanjutan (Gambar 4.1).
VISI - MISI
Tujuan
Nilai-Nilai Strategis
mendukung implementasi Strategi organisasi melalui peningkatan kinerja
efektivitas program kerja dan tata kelola yang baik
PAMK
· Berorientasi pada
pencapaian visi dan misi
· Keselarasan
· Transparan
· Terukur
· Berkesinambungan
· Akuntabel
· Obyektif
A
SI
PE 1
R
STRU M U S
ATEG AN
I
5
U
SS-IK
2
aran
PERE-N>CAnAgNgAAN
4
Prinsip
AKSANAAN
PEL
NDALIAN
NGE
PE
FUNGSI: berjalannya siklus
3
Dalam
mengimplementasikan
program kerja
tahun 2016, Bank
Indonesia melakukan
Evaluasi Kinerja
Bulanan dan penilaian
akhir kinerja baik di
tingkat organisasi
maupun individu.
Untuk menyusun
strategi tahun 2017,
Bank Indonesia
melakukan rangkaian
kegiatan board
retreat dan
Rapat Kerja Tahunan
dengan seluruh
satuan kerja.
E VA
LU
· Efektif
· Kehati-hatian
· Otonom dalam kewenangan
mengelola anggaran
Gambar 4.1
Framework Perencanaan Strategis, Anggaran, dan Manajemen Kinerja
Proses perencanaan Bank Indonesia dilakukan dalam dua tahapan, yaitu perencanaan
lima tahunan (jangka menengah) dan perencanaan tahunan (jangka pendek). Proses
perencanaan lima tahunan antara lain mencakup analisa lingkungan strategis, penetapan
sasaran strategis, dan penyusunan roadmap program kerja strategis selama lima tahun ke
depan. Rencana strategis yang dihasilkan selanjutnya dikomunikasikan kepada seluruh
Satuan Kerja dalam Forum Strategis (FORSTRA) yang diselenggarakan secara lima tahunan.
Sedangkan pada perencanaan tahunan (jangka pendek) dilakukan evaluasi pelaksanaan
program kerja strategis, pengkinian analisa lingkungan strategis, rencana kerja tahunan,
dan penyusunan anggaran program kerja strategis tahunan. Pembahasan Program Kerja
Anggaran dan Rencana Investasi (PKARI) seluruh Satuan Kerja dilakukan dalam forum
Rapat Kerja Tahunan. Selanjutnya, dilakukan penyusunan Rencana Anggaran Tahunan
Bank Indonesia untuk memperoleh persetujuan DPR (Gambar 4.2).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
149
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
5
1
1. Board Reterat
2. RDG
3. Arahan Tahunan GBI
(pasca Progress Review
Twl)
Penandatanganan
Kontrak Kinerja Satker
2
Penerbitan
P3KARI
3
4
Penyusunan PKARI
Satker
1. RDG SS & IKU BI
2. Cascading IKU BI ke IKU Satker
(pasca ATBI disetujui DPR)
1. Penyusunan
RENSTRA
2. RDG
Pembahasaan PKARI
Satker dengan ADG
Bidang dan Forum
PAMK,FMSI,FMSL
7
6
9
FORSTRA
8
Penyampaian ATBI
ke DPR
RKT
(alignment PK)
1. Persetujuan PK oleh ADG
Bidang
2. RDG ATBI dan RI
Gambar 4.2
Siklus Perencanaan Strategis, Anggaran, dan Manajemen Kinerja
Sehubungan dengan kegiatan pengelolaan strategi, hal-hal yang telah dilakukan sepanjang
2016 adalah sebagai berikut:
Pelaksanaan Board Retreat dilakukan untuk melakukan penajaman arah strategi dan strategi
Bank Indonesia. Penajaman dilakukan berdasarkan analisis lingkungan strategi, identifikasi
isu strategis dan hasil evaluasi implementasi pelaksanaan strategi tahun sebelumya.
Perumusan dalam Board Retreat ini menghasilkan arahan-arahan yang dituangkan dalam
Arahan Tahunan Gubernur Bank Indonesia (ATGBI) yang berisi pedoman umum untuk
penyusunan program kerja, anggaran dan rencana investasi (PKARI).
Pada tahun 2016, Bank Indonesia melakukan pemantauan/review atas kegiatan monitoring
dan pengendalian atas pelaksanaan program strategis di seluruh satuan kerja secara
periodik setiap bulan melalui Evaluasi Kinerja Bulanan (EKB). Review dilakukan untuk
mencari alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi (debottlenecking).
Tujuannya untuk mendorong pencapaian kinerja secara optimal dan untuk mengetahui
tantangan yang dihadapi dalam implementasi program kerja masing-masing satuan kerja.
Selama 2016,
Bank Indonesia
melaksanakan
manajemen risiko
secara holistik
dan terintegrasi.
Sejalan dengan
penerapan
pengendalian
berlapis, Bank
Indonesia
memperkuat
fungsi Internal
Control Officer.
150
Pemantauan realisasi anggaran program kerja utama satuan kerja juga dilakukan untuk
memastikan bahwa penyerapan anggaran sesuai dengan Anggaran Tahunan Bank
Indonesia (ATBI). Pemantauan dilakukan untuk memastikan bahwa strategi yang disusun
dapat dilaksanakan secara tepat, terukur, dan terfokus. Pada akhirnya, program tersebut
diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap pencapaian tujuan Bank Indonesia.
4.3. Manajemen Risiko
Manajemen risiko di Bank Indonesia dibentuk dalam rangka mendukung pencapaian visi
dan misi Bank Indonesia melalui pengelolaan risiko secara komprehensif dan terintegrasi.
Sesuai dengan dasar pembentukan tersebut, tujuan implementasi manajemen risiko
adalah untuk memastikan bahwa proses pengambilan keputusan yang dilakukan telah
sesuai dengan tata kelola (governance) yang baik dengan mempertimbangkan risiko – risiko
yang mungkin timbul guna memperoleh hasil yang optimal sehingga berdampak positif
terhadap kinerja, kesinambungan keuangan, dan kredibilitas kebijakan Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Implementasi manajemen risiko di Bank Indonesia mengacu pada kerangka kerja
Manajemen Risiko Bank Indonesia (MRBI) berdasarkan praktik terbaik dan standar
internasional, khususnya Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway
Commission - Enterprise Risk Management - Integrated Framework (COSO – ERM).
Berdasarkan kerangka kerja tersebut, proses manajemen risiko dilaksanakan dengan
mengacu pada delapan komponen MRBI yaitu: (i) Lingkungan Internal, (ii) Penetapan
Tujuan, (iii) Identifikasi Risiko, (iv) Asesmen Risiko, (v) Respons Risiko, (vi) Kegiatan
Pengendalian Risiko, (vii) Informasi dan Komunikasi, dan (viii) Pemantauan Risiko.
Untuk menjamin terlaksananya manajemen risiko yang holistik, terintegrasi, serta
memberikan nilai tambah terhadap pencapaian visi dan misi Bank Indonesia, MRBI
dilaksanakan oleh seluruh tingkatan organisasi baik di level Dewan Gubernur, Anggota
Dewan Gubernur, Forum Manajemen Risiko, dan satuan kerja. Selanjutnya, dalam rangka
meningkatkan tata kelola (governance) manajemen risiko, pelaksanaan MRBI di level satuan
kerja dibagi kedalam tiga lini pengendalian yaitu: (i) satuan kerja yang melaksanakan
proses bisnis sebagai pemilik risiko (risk owner) di first line of defense, (ii) satuan kerja yang
melaksanakan fungsi pengelolaan risiko sebagai fungsi manajemen risiko independen
yang bertanggung jawab dalam menyusun kerangka MRBI pada second line of defense,
dan (iii) satuan kerja yang melaksanakan fungsi audit intern di third line of defense sebagai
independent reviewer dan assurance proses manajemen risiko. Pelaksanaan manajemen
risiko yang melibatkan seluruh satuan kerja tersebut pada akhirnya bertujuan untuk
meningkatkan budaya sadar risiko lembaga dalam rangka mewujudkan Bank Indonesia
sebagai organisasi berbasis risiko.
Secara BI-wide, implementasi manajemen risiko lembaga di triwulan IV-2016 telah dilakukan
melalui pelaksanaan beberapa program kerja antara lain penguatan fungsi Internal Control
Officer (ICO) melalui workshop ICO pada bulan November 2016. Pelaksanaan workshop
tersebut merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan workshop ICO sepanjang 2016
yang secara keseluruhan telah dilaksanakan sebanyak empat kali. Pengelolaan risiko secara
BI-wide juga telah dilakukan melalui pelaksanaan asesmen risiko terhadap seluruh materi
Rapat Dewan Gubernur serta kegiatan pemantauan, review, dan penyampaian rekomendasi
atas implementasi mitigasi risiko di seluruh satuan kerja.
Selanjutnya sebagai bagian dari transformasi audit intern dan manajemen risiko Bank
Indonesia yang terintegrasi, Bank Indonesia melalui konsultan independen telah
melaksanakan asesmen maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia.
Berdasarkan hasil asesmen, maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia
menunjukkan peningkatan signfikan dibandingkan tahun 2013 yang memperoleh nilai
2,3. Bank Indonesia di tahun 2016 mencatat sejumlah pencapaian positif dengan nilai 3,38
dari skala maturitas 5 pada 6 (enam) aspek maturitas yakni: (i) tata kelola dan organisasi
manajemen risiko, (ii) strategi manajemen risiko, (iii) aktivitas manajemen risiko, (iv)
pelaporan dan komunikasi risiko, (v) alat pendukung manajemen risiko, dan (vi) budaya
dan kapabilitas manajemen risiko. Ke depan, untuk terus meningkatkan kinerja manajemen
risiko, Bank Indonesia akan menindaklanjuti rekomendasi dari konsultan independen
antara lain terkait penguatan tata kelola, strategi dan praktik manajemen risiko, serta
optimalisasi alat pendukung manajemen risiko.
Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan moneter, risiko sepanjang triwulan
IV-2016 relatif terkendali dengan baik dalam konteks volatilitas nilai tukar Rupiah di tengah
tekanan faktor eksternal khususnya terkait dengan kemenangan Trump sebagai Presiden
AS dan kenaikan Fed Fund Rate. Bank Indonesia secara intensif melakukan upaya stabilisasi
nilai tukar agar terjaga di sekitar level fundamental. Selain itu, program tax amnesty
juga memberikan pengaruh positif terhadap kepercayaan ekonomi domestik, sehingga
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
151
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
mengurangi dampak negatif tekanan eksternal terhadap pelemahan nilai tukar Rupiah
yang lebih dalam.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan mengendalikan risiko pengelolaan moneter,
dilakukan asesmen dan pemantauan secara berkala maupun insidental terhadap operasi
moneter rupiah dan valuta asing (valas). Melalui asesmen yang komprehensif, diharapkan
dapat diperoleh masukan atau rekomendasi mitigasi risiko yang positif bagi peningkatan
efektivitas pelaksanaan operasi moneter. Sementara pemantauan kepatuhan bertujuan
untuk memastikan terjaganya aspek governance dari seluruh pelaksanaan operasi
moneter serta telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil pemantauan kepatuhan
menunjukkan bahwa pelaksanaan operasi moneter Rupiah dan valuta asing (valas) telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain operasi moneter, Bank Indonesia juga melakukan pembelian Surat Berharga Negara
(SBN) di pasar perdana dan sekunder untuk meningkatkan collateral bagi instrumen
moneter. Sesuai hasil pemantauan, pembelian SBN tersebut telah dilakukan sesuai
ketentuan dan limit yang berlaku. Selain kepatuhan, pemantauan dilakukan pula terhadap
risiko portofolio SBN Bank Indonesia. Berdasarkan monitoring terhadap Marked-to-Market
(MTM), Value at Risk (VaR), dan durasi seri SBN yang dimiliki Bank Indonesia, selama triwulan
IV-2016 risiko pasar portofolio SBN Bank Indonesia relatif terkendali.
Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan devisa, risiko secara umum terjaga sesuai
ketentuan yang berlaku. Adapun kegiatan pemantauan manajemen risiko pengelolaan
devisa sepanjang triwulan IV-2016 dilakukan terhadap risiko pasar, risiko kredit, risiko
likuiditas, dan risiko operasional sebagai berikut:
a.Manajemen pemantauan risiko pasar: volatilitas pasar keuangan internasional
meningkat, dipengaruhi oleh dampak pemilihan presiden AS yang dimenangkan oleh
Donald Trump, ekspektasi kebijakan moneter The Fed, hasil referendum di Italia, serta
kondisi perekonomian di Tiongkok.
b. Manajemen pemantauan risiko kredit: Profil risiko kredit terjaga dengan weighted
average rating issuer yang menerbitkan surat-surat berharga investasi cadangan devisa
stabil di level AA+ dan mayoritas rating counterparty transaksi cadangan devisa stabil di
level A.
c. Manajemen pemantauan risiko likuiditas: Risiko likuiditas terjaga, dengan jangka tempo
penempatan portofolio cadangan devisa sebagian besar di tahun 2017 dan 2018 serta
komposisi High Quality Liquid Assets (HQLA) meningkat dari 92,68% menjadi 93,11%.
d. Manajemen pemantauan risiko operasional: Profil risiko operasional pengelolaan devisa
terjaga dengan respons risiko dan kontrol internal yang cukup efektif.
Dalam bidang manajemen risiko non keuangan, secara umum eksposur risiko
operasional terkait pelaksanaan tugas Bank Indonesia relatif terkendali sesuai
ketentuan yang berlaku. Pada triwulan IV-2016, pelaksanaan beberapa proses bisnis
yang berhubungan dengan stakeholder eksternal antara lain terkait pengelolaan
sistem pembayaran, pengedaran uang rupiah, dan penyelesaian transaksi pemerintah,
menghadapi tantangan yang tidak ringan dalam mempertahankan reputasi Bank
Indonesia sebagai regulator dan pengawas sistem pembayaran maupun pengelolaan
uang Rupiah. Namun demikian, Bank Indonesia dapat memitigasi risiko yang dihadapi
sehingga kepercayaan masyarakat terhadap Bank Indonesia dapat tetap terjaga.
Dalam bidang manajemen keberlangsungan tugas, kegiatan yang dilakukan pada
triwulan IV-2016 difokuskan pada penyiapan infrastruktur Business Resumption Site (BRS)
152
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Jangka Pendek dan Menengah serta Alternate Command Center (ACC) sebagai lokasi
kerja alternatif dalam hal terjadi gangguan tugas kritikal. Selanjutnya, dalam rangka
mengoptimalkan koordinasi antara satuan kerja telah disusun manual book BRS dan ACC
yang mencakup proses, prosedur, dan mekanisme pelaksanaan MKTBI.
Untuk memastikan kesiagaan setiap satuan kerja dalam menghadapi setiap peristiwa
yang dapat mengakibatkan terhentinya tugas kritikal Bank Indonesia, telah dilaksanakan
berbagai program kerja di triwulan IV-2016. Berbagai program kerja tersebut antara lain:
(i) workshop MKTBI, (ii) uji coba Rencana Pemulihan Teknologi Informasi (RPTI) Batch 4, dan
(iii) latihan evakuasi kebakaran Bank Indonesia .
Kegiatan workshop MKTBI dilaksanakan November 2016 untuk meningkatkan pemahaman
person in charge (PIC) satuan tugas MKTBI dan (internal control officer) ICO satuan kerja
pemegang tugas kritikal dan beberapa Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN)
mengenai Business Continuity Management (BCM). Selain itu, dalam kegiatan tersebut juga
dilakukan review atas pengaturan MKTBI serta penyusunan konsep Pedoman Rencana
Keberlangsungan Tugas (RKT) dalam menghadapi gangguan yang dapat menghambat
kegiatan operasional Bank Indonesia.
Selanjutnya, berdasarkan skenario dalam uji coba RPTI batch IV yang diselenggarakan pada
November 2016, dapat disimpulkan bahwa secara umum tugas kritikal Bank Indonesia
dapat berjalan dengan lancar. Kelancaran pelaksanaan tugas kritikal juga diukur dari
pemenuhan Recovery Time Objective (RTO) aplikasi pendukung tugas kritikal dan Maximum
Tolerable Period of Disruption (MTPD) proses bisnis sesuai ketentuan.
Dalam pelaksanaan MKTBI, juga dilaksanakan latihan evakuasi kebakaran untuk melatih
kesigapan dalam mengantisipasi bahaya kebakaran. Dalam kegiatan tersebut juga
dilakukan pengecekan kesiapan peralatan pemadam kebakaran (APAR) dan mengukur
response time pegawai Bank Indonesia dalam proses evakuasi. Secara umum, kegiatan
dapat berjalan dengan baik dan memenuhi ketentuan terkait evakuasi penanggulangan
kebakaran.
4.4. Audit Internal
Fungsi Audit Internal di Bank Indonesia bertujuan untuk memberikan opini dan
rekomendasi terhadap proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian melalui
kegiatan audit dan konsultansi dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia.
Dalam menjalankan fungsi audit, Bank Indonesia menyusun Rencana Audit Tahunan
dengan pendekatan Risk Based Internal Audit (RBIA) yang memprioritaskan audit pada
proses bisnis yang berisiko tinggi dengan frekuensi audit setiap tahun.
Bank Indonesia
melaksanakan
kegiatan audit
terhadap 33
satuan kerja sesuai
Rencana Audit
Tahun 2016.
Sampai dengan akhir triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan audit
terhadap 33 satuan kerja sesuai Rencana Audit Tahun 2016. Pelaksanaan Audit internal
mencakup proses bisnis di Kantor Pusat, Kantor Perwakilan Dalam Negeri, dan Kantor
Perwakilan Luar Negeri dengan mempertimbangkan berbagai aspek, baik internal maupun
eksternal yang berpengaruh pada kegiatan Bank Indonesia. Seluruh permasalahan yang
menjadi temuan audit dapat diselesaikan satuan kerja sesuai dengan komitmen yang
disepakati bersama. Berbagai hasil audit tersebut diharapkan dapat menjadi lesson learned
dalam meningkatkan pengendalian. Hal ini memberikan keyakinan bahwa tata kelola dan
pengendalian di Bank Indonesia berjalan efektif.
Fungsi konsultansi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan audit, yaitu pada saat
proses diskusi antara auditor-auditee terhadap pengendalian internal yang dinilai kurang
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
153
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
memadai. Kegiatan konsultansi berupa pemberian advis kepada satuan kerja melalui
forum rapat, baik terkait dengan desain ketentuan maupun implementasi ketentuan serta
tanggapan atas materi Rapat Dewan Gubernur. Ruang lingkup konsultansi yang diberikan
terbatas pada aspek tata kelola dan pengendalian dalam rangka pengendalian risiko.
Pada triwulan IV-2016, beberapa topik konsultansi pemberian advis tersebut antara lain
terkait dengan finalisasi draft SE mengenai Manajemen Keberlangsungan Tugas (MKTBI), koordinasi draft PBI mengenai Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR),
rencana pengadaan persil Gedung KPwBI Prov. Papua Barat, dan koordinasi tindak lanjut
temuan audit BPK-RI.
Dalam rangka penguatan pengendalian di Bank Indonesia, dilakukan kerja sama
dengan satuan kerja manajemen risiko (second line of defense) untuk menyusun rencana
manajemen proyek asesmen keselarasan fungsi Audit Internal dan Manajemen Risiko.
Dalam rangka penguatan governance, Bank Indonesia menyusun blue print Governance,
Risk and Compliance (GRC).
Selanjutnya, sebagai tindak lanjut pascapembentukan Internal Control Officer (ICO) di
setiap satuan kerja (first line of defense), dibentuk helpdesk guna memberikan panduan
pelaksanaan pemantauan kegiatan di satuan kerja kepada ICO satuan kerja. Pada
triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melakukan evaluasi implementasi fungsi ICO dan
memberikan pembekalan kepada ICO satuan kerja terkait dengan sistem pengendalian
internal.
Selain tugas-tugas di atas, Bank Indonesia memfasilitasi proses pemeriksaan BPK-RI
terkait Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pencetakan, Pengeluaran dan
Pemusnahan Rupiah Semester I-2016 di Kantor Pusat dan beberapa KPwBI DN. Bank
Indonesia juga memfasilitasi audit interim Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia
(LKTBI) 2016 serta pemantauan temuan audit BPK-RI dan tindak lanjut penyelesaiannya.
Untuk menjaga kualitas pelaksanaan fungsi audit internal, kegiatan internal audit dan
aktivitas pendukung lainnya dievaluasi oleh internal Bank Indonesia setiap semester dan
dilakukan penilaian oleh asesor eksternal profesional paling lama setiap 5 tahun. Selama
triwulan IV-2016, dilakukan asesmen Intern Periodik (AIP) Semester II-2016 terhadap audit
umum dan audit investigasi serta pengolahan hasil survei CSI (Customer Satisfaction Index).
Secara terus menerus dan terprogram, Bank Indonesia berupaya untuk meningkatkan
mutu, kompetensi, dan ketrampilan auditor internal. Langkah ini dilakukan untuk menjaga
dan meningkatkan profesionalisme auditor internal.
4.5. Keuangan Internal
Pengelolaan
keuangan internal
Bank Indonesia
selama 2016
tetap terjaga dari
aspek modal,
penerimaan, dan
pengeluaran.
Kebijakan di bidang manajemen keuangan ditujukan untuk meningkatkan tata kelola yang
baik (good governance) dan memelihara keberlanjutan atau sustainabilitas keuangan Bank
Indonesia guna mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem
pembayaran, pengelolaan uang, dan stabilitas sistem keuangan.
Pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen keuangan dilakukan melalui berbagai
program kerja. Pada 2016, pencapaian di bidang manajemen keuangan antara lain sebagai
berikut:
1. Proses penyusunan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) Tahun 2017 telah
dilakukan secara lebih terkendali (govern) sesuai dengan Peraturan Dewan Gubernur
yang baru tentang Sistem Perencanaan Anggaran dan Manajemen Kinerja. Proses
tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
154
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
a. Penyusunan Program Kerja, Anggaran dan Rencana Investasi (PKARI) 2017. Di
mulai dengan Arahan Umum Gubernur Bank Indonesia bertujuan agar satuan
kerja dapat menyusun PKARI 2017 secara terkendali (govern) dan sejalan dengan
arah kebijakan Bank Indonesia dalam rangka mencapai visi menuju Bank Indonesia
2024.
b. Penyusunan PKARI 2017 juga dilakukan melalui proses penyelarasan dan penajaman
program kerja dan anggaran secara komprehensif. Kegiatan ini dipimpin oleh
Gubernur Bank Indonesia dalam forum Rapat Kerja Tahunan (RKT) yang dilaksanakan
pada Juni 2016.
c. Sesuai dengan amanat undang-undang, Rencana ATBI Operasional Tahun 2017
telah disampaikan kepada DPR RI pada 15 Agustus 2016 guna memperoleh
persetujuan. Pada Desember 2016, Bank Indonesia dan Komisi XI DPR RI melakukan
rapat kerja untuk membahas Rencana ATBI Operasional Tahun 2017.
d. Rencana ATBI Operasional Tahun 2017 telah disetujui oleh Komisi XI DPR-RI pada 14
Desember 2016.
2.Untuk memperkuat sistem informasi akuntansi, Bank Indonesia tengah
mengembangkan 3 aplikasi Commercial Off The Shelf (COTS). Tiga aplikasi itu sebagai
pendukung Sistem Keuangan Bank Indonesia (SKBI) yang terdiri atas Enterprise Resource
Planning dan Human Resource Information System (ERP & HRIS), Core Banking System
(CBS) dan Front-Middle-Back Office Treasury (FOMOBO). Pengembangan sistem tersebut
diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses bisnis, meningkatkan
akurasi pencatatan dan pelaporan akuntansi, dan mempercepat proses pengambilan
keputusan oleh manajemen Bank Indonesia. Sampai dengan triwulan IV-2016, telah
diselesaikan semua prasyarat (prerequisite) pengembangan aplikasi 3 COTS dan akan
dilanjutkan dengan tahapan functional specification and design pada triwulan I dan II
tahun 2017.
3. Bank Indonesia telah menyempurnakan Chart Of Account (CoA) sebagai bagian dari
Program Strategis Information System Enterprise Architecture (IS-EA), khususnya terkait
pengembangan Sistem Keuangan Bank Indonesia (SKBI). Penyempurnaan CoA Bank
Indonesia bertujuan untuk mendukung kelancaran proses bisnis dan menyelaraskan
CoA yang telah disesuaikan dengan Commercial of The Shelf (COTS) terpilih.
4. Penguatan penerapan capital budgeting dilakukan secara berkelanjutan. Sampai
dengan triwulan IV-2016, telah dilakukan asesmen penilaian atas usulan Rencana
Investasi Bank Indonesia tahun 2017 yang bernilai besar (>Rp10 miliar) melalui analisis
Capital Budgeting dalam Forum Koordinasi Rencana Investasi (FKRI). Rencana Investasi
yang direkomendasikan terdiri atas Rencana Investasi Sistem Informasi dan Rencana
Investasi Non Sistem Informasi. Forum tersebut juga membahas Rencana Investasi
di atas Rp5 miliar namun tidak termasuk kategori Capital Budgeting. Analisis Capital
Budgeting ini bertujuan untuk meningkatkan governance dalam pengelolaan Rencana
Investasi Bank Indonesia melalui penerapan standardisasi metode perencanaan dan
mengoptimalkan pelaksanaan manajemen proyek pada Rencana Investasi di Bank
Indonesia.
5. Pelaksanaan tugas dan pencapaian di bidang perpajakan mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a. Bank Indonesia dapat mempertahankan predikat Wajib Pajak Patuh terhitung mulai
1 Januari 2015 s.d 31 Desember 2016 melalui Keputusan DirekturJenderal Pajak No.
248/WPJ.19/2015.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
155
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
b. Pada 5 April 2016, Bank Indonesia mendapatkan penghargaan dari Menteri
Keuangan Republik Indonesia sebagai Wajib Pajak yang patuh dan berkontribusi
signifikan terhadap penerimaaan pajak tahun 2015.
6. Sebagai upaya perwujudan tata kelola yang baik dan penguatan fungsi pendukung
strategis di bidang perpajakan, telah diterbitkan ketentuan mengenai pengelolaan
perpajakan di Bank Indonesia1.
Secara umum, kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia berdasarkan Laporan
Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2016 (unaudited) adalah sebagai berikut:
1. Total aset/liabilitas per 31 Desember 2016 tercatat sebesar Rp1.956,2 triliun, meningkat
2,62% dibanding posisi per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.906,2 triliun. Komponen
utama dari aset Bank Indonesia adalah Surat Berharga dan Tagihan dalam Valuta
Asing sebesar 76,36% dari total aset. Sedangkan komponen utama liabilitas adalah
Uang Dalam Peredaran dan Surat Berharga yang Diterbitkan dan Utang dalam Rupiah,
masing-masing sebesar 31,31% dan 19,21% dari total liabilitas.
2. Pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2016, Bank Indonesia mencatat net surplus
setelah pajak sebesar Rp17,2 triliun, dengan surplus sebelum pajak sebesar Rp23,6
triliun. Nominal sebesar itu diperoleh dari penghasilan dan pengeluaran masingmasing sebesar Rp60,2 triliun dan Rp36,6 triliun. Dari sisi penghasilan, kontribusi
terbesar berasal dari pendapatan bunga dan transaksi aset keuangan masing-masing
sebesar 53,31% dan 25,39%. Dari sisi beban, beban terbesar adalah untuk beban bunga
terkait pelaksanaan kebijakan moneter sebesar 53,38%. Dibandingkan periode 2015,
terdapat penurunan surplus sebesar 71,87%. Penurunan tersebut terutama disebabkan
oleh penguatan nilai tukar Rupiah yang didorong oleh peningkatan surplus neraca
perdagangan dan aliran masuk portofolio asing seiring dengan sentimen positif
terhadap perekonomian Indonesia dan tingginya volatilitas pasar keuangan global.
3. Pada akhir 2016, rasio Modal Bank Indonesia adalah sebesar 10,11%, melebihi threshold
pembagian surplus kepada pemerintah, yaitu 10%. Dengan posisi tersebut, perkiraan
surplus yang menjadi bagian pemerintah adalah sebesar Rp1,86 triliun. Perhitungan
final dan pelaksanaan penyetoran sisa surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian
pemerintah akan dilakukan setelah diterimanya hasil audit atas LKTBI tahun 2016.
4. Realisasi Anggaran Penerimaan sampai dengan akhir triwulan IV-2016 adalah sebesar
Rp59,76 miliar (85,78% dari rencana). Sementara itu, realisasi Anggaran Pengeluaran
adalah sebesar Rp36,43 miliar (98,37% dari total rencana).
Selama 2016,
Bank Indonesia
melakukan
implementasi
proyek
transformasi
sistem informasi,
cyber security
resiliency, serta
tetap mendukung
kebutuhan sistem
di masing-masing
sektor.
4.6. Sistem Informasi
Pada 2016, dukungan Sistem Informasi (SI) difokuskan pada kelanjutan Program
Transformasi Bank Indonesia dengan telah ditetapkannya Information System - Enterprise
Architecture (IS-EA) 2015 – 2024. Program transformasi tersebut akan mewujudkan sistem
informasi yang andal dan berkualitas, sekaligus menerapkan teknologi terkini sesuai
dengan international best practice dalam mendukung high performance organization.
Sejalan dengan itu, Bank Indonesia juga terus meningkatkan keandalan dan ketersediaan
layanan SI. Hal itu dilakukan melalui peningkatan kapasitas maupun kapabilitas
infrastruktur sistem informasi dan pengelolaan data center yang memenuhi international
best practice untuk meningkatan kualitas dan keamanan layanan Sistem Informasi bagi
stakeholder.
1
156
PDG No. 18/18/PDG/2016 tanggal 30 November 2016 tentang Pengelolaan Perpajakan di Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Bank Indonesia juga terus melakukan penguatan cyber security resiliency sebagai upaya
meningkatkan kapabilitas Bank Indonesia dalam menghadapi cyber threat. Pada triwulan
IV-2016, telah dilakukan berbagai upaya penguatan aspek people, process, dan technology.
Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan kepedulian (awareness) pegawai
melalui sosialisasi dan training, penyempurnaan ketentuan terkait Pengamanan Siber dan
Pengelolaan Insiden Pengamanan2, serta implementasi beberapa perangkat pengamanan
terkini yang mendukung penguatan cyber security resiliency.
Untuk menjadikan lembaga yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia terus
mengawal perkembangan industri, khususnya industri keuangan berbasis teknologi
yang berkembang pesat pada 2016. Demi terwujudnya kebijakan time-to-market, Bank
Indonesia membentuk Fintech Office pada triwulan IV-2016. Fintech Office merupakan
wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis maupun produk/layanan
dari financial technology (fintech). Fungsi ini juga berfungsi sebagai inisiator riset terkait
kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi.
Dukungan Sistem Informasi terhadap Fintech Office. Pembentukan Fintech Office
dilakukan untuk mendukung perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi yang
sehat. Hal ini dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara inovasi dan pengelolaan
risiko, menyusun regulasi yang mengedepankan perlindungan konsumen, serta
memperkuat koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Terkait dengan dukungan SI terhadap
Fintech Office, Bank Indonesia telah menyusun IT framework untuk mendukung regulatory
sandbox produk FinTech yang diawasi sebelum diluncurkan ke publik dengan mengacu
kepada praktik-praktik terbaik.
Dukungan sistem informasi untuk tema transformasi lainnya, yakni “policy excellence”,
“institutional leadership”, “outstanding execution” dan “motivated organization” diwujudkan
melalui penyediaan infrastruktur SI (informasi, aplikasi, dan teknologi). Pada 2016,
dukungan SI diwujudkan melalui peningkatan kualitas data yang mendukung proses
pengambilan keputusan untuk kebijakan pada sektor moneter.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan 3 pengembangan aplikasi,
antara lain untuk memenuhi kebutuhan informasi terkait Output Statistik Moneter (OSM),
informasi perusahaan pembiayaan, dan kebutuhan informasi kartu kredit pada Aplikasi
Sistem Informasi Kartu Kredit (SIKK). Untuk meningkatkan kualitas data dan informasi
sebagai bahan analisis terkait kebijakan moneter, Bank Indonesia masih melanjutkan
pengembangan aplikasi survei yang terintegrasi.
Dukungan Sistem Informasi pada sektor Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), ditujukan
untuk mendukung pengawasan SSK dan makroprudensial melalui pemanfaatan data
laporan dan statistik perbankan yang komprehensif. Pada triwulan IV-2016, dilakukan
pengembangan untuk aplikasi pengelolaan Giro Wajib Minimum (GWM) bank. Sistem
ini telah disesuaikan dengan perubahan aturan sentralisasi dan pengembangan aplikasi
Sistem Informasi Monitoring Kredit UMKM Perbankan (SIMKU). Untuk mendukung fungsi
pengawasan bank yang dilakukan oleh OJK, Bank Indonesia melakukan koordinasi
pengembangan aplikasi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Dukungan SI terhadap sektor Sistem Pembayaran (SP) diwujudkan melalui
pengembangan aplikasi yang menunjang peningkatan efektivitas dan efisiensi transaksi
pembayaran non-tunai maupun tunai. Pada triwulan IV-2016, telah diselesaikan 3
pengembangan aplikasi yakni, Sistem Keuangan Internal Bank Indonesia (BI-SOSA),
aplikasi sistem informasi Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement System (SI-BISSSS)
2
SE No. 18/107/INTERN tentang Pengamanan Siber dan Pengelolaan Insiden Pengamanan Sistem Informasi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
157
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
untuk mendukung pemantauan terhadap administrasi surat berharga yang dikelola
oleh Bank Indonesia, dan aplikasi dashboard Centralized Cash Network Planning (CCNP)
untuk pemantauan pengelolaan kas. Di samping itu, Bank Indonesia senantiasa menjaga
ketersediaan dan kualitas layanan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS),
Sistem Kliring Nasional, dan Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP) untuk
mendukung optimalnya sistem pembayaran non tunai.
Dukungan SI terhadap sektor Manajemen Internal tercermin melalui pengembangan
sistem otomasi menuju sistem yang lebih paperless untuk meningkatkan efisiensi tata
kelola Bank Indonesia. Upaya peningkatan efisiensi juga telah dilakukan pada proses
penyebaran informasi secara online melalui website Bank Indonesia versi Mobile Apps.
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan enhancement pada sistem
pengelolaan informasi kepegawaian saat ini (SIMASDAM) guna mendukung kegiatan
kepegawaian dan pengembangan SI lainnya seperti aplikasi perpajakan internal
(BIJAK), Sistem Informasi Kehumasan (SIK), E-library, dan aplikasi Customer Relationship
Management (CRM) BI. Untuk mendukung transformasi Bank Indonesia, saat ini sedang
dikembangkan Sistem Informasi Sumber Daya Manusia yang secara terintegrasi meliputi
proses talent pegawai, perencanaan karier, pengembangan kompetensi, dan proses
rekrutmen.
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia
Bank Indonesia
melakukan
berbagai program
penataan
organisasi
termasuk
pembentukan
Fintech Office dan
penyempurnaan
tiering Kantor
Perwakilan di
daerah, sejalan
dengan AFSBI.
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) mengamanatkan dilakukannya
penyempurnaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (OSBI). Pada
triwulan IV-2016, Bank Indonesia melanjutkan program penyempurnaan OSBI dengan
membentuk Unit Kerja Financial Technology Office (Fintech Office) yang dilatar belakangi
beberapa hal sebagai berikut:
1. Bank Indonesia perlu mendukung perkembangan financial technology (fintech) secara
sehat sehingga tercipta sistem pembayaran (SP) yang aman, efisien, andal, dan lancar
serta memperhatikan perlindungan konsumen dan kepentingan nasional.
2. Fintech Office dibentuk sebagai syarat penerapan regulatory sandbox (sarana yang
mewadahi perkembangan fintech termasuk “laboratorium” fintech) sebelum masuk ke
rezim perizinan Bank Indonesia. Fintech Office juga untuk memonitor secara melekat
evolusi model bisnis dan risiko serta mengambil langkah mitigasi dan tindakan korektif
secara timely.
Kepemimpinan Bank Indonesia dalam pendirian Fintech Office dapat menjadi prioritas
sekaligus pertanda komitmen Bank Indonesia dan wujud koordinasi Bank Indonesia
dengan lembaga terkait.
Tujuan Fintech Office. Dalam pembentukan Fintech Office, terdapat 4 (empat) tujuan
utama. Pertama, memfasilitasi perkembangan ekosistem fintech di Indonesia. Kedua,
mempersiapkan Indonesia untuk mengoptimalkan perkembangan teknologi dalam
rangka pengembangan perekonomian. Ketiga, meningkatkan daya saing industri fintech
Indonesia menjadi terdepan di regional. Keempat, mendukung/memberikan input
terhadap perumusan kebijakan Bank Indonesia (SP-PUR, Makroprudensial, dan Moneter)
sebagai respons terhadap perkembangan fintech.
Penyempurnaan klasifikasi Kantor Perwakilan. OSBI juga menyempurnakan tiering
atau klasifikasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN). Dalam hal
158
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
ini, Bank Indonesia mempertimbangkan bahwa penempatan KPwBI DN secara tepat di
setiap provinsi/kota sesuai dengan kondisi perkembangan, dinamika, tantangan, dan
potensi ekonomi dalam pembangunan ekonomi daerah ke depan yang semakin berat.
Kondisi tersebut membutuhkan rumusan peran, tugas, tanggung jawab dan kewenangan
KPwBI DN secara jelas. Selain itu, kondisi penyempurnaan perlu didukung dengan struktur
organisasi yang optimal dan SDM yang kompeten di semua lini pelaksanaan tugas.
Dengan dilakukannya penyempurnaan klasifikasi, diharapkan ke depan Bank Indonesia
dapat berperan secara optimal dalam menjalankan 9 fungsi utama KPwBI DN sesuai
rekomendasi AFSBI di setiap daerah. Hal tersebut termasuk peran kepemimpinan
institusional dan untuk mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Selanjutnya, Bank Indonesia berusaha untuk membangun organisasi KPwBI DN yang efektif,
efisien, dan selaras dengan visi dan misi Bank Indonesia. Untuk itu, penempatan KPwBI DN
sebagai bagian integral dari strategi pengembangan SDM Bank Indonesia dilakukan secara
menyeluruh, konsisten, terencana, sistematis, dan berkesinambungan.
Sehubungan hal ini, KPwBI Provinsi menjadi basis untuk pelaksanaan 9 fungsi/tugas
Bank Indonesia di daerah (province based). Sedangkan KPwBI Kota/Kabupaten menjadi
bagian atau kepanjangan tangan dari KPwBI Provinsi. Dalam pelaksanaannya, dilakukan
konsensus internal terhadap peran dan fungsi Bank Indonesia di daerah (perwujudan value
proposition KPwBI DN). Konsensus tersebut harus memperhatikan keragaman karakteristik
dan kompleksitas dalam pembangunan ekonomi di setiap daerah dalam suatu klasifikasi
Organisasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah (tiering KPwBI DN). Dengan
demikian, kelas KPwBI DN terbagi menjadi 4 kelompok yakni A, B, C dan D.
4.7.2. Manajemen Sumber Daya Manusia
Guna melaksanakan tugasnya dengan baik, Bank Indonesia perlu didukung oleh sumber
daya manusia yang kompeten, berkualitas dan memilki integritas yang baik. Untuk
itu, Bank Indonesia senantiasa melakukan peningkatan kualitas pengelolaan sumber
daya manusianya, baik dalam pemenuhan, pengembangan, manajemen kinerja, dan
manajemen jalur karir pegawai.
a. Pemenuhan Pegawai
Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan proses rekrutmen Program
Pendidikan Calon Pegawai Muda (PCPM) Angkatan 32. Peserta PCPM XXXII melewati 6
tahap seleksi selama 5 bulan.
Pada periode ini, Bank Indonesia juga melaksanakan rekrutmen staf internal. Peserta
seleksi bersumber dari tenaga kerja outsourcing (TKO), tenaga kerja PKWT, dan pegawai
pangkat asisten.
Pengembangan
pegawai
difokuskan untuk
menghasilkan
pegawai yang
kompetitif,
produktif,
dan memiliki
kepemimpinan
sesuai nilainilai strategis.
Manajemen kinerja
pegawai dilakukan
secara obyektif dan
berorientasi pada
hasil.
b. Pengembangan Pegawai
Pengembangan SDM merupakan salah satu pilar utama dari arsitektur Manajemen
Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (MSDM BI). Pengembangan SDM bertujuan
untuk mewujudkan visi pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia, khususnya
dalam menghasilkan pegawai yang kompetitif, produktif, serta memiliki kepemimpinan
(leadership) yang sesuai dengan nilai-nilai strategis Bank Indonesia. Pengembangan
SDM tersebut diwujudkan melalui penguatan 3 aspek kompetensi yaitu leadership,
general management, dan substansi (technical knowledge).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
159
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Rincian pengembangan pelaksanaan Program Pengembangan SDM-BI sebagai berikut:
a) On Boarding merupakan program pendidikan kepada pegawai baru agar siap
ditempatkan di seluruh satuan kerja Bank Indonesia. Sampai dengan triwulan
IV–2016, Bank Indonesia telah menyelenggarakan 2 (dua) On Boarding Program
bagi pegawai setingkat asisten dan pelaksana yunior.
b) Leadership Development Program (LDP) merupakan program pembekalan pegawai
yang terkait dengan kepemimpinan (leadership) sesuai dengan sektor penempatan
dan jabatannya. Sampai dengan triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah
menyelenggarakan 9 (sembilan) Program PKBI Dasar, 6 (enam) PKBI Menengah, 2
(dua) PKBI Lanjut, 2 (dua) Pendidikan Calon Staf, dan 1 program lanjutan SDP tahun
2015.
c) Competency Development Program (CDP) merupakan program pembekalan pegawai
yang terkait dengan kompetensi teknis dan manajerial sesuai dengan sektor
penempatan dan jabatannya. Sampai dengan triwulan IV-2016, Bank Indonesia
telah menyelenggarakan In-House Training (IHT) dengan rincian 126 program
sertifikasi dan 65 program non-sertifikasi.
d) Career Transition Program (CTP) merupakan pembekalan kepada pegawai yang
mendapatkan penugasan khusus dan yang memasuki masa purnabakti. Sampai
dengan triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan 7 kali program
pembekalan masa persiapan pensiun (MPP). Program ini bertujuan untuk
membekali pegawai agar dapat menyiapkan diri sebaik-baiknya dalam memasuki
masa purnabakti. Selain itu, untuk penyegaran pengetahuan kebanksentralan bagi
pegawai penugasan OJK, BI Institute melaksanakan 3 kegiatan internalisasi bagi
pegawai OJK.
e) Program Tugas Belajar (PTB) merupakan program pendidikan formal atas beasiswa
penuh Bank Indonesia ataupihak lain yang diberikan kepada pegawai Bank
Indonesia untuk jenjang pendidikan Master (S2) dan Doktor (S3). PTB terdiri atas 4
(empat) jenis, yaitu PTB Dalam Negeri (PTB-DN), PTB Luar Negeri (PTB-LN), PTB Dual
Degree (PTB-DD), dan PTB Atas Inisiatif Sendiri (PTB-AIS).
f ) Program attachment/technical assistance and assignment program yang bertujuan
untuk meningkatkan kapabilitas dan kompetensi pegawai. Pada triwulan IV-2016,
terdapat pegawai yang mengikuti program penugasan di IMF, PPATK, YKKBI, AMRO,
BSBI, BNP2TKI, OJK, dan KSP.
c. Manajemen Kinerja Pegawai Bank Indonesia
160
Pada 2016, evaluasi dan implementasi dari hasil penyempurnaan sistem manajemen
kinerja pegawai berfokus pada penyempurnaan pedoman pelaksanaan, penguatan
kapabilitas, dan perubahan pola pikir pegawai tentang manajemen kinerja pegawai
Bank Indonesia agar lebih objektif dan berorientasi terhadap feedback.
Pada triwulan IV – 2016, Bank Indonesia telah mengevaluasi kinerja dan performance
dialogue pegawai tengah periode. Terkait hal ini, pegawai dan line manager duduk
bersama untuk mengevaluasi perkembangan pencapaian target IKI (Indikator Kinerja
Individu) selama satu semester dan melakukan dialog kinerja untuk mendiskusikan halhal yang perlu ditingkatkan di periode selanjutnya.
Selain itu, Bank Indonesia menyelenggarakan pelatihan manajemen kinerja pegawai
secara intensif kepada para line manager dan performance manager di seluruh satker.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapabilitas pegawai
dalam melaksanakan manajemen kinerja pegawai, termasuk performance dialogue.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.7.3. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia
Memasuki triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan Culture Fair 2016 sebagai
momentum selebrasi pencapaian perubahan Bank Indonesia. Tujuan pelaksanaan Culture
Fair diarahkan kepada tiga hal. Pertama, membangkitkan kesadaran dan semangat
pegawai untuk ikut menjadi bagian dari perubahan Bank Indonesia. Kedua, membangun
kesadaran tentang pentingnya melakukan transformasi untuk menyiapkan Bank Indonesia
agar bisa menjawab tantangan masa depan dan membangkitkan semangat individu
pegawai untuk memberikan kontribusi yang maksimal sesuai dengan kekuatan dan
potensi terbaiknya (unlock best potential). Ketiga, membangkitkan semangat berinovasi
dan belajar terus-menerus untuk membangun wawasan, pengetahuan, dan kompetensi
yang dibutuhkan sebagai seorang professional central banker masa depan.
Sebagai puncak
selebrasi
pencapaian
perubahan,
Bank Indonesia
menganugerahkan
Culture Awards
kepada satuan
kerja dan pegawai
dalam Culture Fair.
Sebagai bentuk penghargaan lembaga dalam pencapaian perubahan pegawai, pada
puncak rangkaian acara Culture Fair tersebut, Bank Indonesia memberikan penganugerahan
Culture Awards kepada satuan kerja maupun individu pegawai. Penerima penghargaan
dinilai telah berhasil melaksanakan perubahan secara konsisten dan memberi dampak
yang signifikan terhadap pembangunan budaya kerja serta kinerja satuan kerja. Selain itu,
Bank Indonesia telah melakukan beberapa aktivitas perubahan sebagai rangkaian program
road to Culture Fair 2016.
Beberapa kegiatan itu bertujuan untuk membangun motivasi dan antusiasme seluruh
segmen pegawai Bank Indonesia agar mengikuti Culture Fair. Kegiatan itu antara lain Loyalty
Program “Golden Years of Achievement” untuk segmen pegawai senior, Innovation Lab untuk
segmen tim inovasi satuan kerja, Program Motivasi untuk segmen pegawai operasional
(grassroot program), dan Program Motivasi Perubahan untuk segmen pegawai ex PCPM
(brightspot program).
4.8. Aspek Hukum
Berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan
lembaga negara yang diberikan amanat untuk menjalankan peran sebagai bank sentral
Republik Indonesia. Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagai bank sentral tersebut,
Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk menetapkan peraturan perundangundangan.
Pada 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 242 peraturan yang terdiri atas 43 (empat
puluh tiga) peraturan Bank Indonesia, 42 (empat puluh dua) surat edaran Bank Indonesia
untuk eksternal, 22 (dua puluh dua) peraturan dewan gubernur, dan 135 surat edaran Bank
Indonesia untuk internal.
Selama 2016, Bank
Indonesia telah
menerbitkan 242
peraturan, yakni 43
PBI, 22 PDG, 42 SE
Ekstern, dan 135 SE
Intern.
Sepanjang triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 101 (seratus satu) peraturan
perundang-undangan, yang terdiri atas 24 (dua puluh empat) peraturan Bank Indonesia,
20(dua puluh) surat edaran Bank Indonesia untuk eksternal, 9 (sembilan) peraturan dewan
Gubernur, dan 48 (empat puluh delapan) surat edaran Bank Indonesia untuk internal.
Agar pelaksanaan tugasnya berjalan secara efektif, Bank Indonesia memerlukan dukungan
perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan yang diinisiasi oleh Pemerintah
Republik Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa terlibat
dalam proses penyusunan naskah akademik, Rancangan Undang-Undang (RUU), dan
rancangan peraturan perundang-undangan lainnya yang diinisiasi oleh instansi lain
yang terkait dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Keterlibatan Bank Indonesia ini
dilakukan baik sebagai anggota panitia antarkementerian maupun sebagai narasumber.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
161
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pada 2016, Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam beberapa pembahasan RUU yang
terkait dengan Bank Indonesia, antara lain RUU Bea Meterai, RUU Bank Indonesia, RUU
Perbankan, RUU Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), RUU Pembatasan Transaksi
Penggunaan Uang Kartal, RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Persandian, dan RUU
tentang Pengesahan Protocol to Implement The Sixth Package of Commitments on Financial
Services Under The ASEAN Framework Agreement on Services.
Selama 2016, Bank Indonesia senantiasa terlibat dalam 13 (tiga belas) peraturan
perundang-undangan baik dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), Rancangan
Peraturan Presiden (Perpres), dan Peraturan Menteri Keuangan. Pada triwulan IV-2016, Bank
Indonesia antara lain terlibat dalam RPP Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program
Rekstrukturisasi Perbankan, Rancangan Perpres Tata Kelola Balai Harta Peninggalan, dan
Rancangan Perpres Penyaluran Bantuan Sosial secara Non-tunai.
4.9. Program Sosial Bank Indonesia
Program Sosial Bank
Indonesia 2016
telah dilaksanakan
secara optimal.
Program yang
diimplementasikan
mengangkat tema
“Mendukung
Pemulihan dan
Penguatan Ekonomi
melalui Program
Sosial Bank
Indonesia yang
Berkesinambungan
dan Inklusif.”
Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter, makroprudensial,
sistem pembayaran, dan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia memiliki sasaran
tunggal yaitu menjaga stabilitas nilai Rupiah melalui inflasi yang rendah dan nilai tukar
yang stabil. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut, Bank Indonesia terus berupaya
untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai tugas dan tanggung jawab
bank sentral terhadap perekonomian negeri ini. Salah satunya melalui Program Sosial
Bank Indonesia (PSBI), sebagai bentuk kepedulian atau empati sosial sekaligus melakukan
komunikasi kebijakan. Program sosial ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank
Indonesia.
Program sosial yang dilakukan pada triwulan IV-2016 meneruskan program yang
telah dicanangkan pada triwulan sebelumnya, antara lain program Indonesia Cerdas
dan Pemberdayaan Perempuan. Program Indonesia Cerdas masih mengarah pada
pembangunan BI Corner serta Pojok Baca dan Dongeng PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
di seluruh Indonesia. Sampai dengan triwulan IV-2016 telah dibangun sebanyak 150 BI
Corner di Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Dalam Negeri (KPwDN)
serta 50 Pojok Baca dan Dongeng PAUD. Sementara, pemberdayaan perempuan lebih
difokuskan pada Pemberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro (P3M) dan Youthpreneur
serta Urban Farming. Program ini tidak hanya dilakukan di Bank Indonesia Pusat, namun
dilakukan secara masif oleh 45 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI
DN).
Selain itu, pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia masih melanjutkan program PSBI Strategis
2016 yang mengusung tema “Mendukung Pemulihan dan Penguatan Ekonomi melalui
Program Sosial Bank Indonesia yang Berkesinambungan dan Inklusif” dengan didukung
oleh 2 (dua) sub tema, yaitu Ketahanan Pangan Strategis dan Komoditas Unggulan.
Program Ketahanan Pangan diarahkan untuk mengembangkan kelompok usaha budidaya
tanaman pangan penyumbang inflasi. Program strategis diharapkan dapat mewujudkan
kestabilan harga komoditas pangan. Program Komoditas Unggulan bertujuan untuk
memberdayakan kelompok masyarakat yang memproduksi produk khas daerah maupun
produk kreatif lainnya. Melalui program ini, produk-produk tersebut diharapkan mampu
menembus pasar di seluruh nusantara, bahkan global. Dalam tahun 2016 terdapat 192
program yang melibatkan 45 KPwDN (Tabel 4.1).
162
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Tabel 4.1
Pelaksanaan Tema Program Sosial Bank Indonesia Tahun 2016
No.
Sub Tema
1)
2)
3)
4)
Ketahanan Pangan
Komoditas Unggulan
Indonesia Cerdas
Pemberdayaan Perempuan
Jumlah Program
78 program
33 program
60 program
21 program
Sebagai bentuk kepedulian terhadap peningkatan mutu pendidikan, Bank Indonesia
juga aktif memberikan beasiswa. Selama tahun 2016, Bank Indonesia telah menyalurkan
beasiswa kepada 3.120 mahasiswa dari 84 Perguruan Tinggi Negeri. Program beasiswa
dimaksud juga diiringi dengan pengembangan komunitas penerima beasiswa yang
tergabung dalam Generasi Baru Indonesia (GenBI). Pengembangan komunitas ini
dimaksudkan untuk mempersiapkan GenBI sebagai calon-calon pemimpin masa depan
melalui berbagai bentuk kegiatan yang membangun jiwa kepedulian sosial maupun
pengembangan kompetensi, seperti pelatihan kewirausahaan, bedah buku, dan edukasi
kebanksentralan. Selain itu, dalam rangka memberikan pengalaman, wawasan, serta
meningkatkan kapasitas dan potensi kepemimpinan mahasiswa penerima beasiswa Bank
Indonesia, telah diselenggarakan GenBI Leadership Camp pada tanggal 10 - 14 November
2016 yang menghadirkan narasumber dari kalangan praktisi dan akademisi. GenBI juga
diharapkan dapat memiliki pemahaman yang memadai mengenai pelaksanaan tugas BI
dan dapat mengkomunikasikannya kepada lingkungan sekitar.
Pencapaian anggaran PSBI pada tahun 2016 adalah sebesar Rp141,99 miliar atau sebesar
102,14% dari anggaran yang dialokasikan sebelumnya. Pencapaian realisasi anggaran
dimaksud tidak lepas dari adanya perencanaan, koordinasi serta komunikasi pedoman
tahunan PSBI yang telah dilakukan sejak awal tahun. Realisasi dimaksud mencakup pula
upaya untuk merespon kebutuhan sosial masyarakat melalui pelaksanaan PSBI Kepedulian
Sosial yang mencakup 6 (enam) bidang, yaitu pendidikan, keagamaan, kesehatan,
lingkungan, kebudayaan serta musibah dan bencana alam. Selama tahun 2016, pelaksanaan
PSBI kepedulian didominasi oleh aspek pendidikan (53,7%) dan aspek keagamaan (32,5%)
(Gambar 4.3).
Keagamaan
32,5%
Lingkungan Hidup
4,3%
Kesehatan
4,0%
Pendidikan
53,7%
Kebudayaan
2,9%
Musibah dan
bencana
2,7%
Gambar 4.3
Anggaran Pelaksanaan Program Sosial Bank Indonesia Kepedulian Tahun 2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
163
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
164
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB V
Rencana Pelaksanaan Tugas
Bank Indonesia Tahun 2017
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2017 mencapai kisaran 5,0%-5,4%,
lebih tinggi dibandingkan 2016. Pertumbuhan ekonomi itu didukung oleh perbaikan kinerja
investasi, pembangunan infrastruktur pemerintah, investasi swasta, dan kinerja ekspor. Hal itu
sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi maupun dampak pelonggaran kebijakan moneter
dan makroprudensial yang dilakukan sebelumnya.
Dalam periode yang sama, inflasi diperkirakan tetap terkendali dan berada pada kisaran sasaran
inflasi sebesar 4±1%. Dibandingkan tahun sebelumnya, inflasi diperkirakan meningkat seiring
dengan rencana penyesuaian administered prices seperti tarif tenaga listrik dan harga BBM. Meski
demikian, inflasi kelompok volatile food dan inflasi inti diperkirakan tetap terkendali dan terjaga.
Bank Indonesia terus mencermati beberapa risiko dalam perekonomian ke depan. Dari sisi global,
risiko berasal dari tren kenaikan harga komoditas, rencana ekspansi fiskal pemerintah Amerika
Serikat, kenaikan suku bunga FFR, dan potensi kebijakan proteksionis perdagangan AS. Dari sisi
domestik, sumber risiko berasal dari rencana penyesuaian harga BBM yang berpotensi mendorong
kenaikan inflasi.
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
5.1. Prospek Perekonomian 2016
Sejalan dengan
kondisi
perekonomian
domestik dan
global yang
membaik serta
pencapaian
inflasi sesuai
kisaran targetnya,
pertumbuhan
ekonomi Indonesia
2017 diperkirakan
meningkat
ditopang oleh
peningkatan
investasi,
membaiknya
kinerja ekspor,
dan tetap kuatnya
konsumsi.
Bank Indonesia memperkirakan perekonomian pada tahun 2017 tumbuh lebih tinggi
dari capaian di 2016. Kinerja investasi diperkirakan meningkat, didukung oleh berlanjutnya
pembangunan infrastruktur pemerintah dan perbaikan investasi swasta. Ekspor juga
diperkirakan terus membaik disertai meningkatnya harga komoditas yang menjadi produk
utama ekspor Indonesia. Dari sisi konsumsi, meningkatnya penghasilan masyarakat
yang dibarengi dengan terkendalinya inflasi mendukung tetap kuatnya permintaan
domestik pada tahun 2017. Sementara itu, sektor-sektor ekonomi utama diprakirakan
tumbuh meningkat dan tetap menjadi pendorong perekonomian. Secara keseluruhan,
perekonomian Indonesia pada 2017 diprakirakan tumbuh tinggi dibandingkan pencapaian
tahun 2016 yaitu berada pada kisaran 5,0-5,4%. Selain itu, sejalan dengan peningkatan
aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang
telah dilakukan sebelumnya, pertumbuhan kredit dan DPK pada tahun 2017 diperkirakan
lebih baik, masing-masing dalam kisaran 10-12% dan 9-11%.
Pada tahun 2017, inflasi diperkirakan mengalami peningkatan walaupun masih tetap
terkendali pada kisaran sasaran inflasi. Inflasi pada tahun 2017 dipengaruhi oleh sejumlah
rencana penyesuaian administered prices seperti tarif tenaga listrik dan harga BBM yang
merupakan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah. Sementara itu,
inflasi kelompok volatile food diprakirakan tetap terkendali didukung oleh intensifnya
upaya pemerintah dalam memperkuat pasokan pangan dan semakin solidnya koordinasi
pengendalian inflasi. Konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas
makroekonomi melalui bauran kebijakan akan diikuti oleh terkelolanya ekspektasi
inflasi sehingga inflasi inti akan tetap terjaga. Dengan demikian, meskipun mengalami
peningkatan, inflasi tahun 2017 diperkirakan tetap terkendali dan berada dalam kisaran
sasaran inflasi 2017 sebesar 4+1%.
Bank Indonesia terus mencermati beberapa risiko dalam perekonomian ke depan. Dari
sisi global, risiko berasal dari tren kenaikan harga komoditas yang berpotensi mendorong
kenaikan inflasi. Rencana ekspansi fiskal pemerintah Amerika Serikat (AS) yang dibarengi
dengan pengetatan kebijakan moneter dapat mendorong penguatan mata uang AS dan
penyesuaian suku bunga FFR yang lebih cepat. Sementara itu, rencana relaksasi regulasi
sektor keuangan di AS dapat meningkatkan risiko stabilitas sistem keuangan global
sementara potensi kebijakan proteksionis perdagangan AS dapat menekan volume
perdagangan dunia. Dari sisi domestik, sumber risiko berasal dari rencana penyesuaian
harga BBM sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah
yang berpotensi kembali mendorong kenaikan inflasi.
Perbaikan ekonomi AS diperkirakan terus berlanjut didukung oleh konsumsi dan
investasi yang meningkat. Pertumbuhan PDB AS pada tahun 2017 diprakirakan sebesar
2,3%, dengan sumber pertumbuhan utama konsumsi dan investasi. Melanjutkan tren di
tahun sebelumnya, pertumbuhan konsumsi di AS pada tahun 2017 diperkirakan tetap
solid ditopang oleh kondisi ketenagakerjaan yang membaik. Sementara itu, investasi yang
dimotori oleh stimulus fiskal juga diperkirakan menjadi faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi AS 2017 meskipun baru berdampak efektif pada semester II 2017. Di sisi lain,
terdapat potensi kenaikan risiko stabilitas sistem keuangan global terkait rencana
relaksasi regulasi sektor keuangan dan adanya risiko penurunan aktivitas perdagangan
AS seiring dengan adanya potensi penerapan kebijakan yang cenderung mengarah pada
proteksionisme.
Pemulihan ekonomi Eropa diperkirakan terus berlanjut. Sejalan dengan pemulihan
ekonomi yang berlanjut, aktivitas konsumsi meningkat pada akhir 2016 sebagaimana
tercermin dari tren kenaikan penjualan ritel, kendaraan dan pembiayaan. Indikasi
166
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
berlanjutnya pemulihan ekonomi juga tampak dari tren kenaikan indeks keyakinan
ekonomi dan pelaku pasar. Aktivitas investasi juga dalam tren yang meningkat. Namun,
untuk keseluruhan tahun 2016, perekonomian Eropa diprakirakan tumbuh moderat
sebesar 1,6%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2%. Sementara itu,
pertumbuhan PDB Eropa tahun 2017 diprakirakan sebesar 1,5% seiring dengan perkiraaan
perbaikan sektor tenaga kerja dan kebijakan fiskal yang akomodatif. Selain itu, ECB dalam
pertemuan 17 Januari 2017 telah menyepakati untuk tetap melanjutkan kebijakan moneter
yang akomodatif. Di sisi lain, pemulihan ekonomi Eropa juga diwarnai oleh risiko geopolitik
yang bersumber dari meningkatnya gerakan populis dalam pemilihan umum.
Pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat didukung oleh aktivitas konsumsi dan
pulihnya ekspor. Perekonomian Jepang pada tahun 2016 diprakirakan tumbuh 0,8% (yoy),
seiring dengan adanya paket stimulus “Investment for future” yang mencapai 5,6% dari PDB
Jepang. Program stimulus meliputi program sosial, infrastruktur, bantuan bagi UKM untuk
memitigasi risiko Brexit, dan dana pemulihan bagi daerah yang mengalami bencana. Untuk
tahun 2017, ekonomi Jepang diprakirakan tetap tumbuh sebesar 0,8% seiring dengan
kenaikan belanja fiskal, dampak lanjutan stimulus “Investment for future”, dan penundaan
kenaikan pajak penghasilan. Di sisi lain, inflasi masih rendah dan lebih banyak dipengaruhi
oleh fresh food price volatility dan bukan karena dorongan sisi permintaan. Rendahnya
inflasi tersebut mendorong Bank Sentral Jepang untuk melanjutkan kebijakan QE guna
mencapai target inflasi jangka panjang sebesar 2% (yoy).
Momentum pertumbuhan ekonomi Tiongkok membaik. Pertumbuhan ekonomi
Tiongkok pada tahun 2016 tercatat sebesar 6,7%, berhasil mencapai mid-point target
kisaran Pemerintah (6,5-7,0%). Pertumbuhan PDB disumbang oleh industri tersier yang
mampu tumbuh tinggi, terutama sektor real estate, jasa hotel dan katering, dan penjualan
grosiran. Proses rebalancing ekonomi berlangsung secara gradual seperti terlihat dari
investasi yang melanjutkan tren perlambatan, sementara konsumsi cenderung stabil.
Pertumbuhan PDB Tiongkok tahun 2017 diprakirakan berada pada level 6,5% atau lebih
lambat dari tahun sebelumnya. Hal ini seiring dengan ekspektasi bahwa arah kebijakan
ekonomi Tiongkok yang mulai bergeser secara perlahan dari stabilitas ke reformasi,
permasalahan overcapacity, dan ekspektasi perlambatan sektor properti. Kinerja real estate
memang diprediksi menurun pada tahun 2017 sejalan dengan kebijakan pengetatan
sektor properti untuk menghindari terjadinya overheating dalam ekonomi.
Kinerja ekonomi India masih tumbuh sejalan dengan prakiraan Consensus Forecast.
Kinerja pertumbuhan ekonomi India ditopang oleh sektor konsumsi seiring peningkatan
upah pegawai Pemerintah dan iklim monsoon yang lebih baik, sedangkan investasi
cenderung masih lemah. Sektor jasa masih merupakan kunci pertumbuhan diikuti oleh
sektor pertanian. Reserve Bank of India (RBI) mengubah stance kebijakan moneter dari
akomodatif menjadi netral sebagai langkah antisipatif terhadap meningkatnya tekanan
inflasi karena ekspektasi penguatan harga komoditas dan pelemahan nilai tukar INR.
Pertumbuhan PDB India tahun 2017 diprakirakan sebesar 7,4% sejalan dengan Consensus
Forecast. Sektor konsumsi dan jasa diperkirakan masih solid. Sementara itu, dampak negatif
dari penerapan pembatasan bank notes (demonetisasi) diperkirakan tidak signifikan dan
dapat diimbangi oleh kebijakan fiskal yang lebih longgar. Namun demikian, peningkatan
harga minyak dan komoditas menjadi faktor risiko yang perlu diperhatikan.
Harga minyak dunia tahun 2017 diperkirakan terus mengalami peningkatan.
Perkembangan terkini mengindikasikan harga minyak dunia pada tahun 2017 diprakirakan
mencapai USD52/barrel dari sebelumnya USD47/barrel. Kenaikan harga minyak ini
terjadi seiring perkiraan meningkatnya permintaan dari OECD dan optimisme terhadap
tingkat kepatuhan OPEC dan non-OPEC terhadap perjanjian pemotongan produksi. Pada
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
167
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
pertemuan monitoring yang dilaksanakan tanggal 22 Januari 2017, para perwakilan OPEC
memperkirakan bahwa negara-negara tersebut akan berhasil memotong hingga 83%
dari rencana yang telah disepakati. Sementara itu, IHKEI tahun 2017 diprakirakan sebesar
10.2% (yoy) seiring dengan harga batubara dan CPO yang bertahan pada level yang
tinggi, kenaikan harga karet, serta gangguan produksi komoditas tembaga. Sementara itu,
pertumbuhan WTV tahun 2017 diprakirakan sebesar 1,2%.
Sejalan dengan perkiraan permintaan domestik dan kondisi perekonomian global yang
membaik, Bank Indonesia memperkirakan ekonomi pada tahun 2017 tumbuh lebih
baik pada kisaran 5,0-5,4% (Tabel 5.1). Sumber pertumbuhan berasal dari perbaikan
kinerja investasi yang didukung oleh pembangunan infrastruktur Pemerintah dan mulai
meningkatnya investasi swasta. Ekspor juga diperkirakan meningkat seiring membaiknya
harga komoditas yang menjadi produk utama ekspor Indonesia. Selain itu, meningkatnya
penghasilan masyarakat dibarengi dengan terkendalinya inflasi mendukung tetap kuatnya
permintaan domestik pada tahun 2017. Dari sisi lapangan usaha, sektor ekonomi utama
seperti sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Industri Pengolahan, dan sektor
Perdagangan Hotel dan Restauran diprakirakan tumbuh meningkat dan tetap menjadi
pendorong perekonomian. Di samping itu, sektor Pertambangan dan Penggalian juga
diprakirakan meningkat sejalan dengan membaiknya harga-harga komoditas di pasar
internasional (Tabel 5.2).
Tabel 5.1
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy)
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Komponen
2015
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
PDB
4,8
5,3
5,0
(-2,1)
(-6,4)
4,9
I
5,00
3,43
4,67
(-3,29)
(5,14)
4,92
2016
II
III
5,10
5,04
6,23
(-2,95)
4,18
4,24
(-2,18)
(-5,65)
(-3,20)
(-3,67)
5,18
5,01
IV
5,03
(-4,05)
4,80
4,24
2,82
4,94
2016
5,04
(-0,15)
4,48
(-1,74)
(-2,27)
5,02
2017*
4,9 - 5,3
1,7 - 2,1
5,8 - 6,2
3,3 - 3,7
2,2 - 2,6
5,0 - 5,4
Sumber: BPS (diolah)
* Proyeksi Bank Indonesia
Tabel 5.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy)
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
Sektor
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, & Perikanan
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air*
Konstruksi
Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum**
Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi***
Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan****
Jasa-jasa Lainnya*****
PDB
2015
3,8
-3,4
4,3
1,3
6,4
2,9
8,3
6,8
6,4
4,9
2016
I
1,47
1,20
4,68
7,35
6,76
4,43
7,73
7,52
5,67
4,92
II
3,44
1,15
4,63
6,09
5,12
4,25
8,24
9,25
5,35
5,18
III
3,03
0,29
4,52
4,69
4,95
3,79
8,64
6,87
3,94
5,01
IV
5,31
1,60
3,36
3,11
4,21
4,01
8,79
4,51
2,92
4,94
Sumber : BPS
^ Proyeksi Bank Indonesia
* Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air
** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor, serta (ii) Penyediaan akomodasi dan makan minum
*** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi
**** Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate, dan (iii) Jasa Perusahaan
***** Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Lainnya, dan (iv) Jasa Lainnya
168
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
2016
3,25
1,06
4,29
5,26
5,22
4,11
8,36
6,99
4,42
5,02
2017
3,0
1,5
4,4
5,0
5,7
4,4
8,7
6,3
4,7
5,0
-
3,4
1,9
4,8
5,4
6,1
4,8
9,1
6,7
5,1
5,4
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh lebih tinggi pada tahun 2017.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan tetap tinggi sepanjang tahun 2017
seiring meningkatnya proporsi penduduk usia produktif yang kemudian menambah jumlah
angkatan kerja serta mengurangi jumlah pengangguran. Sebagai konsekuensi dari potensi
kenaikan inflasi di 2017, pertumbuhan konsumsi RT diperkirakan sedikit melambat pada
triwulan II 2017 namun akan kembali meningkat seiring dengan terkendalinya kembali
tekanan inflasi pada kisaran sasaran tahun 2017. Selain itu, sejalan dengan perbaikan harga
ekspor nonmigas, pendapatan masyarakat diperkirakan bertambah sehingga mendorong
kenaikan konsumsi. Peningkatan harga komoditas non migas secara empiris memiliki
korelasi positif dengan tingkat partisipasi angkatan kerja.
Investasi pada tahun 2017 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Hal ini didukung oleh realisasi investasi pada tahun 2016 yang cukup tinggi, didukung
oleh pembangunan proyek infrastruktur pemerintah dan mulai meningkatnya investasi
perusahaan tambang seiring perbaikan harga komoditas ekspor. Ke depan, investasi
berpeluang meningkat lebih tinggi seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur publik
dan tren peningkatan harga komoditas. Selain itu, aktivitas investasi juga akan didukung
peran swasta seiring dengan perbaikan iklim investasi melalui perbaikan regulasi dan
pemberian kemudahan berinvestasi di Indonesia.
Pertumbuhan ekspor pada tahun 2017 diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun
sebelumnya. Setelah sempat tumbuh negatif, ekspor mulai menunjukkan pertumbuhan
positif pada akhir 2016. Hal ini seiring dengan membaiknya harga komoditas terutama
batubara yang merupakan salah satu produk utama ekspor Indonesia. Harga komoditas
produk primer lain seperti timah, nikel, karet juga mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Tren peningkatan harga komoditas ini diperkirakan berlanjut hingga 2017
sehingga berpotensi terus mendorong kenaikan ekspor. Selain itu, langkah-langkah
peningkatan daya saing di antaranya melalui nilai tukar yang kompetitif dan diversifikasi
pasar dan produk diperkirakan semakin meningkatkan kinerja ekspor dalam jangka
panjang.
Impor diperkirakan juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Seiring
perbaikan ekspor dan peningkatan permintaan domestik, impor diprakirakan tumbuh
lebih tinggi pada tahun 2017 dibandingkan tahun sebelumnya. Menguatnya sektor primer
akan mendorong investasi swasta yang selama ini tertahan. Hal ini dikonfirmasi oleh impor
kendaraan berat yang mulai mengalami peningkatan pada akhir 2016. Peningkatan impor
barang modal tersebut diperkirakan terus berlanjut disertai impor barang konsumsi dan
bahan baku.
Inflasi tahun 2017 diprakirakan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya namun
tetap terkendali di kisaran sasaran inflasi. Rencana Pemerintah untuk menyesuaikan
harga TTL dan harga BBM serta kenaikan tarif pengurusan STNK diperkirakan memberi
tekanan yang cukup kuat pada inflasi tahun 2017. Di sisi lain, inflasi kelompok volatile food
diprakirakan tetap terkendali seiring asumsi peningkatan produksi dan perbaikan pada
distribusi bahan makanan dan tata niaga. Inflasi inti juga diperkirakan tetap terkendali
seiring dengan ekspektasi inflasi yang terjaga dan kapasitas produksi yang masih memadai
untuk merespon meningkatnya permintaan domestik. Selain itu, tekanan inflasi dari
eksternal diprakirakan tidak terlalu besar didukung oleh terbatasnya kenaikan harga
komoditas internasional dan nilai tukar yang stabil. Secara umum, meski diperkirakan
meningkat, inflasi tahun 2017 diperkirakan tetap terkendali dan berada dalam kisaran
sasaran inflasi 2017 sebesar 4+1%.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
169
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
5.2. Arah Kebijakan Bank Indonesia 2017
Untuk menghadapi
tantangan
ekonomi ke depan,
Bank Indonesia
akan menetapkan
bauran kebijakan
secara konsisten
dengan tetap
menjaga
kestabilan
makroekonomi
dan sistem
keuangan.
Dengan mempertimbangkan prospek ekonomi, faktor risiko yang dihadapi, dan
semangat untuk bersinergi, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan
untuk memperkuat stabilitas perekonomian. Secara konsisten, Bank Indonesia melakukan
penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran,
dan pengelolaan uang rupiah.
Bauran kebijakan itu untuk menjaga stabilitas makroekonomi yang berperan penting dalam
menopang daya beli masyarakat dan mengalokasikan sumber daya secara efisien. Selain
itu, Bank Indonesia mengarahkan fokus kebijakan untuk terus mendorong efisiensi pasar
keuangan dan sistem pembayaran guna memberikan fondasi yang kuat bagi peningkatan
efisiensi dan daya saing perekonomian. Pelaksanaan tersebut juga selalu didukung
kebijakan manajemen internal yang mengedepankan aspek tata kelola yang baik.
Kebijakan moneter tetap akan difokuskan pada upaya untuk mencapai dan memelihara
stabilitas harga. Kebijakan moneter juga difokuskan untuk menjaga defisit transaksi
berjalan pada tingkat yang aman melalui perumusan kebijakan yang kredibel dan
implementasi kebijakan yang efektif. Bank Indonesia akan terus melakukan penguatan
strategi operasi moneter dan kebijakan nilai tukar maupun pendalaman pasar keuangan
untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang ditetapkan.
Pada 2017, Bank Indonesia akan memperkenalkan sistem Giro Wajib Mininum (GWM)
Averaging yang hanya mewajibkan bank untuk memelihara rata-rata kecukupan GWM
dalam satu maintenance period. Dengan tersedianya kelonggaran/ruang fleksibilitas ini,
transaksi antarbank diharapkan semakin aktif, gejolak suku bunga dapat lebih terkendali,
dan transmisi kebijakan moneter semakin kuat.
Sejalan dengan amanat UU Bank Indonesia dan UU Perbendaharaan Negara, Bank Indonesia
akan mengoptimalkan utilisasi surat berharga negara (SBN) sebagai instrumen moneter,
yang juga merupakan langkah penguatan kerangka operasi moneter. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan partisipasi bank di pasar uang. Selanjutnya, Bank Indonesia akan
melakukan penggantian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan SBN sebagai instrumen
moneter secara gradual.
Bank Indonesia akan menempuh kebijakan pengelolaan nilai tukar secara berhati-hati
dan terukur. Selain itu, Bank Indonesia akan menjembatani pengembangan pasar valas
domestik yakni dengan menginisiasi transaksi lindung nilai kepada Bank Indonesia yang
mengakomodasi transaksi valas dalam denominasi USD dan non-USD. Dalam Forum
Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan, Bank Indonesia bersama
Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan akan mempercepat tindak lanjut isu
strategis pendalaman pasar keuangan.
Kebijakan makroprudensial akan terus diarahkan untuk menjaga resiliensi sistem
keuangan. Bank Indonesia akan memperkuat asesmen dan memperluas cakupan
surveilans makroprudensial terhadap rumah tangga, korporasi, dan grup korporasi nonkeuangan. Hal ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi lebih dini sumber tekanan
dan keterkaitan risiko korporasi non-keuangan dengan pelaku sistem keuangan lainnya,
terutama perbankan.
Selain itu, pemantauan risiko di luar perbankan juga menjadi semakin penting seiring
perkembangan financial technology (fintech). Oleh karena itu, Bank Indonesia akan
mendalami potensi dan mitigasi risiko dari fintech sebagai masukan konstruksi asesmen
makroprudensial. Langkah tersebut penting untuk mengantisipasi sumber risiko baru dari
aktivitas fintech.
170
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
Sebagai masukan perumusan opsi kebijakan, penguatan asesmen makroprudensial
melalui pendekatan National dan Regional Balance Sheet, juga dilakukan untuk semakin
memperkuat asesmen risiko sistemik dan identifikasi ketidakseimbangan sistem keuangan.
Untuk penguatan sektor keuangan sosial syariah, Bank Indonesia akan fokus pada
peningkatan peran Islamic Social Finance seperti zakat dan wakaf, sekaligus melanjutkan
inisasi Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB) sebagai upaya untuk menjadikan
Indonesia sebagai centre of excellence sektor keuangan syariah global.
Untuk mendorong peningkatan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Bank
Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM melalui dua pendekatan
utama yaitu mendorong peran intermediasi perbankan kepada UMKM dan peningkatan
kapasitas UMKM. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mewajibkan bank umum
memenuhi target rasio kredit UMKM terhadap total kredit sebesar 15% pada 2017.
Di bidang sistem pembayaran, arah kebijakan Bank Indonesia diwujudkan dengan langkahlangkah memperkuat unsur kelembagaan dan infrastruktur sistem pembayaran domestik,
serta mendorong inklusi keuangan. Hal ini selaras dengan misi untuk menciptakan sistem
pembayaran yang aman, efisien, lancar dan andal, dengan memperhatikan perluasan akses
dan perlindungan konsumen. Semua itu untuk mendukung stabilitas moneter dan sistem
keuangan.
Untuk mendorong inklusi keuangan, Bank Indonesia akan memperluas akses keuangan
dan meningkatkan efisiensi dengan mengintegrasikan ekosistem non-tunai elektronik
dalam program dan layanan pemerintah. Salah satu caranya adalah dengan perluasan
skema government to people dan pengembangan people to government.
Dalam merespons hal tersebut, terdapat beberapa inisiatif penguatan kelembagaan dan
infrastruktur. Pertama, mengimplementasikan aturan terkait penyelenggara pemrosesan
transaksi pembayaran yang berlaku bagi seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran
(termasuk para pelaku fintech). Kedua, memastikan Fintech Office dan fungsi regulatory
sandbox yang telah dibentuk berjalan efektif dan produktif.
Selain itu, Bank Indonesia akan mempercepat pembentukan lembaga yang akan
mengoperasikan fungsi-fungsi pengelolaan National Standard of Indonesian Chip Card
Spesification dan mengakselerasi National Payment Gateway. Bank Indonesia juga akan
mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk melakukan pemrosesan
transaksi keuangan di domestik, menyimpan dana di perbankan nasional, menggunakan
central bank money, dan mematuhi kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI.
Dalam pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia akan terus mendorong clean money policy
hingga ke wilayah terpencil dan terluar melalui Centralized Cash Network Plan. Penguatan
infrastruktur perkasan dan perluasan coverage jaringan distribusi uang senantiasa dilakukan
agar dapat menyediakan Uang Layak Edar secara merata dan menjangkau daerah terpencil
di seluruh wilayah NKRI.
Untuk mendorong kepercayaan terhadap uang Rupiah, Bank Indonesia senantiasa
meningkatkan kualitas uang dengan berbagai fitur pengaman dan melakukan upaya
penanggulangan pemalsuan uang. Bank Indonesia juga tetap mengatur pelaksanaan
kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah NKRI. Sebagai bentuk perlindungan
masyarakat dan untuk mempersempit peredaran uang palsu, Bank Indonesia akan
senantiasa memberikan sosialisasi dan edukasi publik mengenai ciri-ciri keaslian uang
Rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat.
Bank Indonesia akan berkoordinasi dengan otoritas terkait di tingkat pusat daerah dalam
pelaksanaan bauran kebijakan untuk merespons berbagai tantangan perekonomian.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
171
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
Koordinasi diperlukan dalam upaya pengendalian inflasi, mitigasi dampak risiko fiskal,
penguatan stabilitas sistem keuangan, maupun percepatan pelaksanaan reformasi
struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih sehat. Koordinasi upaya
pengendalian inflasi terus diperkuat di tingkat pusat dan daerah melalui Tim Pengendalian
Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Bank Indonesia juga terus menjalin
koordinasi dengan pemerintah untuk memperkuat Protokol Manajemen Krisis.
Keberhasilan pelaksanaan kebijakan tersebut didukung penguatan internal Bank Indonesia.
Penguatan tersebut dilakukan melalui pengembangan dan pengelolaan organisasi yang
selaras dengan strategi Bank Indonesia, manajemen SDM yang kompeten, sistem informasi
yang terintegrasi dan efisien, tata kelola yang baik, pengendalian risiko yang memadai, dan
proses pengambilan keputusan yang efektif.
Penguatan juga dilakukan terkait pelaksanaan fungsi Kantor Perwakilan Bank Indonesia
melalui optimalisasi peran sebagai strategic advisors bagi pemerintah daerah. Penguatan
juga dilakukan untuk membantu perumusan bauran kebijakan Bank Indonesia melalui
penguatan kebijakan ekonomi dan keuangan daerah, pengendalian inflasi di tingkat
regional, pengembangan data dan statistik regional, serta penguatan sistem pembayaran
dan pengelolaan uang rupiah di tingkat regional.
5.3. Strategi Bank Indonesia 2017
Bank Indonesia
telah menetapkan
8 sasaran strategis
dan 12 indikator
kinerja utama di
tiga perspektif, yaitu
stakeholder, internal
business process,
dan learning and
growth.
Untuk 2017, Dewan Gubernur Bank Indonesia telah menetapkan strategi tahunan Bank
Indonesia yang tergambar dalam delapan Sasaran Strategis (SS). Keberhasilan Bank
Indonesia dalam mencapai delapan Sasaran Strategis dicerminkan oleh pencapaian 12
Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia (IKU BI). Sasaran dan IKU BI dikategorikan dalam
tiga perspektif yaitu stakeholder, internal business process, dan learning and growth.
Perspektif stakeholder menunjukkan pentingnya kepuasan stakeholder eksternal terhadap
kinerja Bank Indonesia. Kepuasan tersebut merupakan cerminan keberhasilan atas
akuntabilitas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia kepada masyarakat
sebagai pemberi mandate Undang-Undang Bank Indonesia.
Perspektif internal business process mengacu pada proses bisnis yang dijalankan oleh
internal di Bank Indonesia. Proses bisnis tersebut untuk mendukung pencapaian di
perspektif stakeholder sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, sekaligus
mengimplementasikan inovasi/penyempurnaan mekanisme kerja guna mencapai
transformasi Bank Indonesia.
Perspektif learning and growth merupakan proses yang akan mendukung pencapaian
dari perspektif internal business process dan stakeholder. Proses tersebut dilakukan melalui
penguatan kapabilitas organisasi dalam aspek tata kelola, transformasi yang berkelanjutan,
dan SDM yang berkinerja tinggi. Penetapan Indeks Kinerja Utama (IKU) dan targetnya
telah mempertimbangkan tantangan yang akan dihadapi dengan tetap memperhatikan
kemampuan dalam pencapaiannya (Tabel 5.3).
172
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
Tabel 5.3
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia 2017
Sasaran Strategis
Perspektif Stakeholder
Stabilitas Nilai Rupiah
No. IKU
Indikator Kinerja Utama
Target
IKU 01
Inflasi Inti
IKU 02
% Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar
Rp/USD
Angka Tertentu
IKU 03
Indeks Kredibilitas Kebijakan Bank
Indonesia
5,00
(skala 1-6)
IKU 04
Deviasi suku bunga PUAB ON dengan
7-day Repo Rate
± 50 bps
Stabilitas Sistem Keuangan
IKU 05
<2
Sistem Pembayaran yang aman,
efisien, inovatif, dan lancar
IKU 06
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
(ISSK)
% Ketersediaan layanan jasa sistem
pembayaran Bank Indonesia
Perspektif Internal Business Process
Stabilitas Moneter
4,0 + 1%
• Minimal 99,97%
• Maksimal 1x
downtime/ap
likasi/semester
Keterangan
Mengukur pencapaian sasaran inflasi
inti dalam mendukung pencapaian
inflasi IHK nasional 2017 yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Mengukur pencapaian stabilitas nilai
tukar rupiah dalam rangka mendukung
kestabilan harga domestik.
Mengukur sejauh mana kebijakan Bank
Indonesia dapat kredibel dan dipercaya
(berdasarkan hasil riset).
Mengukur efektivitas policy rate Bank
Indonesia dalam mengendalikan suku
bunga pasar jangka pendek.
Mengukur tingkat kestabilan sistem
keuangan nasional.
Mengukur tingkat ketersediaan
(availability) sistem aplikasi kritikal
Sistem Pembayaran yang meliputi high
value payment system, retail value
payment system, dan Bank Indonesia
Government- Electronic Banking
Mengukur tingkat penggunaan
instrumen non tunai, baik berskala
besar maupun kecil (retail), dalam
mendukung transaksi ekonomi.
Rasio nominal transaksi Sistem
Pembayaran non tunai terhadap PDB:
a. RTGS dan SKN
b. Kartu ATM/D, Kartu Kredit, Uang
Elektronik, Delivery Channel
(mobile payment dan internet
payment), dan billing payment
Ketersediaan dan kualitas ULE
nasional:
a. Soil Level ULE nasional
b. % Coverage layanan kas
a. Minimal 5,2 x
PDB
b. 1,8 x PDB
a. UPB : 8, UPK : 6
b. 90%
a. Megukur tingkat kualitas uang
beredar yang digunakan
masyarakat berdasarkan
denominasi pecahan.
b. Mengukur peningkatan coverage
layanan kas Bank Indonesia di
seluruh wilayah Indonesia melalui
kas titipan dan kantor operasional
kas.
IKU 09
Predikat Laporan Keuangan Tahunan
Bank Indonesia (LKTBI)
Wajar Tanpa
Pengecualian
(WTP)
IKU 10
Indeks Good Governance
5,0
(Skala 1-6)
Transformasi yang berkelanjutan
IKU 11
% Penyelesaian Deliverables Program
Transformasi
Minimal 83%
Organisasi berkinerja tinggi
IKU 12
Indeks Kesehatan Organisasi
Mengukur akuntabilitas penyajian data
dan informasi keuangan Bank
Indonesia berdasarkan Kebijakan
Akuntansi dan Keuangan Bank
Indonesia (KAKBI) melalui perolehan
opini audit BPK-RI terbaik berdasarkan
pemeriksaan LKTBI.
Mengukur penerapan good governance
di Bank Indonesia, berdasarkan
prinsip-prinsip governance yaitu
independensi, akuntabilitas dan
transparansi.
Mengukur realisasi penyelesaian
tahapan implementasi Program
Strategis Bank Indonesia dibandingkan
target yang telah ditetapkan dalam
charter.
Mengukur kemampuan organisasi
untuk menyelaraskan, melaksanakan,
dan mempertahankan kinerja yang
tinggi
IKU 07
Ketersediaan Rupiah dalam jumlah
cukup dan denominasi yang sesuai
di seluruh wilayah NKRI
Perspektif Learning & Growth
Tata Kelola dan kesinambungan
Keuangan Bank Indonesia
IKU 08
80
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
173
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
5.4. Program Transformasi Bank Indonesia 2017
Sejalan dengan
transformasi Bank
Indonesia Fase
Restructuring and
Enhancing (20152019), pada 2017
telah dicanangkan
29 Program
Strategis.
Pada 2014, Bank Indonesia menetapkan visi baru Bank Indonesia 2024, yaitu menjadi
bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Untuk mencapai visi ini Bank Indonesia
mencanangkan transformasi dengan menyusun Arsitektur Fungsi Strategis BI (AFSBI) 2024
(Gambar 5.1). AFSBI disusun untuk meningkatan kekuatan dan kecekatan Bank Indonesia
dalam menghadapi implikasi dinamika perubahan dan tantangan jangka menengah
panjang terutama di bidang moneter, keuangan dan perekomonian baik global, regional
dan nasional. Selain itu, AFSBI juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fungsi strategis
dan kapabilitas Bank Indonesia baru yang maju, kuat, berorientasi ke depan menghasilkan
kebijakan terbaik dan merujuk pada praktek-praktek yang terbaik.
VISI
Menjadi lembaga bank sentral yang
kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian infasi yang rendah
dan nilai tukar yang stabil
MISI: Stabilitas nilai rupiah; Sistem keuangan yang efektif dan efisien; Sistem Pembayaran yang aman,
efisien, lancar; Organisasi dan SDM BI yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja
1. Memperkuat Fungsi Utama
Kebijakan moneter
yang kredibel dan
konsisten
Kebijakan
Makroprudensial yang
kredibel, proaktif dan
surveilance yang kuat
dan teruji
Kebijakan, Pengawasan,
serta penyelenggaraan
sistem pembayaran dan
pengelolaan uang yang
kredibel & proaktif
2. Proaktif dalam memelopori kerjasama dan kolaborasi (fokus sesuai setiap fungsi utama)
3. Memperkuat Strategic Enablers:
Mandat yang jelas, Sumber Daya Manusia, Sistem Informasi, Board Governance, Manajemen Risiko dan
Pengendalian Intern, Perencanaan Strategis, Anggaran dan Manajemen Kinerja
Gambar 5.1
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia
Untuk mewujudkan arsitektur tersebut dilakukan Program Transformasi Menuju Bank
Indonesia 2024 melalui lima tema transformasi AFSBI yaitu: (1) Policy Excellence, dengan
menerapkan program/inisiatif peningkatan kualitas dan efektifitas kebijakan Bank
Indonesia, (2) Outstanding Execution, dengan melaksanakan program-program peningkatan
efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas proses kerja di seluruh satuan kerja, (3) Institutional
Leadership, yakni memelopori program-program yang leading dan proactive (proactive
leadership) diantara lembaga-lembaga lain di Indonesia, (4) Motivated Organization, yaitu
menerapkan program-program untuk meningkatkan skills, kapabilitas, dan motivasi
pegawai, serta (5) State-of-the-art Technology, dengan menjalankan program-program
terkait dengan pemanfaatan teknologi dan pendekatan mutakhir yang akan membantu
Bank Indonesia mencapai visi dan misinya secara efektif dan efisien.
Perjalanan transformasi Bank Indonesia masih panjang. Dua hingga tiga tahun pertama
merupakan titik kritis momentum perubahan melalui implementasi Program Strategis. Di
tahapan transformasi yang pertama, 2015-2019, restructuring and enhancing, kegiatan yang
174
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
dilakukan merupakan kelanjutan dari hasil pelaksanaan kegiatan di 2015 – 2016 dengan
penguatan kapabilitas baru. Untuk 2017, Bank Indonesia mencanangkan 29 Program
Strategis (Tabel 5.4).
Tabel 5.4
Program Strategis Bank Indonesia Tahun 2017
No.
1
2
3
4
5
Tema Transformasi
Policy Excellence
Program Strategis Bank Indonesia
1. Melakukan Penguatan Kerangka Kerja yang Terkoordinasi antara Kebijakan Moneter,
Makroprudensial, serta Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
2. Mengembangkan Pendekatan Operasional dalam rangka Implementasi Kebijakan Moneter
3. Memperbaiki Proses Pengambilan Keputusan dan Komunikasi Kebijakan
4. Menyusun National and Regional Balance Sheet
5. Melakukan Penguatan Kerangka Kerja Kebijakan Moneter, khususnya Penetapan Stance
Kebijakan dan Kerangka Operasional yang Sejalan dengan Inisiatif Pendalaman Pasar Keuangan
6. Mengembangkan Strategi Operasional untuk Kerangka Kebijakan Makroprudensial
7. Menguatkan posisi/stance BI untuk Pembahasan RUU BI dan Kewenangan Bank Indonesia dalam
Perizinan dan Pengawasan
Outstanding Execution
8. Membangun Center of Excellence Pengawasan BI di Bidang Makroprudensial, Sistem
Pembayaran dan Moneter.
9. Memperbaiki Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan
10. Melakukan Optimalisasi Percetakan Uang
11. Membangun Centralized Cash Network Planning / CCNP
12. Memperkuat Governance, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Intern
13. Memperkuat Fungsi Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPw DN)
Institutional Leadership
14. Melakukan Penguatan Strategi Kebijakan Internasional Bank Indonesia untuk mendukung
kepentingan Bank Indonesia /Nasional dan meningkatkan Kepemimpinan Bank Indonesia di
Kawasan
15. Melakukan Penguatan Mekanime Manajemen Krisis, Termasuk Penguatan Koordinasi dengan
Otoritas Jasa Keuangan, Kementrian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan
16. Melakukan Pendalaman Pasar Keuangan
17. Melakukan Pengembangan Perekonomian Syariah Melalui Penguatan Koordinasi antar Lembaga
18. Melakukan Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif
19. Mengembangkan National Payments Gateway (NPG) dan Electronic Bill and Invoicement
Presentment and Payment (EBIPP)
20. Financial Technology
Motivated Organization
21. Memperkuat Pelaksanaan/Implementasi Arsitektur BI Insitute Menuju Institusi Pembelajaran
Berkelas Dunia
22. Mengembangkan Strategi Perencanaan dan Rekrutmen Sumber Daya Manusia
23. Menyusun Penyempurnaan Sistem Remunerasi yang Selaras dengan Sistem Penilaian Jabatan
serta Implementasi Person to Job Fit
24. Memperkuat Implementasi Sistem Manajemen Kinerja Bank Indonesia
25. Membangun Leadership Engine Bank Indonesia Dan Talent Management Bank Indonesia.
26. Menyempurnakan Organisasi di Seluruh Satuan Kerja Berdasarkan Strategi Bank Indonesia
State of the Art Technology
27. Memanfaatkan Big Data Untuk Mendukung Proses Pengambilan Keputusan di Moneter, Stabilitas
Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
28. Melakukan Implementasi Proyek Sistem Informasi Strategis
29. Melakukan Penguatan Governance dalam proses Sistem Informasi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
175
BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017
176
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Lampiran
Produk Hukum Bank Indonesia
Triwulan IV - 2016 dan Tahun 2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
177
1. Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No
Peraturan
Tanggal
1
18/43/PBI/2016
22-12-2016 Perihal
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
2
18/42/PBI/2016
30-11-2016 Pembentukan Peraturan di Bank Indonesia
3
18/41/PBI/2016
21-11-2016 Bilyet Giro
4
18/40/PBI/2016
08-11-2016 Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
5
18/39/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Logam Pecahan 100 (Seratus Tahun Emisi 2016
6
18/38/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 1.000 (Seribu) Tahun Emisi 2016
7
18/37/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 2.000 (Dua Ribu) Tahun Emisi 2016
8
18/36/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 5.000 (Lima Ribu) Tahun Emisi 2016
9
18/35/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 20.000 (Dua Puluh Ribu)
Tahun Emisi 2016
10 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 100.000 (Seratus Ribu)
18/34/PBI/2016
25-10-2016 Tahun Emisi 2016
11 18/33/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 1.000 (Seribu) Tahun Emisi 2016
12 18/32/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 2.000 (Dua Ribu) Tahun Emisi 2016
13 18/31/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 5.000 (Lima Ribu) Tahun Emisi 2016
14 18/30/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2016
15 18/29/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2016
16 18/28/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Logam Pecahan 200 (Dua Ratus) Tahun Emisi 2016
17 18/27/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Logam Pecahan 500 (Lima Ratus) Tahun Emisi 2016
18 18/26/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Logam Pecahan 1.000 (Seribu) Tahun Emisi 2016
19 18/25/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 10.000 (Sepuluh Ribu)
Tahun Emisi 2016
20 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 50.000 (Lima Puluh Ribu)
18/24/PBI/2016
25-10-2016 Tahun Emisi 2016
21 18/23/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Tahun Emisi 2016
22 18/22/PBI/2016
25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 50.000 (Lima Puluh Ribu) Tahun Emisi 2016
23 18/21/PBI/2016
03-10-2016 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007 Tentang Sistem Informasi Debitur
24 18/20/PBI/2016
03-10-2016 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
25 18/19/PBI/2016
05-09-2016 Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing
26 18/18/PBI/2016
05-09-2016 Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik
27 18/17/PBI/2016
29-08-2016 Perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
28 Rasio Loan To Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing To Value untuk 18/16/PBI/2016
26-08-2016 Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor
29 18/15/PBI/2016
24-08-2016 Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah
30 18/14/PBI/2016
18-08-2016 Perubahan Keempat Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional
31 18/13/PBI/2016
10-08-2016 178
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 Tentang Transaksi SWAP Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia
32 18/12/PBI/2016
10-08-2016 Operasi Moneter
33 18/11/PBI/2016
28-07-2016 Pasar Uang
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
No
Peraturan
Tanggal
Perihal
34 18/10/PBI/2016
29-06-2016 Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah
35 18/9/PBI/2016
31-05-2016 Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
36 18/8/PBI/2016
16-05-2016 Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 Tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia
37 Transaksi Bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap 18/7/PBI/2016
16-05-2016 Arrangement
38 18/6/PBI/2016
28-04-2016 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 Tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika
39 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 Tentang 18/5/PBI/2016
28-04-2016 Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia
40 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 Tentang 18/4/PBI/2016
21-04-2016 Penerapan Prinisip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Hutang Luar Negeri Korporasi Non Bank
41 Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 Tentang 18/3/PBI/2016
10-03-2016 Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional
42 18/2/PBI/2016
24-02-2016 Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah
43 18/1/PBI/2016
28-01-2016 Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2015
2. Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern (SE Ekstern BI)
No
Peraturan
Tanggal
Perihal
1
18/42/DKSP
30-12-2016 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
2
18/41/DKSP
30-12-2016 Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
3
18/40/DPSP
30-12-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/7/DPSP tanggl 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia
4
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 18/39/DPSP
28-12-2016 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
5
Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 18/38/DKMP
28-12-2016 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional
6
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSDP tanggal 13 18/37/DPSP
16-12-2016 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
7
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSDP tanggal 13 18/36/DPSP
16-12-2016 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara
8
18/35/DPPK
13-12-2016 Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing
9
18/34/DPPK
13-12-2016 Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik
10 18/33/DKSP
02-12-2016 Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
179
No
Peraturan
Tanggal
Perihal
11 18/32/DPSP
29-11-2016 Bilyet Giro
12 18/31/DPM
29-11-2016 Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing
13 18/30/DPM
29-11-2016 Koridor Suku Bunga (Standing Facilities)
14 18/29/DPM
29-11-2016 Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter
15 18/28/DPU
24-11-2016 Tata Cara Klarifikasi atas Uang Rupiah yang Diragukan Keasliannya
16 18/27/DSta
22-11-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia nomor 15/13/DASP tanggal 12 April 2013 Perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank
17 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia nomor 14/31/DPNP tanggal 31 18/26/DSta
22-11-2016 Oktober 2012 Perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum
18 18/25/DPU
02-11-2016 Penyelenggara Jasa Pengelolahan Uang Rupiah
19 18/24/DPM
31-10-2016 Operasi Pasar Terbuka
20 18/23/DSta
26-10-2016 Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah
21 18/22/DKSP
27-09-2016 Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital
22 18/21/DKSP
27-09-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money)
23 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/31/DPSP tanggal 13 18/20/DPSP
23-09-2016 November 2015 perihal Penyelenggaraan Penatausahan Surat Berharga Melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System
24 Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Finangcing to Value untuk 18/19/DKMP
06-09-2016 Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor
25 18/18/DKMP
22-08-2016 Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional
26 Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 18/17/DSta
27-07-2016 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum
27 Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM tanggal 22 18/16/DSta
27-07-2016 Januari 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum
28 Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu 18/15/DKSP
20-06-2016 Debit
29 18/14/DPPK
25-05-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/6/DPM tanggal 31 Maret 2015 perihal Suku Bunga Penawaran Antarbank
30 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 29 18/13/DPM
24-05-2016 Januari 2014 perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia
31 Transaksi Repurchase Agreement Surat berharga dalam Rupiah Bank Umum kepada 18/12/DPM
24-05-2016 Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement
32 18/11/DEKS
12-05-2016 Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah
33 18/10/DPSP
02-05-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/34/DPSP Tanggal 13 November 2015 Perihal Perlidungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
34 180
18/9/DPSP
02-05-2016 Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/14/DPSP Tanggal 5 Juni 2015 Perihal Perlindungan Nasabah Dalam Pelaksanaan Tranfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
No
Peraturan
Tanggal
35 18/8/DPSP
02-05-2016 Perihal
Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP Tanggal 13 November 2015 Perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settelment
36 18/7/DPSP
02-05-2016 Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia
37 18/6/DKEM
22-04-2016 Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM Tanggal 30 Desember 2014 Perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank
38 18/5/DSta
06-04-2016 Penerimaan Devisa Utang Luar Negeri
39 18/4/DPTP
28-03-2016 Layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam Rangka Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan / atau Dana Alokasi Umum dalam bentuk Nontunai berupa Surat Berharga Negara
40 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 18/3/DKEM
15-03-2016 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional
41 18/2/DPTP
28-01-2016 Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government Electronic Banking
42 18/1/DPSP
05-01-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara
3. Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG)
No
Peraturan
Tanggal
1
18/22/PDG/2016
15-12-2016 Perihal
Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 14/11/PDG/2012 tentang Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
2
18/21/PDG/2016
15-12-2016 Pembentukan dan Penyempurnaan Organisasi Satuan Kerja di Bank Indonesia
3
18/20/PDG/2016
15-12-2016 Pemberhentian Pegawai Penugasan yang Menetapkan Pilihan Status menjadi Pegawai Otoritas Jasa Keuangan
4
Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 17/9/PDG/2015 tentang 18/19/PDG/2016
30-11-2016 Manajemen Kinerja Pegawai Bank Indonesia
5
18/18/PDG/2016
30-11-2016 Pengelolaan Perpajakan di Bank Indonesia
6
18/17/PDG/2016
17-11-2016 Organisasi Bank Indonesia
7
18/16/PDG/2016
10-11-2016 Protokol Manajemen Krisis
8
18/15/PDG/2016
31-10-2016 Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 17/10/PDG/2015 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia
9
18/14/PDG/2016
11-10-2016 Nilai Jabatan (Job Grade), Pangkat (Organization Title), dan Eselon di Bank Indonesia
10 18/13/PDG/2016
01-09-2016 Komunikasi Bank Indonesia
11 18/12/PDG/2016
19-08-2016 Manajemen Jalur Karier Pegawai Bank Indonesia
12 18/11/PDG/2016
19-08-2016 Pelaksanaan Operasi Moneter
13 18/10/PDG/2016
20-07-2016 Sistem Informasi Bank Indonesia
14 18/9/PDG/2016
30-06-2016 Manajemen Logistik Bank Indonesia
15 18/8/PDG/2016
31-05-2016 Kebijakan Nilai Tukar
16 18/7/PDG/2016
31-05-2016 Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Bank Indonesia
17 18/6/PDG/2016
15-03-2016 Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 16/7/PDG/2014 tentang Remunerasi Pegawai Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
181
No
Peraturan
Tanggal
18 18/5/PDG/2016
14-03-2016 Kerangka Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
19 18/4/PDG/2016
29-02-2016 Perubahan Atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 16/5/PDG/2014 Tentang Perihal
Penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur
20 18/3/PDG/2016
29-01-2016 Statistik Bank Indonesia
21 18/2/PDG/2016
25-01-2016 Pelaksanaan Lembur di Bank Indonesia
22 18/1/PDG/2016
18-01-2016 Penghapusbukuan Aset Keuangan dan Penghapusan Aset non Keuangan Bank Indonesia
182
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Daftar Istilah
Istilah
Penjelasan
Administered prices
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur
Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik.
BI Rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik.
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS)
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer
dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang
rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi
secara individual.
Bank Indonesia – Scripless Securities
Settlement System (BI-SSSS)
Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan
sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya
dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung
langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
Cadangan Devisa
Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat
pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas,
uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka,
wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada
pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar
negeri.
Capital Adequacy Ratio
Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian
yang kemungkinan dihadapi oleh bank.
Countercyclical Buffer
Tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian apabila
terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga
berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Dana Pihak Ketiga
Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu.
Defisit Transaksi Berjalan
Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan
jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca
perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa.
Deposit Facility
Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka
operasi moneter.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
183
Istilah
Penjelasan
Devisa Hasil Ekspor
Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor.
Emerging Market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat
yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan
industrialisasi.
Financial Inclusion/(Keuangan
Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian
Inklusif) segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah.
184
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan
Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga
dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat
ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi
anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,
Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Giro Wajib Minimum
Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
Gross Domestic Product (Produk
Domestik Bruto)
Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara
dalam jangka waktu tertentu.
Hedging
Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk
melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair
value) aset atau kewajiban.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan
yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan
membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan.
Inflasi
Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat
sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis
sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (costpush) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull).
Inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen,
yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan
masyarakat luas.
Inflasi Inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam
pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti
interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari
angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan
administered prices.
Inflation Targeting Framework
Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan
konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke
depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Istilah
Penjelasan
Investment Grade
Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat.
Jakarta Interbank Offered Rate
(JIBOR)
Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank
di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR.
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR)
Kurs referensi harga USD/IDR berdasarkan kurs transaksi valuta asing
terhadap rupiah antarbank di pasar domestik secara real time.
Kliring
Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di
satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan
suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan
(clearing).
Layanan Keuangan Digital (LKD)
Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan
melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan
perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka
keuangan inklusif.
Lender of The Last Resort
Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem
perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan
kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang
disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.
Lending Facility
Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam
rangka operasi moneter.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank
umum.
Loan to Funding Ratio (LFR)
Rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta
asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain terhadap: (i) dana pihak
ketiga yang mencakup giro, tabungan dan deposito dalam Rupiah dan
valas, tidak termasuk dana antar bank, dan (ii) surat-surat berhagra dalam
Rupiah dan valas yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan
oleh bank untuk memperoleh sumber pendanaan.
Likuiditas
Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi
segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid
apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih
besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity).
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem
keuangan secara keseluruhan.
Mikroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga
keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
185
Istilah
Penjelasan
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan
penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing,
dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas
neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan
item-item finansial.
Neraca Transaksi Berjalan
Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan
jasa suatu negara.
Non-Performing Loan (NPL)
Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang
Lancar, Diragukan dan Macet.
Non Performing Loan (NPL) gross Rasio kredit bermasalah kepada pihak ketiga non-bank terhadap total
kredit.
186
Non-Performing Financing (NPF)
Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank
syariah.
Operasi Moneter
Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku
Bunga (Standing Facilities).
Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N)
Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar
Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight).
Repurchase Agreement (Repo)
Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang
diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan
di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen
keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring
kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional.
Stress test
Estimasi potensi kerugian terhadap eksposur kredit dan likuiditas yang
dihasilkan dari beberapa skenario perubahan harga dan volatilitas.
Surat Utang Negara (SUN)
Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan
masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
berlaku.
Surat Berharga Negara (SBN)
Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang
Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah
yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Istilah
Penjelasan
Sovereign Credit Rating
Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu
pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat resiko
dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh
investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut.
Suku bunga dasar kredit (SBDK)
Suku bunga yang digunakan dalam menentukan suku bunga kredit yang
terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata harga pokok dana untuk
kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian
kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas
perkreditan.
Swap
Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai
(spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang
dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat
premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
Systemically Important Bank
Suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan,
atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan
sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau
keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional
maupun finansial, apbila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan
inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait
pengendalian inflasi.
Transaksi Reverse Repo
Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka
(OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh
peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
Uang Kartal
Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank
Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah
Republik Indonesia.
Uang Kartal yang Diedarkan
Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan.
Wajar Tanpa Pengecualian
Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi
pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian
yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi
yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi
penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan
memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap
menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu
organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Volatile Food Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam
kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau
faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
internasional.
Yield
Imbal hasil.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
187
Daftar Singkatan
Singkatan
ABIF
ADG
AFSBI
APMK
ASEAN
ATBI
ATM
BCSA
BI
BI-RTGS
BI-SSSS
BPS
bps
Bulog
BUMD
BUMN
CAR
CCyB
CeBM
CIKUR
CMIM
CoE
DF
DHE
DPK
DPR RI
D-SIB
DSR
DXY
ECB
EMEAP
FASBIS
FGD
FIN
FKSSK
FPJP
FSPI
188
Kepanjangan
ASEAN Banking Integration Framework
Anggota Dewan Gubernur
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
The Association of Southeast Asian Nations
Anggaran Tahunan Bank Indonesia
Anjungan Tunai Mandiri
Bilateral Currency Swap Agreement
Bank Indonesia
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System
Badan Pusat Statistik
Basis Point
Badan Urusan Logistik
Badan Usaha Milik Daerah
Badan Usaha Milik Negara
Capital Adequacy Ratio
Countercyclical Buffer
Central Bank Money
Ciri Keaslian Uang Rupiah
Chiang Mai Initiative Multilateralisation
Center of Excellence
Deposit Facilities
Devisa Hasil Ekspor
Dana Pihak Ketiga
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Domestic Sistemically Important Bank
Debt Service Ratio
US Dollar Index
European Central Bank
Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks
Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
Focus Group Discussion
Financial Identity Number
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Forum Sistem Pembayaran Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Singkatan
GDP
GNNT
GWM
IDB
IDI
IHK
IHSG
IKNB
IKU
IMF
IRU
ITF
JIBOR
KI
KK
KMK
KPR
KPwDN BI
KPwLN BI
KSEI
KUPVA BB
KUR
LDR
LFR
LKD
LKNB
LKTBI
LOLR
LTV
MRBI
NAB
NK
NKRI
NPI
NPL
OJK
OM
OPT
PBI
PDB
PDG
Perum Peruri
Kepanjangan
Gross Domestic Product
Gerakan Nasional Non-Tunai
Giro Wajib Minimum
Islamic Development Bank
Informasi Debitur Individual
Indeks Harga Konsumen
Indeks Harga Saham Gabungan
Industri Keuangan Non Bank
Indikator Kinerja Utama
International Monetary Fund
Investor Relations Unit
Inflation Targeting Framework
Jakarta Interbank Offered Rate
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
Kredit Modal Kerja
Kredit Perumahan Rakyat
Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia
Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia
Kustodian Sentral Efek Indonesia
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
Kredit Usaha Rakyat
Loan to Deposit Ratio
Loan to Funding Ratio
Layanan Keuangan Digital
Lembaga Keuangan Non Bank
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia
Lender of The Last Resort
Loan to Value
Manajemen Risiko Bank Indonesia
Nilai Aktiva Bersih
Nota Kesepahaman
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Neraca Pembayaran Indonesia
Non Performing Loan
Otoritas Jasa Keuangan
Operasi Moneter
Operasi Pasar Terbuka
Peraturan Bank Indonesia
Produk Domestik Bruto
Peraturan Dewan Gubernur
Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
189
Singkatan
PIHPS
PK Inisiatif
PLN
PMA
PP
PSBI
PTD BB
PUAB O/N
qtq
RDG
Repo
ROA
ROE
RRH
RUU
SBDK
SBI
SBIS
SBN
SBSN
SBT
SDBI
SE
SF
SHPR
SID
SK
SKBI
SKDU
SKNBI
SKSR
SNKI
SOP
SSK
SULNI
SUSPI
TD
TD BB
TPI
190
Kepanjangan
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
Program Kerja Inisiatif
Pinjaman Luar Negeri
Penanaman Modal Asing
Perusahaan Pembiayaan
Program Sosial Bank Indonesia
Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank
Pasar Uang Antar Bank Overnight
quarter to quarter
Rapat Dewan Gubernur
Repurchase Agreement
Return on Asset
Return on Equity
Rata-Rata Harian
Rancangan Undang-Undang
Suku Bunga Dasar Kredit
Sertifikat Bank Indonesia
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Surat Berharga Negara
Surat Berharga Suariah Negara
Saldo Bersih Tertimbang
Sertifikat Deposito Bank Indonesia
Surat Edaran
Standing Facilities
Survei Harga Properti Residensial
Sistem Informasi Debitur
Survei Konsumen
Sistem Keuangan Bank Indonesia
Survei Kegiatan Dunia Usaha
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Survei Khusus Sektor Riil
Strategi Nasional Keuangan Inklusif
Standard Operating Procedure
Stabilitas Sistem Keuangan
Statistik Utang Luar Negeri Indonesia
Statistik Utang Sektor Publik Indonesia
Term Deposit
Transfer Dana Bukan Bank
Tim Pengendali Inflasi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
Singkatan
Kepanjangan
TPID
Tim Pengendali Inflasi Daerah
UKM
Usaha Kecil dan Menengah
ULE
Uang Layak Edar
ULN
Utang Luar Negeri
UMKM
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UPB
Uang Pecahan Besar
UPK
Uang Pecahan Kecil
UTLE
Uang Tidak Layak Edar
UUUndang-Undang
UYD
Uang Kartal yang Diedarkan
Valas
Valuta Asing
yoy
year on year
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016
191
Download