Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan IV-2016 dan tahun 2016. Laporan Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV - 2016 dan Tahun 2016 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah. 1 Inflasi Inflasi 2016 terkendali pada level yang rendah dan berada di batas bawah kisaran sasaran inflasi 4±1% 2015 2016 3,35% (yoy) 2 Pertumbuhan Ekonomi 3 Neraca Pembayaran Ekonomi Indonesia di 2016 tumbuh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, ditopang oleh kuatnya konsumsi rumah tangga, serta perbaikan ekspor dan kinerja investasi. Membaik ditopang penurunan defisit transaksi berjalan dan kenaikan surplus transaksi modal dan finansial. Neraca Pembayaran Indonesia 2015 defisit 1,1 dolar AS 2016 3,02% (yoy) 5,02% (yoy) 2016 surplus 12,1 dolar AS defisit 17,5 dolar AS 2015 surplus 16,8 dolar AS surplus 29,2 dolar AS Didorong kenaikan investasi langsung dan investasi portofolio 5 Nilai Tukar Sepanjang 2016 Rupiah menguat didukung persepsi positif terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Rp 6 Sistem Keuangan Kondisi sistem keuangan tetap stabil ditopang oleh ketahanan industri perbankan yang terjaga. Ketahanan permodalan masih berada pada level yang cukup tinggi. CAR Rp $ Nilai tukar Rupiah triwulan IV-2016 secara point to point (ptp) menguat 2,32 % (ytd) mencapai Rp. 13.473 /dolar AS ii Rasio Kecukupan Modal 22,8% 7 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Sistem pembayaran berjalan dengan aman, lancar, efisien, dan handal seiring peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara non-tunai. Transaksi RTGS meningkat nominal volume Pertumbuhan kredit membaik dari triwulan sebelumnya. Kredit Pertumbuhan Kredit 7,86% (yoy) Rasion Non Performing Loan (NPL) Likuiditas masih memadai. DPK Rp Rasio Alat Likuid/Dana 3,2% gross 11,9% (yoy) 8,2% (yoy) Transaksi SSSS meningkat nominal Rasio kredit bermasalah relatif terjaga. Kredit 116,4 miliar (dollar AS) cukup untuk membiayai: BULAN 8,8 IMPOR defisit 16,3 dolar AS Transaksi Modal dan Finansial 2015 2016 4,88% (yoy) Cadangan Devisa Akhir Desember 2016 Transaksi Berjalan 2015 2016 Didukung membaiknya neraca perdagangan barang dan jasa. IHK 4 Cadangan Devisa volume 46,6% (yoy) 39,3% (yoy) Transaksi SKNBI meningkat 20,5% (yoy) Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 nominal volume 6,2% (yoy) 8,4% (yoy) atau 8,4 bulan impor + Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah Angka tersebut di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 8 Pengedaran Uang Rp Tahun 2016 Uang yang Diedarkan (UYD) meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Rp. 612,5 triliun tumbuh 4,4% (qtq) Bank Indonesia mampu memenuhi peningkatan kebutuhan uang dalam jumlah cukup dan layak edar. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016 iii KEBIJAKAN BANK INDONESIA Kebijakan Moneter • Kebijakan BI secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi sesuai sasarannya, menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendukung momentum pemulihan ekonomi domestik. • BI melakukan reformulasi suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter. • BI secara gradual menurunkan BI Rate sebesar 100 bps dan 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps. Penurunan diikuti dengan penyesuaian koridor suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility. • BI menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 1% dari 7,50% ke level 6,50% untuk mendorong kapasitas pembiayaan perbankan. • BI mendorong pendalaman pasar keuangan. Kebijakan Sistem Pembayaran • BI menyelesaikan desain konsep Gerbang Pembayaran Nasional (NPG). • BI mendukung program bantuan sosial Pemerintah melalui program elektronifikasi. • Penerapan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS. • Penerapan ketentuan Standar Nasional Teknologi Chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) 6 (Enam) Digit untuk kartu ATM dan/atau kartu debit. • BI meningkatkan akses keuangan dengan menerbitkan ketentuan terkait Layanan Keuangan Digital. • BI terus mendorong penggunaan instrumen transaksi non-tunai melalui penyempurnaan aturan Penggunaan Uang Elektronik (electronic money) dan kerjasama dengan perbankan untuk penyaluran bantuan sosial. • BI mendorong perkembangan industri keuangan digital dengan membentuk FinTech Office dan penyiapan kebijakan Regulatory Sandbox. Kebijakan Makroprudensial • BI merelaksasi ketentuan Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV) untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan. • Batas bawah Giro Wajib Minimum Loan to Funding Ratio (GWM LFR) ditingkatkan dari 78% menjadi 80%, dengan batas atas tetap sebesar 92% untuk mendukung kehati-hatian perbankan. • Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, BI menetapkan besaran tambahan modal bank berupa Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0% (nol persen). • Untuk mendukung pemberlakuan UU PPKSK, BI menyempurnakan ketentuan terkait dengan pinjaman likuiditas jangka pendek, protokol manajemen krisis, dan bank sistemik. • BI meluncurkan standar internasional pengelolaan zakat (Zakat Core Principles), Islamic Financial Market Code of Conduct, model sukuk linked waqaf, dan pembentukan Satuan Tugas Akselerasi Ekonomi Syariah. • Untuk mendukung kestabilan harga dan menjaga stabilitas sistem keuangan, BI turut memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. • BI mengembangkan program klaster berbasis komoditas yang memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi, di berbagai daerah. Hingga akhir 2016, telah dikembangkan 178 klaster di 44 wilayah. Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah • BI mengarahkan kebijakan pengelolaan uang Rupiah untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. • 11 Uang Rupiah tahun emisi 2016 diterbitkan untuk memperkuat kedaulatan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia. • BI bekerjasama dengan Kementerian Keuangan melakukan perencanaan pencetakan dan pemusnahan uang Rupiah. • Bi menyempurnakan ketentuan pelaksanaan klarfikasi atas uang Rupiah yang diragukan keasliannya. • BI bekerjasama dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) melakukan edukasi pengelolaan uang Rupiah dan pemberantasan uang palsu. • BI memperluas jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau. iv Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 iii HIGHLIGHTS KINERJA PEREKONOMIAN 1. Inflasi selama triwulan IV-2016 maupun 2016 terkendali. Inflasi 2016 tercatat sebesar sebesar 3,02% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 3,35% dan berada dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah sebesar 4±1% (yoy). 2. Ekonomi Indonesia triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 4,94% (yoy), sedangkan selama 2016 tumbuh sebesar 5,02% (yoy). Pertumbuhan ini didukung oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga, perbaikan kinerja investasi, dan peningkatan ekspor. 3. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV-2016 mencatat surplus sebesar 4,5 miliar dolar AS, sedangkan sepanjang 2016 NPI surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS. Surplus NPI ini ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial. 4. Defisit transaksi berjalan 2016 turun dari 17,5 miliar dolar AS (2,0% dari PDB) menjadi 16,3 miliar dolar AS (1,8% dari PDB), didukung perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan jasa. 5.Secara point to point, nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2016 melemah sebesar 3,13% menjadi Rp13.473 per dolar AS, namun sepanjang 2016 nilai tukar Rupiah menguat sebesar 2,32% (ytd). 6. Cadangan devisa pada akhir Desember 2016 tercatat sebesar 116,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 115,7 miliar dolar AS dan posisi akhir 2015 sebesar 105,9 miliar dolar AS. 7. Kondisi Sistem Keuangan Indonesia selama 2015 tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan akhir tahun 2016 tercatat 0,84. 8. Transaksi sistem pembayaran sepanjang 2016 berjalan aman dan lancar. Kondisi ini didukung keandalan penyelenggaraan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI sesuai dengan service level. 9. Tren penggunaan uang elektronik dan alat pembayaran menggunakan kartu terus menunjukkan peningkatan. Sementara itu, transaksi tunai dengan menggunakan uang kartal berjalan lancar. Kelancaran ini ditopang oleh terpenuhinya kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup hingga ke pelosok wilayah Indonesia. iv Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 HIGHLIGHTS KEBIJAKAN BANK INDONESIA A. Bidang Moneter 1. Di tengah masih lemahnya perekonomian global, Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneter secara konsisten dan terukur dengan tetap memperhatikan kondisi perekonomian. Selama 2016, suku bunga acuan (BI Rate/BI 7-day Reverse Repo Rate) diturunkan sebesar 275 bps dari 7,5% menjadi 4,75% dengan Deposit Facility dan Lending Facility turun masing-masing menjadi 4,00% dan 5,50%. Pelonggaran kebijakan moneter tersebut diyakini semakin memperkuat upaya peningkatan permintaan domestik, termasuk permintaan kredit, sehingga dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. 2. Untuk memperkuat kebijakan moneter, Bank Indonesia mereformulasi suku bunga kebijakan, dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate, yang berlaku efektif mulai 19 Agustus 2016. Reformulasi tersebut juga bertujuan untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, dan mendorong pendalaman pasar keuangan. 3. Untuk mempercepat program pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia melakukan tiga langkah kebijakan, yaitu memperkuat peran suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) dalam pembentukan struktur suku bunga di pasar uang, mempercepat transaksi repo dengan mendorong bank-bank berpartisipasi dalam Global Master Repurchase Agreement (GMRA), dan mengurangi segmentasi serta meningkatkan kapasitas transaksi pasar uang. 4. Untuk menjaga kestabilan Rupiah, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya agar keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing tetap terjaga. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia, termasuk penambahan jenis valuta asing dan penggunaan kurs tengah. Diterbitkan pula ketentuan mengenai transaksi bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA). 5. Sebagai upaya mendukung kegiatan ekonomi tetap tumbuh, Bank Indonesia merelaksasi ketentuan terkait Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV). Untuk mendorong kredit perbankan, Bank Indonesia menaikkan batas bawah Loan to Funding Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%, dengan batas atas tetap sebesar 92%. 6. Untuk menjaga agar transmisi kebijakan moneter berjalan lancar, Bank Indonesia melakukan berbagai pengayaan instrumen operasi pasar terbuka. Hal ini mendorong pengelolaan likuiditas yang lebih baik oleh perbankan, sehingga kecukupan likuiditas terjaga dan pada akhirnya sasaran inflasi dapat tercapai. 7. Sinergi pengendalian inflasi dengan Pemerintah baik di pusat maupun daerah terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Menghadapi berbagai tantangan yang ada, Rapat Koordinasi Nasional VII TPID merekomendasikan perlunya penguatan infrastruktur logistik dan penunjang produksi pangan untuk menjamin stabilitas inflasi antardaerah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 v B. Bidang Stabilitas Sistem Keuangan 1. Untuk mendorong terwujudnya stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial melakukan kegiatan surveilans, pengaturan, dan pemeriksaan makroprudensial. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pengembangan UMKM. 2. Untuk mencegah peningkatan risiko sistemik, Bank Indonesia mewajibkan bank untuk membentuk penyangga modal (countercyclical buffer/CCB). Pada 2016, besaran tambahan modal bank berupa CCB ditetapkan sebesar 0% karena tidak ada indikasi pertumbuhan kredit berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko sistemik. 3. Bank Indonesia terus berkomitmen untuk mengembangkan perekonomian syariah. Komitmen itu antara lain diwujudkan dengan peluncuran standar internasional pengelolaan zakat (Zakat Core Principles), Islamic Financial Market Code of Conduct, model sukuk linked waqaf, dan pembentukan Satuan Tugas Akselerasi Ekonomi Syariah. 4. Untuk memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM, Bank Indonesia memiliki dua pendekatan utama, yaitu peningkatan kapasitas ekonomi UMKM dan peningkatan pembiayaan maupun akses keuangan UMKM. C. Bidang Sistem Pembayaran 1. Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, keandalan, dan efisiensi sistem pembayaran. Untuk itu, Bank Indonesia secara konsisten terus memperkuat dan mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran seperti sistem setelmen dana (BI-RTGS), sistem setelmen surat berharga (BI-SSSS), sistem electronic trading platform (BI-ETP), dan sistem kliring (SKNBI) Generasi II. 2. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia pada 2016 menerbitkan beberapa ketentuan. Pertama, pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. Kedua, peraturan mengenai penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran. Ketiga, peraturan mengenai peningkatan penggunaan uang elektronik. 3. Mulai 3 Oktober 2016, Bank Indonesia memberlakukan penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BISSSS. Kebijakan ini diharapkan akan mempermudah pelaksanaan konsolidasi data dan informasi kepemilikan, serta aktivitas investor. 4. Bank Indonesia telah menyelesaikan desain konsep Gerbang Pembayaran Nasional (NPG) dengan menggunakan model interkoneksi antar-switch. Pemilihan model tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan optimalisasi infrastruktur sistem pembayaran yang telah ada sekaligus memperhatikan keberadaan industri switching yang telah berkembang. 5. Bank Indonesia terus mendorong penggunaan instrumen non-tunai melalui program Gerakan Nasional Non Tunai. Untuk itu, Bank Indonesia juga menyempurnakan peraturan tentang uang elektronik (electronic money), sebagai upaya relaksasi terhadap beberapa ketentuan terkait Layanan Keuangan Digital (LKD). vi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 6. Bank Indonesia terus mendorong industri sistem pembayaran agar senantiasa memperhatikan aspek perlindungan konsumen guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem dan instrumen pembayaran non-tunai. D. Bidang Pengelolaan Uang Rupiah 1. Bank Indonesia melaksanakan tiga pilar kebijakan pengelolaan uang Rupiah. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal. Ketiga, pelayanan kas yang prima. 2. Bank Indonesia memperluas cakupan kegiatan penyediaan uang layak edar ke daerah perbatasan dan terpencil, melalui kerja sama dengan TNI Angkatan Laut dalam distribusi uang dan kerja sama dengan perbankan melalui kas titipan. 3. Bank Indonesia secara berkesinambungan menerapkan kewajiban penggunaan uang Rupiah dalam transaksi sistem pembayaran. Kewajiban ini untuk menjaga kedaulatan Rupiah dan sekaligus menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing. 4. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mengeluarkan 11 pecahan uang Rupiah Tahun Emisi 2016. Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016 menampilkan 11 gambar pahlawan nasional. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 vii Kata Pengantar Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan perkenanNya Bank Indonesia masih dapat menjalankan tugas di tahun 2016 dalam menjaga stabilitas nilai Rupiah sesuai dengan amanat yang diberikan oleh undang-undang. Kami juga senantiasa bersyukur bahwa perekonomian Indonesia di tahun 2016 mampu melalui berbagai tantangan yang mengemuka. Kinerja perekonomian yang baik di tahun 2016 tentunya diraih berkat kerja keras, konsistensi, kehati-hatian, dan sinergi di dalam pengelolaan makroekonomi nasional. Kondisi ekonomi global di sepanjang tahun 2016 sesungguhnya masih belum solid. Pemulihan harga komoditas yang masih lemah, perlambatan struktural ekonomi Tiongkok, dan turunnya volume perdagangan dunia menyebabkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia tidak setinggi yang diperkirakan sebelumnya. Selain itu, ketidakpastian di pasar keuangan global yang utamanya didorong rencana kenaikan Fed Fund Rate, serta gejolak yang dipicu dinamika geopolitik di berbagai belahan dunia, seperti peristiwa Referendum Brexit, Pemilu Presiden AS, dan konflik Timur Tengah, juga berkembang di sepanjang tahun 2016. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tentu tidak terisolasi dari perkembangan tersebut. Namun demikian, kami mencermati bagaimana perekonomian Indonesia cukup lentur dalam merespons. Ekonomi Indonesia di sepanjang 2016 mampu tumbuh mencapai 5,02% (yoy), didukung kuatnya konsumsi rumah tangga, perbaikan kinerja investasi, dan peningkatan ekspor seiring dengan mulai meningkatnya harga beberapa komoditas andalan ekspor Indonesia seperti batubara dan CPO. Walaupun konsumsi Pemerintah tercatat menurun di Triwulan IV-2016 sejalan dengan upaya penghematan yang ditempuh, kami menyambut baik langkah konsolidasi fiskal yang dilakukan Pemerintah untuk memperkuat kredibilitas APBN. Ditengah upaya berbagai negara di dunia untuk pulih dari resesi, kami memandang pertumbuhan yang berhasil dicapai Indonesia adalah capaian yang cukup mengesankan. Lebih lanjut, kinerja perekonomian tersebut mampu diraih seiring dengan inflasi yang tercatat rendah dan stabil, yaitu 3,02% (yoy) di akhir tahun 2016. Realisasi itu berada pada rentang sasaran 4+1% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,35% (yoy). Terkendalinya inflasi kemudian diikuti dengan perkembangan positif pada ketahanan sisi eksternal perekonomian. Setelah sempat mengalami tekanan di paruh pertama 2016, nilai tukar Rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat sampai dengan akhir tahun 2016, dan bahkan menjadi mata uang Asia dengan kinerja kedua terbaik terhadap dolar AS di tahun 2016 setelah Yen Jepang. Neraca Pembayaran viii Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Indonesia (NPI) juga mencerminkan resiliensi yang sama, dimana mencatatkan surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS, dan mendorong kenaikan posisi cadangan devisa menjadi sebesar 116,4 miliar dolar AS. Potret kondisi makroekonomi nasional di tahun 2016 yang terjaga adalah buah dari berbagai kebijakan yang secara bersama-sama ditempuh Bank Indonesia, Pemerintah, dan Otoritas terkait. Kondisi ini pada gilirannya memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mendorong perbaikan permintaan domestik. Secara konsisten, kebijakan moneter diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sehat, melalui penguatan strategi operasi moneter dan kebijakan nilai tukar serta pendalaman pasar keuangan. Di sepanjang tahun 2016, Bank Indonesia telah melonggarkan kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga kebijakan sebanyak enam kali dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sampai dengan 100 bps. Sebagai bagian dari bauran kebijakan yang ditempuh, Bank Indonesia juga melakukan penyesuaian kebijakan makroprudensial yang turut menopang tetap kuatnya daya beli masyarakat, termasuk melalui relaksasi rasio Loan to Value (LTV) dan rasio Financing to Value (FTV) untuk sektor properti, serta peningkatan batas bawah GWM-Loan to Funding Ratio (GWM-LFR). Guna semakin memperkokoh fondasi pengaturan sistem keuangan, dan sejalan dengan amanat UU No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), Bank Indonesia di tahun 2016 juga telah berhasil menyelesaikan ketentuan terkait Protokol Manajemen Krisis (PMK) dan berkomitmen penuh untuk mendorong penyelesaian peraturan terkait Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP). Dalam bidang sistem pembayaran-pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia mengupayakan begitu banyak kemajuan di sepanjang tahun 2016, mulai dari menata kembali kelembagaan, menyusun model bisnis elektronifikasi, sampai dengan menjalankan inisiatif baru untuk menjawab tren perkembangan teknologi yang amat pesat berkembang. Guna menghadirkan layanan transaksi yang saling interkoneksi dan interoperable secara lintas instrumen dan lintas penyelenggara, Bank Indonesia di tahun 2016 telah menyelesaikan rancangan konseptual, uji teknis atas konsep, serta kesepakatan industri untuk mengimplementasikan National Payment Gateway (NPG). Bank Indonesia juga menjadi salah satu bank sentral yang terdepan dalam merespon pesatnya perkembangan e-commerce dan financial technology (fintech) dengan menerbitkan ketentuan Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBIPTP) serta mendirikan Bank Indonesia Fintech Office (BI-FTO) dengan fungsi regulatory sandbox didalamnya. Dengan semangat untuk memperluas akses dan meningkatkan inklusivitas perekonomian, Bank Indonesia juga bersyukur dapat menjadi bagian di dalam penyusunan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), serta dapat berperan aktif dalam mendorong transformasi penyaluran bantuan sosial yang pada paruh kedua 2016 telah mulai dilaksanakan secara non tunai melalui sistem perbankan. Tahun 2016 juga menjadi tahun yang sangat bersejarah bagi perjalanan institusi Bank indonesia dalam mengelola uang Rupiah. Tepat pada 19 Desember 2016, Bank Indonesia mengeluarkan sekaligus mengedarkan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 untuk seluruh pecahan, yaitu tujuh pecahan uang kertas dan empat pecahan uang logam. Penerbitan uang Rupiah untuk seluruh pecahan yang berjumlah sebelas secara serentak adalah yang pertama kali dilakukan sejak Indonesia merdeka. Kemudian, untuk menjamin distribusi uang Rupiah mampu menjangkau daerah paling terpencil dan terluar, Bank Indonesia di tahun 2016 juga telah meningkatkan jumlah kas titipan hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 55 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 ix Ulasan yang secara ringkas kami antarkan tersebut adalah refleksi dari segenap upaya dan rasa syukur pegawai, pimpinan satuan kerja, dan Dewan Gubernur atas kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam mengiringi episode perjalanan perekonomian Indonesia di sepanjang tahun 2016. Namun kami menyadari bahwa kedepan pengelolaan perekonomian akan semakin kompleks dan menantang, sehingga menuntut kecermatan dan kewaspadaan, serta koordinasi yang semakin erat dalam setiap langkah kebijakan yang ditempuh. Oleh karena itu, izinkan kami menyampaikan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Keseluruhan Tahun 2016 ini dengan semangat untuk terus bekerja memberikan yang lebih baik lagi di tahun 2017 dan tahuntahun mendatang dalam menyongsong perekonomian Indonesia yang semakin kuat, berimbang, inklusif, dan berkesinambungan. Jakarta, 1 Maret 2017 GUBERNUR BANK INDONESIA Agus D.W. Martowardojo x Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Daftar Isi BAB I Ringkasan Eksekutif 02 06 1.1. Kinerja Perekonomian 1.2. Kebijakan yang Ditempuh BAB II 2.1. Inflasi 2.2. Nilai Tukar 2.3. Pertumbuhan Ekonomi 2.4. Neraca Pembayaran 2.5. Utang Luar Negeri 2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang 2.6.2. Perkembangan Transaksi di Pasar Valuta Asing 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan, Perkembangan Kredit, dan Risiko Kredit 2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan 2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar 2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB) 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran 2.11. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah 20 22 23 27 29 30 30 32 33 33 36 36 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 38 39 40 44 44 45 47 48 53 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 xi BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia xii 3.1. Stabilitas Moneter 58 3.1.1. Kebijakan Moneter 58 Boks: Akuntabilitas Pencapaian Inflasi 2016 61 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar 64 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter 64 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar 66 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah 68 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) 73 3.1.5. Perkembangan Pemantauan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 74 3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk 76 Mendukung Perumusan Kebijakan 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan 80 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 80 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial 80 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial 82 3.2.2. Penguatan Ekonomi Syariah 84 3.2.2.1. Pengembangan Ekonomi Syariah 84 3.2.2.2. Pendalaman Pasar Keuangan Syariah 85 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan 87 Boks: Bank Indonesia Menjadi Poros Pengembangan 89 Ekonomi dan Keuangan Syariah 3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif 90 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro 92 Kecil dan Menengah (UMKM) 3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan untuk 92 Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM 3.2.5.2. Upaya Bank Indonesia Mendorong Bank Umum 94 agar Memenuhi Target Rasio Kredit UMKM 3.2.5.3. Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia 95 (KPwBI DN) dalam Pengembangan UMKM 3.2.5.4. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan 97 UMKM Boks: Kesuksesan Klaster Padi Kalimantan Barat Meraih 98 Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi 2016 3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan 99 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 101 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran 104 Boks : Upaya Bank Indonesia Mendukung Perkembangan 109 FinTech Boks: BI FinTech Office dan Regulatory Sandbox 111 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang 112 Boks: Memperkuat Kedaulatan Negara Melalui Penerbitan 121 Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 3.4. Kerja Sama Internasional 3.4.1. Kerja Sama Dalam Forum G20 3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF 3.4.3. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS) 3.4.4. Kerja Sama Asean 3.4.5. Kerja Sama Asean + 3 3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) 3.4.7. Kerja Sama Structured Bilateral Cooperation (SBC) Bank Indonesia dan Bank of Japan 3.4.8. Kerja Sama Free Trade Agreements (FTAs) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan 3.5.1.1. Tahapan Komunikasi Kebijakan 3.5.1.2. Hubungan dengan Media, Pengamat, dan Lembaga Publik 3.5.1.3. Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia di Setiap Sektor 3.5.1.4. Layanan Contact Center BICARA dan Komunikasi Digital Bank Indonesia 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional 3.6. Program Strategis Bank Indonesia 124 124 126 126 127 127 128 128 130 130 130 131 131 132 135 136 137 139 BAB IV 4.1. Tata Kelola Governance 4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja 4.3. Manajemen Risiko 4.4. Audit Internal 4.5. Keuangan Internal 4.6. Sistem Informasi 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia 4.7.2. Manajemen Sumber Daya Manusia 4.7.3. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia 4.8. Aspek Hukum 4.9. Program Sosial Bank Indonesia 146 149 150 153 154 156 158 158 159 161 161 162 Kapabilitas Intern Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 xiii BAB V 5.1. Outlook Perekonomian 2016 5.2. Arah Kebijakan Bank Indonesia 2017 5.3. Strategi Bank Indonesia 2017 5.4. Program Transformasi Bank Indonesia 2017 166 170 172 174 Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 LAMPIRAN Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan IV - 2016 dan Tahun 2016 1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) 2. Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern (SE Ekstern BI) 3. Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG) Daftar Istilah Daftar Singkatan xiv Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 177 178 179 181 183 188 Daftar Tabel BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 2.5. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) Kepemilikan SBN Perkembangan Indeks Saham Regional Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Industri Perbankan Tabel 2.6. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan Tabel 2.7.Kinerja Korporasi Publik Tw II-2015 dan Tw II-2016 Tabel 2.8.Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indoensia Tabel 2.9. Volume Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indonesia Tabel 2.10. Transaksi Transfer Dana Triwulan IV - 2016 Tabel 2.11. Transaksi UKA-TC Triwulan IV - 2016 Tabel 2.12. Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan Tabel 2.13.Indikator Pengedaran Uang BAB III 23 26 34 35 39 40 44 49 49 50 51 54 55 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.1. Realisasi Penarikan ULN Pemerintah Tabel 3.2. Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah Tabel 3.3. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016 Tabel 3.4. Permintaan IDI per Triwulan periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016 Tabel 3.5. Daftar Kas Titipan Bank Indonesia Tahun 2016 Tabel 3.6. Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Negara (Rata-rata 2010-2015) Tabel 3.7. Impor dan Ekspor Indonesia Berdasarkan Valuta (Rata-rata 2010-2015) 73 74 100 101 120 129 130 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 xv BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Tabel 4.1. Pelaksanaan Tema Program Sosial Bank Indonesia Tahun 2016 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 Tabel 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) Tabel 5.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) xvi 163 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 168 168 Daftar Grafik BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Grafik 2.1 Grafik 2.2 Grafik 2.3 Grafik 2.4 Grafik 2.5 Grafik 2.6 Grafik 2.7 Grafik 2.8 Grafik 2.9 Grafik 2.10 Grafik 2.11 Grafik 2.12 Grafik 2.13 Grafik 2.14 Grafik 2.15 Grafik 2.16 Grafik 2.17 Grafik 2.18 Grafik 2.19 Grafik 2.20 Grafik 2.21 Grafik 2.22 Grafik 2.23 Grafik 2.24 Grafik 2.25 Grafik 2.26 Grafik 2.27 Grafik 2.28 Grafik 2.29 Grafik 2.30 Grafik 2.31 Grafik 2.32 Grafik 2.33 Grafik 2.34 Grafik 2.35 Grafik 2.36 Grafik 2.37 Perkembangan Inflasi Triwulanan Perkembangan Inflasi Tahunan Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran Ekspektasi Inflasi Konsumen Nilai Tukar Rupiah Nilai Tukar Kawasan Volatilitas Rupiah dan Peers – Tahunan Indeks Keyakinan Konsumen Penjualan Ritel dan Kendaraan Bermotor Pertumbuhan Investasi Impor Kendaraan dan Suku Cadang Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Transaksi Berjalan Neraca Perdagangan Neraca Transaksi Modal dan Finansial Perkembangan Cadangan Devisa Perkembangan Transaksi PUAB Perkembangan Suku Bunga PUAB Volume Transaksi Repo (RRH) Volume Transaksi Pasar Valuta Asing (RRH) Volume Transaksi Spot dan Derivatif (RRH) Proporsi Volume Transaksi Spot dan Derivatif Perkembangan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Yield Obligasi Negara Volatilitas Yield 20 hari Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Perkembangan & Volatilitas IHSG Perkembangan Industri Reksadana Rasio Non-Performing Loan Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Pertumbuhan DPK (yoy) Komposisi Alat Likuid Perbankan Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD) 20 20 21 21 22 22 23 24 24 25 25 25 25 27 27 28 28 28 31 31 31 32 32 32 33 34 34 35 35 35 36 37 37 37 38 39 39 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 xvii Grafik 2.38 Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan Grafik 2.39 Aset dan Investasi Industri Asuransi Grafik 2.40 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Grafik 2.41 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.42 Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 2.43 Rasio Non-Performing Financing Grafik 2.44 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.45 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.46 Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.47 Kegiatan Dunia Usaha Tw IV-2016 Grafik 2.48 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini, Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 2.49 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya Grafik 2.50 Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy ) Grafik 2.51 NPL Kredit UMKM Grafik 2.52 Realisasi KUR berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 2.53 NPG dan NPL KUR Grafik 2.54 Pengaduan dan Permintaan Informasi SP Grafik 2.55 Pengaduan Konsumen SP berdasarkan Instrumen Grafik 2.56 Pemintaan Informasi SP berdasarkan Instrumen Grafik 2.57 Uang Kartal yang Diedarkan Grafik 2.58 Rasio UYD terhadap PDB dan Konsumsi Rumah Tangga Grafik 2.59. Perbandingan UYD terhadap M1 (uang beredar dalam arti sempit) Grafik 2.60. Perbandingan UYD terhadap M2 (uang beredar dalam arti luas) Grafik 2.61. Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu 39 41 41 42 42 42 42 43 43 44 45 45 46 46 47 47 51 51 51 53 53 53 53 55 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BAB III Grafik 3.1 Outstanding Operasi Moneter-Total Grafik 3.2 Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi Grafik 3.3 Suku Bunga Hasil OPT Triwulan IV-2016 Grafik 3.4 Koridor Suku Bunga Grafik 3.5 Pergerakan Nilai Tukar USD/IDR Grafik 3.6 Depresiasi/Apresiasi Nilai Tukar Negara Emerging Terhadap USD Tahun 2016 Grafik 3.7. Perkembangan Data Pangsa DHE Tahun 2016 Grafik 3.8. Tingkat Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016 Grafik 3.9. Permintaan IDI periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016 Grafik 3.10.Transaksi Valas Antar Penduduk Per Jenis Transaksi xviii Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 66 66 66 66 67 67 75 100 101 107 Daftar Gambar BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Gambar 2.1 Peta Inflasi Daerah Desember 2016 (%, yoy) Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV-2016 (%, yoy) BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Gambar 3.1 7 (Tujuh) Ekosistem Pendalaman Pasar Keuangan) Gambar 3.2 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia Gambar 3.3 Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia BAB IV 88 116 119 Kapabilitas Intern Bank Indonesia Gambar 4.1 Framework Perencanaan Strategis, Anggaran, dan Manajemen Kinerja Gambar 4.2 Siklus Perencanaan Strategis, Anggaran, dan Manajemen Kinerja Gambar 4.3 Anggaran Pelaksanaan Program Sosial Bank Indonesia Kepedulian Tahun 2016 BAB V 22 27 149 150 163 Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 Gambar 5.1 Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia 174 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 xix xx Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB I Ringkasan Eksekutif BAB I Ringkasan Eksekutif 1.1. Kinerja Perekonomian Kondisi perekonomian Indonesia di penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang positif dan lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan terjaga dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar Rupiah yang terkendali, sehingga mampu mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Perkembangan harga selama triwulan laporan dan keseluruhan tahun 2016 secara umum terkendali dan mampu mencapai kisaran bawah sasaran inflasi 2016 yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar 4±1% (yoy). Sepanjang 2016, inflasi inti tercatat sebesar 3,07% (yoy), di bawah realisasi 2015 sebesar 3,95% (yoy). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh masih terbatasnya permintaan domestik, lemahnya tekanan eksternal, dan membaiknya ekspektasi inflasi. Secara triwulanan, tekanan inflasi sempat terjadi pada triwulan IV-2016 dengan realisasi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 1,03% (qtq) atau sebesar 3,02% (yoy). Tekanan inflasi tersebut terutama bersumber dari kelompok volatile food dan administered price. Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok inti lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada kelompok volatile food pada triwulan IV-2016 terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga aneka cabai akibat terbatasnya pasokan. Inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 2,06% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,30% (qtq). Cabai rawit dan cabai merah masing-masing mencatat kenaikan hingga sebesar 47,65% (qtq) dan 35,34% (qtq). Sepanjang 2016, inflasi volatile food tercatat sebesar 5,92% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan 2015 yang sebesar 4,84% (yoy). Sementara itu, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat di tengah peningkatan ketidakpastian terkait arah kebijakan AS. Rendahnya realisasi inflasi serta kondisi makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga turut memberikan sentimen positif terhadap kinerja nilai tukar Rupiah tersebut. Khusus triwulan IV-2016, ketidakpastian eksternal telah meningkatkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Rupiah pun mengalami depresiasi, terutama akibat sentimen politik global yang meningkat menjelang dan pasca-pemilihan presiden di AS. Pada triwulan IV-2016, secara point to point rupiah melemah sebesar 3,13% menjadi Rp13.473 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah antara lain berasal dari meningkatnya ketidakpastian global terkait pemilihan presiden AS, kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dan meningkatnya kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri pada akhir tahun. Meskipun pada triwulan laporan melemah, sepanjang 2016, nilai tukar rupiah telah menguat sebesar 2,32% (ytd) terutama didukung oleh persepsi positif investor terhadap perekonomian domestik yang mendorong aliran dana masuk. Perbaikan faktor eksternal terutama terjadi pasca kenaikan FFR sebesar 25 bps yang sudah diantisipasi pasar. Di sisi domestik, penguatan rupiah ditopang perbaikan data-data perekonomian, seperti neraca perdagangan dan indeks keyakinan konsumen yang positif. Ditopang terjaganya stabilitas makroekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup baik. Secara tahunan, pertumbuhan domestik bruto (PDB) Indonesia pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,9% (yoy). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2016 mencapai 5,02% (yoy). Kinerja perekonomian Indonesia didukung oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga, perbaikan kinerja investasi, dan peningkatan ekspor. Di sisi lain, konsumsi pemerintah menurun sejalan dengan konsolidasi fiskal. Penurunan konsumsi pemerintah seiring dengan langkah penghematan untuk memperkuat kredibilitas kebijakan fiskal. 2 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Di tengah kebijakan penghematan pemerintah, konsumsi rumah tangga masih tumbuh sebesar 4,99% (yoy), didukung oleh terkendalinya inflasi. Kinerja investasi juga membaik dengan pertumbuhan sebesar 4,80% (yoy), terutama didorong oleh pertumbuhan investasi nonbangunan dalam bentuk kendaraan dan peralatan lainnya. Perbaikan signifikan ditunjukkan oleh kinerja ekspor yang tumbuh sebesar 4,24% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor tersebut seiring dengan mulai meningkatnya harga beberapa komoditas seperti batubara dan Crude Palm Oil (CPO). Perbaikan harga komoditas turut mendorong pertumbuhan sektor terkait ekspor sejalan dengan perbaikan harga komoditas. Kondisi tersebut dibarengi dengan kinerja impor yang tumbuh positif, terutama impor nonmigas. Sebaliknya, sektor terkait domestik masih tumbuh terbatas. Secara agregat, sektor manufaktur yang berorientasi domestik seperti makanan-minuman (mamin) dan galian non-logam/semen tumbuh melambat sejalan dengan permintaan domestik yang melambat. Perlambatan juga terjadi pada sektor konstruksi dan sub-jasa administrasi pemerintah. Meskipun beberapa sektor ekonomi menunjukkan perlambatan, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membaik secara signifikan. Pada triwulan IV-2016, NPI mencatat surplus sebesar 4,5 miliar dolar AS. Kondisi tersebut didukung oleh penurunan defisit transaksi berjalan dan surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Pada periode tersebut, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar 1,8 miliar dolar AS (0,8% dari PDB), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,7 miliar dolar AS (1,9% dari PDB). Hal ini ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan pendapatan primer. Sepanjang 2016, NPI mencatat surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS, membaik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat defisit 1,1 miliar dolar AS. Perbaikan NPI tersebut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa pada akhir 2016 menjadi sebesar 116,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 115,7 miliar dolar AS dan posisi akhir 2015 sebesar 105,9 miliar dolar AS. Pada akhir triwulan IV-2016, utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar 317,0 miliar dolar AS atau tumbuh 2,0% (yoy). Berdasarkan jangka waktu, ULN jangka panjang tumbuh 1,1% (yoy), sedangkan ULN jangka pendek tumbuh 8,6% (yoy). Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sedangkan pertumbuhan tahunan ULN sektor swasta terus menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap PDB pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 34,0%, turun dari 36,2% pada akhir triwulan sebelumnya. Meski ULN jangka pendek meningkat, kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban jangka pendek membaik. Hal itu tercermin pada rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa yang turun dari 37,4% pada triwulan III-2016 menjadi 36,1% pada triwulan IV-2016. Penurunan rasio tersebut sejalan dengan meningkatnya posisi cadangan devisa. Sementara itu, kondisi pasar uang domestik relatif stabil, baik pasar uang rupiah maupun pasar uang valuta asing (valas). Secara keseluruhan, volume rata-rata harian transaksi pasar uang rupiah pada 2016 sebesar Rp13,47 triliun per hari, naik sebesar 2,5% dibandingkan 2015 yang sebesar Rp13,14 triliun per hari. Khusus triwulan IV-2016, volume transaksi turun dengan rata-rata harian sebesar Rp11,83 triliun per hari, turun sekitar 20% dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp14,85 triliun per hari. Penurunan tersebut merupakan siklus normal pada akhir tahun. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 3 BAB I Ringkasan Eksekutif Sebaliknya, rata-rata harian volume transaksi di pasar valas meningkat, baik pada periode triwulanan maupun tahunan. Pada triwulan IV-2016, volume transaksi di pasar valas meningkat sebesar 3% dibandingkan triwulan III-2016, yakni dari sebesar 4,93 miliar dolar AS menjadi 5,08 miliar dolar AS. Sepanjang 2016, volume transaksi meningkat sebesar 11% dibandingkan 2015, yakni dari 4,53 miliar dolar AS menjadi 5,01 miliar dolar AS. Secara umum, kondisi sistem keuangan (SSK) Indonesia sepanjang 2016 tetap stabil meski terjadi penurunan pada triwulan IV-2016. Pada 2016, Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) berada pada level 0,84, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 0,93. Kondisi industri perbankan termasuk kredit UMKM, lembaga keuangan non-bank, korporasi, dan rumah tangga tetap terjaga meski kinerjanya melambat seiring belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan IV-2016, kinerja pasar keuangan Indonesia menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyebabnya adalah ketidakpastian perekonomian global pascaterpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Terpilihnya Trump dibarengi dengan munculnya spekulasi kebijakan yang akan dikeluarkan seperti proteksionisme perdagangan, rencana pemangkasan pajak, repatriasi pajak korporasi, dan kenaikan suku bunga the Fed. Kondisi itu terlihat dari peningkatan yield Surat Berharga Negara (SBN) dan meningkatnya volatilitas harga di pasar saham. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan penurunan. Di sisi lain, pasar reksa dana masih memperlihatkan kinerja positif yang dipengaruhi oleh masih relatif tingginya pembelian reksa dana. Terdapat beberapa risiko global yang masih perlu diwaspadai antara lain dampak perdagangan internasional AS, kenaikan Fed Fund Rate, proses penyesuaian ekonomi Tiongkok, dan risiko geopolitik. Meski kinerja pasar keuangan menurun, ketahanan sistem perbankan masih terjaga dan kinerja Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB) relatif baik. Selama triwulan IV-2016 maupun sepanjang 2016, industri perbankan menunjukkan ketahanan yang baik. Kondisi ini didukung dengan permodalan kuat yang dibarengi terjaganya risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar. Kuatnya permodalan industri perbankan tercermin pada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 22,69%. Rasio permodalan tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 22,34% dan 21,16%. Kondisi tersebut memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi. Secara umum, pertumbuhan kredit masih lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan kredit itu seiring dengan melambatnya perekonomian domestik. Meski demikian, pertumbuhan kredit pada triwulan IV-2016 sedikit membaik dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,47% (yoy) namun lebih rendah dibanding triwulan IV-2015 sebesar 10,45% (yoy). Kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi (KK) masing-masing tumbuh menjadi 6,93% dan 8,76% (yoy). Sementara itu, kredit investasi (KI) turun menjadi 8,64% (yoy). Di sisi lain, risiko kredit industri perbankan masih cukup tinggi namun sudah menunjukkan tren penurunan. Pada triwulan IV-2016, rasio non performing loan (NPL) gross industri perbankan menurun dari 3,1% menjadi 2,93%. Rasio tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,49%. Untuk memitigasi peningkatan risiko kredit, industri perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru dan melakukan monitoring yang lebih ketat terhadap kredit bermasalah. 4 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Dari sisi likuiditas, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan tumbuh cukup tinggi, didorong oleh masuknya dana tebusan tax amnesty ke perbankan. Pada triwulan IV-2016, DPK tumbuh sebesar 9,60% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya dan triwulan IV-2015 masing-masing sebesar 3,15% (yoy) dan 7,26% (yoy). Kenaikan pertumbuhan DPK terjadi pada komponen deposito, giro, maupun tabungan. Deposito tumbuh menjadi 6,5% (yoy) dan giro tumbuh positif menjadi 13,2% (yoy), sedangkan tabungan sedikit melambat dari 11,5% (yoy) menjadi 11,2% (yoy). Dalam periode yang sama, suku bunga simpanan masih dalam tren menurun walaupun sedikit meningkat pada akhir triwulan IV-2016. Suku bunga kredit perbankan juga berada dalam tren menurun. Suku bunga kredit rata-rata turun 16 bps dari 12,24% menjadi 12,05%. Penurunan suku bunga kebijakan (BI Rate/BI 7-Day Reverse Repo Rate) selama 2016 sebesar 150 bps ke level 4,75% terus mendorong penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK). Selama 2016, SBDK kredit ritel turun rata-rata sebesar 154 bps dan SBDK kredit konsumsi non-KPR turun sebesar 121 bps. Secara umum, kinerja korporasi menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan indikator utama kinerja korporasi publik seperti peningkatan return on assets (ROA) dan return on equity (ROE), serta penurunan debt to equity ratio (DER). Namun demikian, produktivitas korporasi belum membaik seperti tercermin dari asset turnover dan inventory turnover yang masih berada dalam tren melambat. Pada triwulan IV-2016, konsumsi rumah tangga Indonesia menunjukkan peningkatan. Hal itu menunjukkan adanya optimisme konsumen seiring dengan meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Kredit perbankan ke sektor rumah tangga mencapai Rp980,33 triliun atau tumbuh sebesar 2,61% (qtq) dibandingkan triwulan IV-2015. Terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan pada triwulan IV-2016 dan selama 2016, tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran yang berlangsung aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Selain itu, Bank Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia. Keandalan dan ketersediaan sistem pembayaran selama 2016 mampu mencapai tingkat layanan yang telah ditetapkan. Sistem tersebut mengakomodasi transaksi pada tiga sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia. Pertama, Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai setelmen dana. Kedua, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia. Ketiga, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Pada triwulan IV–2016, nominal transaksi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia mencapai Rp33.567,31 triliun atau meningkat 14,61% dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan nominal transaksi tersebut didorong oleh meningkatnya transaksi BI-SSSS sebesar 29,90% dan transaksi Sistem BI-RTGS sebesar 15,29%. Dalam periode yang sama, volume transaksi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia mencapai 1.692.438,44 ribu transaksi atau meningkat sebesar 7,83% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber utama peningkatan volume transaksi tersebut adalah meningkatnya volume transaksi SKNBI dan Sistem BI-RTGS untuk transaksi masyarakat. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 5 BAB I Ringkasan Eksekutif Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan lancar dan aman. Selama triwulan IV-2016 dan sepanjang 2016 tidak terdapat gangguan signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut. Seiring dengan peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara non tunai, transaksi ritel masyarakat menggunakan instrumen Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik tumbuh positif. Secara tahunan, nominal dan volume transaksi meningkat masing-masing sebesar 13,84% dan 12,82% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, transaksi uang elektronik meningkat cukup pesat baik dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar 61,34% dan 48,28%. Di samping sistem pembayaran yang terjaga, ketersediaan uang rupiah dalam jumlah yang cukup selama periode laporan juga dapat dipenuhi oleh Bank Indonesia. Di tengah peningkatan kebutuhan uang kartal selama masa liburan akhir tahun, kecukupan uang di masyarakat tetap terjaga. Kondisi ini didukung dengan ketersediaan uang tunai di Bank Indonesia yang melebihi level minimum dan distribusi uang yang mampu menjangkau hingga wilayah terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan ekspansi perekonomian masih terus berlanjut pada 2017. Hal itu sejalan dengan membaiknya harga komoditas dan perbaikan ekonomi dunia sehingga dapat menopang kinerja ekspor Indonesia. Permintaan domestik diyakini masih solid, sedangkan permintaan dunia akan meningkat. Pada akhirnya, investasi diperkirakan terus membaik. Penurunan suku bunga juga diharapkan dapat mendorong kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi. Hal itu akan didukung oleh implementasi Paket Kebijakan Pemerintah. Di sisi lain, Bank Indonesia akan memanfaatkan ruang pelonggaraan moneter secara terukur dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Kebijakan Bank Indonesia itu diharapkan turut memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi ke depan. Bank Indonesia akan terus memonitor berbagai perkembangan domestik maupun eksternal. Yang tidak kalah penting, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Sasaran akhirnya, perekonomian Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi secara berkesinambungan. Untuk menjaga inflasi 2017, Bank Indonesia dan Pemerintah RI menyepakati enam langkah strategis agar inflasi tetap berada dalam kisaran 4+1%. Pertama, menekan laju inflasi volatile food menjadi di kisaran 4-5%. Kedua, mengendalikan dampak lanjutan dari penyesuaian kebijakan administered price. Ketiga, melakukan sequencing kebijakan administered price, termasuk rencana implementasi konversi beberapa jenis subsidi langsung menjadi transfer tunai. Keempat, memperkuat kelembagaan Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID melalui Peraturan Presiden menjadi Tim Pengendalian Inflasi Nasional. Kelima, memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah melalui penyelenggaran Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VIII TPID 2017 pada Juli 2017. Keenam, memperkuat bauran kebijakan Bank Indonesia untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi. 1.2. Kebijakan yang Ditempuh Di tengah berbagai tantangan yang muncul selama 2016, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan itu bertujuan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan, untuk mendukung kesinambungan perekonomian nasional. 6 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Di bidang moneter, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan moneter untuk memastikan laju inflasi menuju sasarannya yaitu 4+1% dan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Kebijakan moneter didukung kebijakan suku bunga, nilai tukar, penguatan operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas, pengelolaan arus modal, komunikasi kebijakan, dan koordinasi dengan pemerintah serta otoritas terkait. Hingga akhir 2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga sehingga meningkatkan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan. Selama 2016, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan di bidang moneter. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan lelang Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dan penatausahaan SBN. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia. Penyempurnaan ketentuan ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, yaitu dengan menambah jenis valuta asing, penggunaan kurs tengah, dan pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi. Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan mengenai transaksi bank kepada Bank Indonesia terkait Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA). Penyesuaian aturan ini dilakukan dengan memperluas jenis valuta asing yang dapat ditransaksikan. Selain itu, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan pelaksanaan operasi pasar terbuka terkait dengan reformulasi suku bunga kebijakan moneter dan penguatan infrastruktur transaksi operasi moneter. Untuk memberi ruang bagi pemulihan ekonomi, Bank Indonesia menempuh kebijakan suku bunga yang berhati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada stabilitas makroekonomi. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia secara gradual menurunkan BI Rate sebesar 75 bps dari 7,5% pada Desember 2015 menjadi 6,75% pada Maret 2016. Penurunan BI Rate ini diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility, masing-masing dari 5,50% dan 8,00% menjadi 4,75% dan 7,25%. Keputusan ini sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terbuka dan terjaganya stabilitas makroekonomi. Sejak 16 Maret 2016, Bank Indonesia menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 1%, yakni dari 7,50% ke level 6,5%. Pelonggaran ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas dan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Selanjutnya, Bank Indonesia mengumumkan rencana reformulasi suku bunga kebijakan, yaitu dari BI Rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate. Keputusan yang diumumkan 15 April 2016 itu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter tanpa mengubah posisi kebijakan moneter yang sedang diterapkan. Perubahan suku bunga kebijakan ini berlaku efektif pada 19 Agustus 2016. Di sisi lain, Bank Indonesia juga berupaya untuk mempercepat pelaksanaan program pendalaman pasar keuangan. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain dengan memperkuat peran Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR), mempercepat transaksi repo, serta mengurangi segmentasi dan meningkatkan kapasitas transaksi pasar uang. Pada Juni 2016, Bank Indonesia kembali menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menetapkan BI 7-day Reverse Repo (RR) Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25%. Di sisi lain, Bank Indonesia melonggarkan ketentuan terkait Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV) dengan menaikkan batas bawah Loan to Funding Ratio terkait Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 7 BAB I Ringkasan Eksekutif Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%. Bauran kebijakan bertujuan untuk meningkatkan permintaan domestik. Sejak 19 Agustus 2016, Bank Indonesia menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI Rate. Pada Agustus 2016, BI 7-day RR Rate dipertahankan sebesar 5,25% dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50%, sedangkan Lending Facility diturunkan sebesar 100 bps dari 7,00% menjadi sebesar 6,00%. Pada September dan Oktober 2016, Bank Indonesia secara berturut-turut menurunkan BI 7-day RR Rate masing-masing sebesar 25 bps. Dalam dua bulan, BI 7-day RR Rate diturunkan sebesar 50 bps dari 5,25% menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility menjadi 4,00% dan Lending Facility menjadi 5,50%. Posisi suku bunga tersebut dipertahankan hingga Desember 2016. Untuk mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Memasuki triwulan IV-2016, nilai tukar rupiah sempat tertekan seiring munculnya dinamika politik di Amerika Serikat, khususnya setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Pelemahan rupiah mampu ditahan oleh rilis data indikator perekonomian domestik yang membaik. Secara keseluruhan, pergerakan rupiah sepanjang 2016 cenderung menguat dibandingkan akhir 2015, khususnya pada paruh pertama 2016. Penguatan ini sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian domestik. Secara point to point, per 30 Desember 2016, nilai tukar rupiah menguat sebesar 2,32% (ytd) ke level Rp13.473,00/dolar AS dari Rp13.785,00/dolar AS pada akhir 2015. Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan. Pada triwulan I-2016. Bank Indonesia menerbitkan aturan tentang transaksi lindung nilai rupiah dan hedging syariah. Ketentuan lainnya berupa perluasan layanan keuangan digital dengan melibatkan perusahaan telekomunikasi. Memasuki triwulan II-2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Pertama, ketentuan terkait pinjaman likuiditas jangka pendek dan pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah (PLJP/S). Kedua, ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK). Ketiga, ketentuan internal terkait bank sistemik. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia menetapkan besaran tambahan modal bank berupa countercyclical buffer (CCB) sebesar 0% (nol persen). Kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi bank dari perilaku mengambil risiko berlebihan. Tambahan modal itu berfungsi sebagai penyangga (buffer) guna menyerap kerugian saat perekonomian ditengarai memasuki periode memburuk (bust period). Besaran CCB bersifat dinamis yaitu berkisar antara 0% sampai dengan 2,5% dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR) bank. Ketentuan mengenai CCB ini efektif mulai berlaku sejak 1 Januari 2016. Pada periode tersebut, Bank Indonesia juga meluncurkan standar internasional pengelolaan zakat (Zakat Core Principles), Islamic Financial Market Code of Conduct, dan model sukuk linked waqaf. Selanjutnya, Bank Indonesia menyusun model bisnis adopsi penggunaan Layanan Keuangan Digital (LKD) pada komunitas pondok pesantren. Selain itu, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan tentang transaksi valuta asing terhadap rupiah antara bank dan pihak domestik maupun pihak asing. Bank dilarang melakukan transaksi structured product valas terhadap rupiah, kecuali berupa call spread option yang memenuhi persyaratan. Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan terkait rasio GWM LFR dan rasio LTV/FTV. 8 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Pada triwulan IV-2016, kebijakan di bidang makroprudensial difokuskan pada penyelesaian ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK), reorganisasi operasional giro wajib minimum (GWM), dan proses penyelesaian ketentuan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP). Ketentuan PMK antara lain mengatur jenis status tekanan sistem keuangan, jenis subprotokol yang ada di Bank Indonesia, pembentukan indikator, dan proses pelaksanaan pengambilan keputusan. Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga ketahanan sistem keuangan dengan memitigasi risiko sistemik melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Pada akhir 2016, Bank Indonesia melakukan reorganisasi operasional GWM yang semula dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN), menjadi dilakukan oleh KPBI. Perubahan tersebut dibarengi dengan perubahan korespondensi antara bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwBI DN dan Bank Indonesia. Bank Indonesia juga menyempurnakan ketentuan PLJP bagi bank umum konvensional dan bank umum syariah. Dalam hal ini, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingat terdapat beberapa peran OJK dalam PLJP. OJK berperan antara lain menilai kondisi bank yang mengajukan permohonan PLJP, penilaian agunan, dan kemampuan bank untuk melunasi PLJP. Pada bulan Mei dan November 2016, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan besaran CCB kembali tetap sebesar 0%. Alasannya, tidak adanya indikasi pertumbuhan kredit berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko sistemik. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kredit yang masih belum optimal. Terkait amanat Pasal 54 UU PPKSK, pada 28 Juli 2016, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menandatangani nota kesepahaman mengenai koordinasi dan kerja sama dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang kedua lembaga. Nota kesepahaman itu memasukkan ruang lingkup pendanaan dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank. Selanjutnya, kedua lembaga menandatangani sebuah perjanjian kerja sama tentang penjualan surat berharga oleh LPS kepada Bank Indonesia. Dalam hal pengembangan ekonomi syariah, Bank Indonesia terus berkomitmen untuk mengembangkan perekonomian syariah. Bank Indonesia melakukan berbagai inisiatif untuk mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah. Inisiatif itu antara lain berupa kegiatan ilmiah terkait ekonomi dan keuangan syariah, pilot project optimalisasi dana zakat, dan promosi produk ekonomi dan keuangan syariah. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) di Surabaya. Kegiatan ini mencakup 3 (tiga) kegiatan utama yaitu opening ceremony, Shari’a Economic Forum, dan Shari’a Fair. Bank Indonesia juga melaksanakan pilot project optimalisasi dana zakat dengan menyalurkan dana kepada 18 orang mustahik. Tahap selanjutnya adalah proses pendampingan dan pemantauan terhadap mustahik untuk menilai dan menjaga efektivitas dari penyaluran dana zakat terhadap perkembangan usaha produktif mustahik. Bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia telah meluncurkan model Sukuk linked Wakaf. Model sukuk ini merupakan inovasi dan terobosan baru keuangan syariah Indonesia untuk mengoptimalkan aset wakaf. Selama ini, Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 9 BAB I Ringkasan Eksekutif wakaf menjadi salah satu sektor keuangan sosial syariah (Islamic social funds) yang kurang berkembang. Secara umum, perkembangan pasar keuangan Indonesia pada 2016 semakin baik dibandingkan 2015. Untuk memperdalam pasar keuangan, Bank Indonesia terus menyempurnakan kebijakan dan instrumen melalui pendekatan 7 (tujuh) ekosistem pendalaman pasar. Ketujuh ekosistem itu adalah instrumen, pengguna/penyedia dana, lembaga perantara, infrastruktur pasar, kerangka pengaturan, benchmark rate, serta koordinasi dan edukasi. Untuk mendukung kestabilan harga dan menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia turut memperkuat sektor riil dan memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Terkait hal ini, Bank Indonesia melakukan berbagai penelitian, pengembangan, dan pengaturan guna meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan. Selama 2016, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM melalui sejumlah program seperti peningkatan kapasitas ekonomi UMKM mapun peningkatan pembiayaan dan akses keuangan UMKM. Selain itu, Bank Indonesia mewajibkan bank umum untuk memenuhi rasio kredit UMKM. Selanjutnya, Bank Indonesia menerapkan kebijakan insentif dan disinsentif sebagai tindak lanjut pencapaian rasio kredit UMKM perbankan. Sampai dengan triwulan IV-2016, 84 dari 118 bank umum telah mencapai rasio kredit UMKM minimal 10%, atau 47 bank yang memenuhi apabila NPL UMKM dan total kredit diperhitungkan (< 5%). Sebagai salah satu upaya pengendalian inflasi, Bank Indonesia terus mengembangkan program klaster berbasis komoditas yang memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi di berbagai daerah. Hingga akhir 2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 178 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu di 44 wilayah KPwBI DN. Dari jumlah itu, 147 di antaranya berupa klaster ketahanan pangan, terutama untuk komoditas cabai, bawang merah, bawang putih, padi, dan sapi potong. Sejak 2012, Bank Indonesia juga mengembangkan program kewirausahaan dan peningkatan akses keuangan guna mendukung Gerakan Nasional Kewirausahaan (GKN). Untuk itu, Bank Indonesia melakukan sejumlah program seperti training of trainers (ToT) pencatatan transaksi keuangan (PTK) menggunakan aplikasi berbasis smartphone (android), pelatihan/ seminar peningkatan kapasitas wirausaha, dan pengembangan wirausaha di daerah. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia telah menerbitkan sejumlah ketentuan dan kebijakan. Untuk memperluas penggunaan instrumen pembayaran nontunai, Bank Indonesia memfasilitasi Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam pengembangan konsep kartu Jakarta One. Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan aturan tentang pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah. Sejak triwulan II-2016, fitur baru bulk payment mulai diimplementasikan pada layanan SKNBI. Fitur bulk payment terdiri atas layanan pembayaran reguler (kredit) dan layanan penagihan reguler (debit). Selanjutnya, Bank Indonesia menyempurnakan peraturan tentang uang elektronik (electronic money). Untuk mendukung keuangan inklusif, Bank Indonesia memperluas ekosistem LKD dan penyaluran bantuan sosial (program pemerintah) secara non-tunai. Ketentuan ini antara lain mengatur kriteria dan persyaratan penyelenggara LKD. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Sebagai 10 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB I Ringkasan Eksekutif otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang penuh untuk bertindak sebagai policy making body, regulator, licensor, supervisor, operator, administrator, dan katalisator. Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan sistem pembayaran. Pertama, perluasan penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk setelmen dana transaksi surat berharga di pasar modal. Kedua, penerapan penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS. Ketiga, pemeliharaan dan pengembangan infrastruktur sistem pembayaran ritel Bank Indonesia. Keempat, penyempurnaan ketentuan bilyet giro. Sepanjang 2016, Bank Indonesia juga telah menyelesaikan desain konsep Gerbang Pembayaran Nasional (NPG) dengan menggunakan model interkoneksi antar-switch. Dengan adanya NPG, infrastruktur diharapkan saling terkoneksi sehingga siap melayani pemrosesan transaksi domestik dengan menggunakan berbagai instrumen. Belakangan ini, semangat untuk meningkatkan jumlah masyarakat yang dapat mengakses layanan keuangan formal semakin tinggi. Pada 18 November 2016, Presiden RI Joko Widodo telah meluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang telah menjadi program prioritas sejak 2012. Dalam SNKI, keuangan inklusif didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau. Selain itu, Bank Indonesia juga terus mengimplementasikan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Selama 2016, implementasi GNNT terus dilakukan melalui program elektronifikasi. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo mengarahkan agar setiap penyaluran bantuan sosial dalam bentuk non tunai melalui sistem perbankan. Bank Indonesia bersama Kementerian Sosial telah menginisiasi penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) melalui LKD kepada 612 ribu penerima di 18 provinsi. Program serupa diterapkan dalam penyaluran bantuan pangan beras sejahtera (Rastra) melalui Himpunan Bank-bank Negara (Himbara). Pada 2016, Bank Indonesia juga masih melakukan upaya perluasan akses keuangan dengan menghadirkan LKD di pondok pesantren. Alasannya, pondok pesantren dapat menjadi pembawa pengaruh (influencer) kepada sebagian besar masyarakat di sekitarnya. Beberapa transaksi yang telah difasilitasi antara lain pembayaran uang sekolah siswa, gaji karyawan, dan zakat. Sejak 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) 6 (Enam) Digit untuk kartu ATM dan/atau kartu debit. Selama 2016, implementasi NSICCS telah menunjukkan bahwa 19,46% mesin ATM dan 19,96% mesin EDC telah di-roll-out untuk dapat memproses kartu ATM/debit chip NSICCS. Selain itu, 0,6% kartu ATM/debit telah mengimplementasikan chip NSICCS. Dalam konteks bauran kebijakan, Bank Indonesia terus berusaha untuk menegakkan kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI. Upaya yang telah dilakukan antara lain mewajibkan penggunaan uang Rupiah di NKRI. Dengan adanya kewajiban tersebut, transaksi nontunai dalam negeri yang menggunakan mata uang dolar AS mulai menurun. Sistem pembayaran yang efisien, aman, andal, dan lancar merupakan salah satu pendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai misi tersebut, Bank Indonesia berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga terkait, terutama dengan kementerian dan otoritas terkait. Sejak 2015, Indonesia membentuk Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) yang beranggotakan Bank Indonesia, Kemenkeu, Kemenkominfo, Kemendag, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 11 BAB I Ringkasan Eksekutif Selama 2016, FSPI telah membahas isu terkini di bidang sistem pembayaran. Beberapa topic yang dibahas antara lain terkait financial technology (fintech), e-commerce, dan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway). Pada 14 November 2016, Bank Indonesia menginisiasi pembentukan BI Fintech Office, yaitu sebuah unit kerja dengan fungsi untuk menjaga agar inovasi fintech di Indonesia dapat tumbuh berkembang secara sehat. Terkait pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan pengelolaan uang Rupiahn untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Pelaksanaan ketiga pilar tersebut bertujuan untuk mencapai misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah yaitu memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam mencapai pilar pertama, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan, antara lain berkoordinasi dengan pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang. Bank Indonesia merencanakan pengeluaran uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 dengan desain baru dengan ciri umum sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang. Untuk itu, Bank Indonesia berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk dalam pengurusan persetujuan penggunaan gambar pahlawan nasional oleh ahli waris. Pada 5 September 2016, Presiden RI mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional sebagai Gambar Utama pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam NKRI. Selanjutnya, Bank Indonesia mengeluarkan tujuh pecahan uang Rupiah kertas dan empat pecahan uang Rupiah logam dengan gambar pahlawan sesuai dengan keputusan presiden. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan berkenaan dengan jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk tahun 2016 dan 2017. Untuk 2016, pencetakan uang yang direncanakan adalah sebesar Rp181,83 triliun yang terdiri atas Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sementara itu, rencana cetak uang tahun 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun yang terdiri atas Rp309,15 triliun uang kertas dan Rp1,46 triliun uang logam. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mengeluarkan 11 pecahan uang Rupiah Tahun Emisi 2016. Presiden RI meresmikan pengeluaran dan pengedaran 11 pecahan uang Rupiah TE 2016 pada 19 Desember 2016. Peresmian sekaligus menandai bahwa ke-11 pecahan uang tersebut mulai berlaku, dikeluarkan, dan diedarkan di wilayah NKRI. Untuk menjamin pencetakan uang Rupiah, Bank Indonesia terus meningkatkan kerja sama dengan Perusahaan Umum Peruri. Pada triwulan IV-2016, realisasi cetak uang Rupiah mencapai nominal Rp46,9 triliun atau 55,3%. Dengan demikian, realisasi cetak uang Rupiah tercatat senilai Rp173,1 triliun atau 95,2% dari rencana cetak selama 2016. Untuk meningkatkan upaya pencegahan uang Rupiah palsu, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Ekstern No.18/28/DPU tanggal 24 November 2016 perihal Tata Cara Klarifikasi atas Uang Rupiah yang Diragukan Keasliannya. Surat edaran eksternal ini menjadi pedoman untuk klarifikasi atas uang Rupiah yang diragukan keasliannya. Untuk mencegah pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal). Bank Indonesia juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai pengelolaan uang Rupiah. Selain itu, Bank Indonesia senantiasa mendukung upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian RI. 12 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Untuk mencapai pilar kedua, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan, antara lain meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh KPwBI DN. Bank Indonesia juga bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa angkutan. Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan kententuan mengenai penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah. Untuk mencapai pilar ketiga, Bank Indonesia melakukan kegiatan berupa layanan Kas Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia. Bank Indonesia juga terus memperluas jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi potensial. Selama triwulan IV-2016, terdapat penambahan 14 Kas Titipan sehingga sampai dengan Desember 2016 terdapat 62 wilayah Kas Titipan dengan jumlah peserta 510 kantor bank peserta. Untuk mendukung efektivitas berbagai kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, baik dalam rangka pengendalian inflasi maupun menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi. Koordinasi pengendalian inflasi dilakukan melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Koordinasi juga dilakukan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Melalui forum tersebut, dilakukan pemantauan kondisi stabilitas sistem keuangan dan dirumuskan langkah-langkah yang perlu diambil oleh masing-masing instansi. Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait untuk memantau kondisi makroekonomi dan mengidentifikasi risiko ke depan. Melalui koordinasi tersebut, kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil dapat disinergikan dan saling mendukung guna menjaga kondisi perekonomian dan sistem keuangan Indonesia tetap kondusif. Salah satu bentuk koordinasi dilakukan melalui penyelenggaraan rapat koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia pada 25 November 2016 di Surabaya. Rapat koordinasi tersebut bertujuan untuk mempercepat transformasi industri manufaktur demi mewujudkan industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global. Kerja sama juga dilakukan secara aktif melalui berbagai fora internasional. Bank Indonesia terlibat dalam Forum G20, Forum International Monetary Fund (IMF), kerja sama Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), kerja sama ASEAN+3, kerja sama Bank of International Settlement (BIS), kerja sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar bank sentral. Dalam berbagai fora tersebut, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global serta meningkatkan resiliensi ekonomi dan sistem keuangan. Secara khusus, Bank Indonesia terus menyuarakan pentingnya penguatan jaring pengaman keuangan global di G20 dan IMF. Bank Indonesia juga menunjukkan leadership di kawasan melalui kontribusi aktif dalam penyusunan Strategic Action Plan for Financial Integration 2025 di ASEAN. Di bawah Presidensi Tiongkok, Forum G20 berupaya untuk mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi global yang inklusif melalui agenda 4I, yaitu Innovative (Inovatif ), Invigorated (penguatan), Interconnected (keterkaitan), dan Inclusive (inklusif ). Forum tersebut menghasilkan kesepakatan Hangzhou Leaders Communique yang menjadi acuan bagi negara anggota dalam mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dalam forum IMF, Bank Indonesia bersama kementerian/lembaga (K/L) terkait menyampaikan pencapaian pembangunan ekonomi di Indonesia agar persepsi positif Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 13 BAB I Ringkasan Eksekutif atas perekonomian Indonesia tetap terjaga. Hal ini penting karena hasil asesmen IMF akan menjadi rujukan bagi institusi keuangan internasional lainnya. Pada November 2016, Bank Indonesia mengikuti pertemuan tingkat Gubernur Bank of International Settlement (BIS). Pada kesempatan itu, Gubernur BIS membahas berbagai isu penting antara lain mengenai penetapan tujuan dan komunikasi kebijakan makroprudensial dan rencana publikasi laporan Committee on Payments and Market Infrastructures (CPMI). Para gubernur juga membahas perkembangan kondisi ekonomi dan pasar keuangan global. Dalam Forum ASEAN, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN telah menyepakati Strategic Action Plan for Financial Integration 2025 pada pertemuan April 2016 di Vientiane, Laos. Strategic Action Plan itut merupakan rencana kerja yang berisi inisiatif integrasi keuangan di area perbankan, asuransi, pasar modal, keuangan inklusif, sistem pembayaran, dan aliran modal. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menjadi lead discussant pada pertemuan Deputi Gubernur Anggota EMEAP. Pertemuan membahas kondisi ekonomi dan keuangan terkini di kawasan EMEAP dengan fokus pada dampak kemenangan Presiden Trump dalam Pemilu AS terhadap perekonomian dan stabilitas keuangan di global dan kawasan. Pada kesempatan itu, Bank Indonesia menyampaikan semakin tingginya risiko capital reversal, terutama dari negara emerging seiring terpilihnya Presiden Trump. Bank Indonesia juga menjalankan fungsi kerja sama internasional untuk menciptakan persepsi positif lembaga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia melalui fungsi Investor Relation Unit (IRU) menjalin hubungan dengan lembaga rating dan investor internasional. Melalui IRU, Bank Indonesia memfasilitasi diseminasi informasi mengenai kondisi perekonomian Indonesia. Sepanjang 2016, IRU telah melaksanakan sejumlah kegiatan hubungan investor untuk mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia. Kegiatan itu dalam bentuk investor briefing, investor conference call, pertemuan IRU korporasi, dan penguatan linkage Investor Relations Unit (IRU) – Regional Investor Relations Unit (RIRU) – Global Investment Relations Unit (GIRU). Pada triwulan IV-2016, IRU telah memfasilitasi asesmen tahunan lembaga pemeringkat (Moody’s dan Fitch), investor briefing, investor conference call, serta penguatan IRU-RIRU-GIRU. Untuk mendukung efektivitas kebijakan sekaligus mendukung keterbukaan informasi kepada publik mengenai kebijakannya, Bank Indonesia secara aktif menggunakan berbagai media komunikasi. Selain media konvensional seperti surat kabar, televisi, dan radio, Bank Indonesia juga memperluas jangkauan komunikasi melalui berbagai media sosial. Bank Indonesia juga melakukan komunikasi langsung dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk memberikan pengajaran kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi. Sebagai tindak lanjut pencanangan Visi Bank Indonesia 2024 dan program transformasi Bank Indonesia pada 2014, proses perencanaan dan pengendalian kinerja di Bank Indonesia mengacu kepada sistem perencanaan, anggaran, dan manajemen kinerja Bank Indonesia (SPAMK). Untuk mendukung visi Menuju Bank Indonesia menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia melakukan perubahan pada pelaksanaan proses bisnis dan aspek pendukung melalui penyusunan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI). Dengan mengusung 5 tema transformasi; Policy Excellence, Outstanding Execution, Institutional Leadership, Motivated Organization dan State of The Art Technology, Bank 14 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Indonesia menerapkan program-program strategis sebagai langkah awal perubahan menuju 2024. Pelaksanaan transformasi dibagi menjadi dua fase utama, yakni Fase I restructuring and enhancing (2014-2019) dan Fase II shaping the end state (2019-2024). Pada Desember 2016, Bank Indonesia telah menetapkan menetapkan 8 sasaran strategis (SS) dan 12 Indikator Kinerja Utama (IKU) BI 2017 dengan 3 perspektif utama, yaitu stakeholders, internal business process, dan learning & growth. Dibandingkan dengan IKU BI 2016, terdapat penambahan IKU baru yaitu IKU Deviasi Suku Bunga PUAB ON dengan 7-day Reverse Repo rate, untuk mengukur sejauh mana sasaran stabilitas moneter akan tercapai. IKU baru lainnya adalah IKU Indeks Kesehatan Organisasi, untuk mengukur sejauh mana sasaran tercapainya organisasi dan SDM yang berkinerja tinggi. Bank Indonesia juga melakukan berbagai upaya penguatan untuk meningkatkan independensi dan kualitas pengendalian risiko di setiap lini. Pelaksanaan manajemen risiko dilakukan secara holistik dan terintegrasi, sekaligus memberikan nilai tambah terhadap pencapaian visi dan misi Bank Indonesia. Untuk menjamin hal itu, Manajemen Risiko Bank Indonesia (MRBI) dilaksanakan di seluruh tingkatan organisasi mulai tingkat Dewan Gubernur, Anggota Dewan Gubernur, Forum Manajemen Risiko, hingga satuan kerja. Melalui konsultan independen, Bank Indonesia telah melaksanakan asesmen maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia. Berdasarkan hasil asesmen, maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan 2013 yang memperoleh nilai 2,3. Pada 2016, Bank Indonesia mencatat sejumlah pencapaian positif dengan nilai 3,38 dari skala maturitas 5 pada 6 (enam) aspek maturitas. Dalam melaksanakan tugas utamanya, Bank Indonesia juga didukung dengan penyempurnaan berbagai aspek pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia. Dalam aspek audit, Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan audit atas 33 satuan kerja sesuai Rencana Audit Tahun 2016. Pelaksanaan audit internal itu mencakup proses bisnis dengan mempertimbangkan berbagai aspek, baik internal maupun eksternal yang berpengaruh pada kegiatan Bank Indonesia. Di bidang hukum, Bank Indonesia telah menerbitkan 242 peraturan sepanjang 2016. Peraturan itu terdiri atas 43 Peraturan Bank Indonesia (PBI), 42 Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) untuk eksternal, 22 Peraturan Dewan Gubernur (PDG), dan 135 SEBI untuk internal. Khusus triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 101 peraturan perundangundangan, yang terdiri atas 24 PBI, 20 SEBI untuk eksternal, 9 PDG, dan 48 SEBI untuk internal. Dalam bidang manajemen keuangan, kebijakan ditujukan untuk meningkatkan tata kelola yang baik (good governance) dan memelihara keberlanjutan keuangan Bank Indonesia. Hal ini penting untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran, pengedaran uang, dan bidang stabilitas sistem keuangan. Secara umum, kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2016 (unaudited) sangat baik. Per 31 Desember 2016, total aset Bank Indonesia tercatat sebesar Rp1.956,2 triliun, meningkat 2,62% dibanding posisi per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.906,2 triliun. Sepanjang 2016, Bank Indonesia mencatat net surplus setelah pajak sebesar Rp17,2 triliun, dengan surplus sebelum pajak sebesar Rp23,6 triliun. Pada akhir 2016, rasio Modal Bank Indonesia adalah sebesar 10,11%, melebihi threshold pembagian surplus kepada Pemerintah, yaitu 10%. Dengan mempertimbangkan prospek ekonomi, faktor risiko yang dihadapi, dan semangat untuk bersinergi, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 15 BAB I Ringkasan Eksekutif untuk memperkuat stabilitas perekonomian. Secara konsisten, Bank Indonesia melakukan penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah. Pada 2017, Bank Indonesia akan memperkenalkan sistem Giro Wajib Mininum (GWM) Averaging yang hanya mewajibkan bank untuk memelihara rata-rata kecukupan GWM dalam satu maintenance period. Bank Indonesia juga akan mengoptimalkan utilisasi SBN sebagai instrumen moneter, yang juga merupakan langkah penguatan kerangka operasi moneter. Dalam aspek kebijakan moneter, Bank Indonesia akan menempuh kebijakan pengelolaan nilai tukar secara berhati-hati dan terukur. Selain itu, Bank Indonesia akan menjembatani pengembangan pasar valas domestik yakni dengan menginisiasi transaksi lindung nilai kepada Bank Indonesia yang mengakomodasi transaksi valas dalam denominasi dolar AS dan selain dolar AS. Kebijakan makroprudensial akan terus diarahkan untuk menjaga resiliensi sistem keuangan. Bank Indonesia akan memperkuat asesmen dan memperluas cakupan surveilans makroprudensial terhadap rumah tangga, korporasi, dan grup korporasi non-keuangan. Di bidang sistem pembayaran, arah kebijakan Bank Indonesia diwujudkan dengan langkahlangkah memperkuat unsur kelembagaan dan infrastruktur sistem pembayaran domestik, serta mendorong inklusi keuangan. Hal ini selaras dengan misi untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar dan andal, dengan memperhatikan perluasan akses dan perlindungan konsumen. Langkah kebijakan tersebut dilakukan untuk mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan. Untuk mendorong inklusi keuangan, Bank Indonesia akan memperluas akses keuangan dan meningkatkan efisiensi dengan mengintegrasikan ekosistem non-tunai elektronik dalam program dan layanan pemerintah. Dalam pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia akan terus mendorong clean money policy. Yang tidak kalah penting, Bank Indonesia senantiasa akan berkoordinasi dengan otoritas terkait di tingkat pusat daerah dalam pelaksanaan bauran kebijakan untuk merespons berbagai tantangan perekonomian. Koordinasi diperlukan dalam upaya pengendalian inflasi, mitigasi dampak risiko fiskal, penguatan stabilitas sistem keuangan, maupun percepatan pelaksanaan reformasi struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih sehat. 16 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 17 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Kondisi perekonomian Indonesia di penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang positif. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan terjaga dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar Rupiah yang terkendali, sehingga mampu mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Inflasi selama triwulan laporan dan keseluruhan tahun 2016 tetap terkendali sebesar 3,02% (yoy) atau berada di kisaran bawah sasaran inflasi 2016 yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4±1%. Meski sempat tertekan akibat sentimen politik global yang meningkat menjelang dan pasca-pemilihan presiden di AS, nilai tukar rupiah akhirnya bergerak stabil berkat dukungan persepsi positif investor terhadap perekonomian domestik. Ditopang terjaganya stabilitas makroekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup baik, didorong oleh terjaganya permintaan domestik. Sepanjang 2016, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2015 sebesar 4,88% (yoy), terutama didukung konsumsi rumah tangga, perbaikan investasi nonbangunan, dan perbaikan kinerja ekspor. Peningkatan investasi itu didukung optimisme terhadap prospek ekonomi sejalan dengan kenaikan harga komoditas. Di sisi lain, konsumsi pemerintah menurun sejalan dengan konsolidasi fiskal. Meskipun beberapa sektor ekonomi menunjukkan perlambatan, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membaik secara signifikan. Neraca Pembayaran Indonesia 2016 mencatat peningkatan surplus sebesar Rp12,1 miliar dolar AS, didukung penurunan defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Perbaikan NPI tersebut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa pada akhir 2016 menjadi sebesar 116,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan triwulan maupun tahun sebelumnya. Sejalan dengan kondisi perekonomian, sistem keuangan Indonesia sepanjang 2016 tetap stabil. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan 2016 terjaga pada level 0,84, meski mengalami tekanan pada triwulan laporan. Ketahanan kondisi pasar keuangan dan industri perbankan termasuk kredit UMKM, lembaga keuangan non-bank, korporasi, dan rumah tangga tetap terjaga. Kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah yang aman dan lancar. RINGKASAN PERKEMBANGAN KONDISI MAKROEKONOMI, MONETER, SISTEM KEUANGAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH 1. Secara keseluruhan, inflasi inti pada 2016 tercatat melambat menjadi 3,07% (yoy) dari tahun sebelumnya 3,95% (yoy). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh masih terbatasnya permintaan domestik, lemahnya tekanan eksternal, dan membaiknya ekspektasi inflasi. 2. Konsumsi rumah tangga tetap tumbuh kuat dan menjadi motor pertumbuhan. Pada triwulan IV-2016, konsumsi rumah tangga tumbuh stabil sebesar 4,99% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy). 3. Pada akhir triwulan IV-2016, utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar 317,0 miliar dolar AS atau tumbuh 2,0% (yoy). Rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) tercatat sebesar 34,0%, turun dari 36,2% pada akhir triwulan sebelumnya. 4. Selama triwulan IV-2016, rata-rata harian suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) tenor overnight berada di level 4,30%, turun sebesar 46 basis point dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sekitar 4,76%. 5. Rata-rata harian volume transaksi di pasar valuta asing meningkat, baik triwulanan maupun tahunan. Sepanjang 2016, volume transaksi meningkat sebesar 11% menjadi 5,01 miliar dolar AS dibandingkan 2015 sebesar 4,53 miliar dolar AS. 6. Secara umum, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan IV-2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketidakpastian perekonomian global pasca pemilihan Presiden AS menjadi salah satu faktor penekan kinerja pasar keuangan Indonesia. 7. Sepanjang 2016, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat. Rasio kecukupan modal (CAR) tercatat sebesar 22,78%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. 8. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,47% (yoy) namun lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 10,45% (yoy). 9. Pada triwulan IV-2016, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan tumbuh sebesar 9,60% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 dan triwulan IV-2015 masing-masing sebesar 3,15% (yoy) dan 7,26% (yoy). 10.Rata-rata suku bunga kredit perbankan pada triwulan IV-2016 turun 16 bps dari 12,24% menjadi 12,05%. Dari segmen kredit, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, dan Kredit Konsumsi masing-masing turun menjadi 11,38%, 11,21%, dan 13,59%. 11.Secara umum, kinerja korporasi menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan Return on Asset, Return On Equity, current ratio, total aktiva/total utang, dan penurunan Debt to Equity Ratio. 12.Pada triwulan IV-2016, penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan III-2016. Baki debet kredit UMKM mencapai Rp857,0 triliun, atau sebesar 19,4% terhadap total kredit perbankan. 13.Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah mencapai Rp94,4 triliun atau 94,4% dari target penyaluran KUR 2016, dengan jumlah debitur sebesar 4,3 juta. Penyaluran KUR terkonsentrasi di sektor perdagangan dan pertanian di wilayah Jawa. 14.Pada triwulan IV–2016, nominal transaksi sistem pembayaran Bank Indonesia mencapai Rp47.700,08 triliun atau meningkat 19,55% dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan itu didorong oleh kenaikan transaksi BI-SSSS sebesar 29,90% dan transaksi Sistem BI-RTGS sebesar 15,29%. 15.Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp612,5 triliun, meningkat sebesar Rp49,3 triliun (8,8%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan itu sejalan dengan kebutuhan uang kartal menjelang Natal dan Tahun Baru. BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.1. Inflasi Sejalan dengan kebijakan stabilisasi ekonomi, inflasi tahun 2016 terkendali dalam kisaran targetnya sebesar 4±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 3,02% (yoy) sehingga berada pada rentang sasaran inflasi 2016 sebesar 4+1% (yoy) (Grafik 2.1). Capaian inflasi tersebut, dipengaruhi oleh rendahnya inflasi inti dan administered prices, serta cukup terkendalinya inflasi volatile foods ditengah fenomena La Nina yang berdampak pada pasokan pangan. Dinamika triwulanan menunjukkan sepanjang triwulan IV-2016, tekanan inflasi mengalami peningkatan meski dalam level yang terkendali. Meningkatnya tekanan terutama bersumber dari kelompok volatile food dan administered prices, sementara tekanan inflasi kelompok inti lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya . Tekanan inflasi pada kelompok volatile food triwulan IV-2016 terutama dipengaruhi oleh naiknya harga cabai akibat terbatasnya pasokan. Di beebrapa sentra produksi, pasokan cabai terkendala antara lain karena tingginya intensitas hujan dan penyakit tanaman. Untuk keseluruhan tahun 2016, inflasi volatile food tercatat sebesar 5,92% (yoy) lebih tinggi dibandingkan 2015 yang sebesar 4,84% (yoy). Selain cabai, tingginya inflasi volatile food juga dipengaruhi peningkatan harga komoditas bawang merah dan ikan segar. Untuk menahan tekanan kenaikan harga komoditas tersebut, Bank Indonesia bersama dengan pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melakukan berbagai upaya pengendalian harga terutama pada periode dimana harga komoditas pangan sering mengalami lonjakan. Upaya ini efektif dalam mengendalikan harga, tercermin dari inflasi pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) di tahun 2016 yang tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. %, yoy (%, qtq) 5,00 IHK Inti AP VF 4,00 3,00 2,00 1,00 (1,00) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014 2015 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 (2,00) (4,00) (6,00) 2016 Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan 20 16 12 8 4,13 3,49 4 0 -4 3,35 3,35 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 2010 CPI 2011 Core 2012 Volatile Food 2013 2014 2015 Administered Prices 2016 2017 Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok administered prices (AP) juga mengalami tekanan inflasi pada triwulan IV-2016, meski secara tahunan tercatat pada level yang rendah. Tekanan inflasi kelompok AP di triwulan IV-2016 dipicu oleh kenaikan tarif angkutan udara, tarif listrik, rokok, dan bensin. Kenaikan tarif angkutan udara terjadi seiring dengan musim liburan menjelang hari raya Natal dan tahun baru 2016 serta mulainya liburan anak sekolah. Inflasi AP juga didorong oleh naiknya harga bensin subsidi dan non subsidi seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia. Tarif listrik juga mengalami kenaikan di triwulan IV-2016 karena pengaruh harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar. Untuk keseluruhan tahun 2016, kelompok administered prices mencatat inflasi 0,21% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu 0,39% (yoy). Lebih rendahnya inflasi terutama dipengaruhi oleh minimalnya kebijakan terkait administered prices di tahun 2016. 20 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Sementara itu, tekanan inflasi kelompok inti pada triwulan IV-2016 cenderung rendah terutama karena rendahnya harga komoditas global dan terjaganya ekspektasi inflasi. Pada triwulan ini, harga komoditas global mengalami penurunan sebesar 0,11% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan terutama terjadi pada komoditas emas internasional yang diikuti dengan turunnya harga perhiasan yang merupakan salah satu komoditas yang memiliki bobot cukup besar dalam keranjang kelompok inflasi inti. Selain itu, rendahnya tekanan inflasi inti turut dipengaruhi oleh faktor ekspektasi terhadap inflasi yang rendah sebagaimana terindikasi pada survei Desember 2016. Secara keseluruhan, inflasi inti tercatat melambat dari 3,95% (yoy) di 2015 menjadi 3,07% (yoy) di 2016 (Grafik 2.2). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh masih terbatasnya permintaan domestik, lemahnya tekanan eksternal, dan membaiknya ekspektasi inflasi (Grafik 2.3 dan Grafik 2.4). Terkendalinya inflasi inti tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi. Indeks Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 6 bln yad 15 160 10 140 20 190 15 180 170 10 160 150 5 120 1 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 911 1 3 5 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 2.3 Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran 0 5 140 130 100 %, yoy 200 20 200 180 Indeks %, yoy 1 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad Grafik 2.4 Ekspektasi Inflasi Konsumen Secara spasial, realisasi inflasi di berbagai daerah secara agregat mendukung pada tercapainya sasaran inflasi nasional sebesar 4+1% (yoy). Realisasi inflasi pada Desember 2016 di berbagai daerah secara umum berada pada tingkat yang cukup rendah seiring dengan meredanya tekanan kenaikan inflasi kelompok bahan makanan. Di wilayah Sumatera Barat dan Sulawesi Barat bahkan tercatat mengalami deflasi pada Desember 2016. Inflasi yang cukup rendah terjadi di berbagai daerah di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Bali-Nusa Tenggara dengan inflasi terendah terjadi di Sulawesi Utara yakni sebesar 0,35% (yoy). Di sisi lain, inflasi di sebagian besar daerah di Sumatera tercatat lebih tinggi dibanding daerah lainnya. Beberapa daerah di Sumatera yang tercatat mengalami inflasi cukup tinggi antara lain Kepulauan Bangka Belitung (6,75%, yoy), Sumatera Utara (6,34%, yoy) dan Bengkulu (5,00%, yoy). Tingginya kenaikan inflasi di Sumatera ini terutama dipicu oleh kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura, khususnya cabai merah, yang cukup signifikan paruh kedua tahun 2016 (Gambar 2.1). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 21 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah ACEH 4 SUMUT 6,3 Nasional : Inflasi Nasional: 3,02 % (yoy) KEP. RIAU 3,5 RIAU 4 KALBAR 3,7 KALTIMRA 3,5 JAMBI 4,4 SUMSEL 3,6 KEP. BABEL 6,8 SUMBAR 4,9 DKI JAKARTA 2,4 BENGKULU 5 SULBAR 2,2 KALTENG 2,1 JATENG 2,4 KALSEL 3,6 LAMPUNG 2,8 BANTEN 2,9 JABAR 2,7 JATIM 2,7 DIY 2,3 Inf ≥ 5,0% 4,0% ≤ Inf < 5,0% MALUT 1,9 PAPBAR 3,6 PAPUA 3,2 GORONTALO 1,3 MALUKU 3,3 SULSEL 2,9 BALI 3,2 SULUT 0,35 SULTENG 1,5 SULTRA 2,7 NTT 2,5 NTB 2,6 3,0% ≤ Inf < 4,0% Inf < 3,0% Gambar 2.1 Peta Inflasi Daerah Desember 2016 (%, yoy) 2.2. Nilai Tukar Selama tahun 2016 nilai tukar Rupiah menguat dengan volatilitas yang rendah, terutama didukung oleh persepsi positif investor. Nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil pada triwulan IV-2016 meski sempat mengalami tekanan di awal triwulan IV-2016. Secara point to point rupiah melemah sebesar 3,13% menjadi Rp13.473 per dolar AS di triwulan IV-2016 (Grafik 2.5). Melemahnya rupiah tersebut masih lebih kecil dibandingkan negara peers. Tekanan terhadap rupiah antara lain berasal dari meningkatnya ketidakpastian global terkait hasil Pilpres AS, kenaikan FFR dan meningkatnya kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri pada akhir tahun. Ketidakpastian eksternal meningkatkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2016. Rupiah mengalami depresiasi terutama akibat sentimen politik global yang meningkat jelang dan pasca Pilpres di AS. Hasil Pilpres AS yang di luar perkiraan memberikan sentimen negatif terhadap pergerakan mata uang negara berkembang. Sementara itu, sinyal kenaikan FFR yang semakin kuat juga turut memberi tekanan depresiasi terhadap rupiah dan mata uang negara berkembang (Grafik 2.6). Di sisi domestik, permintaan terhadap valas mengalami peningkatan. Namun, pelemahan rupiah tertahan oleh aliran dana masuk terkait tax amnesty dan sentimen positif seiring rendahnya inflasi. Rupiah Tw. IV vs Tw. III-2016 14.200 IDR/USD 14.000 Rata-rata bulanan Rata-rata triwulanan 13.800 13.505 13.313 13.600 13.195 13.400 13.434 13.525 13.200 13.172 13.000 12.800 12.600 13.473 13.337 13.112 13.163 13.261 13.110 13.315 13.412 13.261 13.130 Data s.d 30 Des-16 4 1322 2 1223 3 1524 5 1425 4 1726 6 15241221 1 102231 9 2130112031 9 1829 8 2030 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Sumber: Reuters Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah 22 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 TRY MYR PHP KRW EUR CNY BRL THB IDR INR ZAR -20,00 -14,86 -9,62 poin-to-point average -7,75 -6,23 -4,11 -8,68 -6,83 -2,28 -3,47 -3,52 -3,93 -2,45 -3,47 0,22 -1,59 -1,66 -3,13 -0,88 -1,93 -0,71 -0,13 -15,00 -10,00 -5,00 Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah Grafik 2.6 Nilai Tukar Kawasan 0,00 0,83 % 5,00 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Pelemahan Rupiah diikuti dengan volatilitas yang relatif meningkat terutama pada bulan November yang dipengaruhi oleh dinamika Pilpres di AS dan ekspektasi terhadap kenaikan FFR. Bila dibandingkan dengan beberapa negara lainnya seperti Rand (Afrika Selatan), Lira (Turki), Real (Brazil), Ringgit (Malaysia) dan Won (Korea Selatan), volatilitas Rupiah pada triwulan IV-2016 relatif lebih rendah. Sepanjang tahun 2016, volatilitas Rupiah lebih rendah dari volatilitas tahun 2015 dan masih lebih rendah dibandingkan rata-rata volatilitas sebagian mata uang negara peers seperti Rand (Afrika Selatan), Real (Brazil), Lira (Turki), Ringgit (Malaysia), dan Won (Korea Selatan) (Grafik 2.7). % 30 2015 YTD 2016 Rata-rata YTD-16 25 20 15 data s.d. 30 Des 2016 10 5 ZAR BRL TRY MYR KRW IDR SGD PHP INR THB Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah Grafik 2.7 Volatilitas Rupiah dan Peers – Tahunan Untuk keseluruhan tahun 2016, secara point to point Rupiah menguat sebesar 2,32% terutama didukung oleh persepsi positif investor terhadap perekonomian domestik yang mendorong aliran dana masuk. Perbaikan faktor eksternal terutama terjadi pasca kenaikan FFR sebesar 25 bps yang sudah diantisipasi pasar. Di sisi domestik, penguatan rupiah di topang perbaikan data-data perekonomian, seperti neraca perdagangan dan indeks keyakinan konsumen yang positif. 2.3. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016 menunjukkan perbaikan ditopang oleh peran ekspor dan juga korporasi swasta. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa triwulan IV-2016 tercatat 4,24% (yoy) sehingga pertama kali mencatat pertumbuhan positif sejak triwulan III-2014. Sementara itu, kinerja korporasi sektor swasta juga membaik tergambar dari pertumbuhan investasi non-bangunan pada triwulan IV-2016 yang meningkat menjadi 7,1% (yoy), tertinggi sejak 2013. Perkembangan positif ekspor dan investasi non-bangunan ini pada gilirannya mampu menahan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat berkurangnya stimulus fiskal. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan ekonomi melambat dari 5,01% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 4,94% (yoy) terutama karena dipengaruhi oleh menurunnya belanja pemerintah baik dari konsumsi maupun investasi. Secara keseluruhan, pada tahun 2016 perekonomian Indonesia tumbuh 5,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2015 yang sebesar 4,88% (yoy), didukung oleh permintaan domestik yang tetap kuat ditengah kinerja ekspor yang masih terbatas (Tabel 2.1). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi tahun 2016 terutama didukung oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga, peningkatan investasi ditopang optimisme ke depan, dan perbaikan kinerja ekspor yang signifikan. Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) % Y-o-Y, Tahun Dasar 2010 Komponen Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Investasi Investasi Bangunan Investasi Non Bangunan Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB 2014 5,15 12,19 1,16 4,45 5,52 1,58 1,07 2,12 5,01 2015 I 5,01 -8,06 2,91 4,60 5,71 1,62 -0,68 -2,63 4,82 II 4,97 -7,98 2,61 4,01 4,72 2,05 -0,26 -7,37 4,74 III 4,95 6,57 7,09 4,93 6,11 1,65 -0,95 -6,65 4,77 IV 4,93 8,33 7,12 6,43 7,78 2,47 -6,38 -8,75 5,17 2015 4,96 -0,62 5,32 5,01 6,11 1,95 -2,12 -6,41 4,88 2016 I 4,97 6,40 3,43 4,67 6,78 -1,20 -3,29 -5,14 4,92 II 5,07 6,71 6,23 4,18 5,07 1,70 -2,18 -3,20 5,18 III 5,01 6,64 -2,95 4,24 4,96 2,16 -5,65 -3,67 5,01 IV 4,99 6,72 -4,05 4,80 4,07 7,07 4,24 2,82 4,94 2016 5,01 6,62 -0,15 4,48 5,18 2,45 -1,74 -2,27 5,02 Sumber: BPS (diolah) Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 23 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Konsumsi Rumah Tangga (RT) tetap tumbuh kuat sehingga menopang capaian pertumbuhan ekonomi di triwulan IV-2016. Konsumsi RT pada triwulan IV-2016 tumbuh stabil sebesar 4,99% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (5,01%, yoy). Konsumsi RT yang tetap kuat sejalan dengan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi (Grafik 2.8). Selain itu, terjaganya inflasi pada tingkat yang rendah berdampak positif pada daya beli masyarakat. Hal ini tercermin dari indikator penjualan ritel yang meningkat, terutama pada kelompok suku cadang dan pakaian. Demikian halnya dengan, penjualan kendaraan bermotor khususnya mobil tumbuh tinggi pada triwulan IV-2016 (11,6% yoy) dari triwulan sebelumnya (5,1% yoy) (Grafik 2.9). Konsumsi Lembaga Non-Profit Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 6,7% (yoy) pada triwulan IV-2016 sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan dengan meningkatnya kegiatan organisasi kemasyarakatan/partai politik terkait Pilkada serentak di berbagai daerah serta penyelenggaraan kegiatan beberapa organisasi berskala nasional. % yoy Indeks 30 140 Indeks Ekspektasi Konsumen 130 120 10 Indeks Keyakinan Konsumen 0 110 -10 Indeks Kayakinan Saat Ini 100 Penjualan Mobil -20 90 80 Penjualan Ritel 20 Penjualan Motor -30 I II III 2014 IV I II III IV I 2015 II III IV 2016 Grafik 2.8 Indeks Keyakinan Konsumen -40 I II III 2014 IV I II III 2015 IV I II III IV 2016 Grafik 2.9 Penjualan Ritel dan Kendaraan Bermotor Di sisi lain, konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2016 menurun sejalan dengan konsolidasi fiskal yang ditempuh melalui penghematan untuk memperkuat kredibilitas kebijakan fiskal. Langkah konsolidasi fiskal ini terutama disebabkan oleh penerimaan pajak yang hingga akhir triwulan II-2016 masih berada di bawah target. Di sisi lain, belanja pemerintah masih cukup besar. Perkembangan tersebut pada gilirannya mendorong defisit APBN-2016 pada semester I-2016 mencapai 2,2% PDB. Perkembangan kurang menguntungkan karena bila terus berlanjut akan mengganggu prospek ketahanan fiskal sehingga mulai pada triwulan III-2016, pemerintah melakukan pemotongan anggaran belanja. Hal ini menyebabkan konsumsi pemerintah di triwulan IV-2016 mengalami kontraksi pertumbuhan 4,05% (yoy), lebih dalam dari triwulan sebelumnya yang juga mencatat kontraksi pertumbuhan 2,95% (yoy). Investasi tumbuh meningkat pada triwulan laporan ditopang optimisme terhadap prospek ekonomi sejalan dengan kenaikan harga komoditas. Investasi tumbuh 4,80% (yoy) pada triwulan IV-2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (4,24%, yoy), terutama didorong oleh investasi non-bangunan (Grafik 2.10). Hal ini tercermin dari kenaikan impor kendaraan dan peralatan lainnya seiring dengan tren perbaikan harga komoditas global (khususnya batubara dan CPO) yang mendorong peningkatan kebutuhan alat angkut di sektor pertambangan dan perkebunan. Impor suku cadang dan perlengkapan alat angkutan juga tumbuh meningkat (Grafik 2.11). Namun, investasi bangunan melambat dengan masih terbatasnya investasi proyek konstruksi terkait pemotongan belanja modal pemerintah dan masih terbatasnya ekspansi sektor swasta dalam pembangunan proyek konstruksi. 24 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah % yoy 10,0 % yoy 8,62 7,07 8,0 6,0 4,07 4,0 % yoy -50 25 6,8 4,80 2,0 0 0,0 -2,0 -5,0 25 27,4 Investasi NonBangunan: Pengangkutan (sb kanan) 15 5,2 7,3 14,8 5 -0,2 -6,2 -5 -15 Impor Suku Cadang -4,0 -25 -8,0 1Q 2Q 3Q 4Q 1Q 2Q 3Q 4Q 1Q 2Q 3Q 4Q 1Q 2Q 3Q 4Q 2013 PMTB 2014 Bangunan 2015 -50 2016 Non Bangunan excl. Haki & CBR -25 Impor Mobil Penumpang -6,0 Q1 Q2 Non Bangunan Grafik 2.10 Pertumbuhan Investasi 2015 Q3 Q4 Q1 Q2 2016 -35 Q3 -45 Q4 Grafik 2.11 Impor Kendaraan dan Suku Cadang Ekspor meningkat signifikan didorong oleh kenaikan harga komoditas dan perbaikan ekonomi global. Ekspor barang dan jasa triwulan tumbuh 4,24% (yoy) pada triwulan IV-2016 sehingga untuk pertama kalinya dapat mencatat pertumbuhan positif sejak triwulan III-2014. Kenaikan harga komoditas menjadi faktor pendorong meningkatnya ekspor. Selain itu, pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut meningkatkan permintaan dari negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, India, dan AS. Berdasarkan kelompoknya, ekspor nonmigas meningkat baik ekspor komoditas primer (pertanian dan pertambangan) maupun manufaktur (Grafik 2.12). Ekspor CPO dan batubara meningkat didukung kenaikan harga dan permintaan khususnya dari negara Asia seperti India dan Tiongkok. Sementara itu, kinerja ekspor manufaktur juga meningkat terutama untuk ekspor kendaraan bermotor, kimia organik, dan tekstil. Sejalan dengan kenaikan ekspor dan masih kuatnya permintaan domestik, impor juga kembali tumbuh positif pada triwulan IV-2016. Impor tercatat tumbuh sebesar 2,82% (yoy) pada triwulan IV-2016, setelah pada triwulan sebelumnya masih mencatat pertumbuhan yang negatif sebesar -3,67% (yoy). Kenaikan impor terutama ditopang oleh positifnya kinerja impor nonmigas terutama pada impor bahan baku, khususnya untuk kebutuhan industri serta suku cadang dan perlengkapan barang modal (Grafik 2.13). % yoy % yoy 30,0 30 Pertanian 20 20,0 Manufaktur 10,0 Total Total -10 Ekspor PDB -20 Investasi -30 -20,0 -30,0 GDP Impor 10 0 0,0 -10,0 Bahan Mentah Konsumsi Pertambangan Q1 Q2 Q3 2014 Q4 Q1 Investasi -40 Q2 Q3 2015 Q4 Q1 Grafik 2.12 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Q2 Q3 2016 Q4 -50 Q1 Q2 Q3 2014 Q4 Q1 Q2 Q3 2015 Q4 Q1 Q2 Q3 2016 Q4 Grafik 2.13 Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 25 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Dari sisi sektoral, sumber utama pertumbuhan pada triwulan IV-2016 bersumber dari sektor tradable (Tabel 2.2). Kinerja lapangan usaha (LU) pertanian tumbuh sebesar 5,31% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,03% (yoy). Peningkatan kinerja terutama didorong oleh meningkatnya harga komoditas perkebunan. LU pertambangan juga tumbuh meningkat signifikan sejalan dengan tren kenaikan harga komoditas tambang di pasar ekspor. Di sisi lain, LU manufaktur tumbuh melambat karena masih terbatasnya kinerja industri berorientasi domestik seperti industri makanan dan minuman (mamin) dan galian nonlogam/semen. LU konstruksi juga tumbuh melambat karena masih terbatasnya ekspansi sektor swasta dan melambatnya konsumsi pemerintah. Secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan sektoral yang membaik ditopang oleh perbaikan harga komoditas terutama di semester kedua 2016. Membaiknya harga komoditas berdampak pada kinerja sektor tradable, terutama LU pertanian dan pertambangan. Sementara itu, perbaikan di sektor non-tradable tidak merata, seperti pada LU PHR, LU transportasi dan telekomunikasi, dan LU jasa keuangan. Tabel 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) % Y-o-Y, Tahun Dasar 2010 Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air* Konstruksi Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin** Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi*** Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan**** Jasa-jasa Lainnya***** PDB 2014 4,24 0,43 4,64 5,86 6,97 5,29 8,84 5,75 5,12 5,01 I 3,76 0,58 4,07 1,97 6,03 3,70 7,88 6,88 5,79 4,82 2015 II III 6,54 2,88 -3,59 -4,41 4,60 4,20 1,22 1,12 5,35 6,82 1,95 1,97 7,72 9,08 7,57 4,19 8,60 5,03 4,77 4,74 IV 1,64 -6,03 4,43 1,02 7,13 4,03 8,51 8,56 6,14 5,17 2015 3,77 -3,42 4,33 1,32 6,36 2,90 8,31 6,81 6,37 4,88 I 1,47 1,20 4,68 7,35 6,76 4,43 7,73 7,52 5,67 4,92 2016 II III 3,44 3,03 1,15 0,29 4,63 4,52 4,69 6,09 4,95 5,12 4,25 3,79 8,24 8,64 9,25 6,87 5,35 3,94 5,18 5,01 IV 5,31 1,60 3,36 3,11 4,21 4,01 8,79 4,51 2,92 4,94 2016 3,25 1,06 4,29 5,26 5,22 4,11 8,36 6,99 4,42 5,02 Sumber: BPS ^ Proyeksi Bank Indonesia * Pembangunan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (i) Pengadaan Air ** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor, Serta (ii) Penyediaan akomodasi dan makan minum *** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi **** Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate, dan (iii) Jasa Perusahaan ***** Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Lainnya, dan (iv) Jasa Lainnya Secara spasial, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016 didukung membaiknya perekonomian Sumatera, Kalimantan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta masih kuatnya pertumbuhan Jawa (Gambar 2.2). Perekonomian Sumatera yang meningkat ditopang kinerja ekspor seiring membaiknya harga berbagai komoditas seperti CPO, karet, dan batubara. Peningkatan ekspor juga menjadi penopang peningkatan pertumbuhan ekonomi di KTI terutama untuk nikel, tembaga, emas, dan CPO. Demikian halnya dengan, perbaikan ekonomi di Kalimantan yang banyak ditopang oleh membaiknya ekspor batubara, termasuk kontraksi Kalimantan Timur yang tidak sedalam triwulan sebelumnya. Sementara itu, perekonomian Jawa masih tumbuh kuat ditopang konsumsi rumah tangga, investasi, serta membaiknya ekspor manufaktur. 26 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah SUMATERA JAWA 5,38 5,82 5,70 5,45 4,19 4,47 3,88 4,49 I II III 2016 KALIMANTAN I IV II III 2016 BALI NUSRA 6,74 6,83 5,22 4,87 1,97 1,62 2,21 2,22 I IV II III 2016 SULAMPUA IV I II III 2016 6,02 5,56 IV I KTI 8,72 9,21 II III 2016 4,33 4,03 5,39 5,54 IV I SUMUT 5,2 KEP. RIAU 5,2 RIAU 2,2 KALBAR 3,8 KALTIMRA 0,3 JAMBI 6,4 SUMSEL 5,1 KEP. BABEL 4,9 SUMBAR 4,9 DKI JAKARTA 5,5 BENGKULU 5,6 JATENG 5,3 KALSEL 5,3 BANTEN 5,5 PDRB ≥ 7,0% JABAR 5,4 DIY 4,7 6,0% ≤ PDRB < 7,0% JATIM 5,5 IV I’16 II’16 III’16 IV’16 PAPBAR 4,9 PAPUA 21,4 GORONTALO 7 MALUKU 5,9 SULSEL 7,6 BALI 5,5 LAMPUNG 5 MALUT 6,5 SULUT 6,5 SULTENG 3,8 SULBAR 7,5 KALTENG 8,6 III 2016 Nasional : 5,18 5,01 4,94 4,92 KALARA 4,27 ACEH 4,3 II NTT 5,2 SULTRA 7,6 NTB 3,8 5,0% ≤ PDRB < 6,0% 4,0% ≤ PDRB < 5,0% 0% ≤ PDRB < 4,0% PDRB < 0% Sumber : BPS (diolah) Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV-2016 (%, yoy) 2.4. Neraca Pembayaran Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV-2016 mencatat surplus sebesar 4,5 miliar dolar AS. Kondisi tersebut didukung oleh defisit transaksi berjalan yang menurun dan surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar (Grafik 2.14). Defisit transaksi berjalan triwulan IV-2016 sebesar 1,8 miliar dolar AS (0,8% dari PDB), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,7 miliar dolar AS (1,9% dari PDB) (Grafik 2.15). Menurunnya defisit transaksi berjalan ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan pendapatan primer. Surplus neraca perdagangan barang tercatat meningkat didorong oleh peningkatan ekspor seiring dengan perbaikan ekonomi negara-negara mitra dagang dan meningkatnya harga komoditas global (Grafik 2.16). Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer menurun mengikuti jadwal pembayaran bunga surat utang pemerintah yang lebih rendah. Kinerja transaksi berjalan triwulan Miliar Dolar AS Miliar Dolar AS 15 14 10 6 2 -2 -6 -10 -14 -18 -22 -26 5 0 -5 -10 -20 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2011 2012 2013 2014 2015 * angka sementara ** angka sangat sementara Grafik 2.14 Neraca Pembayaran Indonesia Q1* Q2* Q3* Q4** Transaksi Modal dan Finansial Transaksi Berjalan Neraca Keseluruhan -15 2016 Persen 3 1 -1 -3 -5 -7 Neraca Pendapatan Sekunder Neraca Perdagangan Transaksi Berjalan Neraca Pendapatan Primer Neraca Jasa CA/GDP (%) (rhs) -9 -11 -13 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4** 10 Peningkatan surplus NPI 2016 secara signifikan didukung oleh penurunan defisit transaksi berjalan dan kenaikan surplus transaksi modal dan finansial. 2011 2012 2013 2014 2015 2016 * angka sementara ** angka sangat sementara Grafik 2.15 Neraca Transaksi Berjalan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 27 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah laporan juga lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yang mencatat defisit sebesar 4,7 miliar dolar AS (2,2% dari PDB) karena meningkatnya surplus neraca perdagangan barang dan menurunnya defisit neraca perdagangan jasa. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang cukup besar dan melampaui defisit transaksi berjalan. Surplus transaksi modal dan finansial triwulan IV-2016 tercatat sebesar 6,8 miliar dolar AS, terutama bersumber dari surplus investasi lainnya sejalan dengan berlanjutnya repatriasi dana tax amnesty (Grafik 2.17). Namun, surplus transaksi modal dan finansial tersebut lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada triwulan III-2016. Lebih rendahnya surplus di triwulan IV-2016 disebabkan oleh defisit investasi portofolio sebagai dampak keluarnya dana asing dari saham domestik dan SUN rupiah pasca-hasil Pemilu Presiden AS, serta surplus investasi langsung yang juga lebih rendah karena dipengaruhi outflow di sektor pertambangan. Miliar Dolar AS 11 Neraca Nonmigas Neraca Migas Neraca Perdagangan 9 7 5 3 1 -1 -3 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2011 2012 2013 2014 2015 Q1* Q2* Q3* Q4** -5 2016 * angka sementara ** angka sangat sementara Grafik 2.16 Neraca Perdagangan Miliar Dolar AS 120 15 Miliar Dollar AS Bulan Impor 100 10 8,0 80 5 0 60 -5 40 Investasi Portofolio Investasi Langsung Investasi Lainnya Transaksi Modal dan Finansial -15 -20 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2011 2012 2013 7,0 6,0 5,0 20 2014 2015 Q1* Q2* Q3* Q4** -10 2016 * angka sementara ** angka sangat sementara Grafik 2.17 Neraca Transaksi Modal dan Finansial 9,0 Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan 2014 2015 2016 4,0 2017 Cadangan Devisa Miliar Dolar AS) Bulan Impor dan Pembayaran Utang Pemerintah (Skala kanan) Grafik 2.18 Perkembangan Cadangan Devisa Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja NPI membaik ditopang oleh penurunan defisit transaksi berjalan dan kenaikan surplus transaksi modal dan finansial. NPI 2016 mencatat surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS setelah tahun sebelumnya mengalami defisit 1,1 miliar dolar AS. Defisit transaksi berjalan turun dari 17,5 miliar dolar AS (2,0% dari PDB) pada 2015 menjadi 16,3 miliar dolar AS (1,8% dari PDB) di 2016, didukung perbaikan kinerja 28 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah neraca perdagangan barang dan jasa. Surplus neraca perdagangan meningkat karena penurunan impor yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan ekspor. Meskipun demikian, laju penurunan ekspor yang tidak sedalam tahun sebelumnya karena didukung meningkatnya harga komoditas global. Demikian halnya dengan laju penurunan impor di 2016 yang tidak sedalam pada 2015 sejalan dengan membaiknya perekonomian domestik. Defisit neraca perdagangan jasa juga menurun mengikuti penurunan impor barang. Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial tahun 2016 meningkat signifikan menjadi 29,2 miliar dolar AS, dari sebelumnya 16,8 miliar dolar AS pada 2015. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh kenaikan surplus investasi langsung dan investasi portofolio serta penurunan defisit investasi lainnya sejalan dengan masih baiknya persepsi pelaku ekonomi terhadap perekonomian domestik dan implementasi program pengampunan pajak yang berjalan dengan baik. Perkembangan NPI tersebut pada gilirannya mendorong kenaikan posisi cadangan devisa. Posisi cadangan devisa pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 116,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dari 115,7 miliar dolar AS pada akhir triwulan III-2016 atau bila dibandingkan periode akhir triwulan IV-2015 yang sebesar 105,9 miliar dolar AS (Grafik 2.18). 2.5. Utang Luar Negeri Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 317,0 miliar dolar AS atau tumbuh 2,0% (yoy). Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang tumbuh 1,1% (yoy), sementara ULN jangka pendek tumbuh 8,6% (yoy). Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sementara pertumbuhan tahunan ULN sektor swasta terus menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 34,0%, turun dari 36,2% pada akhir triwulan III-2016. Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN jangka panjang. Posisi ULN berjangka panjang pada akhir triwulan IV-2016 mencapai 274,9 miliar dolar AS atau sebesar 86,7% dari total ULN. ULN jangka panjang tersebut tumbuh sebesar 1,1% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2016 sebesar 8,7% (yoy). Sementara itu, posisi ULN berjangka pendek pada akhir triwulan IV-2016 tercatat 42,1 miliar dolar AS atau sebesar 13,3% dari total ULN. ULN jangka pendek ini tumbuh sebesar 8,6% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 4,6% (yoy). Meski ULN jangka pendek meningkat, kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban jangka pendek membaik. Hal itu tercermin pada rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa yang turun dari 37,4% pada triwulan III-2016 menjadi 36,1% pada triwulan IV-2016 sejalan dengan meningkatnya posisi cadangan devisa. Pertumbuhan ULN Indonesia tahun 2016 masih cukup sehat, didukung ULN swasta yang terus menurun dan kemampuan cadangan devisa dalam membayar kewajiban jangka pendek. Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia sebagian besar terdiri dari ULN sektor swasta. Pada akhir triwulan IV-2016, posisi ULN sektor swasta mencapai 158,7 miliar dolar AS atau sebesar 50,1% dari total ULN. Sementara itu, posisi ULN sektor publik tercatat 158,3 miliar dolar AS atau sebesar 49,9% dari total ULN. ULN sektor swasta turun sebesar 5,6% (yoy) pada triwulan IV-2016, lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada triwulan sebelumnya sebesar 2,0% (yoy). Sementara itu, ULN sektor publik tumbuh 11,0% (yoy) pada triwulan IV-2016, lebih lambat dari triwulan sebelumnya sebesar 20,8% (yoy). Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada akhir triwulan IV-2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,6%. Pertumbuhan ULN pada sektor keuangan, industri pengolahan, dan pertambangan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 29 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah menurun dibandingkan dengan triwulan III-2016. Sementara itu, pertumbuhan tahunan ULN sektor listrik, gas & air bersih melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun perkembangan ULN dinilai cukup sehat, Bank Indonesia tetap harus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Untuk itu, ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi. Secara keseluruhan, perkembangan ULN pada triwulan IV-2016 masih tetap sehat meski harus terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi. 2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valuta Asing 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang Kondisi likuiditas harian di sistem perbankan sealam 2016 tetap terjaga, sebagaimana tercermin pada kestabilan kondisi pasar uang Rupiah dan pasar valuta asing. Sesuai siklus akhir tahun, volume transaksi pasar uang Rupiah pada triwulan IV-2016 turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume rata-rata harian (RRH) transaksi pasar uang Rupiah berada di level Rp11,83 triliun per hari, turun sekitar 20% dari triwulan sebelumnya sebesar Rp14,85 triliun per hari. Secara tahunan, volume RRH transaksi pasar uang rupiah selama periode 2016 sebesar Rp13,47 triliun per hari, naik sebesar 2,5% dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp13,14 triliun per hari. Volume RRH transaksi PUAB (uncollateralized) pada triwulan IV-2016 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sekitar 17%, menjadi Rp10,1 triliun per hari. Transaksi masih cenderung didominasi oleh tenor overnight (O/N), sekitar 59% dari total transaksi, diikuti oleh tenor 1 minggu sekitar 20% dari total transaksi. Sementara itu, volume RRH transaksi PUAB pada tahun 2016 sebesar Rp11,77 triliun per hari mengalami sedikit kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 11,65 triliun per hari (Grafik 2.19). Sejalan dengan pergerakan volume tersebut, frekuensi transaksi dan jumlah pelaku mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Frekuensi transaksi triwulan IV-2016 tercatat 128 transaksi per hari, sementara triwulan sebelumnya sebanyak 150 transaksi per hari. Sementara, frekuensi selama periode 2016 tercatat sebanyak 147 transaksi per hari, sedikit menurun dibandingkan tahun 2015 sebanyak 153 transaksi per hari. Di samping itu, jumlah pelaku yang bertransaksi PUAB pada triwulan IV-2016 adalah 102 bank, dibandingkan triwulan sebelumnya 98 bank. Sedangkan jumlah pelaku yang bertransaksi PUAB pada tahun 2016 adalah 106 bank, sedangkan tahun 2015 sebanyak 109 bank. Selama triwulan IV-2016, RRH suku bunga PUAB tenor overnight (O/N) berada pada level 4,30%, turun sebesar 46 bps dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada di sekitar 4,76%. Sementara RRH suku bunga tenor 1 minggu berada di level 5,08%, turun sebesar 22 bps dari triwulan sebelumnya sebesar 5,3%. Sebaliknya RRH suku bunga PUAB tenor 2 minggu, 3 minggu, 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan berada di level 5,64%, 5,88%, 6,2%, 6,64% dan 7,04% mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 30 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Sedangkan RRH suku bunga PUAB pada tahun 2016 mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,8 bps di semua tenor dibandingkan dengan tahun 2015. Penurunan RRH suku bunga PUAB tertinggi adalah pada tenor overnight (O/N) dan 2 bulan yang masing-masing berada pada level 4,80% dan 6,73% (Grafik 2.20). Rp Triliun 14 180 12 160 140 10 120 8 100 6 80 60 4 40 2 0 20 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 2014 2015 RRH Volume: >1 mgg RRH Volume: ON 0 2016 RRH Volume: 1 mmg Jlh Bank Pelaku (rhs) % 9 8,5 8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 PUAB ON BI Rate LF Rate DF Rate Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 2014 RRH Volume: 2-4 hr RRH Frekuensi (rhs) PUAB 1 mgg PUAB 1 bln Grafik 2.19 Perkembangan Transaksi PUAB 2015 2016 Grafik 2.20 Perkembangan Suku Bunga PUAB Aktivitas transaksi repo pada triwulan IV-2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume RRH transaksi repo turun sekitar 24% dari Rp1,23 triliun per hari pada triwulan III-2016 menjadi Rp937 miliar per hari pada triwulan IV-2016. Pada triwulan IV-2016, terdapat transaksi repo dengan tenor di atas 1 tahun, yakni sebesar RRH Rp 30,39 miliar per hari (Grafik 2.21). Pelaku pasar yang berpartisipasi dalam transaksi repo untuk pengelolaan likuiditas terus bertambah, menjadi 44 bank pada triwulan IV-2016. Sejalan dengan peningkatan volume transaksi, frekuensi transaksi turut mengalami peningkatan. Frekuensi kumulatif selama triwulan IV-2016 sebesar 300 transaksi, naik dari 266 transaksi pada triwulan sebelumnya. Sementara itu dari sisi suku bunga pada triwulan IV-2016, RRH suku bunga repo cenderung menurun pada tenor overnight (O/N) dan 1 minggu sebesar 33 dan 21 bps dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. RRH suku bunga repo pada tenor overnight (O/N) dan 1 minggu sebesar 4,44% dan 5,13%. Sebaliknya RRH suku bunga repo pada tenor 2 minggu, 3 minggu dan 1 bulan mengalami kenaikan sebesar 43, 56 dan 19 bps dari triwulan sebelumnya. RRH suku bunga repo pada tenor 2 minggu, 3 minggu dan 1 bulan berada pada level 5,91%, 6,27% dan 6,29%. Rp Triliun 1,4 1,2 > 3 Bulan 1 Bulan 3 Bulan > 1 Bulan 2 Bulan 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 2014 2015 2016 Grafik 2.21 Volume Transaksi Repo (RRH) Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 31 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing Rata-rata harian volume transaksi di pasar valuta asing mengalami peningkatan baik pada periode triwulanan maupun tahunan dengan peningkatan pada triwulan IV-2016 sebesar 3% dibandingkan triwulan III-2016 yakni dari sebesar 4,93 miliar dolar AS menjadi 5,08 miliar dolar AS. Sementara itu, peningkatan volume transaksi tahun 2016 meningkat sebesar 11% dibandingkan tahun 2015 yakni dari 4,53 miliar dolar AS menjadi 5,01 miliar dolar AS (Grafik 2.22). Dilihat dari komposisi instrumen, transaksi spot masih mendominasi volume transaksi 5,0 valas domestik, meskipun secara tahunan 4,5 1,8 1,6 1,6 1,6 mengalami penurunan sebesar 6% dari 1,6 4,0 1,3 1,3 1,3 3,5 sebesar 2,9 miliar dolar AS menjadi 3,1 miliar 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 3,0 0,2 0,2 dolar AS atau menurun secara triwulanan 2,5 sebesar 0,3% yakni dari sebesar 3,15 miliar 2,0 3,2 3,1 3,1 3,0 3,0 3,0 1,5 2,8 2,8 dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi 3,14 1,0 miliar dolar AS pada triwulan IV-2016 (Grafik 0,5 0,0 2.23). Disisi lain transaksi swap meningkat I II III IV I II III IV sebesar 5,48% dari 1,54 miliar dolar AS pada 2015 2016 Spot Forward Swap Option triwulan III-2016 menjadi 1,62 miliar dolar AS pada triwulan IV-2016. Demikian pula transaksi Grafik 2.22 forward meningkat sebesar 18% yakni dari Volume Transaksi Pasar Valuta Asing (RRH) 0,23 miliar dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi 0,27 miliar dolar AS pada triwulan IV-2016 (Grafik 2.23). Penurunan transaksi spot dengan peningkatan transaksi swap dan forward menyebabkan meningkatnya proporsi rata-rata harian volume derivatif terhadap transaksi valas yang pada tahun 2015 sebesar 36% menjadi 38% pada tahun 2016 (Grafik 2.24). Peningkatan komposisi derivatif ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia untuk memberikan fleksibilitas pelaku pasar dalam melakukan transaksi lindung nilai. Selain itu, peningkatan komposisi derivatif juga sebagai implikasi penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri1 dimana korporasi nonbank yang memiliki utang luar negeri diwajibkan untuk melakukan lindung nilai. Miliar USD Miliar Dolar AS % 5,0 4,0 1,9 2,0 1,8 1,9 2,8 3,0 3,2 3,1 3,1 IV I 1,5 1,5 1,8 1,6 3,0 3,0 2,8 III 3,0 2,0 1,0 0,0 I Spot II 2015 II 2016 III IV Derivatif Grafik 2.23 Volume Transaksi Spot dan Derivatif (RRH) 1 32 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 38% 36% I % Derivatif II 2015 III IV I II 2016 III IV % Spot Grafik 2.24 Proporsi Volume Transaksi Spot dan Derivatif PBI No. 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan Ditengah risiko yang di pasar keuangan global terutama pada triwulan IV-2016, kondisi sistem keuangan Indonesia tetap terjaga ditandai dengan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) berada pada level normal selama triwulan laporan. ISSK triwulan IV-2016 sebesar 0,84 lebih rendah dibandingkan dengan ISSK triwulan sebelumnya sebesar 0,94 dan dan tahun sebelumnya sebesar 0,93 (Grafik 2.25). Hal ini antara lain disebabkan kuatnya permodalan perbankan dan tingginya likuiditas perbankan meski kinerja pasar keuangan menurun terutama karena dampak dari peningkatan risiko setelah pemilihan Presiden AS pada November 2016. Selain itu pada triwulan IV-2016, IKNB juga mencatatkan kinerja yang relatif baik. 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan Indeks 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 2002M01 2003M10 2005M07 2007M04 2009M01 2010M10 2012M07 2014M04 2016M01 Ditengarai Krisis Normal ISSK Grafik 2.25 Perkembangan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Setelah mencatat kinerja positif pada triwulan I-III 2016, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan IV-2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketidakpastian perekonomian global pasca Pemilu Amerika Serikat menjadi salah satu faktor yang memberikan tekanan terhadap kinerja pasar keuangan Indonesia. Terlebih lagi, terpilihnya Presiden AS disertai dengan munculnya spekulasi kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan seperti proteksionisme perdagangan, rencana pemangkasan pajak, repatriasi pajak korporasi, dan kenaikan the Fed menjelang akhir triwulan IV-2016. Penurunan kondisi pasar keuangan tercermin dari peningkatan yield Surat Berharga Negara (SBN) dibandingkan triwulan dan tahun sebelumnya serta meningkatnya volatilitas harga di pasar saham dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat menurun dibanding triwulan sebelumnya, namun tetap mencatatkan pertumbuhan positif dibanding posisi yang sama pada tahun 2015. Pasar reksa dana masih menunjukkan kinerja positif, hal ini dipengaruhi masih relatif tingginya pembelian reksa dana. Ke depan, beberapa risiko global masih perlu diwaspadai antara lain dampak kebijakan perdagangan internasional AS, kenaikan Fed Fund Rate, proses penyesuaian ekonomi Tiongkok, dan risiko geo-politik. Secara keseluruhan tahun 2016, kinerja pasar keuangan menunjukkan perbaikan. Ditengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global pada triwulan IV-2016, investor masih memandang positif perekonomian domestik. Selama triwulan IV-2016, yield SBN mengalami kenaikan pada semua tenor dibandingkan triwulan sebelumnya. Yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) naik sebesar 79,88 bps, jangka menengah (6-10 tahun) naik sebesar 90,78 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) naik sebesar 90,18 bps (Grafik 2.26). Sebaliknya, yield SBN mengalami penurunan dibandingkan akhir 2015 (yoy). Yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) turun sebesar 139,66 bps, jangka menengah (6-10 tahun) turun sebesar 97,36 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) turun sebesar 79,96 bps. Sementara itu, peningkatan yield SBN pada triwulan IV-2016 sejalan dengan peningkatan volatilitas yield di seluruh tenor dibanding triwulan sebelumnya. Volatilitas yield jangka pendek, menengah, dan panjang masing-masing naik dari 9,85% menjadi 22,95%; 10,80% menjadi 19,45%; dan 6,67% menjadi 8,87% (Grafik 2.27). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 33 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah % 9 8,5 % ∆ qtq (RHS) 9/30/2016 12/30/2016 40 8 20 15 0,40 6 10 0,20 5,5 1Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 8Y 9Y 10Y 11Y 12Y 13Y 16Y 18Y 20Y 30Y Jangka Panjang 25 0,60 6,5 Jangka Menengah 30 0,80 7 Jangka Pendek 35 1,00 7,5 5 % 1,20 5 - 0 Sep Okt Nov Des Jan Mar Apr Mei Jun Ags Sep Okt Nov Jan Mar Apr Mei JunAgs Sep Okt Nov Des 2014 Grafik 2.26 Yield Obligasi Negara 2016 2015 Grafik 2.27 Volatilitas Yield 20 hari Meningkatnya ketidakpastian perekonomian global pada triwulan IV-2016 telah memicu investor asing melepas kepemilikannya di SBN. Dibandingkan triwulan III-2016, kepemilikan asing di SBN turun Rp19,18 triliun menjadi sebesar Rp665,81 triliun (Tabel 2.3). Meskipun mengalami penurunan pada triwulan IV-2016, secara keseluruhan tahun investor masih memandang positif perkonomian domestik. Net beli kepemilikan asing di SBN pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp107,29 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp96,09 triliun. Tabel 2.3 Kepemilikan SBN Institusi (RpT) Bank: Bank Indonesia *) Reksadana Asuransi Asing Dana Pensiun Individu Lain-lain Total Sep-15 400,67 86,46 61,63 165,71 523,38 47,90 28,63 77,83 1.392,41 Des-15 350,07 148,91 61,60 171,62 558,52 49,83 42,53 78,50 1.461,85 Mar-16 451,00 52,70 67,57 192,29 606,08 56,15 65,85 83,47 1.575,12 Jun-16 361,54 150,13 76,44 214,47 643,99 64,67 48,90 86,72 1.646,85 Sep-16 Des-16 qtq yoy 368,63 158,66 78,51 227,38 684,98 81,75 46,56 102,90 1.749,38 399,46 134,25 85,66 238,24 665,81 87,28 57,75 104,80 1.773,28 8,4% -15% 9,1% 4,8% -2,8% 6,8% 24,0% 1,8% 1,37% 14,1% -10% 39,0% 38,8% 19,2% 75,2% 35,8% 33,5% 21,30% Pangsa 22,5% 8% 4,8% 13,4% 37,5% 4,9% 3,3% 5,9% 100% *) Sejak 8 Februari 2008, termasuk transaksi repo SUN kepada Bank Indonesia Pada triwulan laporan, kinerja pasar saham juga mengalami pelemahan. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan IHSG sebesar 1,27% dari 5.364,80 pada akhir triwulan III-2016 menjadi 5.296,71 pada akhir triwulan IV-2016. Selama triwulan IV-2016, rata-rata perdagangan saham harian mencapai Rp7,84 triliun atau menurun sebesar Rp0,12 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp7,96 triliun. Dibandingkan triwulan IV-2015, rata-rata perdagangan saham harian triwulan IV-2016 naik sebesar Rp2,17 triliun (Grafik 2.28). Pelemahan kinerja pasar saham lebih disebabkan oleh sentimen negatif para investor asing menyikapi kondisi eksternal yang dinamis, antara lain pasca terpilihnya Presiden AS. Hal ini menyebabkan pasar saham mengalami net outflow asing sebesar Rp18,74 triliun. Kondisi ini berbeda dari triwulan sebelumnya dimana aliran dana investor asing masih masuk ke pasar saham sehingga mencatat net inflow sebesar Rp21,43 triliun (Grafik 2.29). 34 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Rp miliar 9.000 8.000 15 5000 7.000 5.000 5 3000 4.000 2.000 1000 1.000 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2014 2015 2016 Nilai Rata-rata Perdagangan Saham Harian 5.000 0 2000 3.000 5.500 10 4000 6.000 0 Rp Triliun 6000 -5 4.500 -10 Net Asing 0 -15 IHSG (RHS) Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2015 IHSG (RHS) 4.000 2016 Grafik 2.28 Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Grafik 2.29 Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Rata-rata volatilitas pasar saham sepanjang triwulan IV-2016 berada pada level 17,69%, meningkat dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 16,18%. Peningkatan ini juga disebabkan oleh ketidakpastian global pasca terpilihnya Presiden AS yang mendorong terjadinya outflow investor asing di pasar saham. Namun demikian, volatilitas IHSG pada triwulan IV-2016 menurun signifikan dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang tercatat sebesar 23,61% (Grafik 2.30). Pada triwulan IV-2016, nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia mencapai Rp5.462 triliun, menurun sebesar Rp337 triliun (5,81%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan triwulan IV-2015, terjadi peningkatan sebesar Rp562 triliun (12,09%). Indeks Indeks 160 45 140 40 120 35 30 100 25 80 Di tengah instabilitas pasar keuangan global, kinerja pasar saham Indonesia masih tergolong baik dibandingkan dengan pasar saham regional. IHSG masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang positif (15,32%, yoy) dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Pasifik yang justru mengalami pelemahan (Tabel 2.4). 20 60 15 40 10 20 0 IHSG (Rebased 1/1/11=100) Sep Des 2014 Mar Jun Sep 2015 5 Volatilitas IHSG (RHS) Des Mar Jun Sep 2016 Des 0 Grafik 2.30 Perkembangan & Volatilitas IHSG Tabel 2.4 Perkembangan Indeks Saham Regional No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Indeks Indonesia (IHSG) Jepang (Nikkei) Hong Kong (HSI) China (Shanghai) Korea Selatan (Kospi) Singapore (STI) Malaysia (KLCI) Thailand (SET) Australia (AS30) Philippine (PSEi) India (Sensex) China (Shenzhen) Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16 4.593,01 19.033,71 21.914,40 3.539,18 1.961,31 2.882,73 1.692,51 1.288,02 5.344,60 6.952,08 26.117,54 2.308,91 4.845,37 16.758,67 20.776,70 3.003,92 1.995,85 2.840,90 1.717,58 1.407,70 5.151,79 7.262,30 25.341,86 1.912,21 5.016,65 15.575,92 20.794,37 2.929,61 1.970,35 2.840,93 1.654,08 1.444,99 5.310,41 7.796,25 26.999,72 1.974,24 5.364,80 16.449,84 23.297,15 3.004,70 2.043,63 2.869,47 1.652,55 1.483,21 5.525,15 7.629,73 27.865,96 1.995,61 5.296,71 19.114,37 22.000,56 3.103,64 2.026,46 2.880,76 1.641,73 1.542,94 5.719,10 6.840,64 26.626,46 1.969,11 Perubahan qtq (%) (1,27) 16,20 (5,57) 3,29 (0,84) 0,39 (0,65) 4,03 3,51 (10,34) (4,45) (1,33) Perubahan yoy (%) 15,32 0,42 0,39 (12,31) 3,32 (0,07) (3,00) 19,79 7,01 (1,60) 1,95 (14,72) Sumber: Bloomberg Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 35 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Rp 350 300 250 Produk 1600 Jumlah RD (RHS) NAB (Rp T) UP beredar (jt) 1400 1200 1000 200 800 150 600 100 400 50 0 200 Jan Jan Mei Jul SepNov Jan Jan Mei Jul SepNov Jan Jan Mei Jul SepNov Jan Jan Mei Jul SepNov 2013 2014 2015 0 2016 Di tengah pergerakan underlying assets di pasar saham dan obligasi yang melemah, kinerja reksa dana masih mengalami peningkatan. Nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana meningkat sebesar 4,85% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp331 triliun. Dibandingkan dengan triwulan IV-2015, NAB reksa dana triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 23,48% (yoy). Perbaikan kinerja tersebut dipengaruhi masih relatif tingginya pembelian reksa dana yang ditunjukkan dengan masih positifnya net subscription meskipun pergerakan underlying assets reksa dana menurun. Grafik 2.31 Perkembangan Industri Reksadana Pada triwulan IV-2016, jumlah produk reksa dana mencatat peningkatan sebesar 4,97%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,32% dan triwulan IV-2015 sebesar 29,61%. Sementara itu, unit penyertaan meningkat sebesar 10,14%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,46%, namun lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 30,62% (Grafik 2.31). 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan Ditengah tetap kuatnya ketahanan industri perbankan selama 2016, risiko kredit meningkat seiring penurunan kinerja korporasi dan rumah tangga. Selama triwulan IV-2016 maupun sepanjang 2016, ketahanan industri perbankan tetap terjaga. Kondisi ini didukung dengan permodalan yang kuat disertai terjaganya risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar. 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan, Perkembangan Kredit, dan Risiko Kredit Sepanjang 2016, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat yang tercermin pada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri perbankan tercatat sebesar 22,69%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 22,34% dan 21,16%. Peningkatan CAR yang jauh di atas persyaratan minimum 8% berasal dari pertumbuhan modal industri perbankan sebesar 3,43% (qtq). Permodalan yang tinggi memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi. Meski menunjukkan perlambatan seiring dengan melambatnya perekonomian domestik, pertumbuhan kredit industri perbankan pada triwulan IV-2016 sedikit membaik dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,47% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 10,45% (yoy). Kenaikan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi (KK). KMK meningkat dari 4,2% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 6,93% (yoy). Sementara itu, KK meningkat dari 8% (yoy) menjadi 8,76% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit investasi (KI) turun dari 9,1% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 8,64% (yoy) pada periode laporan. Dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit lebih rendah disebabkan penurunan kinerja korporasi dan kinerja keuangan rumah tangga akibat belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi. 36 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Risiko kredit industri perbankan masih cukup tinggi namun mulai menunjukkan penurunan di triwulan IV-2016. Rasio non performing loan (NPL) gross industri perbankan menurun dari 3,1% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,93%. Namun demikian, rasio tersebut masih lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,49% (Grafik 2.32). Untuk memitigasi peningkatan risiko kredit, industri perbankan lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit dan melakukan pemantauan yang lebih ketat terhadap kredit bermasalah. Berdasarkan jenis penggunaan, penurunan risiko kredit terjadi baik pada semua jenis kredit (KMK, KI dan KK). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rasio NPL gross KMK menurun dari 3,73% menjadi 3,59%. Sementara itu, rasio NPL gross KI turun dari 3,46% menjadi 3,21%, dan rasio NPL gross KK menurun dari 1,71% menjadi 1,53% (Grafik 2.33). Namun demikian, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rasio NPL gross pada KMK, KI, dan KK masing-masing tercatat sebesar 0,6%, 0,6%, dan 0,3%. Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan risiko kredit terjadi pada sektor pertambangan, listrik, pertanian, dan pengangkutan (Grafik 2.34). Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan permintaan terhadap komoditas telah menyebabkan penurunan aktivitas perdagangan terkait ekspor barang komoditas dan industri barang komoditas. (%) 3,50 NPL Gross NPL Net 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Feb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNovFeb MeiAgsNov 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 2.32 Rasio Non-Performing Loan (%) (%) 8,00 4,00 3,59 3,50 3,21 3,00 2,50 Tr 3 2015 Tr 4 2015 Tr 3 2016 Tr 4 2016 2,00 1,53 1,50 7,00 6,00 5,00 Tr 4 2015 Tr 3 2016 Tr 4 2016 3,00 7,16 4,83 4,10 3,44 4,00 2,00 1,00 Tr 3 2015 3,86 2,23 1,52 1,95 2,10 1,64 1,00 0,50 Grafik 2.33 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan KK ag KI Pe rd KMK an ga n La inlai n In Pe dust ng an ri gk ut Ko an nst ruk P si Jas erta a D nia n un ia Us ah Jas a a Pe Sos ia rta mb l an ga n Lis trik 0,00 0,00 Grafik 2.34 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 37 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Untuk memitigasi peningkatan risiko kredit ke depan, Bank Indonesia terus memantau perkembangan risiko kredit perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengevaluasi ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko melalui pelaksanaan stress test secara berkala. 2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan Dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan tumbuh cukup tinggi pada triwulan IV-2016, didorong masuknya dana yang berasal dari tebusan tax amnesty. DPK industri perbankan tumbuh sebesar 9,60% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 dan triwulan IV-2015 yang masing-masing sebesar 3,15% (yoy) dan 7,26% (yoy) (Grafik 2.35). Kenaikan pertumbuhan DPK perbankan terjadi pada komponen deposito, giro, maupun tabungan. Deposito meningkat menjadi 6,5% (yoy) dari 1,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Giro tumbuh positif menjadi 13,2% (yoy) dari sebelumnya -2,7% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan tabungan sedikit melambat dari 11,5% (yoy) menjadi 11,2% (yoy). 18% 9,5% 16% 9,0% 8,5% 14% 12% 10,45% 9,60% 10% 8% Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan DPK Adj Va (yoy) BI 7-Day RR BI Rate 6% 4% 2% 8,0% 7,5% 7,0% 6,5% 6,0% 6,50% 4,75% 5,5% Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Des 2013 2014 2015 2016 Grafik 2.35 Pertumbuhan DPK (yoy) Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa tabungan meningkat dari sebesar 23,22% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 32,08% (yoy) pada triwulan IV-2016. Sebaliknya pangsa deposito dan giro turun masingmasing menjadi 44,67% dan 23,24% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing sebesar 45,72% dan 31,06% (yoy). Pada triwulan IV-2016, kondisi likuiditas industri perbankan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang sama 2015, Penyebabnya antara lain masuknya dana tebusan tax amnesty. Alat likuid secara total setelah dikurangi pemenuhan giro wajib minimum (GWM) meningkat dari Rp928,12 triliun pada triwulan III-2016 menjadi sebesar Rp1.012,41 triliun (Grafik 2.36). Selain itu, peningkatan kondisi likuiditas ditunjukkan oleh kenaikan rasio alat likuid (AL)2 terhadap non-core deposit (NCD)3 dari 96,64% pada triwulan sebelumnya menjadi 99,36% (Grafik 2.37). Untuk keseluruhan tahun 2016, tingkat rasio AL/NCD yang berada jauh di atas ambang batas (threshold) sebesar 50% menunjukkan risiko likuiditas perbankan masih terjaga. 2 3 38 Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve. Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 800 Indeks Indeks (%) 1600 700 1400 600 1200 500 900 400 800 300 600 200 400 100 200 0 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 2012 2013 Primary Reserve Tertiery Reserve 2014 2015 110 105 100 95 90 0 85 2016 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II 2015 Secondary Reserve Alat Likuid (Skala Kanan) Tw III Tw IV 2016 AL = Kas + Penempatan pd BI + Excess Reserve-GWM NCD = 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito Grafik 2.36 Komposisi Alat Likuid Perbankan Grafik 2.37 Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD) 2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar Selama triwulan IV-2016, perkembangan suku bunga simpanan menunjukkan tren menurun walaupun sedikit meningkat pada akhir periode. Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan, suku bunga kredit perbankan juga berada dalam tren menurun. Tabel 2.5 Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Industri Perbankan Mar-15 Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16 Konsumsi KPR Konsumsi Non KPR Kredit Korporasi Kredit Ritel 11,09 11,91 10,72 12,09 11,00 11,87 10,74 12,07 11,09 11,88 10,72 11,92 11,07 11,83 10,77 12,08 Penurunan suku bunga kebijakan (BI Rate/BI 7-Day Reverse Repo Rate) selama 2016 sebesar 150 bps ke level 4,75% terus mendorong penurunan nilai rata-rata suku bunga dasar kredit (SBDK) industri perbankan. Selama 2016, penurunan terbesar terjadi pada SBDK kredit ritel sebesar 154 bps dan SBDK kredit konsumsi non-KPR sebesar 121 bps (Tabel 2.5). Rata-rata suku bunga kredit pada triwulan IV-2016 turun 19 bps dari 12,24% menjadi 12,05%. Dari segmen kredit, rata-rata suku bunga KMK, KI, dan KK masing-masing turun sebesar 21 bps, 12 bps, dan 12 bps dari triwulan III-2016 menjadi 11,38%, 11,21% dan 13,59% (Grafik 2.38). 10,83 11,68 10,49 11,72 10,73 11,38 10,45 10,72 10,60 11,27 10,33 10,67 10,50 10,62 10,28 10,54 qtq Des’15 - Des’16 (0,57) (1,21) (0,49) (1,54) (0,10) (0,65) (0,05) (0,13) (%) (%) 18,0 9,0 8,0 6,46 7,0 6,0 5,0 14,0 4,0 15,59 3,0 11,38 2,0 1,0 0,0 16,0 4,75 12,0 11,21 Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des 2010 2011 2012 BI Rate SB KI (RHS) SB Dep 1bln Rp SB KK (RHS) 2013 2014 2015 10,0 2016 SB 7-Day RR SB KMK (RHS) Grafik 2.38 Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 39 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.7.3. Perkembangan Industri Institusi Keuangan Non Bank Kinerja perusahaan pembiayaan pada 2016 membaik seiring pertumbuhan pembiayaan melalui IKNB. Namun, risiko kredit meningkat disebabkan oleh melemahnya kinerja sektor pertambangan. Pada triwulan IV-2016, pembiayaan ekonomi oleh Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2016 (qtq) dan triwulan IV-2015 (yoy). Hal ini ditunjukkan dengan tumbuhnya pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan (PP) sebesar 2,46% (qtq) atau Rp9,31 triliun, lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,42% (qtq) atau Rp5,3 triliun. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pembiayaan PP meningkat sebesar 6,67% (yoy) atau Rp24,23 triliun. Sementara itu, pembiayaan yang berasal dari pasar modal juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2016 maupun triwulan IV-2015, terlihat dari peningkatan jumlah emisi obligasi dan sukuk maupun rights issue (Tabel 2.6). Tabel 2.6 Perkembangan Penyaluran Pembiayaan 2015 Tw I Kredit Perbankan Posisi (Rp T) Pertumbuhan (Rp T) B Pasar Modal* IPO Saham Jumlah Emiten Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Right Issue Jumlah Emiten Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Obligasi & Sukuk Jumlah Emisi Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Total Fundraise Pasar Modal C Perusahaan Pembiayaan Posisi (Rp T) Pertumbuhan (Rp T) Total Pasar Modal dan IKNB Tw II Tw III Tw IV 2015 2016 Tw I Tw II Tw III Tw IV A 3.679,87 3.828,04 3.956,48 4.058,13 4.058,13 4.000,40 4.168,30 4.212,38 4.377,19 44,08 164,82 5,56 148,17 128,44 101,64 383,82 (57,73) 167,90 1 4,45 4,45 4 3,76 0,94 5 0,81 0,16 5 2,25 0,45 15 11,27 0,75 2 0,11 0,06 7 4,19 0,60 3 6,37 2,12 2 1,40 0,70 1 0,20 0,20 9 10,17 1,13 4 4,99 1,25 5 26,89 5,38 19 42,25 2,22 2 0,67 0,33 12 37,24 3,10 7 7,77 1,11 12 21,81 1,82 10 13,30 1,33 17,95 23 32,06 1,39 46,00 4 6,00 1,50 11,80 14 11,65 0,83 40,78 51 63,01 1,24 116,53 7 16,29 2,33 17,07 32 39,62 1,24 81,05 14 25,05 1,79 39,19 27 33,99 1,26 57,20 369,80 3,60 21,55 369,90 0,10 46,09 371,55 1,65 13,45 363,27 (8,27) 32,51 363,27 (2,93) 113,60 365,39 1,13 18,20 372,90 7,51 80,61 378,20 5,30 44,49 387,50 9,31 66,51 Selama triwulan IV-2016, kinerja industri asuransi meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Total aset industri asuransi tercatat sebesar Rp932 triliun, meningkat sebesar Rp22,06 triliun dari triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 2,42% (qtq). Dibandingkan tahun sebelumnya, aset industri asuransi meningkat Rp128,37 triliun atau tumbuh 15,97% (yoy). Pertumbuhan aset terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja pada produkproduk investasi yang ditempatkan antara lain dalam bentuk saham dan instrumen keuangan lainnya di pasar modal. Secara agregat, portofolio investasi meningkat sebesar Rp29,20 triliun atau tumbuh 3,89% dari triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp780 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, portofolio investasi meningkat sebesar Rp139,13 triliun atau tumbuh 21,7% (Grafik 2.39). Sementara itu, rasio kecukupan premi terhadap pembayaran klaim bruto meningkat dari 152,84% pada triwulan III-2016 menjadi 158,30%. Dibandingkan tahun 2015, rasio kecukupan premi meningkat sebesar 13,15% (Grafik 2.40). Peningkatan rasio kecukupan premi antara lain disebabkan pertumbuhan premi yang relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan klaim. 40 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Rp T Grafik 2.39 Aset dan Investasi Industri Asuransi % Rp T % 1.000 85 Aset Rasio Investasi/Aset (rhs) 932 900 Investasi 84 910 872 800 83,73 842 83 804 777 766 700 788 751 780 705 82 684 600 82,55 641 636 622 609 500 81 81,15 400 80,75 80,89 80 300 80,01 79,79 79 79,49 200 78 100 77 0 Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des 2015 2016 350 180 Premi Bruto Klaim Bruto 300 Rasio Premi/Klaim Bruto (rhs) 170 250 155,29 155,74 152,84 261 200 143,80 150 140,17 100 131,88 189 Mar 208 145,14 155 180 160 150 154 140 131 123 99 130 71 46 55 42 - 158,30 235 88 50 329 Jun Sep 2015 Des Mar Jun Sep Des 120 2016 Grafik 2.40 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Per data bulan September 20164, terdapat perubahan sistem pelaporan oleh PP kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu dari sebelumnya Laporan Bulanan PP (LBPP) menjadi Sistem Informasi PP (SIPP). Perubahan pelaporan tersebut sejalan dengan pemberlakuan Peraturan OJK (POJK) No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha PP. Beberapa hal yang diatur dalam POJK dimaksud yaitu perubahan pengelompokan jenis pembiayaan oleh PP yang sebelumnya meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, kartu kredit dan pembiayaan konsumtif menjadi pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan multiguna, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK. Selain itu, POJK dimaksud juga menyesuaikan kolektibilitas pembiayaan yang sebelumnya 3 kolektibilitas (lancar, diragukan, dan macet) menjadi 5 kolektibilitas (lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet)5 yang disinyalir juga berpengaruh terhadap peningkatan non performing financing PP. Secara umum, kinerja perusahaan pembiayaan (PP) cenderung meningkat. Selama triwulan IV-2016, pembiayaan naik sebesar Rp9,31 triliun atau tumbuh 2,46% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama 2016, pembiayaan meningkat sebesar Rp24,23 triliun atau tumbuh 6,67%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp2,91 triliun. Peningkatan kinerja pembiayaan PP antara lain disebabkan naiknya permintaan pembiayaan otomotif, sebagaimana tercermin pada peningkatan penjualan mobil sebesar 6,06% (yoy) pada akhir triwulan IV-2016. Pertumbuhan pembiayaan berkontribusi pada pertambahan aset PP sebesar 1,90% (qtq) menjadi Rp442,77 triliun pada triwulan IV-2016. Secara tahunan, aset PP tumbuh sebesar Rp17,01 triliun atau sebesar 4% (yoy) (Grafik 2.41). Berdasarkan jenisnya, pembiayaan PP didominasi oleh pembiayaan multiguna dan investasi. Pada triwulan IV-2016, pangsa pembiayaan multiguna sebesar 59,39% dan investasi sebesar 27,09% dari total pembiayaan. Dibandingkan triwulan III-2016, pangsa pembiayaan multiguna tersebut meningkat dari 57,63%, sedangkan pangsa pembiayaan investasi sedikit menurun dari 30,39% (Grafik 2.42). 4 5 Data September 2016 tersedia pada bulan Desember 2016. Pada LBPP, kolektibilitas pembiayaan dilaporkan sbb: Kol 1= keterlambatan 0-4 bulan, Kol 2=4-12 bulan, Kol 3= >12 bulan) menjadi SIPP dengan ketentuan Kol 1= keterlambatan 0 – 30 hari, kol 2= 30-90 hari, kol 3 = 90-120 hari, kol 4 = 120-180 hari, kol= 5>150 hari. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 41 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Rp T Rp T 400 500 Aset Pembiayaan 450 444 443 400 425 434 435 430 426 424 350 388 378 373 370 371 370 363 364 300 250 200 150 100 50 Mar Jun Sep Des Mar Jun 2015 Sep Des 2016 Grafik 2.41 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan 27 31 218 230 18 21 115 105 Sep Des 350 300 250 246 249 246 247 250 261 9 10 10 11 11 11 114 111 115 105 103 100 Mar Jun Sep Des Mar Jun 200 150 100 50 - 2015 2016 Sewa Guna Usaha Investasi Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK Anjak Piutang (RHS) Modal Kerja Syariah Pembiayaan Konsumen Multiguna Grafik 2.42 Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Meski masih berada pada level aman (< 5%), risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan pembiayaan cenderung meningkat pada triwulan III-2016 dan IV-2016. Hal ini tercermin dari non performing financing (NPF) yang berada pada level 3,38% pada triwulan III-2016 dan 3,26% pada triwulan IV-2016, atau lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 1,44% (Grafik 2.43). Peningkatan NPF terbesar terjadi pada sektor pengangkutan yang mayoritas objek pembiayaannya adalah kapal dan truk pengangkut komoditas tambang. Kualitas pembiayaan tersebut menurun seiring melemahnya kinerja sektor pertambangan. Selain itu, peningkatan NPF pada September 2016 disebabkan adanya penyesuaian kolektibilitas pembiayaan seiring diberlakukannya peraturan OJK6 mengenai penyelenggaraan usaha PP sebagaimana tersebut di atas. Rp T % 4 3,38 NPF 180 3,26 140 3 1,55 1,44 1,54 1,44 44% 19% 100 1,55 Pinjaman DN Pinjaman DN Pinjaman DN Pinjaman DN 14% 120 2,20 2 Share Sumber Pendanaan per Des 2016 160 23% 80 60 1 40 20 - Mar Jun Sep 2015 Des Mar Jun Sep Des 2016 Grafik 2.43 Rasio Non Performing Financing Pinjaman DN Des-15 Pinjaman LN SSB Mar-16 Sep-16 Jun-16 Modal Des-16 Grafik 2.44 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Selama triwulan IV-2016, komposisi sumber pendanaan PP terdiri atas pinjaman yang berasal dari dalam negeri (44,25%), pinjaman luar negeri (22,95%), surat berharga (19,36%), dan modal (13,44%). Porsi pendanaan dari dalam negeri sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2015 yang rata-rata tercatat sebesar 39,84% (Grafik 2.44). 6 42 POJK No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Sementara itu, porsi pendanaan dari luar negeri menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (27,08%) dan triwulan IV-2015 (31,01%). Penurunan ULN PP seiring dengan menurunnya permintaan pembiayaan dalam valuta asing. Pada akhir triwulan IV-2016, terdapat 41 PP yang memiliki ULN dengan total outstanding mencapai Rp82,28 triliun. Diantara 41 perusahaan tersebut, terdapat 8 perusahaan yang kepemilikannya terafiliasi dengan perbankan (porsi kepemilikannya lebih dari 20%) dan total outstanding ULN mencapai sebesar Rp25,81 triliun. Untuk memitigasi risiko nilai tukar, sebagian PP telah melakukan lindung nilai (hedging) sehingga potensi risiko rambatan (contagion risk) terhadap bank yang menjadi induknya relatif terbatas. Sementara itu, pembiayaan yang diberikan oleh ke-8 PP tersebut masih didominasi oleh pembiayaan dalam rupiah sebesar Rp89,50 triliun, sedangkan pembiayaan dalam valuta asing sebesar Rp2,46 triliun. % % 50 % 12 85 40 10 85 30 8 84 6 83 20 84 83 4 10 - Mar Jun Sep 2015 Des Mar Jun Sep 2016 Des 0%-10% 26,44 24,42 22,35 22,73 25,58 25,00 28,57 27,38 10,01%-12% 22,99 29,07 30,59 31,82 27,91 28,57 25,00 27,38 >12% 82 2 50,57 46,51 47,06 45,45 46,51 46,43 46,43 45,24 Grafik 2.45 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan - 82 Mar Jun Sep 2015 Des Mar Jun Sep 2016 Des 81 ROA 3,62 3,43 3,45 3,32 3,93 3,64 3,73 3,87 ROE 12,11 12,52 12,18 11,49 12,58 11,14 11,79 12,01 BOPO (RHS) 84,27 84,87 85,08 85,35 82,97 82,71 82,79 82,77 Grafik 2.46 Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh perusahaan pembiayaan tidak terlepas dari suku bunga kredit di dalam negeri yang relatif tinggi. Selama triwulan IV-2016, lebih dari 45% dari seluruh bank di Indonesia yang menyalurkan pinjaman kepada perusahaan pembiayaan mengenakan suku bunga yang relatif lebih tinggi di atas 12% (Grafik 2.45). Dari aspek efisiensi, kinerja perusahaan pembiayaan relatif stabil. Hal itu tercermin pada rasio biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) pada triwulan IV-2016 sebesar 82,77% atau relatif stabil dibandingkan triwulan III-2016 yang mencapai sebesar 82,79%. Rasio tersebut membaik dibandingkan posisi akhir 2015 yang mencapai 85,08%. Seiring dengan peningkatan pembiayaan, profitabilitas PP (return on assets/ROA) juga relatif membaik yaitu 3,87% pada triwulan IV-2016 atau sedikit lebih tinggi dari triwulan III-2016 sebesar 3,73% dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,45%. Selain itu, return on equity (ROE) meningkat menjadi sebesar 12,01% pada triwulan IV-2016 dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 11,79% dan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,49% (Grafik 2.46). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 43 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi7 Ditengah perlambatan kinerja sektor korporasi pada 2016, risiko kredit meningkat seiring pertumbuhan kredit ke sektor korporasi. Secara umum, kinerja korporasi non keuangan pada triwulan III-2016 mengalami perbaikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari naiknya indikator profitabilitas retun on asset (ROA) dan return on equity (ROE) serta turunnya porsi utang korporasi yang terlihat dari nilai debt to equity (DER) yang menurun. Kondisi ini memperbaiki kemampuan korporasi dalam membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Namun demikian, perlu diperhatikan produktivitas korporasi yang belum membaik seperti tercermin dari rasio asset turnover dan inventory turnover yang masih berada dalam tren melambat. Tabel 2.7 Kinerja Korporasi Publik Tw II-2015 dan Tw II-2016 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 ROA 2015 2016 0,47% 3,28% Pertanian 2,16% 4,25% Industri Dasar dan Kimia 11,00% 12,28% Industri Barang Konsumsi Infrastruktur, utilitas dan transportasi 2,52% 5,09% 4,33% 4,39% Aneka Industri 1,06% 0,87% Pertambangan 5,47% 4,61% Properti dan Real Estate 3,72% 4,23% Perdagangan, jasa dan investasi 3,81% 4,85% Agregat ROE DER Current Ratio TA/TL Asset TO Inventory TO 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 1,01% 7,01% 1,26 1,03 0,76 0,91 1,80 1,97 0,61 0,47 8,10 6,66 4,48% 8,59% 1,08 0,97 1,36 1,43 1,93 2,03 0,71 0,67 4,97 5,08 22,28% 22,86% 1,07 0,71 1,61 1,98 1,94 2,42 1,31 1,31 4,62 4,82 6,72% 12,58% 1,67 1,30 1,04 0,98 1,60 1,77 0,53 0,52 70,86 66,21 9,88% 9,82% 1,29 1,18 1,20 1,25 1,77 1,85 0,79 0,73 7,38 7,55 2,06% 1,64% 0,88 0,88 1,63 2,06 2,14 2,13 0,53 0,45 9,81 9,53 11,54% 9,56% 1,09 1,06 1,79 1,70 1,92 1,94 0,36 0,32 1,88 1,70 7,16% 7,99% 0,93 0,85 1,58 1,58 2,08 2,18 0,92 0,88 7,27 7,29 8,21% 10,08% 1,16 1,00 1,40 1,47 1,87 2,00 0,71 0,66 6,03 5,89 Sektor Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, Diolah Posisi data Tw III-2015 & Tw III-2016 (379 korporasi) Belum membaiknya produktivitas korporasi juga tercermin dalam hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan kegiatan usaha. Hasil survey tersebut menginformasikan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada triwulan IV-2016 adalah sebesar 3,13%, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang sebesar 13,20% (Grafik 2.47). % qtq 5,0 % SBT Nilai SBT SKDU (sb. Kanan) Pertumbuhan PDB (sb. Kiri) 4,0 2,0 13,20 1,0 0,0 -1,0 -2,0 -3,0 20,0 3,20 3,0 -0,35 -1,83 25,0 15,0 10,0 6,73 5,0 5,80 3,02 3,13 l ll lll lV l ll lll lV l ll lll lV l ll lll lV l 2013 2014 2015 2016 2017 0,0 *) Perkiraan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank Indonesia, periode triwulan IV-2016 Grafik 2.47 Kegiatan Dunia Usaha Tw IV-2016 Meskipun kegiatan usaha menunjukkan perlambatan, pertumbuhan kredit sektor korporasi di triwulan IV-2016 mengalami peningkatan. Kredit sektor korporasi tumbuh sebesar 3,77% (qtq) di triwulan IV-2016 dengan posisi nominal sebesar Rp2.119,68 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang sebesar 1,26% (qtq). Namun, peningkatan kredit pada sektor korporasi tersebut diiringi oleh peningkatan rasio NPL. Pada triwulan IV-2016, rasio NPL mencapai 3,62% atau sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 3,59%. Konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan IV-2016 menunjukkan peningkatan yang ditunjukkan oleh meningkatnya optimisme konsumen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.48). Optimisme tersebut juga lebih kuat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015. 7 44 Korporasi yang dimaksud merupakan korporasi non keuangan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Meningkatnya optimisme konsumen didorong oleh naiknya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, baik dari ekspektasi terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja maupun kegiatan usaha. Perlu diwaspadai adanya tekanan ekspektasi kenaikan harga seiring tingginya permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada akhir Juni 2017. Penyaluran kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan IV-2016 mencapai Rp980,33 triliun atau tumbuh 2,61% (qtq). Pertumbuhan kredit tersebut meningkat dibandingkan triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 1,21% (qtq). Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit terutama ditujukan untuk keperluan multiguna (41,78%) dan pemilikan rumah (40,19%), kemudian diikuti oleh kredit kendaraan bermotor (12,05%), kredit rumah tangga lainnya (5,57%), dan kredit pemilikan peralatan rumah tangga (0,40%) (Grafik 2.49). Pertumbuhan kredit rumah tangga yang meningkat disertai penurunan risiko kredit. Hal tersebut ditandai dengan menurunnya rasio NPL gross dari 1,80% pada triwulan III-2016 menjadi 1,59% pada triwulan IV-2016. Rasio NPL gross seluruh jenis penggunaan kredit sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL agregat sebesar 2,93%. (Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota) 140,0 5,57% 130,0 110,0 116,0 OPTIMIS 120,0 115,9 115,4 PESIMIS 80,0 70,0 103,5 41,78% 41,30% Penurunan harga BBM, gas, dan tarif listrik Kenaikan Harga BBM Penurunan Harga BBM Penurunan Harga BBM 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2014 40,19% 112,5 106,7 100,0 90,0 5,31% 2015 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Kekayaan Konsumen (IKK) 2016 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) JKK Triwulan Des 2015 39,94% Perumahan Kendaraan Peralatan RT Multiguna RT Lainnya 0,30% 13,16% 0,40% 12,05% Des 2016 Sumber: Survei Konsumen (18 Kota), Bank Indonesia periode Desember 2016 Grafik 2.48 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini, Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 2.49 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Pada triwulan IV-2016, penyaluran kredit UMKM tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan III-2016, setelah sebelumnya sempat mengalami peningkatan pertumbuhan di pertengahan 2016. Baki debet kredit UMKM mencapai Rp857,0 triliun dengan pangsa sebesar 19,4% terhadap total kredit perbankan. Pertumbuhan kredit UMKM sebesar 8,4% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 9,6% (yoy). Penurunan tersebut antara lain dipengaruhi kehatian-hatian perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Pada akhir 2016, perbankan lebih menitikberatkan pada upaya untuk memulihkan kemampuan membayar debitur UMKM yang menurun sejalan dengan perlambatan kondisi perekonomian. Perlambatan kredit UMKM pada 2016 disertai membaiknya kualitas kredit, sejalan dengan penerapan prinsip kehati-hatian perbankan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 45 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah % 50 40 30 10,9% 11,1% 8,4% 7,8% 5,7% 20 10 0 -10 Berdasarkan klasifikasi usaha, perlambatan kredit UMKM terutama didorong oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil yang tumbuh masingmasing sebesar 10,9% (yoy) dan 11,1% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,2% (yoy) dan 12,7% (yoy). Di sisi lain, kredit Usaha Menengah menunjukkan peningkatan sebesar 5,7% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,4% (yoy) (Grafik 2.50). JanMarMei Jul SepNov JanMarMei Jul SepNov JanMarMei Jul SepNov JanMarMei Jul SepNovDes Menurut sektor ekonomi, menurunnya kredit UMKM terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV-2016 dibandingkan Grafik 2.50 12,4% (yoy) pada triwulan III-2016. Sektor Pertumbuhan Kredit UMKM (%, YoY ) lainnya yang mengalami perlambatan kredit UMKM adalah sektor real estate dan konstruksi, yang masing-masing tercatat turun menjadi 5,7% (yoy) dan 11,8% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,4% (yoy) dan 15,6% (yoy). 2013 2014 Growth Kredit Usaha Mikro Growth Kredit Usaha Menengah Growth Kredit Perbankan 2015 2016 Growth Kredit Usaha Kecil Growth Kredit UMKM Meskipun kredit UMKM menurun, beberapa sektor masih mengalami peningkatan, di antaranya listrik, gas dan air, serta industri pengolahan yang masing-masing meningkat menjadi 24,5% (yoy) dan 10,7% (yoy) dari triwulan III-2016 yang tercatat sebesar 8,5% (yoy) dan 5,3% (yoy). Pada triwulan IV-2016, mayoritas kredit UMKM diserap oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa sebesar 52,7% terhadap total kredit UMKM perbankan. Secara spasial, penyaluran kredit UMKM masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (58,0%) yang merupakan pusat aktivitas perekonomian nasional. Sebagian besar kredit UMKM merupakan kredit Usaha Menengah (47,4%), diikuti oleh Usaha Kecil (29,8%) dan Usaha Mikro (22,8%). Dari sisi jumlah rekening penerima kredit, sekitar 86,12% dari total rekening penerima kredit UMKM adalah Usaha Mikro. % 7 6 5,06% 5 4,30% 4 4,15% 3 2,91% 2 1 0 2,10% NPL Mikro NPL UMKM NPL Kecil NPL Total NPL Menengah Des Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Okt Nov Des 20132014 2015 2016 Menurunnya pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan IV-2016 disertai dengan membaiknya kualitas kredit. Rasio non performing loan (NPL) kredit UMKM mengalami penurunan menjadi sebesar 4,15% dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 4,58% dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,20%. Membaiknya NPL kredit UMKM sejalan dengan meningkatnya kehati-hatian perbankan dan berbagai upaya perbankan untuk memperbaiki kolektibilitas nasabah yang menurun. Berdasarkan klasifikasi usaha, penurunan NPL kredit UMKM didorong oleh NPL Usaha Grafik 2.51 Kecil yang menurun dari 5,20% pada triwulan NPL Kredit UMKM sebelumnya menjadi 4,30%. Sementara itu, kualitas kredit Usaha Mikro dan Usaha Menengah membaik dengan NPL masing-masing sebesar 2,10% dan 5,06%, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,61% dan 5,15% (Grafik 2.51). 46 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Target penyaluran KUR skema baru pada 2016 adalah sebesar Rp100 triliun s.d. Rp120 triliun. Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi bunga sebesar Rp10,6 triliun pada APBN 2016. Hingga triwulan IV-2016, penyaluran KUR telah mencapai Rp94,4 triliun atau 94,4% dari target penyaluran KUR 2016, dengan jumlah debitur sebesar 4,3 juta. Penyaluran KUR terkonsentrasi di sektor Perdagangan dan Pertanian di wilayah Jawa (Grafik 2.52). Berdasarkan sebaran wilayah, provinsi dengan penyerapan KUR terbesar adalah Jawa Tengah (Rp16,9 triliun), Jawa Timur (Rp14,6 triliun), dan Jawa Barat (Rp11,9 triliun). Untuk luar Jawa, penyaluran KUR tertinggi adalah Sulawesi Selatan (Rp5,1 triliun) dan Sumatera Utara (Rp4,3 triliun). Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan 17,36% Perdagangan 66,29% Meski penyaluran KUR belum optimal mencapai target pemerintah, kinerja KUR skema baru pada 2016 baik seiring risiko kredit yang terjaga pada level sangat rendah. Jasa-jasa 11,03% Industri Pengolahan Dari sisi risiko, NPL KUR tercatat masih sangat Perikanan 4,10% 1,22% rendah yaitu sebesar 0,37%, dengan NPL Sumber data: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terbesar pada skema KUR Penempatan TKI yaitu 4,3%, diikuti NPL skema Ritel (0,54%), dan NPL skema Mikro (0,35%). Pada skema KUR sebelum 2016, Non Performing Guarantee8 (NPG) KUR Grafik 2.52 relatif tinggi, sementara pada periode Januari Realisasi KUR berdasarkan Sektor Ekonomi hingga Desember 2016, NPG KUR mengalami penurunan sejalan dengan adanya skema KUR 2016 yang masih dalam kinerja baik (Grafik 2.53). Namun demikian, perlu diwaspadai NPG ke depannya sebagaimana pengalaman periode tahun sebelumnya. Di samping masih relatif singkatnya periode penyaluran KUR dengan skema baru, rendahnya NPL KUR menunjukkan bahwa penyaluran KUR saat ini telah tepat sasaran kepada nasabah yang mempunyai usaha produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum mencukupi. KUR diberikan kepada calon debitur dengan agunan pokok berupa usaha yang layak dan bank tidak diwajibkan meminta agunan tambahan untuk KUR Mikro serta tanpa perikatan. Hal ini menunjukkan upaya manajemen risiko yang lebih baik di perbankan. Dalam rangka mengurangi dominasi penyaluran KUR di sektor perdagangan, pemerintah pada tahun 2017 menetapkan ketentuan agar bank menyalurkan KUR di sektor produksi (pertanian, perikanan, kelautan dan industri pengolahan) minimal mencapai 40%. Hal ini dimaksudkan agar manfaat KUR dapat dirasakan secara optimal oleh usaha mikro dan kecil pada sektor prioritas dimaksud. Disamping itu, penyaluran KUR pada tahun 2017 direncanakan akan mencapai target sebesar Rp110 Triliun dengan suku bunga tetap 9% yang meliputi KUR Mikro, KUR Ritel, dan KUR Penempatan TKI (existing). Peningkatan 8 % 9 8 7 6 5 3,32% 4 3 2,60% 2 1 0 NPG Des 2014 Mar Jun Sep NPL Des Mar 2015 Jun Sep Des 2016 *) Sumber: NPL (LBU), NPG (Jamkrindo dan Askrindo) Grafik 2.53 NPG dan NPL KUR NPG menggambarkan klaim penjaminan yang dibayar oleh Lembaga Penjamin Kredit (LPK) dibandingkan dengan KUR yang dijamin porsi LPK. NPG = (klaim dibayar/nilai penjaminan) x 100%. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 47 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah target KUR tersebut diharapkan dapat pula mendorong peningkatan total rasio kredit UMKM. Merespons semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap KUR, Pemerintah menyempurnakan program KUR dengan menambahkan keterlibatan koperasi sebagai pelaksana KUR sebagaimana Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 tahun 2016 tanggal 10 November 2016. 2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Bank Indonesia Transaksi pembayaran Indonesia ditopang penyelenggaraan sistem pembayaran Bank Indonesia dan industri yang aman dan lancar. Pertumbuhan volume transaksi sistem pembayaran seiring peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara nontunai. Pada triwulan IV-2016 dan sepanjang 2016, penyelenggaraan Sistem Pembayaran Nontunai oleh Bank Indonesia (SPBI) berjalan dengan aman dan lancar. Hal tersebut tercermin dari tingkat kemampuan setelmen dalam layanan sistem pembayaran non-tunai Bank Indonesia yang mampu memproses seluruh transaksi peserta. Pada triwulan IV–2016, nominal transaksi SPBI mencapai Rp33.567,31 triliun atau meningkat 14,61% dibanding periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp29.289,19 triliun. Peningkatan nominal transaksi tersebut didorong oleh meningkatnya transaksi BISSSS sebesar 29,90% dan transaksi Sistem BI-RTGS sebesar 15,29% (Tabel 2.8). Dalam periode yang sama, volume transaksi SPBI mencapai 1.692.438,44 ribu transaksi atau meningkat sebesar 7,83% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber utama peningkatan volume transaksi tersebut adalah meningkatnya volume transaksi SKNBI dan Sistem BIRTGS untuk transaksi masyarakat. Adapun rincian perkembangan volume dan nominal transaksi dari sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Sistem BI-RTGS Selama triwulan IV-2016, transaksi pada Sistem BI-RTGS mengalami peningkatan, baik dari sisi nominal maupun volume transaksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nominal transaksi sistem pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS meningkat sebesar 15,29% dibanding periode sebelumnya, yaitu dari Rp26.926,33 triliun menjadi Rp31.043,73 triliun. Kondisi ini selaras dengan peningkatan volume transaksi, yang naik sebesar 20,40% dari 2.131,25 ribu menjadi 2.566,09 ribu transaksi. Secara tahunan, nominal transaksi melalui Sistem BI-RTGS meningkat 11,92% dibandingkan periode yang sama 2015. Dari sisi volume transaksi, terjadi peningkatan sebesar 8,22% dibandingkan tahun sebelumnya. 2.BI-SSSS Pada triwulan IV-2016, nominal transaksi BI-SSSS mencapai Rp15.693,96 triliun atau meningkat sebesar 29,90% dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar Rp12.082,03 triliun. Adapun volume transaksi meningkat sebesar 7,18% dari 67,46 ribu transaksi menjadi 72,31 ribu transaksi. Secara tahunan, nominal transaksi dan volume transaksi melalui BI-SSSS meningkat masing-masing sebesar 46,63% dan 39,29% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 3.SKNBI Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nominal transaksi melalui SKNBI meningkat sebesar 7,89%, yaitu dari Rp891,98 triliun menjadi Rp962,39 triliun. Sejalan dengan peningkatan nominal transaksi, volume transaksi meningkat sebesar 12,33%, yaitu dari 29.617,04 ribu transaksi menjadi 33.269,01 ribu transaksi. Dalam periode 48 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah tersebut, nominal transaksi kliring kredit meningkat sebesar 9,25%, yaitu menjadi sebesar Rp602,91 triliun dari periode sebelumnya sebesar Rp551,86 triliun. Secara tahunan, nominal transaksi melalui SKNBI menurun 6,22% dibandingkan periode yang sama sebelumnya, sedangkan volume transaksi meningkat sebesar 8,41%. Tabel 2.8 Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indoensia9 Nominal (Triliun Rp) Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai BI-RTGS - Pengelolaan Moneter - Pemerintah - Masyarakat - Pasar Modal - Valas - PUAB - Lain-lain BI-SSSS SKNBI Debet - Cek - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya Kredit APMK - Kartu Kredit - Kartu ATM/Debet Uang Elektronik Total 2015 Q-I 28.879,17 14.847,78 816,57 4.960,51 1.043,74 1.736,69 1.453,99 4.019,88 8.758,28 732,49 395,36 53,31 341,91 0,14 337,13 1.207,04 66,02 1.141,03 0,84 30.819,54 Total 2015 Q-II Q-III Q-IV 28.089,25 13.430,31 898,44 5.595,25 963,96 1.851,02 1.556,38 3.793,89 7.697,54 743,01 383,12 50,78 332,09 4,00 359,89 1.281,17 71,15 1.210,02 1,44 30.114,86 28.022,31 13.538,63 947,06 5.111,47 1.122,07 2.047,11 1.411,41 3.844,56 8.025,62 739,33 373,52 50,35 323,04 0,14 365,80 1.320,67 70,55 1.250,12 1,67 30.083,97 27.736,72 112.727,44 12.612,32 54.429,03 1.090,74 3.752,81 5.400,70 21.067,93 1.261,89 4.391,66 1.648,06 7.282,89 1.681,29 6.103,07 4.041,73 15.700,05 10.703,05 35.184,49 1.026,24 3.241,07 395,80 1.547,81 56,20 210,64 339,51 1.336,55 0,09 4,38 630,44 1.693,26 1.369,46 5.178,34 72,83 280,54 1.296,63 4.897,79 1,34 5,28 30.133,76 121.152,13 2016 Q-I 26.739,53 11.960,33 1.159,52 4.603,10 1.431,28 1.856,29 1.584,27 4.144,73 12.994,90 1.110,34 371,00 51,50 319,41 0,09 739,35 1.368,51 69,86 1.298,66 1,40 29.219,79 Total 2016 Q-II Q-III Q-IV 27.117,76 10.975,31 1.043,66 5.232,32 1.623,57 2.098,90 1.746,17 4.397,85 11.777,14 1.199,35 372,81 50,77 321,94 0,10 826,54 1.508,24 69,84 1.438,40 1,78 29.827,12 26.926,33 11.008,30 1.257,81 5.304,77 1.846,98 1.902,99 1.609,17 3.996,31 12.082,03 891,98 340,12 46,35 293,68 0,09 551,86 1.469,16 67,70 1.401,46 1,72 29.289,19 31.043,73 111.827,35 14.630,02 48.573,96 1.270,44 4.731,43 5.991,29 21.131,48 1.693,98 6.595,81 1.840,63 7.698,80 1.409,69 6.349,29 4.207,70 16.746,58 15.693,96 52.548,02 962,39 4.164,07 359,48 1.443,41 54,82 203,43 304,57 1.239,61 0,09 0,37 602,91 2.720,66 1.559,02 5.904,93 73,62 281,02 1.485,40 5.623,91 2,17 7,06 33.567,31 121.903,42 Naik/(turun) % Naik/ (Turun) QtQ YoY 4.117,40 3.621,72 12,63 686,51 (153,00) (62,36) (199,48) 211,38 3.611,92 70,41 19,36 8,46 10,89 0,00 51,05 89,86 5,92 83,95 0,44 4.278,12 3.307,01 15,29% 2.017,70 32,90% 179,70 1,00% 590,59 12,94% 432,09 -8,28% 192,57 -3,28% (271,60) -12,40% 165,97 5,29% 4.990,91 29,90% (63,85) 7,89% (36,32) 5,69% (1,38) 18,26% (34,94) 3,71% 0,00 1,70% (27,53) 9,25% 189,56 6,12% 0,79 8,74% 188,77 5,99% 0,82 25,70% 3.433,55 14,61% QtQ YoY 11,92% 16,00% 16,48% 10,94% 34,24% 11,68% -16,15% 4,11% 46,63% -6,22% -9,18% -2,46% -10,29% 1,08% -4,37% 13,84% 1,08% 14,56% 61,34% 11,39% Sumber : Enterprise Data Warehouse Sistem Pembayaran (EDW-SP), Januari 2017 Tabel 2.9 Volume Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indonesia10 Volume (Ribu Transaksi) Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai BI-RTGS 2015 Q-I Q-II 2.814,82 2.917,79 Q-III 2.939,05 Q-IV 2.371,24 Total 2015 2016 Q-I Q-II 11.042,90 1.436,25 1.523,86 Q-III 2.131,25 Q-IV 2.566,09 Total 2016 7.657,45 Naik/ (Turun) QtQ % Naik/ (Turun) YoY 434,85 QtQ YoY 194,85 20,40% 8,22% - Pengelolaan Moneter 17,95 17,55 18,81 23,21 77,52 26,93 28,19 27,40 32,88 115,40 5,48 9,67 20,01% 41,64% - Pemerintah 141,47 136,21 129,09 135,75 542,51 77,45 50,29 23,56 19,65 170,94 (3,91) (116,10) -16,60% -85,53% - Masyarakat 2.328,44 2.439,37 2.449,87 1.856,97 9.074,65 979,47 1.050,57 1.699,33 2.085,10 5.814,47 385,77 228,13 22,70% 12,29% - Pasar Modal 28,62 25,63 28,74 37,61 120,60 48,47 62,09 63,93 76,32 250,81 12,39 38,71 19,38% 102,92% - Valas 33,69 33,84 35,86 32,75 136,14 37,36 37,27 33,68 34,85 143,15 1,17 - PUAB 19,62 20,48 19,22 22,22 81,53 20,52 22,10 20,21 18,52 81,34 (1,69) - Lain-lain 245,04 244,72 257,46 262,74 1.009,95 246,05 273,34 263,15 298,79 1.081,33 35,64 36,05 13,54% 13,72% BI-SSSS 45,60 46,36 39,78 51,91 183,65 68,91 80,46 67,46 72,31 289,14 4,85 20,40 7,18% 39,29% SKNBI 27.120,50 27.868,97 27.855,16 30.688,25 113.532,88 29.372,08 32.271,09 29.617,04 33.269,01 124.529,22 3.651,97 2.580,76 12,33% 8,41% Debet 9.725,46 9.459,81 8.743,21 9.151,56 37.080,03 8.664,63 8.695,86 7.728,27 8.125,02 33.213,78 396,75 (1.026,54) 5,13% -11,22% - Cek - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya Kredit APMK - Kartu Kredit - Kartu ATM/Debet Uang Elektronik Total 2,10 3,48% 6,40% (3,70) -8,37% -16,65% 873,25 840,02 762,62 819,05 3.294,94 759,68 763,60 687,54 731,60 2.942,42 44,06 (87,45) 6,41% -10,68% 8.651,77 8.434,42 7.839,28 8.190,65 33.116,11 7.785,64 7.826,68 6.950,83 7.319,79 29.882,94 368,96 (870,86) 5,31% -10,63% 200,44 185,37 141,31 141,86 668,98 119,32 105,58 89,90 73,62 388,42 (16,28) (68,23) -18,10% -48,10% 17.395,05 18.409,16 19.111,95 21.536,69 76.452,85 20.707,45 23.575,23 21.888,77 25.143,99 91.315,44 3.255,22 3.607,30 14,87% 16,75% 1.142.496,21 1.203.569,01 1.224.670,52 1.284.977,74 4.855.713,47 1.293.820,18 1.388.411,40 1.369.569,27 1.449.763,90 5.501.564,75 80.194,63 164.786,17 5,86% 12,82% 65.662,44 70.286,39 71.179,69 74.197,32 281.325,84 74.009,24 75.207,12 75.346,06 80.489,89 305.052,30 5.143,83 1.076.833,76 1.133.282,61 1.153.490,84 1.210.780,42 4.574.387,63 1.219.810,94 1.313.204,28 1.294.223,22 1.369.274,02 5.196.512,45 75.050,80 158.493,60 5,80% 13,09% 80.265,97 143.092,96 172.725,50 139.495,10 535.579,53 138.580,86 169.514,85 168.198,20 206.839,44 683.133,35 38.641,24 67.344,34 22,97% 48,28% 6.292,57 6,83% 8,48% 1.252.697,50 1.377.448,73 1.428.190,23 1.457.532,33 5.515.868,78 1.463.209,38 1.591.721,19 1.569.515,76 1.692.438,44 6.316.884,77 122.922,68 234.906,12 7,83% 16,12% Sumber : Enterprise Data Warehouse Sistem Pembayaran (EDW-SP), Januari 2017 9 Total transaksi sistem pembayaran tidak memperhitungkan BI-SSSS karena transaksi BI-SSSS sudah termasuk dalam BI-RTGS. 10 Total transaksi sistem pembayaran tidak memperhitungkan BI-SSSS karena transaksi BI-SSSS sudah termasuk dalam BI-RTGS. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 49 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Industri Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh industri pada triwulan IV-2016 berjalan aman dan lancar. Selama periode laporan tercatat tidak adanya gangguan yang signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran oleh industri dalam memfasilitasi pembayaran ritel non tunai masyarakat. Seiring dengan peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara non tunai, pada triwulan IV-2016 transaksi ritel masyarakat menggunakan instrumen Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik (UE) tumbuh positif. Nominal transaksi APMK meningkat 6,12% (qtq) menjadi Rp1.559 triliun, sementara dari sisi volume juga meningkat 5,86% (qtq) menjadi 1.449.763,9 ribu transaksi. Secara tahunan, nominal transaksi meningkat sebesar 13,84% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, dari sisi volume meningkat sebesar 12,82%. Sementara nominal transaksi uang elektronik meningkat 25,7% (qtq) menjadi Rp2,17 triliun dan secara volume transaksi meningkat 22,97% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu menjadi 206.839,4 ribu transaksi. Secara tahunan, UE meningkat cukup pesat baik dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar 61,34% dan 48,28%. Selama triwulan IV-2016, penyelenggaraan transaksi transfer dana juga mencatat peningkatan di sisi volume dan nominal transaksi masing-masing sebesar 35,78% (qtq) dan 43,38% (qtq) menjadi 6,04 juta transaksi dan Rp19,31 triliun dibandingkan pada triwulan III-2016 sebesar 4,45 juta transaksi dan Rp13,5 triliun. Secara tahunan, baik dari sisi volume maupun nominal, peningkatan transaksi transfer dana tercatat positif yaitu sebesar 5,08% dan 15,72%. Tabel 2.10 Transaksi Transfer Dana Triwulan IV - 201611 Transaksi Transfer Dana 2015 Q-1 Q-2 Q-3 Q-4 Total 2015 2016 Q-1 Q-2 Q-3 Q-4 Total 2016 Naik/(Turun) % Naik/(Turun) QtQ YoY QtQ YoY Volume Transaksi (Juta) 5,47 6,39 4,04 5,75 21,65 5,44 6,02 4,45 6,04 21,95 1,59 0,29 35,78% 5,08% Nilai Transaksi (Rp Triliun) 13,6 17,6 13,1 16,7 60,89 16,3 18,9 13,5 19,31 67,96 5,84 2,62 43,38% 15,72% Sumber: Laporan Transfer Dana Bukan Bank, Desember 2016 Sementara itu, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian traveler’s cheque (TC) oleh Penyelenggara KUPVA Bukan Bank pada triwulan IV-2016 meningkat sebesar Rp25 triliun atau 43,3% (qtq) dibandingkan dengan triwulan III-2016. Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya nilai transaksi jual/beli mata uang Dollar Amerika Serikat dan mata uang Dollar Singapura masing-masing sebesar 26,8% (qtq) dan 54,5% (qtq). Secara tahunan, transaksi UKA-TC meningkat sebesar 41,7%. Adapun nilai transaksi mata uang Dollar Amerika Serikat dan mata uang Dollar Singapura memiliki pangsa nilai masingmasing 42,7% dan 28,2% dari total nilai transaksi UKA. 11 Data transaksi tidak memperhitungkan transaksi Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank yang merupakan Money Transfer Operator. 50 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Tabel 2.11 Transaksi UKA-TC Triwulan IV - 2016 2015 Transaksi UKA-TC Q1 Q2 Q3 2016 Total 2015 Q4 Nilai Transaksi (Rp Triliun) 54,3 54,7 59,3 58,4 Q1 Q2 Q3 Total 2016 Q4 226,7 56,2 60,2 57,7 82,7 256,8 Naik/ (Turun) QtQ YoY % Naik/(Turun) QtQ 25,0 24,3 YoY 43,3% 41,7% Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), Desember 2016 Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia menerima Pengaduan dan Permintaan Informasi SP sebanyak 3.894 yang terdiri dari 350 Pengaduan (8,99%) dan 3.544 Permintaan Informasi (91,01%). Jumlah pengaduan tersebut turun 30,42% (qtq) atau berkurang 153 pengaduan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan demikian, rata-rata pengaduan mencapai 117 per bulan, sedangkan permintaan informasi mencapai 1.181 per bulan. Selama tahun 2016, diterima 1.950 pengaduan dan 11.931 permintaan informasi, apabila dibandingkan secara tahunan pada periode yang sama, secara total berkurang 81,88% (Grafik 2.55). 1,766 7.486 5.720 2014 2.477 9.529 10.300 9.115 9.972 744 1.733 414 TW. I 328 TW. II TW. III 2015 384 2.941 2.557 607 TW. IV TW. I 4.263 3.656 3.894 3.210 2.720 2.514 503 490 TW. II 3.544 350 TW. III 2016 TW. IV Grafik 2.54 Pengaduan dan Permintaan Informasi SP 21 6% 7 2% 57 16% 249 71% Kartu Kredit (71%) Kartu ATM/Debet (16%) Transfer Dana (6%) Daftar Hitam Nasional (DHN) (2%) Lainnya (2%) Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang (1%) Uang Elektronik (1%) BI-RTGS (1%) Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI (0%) KUPVA (0%) BI-SSSS (0%) SKNBI (0%) Grafik 2.55 Pengaduan Konsumen SP berdasarkan Instrumen Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang (63%) 73 96 2% 3% Kewajiban Penggunaa Rupiah di Wilayah NKRI (26%) 942 27% Lainnya (2%) Transfer Dana (2%) Kartu Kredit (1%) KUPVA (1%) Uang Elektronik (1%) Daftar Hitam Nasional (DHN) (0,8%) Kartu ATM/Debet (0,5%) 2.249 64% SKNBI (0,4%) BI-RTGS (0,3%) Grafik 2.56 Pemintaan Informasi SP berdasarkan Instrumen Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 51 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Pengaduan Konsumen SP ke BI pada Triwulan IV-2016 didominasi oleh instrumen Kartu Kredit sebanyak 249 (71,14%) diikuti Kartu ATM/Debet sebanyak 57 (16,29%) dan Transfer Dana sebanyak 21 (6,00%) (Grafik 2.55). Sementara itu, Permintaan Informasi terkait SP ke BI pada Triwulan IV-2016 didominasi Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang sebanyak 2.249 (63,46%), Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI sebanyak 942 (26,58%) dan Transfer Dana sebanyak 73 (2,71%) (Grafik 2.56). Untuk memperkuat fungsi Bank Indonesia dalam perlindungan konsumen, edukasi perlindungan konsumen dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan GNNT, sosialisasi, dan edukasi lainnya. Materi yang diberikan antara lain kiat-kiat bertransaksi secara nontunai agar terhindar dari fraud dan kasus-kasus kejahatan di bidang sistem pembayaran. Kegiatan bertujuan meningkatkan pemahaman dan kepedulian (awareness) bagi stakeholders dalam melakukan transaksi, khususnya dengan menggunakan instrumen nontunai. Kinerja Bank Indonesia terkait perlindungan konsumen di bidang sistem pembayaran dilakukan melalui pelaksanaan survei tingkat keyakinan. Selama 2016, hasil survei kepada konsumen yang tersebar di seluruh Indonesia menunjukkan tingkat keyakinan yang meningkat terhadap perlindungan konsumen untuk alat pembayaran nontunai dan transfer dana. Indeks keyakinan perlindungan konsumen SP meningkat dari 4,8 (skala 1-6) di tahun 2015 menjadi 5,1 (skala 1-6) di tahun 2016. Infografis Indeks Keyakinan Perlindungan Konsumen Survei Keyakinan Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran 5,1 Skala 1-6 4,8 Konsumen sudah merasa yakin dengan perlindungan konsumen Sistem Pembayaran yang dilaksanakan oleh BI, tercermin dari tingginya Indeks Tingkat Keyakinan Perlidungan Konsumen SP. Indek keyakinan perlindungan konsumen SP meningkat dari 4,8 (skala 1-6) di tahun 2015 menjadi 5,1 (skala 1-6) di tahun 2016. 2015 2016 APMK APMK & Transfer Dana Menjadi IKU BI-wide Survei oleh Surveyor Independen Responden masyarakat umum, tersebar di seluruh Indonesia Feedback dari masyarakat ke BI Sebagai bagian dari komitmen, Bank Indonesia berpartisipasi dalam menyusun strategi Nasional Perlindungan Konsumen bekerja sama dengan Kementerian dan Lembaga terkait. Hal tersebut merupakan kontribusi Bank Indonesia terkait dengan sektor transaksi perdagangan menggunakan sistem elektronik (e-commerce), terutama dalam aspek instrumen pembayaran nontunai dan transfer dana. Instrumen tersebut antara lain kartu kredit, kartu debit, kartu ATM, uang elektronik, internet banking, dan mobile banking. Hal ini juga merupakan kontribusi Bank Indonesia terkait sektor jasa keuangan (perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan) yaitu layanan pengaduan konsumen secara online terkait alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) oleh pelaku usaha. 52 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.11. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp612,5 triliun, meningkat sebesar Rp49,3 triliun atau 8,8% (qtq) dibandingkan posisi akhir triwulan sebelumnya yang mencapai Rp563,2 triliun. Meningkatnya posisi UYD tersebut seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal perbankan/masyarakat selama periode Natal dan liburan akhir tahun 2016 (seasonal factor). Secara tahunan, posisi UYD pada periode laporan tumbuh 4,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp586,8 triliun (Grafik 2.57). Peningkatan UYD tersebut sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional yang tetap tumbuh positif. Peran uang kartal dalam aktivitas perekonomian domestik masih cukup tinggi yang tercermin pada rasio UYD terhadap produk domestik bruto (PDB). Dalam beberapa tahun terakhir, rasio UYD terhadap PDB nominal relatif stabil dengan rata-rata mencapai 5,1%. Peran uang kartal terhadap perekonomian juga terlihat pada rasio UYD terhadap konsumsi rumah tangga (RT) nominal. Pada 2016, rasio UYD terhadap konsumsi RT mencapai 8,7% atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 9,1%, seiring pertumbuhan konsumsi RT yang mengalami perlambatan (Grafik 2.58). Triliun Rp 700 500 400 300 200 100 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2013 % % ∆UYD UYD % ∆UYD qtq (rhs) % ∆UYD yoy (rhs) 600 2014 2015 Peningkatan UYD pada triwulan IV-2016 didorong kebutuhan uang tunai pada periode natal dan liburan akhir tahun. Pada 2016, peningkatan UYD sejalan dengan pertumbuhan perekonomian nasional. 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% 10 9 8 7 UYD/PDB Nominal (%) 6 UYD/Konsumsi RT Nominal (%) 5 4 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2016 Grafik 2.57 Uang Kartal yang Diedarkan Grafik 2.58 Rasio UYD terhadap PDB dan Konsumsi Rumah Tangga Selain itu, peran uang kartal dalam kegiatan transaksi perekonomian juga masih cukup signifikan. Hal ini terlihat dari pangsa UYD terhadap uang beredar, baik dalam arti sempit (M1) maupun dalam arti luas (M2), yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan relatif stabil (Grafik 2.59 dan 2.60). Triliun Rp Triliun Rp % % 1.400,0 60,0 6.000,0 14,0 1.200,0 50,0 5.000,0 12,0 40,0 4.000,0 30,0 3.000,0 20,0 2.000,0 10,0 1.000,0 1.000,0 800,0 600,0 400,0 UYD M1 Rata-rata UYD/M1 (skala kanan) 200,0 - - 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 2.59 Perbandingan UYD terhadap M1 (uang beredar dalam arti sempit) - 10,0 8,0 6,0 UYD M2 Rata-rata UYD/M2 (skala kanan) 4,0 2,0 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 2012 2013 2014 2015 - 2016 Grafik 2.60 Perbandingan UYD terhadap M2 (uang beredar dalam arti luas) Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 53 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (currency outside banks/ CoB) tercatat sebesar Rp508,4 triliun dengan pangsa 82,9% dari total UYD, sedangkan persediaan kas di perbankan (cash in vault/CiV) sebesar Rp104,5 triliun dengan pangsa 17,1% dari total UYD (Tabel 2.12). Jumlah CoB dan CiV tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 8,2% dan 11,6% dari sebelumnya yang tercatat masing-masing sebesar Rp469,5 triliun dan Rp93,7 triliun. Hal ini disebabkan oleh faktor seasonal selama periode hari Raya Natal dan libur akhir tahun 2016. Tabel 2.12 Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan Periode 2014 2015 2016 Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Nominal (Triliun Rp) Masyarakat Bank 78,0 370,4 70,9 394,0 78,8 395,2 109,3 419,3 80,6 382,0 96,9 409,7 89,4 428,9 117,2 469,5 88,3 420,2 130,7 511,3 93,7 469,5 104,5 508,0 Jumlah 448,4 464,9 474,0 528,5 462,6 506,6 518,3 586,8 508,5 642,0 563,2 612,5 Pangsa Masyarakat Bank 17,4% 82,6% 15,2% 84,8% 16,6% 83,4% 20,7% 79,3% 17,4% 82,6% 19,1% 80,9% 17,3% 82,7% 20,0% 80,0% 17,4% 82,6% 20,4% 79,6% 16,6% 83,4% 17,1% 82,9% Pertumbuhan qtq Masyarakat Bank -7,8% -20,5% 6,4% -9,1% 0,3% 11,2% 6,1% 38,7% -8,9% -26,2% 7,3% 20,2% 4,7% -7,7% 9,5% 31,1% -10,5% -24,6% 48,0% 21,7% -28,3% -8,2% 11,6% 8,2% Peningkatan UYD selama triwulan IV-2016 juga terkonfirmasi dari aliran bersih (net outflow) uang Rupiah dari Bank Indonesia ke perbankan sebesar Rp49,4 triliun. Pada triwulan laporan, outflow tercatat sebesar Rp166,5 trilun, sedangkan inflow dari perbankan tercatat sebesar Rp117,2 triliun. Sepanjang 2016, jumlah outflow yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia mencapai Rp610,4 triliun atau meningkat 7,8% dibandingkan dengan 2015 yang mencapai Rp566,3 triliun. Sementara itu, jumlah inflow yang masuk ke Bank Indonesia meningkat sebesar 14,7% yakni dari Rp509,8 triliun pada 2015 menjadi Rp584,6 triliun pada 2016. Untuk meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat (clean money policy), Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) untuk digantikan dengan uang layak edar (ULE). Selama periode laporan, jumlah pemusnahan UTLE sebesar Rp48,9 triliun yang seluruhnya merupakan uang kertas (Tabel 2.13). Jumlah pemusnahan UTLE pada periode laporan tercatat sebesar Rp48,9 triliun, lebih rendah 10,4% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp54,5 triliun. Hal ini seiring dengan jumlah inflow yang menurun sebesar 40,8% pada triwulan IV-2016. Lebih lanjut, rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow pada triwulan laporan mencapai 41,7%, lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 27,5%. Selama 2016, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang Rupiah kertas sebanyak 6,9 miliar bilyet, senilai Rp210,5 triliun. Jumlah tersebut meningkat masing-masing sebesar 16,2% dan 31,4% dibandingkan pemusnahan 2015 yakni sebanyak 5,9 miliar bilyet, senilai Rp160,3 triliun. Pada 2016, tidak terdapat pemusnahan uang logam tidak layak edar, sedangkan pada 2015 terdapat pemusnahan uang logam tidak layak edar sebanyak 49,0 juta keping. Secara keseluruhan, meningkatnya pemusnahan UTLE merupakan bagian dari upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang Rupiah yang beredar di masyarakat (clean money policy). 54 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Tabel 2.13 Indikator Pengedaran Uang Indikator Utama Posisi UYD akhir periode (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Outflow (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Inflow (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Nominal (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Rasio Pemusnahan thd Inflow Lembar (miliar) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Q-I 462,6 -12,5% 3,2% 75,0 -51,0% -6,6% 140,9 43,0% 6,4% 40,9 33,3% 43,1% 29,0% 1,5 2,3% 18,3% 2015 Q-II 506,6 9,5% 9,0% 148,1 97,5% 31,8% 104,2 -26,1% 8,6% 33,4 -18,3% 45,1% 32,1% 1,2 -21,9% 13,9% Q-III 518,3 2,3% 9,4% 176,8 19,4% 6,3% 165,6 59,0% 5,3% Q-IV 586,8 13,2% 11,0% 166,3 -5,9% 8,7% 99,1 -40,1% 0,6% Q-I 508,5 -13,3% 9,9% 84,1 -49,4% 12,1% 162,4 63,8% 15,2% 41,9 25,3% 43,7% 25,3% 1,5 27,3% 15,8% 44,0 5,0% 43,6% 44,4% 1,7 10,0% 11,8% 57,2 29,9% 39,8% 35,2% 1,8 8,5% 18,5% 2016 Q-II 642,0 26,2% 26,7% 240,3 185,8% 62,2% 107,0 -34,1% 2,7% 49,9 -12,7% 49,3% 46,7% 1,5 -19,3% 22,5% Q-III 563,2 -12,3% 8,7% 119,5 -50,3% -32,4% 198,1 85,2% 19,6% Q-IV 612,5 8,8% 4,4% 166,5 39,4% 0,1% 117,2 -40,8% 18,2% 54,5 9,3% 30,2% 27,5% 1,9 25,4% 20,7% 48,9 -10,4% 11,1% 41,7% 1,7 -7,0% 2,0% Pada akhir triwulan IV-2016, persediaan uang Rupiah di Bank Indonesia tetap terjaga. Kondisi ini tercermin dari kemampuan Bank Indonesia untuk menjaga pemenuhan kebutuhan uang kartal oleh perbankan dan masyarakat untuk jangka waktu 4,1 bulan ke depan. Jumlah temuan uang Rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan, masyarakat dan Kepolisian RI ke Bank Indonesia selama triwulan IV-2016 tercatat sebesar 42.321 lembar, lebih rendah dibandingkan triwulan III-2016 yang tercatat sebesar 52.818 lembar. Komposisi pecahan uang Rupiah palsu tertinggi adalah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 masingmasing sebesar 19.649 lembar (pangsa 46,4%) dan 19.555 lembar (pangsa 46,2%). Dengan perkembangan tersebut, rasio temuan uang Rupiah palsu selama 2016 (sampai dengan akhir triwulan IV) adalah 13 lembar uang palsu per satu juta lembar uang yang diedarkan (Grafik 2.61) atau lebih rendah dibandingkan rasio temuan uang Rupiah palsu selama 2015 yang mencapai 21 lembar uang palsu per satu juta lembar uang yang diedarkan. Penurunan temuan uang palsu ini merupakan hasil dari gencarnya sosialisasi oleh Bank Indonesia guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaporkan temuan uang palsu, pemasok, pemodal, dan pengedar ke aparat yang berwenang. Lembar 180.000 160.000 140.000 120.000 Rasio (%) Rp 20.000 kebawah Rp 50.000 Rp 100.000 Rasio per 1 juta lembar UYD (skala kanan) 25 21 100.000 80.000 11 60.000 20 13 15 10 9 40.000 5 20.000 - Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2013 2014 2015 - 2016 Grafik 2.61 Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 55 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, stabilitas makroekonomi Indonesia pada triwulan IV-2016 maupun sepanjang 2016, tetap terjaga. Hal itu tercermin pada inflasi yang rendah, penurunan defisit ransaksi berjalan, dan nilai tukar rupiah yang stabil. Bank Indonesia meyakini pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik. Respons kebijakan moneter selama 2016 berdampak positif terhadap suku bunga perbankan. Selama 2016, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan pasar keuangan. Secara umum, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengedaran uang Rupiah berjalan dengan baik, aman, dan lancar. RINGKASAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA TRIWULAN IV-2016 dan Tahun 2016 1. Menjelang akhir 2016, posisi instrumen operasi moneter meningkat 15,95% dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi Rp315,01 triliun. Posisi tersebut seiring dengan meningkatnya kebutuhan akhir tahun dan adanya setoran kepada pemerintah terkait tax amnesty. 2. Sepanjang triwulan IV-2016, pergerakan nilai tukar rupiah cenderung melemah dibanding kondisi akhir triwulan sebelumnya karena tertekan dinamika Pemilihan Presiden AS, rencana kenaikan Fed Fund Rate, dinamika Brexit, dan perkembangan perekonomian Tiongkok. 3. Bank Indonesia menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia di Surabaya. 4. Selama 2016, total realisasi penarikan ULN Pemerintah tercatat sebesar 13,28 miliar dolar AS, sedangkan total realisasi pembayaran ULN tercatat sebesar 9,05 miliar dolar AS. 5. Nilai devisa hasil ekspor (DHE) yang diterima bank devisa dalam negeri selama 2016 turun menjadi sebesar 108,7 miliar dolar AS. 6. Bank Indonesia melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance Sheet (FABS) dalam bentuk posisi neraca dan transaksi keuangan seluruh sektor institusi. 7. Pada akhir 2016, Bank Indonesia melakukan reorganisasi operasional giro wajib minimum kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI). 8.Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menandatangani nota kesepahaman tentang koordinasi dan kerjasama dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang kedua lembaga. 9. Bank Indonesia kembali menyelenggarakan kegiatan shari’a economic forum dan talkshow untuk memberikan pemahaman kepada stakeholders. 10.Bank Indonesia telah merampungkan kajian pendukung pengaturan untuk NCD Syariah sebagai tindak lanjut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). 11.Bank Indonesia telah melaksanakan proyek percontohan (pilot project) hilirisasi untuk komoditas bawang merah di Brebes dan komoditas cabai merah di Kabupaten Sinjai. 12.Bank Indonesia mewajibkan bank umum untuk memenuhi target rasio kredit UMKM dibanding total kredit secara bertahap, yaitu 10% pada 2016, 15% (2017), dan 20% (2018). 13.Untuk memperkuat infrastruktur pasar uang, Bank Indonesia menyempurnakan sistem transaksi dan pelaporan, antara lain pengembangan electronic trading platform (ETP). 14.Hingga akhir 2016, jumlah pelapor dalam Sistem Informasi Debitur (SID) adalah 117 bank umum, 1.463 BPR, dan 37 (LKNB), dengan 95,82 juta debitur. 15.Per Desember 2016, terdapat 62 (enam puluh dua) wilayah Kas Titipan dengan jumlah peserta 510 (lima ratus sepuluh) kantor bank peserta. 16.Untuk memperluas penggunaan CeBM bagi setelmen dana transaksi surat berharga di pasar modal, Bank Indonesia senantiasa berkoordinasi dengan OJK dan SRO di pasar modal. 17.Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan Bilyet Giro untuk menegaskan kedudukan bilyet, memperjelas hak dan kewajiban para pihak, serta penerapan standar keamanan minimum. 18.Di berbagai forum internasional, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global serta meningkatkan resiliensi ekonomi dan sistem keuangan. BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Stabilitas Moneter Pada akhir 2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga dengan baik. Hal itu tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil. Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, Bank Indonesia mengganti BI Rate dengan menggunakan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebagai suku bunga kebijakan terhitung mulai 19 Agustus 2016. Bank Indonesia juga melakukan pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan BI 7-day RR Rate. Pelonggaran ini diharapkan dapat memperkuat upaya untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Selain itu, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah dalam mendorong percepatan implementasi reformasi struktural dan menyiapkan langkah kebijakan agar implementasi UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dapat berdampak optimal bagi perekonomian nasional. Berbagai langkah strategis hingga akhir 2016 tersebut berdampak pada masih tetap terjaganya stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan efektivitas kebijakan moneter berikut ini. Indikator Kinerja Utama (IKU) 1.Inflasi inti (performance) Realisasi inflasi (IHK) (monitoring) Target Pencapaian Akhir 2016 4,0 ± 1% 4,0 ± 1% 3,23% 3,02% IHK pada Desember 2016 mengalami inflasi sebesar 0,47% (mtm) atau 3,02%(yoy), masih berada dalam sasaran target inflasi. 2.Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD Angka Tertentu 8,52% Pergerakan volatilitas nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2016 masih dapat terjaga di bawah target maksimal. Hal ini sejalan dengan penguatan rupiah sebesar 0,59% ke level Rp13.470 per dolar AS. 3.1.1. Kebijakan Moneter Respons kebijakan Bank Indonesia pada 2016 tetap diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju ke sasarannya dan menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sehat. 58 Di tengah berlanjutnya ketidakpastian global, kebijakan Bank Indonesia pada 2016 difokuskan pada upaya mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Upaya tersebut dilakukan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Secara konsisten, kebijakan moneter Bank Indonesia diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sehat, melalui penguatan strategi operasi moneter dan kebijakan nilai tukar serta pendalaman pasar keuangan. Sepanjang 2016, kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut: Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia a. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia secara gradual menurunkan BI Rate sebesar 75 bps dari 7,5% pada Desember 2015 menjadi 6,75% pada Maret 2016. Penurunan BI Rate ini diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility, masingmasing dari 5,50% dan 8,00% pada Desember 2015 menjadi 4,75% dan 7,25% pada Maret 2016. Keputusan ini sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terbuka dan terjaganya stabilitas makroekonomi. Hal itu terutama dengan menurunnya tekanan inflasi pada 2016 dan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global pasca kenaikan FFR pada Desember 2015. b. Bank Indonesia juga memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 1%, dari 7,50% ke level 6,5%, berlaku efektif sejak 16 Maret 2016. Pelonggaran ini merupakan bagian dari pelonggaran kebijakan moneter yang diputuskan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Februari 2016. Pelonggaran ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas dan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi. c. Pada 15 April 2016, Bank Indonesia mengumumkan rencana reformulasi suku bunga kebijakan, dari BI Rate menjadi BI 7-day RR Rate. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Penguatan operasi moneter ini tidak mengubah posisi (stance) kebijakan moneter yang sedang diterapkan. Perubahan suku bunga kebijakan ini berlaku efektif pada 19 Agustus 2016. Dalam masa transisi sampai dengan sebelum 19 Agustus 2016, Bank Indonesia tetap menggunakan BI Rate sebagai suku bunga kebijakan dan secara bersamaan mengumumkan BI 7-day RR Rate sebagai bagian dari suku bunga operasi moneter (term structure). Penguatan kerangka operasi moneter tersebut memiliki tiga tujuan utama. Pertama, memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse) Repo Rate 7 hari sebagai acuan utama di pasar keuangan. Kedua, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Untuk itu, penguatan operasi moneter akan disertai dengan langkah-langkah untuk percepatan pendalaman pasar uang. d.Sejalan dengan penguatan kerangka operasi moneter tersebut, Bank Indonesia mempercepat pelaksanaan program pendalaman pasar keuangan. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain mencakup tiga aspek. Pertama, memperkuat peran suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) bagi terbentuknya struktur suku bunga di pasar uang untuk tenor dari overnight sampai dengan 12 bulan. Kedua, mempercepat transaksi Repo dengan mendorong bank-bank berpartisipasi ke dalam General Master Repo Agreement (GMRA). Ketiga, mengurangi segmentasi dan meningkatkan kapasitas transaksi pasar uang dengan mendorong perbankan untuk lebih membuka akses counterparty. e. Pada periode April hingga Mei 2016, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75% dan Lending Facility sebesar 7,25%. BI Rate tersebut setara dengan suku bunga operasi moneter tenor 12 bulan. Mengacu pada rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang diumumkan pada 15 April 2016, Bank Indonesia juga menetapkan BI 7-day RR Rate sebesar 5,5%. Keputusan ini sejalan dengan upaya pencapaian inflasi 2016 sebesar 4±1% dengan tetap konsisten pada upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik, di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga berjalan semakin baik, demikian pula persiapan implementasi reformulasi suku bunga acuan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 59 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia f. Pada Juni 2016, Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menetapkan BI 7-day RR Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25%. Dalam rangka bauran kebijakan, Bank Indonesia juga menetapkan pelonggaran kebijakan makroprudensial dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yakni melalui relaksasi ketentuan terkait Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV). Untuk mendorong kredit perbankan, Bank Indonesia menaikkan batas bawah Loan to Funding Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%, dengan batas atas tetap sebesar 92%. Penetapan bauran kebijakan tersebut diarahkan untuk semakin memperkuat upaya meningkatkan permintaan domestik. Peningkatan permintaan domestik itu untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global. Bank Indonesia meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial akan memperkuat kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui penguatan stimulus pertumbuhan dan percepatan implementasi reformasi struktural. g. Pada Juli 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50% dan Lending Facility sebesar 7,00%. Bank Indonesia juga memutuskan BI 7-day RR Rate tetap sebesar 5,25%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 2016 sebesar 4±1% dan tetap konsisten dengan upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik, di tengah ekonomi global yang diperkirakan tumbuh lebih lambat sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasca-referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). h. Sejak 19 Agustus 2016, Bank Indonesia menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI Rate. Bank Indonesia juga menjaga koridor suku bunga yang simetris dan lebih sempit, yaitu batas bawah koridor (Deposit Facility Rate) dan batas atas koridor (Lending Facility Rate) berada masing-masing 75 bps di bawah dan di atas BI 7-Day RR Rate. Pada Agustus 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day RR Rate sebesar 5,25%, dengan Suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50% dan Lending Facility diturunkan sebesar 100 bps dari 7,00% menjadi sebesar 6,00%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap memelihara momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah masih melemahnya pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia memandang bahwa dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi yang terkendali pada kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan yang membaik, dan nilai tukar yang relatif stabil, maka ruang bagi pelonggaran moneter masih terbuka. i. Pada September dan Oktober 2016, Bank Indonesia secara berturut-turut memutuskan penurunan BI 7-day RR Rate masing-masing sebesar 25bps. Pada September 2016, BI 7-day RR Rate ditetapkan turun dari 5,25% menjadi 5,00%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,25% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Pada Oktober 2016, BI 7-day RR Rate kembali turun menjadi 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,00% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 5,50%. 60 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter tersebut sejalan dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi 2016 yang diperkirakan mendekati batas bawah kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan yang lebih baik dari perkiraan, surplus neraca pembayaran yang lebih besar, dan nilai tukar yang relatif stabil. Di tengah masih lemahnya perekonomian global, pelonggaran kebijakan moneter tersebut diyakini semakin memperkuat upaya untuk mendorong permintaan domestik, termasuk permintaan kredit, sehingga dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi j. Pada November dan Desember 2016, Bank Indonesia secara berturut-turut mempertahankan BI 7-day RR Rate tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,00% dan Lending Facility tetap sebesar 5,50%. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya mengoptimalkan pemulihan ekonomi domestik dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Bank Indonesia memandang pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik. k. Di sisi nilai tukar, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sampai dengan 30 Desember 2016, nilai tukar rupiah secara point to point menguat sebesar 2,32% (ytd) ke level Rp13.473,00/dolar AS dari Rp13.785,00/ dolar AS pada akhir 2015. BOKS Akuntabilitas Pencapaian Inflasi 2016 Inflasi IHK tahun 2016 terkendali dan berada dalam kisaran sasaran inflasi (4+1%). Inflasi 2016 tercatat sebesar 3,02% (yoy), terendah sejak tahun 2010. Dengan pencapaian tersebut, realisasi inflasi IHK kembali berada dalam rentang sasaran inflasi sebagaimana di tahun 2015 (Grafik 1). Rendahnya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi inti, minimalnya inflasi administered prices (AP), dan cukup terkendalinya inflasi volatile food (VF). Capaian tersebut tidak terlepas dari konsistensi kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas makroekonomi yang disertai dengan semakin solidnya koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi. Permintaan domestik yang terkelola, tekanan eksternal yang masih minimal serta ekspektasi inflasi yang menurun mendukung terkendalinya inflasi inti. Inflasi yang rendah juga turut dipengaruhi oleh minimalnya inflasi administered price (AP) karena penurunan harga beberapa komoditas energi strategis seperti BBM dan LPG. Sementara itu, inflasi volatile food (VF) cukup terkendali di tengah gejala La Nina dengan dukungan kebijakan Pemerintah di bidang pangan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 61 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia % (yoy) 18 16 14 17,11 Kenaikan BBM > 200% 12 10 8 6 4 2 8 6 6,60 Realisasi Inflasi Sasaran Inflasi Kenaikan BBM Kenaikan BBM 28%, Kelangkaan 44%, gangguan LPG iklim Kenaikan 11,06 & pembatasan bensin 31%, Penurunan impor hortikultura solar 36%, TTL harga La Nina 8,38 8,36 BBM dan Moderat Komoditas 6,96 Pasokan 6,59 global melimpah 6 5 4,5 4 4 5 5 4,3 4,5 4,5 4,5 3,79 2,78 3,35 3,02 4 3,5 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Sumber: BPS, diolah Grafik 1 Pencapaian Sasaran Inflasi Inflasi inti yang rendah di tahun 2016 dipengaruhi oleh masih terbatasnya tekanan permintaan domestik, minimalnya tekanan biaya input (cost push), dan menurunnya ekspektasi inflasi. Inflasi inti tercatat sebesar 3,07% (yoy), menurun dari tahun 2015 yang sebesar 3,95% (yoy). Pemulihan pertumbuhan ekonomi yang masih terbatas berimbas pada minimalnya tekanan permintaan domestik. Selain itu, masih lemahnya tekanan eksternal seiring dengan harga komoditas global yang masih cukup rendah dan nilai tukar yang menguat berimbas pada rendahnya tekanan cost push. Potensi kenaikan biaya input yang muncul dari domestik seiring dengan kenaikan harga komoditas VF juga tidak ditransmisikan sepenuhnya ke kelompok inti food. Kondisi ini mengindikasikan pelaku usaha lebih memilih untuk melakukan efisiensi dibandingkan melakukan penyesuaian harga ditengah permintaan yang belum sepenuhnya pulih. Selain itu, konsistensi kebijakan Bank Indonesia yang ditempuh dalam menjaga stabilitas makroekonomi mendukung terkendalinya ekspektasi inflasi di sepanjang tahun 2016. Konsistensi kebijakan Bank Indonesia yang ditempuh dalam menjaga stabilitas makroekonomi mendukung terkendalinya inflasi 2016. Konsistensi kebijakan Bank Indonesia ini tercermin dari pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2015 sehingga dapat menjangkar ekspektasi inflasi masyarakat di tahun 2016. Lebih lanjut, ekspektasi inflasi dalam jangka menengah juga terindikasi semakin terjangkar pada sasaran inflasi sebagaimana tercermin dari ekspektasi inflasi pada survei Consensus Forecast (CF) yang menunjukkan tren penurunan. Selain itu, nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2016 yang secara umum bergerak dalam tren menguat dengan volatilitas nilai tukar rupiah yang terjaga turut berkontribusi pada terjaganya ekspektasi masyarakat. Di samping itu, koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dan pemerintah juga mampu meyakinkan masyarakat bahwa inflasi ke depan akan terkendali sehingga berdampak positif pada terjaganya ekspektasi inflasi pelaku usaha (Diagram 1). 62 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Keterbatasan Pasokan Kenaikan inflasi cabai merah, bawang merah, dan bawang putih. Cost Push Tekanan Domestik Melemah Permintaan Domestik lemah. Ekspentasi inflasi menurun. Tekanan Eksternal Moderat Nilai tukar menguat. Harga minyak turun. Pelemahan ekonomi global. Harga komonditas global rendah Inti Melambat 3,07% (yoy) Volatile Food Meningkat 5,92% (yoy) IHK 3,02% (yoy) Administered Prices Melambat 0,21% (yoy) Reformasi Subsidi Energi dan Penundaan Kebijakan AP Nilai tukar menguat & harga minyak turun menyebabkan harga BBM turun & inflasi TTL melambat Inflasi IHK 2016 melambat dibandingkan tahun 2015 Kebijakan Bank Indonesia 1. Memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi penawaran 2. Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah 3. Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter (BI 7 day RR Rate) dan memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah 4. Memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaa valas. 5. Langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang. Koordinasi Pengendalian Inflasi dengan Pemerintah (Pusat dan Daeah) dalam TP/TPID Kebijakan Pemerintah ( Tingkat Pusat dan Daerah) 1. Keterjangkauan Harga 2. Ketersediaan Pasokan. 3. Kelancaran Distribusi 4. Komunikasi yang Efektif. Sumber: BPS, dan Bank Indonesia, diolah. Diagram 1 Inflasi 2016 dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sementara itu, inflasi kelompok AP pada tahun 2016 tercatat rendah terutama dipengaruhi oleh tren penurunan harga minyak dunia dan penguatan rupiah. Realisasi inflasi AP tercatat sebesar 0,21% (yoy), menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 0,39% (yoy). Tren penurunan harga minyak dunia dan penguatan rupiah membuka ruang bagi pemerintah untuk menurunan harga bahan bakar minyak BBM terutama pada paruh pertama 2016. Hal ini diikuti dengan penurunan tarif angkutan umum serta batas atas dan batas bawah tarif angkutan udara. Harga bahan bakar khusus non subsidi dan harga LPG tabung 12 kg juga mengalami penurunan pada tahun 2016. Lebih lanjut, tarif listrik mengalami perlambatan inflasi seiring apresiasi nilai tukar rupiah, turunnya harga minyak, dan terjaganya inflasi bulanan. Rendahnya inflasi AP turut dipengaruhi oleh ditundanya pelaksanaan kebijakan subsidi tepat sasaran untuk pelanggan listrik daya 900 VA dan kenaikan harga LPG tabung 3 kg serta dipertahankannya harga BBM sepanjang periode Juli-Desember 2016. Tekanan inflasi VF pada 2016 tetap terkendali, meski sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok VF tercatat mengalami inflasi sebesar 5,92% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 4,84% (yoy). Realisasi inflasi VF di tahun 2016 tersebut masih lebih rendah dibandingkan historisnya yang mencapai 6%-8%. Komoditas utama yang menyumbang kenaikan inflasi VF pada tahun 2016 adalah komoditas cabai merah, bawang merah, dan bawang putih. Hal ini dipicu oleh permasalahan pasokan akibat curah hujan yang tinggi dan adanya virus di sejumlah sentra produksi. Masih terbatasnya instrumen stabilisasi harga menyebabkan inflasi komoditas tersebut meningkat signifikan di tahun 2016. Namun, kenaikan inflasi VF lebih lanjut tertahan oleh membaiknya harga komoditas lain khususnya beras, Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 63 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia daging ayam ras, telur ayam ras, dan daging sapi. Selain itu, cukup intensifnya upaya pemerintah dalam memperkuat pasokan pangan dapat menahan tekanan kenaikan inflasi VF lebih lanjut. Pemerintah menempuh berbagai kebijakan untuk mendukung kecukupan pasokan pangan domestik. Kebijakan tersebut diantaranya berupa upaya peningkatan produksi beras dalam negeri dan carry over impor beras tahun 2015. Terjaganya pasokan beras berdampak positif pada Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang meningkat sebesar 25% di tahun 2016 sehingga dapat mendukung pelaksanaan Operasi Pasar pada periode yang sama. Selain itu, pasokan daging sapi juga cukup terjaga sepanjang tahun 2016 dengan didukung pasokan dari dalam negeri maupun sumber pasokan luar negeri oleh Bulog. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang menugaskan Bulog untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen. Pemerintah juga terus melanjutkan upaya untuk memperkuat infrastruktur penunjang produksi pertanian seperti bendungan dan irigasi, serta pemberian subsidi pupuk dan benih kepada petani. Di samping itu, Pemerintah juga menempuh beberapa kebijakan yang diarahkan untuk mengatasi permasalahan distribusi dan aksesibilitas pangan antara lain melalui program Gerai Maritim dan Rumah Pangan Kita (RPK). Pencapaian sasaran inflasi tahun 2016 juga didukung oleh semakin solidnya koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, di tingkat pusat dan daerah, terutama melalui forum TPI dan TPID. Pada tahun 2016, TPI dan TPID melanjutkan program yang berfokus pada peningkatan produksi, perbaikan struktur pasar, perbaikan distribusi, penguatan regulasi, dan pengelolaan ekspektasi dan edukasi inflasi. Koordinasi yang baik tersebut tercermin pada inflasi pangan periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) tahun 2016 yang lebih baik dibandingkan historisnya. Upaya stabilisasi harga dilakukan melalui operasi pasar dan pasar murah berbasis komoditi utama inflasi baik di tingkat pusat maupun di daerah, seperti operasi pasar cabai dan daging sapi. TPID juga mendorong kerjasama antar daerah seperti yang dilakukan oleh DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dalam rangka pengendalian pasokan beras dan daging sapi. Selain itu, kegiatan TPID juga berfokus pada peningkatan produksi cabai, budidaya pembibitan masal bawang putih, pengaturan pola tanam cabai, optimalisasi sistem resi gudang, pemberian bantuan biaya ongkos angkutan barang, dan pengembangan akses informasi harga pangan. 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar Selama 2016, Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan dan kestabilan nilai tukar rupiah. 64 Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar, penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter. 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter Sebagai bentuk implementasi kebijakan moneter, Bank Indonesia melakukan pengelolaan moneter dengan mengendalikan pergerakan suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) tenor overnight (o/n) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Hal ini dilakukan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia melalui pelaksanaan operasi moneter (OM) yang terdiri atas Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan Standing Facilities (SF). Pelaksanaan OPT bertujuan untuk mempengaruhi keseimbangan likuiditas yang tersedia di pasar uang yang dilakukan melalui lelang instrumen OPT. Hal ini berdampak pada pergerakan suku bunga PUAB overnight pada kisaran yang diinginkan, sehingga transmisi kebijakan moneter berjalan efektif. Sementara itu, instrumen SF yang terdiri atas deposit facility dan lending facility berperan sebagai instrumen pendukung manajemen likuiditas bagi bank, sehingga pengelolaan likuiditas perbankan dapat dilakukan secara lebih efisien. Suku bunga kedua instrumen SF tersebut membentuk koridor suku bunga yang berperan membatasi pergerakan volatilitas suku bunga sasaran operasional. Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan operasi moneter, pada triwulan laporan, Bank Indonesia melakukan penguatan dan penyempurnaan ketentuan terkait OPT antara lain yang mengatur mengenai: (i) Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter1; serta (ii) Koridor Suku Bunga (Standing Facility).2 Hal ini sejalan dengan reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter Bank Indonesia yakni BI 7-Days Reverse Repo Rate, penyesuaian koridor suku bunga kebijakan (SF), dan aktivasi term deposit. Menjelang akhir 2016, posisi instrumen operasi moneter meningkat 24,48% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya atau 267,30% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp338,18 triliun. Posisi tersebut mengalami peningkatan terutama pada instrumen operasi moneter jangka pendek (tenor ≤ 3 bulan) seperti Deposit Facility (DF), Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (Fasbis), Term Deposit (TD), dan Reverse Repo-Surat Berharga Negara (RR-SBN). Peningkatan posisi operasi moneter jangka pendek tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan likuiditas jangka pendek perbankan yang disebabkan oleh liburan akhir tahun, perayaan hari keagamaan serta penyerapan dana oleh pemerintah dalam rangka tax amnesty maupun kegiatan front loading pembayaran pajak akhir tahun. Pada akhir 2016, Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen moneter sebagai upaya untuk menjaga kecukupan likuiditas perbankan melalui optimalisasi penggunaan instrumen SDBI, SBI/S, dan RR SBN secara lebih fleksibel. Optimalisasi penyerapan melalui instrumen kontraksi tersebut dilakukan dengan mengatur frekuensi penyerapan dan serta penggunaan instrumen SBN sebagai underlying utama instrumen OPT dengan tenor yang lebih panjang (Grafik 3.2). Adanya peningkatan motif menjaga likuiditas jangka pendek oleh perbankan di akhir tahun 2016 mendorong lebih banyaknya OPT Fine Tune (TD 2-6 hari) yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga pergerakan suku bunga PUAB o/n. Pelaksanaan strategi OM tersebut terefleksikan dari perubahan komposisi instrumen OM yakni meningkatnya posisi penempatan dana bank pada instrumen jangka pendek antara lain Deposit Facility (DF), Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (Fasbis), Term Deposit (TD), Reverse Repo-Surat Berharga Negara (RR-SBN), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Foreign Exchange (FX) Swap. Dalam periode laporan, secara qtq DF naik 76,29% menjadi Rp196,8 triliun, Fasbis naik 13,17% menjadi Rp23,92 triliun, RR-SBN naik 0,99% menjadi Rp23,63 triliun, SBIS naik 14,28% menjadi 10,79 triliun, dan FX Swap naik 332,24% menjadi Rp81,70 triliun. Sementara, untuk posisi TD pada triwulan IV-2016 naik menjadi Rp23,17 triliun. 1 2 Surat Edaran Nomor 18/29/DPM tanggal 29 November 2016 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. Surat Edaran Nomor 18/30/DPM tanggal 29 November 2016 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 65 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sejalan dengan kondisi tersebut, perubahan preferensi likuiditas perbankan ke tenor yang lebih pendek juga tercermin pada posisi instrumen OPT dengan tenor menengah panjang yang yaitu Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang mengalami penurunan secara qtq masing-masing sebesar 44,14% dan 12,02% menjadi Rp46,98 triliun dan Rp94,58 triliun (Grafik 3.1). Rp Triliun % 500 400 300 200 100 0 (100) (200) Tw l Tw ll Tw lll Tw lV Tw l Tw ll Tw lll Tw lV Tw l Tw ll Tw lll Tw lV 2014 DF SBIS FASBIS LF 2015 RR SBN FF SDBI Repo 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Tw l Tw ll Tw lll Tw lV Tw l Tw ll Tw lll Tw lV Tw l Tw ll Tw lll Tw lV 2016 2014 SEI FX swap DF FASBIS Grafik 3.1 Outstanding Operasi Moneter-Total 2015 RR SBN SD BI SBI 2016 SBIS Grafik 3.2 Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi Selama triwulan IV-2016, posisi (stance) suku bunga kebijakan moneter yaitu BI 7-day reverse repo rate ditetapkan tidak berubah (Grafik 3.4). Hal ini diikuti oleh stabilnya suku bunga instrumen OPT lainnya. Suku bunga instrumen OPT pada tenor 1 minggu tercatat sebesar 4,75%, 2 minggu sebesar 4,95%, 1 bulan sebesar 5,20%, 3 bulan sebesar 5,60%, 6 bulan sebesar 5,80%, 9 bulan sebesar 5,90% dan 12 bulan sebesar 6,00%. Posisi (Rp Triliun) Selama 2016, Bank Indonesia menjaga tingkat volatilitas nilai tukar, keyakinan pasar, dan pergerakan nilai tukar sesuai dengan tingkat fundamentalnya. 66 8,50% 5,80 5,90 6,00 5,60 7,50% 6,50% 5,20 BI Rate PUAB ON Rate LF Rate 5,50% 4,95 BI7DRR 4,75 4,50% Posisi DF/Fasbis (rhs) 1 mgg 2 mgg 1 bln 3 bln 6 bln 9 bln 12 bln Grafik 3.3 Suku Bunga Hasil OPT Triwulan IV-2016 3,50% DF Rate 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 4-Jan-16 14-Jan-16 26-Jan-16 5-Feb-16 18-Feb-16 1-Mar-16 14-Mar-16 24-Mar-16 6-Apr-16 18-Apr-16 28-Apr-16 12-Mei-16 24-Mei-16 3-Jun-16 15-Jun-16 27-Jun-16 13-Jul-16 25-Jul-16 4-Ags-16 16-Ags-16 29-Ags-16 8-Sep-16 21-Sep-16 3-Okt-16 13-Okt-16 25-Okt-16 4-Nov-16 16-Nov-16 28-Nov-16 8-Des-16 21-Des-16 6,50 6,30 6,10 5,90 5,70 5,50 5,30 5,10 4,90 4,70 4,50 Grafik 3.4 Koridor Suku Bunga 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar Pengelolaan nilai tukar merupakan bagian dari kebijakan moneter yang dilakukan untuk mencapai tujuan Bank Indonesia yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan nilai tukar dilakukan melalui serangkaian manajemen nilai tukar dan pengaturan pasar valuta asing domestik. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sepanjang triwulan IV-2016, pergerakan nilai tukar rupiah cenderung melemah dibanding kondisi akhir triwulan sebelumnya. Secara point-to-point, rupiah mengalami depresiasi sebesar 3% (qtq) atau 423 point dari Rp 13.047/ Dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi Rp13.470/Dolar AS pada triwulan IV-2016 (Grafik 3.5). 15.000 14.500 13.785 14.000 13.470 13.500 13.047 13.000 30-Sep-15 13-Okt-15 27-Okt-15 9-Nov-15 20-Nov-15 3-Des-15 17-Des-15 4-Jan-16 15-Jan-16 28-Jan-16 11-Feb-16 24-Feb-16 8-Mar-16 22-Mar-16 5-Apr-16 18-Apr-16 29-Apr-16 16-Mei-16 27-Mei-16 9-Jun-16 22-Jun-16 12-Jul-16 25-Jul-16 15-Ags-16 19-Ags-16 1-Sep-16 15-Sep-16 28-Sep-16 11-Okt-16 24-Okt-16 4-Nov-16 17-Nov-16 30-Nov-16 14-Des-16 28-Des-16 Pelemahan tersebut dipengaruhi oleh tekanan 12.500 eksternal yaitu dinamika paska-hasil pemilihan Presiden AS di luar ekspektasi pasar, rencana kenaikan Fed Fund Rate, dinamika Brexit, dan perkembangan perekonomian Tiongkok yang Grafik 3.5 dibawah perkiraan. Di sisi lain, pelemahan Pergerakan Nilai Tukar USD/IDR rupiah lebih dalam mampu ditahan oleh sentimen positif terhadap data indikator perekonomian domestik yang membaik. Data perekonomian tersebut adalah surplus neraca perdagangan non-migas, membaiknya harga komoditas ekspor, peningkatan aliran modal masuk, dan terjaganya inflasi pada level yang rendah. Dinamika kondisi perekonomian tersebut menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan pengelolaan nilai tukar yang dilakukan untuk menjaga tingkat volatilitas nilai tukar, keyakinan pasar (market confidence), dan pergerakan nilai tukar rupiah sesuai dengan tingkat fundamentalnya. Meski pergerakan nilai tukar pada triwulan laporan melemah, secara keseluruhan, pergerakan rupiah sepanjang 2016 cenderung menguat dibandingkan akhir 2015, khususnya pada triwulan I dan III-2016. Rupiah mengalami apresiasi sebesar 2% atau 315 point dari Rp13.785/Dolar AS pada triwulan IV-2015 menjadi Rp13470/Dolar AS pada triwulan IV-2016. Penguatan ini sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian domestik. Pada tataran global, beberapa mata uang yang mengalami depresiasi terburuk selama tahun 2016 antara lain Argentine Peso (-18,6%), Turkish Lira (-16,9%), Mexican Peso (-16,1%), Polish Zloty (-6,6%) dan Chinese Renminbi (-6,5%). Sementara mata uang yang mengalami penguatan terbesar dimiliki oleh Brazilian Real (22,0%), Russian Ruble, (20,1%), South African Rand, (13,8%), Colombian Peso, (5,8%) dan Chilean Peso, (5,5%) (Grafik 3.6). Argentine Peso, -18,6 Turkish Lira, -16,9 Mexican Peso, -16,1 Polish Zloty, -6,6 Chinese Renminbi, -6,5 Philippines Peso, -5,1 Malaysian Ringgit, -4,3 Romanian Leu, -3,8 Czech Koruna, -3,6 Bulgarian Lev, -3,5 South Korean Won, -2,9 Indian Rupee, -2,6 Singapore Dollar, -2,3 Hungarian Forint, -1,9 Hong Kong Dollar, -0,1 Thai Bath, 0,8 Paruvian, 1,7 Taiwanese, 2,1 Indonesian Rupiah, 2,3 Chilean Peso, 5,5 Colombian Peso, 5,8 South African Rand, 13,8 Russian Ruble, 20,1 Brazilian Real, 22,0 Depresiasi Apresiasi -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 Sumber : Bloomberg Grafik 3.6 Depresiasi/Apresiasi Nilai Tukar Negara Emerging Terhadap USD Tahun 2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 67 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selain melakukan pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia juga mengambil kebijakan dengan menyelenggarakan transaksi bank kepada Bank Indonesia. Transaksi ini dilakukan melalui skema Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dengan bank sentral dan/ atau otoritas moneter negara lain dan memperluas cakupan mata uang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang tertentu pada pasar valas domestik dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini juga didukung dengan penerbitan ketentuan BCSA3 terkait transaksi bank kepada Bank Indonesia. Sebagai upaya untuk meningkatkan governance, Bank Indonesia juga melakukan penyempurnaan ketentuan internal pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka seiring dengan kegiatan reformulasi suku bunga kebijakan moneter Bank Indonesia dan penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia4. Penyempurnaan itu antara lain berupa penambahan jenis valuta asing, penggunaan kurs tengah, dan pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi. Dengan adanya pengembangan transaksi swap lindung nilai ini, diharapkan dapat memperluas jenis valuta asing yang ditransaksikan sebagai bagian dari upaya pendalaman pasar keuangan Bank Indonesia dan pemerintah melakukan koordinasi sepanjang 2016 untuk memperkuat sinergi pengendalian inflasi dan pengembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dicapai dengan mempercepat transformasi industri manufaktur yang berdaya saing global. 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah Koordinasi dalam rangka Mendorong Transformasi Industri Bank Indonesia secara konsisten terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah Republik Indonesia di tingkat pusat maupun daerah untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dilakukan dengan mempercepat transformasi industri manufaktur demi mewujudkan industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global. Selama 10 tahun terakhir, peran industri manufaktur dalam menopang pertumbuhan ekonomi semakin tergerus, dari semula sekitar 28% menjadi hanya sekitar 20,75% pada triwulan III-2016. Dari sisi ekspor, kontribusi komoditas industri manufaktur semakin menurun. Pangsa produk ekspor lebih didominasi oleh ekspor komoditas sumber daya alam (SDA), terutama dibandingkan periode sebelum 2000-an. Terkait hal ini, Bank Indonesia menginisiasi pertemuan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait, serta Pemerintah Daerah di Surabaya pada 25 November 2016. Pertemuan koordinasi dihadiri Gubernur Bank Indonesia, anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, Gubernur Jawa Timur, beberapa bupati di wilayah Jawa Timur, pejabat tinggi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pejabat Kementerian Perindustrian, dan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pertemuan koordinasi secara khusus membahas strategi yang diperlukan dalam mempercepat transformasi industri manufaktur untuk mewujudkan industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global. 3 4 68 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/8/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI No.15/17/PBI/2013 dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.18/13/DPM perihal Perubahan Kedua atas SEBI No.16/2/DPM tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/7/PBI/2016 tentang Transaksi Bank Kepada Bank Indonesia Dalam Rangka Bilateral Currency Swap Arrangement, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/12/DPM tentang Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga dalam Rupiah Bank kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement, Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/8/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/13/DPM perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pertemuan koordinasi dimaksud menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan terintegrasi dan saling bersinerg, yakni: Pertama, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia melalui perluasan akses pendidikan vokasional dan pengembangan standar kompetensi kerja nasional. Kegiatan ini akan dilalukan melalui pengembangan kerja sama antara akademisi, pelaku bisnis, danpemerintah. Kegiatan lainnya berupa sertifikasi tenaga kerja industri, pembangunan sekolah-sekolah vokasi yang spesifik di kawasan industri (KI), dan memfasilitasi SMK yang telah ada untuk bekerja sama dengan industri. Kedua, penyempurnaan dan penataan regulasi terkait ketenagakerjaan, khususnya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penyempurnaan itu dilakukan dengan menghilangkan pasal-pasal yang dianggap kaku dan mengharmonisasikan dengan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, untuk memberikan keseimbangan antara penciptaan lapangan kerja dan perlindungan tenaga kerja. Ketiga, pengembangan sektor industri padat tenaga kerja dan berorientasi ekspor, serta pengembangan industri berbasis SDA (hilirisasi). Pemerintah akan mendorong pertumbuhan beberapa sektor industri, antara lain industri berbasis agro (seperti minyak sawit di Sei Mangkei, green diesel di Dumai, minyak goreng di Bontang), industri berbasis mineral logam (seperti besi beton di Batulicin, baja berbasis pasir besi di Kulon Progo, dan stainless steel di Morowali), industri berbasis migas dan batu bara (seperti methanol di Muara Enim), serta pengembangan sentra industri kecil dan menengah (IKM) di daerah. Keempat, penyediaan pasokan energi, termasuk percepatan pembangunan proyek pembangkit tenaga listrik 35.000 megawatt, terutama di daerah-daerah yang mengalami defisit listrik. Selain itu, pemerintah akan menjajaki kemungkinan penyesuaian harga energi yang mendorong daya saing industri, termasuk upaya mengurangi harga gas, antara lain dengan memperpendek jalur distribusi penjualan gas. Kelima, pembatalan peraturan daerah (perda) yang menghambat pengembangan investasi dan industri di daerah. Proses pembatalan perda akan melibatkan kepala daerah dan DPRD, dan pemerintah pusat. Keenam, pengembangan kerjasama antardaerah melalui pendirian perwakilan dagang untuk mendorong berkembangnya lalu lintas perdagangan antardaerah. Pemerintah jufa akan mengembangkan perwakilan dagang di negara mitra untuk mendorong perluasan akses pasar. Ketujuh, penyediaan paket insentif investasi oleh pemerintah daerah (pemda) yang disesuaikan dengan karakteristik daerah untuk mendorong berkembangnya investasi. Paket insentif ini akan didukung percepatan penyediaan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan investor dan perluasan akses permodalan. Ke depan, peserta rakor berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi kebijakan. Komitmen bersama itu untuk mempercepat transformasi industri manufaktur sehingga dapat mendorong industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global. Pertemuan Tahunan Bank Indonesia: “Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi” DBank Indonesia secara berkala melakukan pertemuan tahunan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam rangka mengevaluasi capaian perekonomian dan kebijakan yang telah ditempuh serta prospek dan arah kebijakan ke depan. Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di tahun 2016 mengambil tema “Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 69 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Resiliensi”. Pertemuan ini dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, pimpinan lembaga negara, menteri kabinet kerja, pimpinan lembaga pemerintah, pimpinan DPR-RI, para kepala daerah, pimpinan perbankan dan korporasi non-bank, akademisi, pengamat ekonomi, dan perwakilan sejumlah lembaga internasional. Pada pertemuan tahunan tersebut, Presiden Republik Indonesia menyampaikan optimismenya terhadap perekonomian Indonesia ke depan. Dibandingkan negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada posisi yang sangat baik. Selain itu, indikator perekonomian lain, seperti inflasi dan defisit transaksi berjalan berada pada tingkat yang terkendali. Meski demikian, masih terdapat tantangan perekonomian, baik dari eksternal maupun domestik yang harus dilalui dengan optimisme. Presiden RI mengangkat tiga hal yang perlu dibenahi. Pertama, pemberantasan korupsi dan pungutan liar. Kedua, inefisiensi birokrasi. Ketiga, ketertinggalan infrastruktur. Untuk menjawab tiga tantangan itu, pemerintah menggulirkan program-program deregulasi. Apabila ketiga hal itut dapat diselesaikan maka Indonesia akan memiliki sebuah fondasi kuat untuk tinggal landas menuju tingkat yang lebih baik. Dalam sudut pandang Bank Indonesia, terdapat tiga potensi yang perlu dioptimalkan untuk mendorong daya tahan perekonomian Indonesia. Aspek pertama adalah kepercayaan dan keyakinan yang tinggi dari pelaku ekonomi terhadap pemerintah. Kedua, sumber pembiayaan ekonomi yang besar. Ketiga, pengembangan teknologi digital yang pesat dalam mendukung kegiatan ekonomi. Seluruh potensi itu dapat memperkuat dan menggandakan manfaat dari potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia yang sudah lebih dulu dikelola dan telah dijadikan prioritas. Bank Indonesia memandang bahwa kepercayaan pelaku ekonomi terhadap pemerintah akan terbangun lebih kuat apabila pihak-pihak terkait terus menjaga kedisiplinan dalam mengelola kebijakan fiskal dan moneter, serta terus menjaga konsistensi kebijakan reformasi struktural. Dari sisi sumber pembiayaan, program pengampunan pajak menjadi momentum yang kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sekaligus menjadi modal penting untuk memperluas ruang fiskal secara sehat. Di sisi lain, perkembangan ekonomi digital yang pesat dan sehat sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi digital yang lebih merata, seperti pada aktivitas e-commerce dan financial technology. Saat ini, perekonomian Indonesia masih banyak menghadapi tantangan, baik dari sisi eksternal maupun domestik. Masalah struktural pada perekonomian global, yang penyelesaiannya memerlukan waktu, perlu diantisipasi. Daya tahan ekonomi domestik pun harus semakin dioptimalkan. Untuk itu, pentingnya tiga fungsi dasar kebijakan publik. Pertama, fungsi stabilisasi sebagai dasar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kedua, fungsi alokasi untuk menjamin penggunaan berbagai sumber daya sesuai prioritas dan efisien. Ketiga, fungsi distribusi untuk pemerataan hasil-hasil pembangunan. Dalam menjalankan ketiga fungsi tersebut, prinsip sinergi menjadi salah satu hal yang perlu dipedomani. Kebijakan yang dikeluarkan harus harmonis dan terintegrasi antarpemangku kebijakan, baik di pusat maupun daerah. Mengingat hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa berusaha untuk mengoptimalkan bauran kebijakan guna memperkuat stabilitas ekonomi, yang selanjutnya akan menopang fungsi alokasi dan fungsi distribusi. Koordinasi dalam rangka Pengendalian Inflasi Dinamika inflasi pangan sepanjang tahun 2016 menunjukkan bahwa tantangan pengendalian inflasi pangan ke depan masih tinggi. Berulangnya permasalahan pasokan setiap tahun dengan bergantinya komoditas VF penyumbang inflasi mengindikasikan 70 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia masih banyaknya isu struktural yang perlu segera diatasi. Pada tahun 2016, permasalahan pasokan akibat curah hujan yang tinggi dan virus kuning, merupakan permasalahan utama yang mendorong tingginya fluktuasi harga komoditas cabai merah dan bawang merah. Selain itu, capaian inflasi yang rendah di 2016 tidak merata terjadi di seluruh daerah. Tekanan kenaikan inflasi pangan masih kerap terjadi di beberapa daerah. Hal ini antara lain disebabkan ketidakmerataan produksi antar daerah produsen, perbedaan daya dukung infrastruktur logistik antar daerah, dan tingginya alih fungsi lahan yang menyebabkan belum optimalnya produksi pangan Menghadapi tantangan tersebut, koordinasi pengendalian inflasi difokuskan pada upaya mendorong percepatan penguatan infrastruktur logistik dan penunjang produksi pangan. Dua hal tersebut perlu menjadi prioritas guna menjamin stabilitas inflasi antardaerah. Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas VII) TPID ditegaskan komitmen sinergi kebijakan yang efektif guna mendukung implementasi berbagai kebijakan dan program kerja Pemerintah secara nasional yang berdampak positif bagi stabilisasi harga. Dalam kaitan ini, dukungan Pemerintah Daerah diperlukan melalui percepatan realisasi anggaran pada belanja pembangunan, serta terobosan dan inovasi kebijakan pengendalian inflasi disertai alokasi anggaran yang memadai, dan percepatan pembangunan infrastruktur pendukung distribusi pangan. Peran Pemerintah Daerah sangat diperlukan tidak hanya pada pencapaian pertumbuhan ekonomi melainkan juga pada pengendalian inflasi. Menindaklanjut kesepakatan dalam Rakornas VII TPID tersebut, berbagai program koordinasi pengendalian inflasi ditempuh di berbagai daerah sepanjang tahun 2016, antara lain: Kesepakatan Rakronas Program Pengendalian Inflasi Daerah Upaya Stabilisasi Harga • Memasukkan stabilisasi harga sebagai salah satu sasaran pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). • Merumuskan rekomendasi program stabilisasi harga dengan mengacu pada roadmap pengendalian inflasi disertai dengan dukungan APBD dalam program dimaksud. •Standardisasi pelaksanaan kegiatan pengendalian harga dengan koordinasi antar-TPID Provinsi dan Kab/Kota untuk mempermudah evaluasi kegiatan • Pemanfaatan informasi harga antar-kabupaten/kota. • Menyelenggarakan pasar penyeimbang, kandang penyangga, maupun pasar pendamping dengan tujuan untuk memotong rantai distribusi. • Peningkatan produksi pakan ternak ikan air tawar & daging ayam ras melalui UMKM binaan. Percepatan realisasi APBD • Optimalisasi APBD, termasuk dana desa untuk mendukung program stabilisasi harga dan pembangunan infrastruktur. • Koordinasi antar-SKPD dalam manajemen perencanaan keuangan, sehingga realisasi anggaran dapat terdistribusi dengan baik. • Mempercepat proses lelang pengadaan (sebelum tahun anggaran). • Berkomitmen untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran melalui pemanfaatan sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) dan strategi penghematan anggaran secara selektif dan tidak mengganggu alokasi pembangunan infrastruktur. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 71 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kesepakatan Rakronas 72 Program Pengendalian Inflasi Daerah Pembangunan infrastruktur pangan • Pengawasan Perda larangan alih fungsi lahan dan penguatan program urban farming. •Memetakan kebutuhan infrastruktur prioritas terkait distribusi, transportasi, dan konektivitas • Identifikasi perda yang kurang mendukung iklim investasi atau pembangunan dan pengendalian harga serta merekomendasikan kepada pusat untuk dicabut. • Program subsidi angkutan udara atau tol udara, khususnya untuk distribusi pangan strategis untuk mengurangi disparitas harga di kawasan timur. • Perbaikan infrastruktur pasar tradisional. • Pembangunan Pusat Distribusi Regional (PDR) yang berfungsi sebagai bantalan persediaan apabila terjadi gangguan cuaca. Kerja sama dan kelembagaan koordinasi TPID • Mempercepat pembentukan TPID bagi daerah yang belum • Melakukan kerja sama pengendalian inflasi di daerah dengan aparat penegak hukum, khususnya dengan monitoring kewajaran stok pangan di gudan-gudang daerah secara berkala maupun insidentil. • Melakukan kerja sama antardaerah dalam rangka produksi/penyediaan pangan serta kelancaran distribusi pangan • Sosialisasi penyusunan roadmap sampai ke kabupaten/kota dan menyusun rencana kerja TPID periode ke depan pada akhir tahun berdasarkan hasil evaluasi TPID tahun berjalan. • Pemda menyusun RKPD untuk pengendalian inflasi daerah berdasarkan Permendagri No.18/2016. • Mempercepat pemebentukan TPID bagi daerah yang belum. • Mengoptimalkan peluang kerja sama antardaerah mengacu kepada pemetaan surplus-defisit daerah. Ketersediaan dan keterjangkauan pangan • Identifikasi dan merencanakan Cadangan Beras Daerah bekerjasama dengan Bulog. • Memperkuat peran Bulog sebagai badan pengendali pangan (stok dan harga) dan dalam hal penyerapan produksi dan pemasaran pangan, termasuk kerja sama dengan gabungan kelompok tani (Gapoktan), asosiasi, industri, dan pedagang besar. • Mendirikan dan memperkuat BUMD pangan agar memiliki fungsi stabilisasi harga. • Mengembangkan kegiatan pasar lelang dan optimalisasi toko tani • Melakukan pemantauan stok pangan, membangun neraca surplus defisit yang akurat, identifikasi peta rantai distribusi dan memperkuat sisten informasi harga pangan. • Mengadakan operasi pasar khusus komoditi penyumbang inflasi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri Sesuai amanat Pasal 53 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri. Yang dimaksud dengan menyelesaikan kewajiban Pemerintah terhadap luar negeri adalah Bank Indonesia melakukan pembayaran kewajiban Pemerintah atas beban rekening Pemerintah pada Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah disepakati antara Pemerintah dan pemberi pinjaman. Sejalan dengan mandat tersebut, Bank Indonesia menatausahakan, melakukan penarikan/ pembayaran, dan menyusun laporan Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah. ULN Pemerintah yang ditatausahakan Bank Indonesia terdiri atas pinjaman bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, SBN Internasional, dan SBN Domestik. Penarikan ULN dilakukan Pemerintah untuk membiayai proyek tertentu, membiayai defisit APBN maupun dalam rangka pengelolaan portofolio utang. Selama 2016, Bank Indonesia memantau perkembangan ULN dan menatausahakan ULN pemerintah. Pada akhir 2016, Bank Indonesia mengatur fungsi dan kewenangannya dalam menatausahakan global bonds Indonesia. Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN Pemerintah dilakukan melalui transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Sedangkan untuk pembiayaan proyek, penarikan dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus, pembukaan letter of credit (L/C) atau pembiayaan pendahuluan. Tabel 3.1 Realisasi Penarikan ULN Pemerintah (Juta USD) 2015* Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Bilateral Multilateral Bank Komersial Pemasok SBN Internasional 158,9 64,5 13,7 3.660,0 115,1 191,3 75,5 1.800,0 24,4 2.063,9 44,2 2.093,3 589,8 1.600,5 195,8 3.150,0 Total 3.897,1 2.181,8 4.225,8 2016** Total Tw1 Tw2 Tw3 888,2 3.920,2 329,2 10.703,3 58,6 598,5 120,9 2.250,0 58,0 223,3 130,7 4.102,7 38,9 988,3 18,8 - 5.536,2 15.840,9 3.028,0 4.514,6 1.046,0 Tw4 676,5 723,9 72,6 3.220,7 Total 832,0 2.533,9 343,1 9.573,4 4.693,7 13.282,3 Sumber : Statistik ULN Indonesia *) Angka-angka sementara **) Angka-angka sangat sementara Pada triwulan IV-2016, realisasi penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia mencapai 4,69 miliar dolar AS, terutama didominasi oleh penerbitan perdana (new issuance) SBN berdenominasi US Dollar (Global Bonds) senilai 3,5 miliar dolar AS. Dari jumlah tersebut, porsi kepemilikan bukan penduduk yang dicatat sebagai ULN Pemerintah adalah (1) 721,4 juta dolar AS (seri RI0122), (2) 1,01 miliar dolar AS (seri RI0127) dan (3) 1,48 miliar dolar AS (seri RI0147). Adapun total yang dibeli oleh Non-Residen dicatat sebagai ULN Pemerintah adalah sebesar 3,22 miliar dolar AS. Penerbitan tersebut dilakukan dalam rangka prefunding APBN 2017. Sementara itu, total realisasi penarikan ULN Pemerintah selama 2016 tercatat sebesar 13,28 miliar dolar AS. Pada periode yang sama, realisasi pembayaran ULN Pemerintah tercatat sebesar 1,8 miliar dolar AS. Pembayaran ULN Pemerintah mayoritas dilakukanuntuk pembayaran pinjaman multilateral sebesar 655,9 juta dolar AS. Total realisasi pembayaran ULN selama 2016 tercatat sebesar 9,05 miliar dolar AS. Pembayaran ini dilaksanakan berdasarkan instruksi pembayaran dari Kementerian Keuangan, sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari administrasi data Utang Luar Negeri Pemerintah yang dilakukan di Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 73 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.2 Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah (Juta USD) 2015* Tw1 Tw3 Tw4 2016** Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Total 412,9 291,6 108,7 2,8 622,6 1.370,6 546,6 183,9 0,6 985,3 413,7 263,7 112,0 2,6 808,4 1.408,6 573,9 208,3 0,6 312,1 3.605,9 1.675,9 613,0 6,7 2.728,4 432,1 333,1 121,3 2,7 1.704,8 1.498,3 601,2 264,7 341,3 534,1 313,2 130,3 2,8 977,5 564,7 655,9 274,0 306,1 3.029,2 1.903,5 790,2 5,6 3,329,7 1.438,7 3.087,1 1.600,5 2.503,5 8.629,7 2.594,0 2.705,5 1.958,0 1.800,5 9.058,1 Bilateral Multilateral Bank Komersial Pemasok SBN Internasional Total Tw2 Total Sumber : Statistik ULN Indonesia *) Angka-angka sementara **) Angka-angka sangat sementara Aspek utama dalam pembayaran ULN Pemerintah adalah terlaksananya pembayaran cicilan pokok dan bunga secara akurat dan tepat waktu. Hal ini penting karena berpengaruh terhadap reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat menjamin ketersediaan jumlah dan jenis valuta asing yang diperlukan Pemerintah sesuai dengan jumlah dan jenis valuta pinjaman yang dibayarkan. Secara rutin, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam rekonsiliasi data realisasi penarikan dan pembayaran (bulanan) serta data posisi (triwulanan). Langkah ini dilakukan untuk mendukung kinerja penarikan dan pembayaran ULN Pemerintah yang akurat dan tepat waktu, serta menjaga akurasi data realisasi penarikan dan pembayaran ULN Pemerintah. Pada 29 Desember 2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri5. PDG ini diterbitkan guna mengatur fungsi Bank Indonesia sebagai Agen Penatausahaan Surat Utang Negara (SUN), khususnya SUN yang diterbitkan di pasar internasional (Global Bonds). Sesuai Pasal 12 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang SUN, kegiatan penatausahaan SUN yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen, serta agen pembayar pokok dan bunga SUN dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Sebelumnya, fungsi agen penatausahaan Global Bonds ini dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dengan surat kuasa dari Bank Indonesia. Sejak 2016, fungsi ini sudah dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan menunjuk lembaga keuangan internasional di pasar global bonds tersebut diterbitkan. 3.1.5. Perkembangan Pemantauan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Pangsa nilai DHE di bank devisa dalam negeri pada 2016 meningkat, meskipun dengan nominal nilai yang menurun. Kebijakan penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri melalui perbankan di Indonesia merupakan salah satu upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan pasokan devisa yang relatif stabil dan berkesinambungan, guna mendukung stabilitas perekonomian nasional. Selain itu, pelaporan DHE dan devisa utang luar negeri yang akurat diperlukan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia berupaya meningkatkan efektivitas pemantauan penerimaan DHE dan devisa utang luar negeri melalui perbankan di Indonesia. Secara akumulatif, perkembangan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) pada triwulan IV-2016 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode yang sama 2015. Hal 5 74 Peraturan Dewan Gubernur (PDG) Nomor 18/22/PDG/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 14/11/ PDG/2012 tentang Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia ini ditunjukkan adanya penurunan pangsa penerimaan DHE melalui bank devisa dalam negeri terhadap total nilai DHE pada periode tersebut dari 95,2% menjadi 93,9%. Namun, secara nominal, penerimaan DHE meningkat dari USD30,1 miliar menjadi USD31,8 miliar. Sejalan dengan peningkatan nominal di bank domestik, DHE yang diterima melalui bank di luar negeri juga meningkat, yaitu dari USD1,5 miliar menjadi USD2,0 miliar dengan pangsa yang meningkat dari 4,8% menjadi 6,1% (Grafik 3.7). 12000 10000 8000 6000 4000 Devisa Hasik Ekpor (DHE Aliran DHE ke Bank Domestik Aliran DHE ke Bank di LN 2000 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir, Grafik 3.7 Bank Indonesia senantiasa melakukan Perkembangan Data Pangsa DHE Tahun 2016 pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan DHE dengan mengenakan sanksi adminsitratif berupa denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor. Selama triwulan IV-2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 117 eksportir atau menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 126 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 12 eksportir atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 18 eksportir. Selama periode laporan, terdapat 11 eksportir yang dibebaskan dari sanksi penangguhan pelayanan ekspor, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 6 eksportir. Pada 2016, perkembangan penerimaan DHE menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama 2015. Hal ini ditunjukkan adanya peningkatan pangsa nilai DHE terhadap total nilai DHE dari 93,7% menjadi 94,1%. Secara nominal, nilai DHE yang diterima bank devisa dalam negeri turun dari USD117,2 miliar pada 2015 menjadi USD108,7 miliar pada 2016. Aliran DHE yang diterima melalui bank di luar negeri mengalami penurunan dari USD7,9 miliar (2015) menjadi USD6,9 miliar pada 2016 atau pangsanya menurun dari 6,3% menjadi 5,9%. Berdasarkan pemantauan penerimaan DHE melalui laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disampaikan eksportir dan bank devisa, lima komoditas penyumbang DHE terbesar masih sama dengan sebelumnya. Kelima komoditas itu adalah batubara, tekstil dan produk tesktil, minyak sawit, mesin dan mekanik, dan peralatan listrik. Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir, selama 2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 573 eksportir atau turun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 962 eksportir. Jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 61 eksportir atau turun dari tahun sebelumnya sebanyak 267 eksportir. Selama 2016, terdapat 30 eksportir yang dibebaskan penangguhan ekspornya atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 112 eksportir. Untuk meningkatkan efektivitas pemantauan DHE, Bank Indonesia menjalin koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif. Instansi tersebut antara lain SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan asosiasi. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE), Bank Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain sosialisasi maupun coaching clinic kepada eksportir dan bank. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 75 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan Selain penyelenggaraan survei dan liaison serta publikasi statistik pada 2016, Bank Indonesia juga terus mengembangkan statistik untuk mendukung analisis makroprudensial, asesmen likuiditas, maupun financial imbalances yang dapat memicu risiko sistemik. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik. Kegiatan ini antara lain mengumpulkan dan mengolah data dan informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan, serta menyusun laporan/ analisisnya. Selain itu, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil. Di sektor moneter, pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik uang dan bank, kegiatan usaha lembaga keuangan non-bank, serta pasar uang dan pasar modal. Ketiganya dimuat dalam publikasi Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses melalui website Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia merilis analisis uang beredar dan faktor yang memengaruhinya secara bulanan untuk periode September-November 2016. Di sektor eksternal, pada 2016, Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode triwulan IV-2015 dan statistik Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia periode triwulan I sampai III-2016. Bank Indonesia juga mempublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode November – Desember 2015 dan Januari - Oktober 2016, serta data posisi cadangan devisa periode Desember 2015 dan Januari - November 2016. Untuk meningkatkan layanan kepada stakeholder dalam negeri maupun luar negeri, penyajian beberapa publikasi statistik sektor eksternal disajikan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Untuk sistem keuangan, pada triwulan IV-2016 Bank Indonesia telah mendiseminasikan Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) dengan periode data sampai dengan Oktober 2016. Rilis statistik ini merupakan data perkembangan sistem keuangan yang komprehensif sebagai hasil koordinasi Bank Indonesia dengan instansi lain, di antaranya Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia. SSKI juga menyajikan beberapa indikator/statistik yang berkaitan dengan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam mendukung kebijakan makroprudensial/SSK di Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas publikasi SSKI agar dapat memenuhi ekspektasi stakeholders terhadap data SSK/ makroprudensial, publikasi statistik sistem keuangan juga disajikan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Bank Indonesia terus mengembangkan statistik untuk mendukung analisis makroprudensial, asesmen likuiditas, maupun financial imbalances yang dapat memicu risiko sistemik. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance Sheet (FABS) dalam bentuk posisi neraca dan transaksi keuangan seluruh sektor institusi, yakni sektor korporasi non-finansial, bank sentral, perbankan, lembaga keuangan non-bank, pemerintah, rumah tangga, dan sektor luar negeri. Neraca sektoral tersebut dapat menggambarkan kondisi keuangan dan keterkaitan antar sektor institusi secara nasional maupun regional. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia terus melakukan kerja sama dengan berbagai instansi, antara lain Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, terutama untuk memperoleh data dan informasi sektor korporasi nonfinansial dan sektor rumah tangga. 76 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sebagai salah satu sarana untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan Statistik Neraca Nasional Indonesia, pada 9 November 2016, Bank Indonesia menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Pemanfaatan National Balance Sheet untuk Mengukur Kerentanan Sistem Keuangan Indonesia”. Seminar ini merupakan salah satu sarana untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan Statistik Neraca Nasional Indonesia, hasil analisis, dan pemanfaatannya kepada kementerian/lembaga, perbankan, lembaga keuangan nonbank, asosiasi dan akademisi. Sosialisasi tersebut sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan data untuk pengambilan kebijakan terkait dengan makroprudensial. Kegiatan itu juga untuk meningkatkan kepedulian (awareness) mengenai misi dan sasaran strategis Bank Indonesia terkait dengan stabilitas sistem keuangan. Untuk mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai survei rutin maupun tidak rutin. Beberapa survei yang secara rutin dilakukan antara lain Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SBank), dan Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME). Bank Indonesia juga melakukan in-depth interview melalui kegiatan liaison kepada pelaku bisnis utama (key business persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan. Selain itu, Bank Indonesia melakukan survei bertopik khusus, yaitu Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Pada triwulan IV-2016, terdapat 2 (dua) topik survei yang dilakukan melalui SKSR, yaitu: (1) Peningkatan Pembiayaan kepada Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan (2) Survei Persepsi terhadap Paket Kebijakan Ekonomi Mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI). Survei Persepsi terhadap Paket Kebijakan Ekonomi Mengenai SNI dilakukan sebagai bagian dari evaluasi atas efektivitas Paket Kebijakan Ekonomi 1 sampai dengan 12 yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain survei kepada rumah tangga, survei persepsi mengenai SNI juga dilakukan kepada dunia usaha, mencakup industri dalam negeri, importir, dan retailer. Hasil survei telah disampaikan pada Rapat Koordinasi Satgas sebagai masukan dari dunia usaha dan masyarakat mengenai paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait SNI. Dalam rangka perolehan data/anekdotal informasi guna mendukung kompilasi statistik dan analisisnya, Bank Indonesia secara rutin melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai stakeholders terkait. Pada triwulan IV-2016, beberapa instansi yang diundang dalam kegiatan FGD antara lain Perum Perumnas, Kementerian PUPERA, Kementerian Perhubungan, dan Perum BULOG. Dari sisi internal, Bank Indonesia secara resmi telah membentuk Task Force Integrasi Pelaporan di internal Bank Indonesia dalam rangka penyusunan kerangka integrasi sistem pelaporan perbankan6. Tugas dari Task Force ini adalah: 1) melakukan review secara menyeluruh terhadap laporan perbankan; 2) mengkaji dan menyusun desain solusi bisnis dan solusi teknis integrasi pelaporan; serta 3) menyusun blueprint implementasi integrasi pelaporan. Di samping itu, sebagai pelaksanaan salah satu program transformasi, Bank Indonesia mulai menggali potensi pemanfaatan Big Data sebagai teknologi dan pendekatan mutakhir (State of the Art Technology). Kegiatan ini untuk mendukung proses pengambilan keputusan guna mencapai visi dan misinya secara efektif dan efisien. Big Data diharapkan dapat memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor moneter, market, SSK, dan SPPUR melalui peningkatan kualitas data dan analisis. Big Data juga, menjadi komplemen dari pemanfaatan data warehouse (structured data) yang telah dilakukan selama ini. 6 Pembentukan satgas ini ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.18/92/KEP.GBI/INTERN/2016 tanggal 27 Desember 2016 tentang Pembentukan Task Force Integrasi Pelaporan di Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 77 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sejak 2015, pengembangan sejumlah proyek Big Data telah menghasilkan indikator baru/ komplemen untuk mengisi lag ketersediaan data dan menjadi leading information, antara lain proksi indikator ketenagakerjaan dan proksi indikator pasar properti. Selain itu, Big Data dapat dimanfaatkan untuk menganalisis pola perilaku pelaku ekonomi ataupun keterhubungan antarpelaku dalam perekonomian. Terkait dengan regulasi, sepanjang triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan beberapa ketentuan terkait pelaporan statistik guna mendukung perumusan dan pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia. Dalam hal ini, guna mendukung pengembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) dan melakukan monitoring atas pelaksanaan LKD, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan terkait: (i) laporan kantor pusat bank umum, dan (ii) laporan penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan uang elektronik (Electronic Money) oleh bank perkreditan rakyat dan lembaga selain bank7. Ketentuan ini diterbitkan untuk mengakomodasi kebutuhan laporan baru mengenai Layanan Keuangan Digital (LKD) dan Kartu Kredit bagi pelapor bank umum dan lembaga selain bank. Di samping itu, Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan pelaksanaan tentang pemantauan kegiatan lalu lintas devisa bank dan nasabah8. Ketentuan ini diterbitkan dalam rangka mendorong transparansi dan ketersediaan informasi kegiatan LLD. Kerja sama Internasional Terkait Pengelolaan Database Statistik dan Survei Dalam kerangka pemenuhan komitmen Indonesia terhadap G-20 Data Gaps Initiatives (DGI), Bank Indonesia telah melakukan beberapa hal selama triwulan IV-2016, yaitu: a. Melakukan kompilasi data Sectoral Account untuk sektor institusi yang menjadi tanggung jawab Bank Indonesia (sektor bank sentral, sektor perbankan, dan sektor eksternal). Bank Indonesia juga melakukan rekonsiliasi dengan BPS dalam rangka memenuhi Recommendation II.8 DGI - Sectoral Account tahap III. b. Melakukan penyusunan, pengembangan, dan diseminasi Public Sector Debt (PSD) berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada website BI dan Kemenkeu. Statistik PSD tersebut disampaikan kepada Bank Dunia secara triwulanan. Penyusunan data PSD ini merupakan salah satu komitmen Indonesia dalam pemenuhan G-20 DGI Recommendation II.16. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia juga aktif berperan serta dalam berbagai fora statistik yang bersifat internasional, yaitu: a. Pada 17-18 Oktober 2016, Bank Indonesia menerima delegasi dari Camboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam (CMLV) untuk melakukan study visit ke Bank Indonesia terkait penyusunan statistik Direct Investment (DI). Kegiatan study visit yang difasilitasi oleh Sekretariat ASEAN dan EU-ASEAN COMPASS itu merupakan pelaksanaan program ASEAN Help ASEAN (AHA). Kegiatan itu bertujuan untuk membantu meningkatkan kualitas statistik negara CMLV dalam rangka mendukung terciptanya statistik ASEAN yang berkualitas dan komparabel. 7 8 78 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/26/DSta tanggal 22 November 2016 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP tanggal 31 Oktober 2012 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/27/DSta tanggal 22 November 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/13/DASP tanggal 12 April 2013 perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/23/DSta tanggal 26 Oktober 2016 perihal Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia b. Pada 18-20 Oktober 2016, Bank Indonesia berpartisipasi dalam pertemuan OECD Working Group on International Investment Statistics (WGIIS) di Paris, Prancis. Pertemuan WGIIS merupakan upaya berkelanjutan untuk terus menyempurnakan dan mengembangkan statistik FDI agar dapat menjelaskan secara lebih baik peran FDI dalam perekonomian, terutama terkait globalisasi. c. Pada 24 - 28 Oktober 2016, Bank Indonesia menghadiri forum Working Party on Financial Statistic (WPFS) and Working Party on National Account (WPNA) di Paris, Prancis. Forum ini membahas berbagai isu dalam kompilasi Statistik Finansial dan Statistik Neraca Nasional. Dalam kesempatan itu, Bank Indonesia berbagi pengalaman dalam mengompilasi statistik Financial Intemediary Services Indirectly Measured (FISIM) melalui presentasi dengan judul ”Implementation of FISIM in Computing Financial Services Value Added in Indonesia”. Salah satu topik bahasan adalah mengenai pemilihan reference rate yang digunakan dalam penghitungan output sektor perbankan dengan metode FISIM. Presentasi Indonesia dalam penerapan FISIM untuk penghitungan financial services value added menjadi masukan bagi negara lain. d. Pada 15 November 2016, Bank Indonesia berpartisipasi dalam 4th Malaysia Statistics Conference 2016 (MyStats 2016) di Kuala Lumpur, Malaysia. Kegiatan itu diselenggarakan oleh Bank Negara Malaysia (BNM) bekerja sama dengan the Department of Statistics Malaysia (DOSM), dan Malaysia Institute of Statistics (ISM). Kegiatan yang mengusung tema “Strengthening Statistical Usage for Decisions and Innovation” ini dihadiri oleh 500 peserta. Peserta berasal dari kalangan statisticians, economists, analis, pembuat kebijakan, akademisi, dan media. Konferensi ini bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran informasi dan sharing pengalaman mengenai isu-isu statistik, khususnya terkait analisis dan perumusan kebijakan maupun tantangan dalam kompilasi dan pengkomunikasian data statistik. Pada sesi panel mengenai Usage of Statistics and Application of Statistical Science by Official Authorities, Bank Indonesia mempresentasikan makalah berjudul Redesign Inflation Expectation Survey: the Case of Indonesia. e. Pada 17-18 November 2016, Bank Indonesia berkesempatan hadir dalam agenda tahunan ke-4 IMF Statistical Forum di Washington DC yang mengusung tema Statistics for Inclusive Growth. Forum statistik ini dihadiri oleh utusan dari bank sentral, national statistical office (NSO), universitas, lembaga internasional (UN, IMF, Bank Dunia), dan lembaga konsultan internasional (McKinsey). Forum ini merupakan ajang pertukaran pandangan di antara compiler dan user data, khususnya terkait kompilasi data Financial Inclusion, yang sangat penting bagi penyempurnaan metodologi statistik Bank Indonesia. f. Pada 28-30 November 2016, Bank Indonesia berpartisipasi dalam forum “7th Annual Conference on Central Bank Business Surveys & Liaison Programmes” di Kuala Lumpur, Malaysia. Konferensi yang mengusung tema “Staying Ahead of the Curve: Experiences, Challenges and Opportunities” itu diselenggarakan oleh Bank Negara Malaysia. Forum tersebut dihadiri oleh narasumber dan peserta dari berbagai lembaga internasional, antara lain Federal Reserve Bank of Atlanta, Banque de France, ECB, Bank of Japan, Bank of Canada, dan Reserve Bank of Australia. Konferensi ini bertujuan untuk meningkatkan cakupan macro economic surveillance melalui jaringan business intelligence. Pembahasan antara lain meliputi operasional pelaksanaan program business liaison, perhitungan dan penerapan business intelligence dalam perumusan kebijakan bank sentral, dan surveillance bank sentral di masa mendatang. Dalam forum tersebut, Bank Indonesia memaparkan tentang pelaksanaan Business Liaison di Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 79 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia g.Pada 19-21 Desember 2016, EU-ASEAN Capacity Building Project for Monitoring Intergration Progress and Statistics (EU-ASEAN COMPASS) memberikan technical assistance (TA) kepada Bank Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi data Lalu Lintas Devisa Bank (LLD-Bank), Lembaga Bukan Bank (LLD-LBB), dan beberapa komponen data jasa. 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia menempuh langkah-langkah kebijakan untuk menjaga ketahanan sistem keuangan dengan memitigasi risiko sistemik melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Dalam kerangka makroprudensial, Bank Indonesia mengembangkan pasar dan akses keuangan, serta melakukan koordinasi dengan otoritas terkait dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sektor keuangan. Kestabilan kondisi sistem keuangan tercermin pada indikator kinerja stabilitas sistem keuangan. Indikator Kinerja Utama (IKU) IKU 3 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Target < 2 Pencapaian Akhir 2016 0,84 Baiknya kinerja Bank Indonesia dalam menjaga ketahanan sistem keuangan tercermin pada pencapaian Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) triwulan IV-2016 yang masih jauh berada di bawah ambang batas (threshold). Kondisi yang terjaga juga dicerminkan dari indeks pembentuk ISSK yakni Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) yang rata-rata selama triwulan laporan tercatat masing-masing sebesar 0,63 dan 0,98. 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Pada 2016, Bank Indonesia menetapkan kebijakan countercyclical buffer. Untuk memenuhi UndangUndang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan dan menyepakati kerja sama dengan LPS. 80 Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial industri keuangan guna mendorong terwujudnya stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh. Sesuai PBI tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan. 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan tindak lanjut pelaksanaan UndangUndang No. 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) yaitu penyelesaian ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK), perumusan ketentuan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) dan penyusunan Nota Kesepahaman serta Perjanjian Kerja Sama antara Bank Indonesia dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan penyesuaian pelaksana tugas operasional Giro Wajib Minimum (GWM) dan penetapan kembali Countercyclical Capital Buffer. Sebagaimana amanat UU PPKSK, setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memiliki kewajiban antara lain menyusun peraturan pelaksanaan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan yang harus sudah diterbitkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak pengesahan UU PPKSK pada 15 April 2016. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan yang merupakan amanat UU PPKSK, Bank Indonesia menerbitkan peraturan mengenai Protokol Manajemen Krisis) PMK dan tata cara pelaksanaannya9. Peraturan tersebut adalah pedoman internal dalam melaksanakan kegiatan PMK. Secara garis besar, beberapa hal yang diatur dalam ketentuan PMK adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil surveillance dan asesmen, indikasi status tekanan dibedakan menjadi normal dan ditengarai krisis. Kondisi normal terdiri atas 3 kondisi, yaitu stabil, waspada, dan siaga. 2. Sesuai tugas dan kewenangan Bank Indonesia, dibentuk 3 sub-protokol yaitu moneternilai tukar, makroprudensial, dan sistem pembayaran, beserta indikator yang dipantau untuk mengidentifikasi adanya risiko dan tekanan. 3.Untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaannya, telah diatur proses pengambilan keputusan mulai dari koordinasi level teknis hingga Rapat Dewan Gubernur, serta mekanisme pelaksanaan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. 4. Pengaturan mengenai pusat penanganan krisis di Bank Indonesia yang dalam hal diperlukan dapat dibentuk untuk mempercepat langkah-langkah penanganan kondisi yang ditengarai krisis. 5. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap keputusan yang telah diambil dengan mempertimbangkan perkembangan status tekanan. Selain ketentuan terkait PMK, sejak triwulan II-2016, Bank Indonesia tengah menyempurnakan ketentuan PLJP bagi bank umum konvensional dan bank umum syariah yang juga terkait dengan UU PPKSK. Ketentuan PLJP tersebut diantaranya mengatur persyaratan bank yang dapat mengajukan PLJP, agunan PLJP, jangka waktu PLJP, dan pelunasan PLJP. Penyusunan ketentuan yang berkaitan dengan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam PLJP dilakukan berkoordinasi dengan OJK mengingat terdapat peran OJK dalam PLJP. Dalam proses pengajuan PLJP, peran OJK antara lain menilai kondisi bank, kualitas agunan, dan kemampuan bank untuk melunasi PLJP. Peran OJK lainnya terkait pengawasan terhadap penggunaan dana PLJP. Sebagaimana UU PPKSK, Bank Indonesia dan LPS memiliki kewajiban antara lain menyusun peraturan pelaksanaan dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank dalam kondisi krisis sistem keuangan. Guna memperkuat komitmen lembaga dalam memenuhi amanat dimaksud, Bank Indonesia dan LPS sepakat memasukkan aspek pendanaan dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank ke dalam ruang lingkup nota kesepahaman10. Sebagai tindak lanjutnya, pada 31 Oktober 2016 Bank Indonesia dan LPS menyepakati Perjanjian Kerja Sama11. PKS tersebut merupakan pedoman pelaksanaan bagi Bank Indonesia dan LPS untuk melakukan transaksi penjualan SBN dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik dan bank selain bank sistemik dalam kondisi krisis sistem keuangan, sesuai dengan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 9 Peraturan Dewan Gubernur No. 18/16/PDG/2016 Tanggal 10 November 2016 tentang Protokol Manajemen Krisis dan Surat Edaran Intern No. 18/105/INTERN Tanggal 30 November 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Protokol Manajemen Krisis. ) tanggal 28 Juli 2016 tentang Koordinasi dan Kerja sama dalam rangka 10 Nota Kesepahaman (NK) BI – LPS No. Pelaksanaan Fungsi, Tugas, dan Wewenang BI dengan LPS. 11 (PKS) No. tentang Penjualan Surat Berharga oleh LPS kepada Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 81 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sebagai langkah sentralisasi Giro Wajib Minimum (GWM), pada akhir 2016 Bank Indonesia melakukan reorganisasi dan pengalihan tugas operasional GWM dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI). Pengalihan kegiatan tersebut secara garis besar meliputi: 1. Memantau proses GWM harian; 2. Memberikan jasa giro; 3. Memberitahukan dan melakukan pengenaan sanksi kepada bank yang melanggar GWM; 4. Melakukan koreksi pemberian jasa giro/koreksi sanksi GWM; 5. Mengelola hak akses user GWM (untuk yang bersifat informasional) di KPwDN; dan 6. Mengelola administrasi pemenuhan GWM untuk bank merger, konsolidasi, dan konversi. Perubahan pelaksana operasional GWM tersebut dilandasi ketentuan yang mengatur mengenai perubahan korespondensi antara bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwBI DN dan Bank Indonesia12. Selain itu, telah diterbitkan pula ketentuan internal Bank Indonesia sebagai pedoman pelaksanaan operasional satuan kerja terkait. Countercyclical Capital Buffer (CCB) merupakan salah satu instrumen kebijakan makroprudensial. Kebijakan CCB ditujukan untuk mencegah peningkatan risiko sistemik yang berasal dari pertumbuhan kredit berlebihan (excessive credit growth) sekaligus menyerap kerugian perbankan melalui pembentukan tambahan modal sebagai penyangga (buffer). Sesuai Peraturan Bank Indonesia13, dilakukan evaluasi besaran dan waktu pemberlakuan CCB paling kurang 1 (satu) kali dalam enam bulan, berdasarkan indikator utama, indikator pelengkap, dan professional judgement. Besaran CCB ditetapkan untuk pertama kali sebesar 0% (nol persen) per 1 Januari 2016. Selama 2016, Bank Indonesia melakukan evaluasi kebijakan CCB sebanyak 2 (dua) kali, yakni pada Mei 2016 dan November 2016 dan kembali menetapkan besaran CCB tetap sebesar 0%. Sejalan dengan keputusan sebelumnya mengenai besaran CCB tetap sebesar 0%, pada triwulan IV-2016 Bank Indonesia kembali memutuskan besaran CCB tidak mengalami perubahan yakni tetap sebesar 0%. Keputusan tersebut didasari oleh tidak adanya indikasi pertumbuhan kredit berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko sistemik. Hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan kredit yang masih belum optimal. Pada September 2016, pertumbuhan kredit hanya sebesar 6,47% (yoy), sedangkan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 sebesar 5,02% (yoy) atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 5,18% (yoy). Selain itu, salah satu indikator pelengkap yaitu siklus keuangan masih berada pada fase kontraksi. Besaran CCB yang ditetapkan sebesar 0% tersebut menyebabkan bank tidak perlu membentuk tambahan modal. Dengan demikian, perbankan tetap dapat meningkatkan fungsi intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial Pengawasan makroprudensial dilakukan melalui surveillance terhadap sistem keuangan, dan jika diperlukan dilakukan pemeriksaan terhadap bank dan lembaga lainnya yang memiliki keterkaitan dengan bank. Surveillance dilakukan dalam rangka monitoring, 12 Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia No. 18/38/DKMP Tanggal 28 Desember 2016 perihal Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. 13 PBI No.17/22/PBI/2015 tanggal 23 Desember 2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer. 82 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia identifikasi, dan asesmen terhadap potensi risiko sistemik yang mungkin timbul dalam sistem keuangan. Berdasarkan hasil surveillance, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan makroprudensial berupa pemeriksaan tematik maupun kepatuhan. Pemeriksaan tematik menilai kondisi dan praktik bank yang memiliki potensi risiko sistemik dan dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Adapun pemeriksaan kepatuhan menilai kesesuaian praktik yang dilakukan bank dengan ketentuan makroprudensial. Pada 2016, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan tematik likuiditas bank untuk (i) menilai dampak kondisi makroekonomi terhadap likuiditas bank yang berpotensi menimbulkan risiko sistemik, (ii) mempelajari ketahanan likuiditas bank dalam menghadapi perubahan ekstrem kondisi makroekonomi dan kemungkinan dampaknya terhadap bank lain (contagion impact/interconnectedness) dalam industri perbankan, dan (iii) mendalami transmisi kebijakan Bank Indonesia khususnya terkait dengan likuiditas perbankan. Untuk meningkatkan pengawasan atas ketahanan bank terhadap kondisi makroekonomi, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan tematik likuiditas bank dan pemeriksaan kepatuhan bank terhadap aturan kebijakan LTV dan kegiatan APMK. Pemeriksaan kepatuhan dilakukan untuk memantau implementasi kebijakan Loan to Value (LTV) dan kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Pemeriksaan LTV dilakukan untuk: (i) menilai respons bank terhadap kebijakan LTV, (ii) mengidentifikasi kendala dalam penyaluran kredit properti, (iii) mengevaluasi implementasi kebijakan termasuk kepatuhan atas ketentuan rasio LTV atau rasio Financing to Value (FTV) untuk kredit atau pembiayaan properti, serta (iv) mereview kecukupan infrastruktur antara lain kebijakan, SOP dan sistem informasi terkait LTV. Sementara itu, pemeriksaan APMK dilakukan untuk mengevaluasi kesiapan bank dalam (i) implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan PIN Online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Debet, terminal Automated Teller Machine (ATM), terminal Electronic Data Capture (EDC) dan host and back end system, serta (ii) mengevaluasi kepatuhan Bank terhadap ketentuan sistem pembayaran Bank Indonesia khususnya APMK dan Uang Elektronik. Implementasi National and Regional Balance Sheet untuk Mengukur Kerentanan Sistem Keuangan Indonesia Krisis keuangan global membuktikan bahwa eksposur keuangan yang besar dan interkoneksi yang tinggi antar sektor melintasi batas negara menyebabkan terjadinya penularan krisis dalam waktu singkat. Untuk mendorong terjaganya stabilitas sistem keuangan berdasarkan analisis dan pengawasan komprehensif atas mitigasi aspekaspek risiko financial imbalances maupun risiko sistemik inter-sektoral, Bank Indonesia menginisiasi National Balance Sheet (NBS) yang menggabungkan secara sistematis data statistik seluruh sektor perekonomian dalam satu kesatuan data terintegrasi yang mengambarkan aktivitas finansial antarsektor. Sektor-sektor itu mencakup perbankan, institusi keuangan non-bank, korporasi, rumah tangga, pemerintah pusat, pemerintah daerah, bank sentral, dan sektor eksternal. Data NBS yang terintegrasi dapat digunakan untuk menganalisis ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances) antar sektor, yaitu suatu keadaan yang dapat dipicu karena adanya ketidaksesuaian (mismatch) dalam ukuran maupun komposisi aset dan kewajiban yang dimiliki oleh sektor-sektor ekonomi. Selain pada level nasional (NBS), Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang menginisiasi penyusunan Regional Balance Sheet (RBS). RBS bertujuan untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan keuangan regional yang dapat berdampak terhadap perekonomian dan keuangan nasional. Penyusunan RBS ini sangat penting Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 83 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia mengingat Indonesia terdiri atas banyak provinsi yang memiliki kondisi dan karakteristik ekonomi dan keuangan berbeda-beda. Saat ini, penyusunan RBS telah mencakup 33 provinsi yang dapat memberikan gambaran kondisi perekonomian dan keuangan daerah. RBS juga dapat menggambarkan interaksi antar sektor dalam suatu regional, interaksi antar regional, dan interaksi suatu regional dengan sektor luar negeri. RBS akan menjadi salah satu masukan dalam penguatan fungsi Bank Indonesia di bidang Regional Financial Surveillance (RFS), penguatan fungsi advisory kepada pemerintah daerah, dan penguatan analisis spasial. 3.2.2. Penguatan Ekonomi Syariah Bank Indonesia terus mempertahankan komitmen untuk meningkatkan kontribusi ekonomi syariah dalam perekonomian nasional. Keterlibatan Bank Indonesia mempertimbangkan pula keterkaitan peran ekonomi syariah dengan tugas Bank Indonesia untuk mendukung kestabilan harga dan stabilitas sistem keuangan. Kerja sama nasional dan internasional terus dilakukan selama 2016 untuk membangun kerangka kerja pengaturan Islamic Social Sector serta mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah antara lain melalui penyelenggaraan Indonesia Shari’a Economic Festival. 3.2.2.1. Pengembangan Ekonomi Syariah Berbagai inisiatif dilakukan Bank Indonesia guna mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah baik di domestik maupun internasional. Inisiatif itu antara lain dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ilmiah yang membahas isu-isu terkini yang dihadapi oleh ekonomi dan keuangan syariah, pilot project optimalisasi dana zakat, berperan aktif dalam kegiatan fora internasional ekonomi dan keuangan syariah, serta melaksanakan kegiatan promosi produk ekonomi dan keuangan syariah. Penyelenggaraan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) ISEF merupakan salah satu kegiatan ekonomi dan keuangan syariah yang menyatukan pengembangan keuangan syariah dan kegiatan ekonomi di sektor riil. Pada kesempatan ini dicanangkan Komitmen Bersama Akselerasi Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah. Komitmen ini melibatkan Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Badan Ekonomi Kreatif, Komisi XI DPR RI, Wakil Gubernur Jawa Timur, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf Indonesia, dan pimpinan 17 Pondok Pesantren di Jawa Timur. Kolaborasi antar lembaga ini diharapkan dapat lebih mengoptimalkan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Salah satu kegiatan utama dalam ISEF 2016 adalah 2nd International Journal of Islamic Monetary Economics and Finance (JIMF) Call for Paper dengan tema Integrating Islamic Commercial And Social Finance to Strengthen Financial System Stability. Kegiatan ini merupakan sarana untuk mendiskusikan hasil pemikiran/kajian dari para peneliti/akademisi di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Kegiatan Call for Paper diikuti oleh peserta dari 13 negara, dengan jumlah kajian yang terkumpul sebanyak 96 kajian. Sementara itu, kegiatan plenary session JIMF Call for Paper melibatkan pembicara nasional maupun internasional yang memiliki keahlian di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Pilot Project Optimalisasi Dana Zakat Dalam pembangunan kerangka kerja pengaturan Islamic Social Sector di Indonesia, Bank Indonesia bersama dengan BAZNAS melakukan inisiasi penyusunan Zakat Core Principles 84 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dalam working group internasional. Zakat Core Principles diluncurkan dalam acara World Humanitarian Summit, PBB, 23 Mei 2016. Peluncuran Zakat Core Principles di forum PBB itu menunjukkan pengakuan beberapa pihak yang melihat adanya potensi kekuatan sektor zakat untuk dapat berkontribusi dalam penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi melalui jalur yang belum pernah dilakukan. Dengan demikian, sistem zakat secara internasional, termasuk sistem zakat di Indonesia, telah memiliki suatu standar operasional yang baik sebagai acuan, terutama dalam penyusunan program pengembangan sistem zakat nasional sebagai salah satu pilar pembangunan sistem perekonomian nasional. Peluncuran Zakat Core Principles ini akan dilanjutkan dengan penyusunan standar-standar operasional pengaturan zakat. Ke depan, Bank Indonesia akan senantiasa membantu BAZNAS untuk menyusun standar regulasi zakat yang semakin efektif. Dalam jangka panjang, sistem zakat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjadi mitra bagi Bank Indonesia untuk menurunkan tekanan inflasi di daerah-daerah yang secara sistem cukup jauh untuk dijangkau oleh mekanisme yang ada saat ini. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyalurkan dana kepada 18 orang mustahik. Selanjutnya, akan dilakukan pendampingan dan pemantauan terhadap mustahik untuk menilai dan menjaga efektivitas penyaluran dana zakat kepada perkembangan usaha produktif mustahik. 3.2.2.2. Pendalaman Pasar Keuangan Syariah Penyusunan dan Launching Islamic Financial Market Code of Conduct (iCOC) Transaksi di pasar keuangan syariah semakin berkembang dengan pelaku yang terdiri atas perbankan konvensional dan perbankan syariah. Untuk mendukung pelaksanaan transaksi, khususnya untuk menciptakan etika, tata kelola, dan perilaku transaksi yang baik dan sesuai prinsip syariah, Bank Indonesia mengasistensi pelaku pasar keuangan (Indonesia Islamic Global Market Association-IIGMA) untuk menyusun Islamic Financial Market Code of Conduct (iCOC). Keberadaan iCOC akan memperbaiki tata kelola dan etika transaksi di pasar keuangan syariah. terutama memastikan kepatuhan pelaku kepada prinsip syariah, fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), peraturan regulator pasar keuangan syariah, dan Islamic market best practices. Selain itu, penerapan iCOC diharapkan akan meningkatkan kepercayaan investor, sehingga mendorong peningkatan investasi di pasar keuangan syariah. Penyusunan iCOC sekaligus mendukung upaya akselerasi dan pendalaman pasar keuangan syariah, terutama untuk menciptakan suatu “unique and sharia compliance Islamic market best practices” pasar keuangan syariah Indonesia. Pada 2016, Bank Indonesia mendorong inovasi dan penggunaan sukuk serta hedging syariah. Upaya peningkatan pendalaman pasar keuangan. didukung perbaikan tata kelola dan etika dalam bertransaksi. Seminar Pendalaman Pasar Keuangan Syariah Untuk mensosialisasikan inovasi model sukuk terbaru, Bank Indonesia menyelenggarakan seminar pendalaman pasar keuangan syariah. Selain memperkenalkan model sukuk, seminar ini juga memberikan pemahaman mengenai implementasi sukuk, mendorong penerbitan sukuk, sekaligus mengetahui minat investor terhadap instrumen sukuk. Inovasi sukuk yang telah dilakukan oleh beberapa pihak yaitu: 1. Sukuk Garuda (sukuk global BUMN) cukup sukses dan dapat mendorong penerbitan serupa oleh BUMN lain. 2.Muhammadiyah bekerja sama dengan Bank Mandiri juga akan menerbitkan sukuk. Hal ini akan menjadi penarik minat lembaga atau organisasi Islam lain untuk mengoptimalkan pendanaannya. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 85 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.Bank Indonesia bersama Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Keuangan menginisiasi model sukuk linked wakaf. Inovasi model sukuk ini diharapkan dapat lebih meningkatkan optimaliasi penggunaan aset wakaf yang idle oleh BUMN atau korporasi lain. 4. Sebagai varian terbaru Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), sukuk tabungan terbukti cukup sukses untuk menarik investor ritel. Selain inovasi model sukuk, terdapat juga penjaminan infrastruktur yang dapat mendukung dan memberikan jaminan pelaksanaan proyek infrastruktur sukuk. Peluncuran Model Sukuk Linked Waqaf Bank Indonesia bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Keuangan telah meluncurkan model Sukuk linked Wakaf sebagai inovasi dan terobosan baru keuangan syariah Indonesia untuk mengoptimalkan aset wakaf yang selama ini kurang berkembang karena keterbatasan dana yang dimiliki pengelola aset wakaf (nadzhir). Mempertimbangkan kesamaan karakteristik sosial dengan aset wakaf yang ditujukan untuk kepentingan publik, BUMN merupakan pihak yang paling tepat untuk menerbitkan sukuk linked wakaf. Model sukuk linked wakaf diawali oleh kontrak sewa aset wakaf berjangka panjang antara nadzhir dan BUMN sebagai penerbit sukuk. Selanjutnya, BUMN menghimpun dana untuk pembangunan aset wakaf melalui penerbitan sukuk kepada investor. Pembayaran imbal hasil kepada investor dilakukan secara periodik ketika bangunan aset wakaf telah menghasilkan pendapatan sewa. Pada akhir periode sukuk, aset wakaf diserahkan oleh BUMN kepada nadzhir. Model ini diharapkan dapat menarik minat penerbit sukuk, investor, pelaku pasar, dan pihak terkait lainnya. Penerbitan sukuk ini akan mendukung pengembangan aset wakaf, program pemerintah untuk menyediakan fasilitas (saran dan prasarana) sosial bagi masyarakat, menambah varian sukuk di pasar keuangan syariah sekaligus pendalaman pasar keuangan syariah. Kajian Aplikasi Model Sukuk IILM untuk Pasar Sukuk Indonesia Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mengkaji penerapan model sukuk International Islamic Liquidity Management (IILM) di Indonesia. Model sukuk yang berasal dari Bank Negara Malaysia (BNM) ini cukup unik karena menggunakan akad sale and lease back dengan underlying asset. Aplikasi model sukuk IILM di Indonesia menghasilkan konstruksi beragam model sukuk yang dapat diterbitkan oleh korporasi (perbankan dan korporasi non bank), pemerintah daerah, organisasi sosial, maupun lembaga pemerintah lainnya. Penerbitan sukuk model ini akan menambah varian sukuk di pasar sekunder, meningkatkan penanaman dana oleh investor, sekaligus memperdalam pasar keuangan syariah Indonesia. Kajian Pendukung Pengaturan Bank Indonesia untuk Sertifikat Deposito Syariah (NCD syariah) Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelesaikan kajian pengaturan NCD Syariah. Kajian tersebut berisi karakteristik instrumen NCD syariah, mekanisme transaksi, benchmarking transaksi NCD syariah di negara lain, dan bentuk-bentuk pengaturan transaksi NCD syariah. Penyusunan kajian sejalan dengan penerbitan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang Sertifikat Deposito Syariah (NCD Syariah) pada Desember 2015 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan terkait NCD. 86 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Meningkatkan Implementasi PBI Repo dan Hedging Syariah Bank Indonesia melakukan monitoring kegiatan di pasar keuangan syariah secara berkala, terutama untuk memantau realisasi transaksi repo syariah atau hedging syariah pasca pemberlakuan PBI repo dan hedging syariah. Pada triwulan I-2016, peraturan mengenai transaksi lindung nilai syariah (hedging syariah) ditetapkan dalam rangka penguatan struktur pasar valuta asing domestik dan memitigasi risiko pergerakan nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia juga aktif berdiskusi dengan pelaku pasar keuangan syariah untuk memperoleh masukan atas kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan transaksi repo dan hedging syariah. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai ketentuan pasar uang antarbank syariah (PUAS), pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melaksanakan sosialisasi PBI Repo syariah dan Hedging Syariah di Makassar kepada pelaku usaha syariah dan perbankan syariah wilayah Indonesia Timur. Para pelaku usaha antara lain mencakup hotel syariah, rumah sakit Islam, farmasi syariah, bisnis ritel Islam, pengusaha busana muslim dan muslimah, sekolah Islam, perfilman Islam, dan supermarket Islam. Pelaksanaan sosialisasi dilakukan dalam bentuk presentasi, diskusi, dan film animasi pendek yang menjelaskan mengenai transaksi hedging syariah. Kegiatan sosialisasi sebelumnya telah dilakukan di Medan dan Jogjakarta yang mencakup pelaku usaha dan perbankan syariah di wilayah Sumatera dan Jawa. 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia terus melakukan berbagai program pengembangan pasar keuangan untuk menciptakan pasar uang yang dalam dan efisien, guna mendukung transmisi kebijakan moneter dan mendukung pembiayaan pembangunan. Sebagai upaya memperdalam pasar keuangan, Bank Indonesia terus melakukan penyempurnaan dengan menggunakan pendekatan 7 (tujuh) ekosistem pendalaman pasar. Pertama, instrumen, dengan prioritas pengembangan instrumen pasar rupiah dan valuta asing, baik di pasar uang rupiah, pasar valas, pasar obligasi, dan pasar saham, seperti Call Spread Option (CSO), Commercial Paper (CP), Negotiable Certificateof Deposit (NCD). Kedua, pengguna/penyedia dana, dengan prioritas menambah jumlah penyedia dan pengguna dana sekaligus mendorong keaktifan dalam transaksi. Ketiga, lembaga perantara (intermediaries), dengan prioritas penguatan kelembagaan di pasar keuangan meliputi institusi perbankan dan non-perbankan, termasuk pembentukan Komite Nasional Pendalaman Pasar Keuangan. Pada 2016, Bank Indonesia memperkuat infrastruktur pasar uang dan secara aktif mendorong transaksi lindung nilai. Sejalan dengan kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia menjaga kecukupan likuiditas valuta asing untuk memenuhi kebutuhan transaksi. Keempat, infrastruktur pasar, dengan prioritas membangun dan mensinkronkan infrastruktur pasar keuangan, meliputi Electronic Trading Platform (ETP), Financial Technology (Fintech), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), Central Counterparty (CCP), Bursa, dan lain-lain. Kelima, kerangka pengaturan (regulatory framework), dengan prioritas pada kejelasan, harmonisasi dan penyesuaian regulasi, standardisasi perlakuan akuntansi, dan lain-lain. Keenam, benchmark rate, dengan prioritas memperkuat kredibilitas benchmark rate seperti Jakarta Interbank Offered Rate (Jibor), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) rate, dan lain-lain. Ketujuh, koordinasi dan edukasi, dengan prioritas koordinasi dengan OJK dan Kementerian Keuangan dalam rangka pendalaman pasar keuangan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 87 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Prioritas Pengembangan instrumen pasar Rupiah dan valuta asing, a.l. CSO, CP, NCD, dll Instrumen Prioritas penguatan dukungan kelembagaan, termasuk pembentukan Komite Nasional Pendalaman Pasar keuangan Prioritas pada kejelasan, harmonisasi dan penyesuaian regulasi, standardisasi perlakuan akuntansi Lembaga Perantara (Intermediaries) Pengguna/ Penyedia Dana Koordinasi & Edukasi Kerangka Pengaturan (Regulatory Framework) Benchmark & Rate Infrastruktur Prioritas menambah jumlah penyedia dan pengguna dana sekaligus mendorong keaktifan dalam transaksi Prioritas memperkuat kredibilitas benchmark rate seperti JIBOR, JISDOR, IBPA rate, dll Prioritas membangun dan mensinkronkan infrastruktur pasar keuangan, meliputi ETP, Fintech, BI-SSSS, Bursa, dll Gambar 3.1 7 (Tujuh) Ekosistem Pendalaman Pasar Keuangan Berdasarkan pendekatan pengembangan pasar keuangan berbasis 7 ekosistem tersebut, Bank Indonesia menyusun kebijakan pendalaman pasar keuangan yang komprehensif. Dengan berdirinya Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK), Bank Indonesia mengembangkan pasar keuangan secara lebih terintegrasi bersama Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Keuangan. Bank Indonesia juga melakukan koordinasi untuk meningkatkan peran pelaku/asosiasi di pasar keuangan seperti Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC). Koordinasi tersebut difokuskan untuk mempercepat penerbitan berbagai instrumen di pasar uang, seperti Surat Berharga Komersial (CP), Negotiable Certificate of Deposit (NCD), dan Call Spread Option (CSO). Untuk meningkatkan benchmark rate yang kredibel bagi pelaku pasar uang, Bank Indonesia menyusun ketentuan mengenai JIBOR dan JISDOR. Penguatan kemampuan pelaku di pasar uang, dilakukan pengembangan ketentuan Pialang Pasar Uang (PPU). Bank Indonesia juga melakukan focus group discussion (FGD) sertifikasi dealer dan implementasi code of conduct yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pelaku transaksi dan kepatuhan terhadap ketentuan dan etika pialang uang. Dalam rangka memperkuat infrastruktur pasar uang, Bank Indonesia menyempurnakan sistem transaksi dan pelaporan. Pengembangan infrastruktur antara lain meliputi pengembangan electronic trading platform (ETP), persiapan alternatif penggunaan BISSSS untuk menatausahakan NCD dan CP, melakukan analisis dan pengembangan terkait roadmap Cetral Counterparty (CCP). Pengembangan CCP bertujuan untuk meminimalisir risiko transaksi di pasar keuangan, dengan mencegah kegagalan pelaksanaan/penyelesaian transaksi (default) yang dapat menyebabkan efek domino sistemik dan mencegah pengenaan tarif dalam skema margining rule yang diterapkan di negara maju. Selain pengembangan CCP, pada triwulan III-2016, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan tentang transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dan pihak domestik maupun pihak asing. Dalam pengaturan ini, Bank dilarang melakukan transaksi structured product valas terhadap Rupiah, kecuali berupa call spread option yang memenuhi persyaratan. Pengecualian atas transaksi derivatif call spread option ini dilakukan secara terukur dan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Terkait pelaksanaannya, bank yang melakukan transaksi call spread option wajib dilakukan secara dynamic hedging. Hal ini untuk memitigasi risiko “open position” bank terhadap risiko pasar. 88 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan teknis pelaku pasar uang, Bank Indonesia melaksanakan rangkaian kegiatan capacity building melalui focus group discussion (FGD) dan workshop. Program tersebut meliputi FGD pengembangan pasar Repo dan workshop mekanisme operasional transaksi Repo, workshop penyusunan Global Master Repo Agreement (GMRA), sosialisasi mendorong penandatanganan GMRA dan sosialiasi ketentuan tentang PUAS dan hedging syariah. Program lainnya adalah FGD peningkatan transaksi di pasar valas, sosialisasi ketentuan mengenai suku bunga penawaran antarbank, dan sosialisasi ketentuan mengenai pasar uang14. Untuk memperdalam pasar valuta asing, Bank Indonesia terus berupaya menjaga kecukupan likuiditas valuta asing untuk memenuhi kebutuhan transaksi terutama ekspor dan impor, berlandaskan pada ketentuan kehati-hatian (prudential measures). Untuk mengurangi ketergantungan kepada mata uang tertentu dan mengurangi volatilitas nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia telah menandatangani kerja sama dengan negara kawasan, yaitu Malaysia dan Thailand dalam skema Local Currency Settlement (LCS). Secara intensif, Bank Indonesia melakukan sosialisasi transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik dan pihak asing kepada nasabah korporasi perbankan. Bank Indonesia juga terus mendorong penggunaan instrumen derivatif dalam rangka lindung nilai atas risiko nilai tukar, baik transaksi lindung nilai konvensional seperti plain vanilla maupun structured product seperti calls preadoption, serta lindung nilai berbasis prinsip syariah (hedging syariah). Bank Indonesia secara aktif mendorong bank untuk melakukan transaksi lindung nilai dengan structured product yang lebih efisien, seperti Call Spread Option (CSO). Bank Indonesia juga aktif mensosialiasikan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri guna menjaga ketahanan ekonomi Indonesia. BOKS Bank Indonesia Menjadi Poros Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia menyelenggarakan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) pada 25 – 28 Oktober 2016 di Surabaya. Penyelenggaraan ISEF yang telah dimulai sejak 2014 menandakan peran aktif Indonesia sebagai poros pengembangan ekonomi syariah internasional. ISEF diinisiasi Bank Indonesia dan diselenggarakan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif, Islamic Development Bank, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf Indonesia, Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian PPN-Bappenas, serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sebagai bagian dari peran aktif dalam memperkuat ekonomi dan keuangan syariah secara nasional. Rangkaian acara ISEF terdiri atas 2 (dua) segmen utama yaitu Shari’a Economic Forum dan Shari’a Fair. Shari’a economic forum dan talkshow bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada stakeholders mengenai konsepsi dasar ekonomi dan keuangan syariah maupun isu-isu terkini. Hal utama yang diangkat dalam Shari’a Forum adalah mengenai integrasi sisi komersial dan sosial dalam ekonomi syariah untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Topik tersebut diangkat untuk lebih 14 PBI No. 18/11/PBI/2016 tanggal 10 Agustus 2016 perihal Pasar Uang. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 89 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia mengoptimalisasi pengelolaan zakat dan wakaf untuk meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Selain itu, dibahas pula mengenai usaha-usaha pendalaman pasar keuangan syariah. Di sektor riil, dilakukan pula pembahasan mengenai inklusi keuangan syariah, yang antara lain dilakukan dengan pembentukan less cash zone di pesantren. Dalam Shari’a Fair, konsep yang diangkat adalah aspek-aspek ekonomi syariah yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu 5F: Finance (keuangan), Fashion, Food (kuliner), Funtrepreneur (wirausaha), dan Fundutainment (pendidikan dan hiburan). Shari’a Fair menampilkan rangkaian pameran produk-produk UMKM kreatif berbasis syariah yang juga disertai dengan talkshow, workshop, hiburan dan festival kuliner berbasis syariah. Dibandingkan tahun sebelumnya, tingkat partisipasi Shari’a Fair meningkat sebagaimana tercermin pada peningkatan jumlah booth, pengunjung, dan nilai transaksi. Dengan penyelenggaraan Shari’a Fair, masyarakat dapat berkenalan dan bersentuhan langsung dengan produk ekonomi dan keuangan syariah. Melalui penyelenggaraan ISEF 2016, Bank Indonesia berharap ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dapat terus meningkat, baik melalui kajian-kajian yang mendukung maupun pemahaman dan penerimaan masyarakat yang semakin tinggi. 3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif Perluasan akses keuangan yang inklusif selama 2016 ditempuh melalui program elektronifikasi dan perluasan ekosistem transaksi nontunai berbasis layanan keuangan digital dan sinergi dengan pihak terkait. Semangat untuk meningkatkan jumlah masyarakat yang dapat mengakses layanan keuangan formal semakin tinggi. Pada 18 November 2016, Presiden RI Joko Widodo telah meluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Keuangan inklusif telah menjadi program prioritas untuk Indonesia, dimulai dari peluncuran dokumen awal Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) pada 2012, oleh Wakil Presiden RI dalam kegiatan the 1st ASEAN Conference on Financial Inclusion. Selanjutnya, pada 1 September 2016, Presiden Republik Indonesia menandatangani Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016 mengenai Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Dalam SNKI, keuangan inklusif didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang dituju difokuskan kepada masyarakat berpendapatan rendah, pelaku usaha mikro dan kecil, serta masyarakat yang merupakan lintas kelompok seperti pekerja migran, wanita, kelompok masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau terluar, serta pelajar, mahasiswa, dan pemuda. SNKI terdiri atas 5 (lima) pilar, yaitu edukasi keuangan, hak properti masyarakat, fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan, layanan keuangan kepada sektor pemerintah, serta perlindungan konsumen. Pilar SNKI tersebut didukung oleh 3 fondasi, yakni kebijakan dan regulasi yang kondusif, infrastruktur dan teknologi informasi keuangan yang mendukung, serta organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif. Sebagai bentuk komitmen Bank Indonesia dalam mendukung SNKI tersebut, selama tahun 2016 Bank Indonesia telah melakukan dual kebijakan untuk keuangan inkusif, yaitu: 90 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia a. Kebijakan elektronifikasi Selama 2016, implementasi Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) terus dilakukan melalui program elektronifikasi. Presiden Republik Indonesia mengarahkan agar setiap penyaluran bantuan sosial (Bansos) dalam bentuk non-tunai melalui sistem perbankan. Arahan tersebut telah dituangkan dalam usulan Peraturan Presiden, yang mencantumkan model bisnis penyaluran Bansos non tunai yang telah disusun oleh Bank Indonesia. Penggunaan 1 kartu dan 1 rekening untuk penyaluran berbagai jenis Bansos menunjukkan peran elektronifikasi dalam meningkatkan nilai tambah dan manfaat bagi masyarakat penerima bantuan, pemerintah, dan lembaga penyalur. Prinsip dalam mewujudkan program bantuan adalah “Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas” atau prinsip 6T. Selama 2016, Bank Indonesia bersama Kementrian Sosial telah menginisiasi penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) kepada 612.000 ribu penerima di 18 provinsi dan penyaluran bantuan pangan Beras Sejahtera (Rastra) melalui Himpunan Bank-bank Negara (Himbara). Program penyaluran Bansos non-tunai akan terus diimplementasikan antara lain untuk bantuan pangan (Rastra) di 44 kab/kota, Program Keluarga Harapan, dan Program Indonesia Pintar. b. Kebijakan perluasan ekosistem transaksi tunai Sebagai upaya peningkatan akses keuangan, Bank Indonesia dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah menandatangani nota kesepahaman pada 26 Mei 2016. Nota kesepahaman itu terkait peningkatan akses keuangan dan elektronifikasi penyaluran bantuan dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desa, kawasan perdesaan, daerah tertinggal, dan kawasan transmigrasi. Sebagai bagian dari nota kesepahaman tersebut, Bank Indonesia juga menginisiasi proyek percontohan (pilot project) desa digital di desa Sindang Jawa, Cirebon, yang memfokuskan pada pemanfaatan dana desa secara non-tunai melalui kehadiran agen LKD. Pada 2016, Bank Indonesia juga masih melakukan upaya perluasan akses keuangan dengan menghadirkan Layanan Keuangan Digital (LKD) di pondok pesantren. Alasannya, pondok pesantren dapat menjadi pembawa pengaruh (influencer) kepada sebagian besar masyarakat di sekitarnya. Beberapa transaksi yang telah difasilitasi antara lain pembayaran uang sekolah siswa, gaji karyawan, dan zakat. Ke depan, LKD diharapkan tidak hanya berfokus pada aktivitas internal pondok pesantren, namun juga dapat berperan pada masyarakat di luar pondok pesantren. Perluasan LKD untuk komunitas tertentu juga dilakukan kepada TKI dan keluarga. Perluasan tersebut ditempuh dengan pengembangan remitansi secara non-tunai dengan berbasis digital, sebelumnya cash to cash menjadi cash to account. Langkah ini mendorong keluarga penerima memiliki akses keuangan. Peningkatan transaksi ritel non-tunai juga difokuskan pada sektor transportasi yang masih didominasi transaksi tunai. Peningkatan transaksi di sektor transportasi dilakukan melalui pengembangan program electronic toll collection dan kerjasama e-ticketing, serta e-parking. Bank Indonesia juga mengembangkan konsep smartcity terkait pengembangan ekosistem pembayaran non-tunai. Beberapa kota yang telah mengimplementasikan antara lain Jakarta dengan konsep pembayaran kartu Jakarta One, Bandung, Makassar dengan Smart Card Makassar, Sumatera Utara dengan Kartu Sumut Elektonic Payment and Purchase (SEPP), dan komunitas nelayan dengan Kartu layanan keuangan terintegrasi (Lantera). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 91 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Selama ini, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Sekitar 99,9% unit bisnis di Indonesia merupakan UMKM dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia (Kementerian Koperasi dan UKM, 2014). Meski demikian, dukungan pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM di Indonesia hanya mencapai 7,2% dari produk domestik bruto (PDB). Dukungan pembiayaan ini paling rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Kamboja (Asian Development Bank, World Bank Global Index, 2014). Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan tersebut telah mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui dua pendekatan utama, yaitu peningkatan kapasitas ekonomi UMKM dan peningkatan pembiayaan maupun akses keuangan UMKM. Pelaksanaan kegiatan tersebut didasari oleh hasil penelitian/kajian yang mendukung pengembangan UMKM dan didukung pula dengan kerja sama dan koordinasi pada lingkup domestik maupun internasional. 3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan UMKM Pada 2016, Bank Indonesia melakukan inovasi untuk meningkatkan bankabilitas UMKM melalui pemanfaatan sistem resi gudang, pengembangan model bisnis hilirisasi, dan pelatihan pencatatan transaksi keuangan menggunakan aplikasi. Pada 2016, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM melalui berbagai program untuk meningkatkan kapasitas ekonomi UMKM serta meningkatkan pembiayaan dan akses keuangan UMKM. Peningkatan kapasitas ekonomi UMKM Sejalan dengan fungsi Bank Indonesia dalam pengendalian harga, Bank Indonesia berupaya untuk mendorong peningkatan kapasitas ekonomi UMKM dengan tujuan utama meningkatkan daya beli masyarakat dan pasokan komoditas volatile food. Upaya tersebut diwujudkan melalui program-program antara lain pengembangan klaster, UMKM unggulan, wirausaha Bank Indonesia, pelatihan, edukasi, dan pendampingan UMKM. Selama 2016, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan antara lain: a.Program Local Economic Development (LED). Bank Indonesia memperkuat pelaksanaan program penciptaan aktivitas ekonomi baru di daerah dan desa melalui pengembangan UMKM unggulan dengan pendekatan ekonomi lokal atau Local Economic Development (LED). Pada 2016, program LED dilaksanakan di 2 (dua) wilayah dengan tema industri kreatif dan pemberdayaan perempuan. Implementasi tema industri kreatif diwujudkan melalui kesepakatan/ komitmen bersama antara Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, dan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar untuk mengembangkan produk Tenun Mandar. Sementara itu, tema pemberdayaan perempuan dilaksanakan melalui kesepakatan kerja sama antara Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah Manokwari untuk mengembangkan UMKM unggulan dengan fokus pada pelaku usaha dan pekerja wanita. b. Pilot Project Model Bisnis Klaster Ketahanan Pangan (Hilirisasi). 92 Terkait dengan upaya pengendalian harga volatile food, Bank Indonesia mendorong perluasan dan pengembangan klaster UMKM dengan pendekatan hilirisasi dan menjadi salah satu instrumen Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Pada 2016, Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat telah melaksanakan proyek Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia percontohan (pilot project) hilirisasi untuk komoditas bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dan komoditas cabai merah di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Proyek percontohan ini bertujuan untuk membangun model bisnis klaster dengan fokus pada pengolahan komoditas pascapanen menjadi produk turunan yang memiliki nilai tambah. Terdapat 2 (dua) pendekatan dalam implementasi program hilirisasi sebagai berikut: • Pertama, hilirisasi dengan skala menengah (agroindustri). Pendekatan ini dapat diterapkan pada klaster yang sudah kuat dilihat dari kapasitas produksi dan kelembagaan ekonomi petani. Walaupun berskala menengah, dalam model yang disusun tetap melibatkan petani/ poktan sebagai salah satu mitra klaster. • Kedua, hilirisasi skala kecil (industri rumahan), sebagai upaya peningkatan potensi usaha dan kapasitas ekonomi kelompok tani. Dalam pendekatan ini, hilirisasi akan ditingkatkan ke skala lebih besar sehingga perlu dilakukan penguatan kapasitas usaha dan kelembagaan/kelompok. Sejak triwulan III-2016, implementasi tahapan hilirisasi difokuskan pada perencanaan bisnis sistem klaster yang meliputi skema investasi, penyusunan profil industri, perhitungan kelayakan industri, dan penilaian komposisi investasi. c. Penyelenggaraan Pameran Produk UMKM Binaan Bank Indonesia. Untuk mendorong peningkatan akses pasar UMKM, Bank Indonesia menginisiasi penyelenggaraan pameran produk UMKM Binaan Bank Indonesia dan aktif berpartisipasi pada berbagai kegiatan pameran produk UMKM. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mendorong pengembangan UMKM industri kreatif dan ketahanan pangan berbasis syariah pada Shari’a Fair yang merupakan rangkaian penyelenggaraan 3rd Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF). Kegiatan ini mengusung konsep 5F (Finance, Food, Fashion, Funtrepreneur, dan Fundutainment). Meningkatkan Pembiayaan dan Akses Keuangan UMKM Bank Indonesia melakukan program perluasan dan pendalaman infrastruktur kredit UMKM untuk mengurangi kendala assymmetric information yang disebabkan adanya kesenjangan antara kapasitas UMKM dan kapasitas pembiayaan perbankan. Hal ini dilakukan antara lain melalui program: a. Peningkatan akses jasa keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan Bank Indonesia melakukan proyek percontohan untuk meningkatkan akses jasa keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Gorontalo. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat pesisir mengenai jasa layanan perbankan dan manfaatnya, Bank Indonesia melakukan sosialisasi berbagai jenis produk perbankan. Selain itu, Bank Indonesia melakukan pelatihan untuk peningkatan kapasitas usaha, manajemen keuangan sederhana, dan teknik pemasaran produk hasil olahan perikanan tangkap. Pada akhir pilot project, perbankan melakukan penyaluran kredit kepada kelompok masyarakat pesisir. b. Kajian arah pengembangan klaster komoditas volatile food untuk pengendalian inflasi. Berdasarkan kajian yang dilakukan di 3 (tiga) lokasi klaster Bank Indonesia, perlu dilakukan penguatan peran klaster melalui sinergi positif dengan berbagai program pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mendukung pengendalian inflasi. Ke depan, klaster komoditas volatile food akan diintegrasikan ke dalam program Tim Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 93 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sebagai role model yang implementatif dan dapat direplikasi di berbagai wilayah. c. Peningkatan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai salah satu instrumen pengendalian inflasi dan sarana untuk meningkatkan akses pembiayaan. Bank Indonesia melakukan kajian untuk meningkatkan implementasi SRG. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa faktor utama keberhasilan pemanfaatan SRG terletak pada peran pengelola gudang. Selain harus memiliki kemampuan manajemen pengelolaan gudang yang baik, pengelola gudang harus memiliki jiwa kewirausahaan. Kelompok tani juga memegang peranan sangat penting dalam implementasi SRG. Selain sebagai fasilitator dalam sharing informasi, kelompok tani berperan untuk memperkuat bargaining position petani Indonesia yang umumnya memiliki skala usaha yang sangat kecil. Peran pemerintah daerah juga sangat signifikan dalam pengembangan implementasi SRG di daerah. Pada 2016, Bank Indonesia telah melaksanakan proyek percontohan di 2 (dua) lokasi, yaitu di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (komoditas Gabah) dan Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (komoditas Kakao). Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan focus group discussion (FGD) dengan pelaku dan kementerian/ lembaga terkait untuk monitoring, evaluasi, dan finalisasi laporan akhir. d. Pelatihan pencatatan transaksi keuangan (PTK) dan aplikasi pencatatan transaksi keuangan Pada 2016, Bank Indonesia melakukan inovasi untuk meningkatkan bankabilitas UMKM melalui pemanfaatan sistem resi gudang, pengembangan model bisnis hilirisasi, dan pelatihan pencatatan transaksi keuangan menggunakan aplikasi. Untuk meningkatkan kemampuan pelaku Usaha Menengah dan Kecil (UMK) dalam mencatat transaksi keuangan dan menyusun laporan keuangan, Bank Indonesia bekerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyusun Pedoman dan Modul PTK sederhana bagi UMK. Berdasarkan pedoman dan modul tersebut, Bank Indonesia mengembangkan Aplikasi Pencatatan Transaksi Keuangan (APIK). Penggunaan APIK oleh UMK diharapkan dapat mengurangi assymetric information dan membantu perbankan dalam menganalisis kelayakan calon debitur UMK. Saat ini, APIK dapat diunduh secara gratis di Google Play Store. Hingga akhir 2016, telah terdapat 3.722 pengguna smartphone berbasis android yang mengunduh SI APIK. Pada 2016, Bank Indonesia telah melaksanakan pelatihan PTK dan APIK sebanyak 13 kali kepada 880 orang. Para peserta antara lain terdiri dari kelompok perempuan, konsultan KPwBI wilayah, dinas terkait, konsultan keuangan mitra bank (KKMB), wirausaha Bank Indonesia (WUBI), Generasi Baru Indonesia (GenBI), perbankan, UMKM binaan perbankan, perwakilan anggota program pengendalian inflasi binaan KPwBI, penyuluh perikanan binaan Badan Pengembangan SDM dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP-KP). 3.2.5.2. Upaya Bank Indonesia Mendorong Bank Umum agar Memenuhi Target Rasio Kredit UMKM Untuk meningkatkan pembiayaan dan akses keuangan UMKM, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan yang mewajibkan bank umum untuk memenuhi target rasio kredit UMKM secara bertahap, yaitu 10% (2016), 15% (2017), dan 20% (2018), dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian15. Seiring dengan pemberlakuan ketentuan tersebut, 15 PBI No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan UMKM sebagaimana diubah dengan PBI No. 17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015. 94 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia memantau implementasi ketentuan dan menerapkan kebijakan insentif dan disinsentif untuk mendorong perbankan memenuhi rasio kredit UMKM yang telah ditetapkan. Sampai dengan triwulan IV-2016, 84 dari 118 bank umum telah mencapai rasio kredit UMKM minimal 10%, atau 47 bank yang memenuhi apabila non-performing loan UMKM dan total kredit diperhitungkan (< 5%). Beberapa kendala yang dihadapi oleh bank yang belum memenuhi ketentuan rasio kredit UMKM antara lain: -Kekurangan expertise dalam penyaluran kredit UMKM. - Keterbatasan jaringan kantor, infrastruktur, IT, dan SDM. - Biaya kredit tinggi sehingga bunga tidak kompetitif. - Kesulitan memperoleh debitur baru. - Terkendala kebijakan internal bank. - Belum cukup kuatnya perekonomian domestik yang berdampak pada tingginya risiko kredit (NPL) UMKM. 3.2.5.3. Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI DN) dalam Pengembangan UMKM a. Program Pengendalian Inflasi dalam bentuk Klaster Komoditas Volatile Food Hingga akhir 2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 178 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu di 44 wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN). Dari keseluruhan klaster, terdapat 147 klaster ketahanan pangan yang merupakan sumber inflasi yaitu komoditas cabai, bawang merah, bawang putih, padi, dan sapi potong. Untuk 31 klaster pangan lainnya antara lain mencakup perikanan, sayuran, ayam, kedelai, sagu, jagung, itik, tebu, kakao, dan mocaf. Pada 2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 178 klaster komoditas ketahanan pangan dan unggulan daerah di seluruh wilayah NKRI. 36 Wilayah 30 Wilayah 7 Wilayah 33 Wilayah 41 Wilayah Lainnya 31 Wilayah Peta Wilayah Klaster UMKM Binaan Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 95 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Untuk meningkatkan kinerja klaster, Bank Indonesia melalui KPwBI DN di daerah memberikan bantuan berupa Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), fasilitasi, maupun bantuan teknis. Bantuan yang diberikan meliputi aspek teknologi/budidaya, kelembagaan, akses pemasaran, hingga fasilitasi akses pembiayaan. Pada 2016, Bank Indonesia melakukan kegiatan fasilitasi antara lain: a. Pelatihan dan Fasilitasi Teknologi Budidaya Untuk meningkatkan kinerja klaster komoditas yang merupakan sumber pada inflasi di daerah, KPwBI DN melakukan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya terkini. Kegiatan yang dilakukan antara lain pelatihan mengatasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara organik oleh KPwBI Jember dan pelatihan budidaya bawang merah ramah lingkungan di ANSA School Boyolali oleh KPwBI Provinsi D.I. Yogyakarta. b. Fasilitasi Kelembagaan Untuk meningkatkan kapabilitas klaster, KPwBI melakukan fasilitasi kelembagaan antara lain berupa intermediasi perbankan untuk percepatan akses keuangan UMKM di KPwBI Provinsi Bali, fasilitasi sertifikasi Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) ke portal Kementerian Koperasi dan UMKM RI (KPwBI Provinsi Sulawesi Utara), studi banding ke Kulon Progo terkait manajemen pemasaran sistem lelang (KPwBI Cirebon), dan beberapa program lainnya. c. Fasilitasi Aspek Pasar Untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dari klaster, KPwBI melakukan fasilitasi pemasaran produk dan kelembagaan klaster melalui pemanfaatan teknologi terkini. Pada 2016, Bank Indonesia melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) Pemberian informasi pasar potensial dan harga bawang merah melalui web SIGAPURA oleh KPwBI Provinsi Bali. 2) Fasilitasi pembuatan dan aktivasi website Koperasi Maju Sejahtera yaitu tokosapiPO. com dan pemasaran sapi peranakan ongol (PO) oleh KPwBI Provinsi Lampung. 3) Pemberian apresiasi klaster bawang putih oleh KPwBI Tegal yang diikuti lebih dari 75 peserta petani klaster, UPTD Kec. Bojong dan Bumi Jawa, dan UPE BI Tegal. 4) Memfasilitasi klaster (kel. Tani Mekar Jaya) untuk mengikuti pameran/expo UMKM di Surabaya oleh KPwBI Tegal. b. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia Bank Indonesia melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung pengembangan wirausaha dan peningkatan akses keuangan. Kegiatan itu di antaranya adalah: 1)Pelaksanaan Training Of Trainers (ToT) pencatatan transaksi keuangan (PTK) menggunakan aplikasi berbasis smartphone (android) Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SI-APIK). Kegiatan ToT tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan pentingnya pencatatan transaksi keuangan bagi para wirausaha sekaligus memberikan pelatihan dalam menyusun laporan keuangan yang sederhana, sistematis, dan terstandar. Pada triwulan IV-2016, pelaksanaan ToT dilakukan di 3 (tiga) daerah di Indonesia, yaitu Pekalongan, Sorong (Papua Barat) dan DKI Jakarta. Dengan demikian, sepanjang 2016 ToT PTK telah dilaksanakan sebanyak 13 (tiga belas) kali di 12 (dua belas) wilayah. Pelaksanaan ToT 96 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia diikuti antara lain oleh konsultan UMKM Bank Indonesia, wirausaha dan UMKM binaan Bank Indonesia, konsultan keuangan mitra bank (KKMB), perwakilan pemerintah daerah (dinas perdagangan, dinas perindustrian, dan dinas pertanian), dan perbankan. 2) Peningkatan kapasitas wirausaha Bank Indonesia berupa pelatihan/seminar. Untuk memberikan tambahan motivasi wirausaha sekaligus meningkatkan minat berwirausaha bagi para wirausaha dan perwakilan manajemen klaster maupun GenBI, Bank Indonesia melakukan pelatihan/seminar kepada wirausaha binaan Bank Indonesia di 2 (dua) daerah, yaitu KPwBI Provinsi Maluku Utara dan KPwBI Cirebon. 3) Pelaksanaan bantuan teknis kepada UMKM. Untuk mengembangkan wirausaha di daerah, KPwBI memberikan bantuan teknis kepada UMKM Binaan KPwBI Lhokseumawe berupa pelatihan dengan topik “Wirausaha Tangguh dan Business Plan” serta “Perluasan dan Jejaring Pasar UMKM”. Selain itu, KPwBI Provinsi Sumatera Utara meluncurkan Klinik UMKM untuk membantu para wirausaha untuk mengembangkan usaha baik dari aspek pemasaran, inovasi, atau lainnya. 4)Pemberian award kepada wirausaha di daerah. Untuk memberikan apresiasi kepada wirausaha, KPwBI Provinsi Kepulauan Riau menyelenggarakan Maritime and Tourism Entrepreneur Award 2016 di Sumatera. Wirausaha pemenang I dan II berkesempatan mengikuti training dengan topik Exposure Visit to Phillipines SMEs. Pemenang III mengikuti training dengan topik Competitive Marketing Strategydan Marketing Channel Strategy. 3.2.5.4. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM Bank Indonesia aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan bagi UMKM. Hal ini merupakan salah satu bentuk komitmen dan peran nyata Bank Indonesia dalam pengembangan akses dan kapabilitas UMKM. Pada triwulan IV-2016, peran aktif Bank Indonesia dalam fora internasional meliputi: a. Menjadi anggota Delegasi RI pada“16thMeeting of the Regional Comprehensive Economic Partnership Trade Negotiation Committee (RCEP TNC)” pada 6-10 Desember 2016 di BSD City, Indonesia. Pertemuan dihadiri oleh delegasi dari seluruh negara anggota ASEAN, Australia, Tiongkok, India, Jepang, Korea, dan New Zealand, dan ASEAN Secretariat. Delegasi RI terdiri atas Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Luar Negeri, dan Bank Indonesia. Dalam pertemuan ini, Forum RCEP TNC telah memfinalisasi Chapter on SMEs dengan pokok penyempurnaan pada Article on Information Sharing dan Article on Cooperation. b. Menjadi anggota Delegasi RI pada 2nd ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small, and Medium Enterprise (ACCMSME) pada 21-25 November 2016 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darusalam. Pertemuan dihadiri oleh delegasi dari seluruh negara anggota ASEAN. Delegasi RI terdiri atas Kementerian Koperasi dan UKM (sebagai ketua), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Bank Indonesia. Salah satu fokus bahasan dalam pertemuan ini terkait Strategic Action Plan for SME Development dan alternatif pembiayaan bagi UMKM melalui Financial Techology (Fintech) untuk mendukung financial inclusion di ASEAN. c. Mengikuti 67th APRACA Executive Committee Meeting (Excom) & 20th APRACA General Assembly Meeting (GA) pada 9-11 November 2016 di Kathmandu, Nepal. Pada Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 97 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia kesempatan itu, Bank Indonesia melakukan sharing pengalaman dan berdiskusi mengenai implementasi keuangan inklusif di Indonesia dan beberapa negara anggota APRACA. Dalam pertemuan Excom dan GA ini, disepakati kelembagaan APRACA yaitu Bank Sentral Nepal selaku chairman, Bank of Cylon (Srilanka) selaku vice chairman, dan India selaku Sekjen APRACA periode 2017-2018. Bank Indonesia kembali terpilih menjadi salah satu anggota Excom periode 2017-2018. BOKS Kesuksesan Klaster Padi Kalimantan Barat Meraih Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi 2016 Menjaga stabilitas harga atau tingkat inflasi merupakan tugas utama Bank Indonesia selaku bank sentral. Inflasi di Indonesia umumnya disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas volatile food, yang meliputi komoditas pangan dan hortikultura. Kerentanan terhadap inflasi dipengaruhi oleh kendala produksi dan distribusi komoditas volatile food. Merespons permasalahan ini, pada tahun 2006 Bank Indonesia telah menginisiasi pengembangan klaster berbasis komoditas pangan penyumbang tekanan inflasi volatile food, di antaranya komoditas beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah dan daging sapi. Program ini dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir dan dilaksanakan di hampir seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bekerja sama dengan pemerintah setempat. Pada akhir tahun 2016, tercatat sebanyak 169 klaster pengendali inflasi yang dikembangkan oleh 44 Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Salah satu klaster binaan Bank Indonesia yang dinilai berhasil di 2016 adalah klaster padi yang dikembangkan oleh Kelompok Tani Nekat Maju di Kalimantan Barat. Kesuksesan klaster ini terletak pada inovasi teknologi tanam dalam meningkatkan produktivitas dan volume produksi padi secara signifikan melalui pengembangan metode baru, yaitu metode Hazton. Metode Hazton merupakan teknologi rekayasa tanam padi yang memaksimalkan sifat fisiologis tanaman padi. Keunggulan teknologi ini adalah penerapannya yang sederhana dan tidak banyak mengubah kebiasaan petani. Dengan menerapkan metode Hazton, produksi padi meningkat dari sebelumnya 4,5 ton/ha hingga saat ini mencapai 8,2 ton/ha, dan sedang diusahakan untuk meningkat mencapai 9,5 ton/ha. Selain itu, padi menjadi lebih tahan penyakit serta lebih efisien dalam penggunaan pupuk. Metode Hazton telah diterapkan oleh sebagian anggota klaster untuk luas lahan 80 ha dari total luas areal 200 ha. Akses pemasaran telah terbangun baik, dengan rekanan distributor yang banyak dan beragam. Klaster ini tengah menggenjot produktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan/permintaan pasar lokal yang belum dapat terpenuhi. Selain pencapaian kinerja klaster yang baik, klaster ini juga berkontribusi pada peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar melalui pengenalan metode budidaya baru dan penyediaan fasilitas tempat penjemuran gabah yang tertutup dan penggilingan, yang dapat dimanfaatkan bersama oleh masyarakat. Berdasarkan kisah sukses pengembangan klaster ini, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia berkomitmen untuk mendorong replikasi penerapan metode budidaya Hazton di wilayah lainnya dengan dukungan lintas sektoral dari Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, dan Desa, yang berperan penting dalam mendukung kesuksesan pengembangan klaster. 98 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Klaster padi binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat berhasil terpilih menjadi salah satu pemenang dalam acara Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi 2016 dan mendapatkan bantuan teknis berupa Program Sosial Bank Indonesia. Acara tersebut diikuti oleh 41 klaster binaan Bank Indonesia dan 29 klaster binaan Kementerian/Pemerintah Daerah/Lembaga yang mengembangkan komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan inflasi. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menginspirasi perluasan program pengendalian inflasi melalui replikasi dan koordinasi pelaksanaan program di daerah. 3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan Sistem Informasi Debitur (SID) merupakan sistem yang pengelolaan data perkreditan dari lembaga keuangan. Data perkreditan adalah data mengenai pengelolaan “Kredit” yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha. Dalam hal ini, terminologi kata “kredit” tidak hanya terbatas pada kredit dalam arti utang/pinjaman (loan), namun keseluruhan kewajiban keuangan yang timbul dari seorang debitur terhadap lembaga keuangan yang di antaranya meliputi pinjaman, bank garansi, dan Letter of Credit (LC). Pengelolaan data perkreditan dalam SID berfungsi untuk menyediakan informasi mengenai rekam jejak (track record) debitur dalam mengelola kreditnya. Selanjutnya, informasi track­_record tersebut digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai dan menganalisis calon debitur yang mengajukan kredit. Berdasarkan hasil analisa profil risiko dan faktor pengembangan lainnya, lembaga keuangan akan menentukan kelayakan calon debitur dalam pemberian fasilitas kredit. Pemanfaatan informasi kredit selama 2016 terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah debitur dan fasilitas kredit, guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat, Pengembangan SID dilakukan bekerja sama dengan otoritas terkait. Pengelolaan data perkreditan memberikan dampak positif, di antaranya adalah peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan kredit pada masing-masing lembaga keuangan. Berdasarkan informasi perkreditan yang disediakan, lembaga keuangan dapat memberikan kredit kepada debitur dengan tingkat bunga dan jenis agunan yang berbeda antara satu debitur dan debitur yang lain. Bahkan, apabila diyakini bahwa calon debitur memiliki rekam jejak yang baik dalam pengelolaan kredit dan memiliki risiko yang rendah, lembaga keuangan dapat tidak mewajibkan debitur untuk menyediakan agunan sebagai jaminan atas kreditnya. Selain itu, lembaga keuangan akan lebih mudah melakukan kontrol dan antisipasi terhadap potensi terjadinya gagal bayar dari seorang debitur melalui analisa terhadap data perkreditan yang ada, sehingga hal tersebut dapat mengurangi dampak risiko kerugian bagi lembaga keuangan. Data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pemerintah, di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian RI, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kemenkumham. Khusus bagi Bank Indonesia, beberapa tugas dan fungsi yang didukung oleh data perkreditan mencakup antara lain perumusan dan pengambilan kebijakan serta pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di antaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan dan kendaraan bermotor, serta pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 99 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara dual system, yaitu sinergi antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry (PCR) dan lembaga swasta sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) atau dikenal dengan LPIP. Keberadaan LPIP akan menjadi mitra strategis dalam penyediaan produk informasi perkreditan yang lebih maju dan memiliki nilai tambah. Produk informasi perkreditan didukung cakupan dan jenis data yang komprehensif sehingga informasi yang dihasilkan dapat lebih memberikan manfaat baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga pemerintah. Sampai dengan Desember 2016, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID adalah 117 bank umum, 1.463 bank perkreditan rakyat, dan 37 lembaga keuangan nonbank (LKNB). Jumlah data debitur yang telah dilaporkan oleh pelapor dari lembaga keuangan sampai dengan triwulan IV-2016 mencapai 95,82 juta atau meningkat 1,91% dibanding triwulan III-2016 (qtq) dan meningkat 8,61% dibanding triwulan IV-2015 (yoy). Sementara, jumlah rekening fasilitas perkreditan mencapai 224,9 juta, meningkat 2,82% (qtq) dan meningkat 11,97% (yoy) (Tabel 3.3). Tabel 3.3 Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016 (dalam juta) Tahun Triwulan Jumlah Debitur Jumlah Rekening Fasilitas 2015 2016 III 86,38 IV 88,22 I 90,22 II 92,34 III 94,02 IV 95,82 194,99 200,86 206,87 213,36 218,73 224,90 3,50% Pertumbuhan 3,00% 2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% TW lll ke TW TW lV ke TW l lV 2015 TW l ke TW ll TW ll ke TW lll TW lll ke TW lV 2016 Pertumbuhan Debitur 2,13% 2,27% 2,35% Pertumbuhan Fasilitas 3,01% 2,99% 3,14% 1,82% 2,52% 1,91% 2,82% Grafik 3.8 Tingkat Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016 Pada triwulan IV-2016, jumlah pemanfaatan informasi perkreditan (yang dikenal sebagai Informasi Debitur Individual/IDI) oleh lembaga keuangan sedikit mengalami peningkatan. Jumlah permintaan IDI pada triwulan IV-2016 mencapai 12,61 juta permintaan atau meningkat sebesar 21,16% (qtq) dan 27,86% (yoy) (Tabel 3.4). 100 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.4 Permintaan IDI per Triwulan periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016 (dalam juta) 2015 2016 III IV I II III IV 8,73 9,87 10,7 12,26 10,4 12,61 Jumlah IDI (Juta) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Jul Ags Sep Okt TW lll Nov Des Jan TW lV Feb Mar Apr TW l Mei Jun 2015 Permintaan IDI 2,4 2,9 2,3 3,3 Jul TW ll Aug Sep Okt TW lll Nov Des TW lV 2016 3,4 3,0 3,2 3,5 3,9 4,0 4,0 4,1 2,6 3,9 3,8 3,9 5,2 3,4 Grafik 3.9 Permintaan IDI periode Tw III - 2015 s.d Tw IV - 2016 Sebagai tindak lanjut rencana pengembangan Sistem Informasi Perkreditan Nasional (Sipnas), Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan guna memenuhi kebutuhan terkait data perkreditan oleh kedua Lembaga. Dalam hal ini, Bank Indonesia memerlukan data perkreditan untuk mendukung tugas dan fungsinya di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan memerlukan data tersebut untuk mendukung fungsinya di bidang mikroprudensial. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan secara intensif berkoordinasi untuk mengembangkan sistem informasi perkreditan yang andal dan berkualitas. Pengembangan sistem informasi perkreditan dimaksud telah dimulai oleh Otoritas Jasa Keuangan dan ditargetkan dapat diimplementasikan pada akhir 2017. Selanjutnya, proses transisi diperlukan guna mendukung operasional sistem informasi dimaksud. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan menyediakan data historis selama proses pengembangan sistem informasi yang dilakukan oleh OJK. Sebagai dasar hukum selama masa transisi, Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati keputan bersama tentang kerja sama dan koordinasi pengelolaan SID16. Sebagai tindak lanjutnya, Bank Indonesia telah melakukan tahapan penyaluran data kredit oleh LPIP yang telah diberikan izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan. 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Selain sebagai otoritas moneter dan stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia juga merupakan otoritas sistem pembayaran yang berwenang penuh untuk bertindak sebagai policy making body, regulator, licensor, supervisor, operator, administrator, dan katalisator. Pada 2016, kebijakan yang telah dilaksanakan, khususnya dalam bidang infrastruktur, ditujukan untuk mendukung sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, dan kelancaran. 16 Keputusan Bersama BI dan OJK No. 17/3/NK/GBI/2015 dan PRJ-50A/D.01/2015 tanggal 3 Desember 2015 tentang Kerjasama Dan Koordinasi Dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan SID (KB BI-OJK SID). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 101 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran guna menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Bank Indonesia terus berusaha untuk memperluas penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu: (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Berbagai upaya dan langkah kebijakan telah dilakukan Bank Indonesia hingga triwulan IV-2016 mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah guna menopang transaksi perekonomian. Hal itu tercermin dari pencapaian indikator sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. Indikator Kinerja Utama (IKU) IKU 4. % Ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran Bank Indonesia (High Value Payment System, Securities Settlement, Retail Value Payment System) Target Pencapaian Akhir Tahun 2016 99,97% 99,16% Penjelasan: Secara keseluruhan tahun 2016, penyelenggaraan sistem pembayaran Bank Indonesia berjalan dengan aman dan lancar. Meskipun terdapat sedikit gangguan terkait supply listrik eksternal, namun secara keseluruhan masih terkendali. Bank Indonesia juga telah melakukan perbaikan seperti fine tuning di sistem BI RTGS, sehingga seluruh transaksi SP dapat berjalan dengan lancar dan aman. IKU 5. Peningkatan transaksi SP ritel (APMK, uang elektronik, Internet Payment, Mobile Payment, Transfer Kredit SKN) 2,05 x GDP 2,50 x GDP Penjelasan: Pada Triwulan IV-2016, transaksi SP ritel mencapai 2,50 x GDP. Kondisi ini mencapai target yang ditetapkan sebesar 2,05 x GDP. Capaian ini juga meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,34 x GDP. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan sistem pembayaran non tunai yang dilaksanakan selama 2016. IKU 6: % Peningkatan coverage dan layanan distribusi uang Akhir 2016: Penambahan 12,0% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia Triwulan IV-2016: Penambahan 7,4% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia 102 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Penambahan 16,12% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia pada tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Pencapaian Akhir Tahun 2016 Penjelasan: Indikator kinerja utama peningkatan coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia merupakan salah satu pelaksanaan tugas Bank Sentral untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia membuka 14 (empat belas) Kas Titipan baru sebagai tambahan titik distribusi sehingga coverage bertambah sebesar 7,4%. Dengan demikian, sepanjang tahun 2016 terdapat 27 tambahan Kas Titipan baru. Sehubungan dengan hal tersebut maka penambahan coverage dari sepanjang tahun 2016 yang dilakukan Bank Indonesia adalah sebesar 16,12% atau di atas dari target yang ditetapkan yakni 9,9%. Empat belas Kas Titipan baru sepanjang triwulan IV 2016 berlokasi di: • Rengat (Provinsi Riau) – BNI • Sukabumi (Provinsi Jawa Barat) – Bank BJB • Probolinggo dan Banyuwangi (Provinsi Jawa Timur) – Bank Jatim • Melak dan Tana Paser (Provinsi Kalimantan Timur) – Bank Kaltim • Ruteng, Ende dan Lembata (Provinsi Nusa Tenggara Timur) – Bank NTT • Bulukumba (Provinsi Sulawesi Selatan) – Bank Sulselbar • Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara) – BRI • Wamena (Provinsi Papua) – Bank Papua • Fak-Fak dan Teluk Bintuni (Provinsi Papua Barat) – Bank Papua Dengan penambahan 14 (empat belas) Kas Titipan tersebut, total Kas Titipan Bank Indonesia menjadi sebanyak 62 titik dengan lima belas bank pengelola. Wilayah dengan Kas Titipan terbanyak yaitu pada wilayah Sulampua (19 lokasi) dan Sumatera (17 lokasi), diikuti oleh wilayah Kalimantan (13 lokasi), Bali Nusra (8 lokasi), dan Jawa (5 lokasi). Total coverage dan layanan distribusi uang Bank Indonesia sampai dengan akhir tahun 2016 mencapai 82,91% dari wilayah NKRI. Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan pengelolaan uang Rupiah untuk mencapai 100% wilayah NKRI. IKU 7: Soil Level ULE Nasional Minimum Soil Level 8 (UPB17) dan Soil Level 6 (UPK18) UPB : 10,5 UPK : 7 Penjelasan: Bank Indonesia berkomitmen untuk menyediakan uang layak edar bagi masyarakat, yaitu uang Rupiah asli yang memenuhi persyaratan untuk diedarkan berdasarkan standar kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penyediaan uang Rupiah yang berkualitas sangat penting dalam menjaga integritas Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, uang yang layak edar akan memberikan kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat. Berkenaan dengan hal ini, Bank Indonesia menetapkan kebijakan penetapan standar kelusuhan uang Rupiah (soil level19) secara nasional. Kebijakan standar soil level ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas uang yang beredar di masyarakat melalui on-site survey yang dilakukan oleh konsultan independen bersama KPwDN di 82 kota yang 17 UPB (Uang Pecahan Besar) meliputi uang Rupiah pecahan 20.000 – 100.000. 18 UPK (Uang Pecahan Kecil) meliputi uang Rupiah pecahan 10.000 ke bawah. 19 Soil level yang digunakan BI memiliki range soil level 1 s.d. soil level 16 yaitu soil level 1 adalah uang yang sangat tidak layak edar dan soil level 16 adalah uang hasil cetak sempurna dari Perusahaan Pencetakan Uang. Untuk tahun 2016 BI menetapkan soil level 8 sebagai standar uang yang layak edar, sehingga uang dengan soil level 1 s.d. soil level 7 merupakan uang tidak layak edar. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 103 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Pencapaian Akhir Tahun 2016 digunakan sebagai dasar perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Selain itu, untuk memperluas jangkauan survey, dilakukan juga survey di 10 kota dan 15 daerah terpencil di perbatasan. Berdasarkan hasil survey tersebut, masyarakat menilai bahwa kualitas uang Rupiah yang beredar relatif baik. Bank Indonesia terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang Rupiah baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai serta dengan kualitas yang baik. 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia menyempurnakan infrastruktur sistem pembayaran SKNBI dan meneruskan pengembangan NPG, serta memperluas penggunaan central bank money dalam penyelesaian transaksi di pasar modal, Untuk menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, keandalan dan efisiensi sistem pembayaran, Bank Indonesia secara konsisten dan berkesinambungan memperkuat sekaligus mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran. Hal ini antara lain dilakukan dengan memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran non-tunai dan turut mendorong penyelenggara sistem pembayaran untuk senantiasa memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Selama 2016, khususnya triwulan IV-2016, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan sistem pembayaran, antara lain: a. Perluasan Penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk Setelmen Dana Transaksi Surat Berharga di Pasar Modal Untuk memperluas penggunaan CeBM sebagai setelmen dana transaksi surat berharga di pasar modal, Bank Indonesia senantiasa berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Self-Regulatory Organizations (SRO) di pasar modal (PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI)). Koordinasi itu bertujuan untuk mengatasi isu dan hambatan dalam penerapan CeBM untuk setelmen dana transaksi surat berharga di pasar modal. Selama triwulan IV-2016, rata-rata harian penggunaan CeBM sebesar Rp7,1trilliun atau sebesar 65% dari nominal transaksi di pasar modal. Sementara ratarata harian penggunaan CeBM selama tahun 2016 adalah Rp7,4 triliun atau sebesar 66% dari nominal transaksi di pasar modal. b. Penerapan Penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk Investor Surat Berharga yang Ditatausahakan di BI-SSSS Penerapan penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS telah diberlakukan mulai 3 Oktober 2016 dan telah diresmikan penggunaannya pada 11 November 2016 oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, OJK dan PT KSEI. Penerapan Nomor Tunggal Identitas Investor akan mempermudah pelaksanaan konsolidasi data, informasi kepemilikan, dan aktivitas investor, baik untuk Surat Berharga Negara (SBN), surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia, maupun saham dan obligasi. Sampai dengan akhir Desember 2016, jumlah investor aktif yang telah menggunakan Nomor Tunggal Identitas Investor tercatat sebanyak 176.273 investor, atau 42,84% (qtq) dari total investor yang tercatat pada triwulan sebelumnya. 104 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia c. Fitur Bulk Payment pada Layanan SKNBI Guna mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar, dan handal, pada tanggal 2 Mei 2016 Bank Indonesia mengimplementasikan fitur baru pada layanan SKNBI, yaitu bulk payment. Fitur bulk payment yang terdiri dari Layanan Pembayaran Reguler (kredit) dan Layanan Penagihan Reguler (debit), dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran yang dilakukan secara berkala dengan lebih mudah dan efisien. Pada tahun 2016 volume transaksi bulk payment SKNBI tercatat sebesar 104.530 transaksi dengan nominal mencapai Rp1.078,3 milyar. d. Pemeliharaan dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Pembayaran Ritel Bank Indonesia Dalam penyelenggaraan sistem pembayaran ritel, Bank Indonesia senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas layanan kepada pesertanya dan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia untuk menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan dan keandalan sistem pembayaran di Indonesia. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan pengadaan Sistem Pemrosesan Warkat Debit (SPWD) untuk mengganti mesin Reader/Sorter di wilayah Jakarta dan Bandung yang telah habis umur teknisnya. Selain itu, Bank Indonesia mengintegrasikan proses penerimaan dari pemilahan warkat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kepada peserta kliring warkat debit di wilayah kliring otomasi. e. Penyempurnaan Ketentuan Bilyet Giro Bank Indonesia melakukan penyempurnaan ketentuan Bilyet Giro20 untuk menegaskan kedudukan bilyet sebagai sarana pemindahbukuan, memperjelas hak dan kewajiban para pihak dalam penggunaan Bilyet Giro, serta penerapan standar keamanan minimum pada warkat Bilyet Giro. Dengan disempurnakannya ketentuan Bilyet Giro, Bank Indonesia juga menyempurnakan ketentuan lain yang terkait, yaitu ketentuan terkait Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (DHN)21 dan Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia22. Ketentuan DHN tersebut bertujuan untuk mencegah peredaran cek dan/atau bilyet giro kosong dengan pemberlakuan pengenaan sanksi yang lebih proporsional baik melalui penetapan kriteria yang lebih ketat maupun cakupan efektifitas sanksi yang lebih luas. Sementara ketentuan Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh BI bertujuan untuk penguatan perlidungan kepada nasabah. Seluruh ketentuan terkait Bilyet Giro tersebut akan berlaku mulai 1 April 2017. Pada Desember 2016, Bank Indonesia telah mensosialisasikan ketentuan baru itu kepada perbankan dan masyarakat pengguna Bilyet Giro di 8 (delapan) kota. f. Kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway) Sepanjang 2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan desain konsep NPG dengan menggunakan model interkoneksi antar-switch. Pemilihan model tersebut dilakukan 20 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/41/PBI/2016 tanggal 22 November 2016 tentang Bilyet Giro dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 18/32/DPSP tanggal 29 November 2016 perihal Bilyet Giro. 21 PBI No. 18/43/PBI/2016 tanggal 28 Desember 2016 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan SE BI No. 18/39/DPSP tanggal 28 Desember 2016 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. 22 SE BI No. 18/40/DPSP perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia pada tanggal 30 Desember 2016. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 105 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dengan mempertimbangkan optimalisasi infrastruktur sistem pembayaran yang telah ada sekaligus memperhatikan keberadaan industri switching yang telah berkembang untuk menjaga kompetisi, efisiensi, serta inovasi produk dan layanan. Desain konsep NPG mencakup antara lain definisi, tujuan, cakupan, area pengembangan, dan roadmap implementasi. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan terkait pengembangan NPG. Kegiatan itu sebagian besar melibatkan pihak eksternal antara lain: 1. Bank Indonesia melaksanakan Proof of Concept (PoC) yang mencakup: a. PoC Interkoneksi Kartu Debit Domestik bersama dengan 7 (tujuh) bank dan 3 (tiga) penyelenggara jaringan switching yang secara kesleuruhan memiliki kontribusi besar. Kegiatan ini bertujuan untuk mempelajari konsep yang telah dikembangkan industri serta mempersiapkan industri dalam menjalankan interkoneksi kartu debit lintas switch dengan perubahan yang minimal pada infrastruktur ATM yang telah berjalan saat ini. b. PoC Interoperabilitas Uang Elektronik Berbasis Chip bersama dengan 6 penerbit uang elektronik chip based. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari solusi optimal dengan mempertimbangkan kondisi industri saat ini, termasuk banyaknya kartu yang beredar dengan standar yang beragam. 2. Dalam rangka persiapan implementasi NPG, Bank Indonesia menyelenggarakan beberapa kali High Level Meeting (HLM) dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan NPG seperti Lembaga Standar, Lembaga Switching dan Lembaga Services. Tujuan HLM tersebut antara lain untuk mensosialisasikan peran dan tanggung jawab lembaga yang akan dibentuk, menyepakati prinsip distribusi pendapatan serta sebagai persiapan implementasi NPG. 3. Bank Indonesia memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman interkoneksi kartu debit domestik antar prinsipal dan nota kesepahaman interkoneksi sistem dan interoperabilitas kartu debit dan uang elektronik. Penandatanganan nota kesepahaman itu melibatkan empat issuer/acquirer utama di Indonesia yang secara keseluruhan memiliki volume dan pangsa transaksi lebih dari 75%. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh komitmen dari industri sistem pembayaran nasional untuk mendukung implementasi NPG. 4. Bank Indonesia tengah menyusun pengaturan (PBI) NPG mencakup tujuan, ruang lingkup, kewajiban pihak-pihak yang terhubung ke NPG, kewajiban issuer dan acquirer, kelembagaan, serta pengaturan pendukung (routing domestik, branding, skema harga dan penetapan fitur layanan). Dengan adanya NPG, infrastruktur diharapkan saling terinterkoneksi sehingga siap melayani pemrosesan transaksi domestik dengan menggunakan berbagai instrumen. Tahap pertama diawali dengan ATM/debit, yang diikuti dengan uang elektonik, kartu kredit, dan online payment. g. Tindak Lanjut Implementasi Gerakan Nasional Non Tunai 106 Kegiatan sosialisasi dan edukasi untuk GNNT telah dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia. Di Kupang, Bank Indonesia mensosialisasikan tentang jasa sistem pembayaran di Indonesia dan peran Bank Indonesia sebagai Otoritas di bidang Sistem Pembayaran dan Gerakan Cinta Rupiah (GCR). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kegiatan serupa dilaksanakan di tiga daerah lainnya. Di Brebes, kegiatan dilakukan bersamaan dengan peluncuran “Program Ekonomi Kerakyatan” untuk Kelompok Tani Bawang Merah binaan Bank Indonesia. Di Jakarta, kegiatan diselenggarakan bersamaan dengan peringatan Hari Konsumen Nasional (Harkornas) untuk masyarakat dan instansi terkait. Di Semarang, Bank Indonesia menggelar acara “Edukasi Sistem Pembayaran” untuk perbankan, akademisi, mahasiswa, dan GenBI. Di penghujung 2016, Bank Indonesia melakukan kegiatan edukasi publik dengan nama “Smart Money Wave” di 4 kota di Indonesia, yakni Banjarmasin, Makassar, Medan, dan Semarang. Tujuannya adalah mensosialisasikan GNNT dan membiasakan masyarakat bertransaksi secara nontunai. Sasaran utama dari kegiatan ini adalah mahasiswa/ mahasiswi dan generasi muda milenial (Gen-Y) yang memiliki komunikasi terbuka dan daya adaptif tinggi terhadap perkembangan zaman serta perubahan teknologi dan informasi. Kegiatan Smart Money Wave aantara lain berupa workshop dan mini pameran, kompetisi video dan blog, publikasi di media/TV, media sosial, dan flyer, serta pesta netizen, yaitu pesta penghargaan dan hiburan. h. Implementasi Teknologi Chip dan PIN Online Enam Digit pada Kartu ATM/Debet Sejak 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) 6 (Enam) Digit untuk kartu ATM dan/atau kartu Debet. Ketentuan tersebut mewajibkan seluruh kartu ATM dan/atau kartu debet di Indonesia untuk menerapkan spesifikasi NSICCS (National Standard Chip Card Specification). Awal implementasi PIN 6 Digit dan persiapan host and backend system NSICCS adalah 1 Juli 2017. Selanjutnya, pemenuhan secara bertahap, yakni 30% pada 1 Januari 2019, 50% pada 1 Januari 2020, 80% pada 1 Januari 2021, dan 100% pada 1 Januari 2022. Selama 2016, berdasarkan hasil pengawasan oleh Bank Indonesia, implementasi NSICCS telah menunjukkan bahwa 19,46% mesin ATM dan 19,96% mesin EDC telah di-roll-out untuk dapat memproses kartu ATM/debit chip NSICCS, serta 0,6% kartu ATM/debit telah mengimplementasikan chip NSICCS. Tantangan yang dihadapi dalam implementasi NSICCS antara lain masih rendahnya pemahaman perbankan mengenai upaya penyesuaian infrastruktur untuk implementasi NSICCS. Untuk itu, Bank Indonesia terus aktif melakukan sosialisasi dan pelatihan. Dengan demikian, implementasi NSICCS diharapkan dapat terlaksana sesuai target. i. Implementasi Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam konteks bauran kebijakan, kewajiban penggunaan Rupiah di qilayah NKRI secara efektif mampu menegakkan kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI. Dengan adanya kewajiban tersebut, transaksi nontunai dalam negeri yang semula menggunakan mata uang dolar AS mulai menurun tajam sejak diberlakukannya ketentuan tersebut pada 1 Juli 2015. Pada Desember 2016, transaksi valas turun sebesar 44,56% (yoy) (Grafik 3.10). Perkembangan ini menunjukkan bahwa kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah 7.000 6.000 5.000 4.000 Juta USD PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah 6.272 6.118 Total Transaksi Barang Transaksi Jasa Unrequited Transfer (a.l.: pajak & hibah) Pinjaman Lainnya 5.424 5.508 5.090 4.946 4.979 3.8453.850 3.217 3.322 3.050 3.000 2.530 2.098 2.000 2.350 2.222 1.880 2.297 2.004 1.832 1.897 1.840 1.636 1.678 1.000 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan*Feb*Mar*Apr*Mei*Jun* Jul* Ags*Sep*Okt*No*vDes** 2015*) 2016 *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Sumber : DSta & DPKL Grafik 3.10 Transaksi Valas Antar Penduduk Per Jenis Transaksi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 107 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia NKRI berdampak positif dalam mendukung upaya pengelolaan permintaan valuta asing dan stabilitas nilai tukar rupiah. Secara umum, penggunaan valas domestik pada hampir semua jenis transaksi jasa mengalami tren penurunan. Masih adanya transaksi dalam valuta asing disebabkan masih terdapat kontrak/perjanjian yang telah ditandatangani sebelum 1 Juli 2015 serta kebijakan penuh dan yang diberikan Bank Indonesia bagi pelaku usaha dengan karakter tertentu. Sejak Februari 2016, Bank Indonesia telah melakukan pengawasan terhadap transaksi valuta asing yang terjadi di wilayah NKRI. Ruang lingkup pengawasan meliputi transaksi maupun kuotasi harga. Secara umum, berdasarkan hasil pengawasan terhadap transaksi non tunai, pelaku usaha telah mematuhi Undang-Undang No. 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI. Untuk kuotasi harga, Bank Indonesia masih menemukan pelanggaran, khususnya oleh penyelenggara jasa umrah, pariwisata dan hotel. Atas pelanggaran tersebut, Bank Indonesia telah memberikan sanksi administratif berupa surat teguran tertulis terhadap pihak-pihak yang masih melanggar ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah. j. Koordinasi Kebijakan Sistem Pembayaran Sistem pembayaran yang efisien, aman, andal, dan lancar merupakan salah satu pendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai misi tersebut, Bank Indonesia juga berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga terkait, terutama dengan kementerian dan otoritas. Untuk sistem pembayaran telah dibentuk Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) pada 2015 yang beranggotakan Bank Indonesia, Kemenkeu, Kemenkominfo, Kemendag, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Menindaklanjuti langkah FSPI tahun sebelumnya, maka selama 2016 telah dilakukan beberapa kali kegiatan koordinasi dan diskusi untuk membahas isu terkini serta harmonisasi pengaturan dan kebijakan di bidang sistem pembayaran. Beberapa topik atau isu terkini adalah mengenai financial technology (fintech), e-commerce, dan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway). Menyikapi semakin berkembangnya kemajuan teknologi yang dimanfaatkan oleh sektor keuangan, tak menampik munculnya berbagai risiko di bidang keuangan. Khusus money laundering dan pembiayaan terorisme, Bank Indonesia masih terus melakukan kerja sama dan koordinasi. Dalam keanggotaan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), pada 2016, Bank Indonesia secara aktif berperan serta dalam memberikan masukan untuk penyusunan Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan dan Pemberantasan TPPU 2017-2021. 108 Sebagai persiapan Indonesia menjadi anggota FATF, Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk penyusunan dan penyempurnaan ketentuan. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki kedudukan sebagai lembaga pengawas dan pengatur untuk kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) dan perusahaan transfer dana bukan bank (PTD BB). Pelaksanaan penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan KUPVA BB telah berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Di tingkat pusat di antaranya terlihat dari pertemuan forum koordinasi untuk menanggulangi KUPVA tidak berizin, berbagi mengenai fraud kartu kredit, dan sosialisasi Bank Indonesia terkait ketentuan maupun penanganan SP Iegal dan KUPVA tidak berizin kepada kepolisian. Kerja sama lainnya yakni penyediaan ahli dari Bank Indonesia untuk kasus-kasus terkait sistem pembayaran. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Terkait kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah NKRI, penurunan transaksi valuta asing antarpenduduk yang terjadi selama ini tidak terlepas dari dukungan berbagai kementerian dan lembaga terkait. Secara aktif, Bank Indonesia berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan dan harmonisasi kebijakan kewajiban penggunaan Rupiah. Selama 2016, Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Otoritas Jasa Keuangan, serta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dalam rangka penyelesaian tugas BI. Sebagai bentuk implementasi dari kerjasama tersebut, selama 2016, pelaksanaan penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan kegiatan usaha penukaran valuta asing telah berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pada tingkat pusat di antaranya terlihat dari pertemuan forum koordinasi dalam rangka menanggulangi KUPVA tidak berizin, berbagi pengalaman mengenai kejahatan kartu kredit, dan sosialisasi BI terkait ketentuan maupun penanganan SP Iegal dan KUPVA tidak berizin kepada kepolisian. Kerja sama lainnya yakni penyediaan ahli dari Bank Indonesia untuk kasus-kasus terkait sistem pembayaran. Koordinasi dan kerja sama dengan kementerian dan otoritas juga dilakukan oleh Bank Indonesia terkait keuangan inklusif yang merupakan komponen penting dari inklusi sosial dan ekonomi. Akses terhadap layanan keuangan dapat mengurangi kerentanan dan merupakan alat untuk membangun aset serta kemampuan ekonomi, yang pada akhirnya dapat membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan. Tersedianya akses terhadap layanan keuangan dasar merupakan hal penting bagi partisipasi yang lebih luas orang miskin dalam perekonomian modern. Dengan demikian, orang miskin pun dapat menjadi bagian dari masyarakat ekonomi yang lebih luas dan turut berperan dalam pembangunan nasional. BOKS Upaya Bank Indonesia Mendukung Perkembangan FinTech Gelombang Bangkitnya FinTech Teknologi telah mengubah kehidupan, terutama sejak ditemukannya internet dan merebaknya penggunaan gawai berbasis digital. Selain merambah dunia media, musik, dan film, melalui media daring, musik dan film yang dapat diunduh dari internet, teknologi juga merambah layanan keuangan. Di bidang keuangan, dalam beberapa tahun terakhir ini muncul istilah layanan teknologi keuangan berbasis digital yang akrab disebut FinTech atau Financial Technology. Secara sederhana, FinTech adalah berbagai inovasi yang menggabungkan fungsi Keuangan (Financial) dengan Teknologi. Pelaku usaha FinTech, yang umumnya disebut pelaku usaha rintisan (start-ups), berbekal ide kreatif dan inovatif, hadir memberi solusi alternatif atas kebutuhan masyarakat akan pelayanan jasa keuangan, mulai dari pembayaran, Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 109 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia pengiriman uang, mendapatkan pinjaman, berbelanja dan berdagang (e-dagang), hingga berinvestasi. Pemain-pemain baru di bidang FinTech ini bertindak sebagai platform atau mediator yang memfasilitasi transaksi keuangan masyarakat, termasuk keputusan investasi dan alokasi aset dalam prosedur yang relatif sederhana. Fasilitasi keuangan tersebut juga dilakukan melalui aplikasi dan/atau algoritma robotik berbasis jaringan internet (network) yang padat teknologi dan cenderung lintas batas (borderless). Hal yang menarik dari perkembangan pelaku rintisan di bidang FinTech adalah umumnya menjangkau segmen masyarakat dan/atau dunia usaha yang rata-rata tidak atau belum tersentuh oleh sektor keuangan formal, baik karena disebabkan oleh keterbatasan kapasitas jangkauan sektor keuangan formal, maupun karena belum atau tidak memenuhi kriteria-kriteria manajemen risiko yang dipersyaratkan secara baku oleh sektor keuangan formal. Dengan demikian FinTech diharapkan dapat menjadi jembatan bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi keuangannya. FinTech menyimpan potensi besar dalam ekonomi. Data dari McKinsey (2016) menunjukkan bahwa industri FinTech secara global meningkat signifikan, dari sekitar 800 pelaku hingga mencapai lebih dari 2.000 pelaku dalam kurun waktu satu tahun. Data lain menyebutkan bahwa total transaksi global FinTech di tahun 2016 diperkirakan mencapai 2.355 miliar dolar AS. Di Indonesia sendiri, menurut data Statista, nilai transaksi FinTech selama tahun 2016 diperkirakan mencapai 15,02 miliar dolar AS. Hasil kajian Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa akses pembiayaan dan konsumsi rumah tangga dari usaha FinTech mampu memberi dorongan bagi pertumbuhan ekonomi, mendukung ketahanan pangan, dan penyerapan tenaga kerja, walaupun untuk saat ini besarannya masih relatif kecil. Melihat pesatnya pertumbuhan FinTech di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini, terutama FinTech yang bergerak di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia memandang perlu untuk mendukung tumbuhnya inovasi dari pelaku FinTech tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan utama Bank Indonesia selaku Otoritas Sistem Pembayaran, yakni menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan andal, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional, mengedepankan prinsip kehati-hatian serta memperhatikan perlindungan konsumen. Bank Indonesia menyadari bahwa inovasi pelaku FinTech dapat dimanfaatkan untuk mendukung dan memberi solusi atas permasalahan-permasalahan ekonomi Indonesia, seperti mendorong penggunaan alat pembayaran non-tunai, menjembatani kebutuhan dan menggerakan kegiatan sektor usaha kecil dan mikro (UMKM) sekaligus turut mendorong inklusi keuangan. Melalui pemanfaatan dan inovasi teknologi, konsumen dapat menikmati berbagai kemudahan dan kecepatan transaksi, namun tetap berada dalam koridor kehati-hatian dan perlindungan konsumen. 110 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BOKS BI FinTech Office dan Regulatory Sandbox Bank Indonesia FinTech Office (BI FTO) yang dibentuk pada 14 November 2016 merupakan sebuah unit kerja dengan fungsi untuk menjaga agar inovasi FinTech di Indonesia dapat tumbuh berkembang dengan sehat dengan tetap mengutamakan kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Keberadaan BI FTO diposisikan untuk menjaga level playing field melalui rezim regulasi yang berimbang dan proporsional tanpa harus mematikan laju inovasi. Dalam pelaksanaan tugasnya, BI FTO memiliki 4 (empat) fungsi utama yakni: (i)Fungsi fasilitator/katalisator bagi pertukaran ide inovatif pengembangan FinTech di Indonesia; (ii)Fungsi business intelligence, dimana BI FTO akan secara rutin memberikan update melalui diseminasi hasil kajian dan pertemuan termasuk dengan kementerian dan otoritas terkait serta lembaga internasional; (iii)Fungsi asesmen, dimana BI FTO akan melakukan pemantauan dan pemetaan atas potensi manfaat sekaligus risiko dari inovasi model bisnis dan produk yang ditawarkan. Hasil asesmen tersebut akan menjadi dasar bagi perumusan kebijakan di Bank Indonesia; dan (iv)Fungsi koordinasi dan komunikasi, yang berperan memberikan pemahaman atas kerangka pengaturan yang ada, dan mendorong harmonisasi regulasi lintas otoritas. Sebagai bagian dari fungsi asesmen, BI FTO tengah mempersiapkan sebuah inisiatif yang dinamakan Regulatory Sandbox. Regulatory sandbox dapat dianalogikan sebagai sebuah laboratorium yang digunakan bersama oleh pelaku FinTech dan Bank Indonesia untuk menguji produk, layanan, model bisnis atau teknologi yang bersifat inovatif, khususnya sebelum masuk ke dalam rezim perizinan secara penuh. Di dalam regulatory sandbox, produk, layanan, model bisnis atau teknologi dari pelaku FinTech yang memenuhi kriteria tertentu dapat beroperasi secara normal dalam lingkungan terbatas yang ditentukan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap konsumen dan sistem keuangan, serta kerangka regulasi yang ada. Pembatasan tersebut diberikan dalam bentuk perizinan terbatas pada layanan, jangka waktu, dan/atau wilayah penyelenggaraan, atau dapat juga batasanbatasan lainnya yang ditetapkan oleh BI FTO dengan memperhatikan karakter dan risiko produk atau layanan yang diujikan. Melalui regulatory sandbox, Bank Indonesia dapat memonitor secara intensif keberlangsungan FinTech dalam perimeter risiko yang terjaga. Selain digunakan untuk evaluasi, metode ini juga akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mengambil langkah antisipatif dan korektif di waktu yang tepat apabila diperlukan. Lebih lanjut, data yang dihasilkan sepanjang proses monitoring dan pendampingan dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas respons kebijakan. Selain mengelola regulatory sandbox, Bank Indonesia juga memberikan perhatian khusus terkait FinTech yang dituangkan dalam salah satu Program Strategis Bank Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 111 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Indonesia. Dalam pelaksanaannya selama tahun 2016, Bank Indonesia telah melakukan kajian yang bersifat multidisiplin terkait cakupan dan pemetaan risiko FinTech dari sisi moneter, sistem keuangan, sistem pembayaran, hukum dan teknologi informasi. Program strategis terkait FinTech ini masih akan terus dilanjutkan pada tahun 2017. Beroperasinya BI FTO juga diharapkan dapat mendorong terbentuknya ekosistem yang baik bagi perkembangan FinTech di Indonesia. Dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator/katalisator, BI FTO telah melakukan engagement dengan Asosiasi FinTech Indonesia dan pelaku FinTech di Indonesia selama tahun 2016. Program “Meet the Startups Days” yang merupakan ajang diskusi berkala di Bank Indonesia telah mempertemukan BI FTO dengan lebih dari 30 pelaku FinTech di Indonesia, dan akan terus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya. Jejaring dan sinergi pelaku FinTech semakin diperkuat melalui berbagai kegiatan Forum Group Discussion, Talk Show, serta Seminar Nasional FinTech yang membedah isu-isu terkini dan terpenting dari FinTech. Menutup akhir tahun 2016, BI FTO juga telah menyelenggarakan Year End Gathering untuk memperkuat komunikasi dan jejaring dengan industri FinTech. Tak hanya melakukan engagement dengan industri, BI FTO juga secara rutin melakukan koordinasi dengan otoritas terkait seperti Kemenko Perekonomian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kemenkominfo serta Kemenkeu. Dalam skala internasional, BI FTO juga terlibat aktif di forum dan/atau kelompok kerja terkait FinTech di antaranya melalui program joint-research dengan beberapa negara di regional dalam EMEAP WGPSS (Working Group on Payment and Settlement System) Study Group on Digital Innovation. 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang Bank Indonesia memenuhi kebutuhan uang rupiah melalui penyediaan uang layak edar ke seluruh wilayah Indonesia termasuk ke wilayah terpencil. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya. 112 Kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Pelaksanaan ketiga pilar tersebut bertujuan untuk mencapai misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah yaitu memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketersediaan Uang Rupiah Dalam upaya mencapai pilar pertama, “ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya”, Bank Indonesia selama triwulan IV-2016 dan 2016 melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Koordinasi dengan Pemerintah RI dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang Undang-Undang tentang Mata Uang antara lain mengatur bahwa Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah dalam kegiatan perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang. Salah satu bentuk koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah terkait perencanaan pengeluaran uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 dengan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia desain baru yang memuat ciri-ciri sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Salah satu Implementasi SKNBI Generasi serta Sistem BI-RTGS ciri yang tercantum dalam uang Rupiah TE 2016 adalahIImemuat gambar pahlawan 23 dan BI-SSSS Generasi II nasional yang selanjutnya ditetapkan melalui Keputusan Presiden . Untuk itu, Bank Indonesia berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk pengurusan persetujuan penggunaan gambar pahlawan nasional oleh ahli waris. Bank Indonesia juga menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bersama beberapa instansi, pakar/akademisi dan Perum Peruri untuk mendapatkan masukan mengenai desain uang Rupiah baru. Selain perencanaan uang Rupiah baru, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan juga berkoordinasi mengenai jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk tahun 2016 dan 2017. Untuk tahun 2016, pencetakan uang yang direncanakan adalah sebesar Rp181,83 triliun yang terdiri atas Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sementara itu, rencana cetak uang tahun 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun yang terdiri atas Rp309,15 triliun uang kertas dan Rp1,46 triliun uang logam. Rencana cetak uang tersebut dihitung berdasarkan asumsi indikator makro ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate), masukan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia di seluruh Indonesia serta asumsi jumlah uang tidak layak edar yang akan dimusnahkan. Dalam rangka memastikan kecukupan uang Rupiah dan meningkatkan kualitas uang beredar di seluruh wilayah Indonesia, pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan pemantauan pemenuhan estimasi kebutuhan uang di Kantor Pusat dan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia, baik terkait distribusi uang, jumlah penarikan dan setoran perbankan maupun jumlah pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar. Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melakukan pemusnahan UTLE sebesar Rp48,9 triliun. Dengan demikian, jumlah pemusnahan UTLE sepanjang tahun 2016 mencapai sebesar Rp210,5 triliun. Jumlah pemusnahan tersebut telah disampaikan kepada Pemerintah cq Kementerian Keuangan sebagai bentuk koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah sebagaimana yang telah diamanatkan Undang-Undang. Selanjutnya, untuk menjaga akuntabilitas, jumlah dan nilai nominal uang Rupiah yang dimusnahkan Bank Indonesia selama tahun 2016 dicantumkan dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah Yang Dimusnahkan Tahun 201624 yang selanjutnya diundangkan dalam Lembaran Negara. b. Pengeluaran uang Rupiah Pengeluaran uang Rupiah oleh Bank Indonesia selalu didukung dengan perencanaan yang matang dan komprehensif, agar uang Rupiah yang diterbitkan memiliki kualitas yang baik dan kepercayaan masyarakat terhadap uang Rupiah yang diedarkan tetap terjaga. Pengeluaran uang Rupiah dilakukan dalam bentuk uang Rupiah emisi baru, uang Rupiah desain baru, dan uang Rupiah khusus (commemorative currency). Pada tanggal 19 Desember 2016, Presiden Republik Indonesia meresmikan peluncuran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi 2016, yaitu terdiri tujuh pecahan uang Rupiah kertas dan empat pecahan uang Rupiah logam dengan gambar Pahlawan dan desain serta ciri mengacu pada UU Mata Uang. 23 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 tanggal 5 September 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional sebagai Gambar Utama pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 24 PBI No. 19/1/PBI/2016 tanggal 30 Januari 2017. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 113 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Peresmian pada tanggal 19 Desember 2016 tersebut bertepatan pula dengan peringatan Hari Bela Negara. Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016 menampilkan dua belas gambar pahlawan nasional sebagai gambar utama di bagian depan uang Rupiah. Pencantuman gambar pahlawan tersebut merupakan bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan bagi negara Indonesia. Selain itu, semangat kepahlawanan dan nilai-nilai patriotisme para pahlawan nasional diharapkan dapat menjadi teladan, khususnya bagi generasi muda Indonesia. Untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia, uang Rupiah kertas menampilkan pula gambar tari nusantara dan pemandangan alam dari berbagai daerah di Indonesia. Keragaman dan keunikan alam dan budaya yang ditampilkan dalam uang Rupiah diharapkan dapat semakin membangkitkan kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang), Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Rupiah merupakan salah satu simbol kedaulatan negara yang wajib dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan uang Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI termasuk di daerah terpencil dan daerah terluar Indonesia. Penghargaan warga negara Indonesia pada mata uangnya sendiri diharapkan semakin mendorong berdaulatnya Rupiah di negeri sendiri. Terkait dengan dasar hukum pengeluaran dan pengedaran uang Rupiah baru tersebut, Bank Indonesia menerbitkan 18 (delapan belas) ketentuan mengenai pemberlakuan, pengeluaran, dan pengedaran uang Rupiah TE 2016 untuk seluruh pecahan termasuk uang Rupiah khusus. Dengan dikeluarkannya uang Rupiah TE 2016, uang Rupiah kertas dan logam yang masih beredar saat ini masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender) di wilayah NKRI sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran. c. Kerja sama pencetakan uang Rupiah dengan Perusahaan Umum Pencetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) Sesuai dengan amanat UU Mata Uang, pelaksana pencetakan Uang Rupiah adalah Badan Usaha Milik Negara, dalam hal ini adalah Perum Peruri. Untuk menjamin pencetakan uang Rupiah dilakukan sesuai dengan rencana yang ditetapkan, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan kerja sama dengan Perum Peruri, baik dalam penetapan jadwal pencetakan maupun selama proses pencetakan uang Rupiah. Hal ini dilakukan agar misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah, yaitu memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar dapat dicapai dengan optimal. Selama 2016, Bank Indonesia dan Perum Peruri dapat melaksanakan pencetakan uang Rupiah sesuai dengan rencana cetak uang yang telah ditetapkan pada tahun sebelumnya. Realisasi cetak uang Rupiah sampai dengan akhir triwulan IV-2016 tercatat senilai Rp173,15 triliun atau 95,23% dari rencana cetak selama tahun 2016, yang sebesar Rp181,83 triliun. Jumlah realisasi uang yang dicetak terdiri dari uang kertas sebanyak 6,12 miliar lembar senilai Rp171,99 triliun dan uang logam sebanyak 2,11 miliar keping senilai Rp1,17 triliun. 114 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia d. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah Dalam rangka peningkatan upaya pencegahan uang Rupiah palsu di wilayah NKRI, Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai Tata Cara Klarifikasi atas Uang Rupiah yang Diragukan Keasliannya25 sebagai pedoman pelaksanaan ketentuan terhadap klarfikasi atas uang Rupiah yang diragukan keasliannya bagi bank atau pihak lain yang ditunjuk oleh bank dan pihak selain bank (perorangan, badan hukum, atau lembaga yang melakukan fungsi penyelidikan dan penyidikan). Disamping itu, beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah antara lain: 1)Koordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) Pada triwulan IV-2016, seluruh unsur Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal)26 telah menyelenggarakan rapat koordinasi. Beberapa aspek koordinasi yang perlu dioptimalkan adalah terkait dengan (i) tukar menukar informasi, termasuk terkait dengan peningkatan unsur pengaman uang Rupiah kertas; (ii) regulasi terkait pengadaan bahan baku dan mesin cetak uang sehingga aspek pengawasan menjadi lebih baik dan tepat; serta (iii) perlu adanya daftar pelaku kejahatan uang palsu secara nasional. 2) Sosialisasi dan edukasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah Dalam rangka menekan jumlah uang Rupiah palsu yang ditemukan pada proses pengolahan uang yang berasal dari setoran perbankan, Bank Indonesia secara aktif melakukan kegiatan sosialisasi mengenai pengelolaan uang Rupiah. Sosialisasi ini ditujukan kepada cash handlers, seperti perbankan dan perusahaan penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah (PJPUR)27, penegak hukum, dan masyarakat umum. Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia juga melaksanakan kegiatan sosialisasi (atau training of trainers) kepada perbankan mengenai ciri keaslian uang Rupiah, tata cara penggantian uang rusak, permintaan klarifikasi uang Rupiah yang diragukan keasliannya, tata cara penyetoran dan penarikan uang Rupiah ke Bank Indonesia dan standar Uang Layak Edar serta materi mengenai modus operandi pemalsuan uang Rupiah oleh Kepolisian Republik Indonesia. Di samping sosialisasi kepada perbankan, selama triwulan laporan, Bank Indonesia telah melakukan 13 (tiga belas) kali kegiatan sosialisasi di beberapa wilayah di Indonesia antara lain Jakarta, Serang, Sukabumi, Kepulauan Seribu, Surabaya, Palembang, Ende dan Mamuju. Peserta sosialisasi berasal dari masyarakat umum, aparat hukum, pelajar, dan guru, dengan total jumlah peserta sebanyak 14.220 orang. Dengan demikian, sepanjang tahun 2016, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi sebanyak 40 kali dengan jumlah peserta kurang lebih 25.000 orang. 25 Surat Edaran Ekstern No.18/28/DPU tanggal 24 November 2016. 26 Botasupal atau Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2012, yang terdiri dari 5 unsur, yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementrian Keuangan, dan Bank Indonesia. 27 Perusahaan Penyelenggaran Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) adalah lembaga selain bank uang melakukan jasa pengolahanuang Rupiah, yang mencakup Distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang Rupiah; Pemrosesan (penghitungan,penyortiran, dan pengemasan uang Rupiah); Penyimpanan uang Rupiah di khasanah; dan/atau Pengisian Anjungan TunaiMandiri (ATM) dengan uang Rupiah dan/atau pengambilan uang Rupiah dari Cash Deposit Machine (CDM) berikut pemantauankecukupan uang Rupiah pada ATM dan/atau CDM. PJPUR sebelumnya dikenal dengan nama Perusahaan Cash in Transit. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 115 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3) Dukungan terhadap upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia Sebagai upaya penanggulangan pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia memiliki laboratorium analisis uang Rupiah palsu dan BICAC (Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center). Fasilitas tersebut berfungsi untuk menganalisis informasi penemuan uang Rupiah palsu, pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang Rupiah palsu, dan pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah. Data dan analisis BICAC selanjutnya akan dikoordinasikan dengan Kepolisian RI dalam rangka memperkuat penanggulangan pemalsuan uang Rupiah. Pada triwulan laporan, Kantor Pusat Bank Indonesia telah melakukan 6 kali pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan 6 kali pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Dengan demikian, selama 2016, Bank Indonesia telah melakukan 43 kali pemeriksaan laboratorium atas permintaan Kepolisian RI di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Distribusi dan Pengolahan Uang Dalam mencapai pilar kedua “distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal”, Bank Indonesia melakukan kegiatan antara lain: a. Peningkatan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri Bank Indonesia terus meningkatkan frekuensi dan kuantitas distribusi uang Rupiah guna meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN), terutama dalam menghadapi kebutuhan uang yang cenderung meningkat selama hari raya Natal dan akhir tahun 2016. Mekanisme distribusi uang Rupiah dilakukan dari KPBI kepada 12 KPwDN sebagai Depo Kas, 4 KPwDN lainnya dan unit kerja kas di KPBI. Selanjutnya, Depo Kas akan mendistribusikan lagi kepada KPwDN lainnya (Gambar 3.2). Gambar 3.2 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia 116 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selama triwulan laporan, realisasi distribusi uang Rupiah sebesar Rp69,30 triliun dalam berbagai pecahan, naik secara signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp18,3 triliun. Kenaikan ini sejalan dengan permintaan uang kartal yang meningkat menghadapi perayaaan Natal dan liburan akhir tahun 2016. Dari jumlah distribusi uang tersebut, sebesar Rp43,53 triliun (62,81%) untuk memenuhi kecukupan persediaan kas KPwDN dan Rp25,77 triliun (37,19%) untuk unit kerja kas di KPBI. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melakukan distribusi uang sejumlah Rp258,81 triliun dan retur sebesar Rp11,14 triliun, sehingga net distribusi uang mencapai Rp247,67 triliun untuk memenuhi kecukupan uang seluruh kantor Bank Indonesia. b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa angkutan Dalam rangka melakukan distribusi uang Rupiah keseluruh wilayah NKRI, Bank Indonesia melakukan kerja sama antara lain dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Kerja sama itu berupa penyediaan armada transportasi secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi Rupiah ke seluruh Indonesia. Kerja sama dengan PT KAI berupa penyediaan moda transportasi kereta api terjadwal untuk distribusi uang Rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat. Bank Indonesia juga menjalin kerja sama dengan PT Pelni untuk penyediaan moda transportasi kapal penumpang terjadwal. Distribusi uang Rupiah dengan menggunakan kapal penumpang merupakan alternatif, jika perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai jalur distribusi uang Rupiah Bank Indonesia atau tidak dapat melayani permintaan distribusi uang pada waktu yang diperlukan. c. Penerbitan Peraturan Bank Indonesia mengenai Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PBI PJPUR) Bank Indonesia dalam melaksanakan pengedaran Uang Rupiah kepada masyarakat tidak dapat dipisahkan dari peran serta bank dan Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yang melakukan pengolahan uang Rupiah. Pada awalnya, BUJP hanya bergerak pada usaha kawal angkut uang yang kemudian diwajibkan untuk memiliki izin operasional dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun demikian, kegiatan usaha BUJP yang berkembang menjadi industri jasa pengolahan uang Rupiah, belum diikuti dengan pengaturan dari Bank Indonesia mengenai standar sarana, prasarana dan infrastruktur, sumber daya manusia, manajemen risiko, dan prinsip governance yang baku. Pada 24 Agustus 2016, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PBI PJPUR)28 yang diikuti dengan penerbitan ketentuan pelaksanaan29 pada tanggal 2 November 2016. Ketentuan tersebut bertujuan untuk memastikan kegiatan pengolahan uang Rupiah yang dilakukan oleh BUJP yang bergerak di bidang pengolahan uang sesuai dengan standar yang ditetapkan Bank Indonesia, serta mendorong atau memastikan berkembangnya industri jasa pengolahan uang Rupiah yang sehat dan bertanggungjawab. Jenis kegiatan jasa pengolahan uang Rupiah yang diatur dalam PBI PJPUR terdiri atas (i) distribusi uang Rupiah, (ii) pemrosesan uang Rupiah, (iii) penyimpanan uang Rupiah di khazanah; dan/atau (iv) pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan kecukupan uang pada mesin komersial penarikan dan penyetoran uang (antara lain Automated Teller Machine/ATM, Cash Deposit Machine/CDM, dan/atau Cash Recycling Machine/CRM). 28 PBI Nomor 18/15/PBI/2016. 29 Surat Edaran Ekstern No.18/25/DPU perihal Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 117 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Setiap badan usaha jasa pengamanan yang akan menjadi PJPUR untuk melakukan kegiatan jasa pengolahan uang Rupiah harus memperoleh izin dari Bank Indonesia. Demikian pula, bagi PJPUR yang akan membuka kantor cabang wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. Selanjutnya, PJPUR harus menerapkan prinsip good governance, antara lain memiliki service level agreement (SLA), mesin hitung uang, sarana dan infrastruktur, serta kompetensi SDM dalam melakukan pengolahan dan mengenai keaslian uang Rupiah. Penerapan prinsip tersebut bertujuan agar kualitas kegiatan pengolahan uang Rupiah yang dilakukan oleh PJPUR sesuai dengan standar Bank Indonesia. Layanan Kas Prima Dalam mencapai pilar ketiga “layanan kas prima”, Bank Indonesia melakukan kegiatan melalui: a.Layanan Kas Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau layanan kas Bank Indonesia, Bank Indonesia terus mengoptimalkan layanan Kas Keliling. Bentuk layanan tersebut berupa penukaran uang layak edar dan penggantian uang tidak layak edar, yang dilakukan secara wholesale (kepada perbankan) dan/atau ritel (kepada masyarakat umum). Pada triwulan IV-2016, jumlah penukaran uang dalam rangka Kas Keliling mencapai Rp678,39 miliar, meningkat 36,79% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Demikian pula, jumlah penukaran uang tersebut naik 36,3% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan tingginya permintaan uang kartal di masyarakat menjelang periode Natal dan liburan akhir tahun 2016, pengeluaran 11 pecahan uang Rupiah baru TE 2016, serta upaya Bank Indonesia untuk melakukan percepatan peningkatan kualitas uang yang diedarkan. Selama 2016, jumlah penukaran uang dalam rangka Kas Keliling mencapai Rp2,58 triliun atau meningkat 32,54% dibandingkan dengan nominal Kas Keliling tahun 2015 yang mencapai Rp1,95 triliun. Meningkatnya jumlah penukaran uang melalui kas keliling juga dipengaruhi oleh kerjasama Bank Indonesia dengan instansi Pemerintah dan pihak lainnya. Selama Triwulan IV-2016, kerja sama dan koordinasi kegiatan penukaran uang terutama pemenuhan kebutuhan uang kecil yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Kerja sama Bank Indonesia dengan Polisi Perairan melalui kegiatan kas keliling sebanyak dua kali dengan rute sebagai berikut: • Pertama, 25-28 Oktober 2016 dengan rute Pulau Untung Jawa – Pulau Pari – Pulau Lancang – Pulau Panggang – Pulau Pramuka. • Kedua, 11-15 November 2016 dengan rute Pulau Tidung – Pulau Kelapa – Pulau Harapan – Pulau Panggang – Pulau Pramuka. Selain layanan penukaran uang kepada masyarakat dilakukan pula kegiatan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah dan edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah. 2. Kerja sama Bank Indonesia dengan Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut melalui kegiatan kas keliling sebanyak dua kali dengan rute yaitu: • Pertama, 16-22 Desember 2016 dengan rute Pulau Barrang Lompo – Pulau Barrang Caddi – Pulau Karanrang – Pulau Kulambing – Pulau Sabutung – Pulau Bontosua – Pulau Selayar. 118 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia • Kedua, 20-26 Desember 2016 dengan rute Pulau Bawean – Pulau Masalembo – Pulau Kangean – Pulau Sapudi – Pulau Sumenep. Selain layanan penukaran uang kepada masyarakat dilakukan pula kegiatan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah dan edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah. b. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi potensial Selama triwulan IV-2016, terdapat penambahan 14 (empat belas) Kas Titipan yaitu di Rengat (Provinsi Riau), Sukabumi (Provinsi Jawa Barat), Probolinggo dan Banyuwangi (Provinsi Jawa Timur), Melak dan Tana Paser (Provinsi Kalimantan Timur), Ruteng, Ende dan Lembata (Provinsi Nusa Tenggara Timur), Bulukumba (Provinsi Sulawesi Selatan), Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara), Wamena (Provinsi Papua), serta Fak-Fak dan Teluk Bintuni (Provinsi Papua Barat) (Gambar 3.3). Bank pengelola Kas Titipan wilayah Rengat adalah PT Bank Negara Indonesia (BNI) dengan jumlah peserta sebanyak 5 bank. Pada Kas Titipan wilayah Sukabumi, bank pengelola yaitu PT BPD Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) dengan jumlah bank peserta sebanyak 24 bank. Untuk Kas Titipan Probolinggo dan Banyuwangi dikelola oleh PT BPD Jawa Timur (Bank Jatim) dengan masing-masing bank peserta sebanyak 9 bank dan 6 bank. PT BPD Kalimantan Timur (Bank Kaltim) ditunjuk sebagai pengelola Kas Titipan di wilayah Melak dengan 4 bank peserta dan di wilayah Tana Paser dengan 5 bank peserta. Di wilayah Ruteng, Ende dan Lembata, pengelolaan kas titipan dilakukan oleh PT BPD Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) dengan masing-masing bank peserta sebanyak 4 bank, 6 bank dan 2 bank. PT BPD Sulawesi Selatan & Sulawesi Barat (Bank Sulselbar) mengelola kas titipan wilayah Bulukumba dengan 8 bank peserta, sedangkan PT Bank Rakyat Indonesia mengelola kas titipan wilayah Kolaka dengan 6 bank peserta. PT BPD Papua (Bank Papua) mengelola kas titipan wilayah Wamena dengan 3 bank peserta, wilayah Fakfak dengan 4 bank peserta, dan wilayah Teluk Bintuni dengan 4 bank peserta. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan Desember 2016 terdapat 62 (enam puluh dua) wilayah Kas Titipan dengan jumlah peserta 510 (lima ratus sepuluh) kantor bank peserta (Tabel 3.5). Kantor Pusat (JKT) Kantor Depo Kas (KDK) Satker Kas Rencana Kas Titipan yang akan dibuka Kas Titipan Eksisting Gambar 3.3 Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 119 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selama triwulan IV-2016, jumlah uang Rupiah yang ditarik oleh bank peserta Kas Titipan sebesar Rp25,81 triliun, naik 79,32% (qtq) dibandingkan triwulan III-2016 yang tercatat sebesar Rp14,39 triliun. Secara tahunan, jumlah penarikan uang tersebut lebih tinggi 40,03% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp18,43 triliun. Hal ini sebagai dampak penambahan jumlah Kas Titipan untuk mendukung kelancaran transaksi pembayaran dalam kegiatan ekonomi masyarakat di daerah terpencil dan perbatasan serta menyambut Hari Raya Natal dan libur akhir tahun 2016. Dengan perkembangan tersebut, selama tahun 2016, total penarikan uang kartal oleh bank melalui Kas Titipan mencapai Rp68,96 triliun atau meningkat 39,98% dibandingkan tahun 2015 yang mencapai Rp49,26 triliun. Selama 2016, penarikan uang Rupiah tertinggi dilakukan oleh perbankan wilayah Sumatera (Rp27,00 triliun), kemudian diikuti oleh Sulampua Bali Nusra (Rp19,53 triliun), Kalimantan (Rp17,03 triliun) dan Jawa (Rp5,39 triliun). Tabel 3.5 Daftar Kas Titipan Bank Indonesia Tahun 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 120 Regional Satker Kas KPw Prov. Sumatera Utara KPw Pematangsiantar KPw Sibolga Regional 1 Sumatera KPw Prov. Aceh KPw Prov. Lampung KPw Prov. Bengkulu KPw Prov. Sumatera Selatan KPw Prov. Jambi KPw Prov. Riau KPw Prov. Sumatera Barat KPw Prov. Kep. Riau Regional 2 Jawa Departemen Pengelolaan Uang KPw Prov. Jawa Timur KPw Jember KPw Malang KPw Bandung KPw Prov. Kalimantan Selatan KPw Prov. Kalimantan Tengah Regional 3 Kalimantan KPw Prov. Kalimantan Timur KPw Prov. Kalimantan Barat KPw Prov. Bali KPw Prov. Nusa Tenggara Barat KPw Prov. Nusa Tenggara Timur KPw Prov. Sulawesi Utara Regional 4 Bali Nusra & Sulampua KPw Prov. Sulawesi Tengah KPw Prov. Sulawesi Selatan KPw Prov. Sulawesi Tenggara KPw Prov. Maluku Utara KPw Prov. Maluku KPw Prov. Papua Lokasi Kas Titipan Tebing Tinggi Rantauprapat Gunung Sitoli Padang Sidempuan Balige Blangpidie (Aceh Barat Daya) Kotabumi Lubuk Linggau Prabumulih Tanjung Pandan Muara Bungo Dumai Sungai Penuh Bukittinggi Tanjung Pinang Tanjung Balai Karimun Rengat Serang Pamekasan Banyuwangi Probolinggo Sukabumi Batulicin Tanjung Muara Teweh Sampit Pangkalan Bun Sangatta Tanjung Selor Berau (Tanjung Redeb) Melak Tana Paser Sintang Ketapang Singkawang Singaraja Bima Maumere Waingapu Atambua Ruteng Ende Lembata Tahuna Gorontalo Kotamobagu Toli-toli Luwuk Palopo Pare-Pare Bulukumba Bau-Bau Kolaka Tobelo Tual Fakfak Sorong Timika Biak Merauke Bintuni Wamena Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Bank Pengelola PT BNI PT Bank Mandiri PT BNI PT BNI PT BNI PT BRI PT BRI PT BRI PT Bank Sumsel Babel PT Bank Mandiri PT BNI PT BRI PT BNI PT BNI PT Bank Mandiri PT BNI PT BNI PT Bank Jabar Banten PT BNI PT BPD Jatim PT BPD Jatim BPD Jabar PT BPD Kalsel PT BPD Kalsel PT BPD Kalteng PT BRI PT BPD Kalteng PT BPD Kaltim PT BPD Kaltim PT BPD Kaltim PT BPD Kaltim PT BPD Kaltim PT BPD Kalbar PT BPD Kalbar PT BPD Kalbar PT Bank Mandiri PT BPD NTB PT BPD NTT PT BRI PT BPD NTT PT BPD NTT PT BPD NTT PT BPD NTT PT Bank Mandiri PT Bank Mandiri PT Bank Sulawesi Utara PT Bank Mandiri PT BNI PT BPD SulselBar PT BPD Sulselbar PT BPD Sulselbar PT BNI PT BRI PT BNI PT BRI PT BRI PT Bank Mandiri PT Bank Mandiri PT Bank Mandiri PT BPD Papua PT BPD Papua PT BPD Papua Jumlah Bank Total jumlah bank pengelola dan bank peserta Jumlah Bank Pengelola 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 62 Jumlah Bank Peserta 8 13 4 11 3 7 3 11 21 9 17 14 5 4 12 8 5 8 2 6 9 24 13 2 5 6 9 2 4 9 4 5 13 11 9 8 5 3 2 3 4 6 2 3 15 5 3 7 12 6 8 7 6 2 3 4 12 8 4 7 4 3 448 510 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BOKS Memperkuat Kedaulatan Negara Melalui Penerbitan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 Rupiah adalah simbol kedaulatan negara yang wajib dihormati dan dihargai oleh setiap warga negara Indonesia. Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang) menetapkan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan wajib digunakan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran serta pengelolaan uang rupiah, diamanatkan oleh UU Mata Uang untuk mengeluarkan, mengedarkan, dan mencabut serta menarik uang rupiah. Pengeluaran dan pengedaran uang rupiah tahun emisi (TE) 2016 merupakan amanat UU Mata Uang. Undang-undang tersebut antara lain mengatur mengenai ciri-ciri umum dan khusus yang dimuat dalam uang Rupiah. Salah satu ciri umum khususnya pada uang rupiah kertas adalah pencantuman tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan RI dan frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sementara itu, salah satu ciri umum untuk uang rupiah logam adalah pencantuman frasa “Republik Indonesia”. Ciri-ciri umum uang rupiah tersebut menegaskan makna filosofis Rupiah sebagai simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 2016, bertepatan dengan Hari Bela Negara, Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo meresmikan pengeluaran dan pengedaran uang rupiah 2016 untuk seluruh pecahan, terdiri dari 7 (tujuh) pecahan uang kertas yaitu Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000, Rp1.000, dan 4 (empat) pecahan uang logam Rp1.000, Rp500, Rp200, dan Rp100. Pengeluaran dan pengedaran uang baru ini adalah momen spesial karena yang pertama kalinya dilakukan secara serentak sejak Indonesia merdeka. Dalam kesempatan tersebut, Presiden menekankan pentingnya mencintai Rupiah sebagai salah satu wujud kecintaan kepada kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia. Presiden juga meminta agar Rupiah digunakan dalam setiap transaksi keuangan di dalam negeri. Selain itu, kecintaan terhadap rupiah juga harus diwujudkan dengan tidak menyebarkan gosip dan kabar bohong tentang Rupiah, karena hal tersebut merupakan penghinaan terhadap negara. Pahlawan Nasional dan Tema Uang Rupiah Sesuai dengan amanat UU Mata Uang, uang rupiah harus mencantumkan gambar pahlawan nasional sebagai gambar utama bagian depan. Pencantuman gambar pahlawan nasional tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada para pahlawan yang telah mempertahankan dan mengukuhkan NKRI. Selain itu, pencantuman gambar pahlawan diharapkan dapat lebih memperkenalkan pahlawan nasional kepada masyarakat sehingga dapat menumbuhkembangkan semangat kepahlawanan dan sikap keteladanan pahlawan nasional kepada seluruh masyarakat. Dalam penentuan mengenai tokoh yang dimuat dalam uang rupiah, BI telah berkonsultasi dengan Pemerintah baik pusat maupun daerah, sejarawan, akademisi, serta tokoh masyarakat. Beberapa kriteria pemilihan gambar pahlawan nasional, yaitu belum pernah digunakan dalam uang Rupiah (kecuali proklamator), Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 121 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia keterwakilan daerah, keterwakilan gender, dan dapat diterima oleh seluruh pihak (tidak menimbulkan kontroversi). Semua gambar pahlawan nasional yang dicantumkan pada uang Rupiah kertas dan logam diperoleh dari instansi yang berwenang menatausahakan pahlawan nasional dan telah disetujui oleh ahli waris pahlawan nasional. Selanjutnya, gambar pahlawan nasional yang digunakan dalam rupiah TE 2016 juga telah ditetapkan dalam surat Keputusan Presiden RI (Keppres No. 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 5 September 2016). Selain gambar pahlawan nasional, untuk uang rupiah kertas menampilkan pula gambar tari nusantara dan pemandangan alam Indonesia untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia. Pencantuman gambar pahlawan nasional, tari nusantara dan pemandangan alam Indonesia dapat mendukung program revolusi karakter bangsa melalui aspek pengenalan sejarah dan nilai-nilai patriotisme serta cinta tanah air, selaras dengan salah satu program Nawa Cita yang telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia. Gambar Depan Pecahan Pahlawan Nasional Uang kertas Uang logam Rp100.000 Gambar Belakang Pemandangan Tari Nusantara Alam Dr. (H.C.) Ir. Soekarno – Dr. (H.C.) Drs. Mohammad Hatta Topeng Betawi Raja Ampat Rp50.000 Ir. H. Djuanda Kartawidjaja Legong Pulau Komodo Rp20.000 Dr. G.S.S.J. Ratulangi Gong Derawan Rp10.000 Frans Kaisiepo Pakarena Wakatobi Rp5.000 Dr. K.H. Idham Chalid Gambyong Gunung Bromo Rp2.000 Mohammad Hoesni Thamrin Piring Ngarai Sianok Rp1.000 Tjut Meutia Tifa Banda Neira Rp1.000 Mr. I Gusti Ketut Pudja Rp500 Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang Rp200 Dr. Tjiptomangunkusumo Rp100 Prof. Dr. Ir. Herman Johannes Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah TE 2016 Dalam rangka memudahkan masyarakat mengenali keaslian uang dan mempersulit upaya pemalsuan uang, uang rupiah TE 2016 dilengkapi dengan 9-12 unsur pengaman. Unsur pengaman ini diperkuat dari pengaman yang telah digunakan pada Rupiah tahun emisi sebelumnya. Secara umum, unsur pengaman uang rupiah terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu terbuka (overt), semi tertutup (semi covert) dan tertutup (covert/forensic). Unsur pengaman bersifat terbuka (overt) 122 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia adalah unsur pengaman yang dapat dideteksi tanpa bantuan alat. Unsur pengaman bersifat semi tertutup (semi covert) adalah unsur pengaman yang dapat dideteksi dengan menggunakan alat yang sederhana seperti kaca pembesar dan lampu ultraviolet (UV). Sementara itu, unsur pengaman bersifat tertutup (covert/forensic) adalah unsur pengaman yang hanya dapat dideteksi dengan menggunakan peralatan laboratorium/forensik. Unsur pengaman yang bersifat terbuka (overt) diperuntukkan bagi masyarakat biasa agar dapat dengan mudah mengenali keaslian uang rupiah dengan cara 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Unsur pengaman tersebut yang terdapat pada uang rupiah TE 2016 antara lain: 1. Benang pengaman baik yang dianyam dan dapat berubah warna apabila dilihat dari sudut pandang tertentu maupun benang pengaman yang tertanam di kertas uang. 2. Tanda air (watermark) berupa gambar pahlawan dan ornamen tertentu. 3. Gambar perisai yang berisi logo BI yang akan berubah warna apabila dilihat dari sudut pandang berbeda. 4. Gambar tersembunyi multiwarna yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu. 5. Gambar tersembunyi berupa tulisan “BI” maupun angka yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu. 6. Cetakan timbul berupa pasangan garis di bagian tepi uang yang terasa kasar apabila diraba yang digunakan sebagai kode bagi penyandang disabilitas netra (blind code). 7. Gambar saling isi (rectoverso) berupa logo BI yang dapat dilihat secara utuh apabila diterawangkan ke arah cahaya. Unsur pengaman semi tertutup (semi covert) diperuntukkan bagi profesional seperti kasir bank, kasir supermarket dan bendahara, agar dapat dengan mudah mengenali keaslian uang rupiah dengan menggunakan alat bantu seperti kaca pembesar (loop) dan lampu ultra violet (UV). Unsur-unsur pengaman yang bersifat semi tertutup (semi covert) yang terdapat pada uang rupiah TE 2016 antara lain tulisan mikro dan gambar raster serta cetakan dengan tinta khusus yang akan memendar apabila di bawah lampu UV. Untuk unsur pengaman tertutup (covert) merupakan unsur pengaman yang hanya dapat dideteksi dengan menggunakan media peralatan laboratorium / forensik. Cara Merawat Uang Rupiah Budaya menjaga dan merawat uang Rupiah perlu ditanamkan di masyarakat sejak usia dini. Menjaga uang rupiah itu sama artinya dengan menjaga simbol kedaulatan negara. Sementara itu, merawat rupiah merupakan ungkapan rasa syukur atas kerja keras. Dalam rangka mengajak mengajak masyarakat memperlakukan uang rupiah dengan baik, BI mengkampanyekan slogan 3D yakni “Didapat-Disimpan-Disayang”. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 123 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Unsur-unsur pengaman uang rupiah yang bersifat terbuka dan semi tertutup dapat dikenali dengan mudah kalau fisik uang rupiah masih dalam kondisi yang baik dan bersih. Untuk itu, kepedulian masyarakat untuk merawat fisik uang rupiah agar tidak cepat rusak, lusuh dan kotor merupakan keharusan. Masyarakat dapat berkontribusi dalam menjaga dan merawat uang Rupiah, agar pengelolaan uang rupiah yang dilakukan oleh BI dapat dilakukan secara lebih efisien. Caranya dengan meninggalkan kebiasaan yang kurang baik, misalnya membasahi, melipat dan meremas, mencoret-coret, serta men-straples uang Rupiah. Dengan diterbitkannya uang Rupiah tahun emisi 2016, uang Rupiah kertas dan Rupiah logam yang telah dikeluarkan dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran oleh Bank Indonesia. 3.4. Kerja Sama Internasional Bank Indonesia berperan aktif dalam fora internasional dengan fokus pada peningkatan resiliensi ekonomi dan sistem keuangan, jaring pengaman keuangan global. Selain itu, berbagai alternatif kerja sama bilateral dijajaki untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Selama 2016, Bank Indonesia aktif menghadiri berbagai fora internasional seperti forum G20, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank for International Settlements (BIS), ASEAN dan Pertemuan Tingkat Eksekutif Bank Sentral Negara Asia Pasifk (EMEAP). Dalam berbagai fora tersebut, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global serta meningkatkan resiliensi ekonomi dan sistem keuangan. Secara khusus, Bank Indonesia terus menyuarakan pentingnya penguatan jaring pengaman keuangan global di G20 dan IMF. Bank Indonesia juga menunjukkan leadership di kawasan ASEAN dengan secara aktif berkontribusi dalam penyusunan Strategic Action Plan for Financial Integration 2025 di ASEAN. Selain itu, Bank Indonesia terus berupaya mencari berbagai alternatif kerja sama untuk memperkuat cadangan devisa. Selain melanjutkan kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan negara mitra sebagai pertahanan lapis kedua (second line of defense), Bank Indonesia juga mendorong penggunaan mata uang lokal dalam setelmen perdagangan. Penggunaan uang lokal diharapkan dapat berkontribusi positif pada upaya mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan pada akhirnya berkontribusi pada upaya menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Untuk mengamankan ruang kebijakan dalam menjaga stabilitas moneter, sistem keuangan, dan sistem pembayaran sesuai kewenangan Bank Indonesia (policy space), Bank Indonesia juga senantiasa terlibat dalam setiap proses negosiasi kerja sama FTA/CEPA yang dijalin Pemerintah RI. Selanjutnya, untuk menjaga persepsi positif investor terhadap perekonomian Indonesia, Bank Indonesia aktif menjalin komunikasi dengan para investor dalam dan luar negeri maupun dengan lembaga rating untuk memitigasi asymmetric information. 3.4.1. Kerja Sama dalam Forum G20 Pencapaian Presidensi G20 Tiongkok 2016. Forum G20 di bawah Presidensi Tiongkok berupaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi global yang inklusif melalui agenda 4I, yaitu Innovative (Inovatif ), Invigorated (penguatan), Interconnected 124 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia (keterkaitan), dan Inclusive (inklusif ). Sejalan dengan agenda tersebut, Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Hangzhou, 4-5 September 2016, menghasilkan kesepakatan (Hangzhou Leaders Communique) yang menjadi acuan bagi negara anggota dalam mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Komitmen Indonesia dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan agenda G20. Sepanjang 2016, Bank Indonesia dan delegasi RI menunjukkan kepemimpinan dan kesungguhan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menerapkan semua instrumen kebijakan yang tersedia, baik kebijakan moneter, kebijakan fiskal, maupun reformasi struktural (bauran kebijakan). Hal ini menjadi contoh bagi negara lain dan dimasukkan ke dalam Hangzhou Leaders Communique. Indonesia juga memperlihatkan kesungguhan dalam implementasi Strategi Pertumbuhan (Growth Strategies) dengan hasil asesmen yang menunjukkan bahwa reformasi struktural Indonesia diperkirakan akan memberikan dampak pada tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,8% pada 2018. Hasil ini lebih tinggi dibanding dampak keseluruhan G20 yang diperkirakan hanya mencapai 1,5% pada 2018. G20 mendorong inovasi dan infrastruktur. Dengan mengesahkan G20 Blueprint on Innovative Growth, seluruh pelaku ekonomi didorong untuk mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru. G20 menegaskan kembali komitmennya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global melalui peningkatan peran Bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks - MDBs) untuk mendukung investasi infrastruktur. Terkait hal tersebut, MDBs membuat komitmen bersama untuk memberi dukungan pada investasi infrastruktur (Joint Declaration of Aspirations on Actions to Support Investment Infrastructure). Selain itu, sebagai co-chair Investment and Infrastructure Working Group (IIWG) Indonesia mendorong inisiatif Aliansi Konektivitas Infrastruktur (Global Infrastructure Connectivity Alliance) yang bertujuan meningkatkan sinergi dan kerja sama berbagai program infrastruktur global. Peran Indonesia dalam mendorong resiliensi. G20 juga terus berupaya meningkatkan ketahanan (resiliensi) melalui reformasi sistem keuangan global dan regulasi sektor keuangan. Delegasi Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya mitigasi risiko aliran modal untuk mengurangi volatilitas pasar keuangan yang selama ini dapat mengganggu stabilitas nilai tukar di negara berkembang. Hasilnya, IMF menyampaikan kajian mengenai pengalaman negara-negara dalam melakukan kebijakan manajemen aliran modal (Capital Flows Management Measures – CFMs). Delegasi Bank Indonesia juga aktif menyuarakan pentingnya penguatan jaring pengaman keuangan global (Global Financial Safety Net – GFSN) melalui pembentukan fasilitas baru dari IMF sebagai pusat dari GFSN. Secara konkret, Bank Indonesia mendorong IMF untuk menyediakan fasilitas likuiditas jangka pendek yang tidak berbasis pinjaman, namun menyerupai swap dan dapat ditarik oleh negara dengan perekonomian yang sehat. Awal Presidensi G20 Jerman 2017. Pada 1 Desember 2017, Bank Indonesia menghadiri pertemuan tingkat Deputi Menteri Kuangan dan Deputi Gubernur Bank Sentral di Berlin. Dalam pertemuan tersebut, Jerman menyampaikan bahwa tema besar Presidensi G20 Jerman 2017 adalah ”Shaping an Interconnected World”. Selanjutnya, Finance Track menerjemahkan tema tersebut ke dalam tiga pilar utama, yaitu (i) enhancing resilience, (ii) supporting investment, dan (iii) shaping digitalization. Posisi Indonesia dalam Presidensi G20 Jerman 2017. Dalam pertemuan tingkat deputi dimaksud, delegasi Bank Indonesia juga menyampaikan pentingnya peningkatan resiliensi dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global melalui penguatan GFSN dan CFMs yang Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 125 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia fleksibel. Terkait agenda shaping digitalization, Bank Indonesia menyampaikan dukungan pembahasan mengenai digital financial inclusion, terutama untuk lebih memahami risiko dan peluang dari perkembangan digital finance. Selanjutnya, Indonesia menyampaikan saat ini sudah memiliki Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), mengembangkan Layanan Keuangan Digital (LKD), dan membentuk Fintech Office di Bank Indonesia. 3.4.2. Kerjasama dalam Forum IMF Asesmen dalam Kerangka Article IV Consultation for Indonesia 2016. Pada November 2016, tim IMF melakukan asesmen terhadap perekonomian Indonesia dalam kerangka Article IV Consultation for Indonesia 2016 (AIV 2016). Untuk mendukung pelaksanaan asesmen yang komprehensif, Bank Indonesia secara aktif melakukan koordinasi dengan kementerian/ lembaga (K/L) terkait agar K/L dapat menyampaikan pencapaian pembangunan ekonomi di Indonesia kepada tim IMF sehingga persepsi positif atas perekonomian Indonesia tetap terjaga. Hal ini penting karena hasil asesmen IMF akan menjadi rujukan bagi institusi keuangan internasional lainnya, termasuk lembaga pemeringkat dan investor dalam menilai perekonomian Indonesia. Hasil Asesmen Article IV Consultation for Indonesia 2016. Kinerja ekonomi Indonesia pada tahun 2016 secara umum dinilai baik. Indonesia dianggap berhasil menjaga stabilitas makroekonomi dan menyesuaikan diri dengan kondisi perekonomian global. Bauran kebijakan makro ekonomi dengan reformasi struktural dinilai telah membantu Indonesia dalam menghadapi beberapa tantangan, seperti siklus turunnya harga komoditas dunia, lambatnya pertumbuhan ekonomi global, dan beberapa episode gejolak keuangan yang berpengaruh kepada negara berkembang. Selain itu, Indonesia dinilai telah melangkah maju dalam upaya pendalaman pasar keuangan. Rekomendasi Asesmen Article IV Consultation for Indonesia 2016. IMF mendukung langkah Indonesia untuk melakukan konsolidasi fiskal secara bertahap dan mengakui berbagai kemajuan signifikan di bidang stabilitas sistem keuangan (SSK) dan upaya menutup gap terkait Crisis Management Framework. IMF mendorong otoritas untuk melanjutkan penguatan kerangka kebijakan jangka menengah melalui reformasi fiskal dan struktural, untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga kestabilan makroekonomi. 3.4.3. Kerja Sama Bank of International Settlement (BIS) Pertemuan tingkat Gubernur BIS. Pada pertemuan November 2016, Gubernur BIS membahas berbagai isu penting antara lain mengenai penetapan tujuan dan komunikasi kebijakan makroprudensial dan rencana publikasi laporan Committee on Payments and Market Infrastructures (CPMI) atas topik fast payment (penyempurnaan atas retail payment). Para gubernur juga membahas perkembangan kondisi ekonomi dan pasar keuangan global. Pembahasan topik kebijakan makroprudensial. Topik ini dilatarbelakangi oleh perlunya pemahaman atas tujuan pokok kebijakan makroprudensial dan belum adanya framework pengambilan keputusan kebijakan makroprudensial. Berdasarkan hasil diskusi, para gubernur menyepakati perlunya transparansi dan akuntabilitas maupun framework yang sistematis. Para gubernur juga memperhatikan isu joint communication antara kebijakan moneter dan makroprudensial, terutama dalam situasi kedua kebijakan bergerak berlawanan. 126 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pembahasan topik sistem pembayaran. Pada topik ini, para gubernur fokus pada isu fast payment jasa pembayaran. Hal ini berarti transmisi pesan dan ketersediaan dana bagi penerima dilakukan seketika dan jasa tersedia setiap hari selama 24 jam. Terkait isu fast payment, bank sentral berperan antara lain sebagai katalis dalam koordinasi implementasi dari industri sekaligus pengawas pelaksanaan kebijakan, menerapkan standar pengawasan, dan melaksanakan jasa settlement. Mempertimbangkan manfaat dari adanya fast payment dan dengan tetap memitigasi potensi risiko yang muncul, para gubernur sepakat untuk mempublikasikan laporan terkait isu fast payment tersebut. Pembahasan topik perkembangan kondisi ekonomi dan pasar keuangan global. Dalam dua bulan terakhir, pertumbuhan global menunjukkan tanda-tanda penguatan, terutama didorong oleh aktivitas konsumsi. Beberapa indikator utama seperti PDB dan Indeks kesehatan sektor manufaktur (Purchasing Managers’ Index - PMI) di negara maju maupun berkembang mulai menunjukkan perbaikan. Sementara itu, laju investasi dan perdagangan dunia masih berjalan lambat. Kondisi risk averse (menolak risiko) di pasar keuangan juga mulai meningkat. Kekhawatiran investor pada periode ini berkisar pada ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) pada Desember 2016 dan kondisi overheating di pasar perumahan Tiongkok. 3.4.4. Kerja Sama ASEAN Strategic Action Plan for Financial Integration 2025. Sebagai tindak lanjut dari visi integrasi sektor keuangan ASEAN setelah 2015, yang menjadi bagian ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint 2025, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN telah menyepakati Strategic Action Plan for Financial Integration 2025 pada pertemuan April 2016 di Vientiane, Laos. Strategic Action Plan tersebut merupakan rencana kerja yang berisi inisiatif integrasi keuangan di area perbankan, asuransi, pasar modal, keuangan inklusif, sistem pembayaran, dan aliran modal. Sebagaimana visi integrasi sektor keuangan, inisiatif dalam Strategic Action Plan (SAP) terdiri atas tiga pilar, yakni financial integration, financial inclusion, dan financial stability. Inisiatif integrasi keuangan dalam 10 tahun (2016-2025) dibagi dalam target jangka pendek 2 tahunan. Strategic Action Plan tersebut telah dipublikasikan di website ASEAN pada 8 Agustus 2016, bertepatan dengan ASEAN Economic Ministers’ Meeting ke-48 di Vientiane, Laos. Sebagai langkah lanjutan, kini sedang disusun Key Performance Indicators (KPIs) sebagai alat evaluasi kinerja pencapaian visi ASEAN Economic Community 2025 untuk sektor keuangan. Bank Indonesia aktif berpartisipasi dalam penyusunan SAP for Financial Integration 2025 dan KPIs. 3.4.5. Kerja Sama ASEAN+3 Fokus kerja sama ASEAN+3. Dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang terus berlanjut, kerja sama terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan (resiliensi) kawasan. Penguatan tersebut dilakukan antara lain melalui penguatan Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CMIM) dan peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Penguatan Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CMIM). Selama 2016, penguatan CMIM difokuskan pada peningkatan fasilitas CMIM yang tidak terhubung dengan IMF (CMIM IMF Delinked Portion). Kerja sama juga dilakukan untuk memperkuat koordinasi CMIM dengan Global Financial Safety Net (GFSN) dan upaya peningkatan kesiapan operasionalisasi CMIM. Penguatan koordinasi antara CMIM dan GFSN antara lain dilakukan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 127 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia melalui penyempurnaan mekanisme operasional aktivasi fasilitas CMIM, khususnya yang memiliki keterkaitan dengan program IMF (CMIM IMF Linked Portion). Sementara itu, peningkatan kesiapan operasionalisasi CMIM dilakukan melalui penyempurnaan Operational Guidelines CMIM secara berkelanjutan. Peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Peningkatan peran AMRO sebagai unit surveillance kawasan bertujuan untuk mendukung implementasi CMIM. Hal itu dilakukan melalui penyempurnaan organisasi AMRO yang sejalan dengan penyempurnaan strategic direction AMRO. 3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) Bank Indonesia menjadi lead discussant pada pertemuan Deputi Gubernur Anggota EMEAP. Pertemuan pada triwulan IV-2016 ini membahas kondisi ekonomi dan keuangan terkini di kawasan EMEAP dengan fokus pada dampak kemenangan Presiden Trump dalam Pemilu AS terhadap perekonomian dan stabilitas keuangan di global dan kawasan. Sebagai lead discussant (bersama Monetary Authority of Singapore dan Reserve Bank of New Zealand), Bank Indonesia menyampaikan tingginya risiko capital reversal, terutama dari negara emerging. Implementasi kebijakan AS yang baru di bawah kepemimpinan Presiden Trump diperkirakan berdampak pada peningkatan inflasi AS yang lebih cepat dari perkiraan pasar dan kenaikan Fed Fund Rate yang pada gilirannya akan mempengaruhi kondisi global yang masih rentan. Terkait hal ini, Bank Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia secara fleksibel dapat menyesuaikan dan merespons risiko global, yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang tetap terjaga. Pada pertemuan tersebut, para deputi gubernur melakukan pertukaran pandangan dengan IMF mengenai semakin pentingnya peran nonbank dalam transmisi kebijakan moneter, terutama melalui risk-taking channel. Hal ini antara lain disebabkan oleh regulasi perbankan yang semakin ketat sehingga mempengaruhi lending capacity perbankan di tengah pengaturan nonbank yang relatif masih lebih longgar. IMF juga menyoroti penurunan perdagangan global yang disebabkan oleh pelemahan aktivitas ekonomi, tertahannya liberalisasi, munculnya kembali tren proteksionisme, dan turunnya pertumbuhan global value chain. Para deputi gubernur juga menyepakati usulan program kerja Working Groups dan topik riset yang akan dilakukan pada periode 2016 – 2018. Dalam hal ini, topik riset yang telah disepakati adalah (i) The development of regional foreign exchange (FX) hedging markets, yang akan dilakukan oleh Reserve Bank of Australia, Bank Negara Malaysia, dan Bank of Thailand; serta (ii) The risks of capital reversal and how to mitigate the impact, yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia bersama dengan Hong Kong Monetary Authority. 3.4.7. Kerja sama dalam rangka penguatan cadangan devisa dan penggunaan mata uang lokal dalam setelmen perdagangan bilateral Kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan (BoJ). Pada 12 Desember 2016, Bank Indonesia melakukan penandatanganan perpanjangan kerja sama BSA dengan BoJ yang bertindak sebagai agen Kementerian Keuangan Jepang. Perjanjian kerja sama BSA ini pertama kali ditandatangani pada 17 Februari 2003 dan telah beberapa kali diamendemen dan diperpanjang. Sebagaimana perjanjian yang berlaku sebelumnya, kerja sama BSA merupakan perjanjian swap dolar AS versus Rupiah antara Jepang dan Indonesia untuk mengatasi kesulitan likuiditas apabila terjadi permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek. 128 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kerja sama BSA ini juga mendukung upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keuangan di kawasan, serta melengkapi jaring pengaman keuangan yang telah ada baik di tingkat regional maupun global. Kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam setelmen perdagangan. Bank Indonesia telah menjalin kerja sama bilateral dengan Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand melalui penandatanganan Nota Kesepahaman bilateral pada 23 Desember 2016 di Bangkok, Thailand. Nota kesepahaman bilateral tersebut ditujukan untuk membentuk kerangka kerja sama dalam penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dengan menggunakan mata uang lokal (local currency settlement), yaitu Rupiah, Baht maupun Ringgit. Nota Kesepahaman bilateral tersebut ditandatangani oleh masingmasing Gubernur Bank Sentral, yakni Agus D.W. Martowardojo, Muhammad bin Ibrahim, dan Veerathai Santiprabhob. Kerja sama ini dilatarbelakangi oleh kuatnya hubungan perdagangan Indonesia dengan kedua negara. Thailand dan Malaysia termasuk dalam sepuluh besar mitra dagang utama Indonesia. Pada sisi impor, Malaysia dan Thailand merupakan negara asal impor Indonesia kelima dan keenam. Rata-rata pangsa impor Indonesia dari kedua negara tersebut terhadap total impor Indonesia pada periode 2010-2015 masing-masing sekitar 6,5% dan 5,8% (Tabel 3.6). Dalam periode yang sama, Malaysia dan Thailand merupakan negara tujuan ekspor Indonesia ketujuh dan kesembilan dengan rata-rata pangsa ekspor Indonesia ke negara tersebut terhadap total ekspor Indonesia masing-masing sekitar 5,6% dan 3,2% (Tabel 3.7). Keterkaitan perdagangan yang tinggi tersebut belum disertai dengan penggunaan mata uang ketiga negara (Rupiah, Baht maupun Ringgit) dan masih didominasi oleh dolar AS. Secara agregat, dari rata-rata total transaksi Indonesia dengan berbagai negara pada periode 2010-2015 (Tabel 3.7), penggunaan mata uang Ringgit dalam impor Indonesia sekitar 0,3% dan di sisi ekspor sekitar 0,07%. Sejalan dengan itu, dari rata-rata total transaksi Indonesia dengan berbagai negara pada periode 2010-2015, penggunaan Baht juga masih sangat terbatas, yakni 0,2% di sisi impor dan 0,04% di sisi ekspor (Tabel 3.7). Guna mengurangi ketergantungan yang masih tinggi terhadap dolar AS diperlukan upaya untuk mendorong penggunaan mata uang lokal dalam setelmen perdagangan antarnegara di kawasan. Tabel 3.6 Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Negara (Rata-rata 2010-2015) Impor No. Negara Ekspor Nilai (USD miliar) Pangsa (%) No. Negara Nilai (USD miliar) Pangsa (%) 1 Tiongkok 27,35 16,6 1 Jepang 25,18 14,61 2 Singapura 22,60 13,7 2 Tiongkok 19,05 11,1 3 Jepang 17,75 10,8 3 AS 15,48 9,0 4 Korea 10,81 6,6 4 Singapura 13,53 7,9 5 Malaysia 10,70 6,5 5 India 12,00 7,0 6 Thailand 9,60 5,8 6 Korea 11,63 6,8 7 AS 8,53 5,2 7 Malaysia 9,68 5,6 8 Saudi Arabia 5,39 3,3 8 Taiwan 6,08 3,5 9 Australia 4,98 3,0 9 Thailand 5,47 3,2 10 Taiwan 3,89 2,4 10 Australia 4,46 2,6 11 India 3,74 2,3 11 Belanda 4,08 2,4 12 Jerman 3,63 2,2 12 Filipina 3,68 2,1 13 Others 35,72 21,7 13 Lainnya 42,03 24,4 164,69 100 172,36 100 Total Total Sumber: SEKI, Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 129 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.7 Impor dan Ekspor Indonesia Berdasarkan Valuta (Rata-rata 2010-2015) Impor No. Negara Ekspor Pangsa (%) No. 1 USD Nilai (USD juta) 128.475,81 76,3 1 USD Negara Nilai (USD juta) 163.624,70 Pangsa (%) 2 EUR 5.841,81 3,5 2 JPY 1.996,48 1,16 3 JPY 5.837,88 3,5 3 SGD 1.868,46 1,08 4 SGD 3.704,31 2,2 4 EUR 1.858,85 1,08 5 IDR 3.436,62 2,0 5 IDR 1.343,86 0,78 6 AUD 649,99 0,4 6 CNY 757,29 0,44 94,93 7 MYR 442,29 0,3 7 HKD 293,70 0,17 8 GBP 280,84 0,2 8 AUD 184,79 0,11 9 THB 276,06 0,2 9 MYR 121,51 0,07 10 CHF 223,77 0,1 10 GBP 101,76 0,06 11 CNY 155,68 0,1 11 THB 67,25 0,04 12 HKD 104,73 0,1 12 AED 55,22 0,03 13 Others 18.826,78 11,1 13 Others 96,00 0,06 Total 168.256,57 Total 172.369,85 100,0 100,00 Sumber: SEKI, Bank Indonesia Implementasi kerangka kerja sama bilateral Bank Indonesia dengan Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand ini diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Dengan demikian, hal tersebut dapat berkontribusi positif pada upaya Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. 3.4.8. Kerja Sama Free Trade Agreements (FTAs) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) Selama 2016, Bank Indonesia terlibat dalam proses negosiasi kerja sama FTA/CEPA yang dijalin Pemerintah RI, baik yang dilakukan secara bilateral maupun multilateral. Keterlibatan Bank Indonesia bertujuan untuk mengamankan ruang kebijakan dalam menjaga stabilitas moneter, sistem keuangan, dan sistem pembayaran sesuai kewenangan Bank Indonesia (policy space). Keterlibatan Bank Indonesia juga untuk menjaga konsistensi komitmen liberalisasi Indonesia dengan arah pengembangan sektor jasa domestik dan komitmen terdahulu, khususnya sektor jasa sistem pembayaran (SP) yang menjadi kewenangan Bank Indonesia. Komunikasi kebijakan Bank Indonesia selama 2016 dilakukan secara proaktif melalui berbagai jalur komunikasi media konvensional dan media sosial. 130 Secara umum, pembahasan isu policy space berlangsung pada working group yang menyusun bab perdagangan jasa/investasi. Dalam hal ini, Bank Indonesia memfokuskan keterlibatannya pada working group on trade in services (WG-TIS) dan working group on investment (WGI). Pembahasan isu akses pasar dilakukan melalui proses request offer dengan masing-masing negara mitra. 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan Komunikasi adalah elemen vital dari sebuah organisasi, terutama bagi Bank Indonesia sebagai bank sentral. Dalam disiplin ilmu kebijakan publik, komunikasi dianggap sebagai elemen penentu suksesnya implementasi suatu kebijakan. Karena itu, sebagai lembaga negara perumus kebijakan Bank Indonesia menyadari krusialnya peran komunikasi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bagi Bank Indonesia, terdapat tantangan tersendiri dalam merumuskan berbagai rencana dan aktivitas komunikasi kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Tantangan itu terutama komunikasi terkait kebijakan yang memiliki dampak tinggi ke masyarakat, seperti komunikasi hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur yang secara reguler dilaksanakan tiap bulannya. Hal serupa terjadi dalam komunikasi terkait kebijakan lainnya di bidang moneter, makroprudensial, maupun sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah. Oleh karena itu, Bank Indonesia berupaya untuk menjaga harmonisasi instrumentasi komunikasi, termasuk harmonisasi saluran komunikasi yang ada dengan memadukan saluran komunikasi konvensional, elektronik, dan media sosial. Pada 2016, Bank Indonesia melakukan berbagai macam program komunikasi, khususnya untuk memberikan transparansi kebijakan dan non kebijakan kepada publik. Untuk komunikasi kebijakan, Bank Indonesia menyampaikan kebijakan yang cukup beragam. Bank Indonesia selalu melakukan prinsip – prinsip komunikasi yang berpegang pada prinsip RACE (Research, Action Plan, Communication, dan Evaluation). Dengan prinsip RACE, setiap kegiatan komunikasi yang dilakukan selalu mengedepankan riset dan perencanaan demi terciptanya kegiatan komunikasi yang efektif. Evaluasi juga selalu dilakukan dalam setiap kegiatan demi memberikan rekomendasi perbaikan terhadap kegiatan komunikasi selanjutnya. Komuikasi kebijakan dilakukan secara bertahap dan terencana, mulai dari pre-launching, on, sampai kepada post launching kebijakan. Agar tujuan kelembagaan tercapai, Bank Indonesia harus dapat menjawab berbagai tantangan komunikasi di tengah perkembangan teknologi yang sangat dinamis dan fenomena too much information syndrome di masyarakat saat ini. Penggunaan youtube live streaming, digital ads, digital magazine, mobile apps, serta optimalisasi media sosial adalah beberapa contoh inisiasi yang berjalan beriringan. Sementara itu, penyusunan pesan utama (key messages) yang kuat dan penyesuaian submessages yang sesuai kebutuhan stakeholder menjadi titik penting dalam mendiseminasikan tugas dan fungsi Bank Indonesia yang saat ini dirasakan semakin kompleks. 3.5.1.1. Tahapan Komunikasi Kebijakan Komunikasi kebijakan Bank Indonesia melewati berbagai tahapan yang khas dalam sebuah siklus komunikasi, diawali dengan penyusunan perencanaan, eksekusi pelaksanaan melalui relasi stakeholders, dan diakhiri dengan evaluasi keseluruhan. Perencanaan/strategi komunikasi adalah fase krusial. Pada fase ini, komunikasi diracik dan diramu sedemikian rupa sehingga pesan utama (key message) mudah dipahami oleh seluruh stakeholders, dengan meminimalisasikan bias persepsi. Kolaborasi seluruh satuan kerja terkait di Bank Indonesia juga diperlukan agar sajian komunikasi memiliki pesan yang kuat. Selanjutnya, pesan komunikasi tersebut menjadi produk-produk komunikasi bagi berbagai kelompok stakeholders Bank Indonesia. Adapun fase terakhir, adalah fase evaluasi. Tahapan ini menjadi bagian input rekomendasi dan evaluasi komunikasi untuk perbaikan yang berkelanjutan. 3.5.1.2. Hubungan dengan Media, Pengamat, dan Lembaga Publik Sebagai lembaga negara yang diamanatkan untuk mengeluarkan kebijakan moneter, Bank Indonesia tidak dapat mengimplementasikan tugas dan wewenangnya sendirian. Bank Indonesia perlu bekerja sama dan berkoordinasi secara matang dengan stakeholders penting lainnya, seperti parlemen, pemerintah, lembaga publik, pengamat, dan media. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 131 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Berkaitan hal tersebut, sinergi komunikasi antar-stakeholders senantiasa dilakukan oleh Bank Indonesia. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk membangun hubungan kerja yang baik dengan stakeholders, seperti komunikasi dengan Pemerintah RI dan DPR RI. Adapun topik bahasan di antaranya berupa koordinasi kebijakan fiskal-moneter, stabilitas sistem keuangan, uang NKRI TE 2016, dan kegiatan strategis lainnya (ISEF, PTBI). Secara terjadwal dan konsisten, Bank Indonesia menjalin komunikasi dan informasi kebijakan terkini dengan media, baik itu berbentuk press conference, media briefing, maupun training. Selain itu Bank Indonesia juga mengagendakan Focus Group Discussion dengan pengamat ekonomi, analis, pelaku pasar, dan para ekonom untuk berdiskusi mengenai kondisi perekonomian dan kebijakan terkini, khususnya setelah pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur Bulanan. Sedangkan dalam melakukan komunikasi kepada kementerian terkait, Bank Indonesia melakukannya secara bilateral antarhumas kelembagaan. Untuk memperluas media komunikasi, Bank Indonesia memanfaatkan grup sosial media sebagai salah satu saluran komunikasi yang cukup efektif dalam membangun hubungan dan komunikasi di antara grup stakeholders. 3.5.1.3. Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia di Setiap Sektor Komunikasi dalam bidang Moneter selama triwulan IV-2016 memiliki perspektif pesan komunikasi yang beragam, namun tetap berada dalam satu jalinan benang merah, yakni peran Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi bangsa. Pada awal Oktober 2016, diberikan pernyataan bersama antara Bank Indonesia, Kementrian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penguatan koordinasi antarlembaga dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi. Selain itu, dalam upaya untuk terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah, Bank Indonesia menggandeng pemerintah pusat dan daerah untuk mengadakan rapat koordinasi (Rakor) bertajuk “Transformasi Industri Manufaktur Kunci Daya Saing Global Indonesia”, di Surabaya. Kuatnya koordinasi antara Bank Indonesia dengan pemerintah juga terlihat dari kehadiran Presiden RI Joko Widodo maupun pejabat tinggi negara pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016 yang mengangkat tema “Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi”. Pada kesempatan itu, Presiden RI juga menyampaikan optimismenya terhadap perekonomian Indonesia ke depan. Terkait diseminasi kebijakan moneter yang dihasilkan, Bank Indonesia terus mengedukasi masyarakat tentang upaya yang dilakukan dalam menyempurnakan mekanisme transmisi melalui perubahan suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate. Pada Oktober 2016 misalnya, komunikasi difokuskan terhadap penurunan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps dari 5% menjadi 4,75%. Sepanjang 2016, komunikasi di bidang moneter didominasi oleh topik suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate, transmisi kebijakan moneter, inflasi, dan berbagai upaya Bank Indonesia dalam menjaga inflasi. Upaya itu dilakukan melalui berbagai forum koordinasi dengan pemerintah pusat maupun daerah. Sementara itu terkait kerja sama antar bank sentral, pada 23 Desember 2016 Bank Indonesia juga menandatangani Nota Kesepahaman yang dilakukan dengan Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand. Nota kesepahaman ini membentuk kerangka kerja sama dalam 132 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia mendorong penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dalam mata uang lokal (local currency settlement). Hal ini merupakan tonggak utama dalam kerja sama bank sentral di regional. Komunikasi dalam bidang Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) selama triwulan IV-2016 menitikberatkan komunikasi untuk mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan dan perkembangan ekonomi syariah di tanah air. Komunikasi bidang SSK ini mengalami tantangan yang cukup dinamis, terlebih dalam menghadapi semakin kompetitifnya kondisi industri perbankan/keuangan saat ini. Dorongan untuk meningkatkan fungsi intermediasi dilakukan melalui komunikasi mengenai besaran tambahan modal bank berupa countercyclical buffer (CCB) sebesar 0% (nol persen). Dengan besaran CCB sebesar 0%, diharapkan perbankan tetap dapat meningkatkan fungsi intermediasinya guna mendorong pertumbuhan ekonomi mengingat tidak ada kewajiban bagi bank untuk membentuk tambahan modal (buffer). Selain itu, pada akhir tahun 2016 muncul isu di media sosial mengenai ajakan untuk menarik dana secara besar-besaran dari bank yang dapat mengganggu stabilitas keuangan. Meski demikian, Bank Indonesia mampu menangani isu tersebut dengan baik sehingga tidak berdampak pada likuiditas perbankan maupun stabilitas keuangan. Dalam mengembangkan sistem keuangan Indonesia, perkembangan ekonomi syariah di tanah air tidak luput dari perhatian Bank Indonesia. Pada akhir Oktober 2016, Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan tahunan Bank Indonesia di bidang ekonomi syariah yakni Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2016 di Surabaya. Kegiatan ini dibuka oleh Gubernur Bank Indonesia bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. ISEF merupakan salah satu kegiatan ekonomi dan keuangan syariah yang menyatukan pengembangan keuangan syariah dan kegiatan ekonomi di sektor riil. ISEF diinisiasi Bank Indonesia dan diselenggarakan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif, Islamic Development Bank, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf Indonesia, Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian PPNBappenas, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kegiatan ini merupakan bagian dari peran aktif Bank Indonesia dalam memperkuat ekonomi dan keuangan syariah secara nasional. Sepanjang 2016, beberapa kebijakan strategis yang dikomunikasikan antara lain mengenai penyempurnaan ketentuan Loan to Value (LTV) untuk kredit properti dan rasio Financing to Value (FTV) untuk pembiayaan properti, dan uang muka/pembiayaan kendaraan bermotor. Komunikasi lainnya adalah terkait pendalaman pasar keuangan yang terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Komunikasi dalam bidang Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah selama triwulan IV-2016 mengalami tantangan yang cukup besar. Di bidang ini, Bank Indonesia mengkomunikasikan kebijakan sistem pembayaran dan peredaran uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Komunikasi juga dilakukan untuk menjaga kredibilitas (issues handling) Bank Indonesia. Pada awal November 2016, tugas Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang rupiah banyak mendapatkan serangan isu negatif terkait fitur rectoverso yang berada dalam uang rupiah. Isu tersebut mengenai uang pecahan Rp100 ribu TE 2014 yang memuat logo seolah-olah merupakan sebuah “palu dan arit” yang beredar luas di media sosial dan instant messenger. Untuk melakukan komunikasi mengenai rectoverso sebagai salah satu fitur pengaman pada uang keluaran Bank Indonesia, berbagai upaya terus dilakukan melalui media sosial maupun pertemuan one on one dengan targeted stakeholder. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 133 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pada pertengahan Desember 2016, Bank Indonesia resmi mengeluarkan 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016. Peresmian sekaligus menandai bahwa sebelas pecahan uang tersebut mulai berlaku, dikeluarkan, dan diedarkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasca peresmian, isu negatif mengenai uang NKRI TE 2016 banyak beredar di media sosial, media online dan instant messenger. Isu negatif ini diulas cukup banyak dibandingkan dengan isu negatif sebelumnya. Untuk merespon berbagai isu tersebut, Bank Indonesia terus melakukan koordinasi dengan pihak–pihak terkait. Komunikasi dan sosialisasi juga dilakukan secara masif untuk meredam isu negatif mengenai uang NKRI TE 2016 tersebut. Dalam bidang Sistem Pembayaran, komunikasi Bank Indonesia senantiasa mengampanyekan pemanfaatan dan inovasi Sistem Pembayaran. Sebelumnya, Bank Indonesia mengumumkan milestone pengembangan Sistem Pembayaran yakni berupa lima inisiatif Bank Indonesia dalam sistem pembayaran antara lain National Payment Gateway (NPG), implementasi Standar Nasional Kartu ATM/DEBIT - National Standard of Indonesian Chip Card Specification (NSICCS), Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Financial Technology, dan Bantuan Sosial : Government To Person. Pada pertengahan November 2016, Gubernur Bank Indonesia meresmikan Bank Indonesia Fintech Office. Fintech Office merupakan wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis dan produk/layanan dari financial technology (fintech). Selain itu, Fintech Office juga menjadi inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi. Pembentukan Fintech Office dilakukan berdasarkan kesadaran Bank Indonesia mengenai perlunya dukungan terhadap perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi yang sehat. Selain itu, dalam rangka pengembangan interkoneksi dan interoperabilitas sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan National Payment Gateway (NPG). Pengembangan interkoneksi dan interoperabilitas sistem pembayaran ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh empat bank sebagai acquirer 1 yang mewakili 75% transaksi debit dalam negeri (BRI, Bank Mandiri, BNI, BCA) dan tiga prinsipal nasional sebagai switching 2 (Artajasa Pembayaran Elektronis, Alto Network, dan Rintis Sejahtera). Nota kesepahaman itu merupakan bentuk komitmen industri untuk mendukung rencana implementasi NPG yang telah disusun oleh Bank Indonesia. Sepanjang 2016, beberapa inisiatif Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah terus dilakukan. Inisiatif itu termasuk komunikasi mengenai handling isu negatif tentang uang Rupiah. Di luar komunikasi kebijakan, Bank Indonesia mengenal bentuk komunikasi yang diarahkan pada pemahaman atas institusi atau disebut komunikasi kebanksentralan. Selama triwulan IV-2016, komunikasi kebanksentralan tergolong beragam namun memiliki benang merah untuk tetap berusaha mengenalkan fungsi penting Bank Indonesia dalam tatanan perekonomian (peran sebagai penjaga stabilitas ekonomi bangsa). Salah satunya melalui komunikasi / edukasi publik. Selama ini, Bank Indonesia terus melakukan edukasi publik melalui berbagai format, misalnya, sharing dengan lembaga negara maupun diskusi kepada penegak hukum, auditor negara, program edukasi melalui kunjungan, aktivasi museum Bank Indonesia dan seminar dengan akademisi. Dari sisi internal, Bank Indonesia terus memperkuat lini kecakapan sumber daya internal melalui komunikasi pembentukan Bank Indonesia Institute (BIns) pada akhir Agustus 2016. 134 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.5.1.4. Layanan Contact Center BICARA dan Komunikasi Digital Bank Indonesia Contact Center Bank Indonesia (BICARA 131) senantiasa hadir untuk memberikan pelayanan prima kepada publik. Selama triwulan IV-2016, tercatat sebanyak 21.202 permohonan informasi yang masuk, baik melalui media telepon, email, datang langsung, surat, fax, media sosial maupun media lainnya. Permohonan informasi yang masuk meningkat sebesar 18,26% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (17.928). Mayoritas pertanyaan yang diajukan adalah seputar informasi debitur individual (IDI) historis dan permohonan sistem BI–RTGS. Kelompok stakeholders yang dominan menghubungi BICARA 131 adalah perbankan dan masyarakat umum. Sebagai cerminan dalam memberikan pelayanan prima, pencapaian Customer Satisfaction Index (CSI) BICARA 131 pada triwulan IV-2016 adalah sebesar 97,59%. Pencapaian ini meningkat sebesar 0,48% dibandingkan triwulan sebelumnya (97,12%). BICARA 131 juga telah memenuhi standar ISO 9001:2015 dalam memberikan pelayanan kepada publik dan menjadi contact center pertama di dunia yang tersertifikasi ISO 9001:2015. Pencapaian ini semakin meningkatkan kepedulian stakeholders terhadap kinerja BICARA 131 sehingga mampu menciptakan persepsi positif lembaga dalam hal layanan informasi publik. Pada 2016, contact center Bank Indonesia masih memperoleh predikat ISO 9001:2015. Melalui ajang Pemeringkatan Badan Publik Tahun 2016, Bank Indonesia memperoleh prestasi membanggakan dengan memperoleh peringkat 4 (empat) untuk kategori Badan Publik/Lembaga Negara dan Lembaga Publik Non Kementerian. Hasil ini meningkat dibanding 2015 dengan berada di peringkat 6 (enam). Pencapaian ini semakin menunjukkan bahwa Bank Indonesia senantiasa menjunjung tinggi transparansi dalam hal penyampaian informasi kepada publik sebagaimana amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) No.14 tahun 2008. Pada triwulan IV-2016, BICARA 131 memperoleh prestasi dalam ajang Contact Center World (CCW) 2016 dengan memperoleh 3 medali, sbb: Kategori Korporat Peringkat The Best Social Media Gold The Best Direct Campaign Silver The Best Community Spirit Bronze Dari sisi komunikasi digital, pengembangan website Bank Indonesia terus dilakukan baik dari segi konten, desain, maupun tampilan untuk memenuhi kebutuhan informasi stakeholders. Website Bank Indonesia juga dikembangkan dalam bentuk mobile apps untuk perangkat mobile. Penggunaan media sosial juga terus dioptimalkan sesuai perkembangan sarana komunikasi yang digunakan. Terhadap seluruh media sosial Bank Indonesia, media yang paling aktif menanggapi pertanyaan dan keluhan netizen adalah facebook dan twitter. Sampai dengan triwulan IV-2016, Facebook Page Bank Indonesia telah mendapatkan “likes” sebanyak 36.864 dari pengguna. Informasi yang dikomunikasikan melalui facebook berupa liputan mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia, video, pengumuman, dan infografis. Sementara itu, pengikut twitter @bank_indonesia mencapai 392.599. Informasi yang disampaikan melalui twitter antara lain BI rate, kurs, jadwal kas keliling, kunjungan ke Bank Indonesia, siaran pers, dan pembukaan lowongan (karier). Selain tweet mengenai kurs dan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 135 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia karier, respons positif dari netizen paling banyak didapatkan dari tweet infografis, foto, video, dan tweet series tematik mulai dari penukaran uang kecil dan uang dicabut, uang desain baru TE 2016 sampai dengan berbagai kegiatan Bank Indonesia. Kegiatan BI Goes to Campus yang diselenggarakan bekerjasama dengan NET Mediatama mendapat respons baik di twitter pada 17 November 2016 dan sempat menjadi trending topic dengan tajuk #BI_GNNTonNET. Kegiatan yang berdampak viral di twitter lainnya selama triwulan IV-2016 adalah Peluncuran Rupiah TE 2016. Kegiatan tersebut juga menjadi trending topic di twitter pada 19 Desember 2016 dengan tajuk #BankIndonesia dan #UangBaruSemangatBaru. Untuk youtube Bank Indonesia Channel, total video yang ditampilkan sampai dengan triwulan IV-2016 sebanyak 238 video. Sampai dengan saat ini, jumlah subscriber youtube Bank Indonesia Channel mencapai 4.041. Di seluruh saluran media social, termasuk youtube, peluncuran Rupiah TE 2016 menjadi pilihan favorit netizen. Pada 18 Desember 2016, terjadi lonjakan views tertinggi pada youtube BI Channel dan “likes” pada video. Pada tanggal tersebut, Bank Indonesia melangsungkan live-streaming Peluncuran Uang Rupiah TE 2016. Jumlah views pada video kegiatan tersebut sebanyak 20.328 dan mendapat “likes” dari 254 akun. Video kegiatan tersebut bukan hanya menjadi video paling favorit selama triwulan IV-2016, namun juga terfavorit dan paling banyak dilihat sepanjang 2016. Instagram juga merupakan salah satu media sosial yang memiliki akselerasi pertumbuhan jumlah followers yang tinggi, meskipun terhitung sebagai media sosial paling baru di Bank Indonesia. Dari sejumlah 112 foto yang telah di-post, pada akhir triwulan IV-2016, instagram Bank Indonesia mampu mencapai jumlah followers sebanyak 30.403 atau meningkat lebih dari 100% dibanding triwulan sebelumnya. Untuk mengedukasi publik mengenai kebijakan terkini, Bank Indonesia melakukan kegiatan kunjungan publik bagi pelajar/mahasiswa/publik umum secara rutin. Bank Indonesia juga menerbitkan majalah Gerai Info yang didistribusikan dan dibagikan tanpa biaya kepada publik. Selama triwulan IV-2016, telah dilaksanakan kunjungan publik sebanyak 21 kali kepada sekolah maupun universitas yang dihadiri 2.509 peserta. Hasil survei kepuasan pelaksanaan kegiatan kunjungan juga menunjukkan indikator yang baik dengan pencapaian nilai kepuasan untuk proses kunjungan ke Bank Indonesia sebesar 98,69% atau meningkat sebesar 3,72% dibandingkan triwulan sebelumnya (95,15%). Edukasi kebanksentralan pada 2016 dilakukan melalui pengajaran, diskusi, dan seminar guna membahas isu terkini terkait perubahan di lingkungan domestik dan internasional. 136 Untuk meningkatkan jangkauan distribusi majalah Gerai Info, Bank Indonesia juga menyediakan dalam bentuk apps sehingga memudahkan bagi publik untuk membaca dengan menggunakan media digital. Adapun inovasi apps majalah Gerai Info terkini adalah melalui platform Android dan iOs untuk seluruh perangkat mobile. Dalam upaya melakukan komunikasi kebijakannya, Bank Indonesia selalu berupaya untuk menjadi inovatif menuruti perkembangan masyarakat yang semakin modern. 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang peran dan fungsi bank sentral, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan edukasi kebanksentralan. Kegiatan ini mencakup pengajaran kepada kalangan akademisi maupun diskusi dengan profesional dari dalam negeri dan manca negara melalui seminar. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia secara aktif melakukan komunikasi dan kegiatan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai sarana. Kegiatan tersebut memberikan pemahaman kepada masyarakat luas mengenai berbagai kebijakan yang dirumuskan Bank Indonesia. Salah satunya adalah dengan melakukan kuliah umum kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia. Pada triwulan IV-2016, BI Institute telah melakukan kegiatan kuliah umum kebanksentralan di Universitas Lampung, Universitas Trunojoyo Madura, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Pertanian Bogor. Selama 2016, BI Institute telah menyelenggarakan lima belas kuliah umum kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Mempertimbangkan perkembangan pembelajaran kebanksentralan yang sangat pesat, pengembangan pembelajaran kebanksentralan ke depan akan menggunakan model pendekatan clustering. Sebagai tahap awal, Bank Indonesia telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (NK) dan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Institut Pertanian Bogor. Prosesi penandatangan tersebut dihadiri oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Rektor IPB Prof. Hermanto Siregar. Sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia kerap menjadi objek studi banding dan tempat belajar bagi bank sentral dari negara lain. Selama 2016, BI Institute telah menerima 5 kunjungan studi banding dari berbagai bank sentral dari negara lain yakni Central Bank of Egypt, Nepal Rastra Bank, Central Bank Papua New Guinea, Bank of Ethiopia, dan Bangladesh Bank. Kunjungan studi banding tersebut untuk mempelajari beberapa hal, salah satunya untuk mempelajari Cash in Transit di Bank Indonesia yang dilakukan oleh Bangladesh Bank pada kunjungan yang dilakukan di triwulan IV-2016. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan seminar nasional, yaitu Forum Kepemimpinan Ekonomi Bangsa dengan narasumber Marty Natalegawa. Seminar ini diikuti oleh 45 orang peserta internal dan 43 peserta eksternal yang berasal dari kementerian, perbankan, akademisi, dan praktisi. Selain itu, BI Institute juga telah menyelenggarakan 3 seminar yaitu “Central Bank Policy Mix: Issues, Challenges, and Policy Responses”; “Electronic Money, Negative Interest Rates and Monetary Policy in Advanced and Emerging Countries; dan Retail Payment and Market Infrastructures bekerja sama dengan Central Bank of Republic Turkey, De Nederlansche Bank, dan Bank of England. 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional Sepanjang 2016, Bank Indonesia melalui fungsi Investor Relations Unit (IRU) telah melaksanakan sejumlah kegiatan hubungan investor untuk mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia. Kegiatan itu dalam bentuk investor briefing, investor conference call, pertemuan IRU korporasi, dan penguatan linkage Investor Relations Unit (IRU) – Regional Investor Relations Unit (RIRU) – Global Investment Relations Unit (GIRU). IRU juga telah memfasilitasi pelaksanaan asesmen tahunan empat lembaga pemeringkat (Standard & Poor’s – S&P, Moody’s, Fitch, dan Japan Credit Rating Agency – JCRA). Selain itu, IRU membantu proses penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Valuta Asing (Valas) Pemerintah untuk Global Bond, Euro Bond, Global Sukuk, dan Samurai Bond. Pelaksanaan kegiatan hubungan investor oleh fungsi IRU Bank Indonesia mendapat penilaian yang memuaskan dari Institute of International Finance (IIF), yakni lembaga yang selama ini melakukan penilaian atas praktik hubungan investor di emerging market termasuk Indonesia. IRU kembali memperoleh score tertinggi (42) untuk kategori Investor Relations Practices Criteria. Pemaparan kondisi terkini ekonomi dan respon kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah senantiasa dikomunikasikan kepada investor dan lembaga rating, untuk meningkatkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 137 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sepanjang triwulan IV-2016, IRU telah memfasilitasi asesmen tahunan lembaga pemeringkat (Moody’s dan Fitch), investor briefing, investor conference call, serta penguatan IRU-RIRU-GIRU. Secara rutin, IRU juga melakukan pengkinian data dan informasi ekonomi Indonesia melalui website IRU dalam rangka diseminasi informasi kepada stakeholders IRU (lembaga pemeringkat, investor, dan opinion maker). Upaya peningkatan persepsi positif perekonomian Indonesia juga didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri (KPwBI LN) di London, New York, Singapura, dan Tokyo. Terkait pelaksanaan asesmen tahunan Moody’s dan Fitch, IRU telah melakukan sejumlah persiapan, baik dalam penyusunan materi kunjungan, fasilitasi pertemuan dengan pimpinan kementerian/lembaga (K/L) terkait, maupun pemenuhan data dan informasi yang diperlukan oleh kedua lembaga pemeringkat. Sebagai bentuk koordinasi, telah dilaksanakan pertemuan Dedicated Team Meeting (DTM) tingkat teknis yang diikuti oleh tujuh K/L yang akan ditemui oleh Moody’s maupun Fitch. Dalam pertemuan tersebut, usulan IRU agar dalam pelaksanaan asesmen mengusung tema utama “Synergy for Progressive Reforms” telah disetujui dan secara konsisten digunakan oleh seluruh K/L pada saat pelaksanaan asesmen. Koordinasi yang erat antar-K/L dalam persiapan asesmen lembaga pemeringkat, khususnya oleh Fitch, telah membuahkan hasil sangat baik, yaitu Indonesia berhasil meningkatkan outlook rating dari stabil menjadi positif. Perbaikan outlook ini ditopang oleh beberapa hal. Pertama, track record stabilitas makroekonomi yang dapat dijaga dengan baik oleh otoritas dalam beberapa tahun terakhir di tengah tantangan ekonomi global. Kedua, kebijakan moneter dan nilai tukar yang ditempuh Bank Indonesia telah efektif meredam gejolak di pasar keuangan. Ketiga, dorongan reformasi struktural yang kuat sejak September 2015 mampu memperbaiki iklim investasi secara bertahap dan diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah. Pada triwulan IV-2016, kegiatan investor briefing kepada investor portofolio telah dilaksanakan antara lain dengan Aberdeen, BlackRock, UBS Wealth Management, Franklin Templeton, Nomura Asset Management Co., dan AIG Asset Management. IRU juga telah melaksanakan investor conference call dengan tema “Indonesian Recent Economic Development and Policy Update, Q3-2016”. Kegiatan yang dilaksanakan pada 17 November 2016 itu menampilkan narasumber Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara, dan Direktur Jendral Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan. Conference call yang diikuti oleh investor Asia dan Eropa ini merupakan salah satu media IRU untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi, sekaligus klarifikasi dari investor. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan market confidence pelaku pasar internasional terhadap perekonomian Indonesia. Pada periode laporan, IRU juga mendukung penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Valas RI Tahun 2017. Dukungan ini terkait pelaksanaan due diligence, penyelesaian dokumen Offering Memorandum, dan setelmen transaksi. Upaya peningkatan persepsi positif perekonomian Indonesia juga didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di luar negeri (KPwBI LN) baik di Singapura, Tokyo, London, dan New York. KPwBI LN telah melakukan sejumlah pertemuan dengan investor (a.l. Maybank, CIMB, Pictet, BlackRock, dan Prudential Fixed Income - Pramerica) maupun mitra strategis di wilayah kerja KPwBI LN (a.l. Hong Kong Monetary Authority – HKMA, Bank Sentral Spanyol, dan Hong Kong Trade and Development Council – HKTDC). 138 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia KPwBI LN juga bekerja sama dengan perwakilan K/L dalam penyelenggaran kegiatan promosi investasi seperti The ASEAN Business Forum di Barcelona, Spanyol (Oktober 2016) dan Business Forum on Energy and Infrastructure Sectors di Alberta, Kanada (November 2016). Berbagai pertemuan KPwBI LN dengan stakeholder strategis tersebut merupakan media yang sangat efektif untuk membangun jejaring, mengelaborasi, dan menjawab perhatian stakeholder yang pada akhirnya meningkatkan persepsi positif terhadap ekonomi Indonesia. Sebagai bagian dari upaya penguatan linkage IRU-RIRU-GIRU dan pelaksanaan joint engagement dengan K/L terkait, IRU bersama KPwBI LN New York telah memfasilitasi partisipasi RIRU Kalimantan Timur dan RIRU Sumatera Utara. Keterlibatan KPwBI LN itu terkait promosi investasi yang diselenggarakan oleh KJRI Vancouver - Kanada pada November 2016. Sepanjang triwulan IV-2016 terdapat beberapa perhatian utama stakeholders yang terkait dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Pertama, arah kebijakan moneter khususnya pasca-terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Kedua, proyeksi inflasi dan nilai tukar. Ketiga, prospek pertumbuhan ekonomi. Keempat, dampak perubahan reformulasi kerangka kebijakan operasi moneter terhadap transmisi kebijakan moneter. Kelima, pengelolaan likuiditas setelah adanya tax amnesty dan dampak tax amnesty terhadap neraca pembayaran. Keenam, kebijakan pengelolaan valas yang dilakukan Bank Indonesia. Ketujuh, proses penjajaran (alignment) antara kebijakan moneter dan fiskal. 3.6. Program Strategis Bank Indonesia Untuk mendukung visi Menuju Bank Indonesia menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia melakukan perubahan pada pelaksanaan proses bisnis dan aspek pendukung melalui penyusunan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI). Dengan mengusung 5 tema transformasi; Policy Excellence, Outstanding Execution, Institutional Leadership, Motivated Organization dan State of The Art Technology, Bank Indonesia menerapkan program-program strategis sebagai langkah awal perubahan menuju 2024. Pelaksanaan transformasi dibagi menjadi dua fase utama, yakni Fase I restructuring and enhancing (2014-2019) dan Fase II shaping the end state (2019-2024). Lima tema transformasi tersebut selanjutnya diterapkan ke dalam Program Strategis dengan perkembangan pelaksanaan sebagai berikut: Implementasi 29 Program Strategis Bank Indonesia pada Fase Restrukturisasi dan Penyempurnaan (2014 – 2019) mencapai tahapan yang direncanakan. i. Policy Excellence Pada fase I, Bank Indonesia memiliki tiga target utama. Pertama, memimpin dalam kebijakan moneter dan makroprudensial yang koordinatif di regional. Kedua, mampu memitigasi 10-20 jenis risiko sistemik dan financial imbalances. Ketiga, inflasi dan volatilitas nilai tukar yang rendah dan terkendali di regional. Selanjutnya pada fase II, Bank Indonesia juga memiliki beberapa tujuan. Pertama, menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Kedua, memiliki pendekatan balanced dalam menangani financial imbalances dengan menggunakan national dan financial regional balance sheet. Ketiga, menargetkan inflasi dan volatilitas nilai tukar paling terkendali di regional. Untuk mencapai Policy Excellence, fokus utama program adalah merumuskan dan memperkuat framework (kerangka kerja) kebijakan moneter dan makroprudensial dan kebutuhan infrastruktur pendalaman pasar keuangan (PS 1, 26 dan 27). Selain itu, Bank Indonesia mengembangkan pendekatan operasional dari kebijakan moneter (PS 2). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 139 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Program lainnya adalah pengembangan riset dan input pengambilan kebijakan, memperkuat proses pengambilan keputusan, dan komunikasi kebijakan (PS 3). Selain itu, terdapat program penyusunan metodologi monitoring Stabilitas Sektor Keuangan yang efisien dan efektif melalui regional and national balance sheet dan Financial Imbalances (PS 4). Yang tidak kalah penting adalah memperkuat posisi Bank Indonesia dalam pembahasan RUU terkait Bank Indonesia (PS 28). Pencapaian tema Policy Excellence. Selama 2016, Bank Indonesia telah mengkinikan ketentuan tentang kerangka kerja kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar yang terintegrasi dengan kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengelolaan rupiah, termasuk di dalamnya kebijakan ekonomi dan keuangan daerah serta kebijakan internasional. Selain itu, Bank Indonesia telah menyelenggarakan seminar nasional terkait komunikasi pemanfaatan National Balance Sheet sebagai alat untuk mengukur kerentanan sistem keuangan Indonesia. Untuk mengurangi asimetri informasi antara produsen dan konsumen sekaligus menjadi dasar dalam perumusan kebijakan pengendalian inflasi di daerah, Bank Indonesia meluncurkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). PIHPS adalah sistem informasi yang mendiseminasikan harga pangan strategis kepada masyarakat. Secara nasional, PIHPS sudah berhasil mengintegrasikan data dari 32 provinsi, 127 kabupaten/kota, dan 312 pasar dari seluruh Indonesia. ii. Outstanding Execution Tema ini dicanangkan untuk meningkatkan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas proses kerja di Bank Indonesia dan dilakukan melalui enam Program Strategis (PS). Pertama, memperbaiki business continuity planning & disaster recovery (PS 6). Kedua, mengelola manajemen risiko untuk memastikan proses bisnis terus berjalan meski kondisi darurat dan meningkatkan tata kelola serta pengendalian risiko (PS 9). Ketiga, menginisiasi pembentukan center of excellence dalam menjaga surveillance sistem keuangan (PS 5). Keempat, mencanangkan sentralisasi jaringan distribusi uang untuk meningkatkan ketersediaan, kualitas, dan ketepatan waktu pengiriman uang sehingga uang yang beredar di masyarakat kuantitasnya memenuhi kebutuhan dan kualitas uang semakin baik (PS 8). Kelima, mengoptimalisasi kapasitas percetakan uang untuk memenuhi kebutuhan uang secara kualitas dan kuantitas (PS 7). Keenam, mengoptimalisasi peran Bank Indonesia di daerah yang didukung oleh peningkatan kerja sama Kantor Perwakilan Bank Indonesia dalam negeri (KPwBI DN) dan Departemen Regional (PS 10). Pencapaian tema Outstanding Execution. Selama 2016, Bank Indonesia berhasil membuka 26 titik distribusi dari target awal tahun sebanyak 21 di wilayah Indonesia sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan kualitas uang. Ke-26 Kas Titipan Baru itu adalah Blangpidie, Balige, Sungai Penuh, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Redeb (Berau), Tual, Tobelo, Singaraja, Kotabumi, Tebing Tinggi, Bukit Tinggi, Tabalong, Ruteng, Bintuni, Fak-Fak, Kutai Barat (Melak), Pamekasan, Probolinggo, Sukabumi, Bulukumba, Banyuwangi, Rengat, Ende, Tanah Pasir, Kolaka, dan Lembata. iii. Institutional Leadership Penguatan peran Bank Indonesia sebagai inisiator atau pelopor terdepan pada suatu program telah mendapat pengakuan secara nasional maupun internasional. Hal ini dicerminkan pada tema Institutional Leadership melalui pelaksanaan enam Program Strategis (PS). Pertama, penguatan strategi kebijakan internasional untuk mendukung kepentingan Bank Indonesia maupun nasional dan meningkatkan kepemimpinan Bank Indonesia di kawasan (PS 11). Kedua, protokol manajemen krisis, termasuk penguatan 140 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia koordinasi dengan OJK, Kemenkeu dan LPS serta instansi terkait (PS 12) dan pendalaman pasar keuangan (PS 13). Ketiga, pengembangan ekonomi syariah melalui koordinasi lintas institusi, inisiatif pendirian International Islamic Financial Services Board (IFSB), pengembangan kurikulum pesantren, modul ekonomi dan keuangan syariah, serta penyusunan ketentuan dan kerangka pengawasan zakat dan wakaf (PS 14). Kelima, Bank Indonesia mendorong program elektronifikasi dan keuangan inklusif, serta instrumen pembayaran non tunai, antara lain uang elektronik, pengadopsian electronic data capture (EDC), dan layanan keuangan digital (LKD) (PS 15). Bank Indonesia juga mengembangkan National Payment Gateway (NPG) dan Platform Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP) sehingga nantinya terwujud interkoneksi dan interoperabilitas antar penyelenggara instrumen (PS 16). Keenam, Bank Indonesia berdedikasi untuk mengawal perkembangan financial technology (PS 29). Pencapaian tema Institutional Leadership. Selama 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan beberapa ketentuan untuk mendorong pengembangan pasar keuangan di Indonesia30, maupun ketentuan yang mengatur mengenai transaksi valas dengan Rupiah terhadap pihak asing31, maupun terhadap pihak domestik32. Selain itu, untuk mengatur teknis pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Indonesia juga telah menerbitkan pedoman pelaksanaannya33. Selanjutnya, untuk merespon dinamika industri keuangan berbasis teknologi, Bank Indonesia mendirikan FinTech Office sebagai wadah untuk melakukan pengkajian mendalam terhadap regulasi dan bentuk koordinasi yang sesuai untuk area keuangan berbasis teknologi. iv. Motivated Organization Untuk mendukung ketiga tema tersebut di atas, Bank Indonesia memerlukan dukungan organisasi dan sumber daya manusia yang kapabel. Sehubungan dengan itu, diperlukan perencanaan meningkatkan keterampilan, kapabilitas, dan motivasi pegawai yang dilakukan dengan enam Program Strategis yang berkaitan erat dengan area sumber daya manusia (SDM). Untuk mencapai Motivated Organization, pengelolaan SDM di Bank Indonesia akan diperbaiki mulai dari jalur perekrutan (PS 18), career path, dan job grading (PS 19). Program lainnya adalah pengembangan kapabilitas pegawai dengan berbagai pendidikan (PS 17), serta pengelompokan pegawai bertalenta dan kepemimpinan yang mendukung (PS 21) hingga manajemen kinerjanya (PS 20). Selaras dengan itu, dilakukan reorganisasi di seluruh satuan kerja sebagai wujud penguatan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral hasil rekomendasi AFSBI (PS 22). Pencapaian tema Motivated Organization. Selama 2016, Bank Indonesia membentuk Departemen Ekonomi Syariah dan Departemen Pendalaman Pasar Keuangan pada Maret 2016 serta Departemen Pengadaan Strategis dan Departemen Pengelolaan Logistik dan Fasilitas pada Juni 2016. Pembentukan dan pengembangan departemen merupakan implementasi dari roadmap organisasi arsitektur fungsi strategis Bank Indonesia (AFSBI). Selanjutnya, pada tanggal 22 Agustus 2016, Bank Indonesia melakukan grand launching BI Institute. BI Institute akan dikembangkan untuk menjadi sarana pembelajaran pegawai internal dan stakeholders eksternal yang mumpuni. Pada 2016, pembelajaran stakeholders eksternal telah dilakukan kepada pemimpin daerah. 30 31 32 32 PBI No. 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang. BI No. 18/19/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing. PBI No. 18/18/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik. SE No.18/11/DEKS tentang petunjuk teknis atas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/2/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 141 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia v. State of The Art Technology Untuk mempercepat progres pencapaian visi dan misi Bank Indonesia, tema transformasi ini menekankan kepada pemanfaatan teknologi mutakhir yang dilaksanakan melalui tiga program strategis. Ketiga program tersebut adalah penguatan sistem informasi di Bank Indonesia sesuai dengan desain arsitektur sistem informasi Bank Indonesia (PS 24), perbaikan pengelolaan operasional dan tata kelola sistem informasi (PS 25), dan pemanfaatan big data dalam proses pengambilan keputusan di bidang moneter dan stabilitas sistem keuangan (PS 23). Pencapaian tema State of The Art Technology. Selama 2016, Bank Indonesia telah berhasil meluncurkan beberapa inisiatif unggulan dari pemanfaatan big data. Pertama, melakukan identifikasi persepsi dan respons stakeholders, pelaku ekonomi, dan pasar terhadap kebijakan Bank Indonesia. Kedua, proksi indikator pasar properti. Ketiga, identifikasi struktur keterkaitan pelaku dalam sistem pembayaran. Keempat, proksi supply and demand pembiayaan perbankan. Kelima, identifikasi awal pemanfaatan data financial technology (FinTech). Hasil dari inisiatif tersebut akan digunakan menjadi input dalam pengambilan kebijakan di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran. 142 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 143 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Untuk mencapai visi 2024, Bank Indonesia melaksanakan proses manajemen strategis melalui Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (PAMK). Secara konsisten, Bank Indonesia menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good governance) dalam penerapan berbagai perangkat manajemen strategi, audit internal, manajemen risiko, pengelolaan keuangan, sistem informasi, aspek hukum, maupun organisasi dan manajemen sumber daya. Secara umum, pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama 2016 berjalan dengan baik. Kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia juga sangat baik yang tercermin pada Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2015. Penyusunan Program Kerja, Anggaran dan Rencana Investasi (PKARI) 2017 juga dilakukan secara komprehensif. RINGKASAN KAPABILITAS INTERN BANK INDONESIA TRIWULAN IV-2016 dan Tahun 2016 1.Bank Indonesia melakukan implementasi dan penguatan governance secara menyeluruh mencakup seluruh elemen pokok Kerangka Kerja Tata Kelola (governance framework) Bank Indonesia, yaitu prinsip, komitmen, struktur, proses, dan hasil tata kelola. 2. Untuk mencapai Visi 2024, Bank Indonesia melaksanakan proses manajemen strategis secara konsisten melalui penerapan Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja. 3. Pada 2016, hasil asesmen maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan. Bank Indonesia memperoleh pencapaian positif dengan nilai 3,38 dari skala 5. 4. Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan audit terhadap 33 satuan kerja sesuai Rencana Audit Tahun 2016. 5.Pada akhir Desember 2016, realisasi Anggaran Penerimaan sebesar 85,78%, sedangkan realisasi Anggaran Pengeluaran sebesar 98,37% dari Anggaran Tahunan Bank Indonesia. 6. Bank Indonesia fokus pada pengembangan sistem informasi untuk mendukung Program Transformasi Bank Indonesia sesuai Information System Enterprise Architecture 2015 – 2024. 7. Demi terwujudnya kebijakan yang time-to-market, Bank Indonesia membentuk Fintech Office, yaitu wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis maupun produk/layanan Fintech. 8. Selama 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 242 peraturan yang terdiri atas 43 Peraturan Bank Indonesia, 42 Surat Edaran Bank Indonesia Eksternal, 22 Peraturan Dewan Gubernur, dan 135 Surat Edaran Bank Indonesia Internal. 9. Pada 2016, Program Sosial Bank Indonesia difokuskan pada program pemberdayaan untuk memperkuat ekonomi rumah tangga secara berkelanjutan. BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 4.1. Tata Kelola (Governance) Selama 2016, Bank Indonesia menerapkan dan memperkuat governance secara menyeluruh mencakup kelima elemen governance framework. Hasil asesmen governance Bank Indonesia pada akhir 2016 menunjukkan maturitas governance berada pada level tertinggi. Penerapan good governance menuntut upaya yang berkelanjutan dari waktu ke waktu. Seiring dengan tantangan dan tuntutan stakeholders, Bank Indonesia mengimplementasikan tata kelola organisasi yang baik dan melaksanakan berbagai inisiatif penguatan governance. Untuk memastikan penerapan tata kelola (governance) dilakukan secara terarah, konsisten, dan terkoordinasi, implementasi dan penguatan governance dilaksanakan secara menyeluruh mencakup berbagai elemen Kerangka Kerja Tata Kelola (governance framework) Bank Indonesia. Governance framework memuat lima elemen pokok, yakni prinsip, komitmen, struktur, proses, dan hasil tata kelola. Pada akhirnya, berbagai penguatan governance yang dilakukan tersebut diharapkan dapat mendukung pencapaian Bank Indonesia dari sisi kebijakan, sehingga pelaksanaan tugas Bank Indonesia dapat dipertanggungjawabkan dan dijalankan dalam koridor penyelenggaraan pemerintahan yang baik, serta taat azas. Sesuai prinsip tata kelola, pelaksanaan tugas Bank Indonesia berlandaskan pada 3 (tiga) prinsip, yakni independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Tujuan penerapan dan penegakan tata kelola di Bank Indonesia adalah untuk menghasilkan kredibilitas dengan mengedepankan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, memenuhi aturan perundang-undangan, memperhatikan standar praktik umum, dan berupaya memenuhi ekspektasi pemangku kepentingan terhadap akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia. Terkait dengan komitmen tata kelola, untuk memberikan kejelasan pelaksanaan Kode Etik dan Pedoman Perilaku, pada tahun 2016 diterbitkan Pedoman Pelaksanaan Peraturan Kode Etik. Guna meningkatkan awareness dan kepatuhan SDM Bank Indonesia terhadap aturan Kode Etik dan Pedoman Perilaku, dilakukan berbagai kegiatan internalisasi dan sosialisasi kepada seluruh lapisan pegawai. Materi Kode Etik dan Pedoman Perilaku BI menjadi salah satu materi wajib dalam program pembekalan pegawai baru dan promosi di semua level. Sejak diimplementasikan pada tahun 2015, Whistle Blowing System Bank Indonesia (WBS BI) telah berfungsi sebagai sarana untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan baik dari internal pegawai Bank Indonesia maupun masyarakat atas perbuatan yang diduga merupakan pelanggaran terhadap ketentuan kode etik dan pedoman perilaku serta sistem dan prosedur kerja. Untuk meningkatkan efektivitas implementasi WBS BI, telah dilakukan evaluasi dan disusun rencana perbaikan ke depan guna meningkatkan kemampuan WBS BI sebagai alat deteksi pelanggaran. Untuk menunjukkan komitmen terhadap penerapan tata kelola yang baik di bank sentral kepada publik, Bank Indonesia menata kembali informasi mengenai tata kelola (governance) di website Bank Indonesia. Informasi terkait governance yang sebelumnya tersebar di beberapa kategori informasi dikelompokkan dalam satu menu khusus governance di halaman depan website Bank Indonesia. Melalui penyajian informasi yang terpadu, stakeholders dapat dengan mudah mengakses dan memahami berbagai kebijakan Bank Indonesia terkait governance. Seiring dengan penerapan peraturan Kode Etik dan Pedoman Perilaku terkait larangan penyalahgunaan dan/atau pengedaran narkotika, obat-obatan terlarang, zat adiktif dan/atau psikotropika lainnya, Bank Indonesia menginisiasi kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Kerja sama dilakukan untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika baik di lingkungan Bank Indonesia maupun lingkungan lembaga yang berada di bawah kewenangan pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia. Kerjasama ini merupakan bukti nyata komitmen Bank Indonesia untuk mendukung pemberantasan bahaya narkotika 146 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah melalui gerakan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Guna mendukung upaya pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), pada tahun 2015 Bank Indonesia memperluas aturan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tidak hanya terbatas pada unsur pimpinan Bank Indonesia, namun juga berlaku hingga pegawai dengan pangkat staf. Sejak diberlakukannya aturan tersebut, Bank Indonesia secara aktif mendorong pemenuhan kewajiban penyampaian LHKPN melalui sosialisasi ketentuan dan pemantauan secara berkala pada saat ADG dan pegawai menjabat pertama kali, promosi, mutasi, dan pensiun. Pada akhir tahun 2016, tingkat penyampaian LHKPN Bank Indonesia mencapai 95,5%, di atas kriteria minimum sebesar 90%. Terhadap pencapaian tersebut, Bank Indonesia memperoleh penghargaan LHKPN 2016 dari KPK. Terkait dengan struktur tata kelola dan sebagai bentuk komitmen terhadap penerapan mekanisme checks and balances, Bank Indonesia mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR. Sesuai amanat undang-undang, Bank Indonesia menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR dan pemerintah selaku stakeholders utama, serta mempublikasikan laporan tersebut kepada masyarakat pada setiap triwulan dan tahunan. Bank Indonesia juga menghadiri berbagai rapat kerja yang dilaksanakan oleh DPR untuk memberikan penjelasan terhadap kebijakan yang ditempuh maupun memberikan masukan terhadap hal-hal yang terkait dengan tugas Bank Indonesia. Selain melalui rapat kerja, untuk mendapatkan masukan dari DPR, Bank Indonesia juga melakukan berbagai forum pertemuan antara lain Focus Group Discussion (FGD). Untuk memperkuat fungsi pengawasan DPR RI terhadap Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia, pada tahun 2016 Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) melakukan telaahan terhadap aspek anggaran dan kegiatan operasional Bank Indonesia untuk periode triwulan IV-2015, triwulan I-2016, dan triwulan II-2016. Dalam merespons rekomendasi BSBI dimaksud (total sebanyak 33 rekomendasi), Bank Indonesia memaparkan kondisi dan tantangan yang dihadapi serta tindak lanjut perbaikan ke depan. Untuk memastikan akuntabilitas keuangan Bank Indonesia, DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pengawasan terhadap Bank Indonesia. Berdasarkan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia 2015 oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia kembali memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Perolehan opini WTP ini, menggenapi capaian perolehan WTP selama 13 kali berturut-turut. Capaian ini mengafirmasikan keyakinan auditor eksternal bahwa pengelolaan keuangan Bank Indonesia telah dilakukan dengan baik dan sesuai standar akuntansi. Pada 2016, Bank Indonesia juga menyampaikan laporan evaluasi Anggaran Tahunan Bank Indonesia 2016 dan Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia 2017 secara tepat waktu. Terkait dengan proses tata kelola, untuk meningkatkan kredibilitas pengaturan/kebijakan yang dihasilkan, Bank Indonesia melanjutkan penyempurnaan kerangka kerja dan strategi kebijakan utama yakni Kerangka Kerja Kebijakan Moneter, Kebijakan Nilai Tukar, Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah. Proses perumusan kebijakan/peraturan disempurnakan dengan meningkatkan aspek governance dalam pembentukan peraturan Bank Indonesia khususnya terkait partisipasi publik serta harmonisasi peraturan internal dan eksternal. Untuk meningkatkan governance Komite yang memberikan rekomendasi kebijakan tertentu kepada Rapat Dewan Gubernur, Bank Indonesia menerbitkan pedoman yang mengatur Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 147 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, perubahan, atau pembubaran komite, mekanisme penetapan anggota Komite dan mekanisme persiapan dan penyelenggaraan rapat Komite sampai dengan monitoring pelaksanaan tugas Komite. Terhadap hasil tata kelola, guna memberikan umpan balik terhadap penerapan tata kelola di Bank Indonesia dan sebagai upaya perbaikan ke depan, Bank Indonesia secara berkala (triwulan II dan triwulan IV) melakukan survei tingkat keyakinan stakeholders terhadap implementasi tata kelola Bank Indonesia. Responden survei mencakup seluruh pemangku kepentingan Bank Indonesia yakni anggota parlemen, lembaga negara, auditor, pengamat dan akademisi, kalangan pengusaha, jurnalis, dan masyarakat umum. Hasil survei governance BI di 2016 adalah 5,07 dari skala 6. Pencapaian indeks good governance BI tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,91, terutama didorong perbaikan pada dimensi Independensi dan Akuntabilitas. Hasil survei menyatakan telah terjadi peningkatan kepercayaan responden terhadap independensi kebijakan Bank Indonesia yang ditujukan semata-mata untuk kepentingan perekonomian nasional sesuai dengan mandat tujuan dan tugas Bank Indonesia. Selain itu, juga terdapat peningkatan kepercayaan responden bahwa kebijakan Bank Indonesia telah dihasilkan melalui proses perumusan kebijakan yang matang dan didasarkan pada rencana kerja dengan target kinerja yang jelas. Lebih jauh lagi, kepercayaan responden terhadap pengelolaan keuangan BI yang dapat dipertanggungjawabkan meningkat dibandingkan dengan penilaian pada tahun sebelumnya. Selain penilaian persepsi stakeholders, dilakukan asesmen governance Bank Indonesia untuk menilai tingkat maturitas tata kelola Bank Indonesia. Proses asesmen tersebut berpusat pada tugas dan tanggung jawab Dewan Gubernur dalam mengimplementasikan tata kelola yang baik di Bank Indonesia. Hasil asesmen governance menunjukkan tingkat kematangan/maturitas governance yang berada pada level tertinggi yakni Enhanced dengan nilai 81,29 dari nilai 100 (Keterangan: Maturitas governance dari skala terendah hingga tertinggi yakni: Unaware, Fragmented, Implemented, Embedded, dan Enhanced). Secara singkat, hasil asesmen dikelompokkan sesuai elemen tata kelola sebagai berikut: 1. Governance commitment yang baik terdapat dalam beberapa hal sbb: i) visi misi sudah mencakup dinamika global dan domestik, ii) aturan tatakelola sudah terintegrasi, iii) adanya aturan terkait kode etik yang sudah diatur dan disosialisasikan secara intensif, iv) adanya aturan terkait disiplin sudah dilengkapi dengan sanksi, v) adanya whistle blowing system yang sudah diimplementasikan, dan vi) dilakukannya pelaporan LHKPN sudah dilaksanakan melebihi persyaratan minimum. 2. Governance Structure yang jelas sebagaimana tercermin dalam beberapa hal sbb: i) berpedoman kepada UU no. 23/1999 tentang Bank Indonesia, ii) evaluasi kerja sudah dilakukan secara tahunan, dan iii) pengawasan secara eksternal oleh BPK, DPR dan BSBI. 3. Governance Process yang tertata dengan baik dan tercermin dalam beberapa hal sbb: i) peraturan internal mencakup proses perumusan kebijakan, keselarasan strategi jangka pendek, menengah dan panjang, ii) penilaian kinerja pegawai sudah dikaitkan dengan pencapaian kinerja BI dan satuan kerja, dan iii) peningkatan two lines of defense menjadi three lines of defense. 148 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 4.2. Manajemen Strategis dan Kinerja Untuk mencapai Visi tahun 2024, Bank Indonesia melaksanakan proses manajemen strategis melalui Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (PAMK). SPAMK mencakup aturan, perangkat, dan mekanisme dalam manajemen strategis dan anggaran untuk mencapai visi dan misi Bank Indonesia secara terintegrasi, sistematis, seimbang, dan berkelanjutan (Gambar 4.1). VISI - MISI Tujuan Nilai-Nilai Strategis mendukung implementasi Strategi organisasi melalui peningkatan kinerja efektivitas program kerja dan tata kelola yang baik PAMK · Berorientasi pada pencapaian visi dan misi · Keselarasan · Transparan · Terukur · Berkesinambungan · Akuntabel · Obyektif A SI PE 1 R STRU M U S ATEG AN I 5 U SS-IK 2 aran PERE-N>CAnAgNgAAN 4 Prinsip AKSANAAN PEL NDALIAN NGE PE FUNGSI: berjalannya siklus 3 Dalam mengimplementasikan program kerja tahun 2016, Bank Indonesia melakukan Evaluasi Kinerja Bulanan dan penilaian akhir kinerja baik di tingkat organisasi maupun individu. Untuk menyusun strategi tahun 2017, Bank Indonesia melakukan rangkaian kegiatan board retreat dan Rapat Kerja Tahunan dengan seluruh satuan kerja. E VA LU · Efektif · Kehati-hatian · Otonom dalam kewenangan mengelola anggaran Gambar 4.1 Framework Perencanaan Strategis, Anggaran, dan Manajemen Kinerja Proses perencanaan Bank Indonesia dilakukan dalam dua tahapan, yaitu perencanaan lima tahunan (jangka menengah) dan perencanaan tahunan (jangka pendek). Proses perencanaan lima tahunan antara lain mencakup analisa lingkungan strategis, penetapan sasaran strategis, dan penyusunan roadmap program kerja strategis selama lima tahun ke depan. Rencana strategis yang dihasilkan selanjutnya dikomunikasikan kepada seluruh Satuan Kerja dalam Forum Strategis (FORSTRA) yang diselenggarakan secara lima tahunan. Sedangkan pada perencanaan tahunan (jangka pendek) dilakukan evaluasi pelaksanaan program kerja strategis, pengkinian analisa lingkungan strategis, rencana kerja tahunan, dan penyusunan anggaran program kerja strategis tahunan. Pembahasan Program Kerja Anggaran dan Rencana Investasi (PKARI) seluruh Satuan Kerja dilakukan dalam forum Rapat Kerja Tahunan. Selanjutnya, dilakukan penyusunan Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia untuk memperoleh persetujuan DPR (Gambar 4.2). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 149 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 5 1 1. Board Reterat 2. RDG 3. Arahan Tahunan GBI (pasca Progress Review Twl) Penandatanganan Kontrak Kinerja Satker 2 Penerbitan P3KARI 3 4 Penyusunan PKARI Satker 1. RDG SS & IKU BI 2. Cascading IKU BI ke IKU Satker (pasca ATBI disetujui DPR) 1. Penyusunan RENSTRA 2. RDG Pembahasaan PKARI Satker dengan ADG Bidang dan Forum PAMK,FMSI,FMSL 7 6 9 FORSTRA 8 Penyampaian ATBI ke DPR RKT (alignment PK) 1. Persetujuan PK oleh ADG Bidang 2. RDG ATBI dan RI Gambar 4.2 Siklus Perencanaan Strategis, Anggaran, dan Manajemen Kinerja Sehubungan dengan kegiatan pengelolaan strategi, hal-hal yang telah dilakukan sepanjang 2016 adalah sebagai berikut: Pelaksanaan Board Retreat dilakukan untuk melakukan penajaman arah strategi dan strategi Bank Indonesia. Penajaman dilakukan berdasarkan analisis lingkungan strategi, identifikasi isu strategis dan hasil evaluasi implementasi pelaksanaan strategi tahun sebelumya. Perumusan dalam Board Retreat ini menghasilkan arahan-arahan yang dituangkan dalam Arahan Tahunan Gubernur Bank Indonesia (ATGBI) yang berisi pedoman umum untuk penyusunan program kerja, anggaran dan rencana investasi (PKARI). Pada tahun 2016, Bank Indonesia melakukan pemantauan/review atas kegiatan monitoring dan pengendalian atas pelaksanaan program strategis di seluruh satuan kerja secara periodik setiap bulan melalui Evaluasi Kinerja Bulanan (EKB). Review dilakukan untuk mencari alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi (debottlenecking). Tujuannya untuk mendorong pencapaian kinerja secara optimal dan untuk mengetahui tantangan yang dihadapi dalam implementasi program kerja masing-masing satuan kerja. Selama 2016, Bank Indonesia melaksanakan manajemen risiko secara holistik dan terintegrasi. Sejalan dengan penerapan pengendalian berlapis, Bank Indonesia memperkuat fungsi Internal Control Officer. 150 Pemantauan realisasi anggaran program kerja utama satuan kerja juga dilakukan untuk memastikan bahwa penyerapan anggaran sesuai dengan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI). Pemantauan dilakukan untuk memastikan bahwa strategi yang disusun dapat dilaksanakan secara tepat, terukur, dan terfokus. Pada akhirnya, program tersebut diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap pencapaian tujuan Bank Indonesia. 4.3. Manajemen Risiko Manajemen risiko di Bank Indonesia dibentuk dalam rangka mendukung pencapaian visi dan misi Bank Indonesia melalui pengelolaan risiko secara komprehensif dan terintegrasi. Sesuai dengan dasar pembentukan tersebut, tujuan implementasi manajemen risiko adalah untuk memastikan bahwa proses pengambilan keputusan yang dilakukan telah sesuai dengan tata kelola (governance) yang baik dengan mempertimbangkan risiko – risiko yang mungkin timbul guna memperoleh hasil yang optimal sehingga berdampak positif terhadap kinerja, kesinambungan keuangan, dan kredibilitas kebijakan Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Implementasi manajemen risiko di Bank Indonesia mengacu pada kerangka kerja Manajemen Risiko Bank Indonesia (MRBI) berdasarkan praktik terbaik dan standar internasional, khususnya Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission - Enterprise Risk Management - Integrated Framework (COSO – ERM). Berdasarkan kerangka kerja tersebut, proses manajemen risiko dilaksanakan dengan mengacu pada delapan komponen MRBI yaitu: (i) Lingkungan Internal, (ii) Penetapan Tujuan, (iii) Identifikasi Risiko, (iv) Asesmen Risiko, (v) Respons Risiko, (vi) Kegiatan Pengendalian Risiko, (vii) Informasi dan Komunikasi, dan (viii) Pemantauan Risiko. Untuk menjamin terlaksananya manajemen risiko yang holistik, terintegrasi, serta memberikan nilai tambah terhadap pencapaian visi dan misi Bank Indonesia, MRBI dilaksanakan oleh seluruh tingkatan organisasi baik di level Dewan Gubernur, Anggota Dewan Gubernur, Forum Manajemen Risiko, dan satuan kerja. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan tata kelola (governance) manajemen risiko, pelaksanaan MRBI di level satuan kerja dibagi kedalam tiga lini pengendalian yaitu: (i) satuan kerja yang melaksanakan proses bisnis sebagai pemilik risiko (risk owner) di first line of defense, (ii) satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengelolaan risiko sebagai fungsi manajemen risiko independen yang bertanggung jawab dalam menyusun kerangka MRBI pada second line of defense, dan (iii) satuan kerja yang melaksanakan fungsi audit intern di third line of defense sebagai independent reviewer dan assurance proses manajemen risiko. Pelaksanaan manajemen risiko yang melibatkan seluruh satuan kerja tersebut pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan budaya sadar risiko lembaga dalam rangka mewujudkan Bank Indonesia sebagai organisasi berbasis risiko. Secara BI-wide, implementasi manajemen risiko lembaga di triwulan IV-2016 telah dilakukan melalui pelaksanaan beberapa program kerja antara lain penguatan fungsi Internal Control Officer (ICO) melalui workshop ICO pada bulan November 2016. Pelaksanaan workshop tersebut merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan workshop ICO sepanjang 2016 yang secara keseluruhan telah dilaksanakan sebanyak empat kali. Pengelolaan risiko secara BI-wide juga telah dilakukan melalui pelaksanaan asesmen risiko terhadap seluruh materi Rapat Dewan Gubernur serta kegiatan pemantauan, review, dan penyampaian rekomendasi atas implementasi mitigasi risiko di seluruh satuan kerja. Selanjutnya sebagai bagian dari transformasi audit intern dan manajemen risiko Bank Indonesia yang terintegrasi, Bank Indonesia melalui konsultan independen telah melaksanakan asesmen maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia. Berdasarkan hasil asesmen, maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia menunjukkan peningkatan signfikan dibandingkan tahun 2013 yang memperoleh nilai 2,3. Bank Indonesia di tahun 2016 mencatat sejumlah pencapaian positif dengan nilai 3,38 dari skala maturitas 5 pada 6 (enam) aspek maturitas yakni: (i) tata kelola dan organisasi manajemen risiko, (ii) strategi manajemen risiko, (iii) aktivitas manajemen risiko, (iv) pelaporan dan komunikasi risiko, (v) alat pendukung manajemen risiko, dan (vi) budaya dan kapabilitas manajemen risiko. Ke depan, untuk terus meningkatkan kinerja manajemen risiko, Bank Indonesia akan menindaklanjuti rekomendasi dari konsultan independen antara lain terkait penguatan tata kelola, strategi dan praktik manajemen risiko, serta optimalisasi alat pendukung manajemen risiko. Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan moneter, risiko sepanjang triwulan IV-2016 relatif terkendali dengan baik dalam konteks volatilitas nilai tukar Rupiah di tengah tekanan faktor eksternal khususnya terkait dengan kemenangan Trump sebagai Presiden AS dan kenaikan Fed Fund Rate. Bank Indonesia secara intensif melakukan upaya stabilisasi nilai tukar agar terjaga di sekitar level fundamental. Selain itu, program tax amnesty juga memberikan pengaruh positif terhadap kepercayaan ekonomi domestik, sehingga Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 151 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia mengurangi dampak negatif tekanan eksternal terhadap pelemahan nilai tukar Rupiah yang lebih dalam. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan mengendalikan risiko pengelolaan moneter, dilakukan asesmen dan pemantauan secara berkala maupun insidental terhadap operasi moneter rupiah dan valuta asing (valas). Melalui asesmen yang komprehensif, diharapkan dapat diperoleh masukan atau rekomendasi mitigasi risiko yang positif bagi peningkatan efektivitas pelaksanaan operasi moneter. Sementara pemantauan kepatuhan bertujuan untuk memastikan terjaganya aspek governance dari seluruh pelaksanaan operasi moneter serta telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil pemantauan kepatuhan menunjukkan bahwa pelaksanaan operasi moneter Rupiah dan valuta asing (valas) telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain operasi moneter, Bank Indonesia juga melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dan sekunder untuk meningkatkan collateral bagi instrumen moneter. Sesuai hasil pemantauan, pembelian SBN tersebut telah dilakukan sesuai ketentuan dan limit yang berlaku. Selain kepatuhan, pemantauan dilakukan pula terhadap risiko portofolio SBN Bank Indonesia. Berdasarkan monitoring terhadap Marked-to-Market (MTM), Value at Risk (VaR), dan durasi seri SBN yang dimiliki Bank Indonesia, selama triwulan IV-2016 risiko pasar portofolio SBN Bank Indonesia relatif terkendali. Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan devisa, risiko secara umum terjaga sesuai ketentuan yang berlaku. Adapun kegiatan pemantauan manajemen risiko pengelolaan devisa sepanjang triwulan IV-2016 dilakukan terhadap risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko operasional sebagai berikut: a.Manajemen pemantauan risiko pasar: volatilitas pasar keuangan internasional meningkat, dipengaruhi oleh dampak pemilihan presiden AS yang dimenangkan oleh Donald Trump, ekspektasi kebijakan moneter The Fed, hasil referendum di Italia, serta kondisi perekonomian di Tiongkok. b. Manajemen pemantauan risiko kredit: Profil risiko kredit terjaga dengan weighted average rating issuer yang menerbitkan surat-surat berharga investasi cadangan devisa stabil di level AA+ dan mayoritas rating counterparty transaksi cadangan devisa stabil di level A. c. Manajemen pemantauan risiko likuiditas: Risiko likuiditas terjaga, dengan jangka tempo penempatan portofolio cadangan devisa sebagian besar di tahun 2017 dan 2018 serta komposisi High Quality Liquid Assets (HQLA) meningkat dari 92,68% menjadi 93,11%. d. Manajemen pemantauan risiko operasional: Profil risiko operasional pengelolaan devisa terjaga dengan respons risiko dan kontrol internal yang cukup efektif. Dalam bidang manajemen risiko non keuangan, secara umum eksposur risiko operasional terkait pelaksanaan tugas Bank Indonesia relatif terkendali sesuai ketentuan yang berlaku. Pada triwulan IV-2016, pelaksanaan beberapa proses bisnis yang berhubungan dengan stakeholder eksternal antara lain terkait pengelolaan sistem pembayaran, pengedaran uang rupiah, dan penyelesaian transaksi pemerintah, menghadapi tantangan yang tidak ringan dalam mempertahankan reputasi Bank Indonesia sebagai regulator dan pengawas sistem pembayaran maupun pengelolaan uang Rupiah. Namun demikian, Bank Indonesia dapat memitigasi risiko yang dihadapi sehingga kepercayaan masyarakat terhadap Bank Indonesia dapat tetap terjaga. Dalam bidang manajemen keberlangsungan tugas, kegiatan yang dilakukan pada triwulan IV-2016 difokuskan pada penyiapan infrastruktur Business Resumption Site (BRS) 152 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Jangka Pendek dan Menengah serta Alternate Command Center (ACC) sebagai lokasi kerja alternatif dalam hal terjadi gangguan tugas kritikal. Selanjutnya, dalam rangka mengoptimalkan koordinasi antara satuan kerja telah disusun manual book BRS dan ACC yang mencakup proses, prosedur, dan mekanisme pelaksanaan MKTBI. Untuk memastikan kesiagaan setiap satuan kerja dalam menghadapi setiap peristiwa yang dapat mengakibatkan terhentinya tugas kritikal Bank Indonesia, telah dilaksanakan berbagai program kerja di triwulan IV-2016. Berbagai program kerja tersebut antara lain: (i) workshop MKTBI, (ii) uji coba Rencana Pemulihan Teknologi Informasi (RPTI) Batch 4, dan (iii) latihan evakuasi kebakaran Bank Indonesia . Kegiatan workshop MKTBI dilaksanakan November 2016 untuk meningkatkan pemahaman person in charge (PIC) satuan tugas MKTBI dan (internal control officer) ICO satuan kerja pemegang tugas kritikal dan beberapa Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) mengenai Business Continuity Management (BCM). Selain itu, dalam kegiatan tersebut juga dilakukan review atas pengaturan MKTBI serta penyusunan konsep Pedoman Rencana Keberlangsungan Tugas (RKT) dalam menghadapi gangguan yang dapat menghambat kegiatan operasional Bank Indonesia. Selanjutnya, berdasarkan skenario dalam uji coba RPTI batch IV yang diselenggarakan pada November 2016, dapat disimpulkan bahwa secara umum tugas kritikal Bank Indonesia dapat berjalan dengan lancar. Kelancaran pelaksanaan tugas kritikal juga diukur dari pemenuhan Recovery Time Objective (RTO) aplikasi pendukung tugas kritikal dan Maximum Tolerable Period of Disruption (MTPD) proses bisnis sesuai ketentuan. Dalam pelaksanaan MKTBI, juga dilaksanakan latihan evakuasi kebakaran untuk melatih kesigapan dalam mengantisipasi bahaya kebakaran. Dalam kegiatan tersebut juga dilakukan pengecekan kesiapan peralatan pemadam kebakaran (APAR) dan mengukur response time pegawai Bank Indonesia dalam proses evakuasi. Secara umum, kegiatan dapat berjalan dengan baik dan memenuhi ketentuan terkait evakuasi penanggulangan kebakaran. 4.4. Audit Internal Fungsi Audit Internal di Bank Indonesia bertujuan untuk memberikan opini dan rekomendasi terhadap proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian melalui kegiatan audit dan konsultansi dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia. Dalam menjalankan fungsi audit, Bank Indonesia menyusun Rencana Audit Tahunan dengan pendekatan Risk Based Internal Audit (RBIA) yang memprioritaskan audit pada proses bisnis yang berisiko tinggi dengan frekuensi audit setiap tahun. Bank Indonesia melaksanakan kegiatan audit terhadap 33 satuan kerja sesuai Rencana Audit Tahun 2016. Sampai dengan akhir triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan audit terhadap 33 satuan kerja sesuai Rencana Audit Tahun 2016. Pelaksanaan Audit internal mencakup proses bisnis di Kantor Pusat, Kantor Perwakilan Dalam Negeri, dan Kantor Perwakilan Luar Negeri dengan mempertimbangkan berbagai aspek, baik internal maupun eksternal yang berpengaruh pada kegiatan Bank Indonesia. Seluruh permasalahan yang menjadi temuan audit dapat diselesaikan satuan kerja sesuai dengan komitmen yang disepakati bersama. Berbagai hasil audit tersebut diharapkan dapat menjadi lesson learned dalam meningkatkan pengendalian. Hal ini memberikan keyakinan bahwa tata kelola dan pengendalian di Bank Indonesia berjalan efektif. Fungsi konsultansi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan audit, yaitu pada saat proses diskusi antara auditor-auditee terhadap pengendalian internal yang dinilai kurang Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 153 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia memadai. Kegiatan konsultansi berupa pemberian advis kepada satuan kerja melalui forum rapat, baik terkait dengan desain ketentuan maupun implementasi ketentuan serta tanggapan atas materi Rapat Dewan Gubernur. Ruang lingkup konsultansi yang diberikan terbatas pada aspek tata kelola dan pengendalian dalam rangka pengendalian risiko. Pada triwulan IV-2016, beberapa topik konsultansi pemberian advis tersebut antara lain terkait dengan finalisasi draft SE mengenai Manajemen Keberlangsungan Tugas (MKTBI), koordinasi draft PBI mengenai Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR), rencana pengadaan persil Gedung KPwBI Prov. Papua Barat, dan koordinasi tindak lanjut temuan audit BPK-RI. Dalam rangka penguatan pengendalian di Bank Indonesia, dilakukan kerja sama dengan satuan kerja manajemen risiko (second line of defense) untuk menyusun rencana manajemen proyek asesmen keselarasan fungsi Audit Internal dan Manajemen Risiko. Dalam rangka penguatan governance, Bank Indonesia menyusun blue print Governance, Risk and Compliance (GRC). Selanjutnya, sebagai tindak lanjut pascapembentukan Internal Control Officer (ICO) di setiap satuan kerja (first line of defense), dibentuk helpdesk guna memberikan panduan pelaksanaan pemantauan kegiatan di satuan kerja kepada ICO satuan kerja. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melakukan evaluasi implementasi fungsi ICO dan memberikan pembekalan kepada ICO satuan kerja terkait dengan sistem pengendalian internal. Selain tugas-tugas di atas, Bank Indonesia memfasilitasi proses pemeriksaan BPK-RI terkait Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pencetakan, Pengeluaran dan Pemusnahan Rupiah Semester I-2016 di Kantor Pusat dan beberapa KPwBI DN. Bank Indonesia juga memfasilitasi audit interim Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) 2016 serta pemantauan temuan audit BPK-RI dan tindak lanjut penyelesaiannya. Untuk menjaga kualitas pelaksanaan fungsi audit internal, kegiatan internal audit dan aktivitas pendukung lainnya dievaluasi oleh internal Bank Indonesia setiap semester dan dilakukan penilaian oleh asesor eksternal profesional paling lama setiap 5 tahun. Selama triwulan IV-2016, dilakukan asesmen Intern Periodik (AIP) Semester II-2016 terhadap audit umum dan audit investigasi serta pengolahan hasil survei CSI (Customer Satisfaction Index). Secara terus menerus dan terprogram, Bank Indonesia berupaya untuk meningkatkan mutu, kompetensi, dan ketrampilan auditor internal. Langkah ini dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan profesionalisme auditor internal. 4.5. Keuangan Internal Pengelolaan keuangan internal Bank Indonesia selama 2016 tetap terjaga dari aspek modal, penerimaan, dan pengeluaran. Kebijakan di bidang manajemen keuangan ditujukan untuk meningkatkan tata kelola yang baik (good governance) dan memelihara keberlanjutan atau sustainabilitas keuangan Bank Indonesia guna mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran, pengelolaan uang, dan stabilitas sistem keuangan. Pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen keuangan dilakukan melalui berbagai program kerja. Pada 2016, pencapaian di bidang manajemen keuangan antara lain sebagai berikut: 1. Proses penyusunan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) Tahun 2017 telah dilakukan secara lebih terkendali (govern) sesuai dengan Peraturan Dewan Gubernur yang baru tentang Sistem Perencanaan Anggaran dan Manajemen Kinerja. Proses tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut: 154 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia a. Penyusunan Program Kerja, Anggaran dan Rencana Investasi (PKARI) 2017. Di mulai dengan Arahan Umum Gubernur Bank Indonesia bertujuan agar satuan kerja dapat menyusun PKARI 2017 secara terkendali (govern) dan sejalan dengan arah kebijakan Bank Indonesia dalam rangka mencapai visi menuju Bank Indonesia 2024. b. Penyusunan PKARI 2017 juga dilakukan melalui proses penyelarasan dan penajaman program kerja dan anggaran secara komprehensif. Kegiatan ini dipimpin oleh Gubernur Bank Indonesia dalam forum Rapat Kerja Tahunan (RKT) yang dilaksanakan pada Juni 2016. c. Sesuai dengan amanat undang-undang, Rencana ATBI Operasional Tahun 2017 telah disampaikan kepada DPR RI pada 15 Agustus 2016 guna memperoleh persetujuan. Pada Desember 2016, Bank Indonesia dan Komisi XI DPR RI melakukan rapat kerja untuk membahas Rencana ATBI Operasional Tahun 2017. d. Rencana ATBI Operasional Tahun 2017 telah disetujui oleh Komisi XI DPR-RI pada 14 Desember 2016. 2.Untuk memperkuat sistem informasi akuntansi, Bank Indonesia tengah mengembangkan 3 aplikasi Commercial Off The Shelf (COTS). Tiga aplikasi itu sebagai pendukung Sistem Keuangan Bank Indonesia (SKBI) yang terdiri atas Enterprise Resource Planning dan Human Resource Information System (ERP & HRIS), Core Banking System (CBS) dan Front-Middle-Back Office Treasury (FOMOBO). Pengembangan sistem tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses bisnis, meningkatkan akurasi pencatatan dan pelaporan akuntansi, dan mempercepat proses pengambilan keputusan oleh manajemen Bank Indonesia. Sampai dengan triwulan IV-2016, telah diselesaikan semua prasyarat (prerequisite) pengembangan aplikasi 3 COTS dan akan dilanjutkan dengan tahapan functional specification and design pada triwulan I dan II tahun 2017. 3. Bank Indonesia telah menyempurnakan Chart Of Account (CoA) sebagai bagian dari Program Strategis Information System Enterprise Architecture (IS-EA), khususnya terkait pengembangan Sistem Keuangan Bank Indonesia (SKBI). Penyempurnaan CoA Bank Indonesia bertujuan untuk mendukung kelancaran proses bisnis dan menyelaraskan CoA yang telah disesuaikan dengan Commercial of The Shelf (COTS) terpilih. 4. Penguatan penerapan capital budgeting dilakukan secara berkelanjutan. Sampai dengan triwulan IV-2016, telah dilakukan asesmen penilaian atas usulan Rencana Investasi Bank Indonesia tahun 2017 yang bernilai besar (>Rp10 miliar) melalui analisis Capital Budgeting dalam Forum Koordinasi Rencana Investasi (FKRI). Rencana Investasi yang direkomendasikan terdiri atas Rencana Investasi Sistem Informasi dan Rencana Investasi Non Sistem Informasi. Forum tersebut juga membahas Rencana Investasi di atas Rp5 miliar namun tidak termasuk kategori Capital Budgeting. Analisis Capital Budgeting ini bertujuan untuk meningkatkan governance dalam pengelolaan Rencana Investasi Bank Indonesia melalui penerapan standardisasi metode perencanaan dan mengoptimalkan pelaksanaan manajemen proyek pada Rencana Investasi di Bank Indonesia. 5. Pelaksanaan tugas dan pencapaian di bidang perpajakan mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Bank Indonesia dapat mempertahankan predikat Wajib Pajak Patuh terhitung mulai 1 Januari 2015 s.d 31 Desember 2016 melalui Keputusan DirekturJenderal Pajak No. 248/WPJ.19/2015. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 155 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia b. Pada 5 April 2016, Bank Indonesia mendapatkan penghargaan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai Wajib Pajak yang patuh dan berkontribusi signifikan terhadap penerimaaan pajak tahun 2015. 6. Sebagai upaya perwujudan tata kelola yang baik dan penguatan fungsi pendukung strategis di bidang perpajakan, telah diterbitkan ketentuan mengenai pengelolaan perpajakan di Bank Indonesia1. Secara umum, kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2016 (unaudited) adalah sebagai berikut: 1. Total aset/liabilitas per 31 Desember 2016 tercatat sebesar Rp1.956,2 triliun, meningkat 2,62% dibanding posisi per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.906,2 triliun. Komponen utama dari aset Bank Indonesia adalah Surat Berharga dan Tagihan dalam Valuta Asing sebesar 76,36% dari total aset. Sedangkan komponen utama liabilitas adalah Uang Dalam Peredaran dan Surat Berharga yang Diterbitkan dan Utang dalam Rupiah, masing-masing sebesar 31,31% dan 19,21% dari total liabilitas. 2. Pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2016, Bank Indonesia mencatat net surplus setelah pajak sebesar Rp17,2 triliun, dengan surplus sebelum pajak sebesar Rp23,6 triliun. Nominal sebesar itu diperoleh dari penghasilan dan pengeluaran masingmasing sebesar Rp60,2 triliun dan Rp36,6 triliun. Dari sisi penghasilan, kontribusi terbesar berasal dari pendapatan bunga dan transaksi aset keuangan masing-masing sebesar 53,31% dan 25,39%. Dari sisi beban, beban terbesar adalah untuk beban bunga terkait pelaksanaan kebijakan moneter sebesar 53,38%. Dibandingkan periode 2015, terdapat penurunan surplus sebesar 71,87%. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penguatan nilai tukar Rupiah yang didorong oleh peningkatan surplus neraca perdagangan dan aliran masuk portofolio asing seiring dengan sentimen positif terhadap perekonomian Indonesia dan tingginya volatilitas pasar keuangan global. 3. Pada akhir 2016, rasio Modal Bank Indonesia adalah sebesar 10,11%, melebihi threshold pembagian surplus kepada pemerintah, yaitu 10%. Dengan posisi tersebut, perkiraan surplus yang menjadi bagian pemerintah adalah sebesar Rp1,86 triliun. Perhitungan final dan pelaksanaan penyetoran sisa surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian pemerintah akan dilakukan setelah diterimanya hasil audit atas LKTBI tahun 2016. 4. Realisasi Anggaran Penerimaan sampai dengan akhir triwulan IV-2016 adalah sebesar Rp59,76 miliar (85,78% dari rencana). Sementara itu, realisasi Anggaran Pengeluaran adalah sebesar Rp36,43 miliar (98,37% dari total rencana). Selama 2016, Bank Indonesia melakukan implementasi proyek transformasi sistem informasi, cyber security resiliency, serta tetap mendukung kebutuhan sistem di masing-masing sektor. 4.6. Sistem Informasi Pada 2016, dukungan Sistem Informasi (SI) difokuskan pada kelanjutan Program Transformasi Bank Indonesia dengan telah ditetapkannya Information System - Enterprise Architecture (IS-EA) 2015 – 2024. Program transformasi tersebut akan mewujudkan sistem informasi yang andal dan berkualitas, sekaligus menerapkan teknologi terkini sesuai dengan international best practice dalam mendukung high performance organization. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia juga terus meningkatkan keandalan dan ketersediaan layanan SI. Hal itu dilakukan melalui peningkatan kapasitas maupun kapabilitas infrastruktur sistem informasi dan pengelolaan data center yang memenuhi international best practice untuk meningkatan kualitas dan keamanan layanan Sistem Informasi bagi stakeholder. 1 156 PDG No. 18/18/PDG/2016 tanggal 30 November 2016 tentang Pengelolaan Perpajakan di Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Bank Indonesia juga terus melakukan penguatan cyber security resiliency sebagai upaya meningkatkan kapabilitas Bank Indonesia dalam menghadapi cyber threat. Pada triwulan IV-2016, telah dilakukan berbagai upaya penguatan aspek people, process, dan technology. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan kepedulian (awareness) pegawai melalui sosialisasi dan training, penyempurnaan ketentuan terkait Pengamanan Siber dan Pengelolaan Insiden Pengamanan2, serta implementasi beberapa perangkat pengamanan terkini yang mendukung penguatan cyber security resiliency. Untuk menjadikan lembaga yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia terus mengawal perkembangan industri, khususnya industri keuangan berbasis teknologi yang berkembang pesat pada 2016. Demi terwujudnya kebijakan time-to-market, Bank Indonesia membentuk Fintech Office pada triwulan IV-2016. Fintech Office merupakan wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis maupun produk/layanan dari financial technology (fintech). Fungsi ini juga berfungsi sebagai inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi. Dukungan Sistem Informasi terhadap Fintech Office. Pembentukan Fintech Office dilakukan untuk mendukung perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi yang sehat. Hal ini dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara inovasi dan pengelolaan risiko, menyusun regulasi yang mengedepankan perlindungan konsumen, serta memperkuat koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Terkait dengan dukungan SI terhadap Fintech Office, Bank Indonesia telah menyusun IT framework untuk mendukung regulatory sandbox produk FinTech yang diawasi sebelum diluncurkan ke publik dengan mengacu kepada praktik-praktik terbaik. Dukungan sistem informasi untuk tema transformasi lainnya, yakni “policy excellence”, “institutional leadership”, “outstanding execution” dan “motivated organization” diwujudkan melalui penyediaan infrastruktur SI (informasi, aplikasi, dan teknologi). Pada 2016, dukungan SI diwujudkan melalui peningkatan kualitas data yang mendukung proses pengambilan keputusan untuk kebijakan pada sektor moneter. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan 3 pengembangan aplikasi, antara lain untuk memenuhi kebutuhan informasi terkait Output Statistik Moneter (OSM), informasi perusahaan pembiayaan, dan kebutuhan informasi kartu kredit pada Aplikasi Sistem Informasi Kartu Kredit (SIKK). Untuk meningkatkan kualitas data dan informasi sebagai bahan analisis terkait kebijakan moneter, Bank Indonesia masih melanjutkan pengembangan aplikasi survei yang terintegrasi. Dukungan Sistem Informasi pada sektor Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), ditujukan untuk mendukung pengawasan SSK dan makroprudensial melalui pemanfaatan data laporan dan statistik perbankan yang komprehensif. Pada triwulan IV-2016, dilakukan pengembangan untuk aplikasi pengelolaan Giro Wajib Minimum (GWM) bank. Sistem ini telah disesuaikan dengan perubahan aturan sentralisasi dan pengembangan aplikasi Sistem Informasi Monitoring Kredit UMKM Perbankan (SIMKU). Untuk mendukung fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh OJK, Bank Indonesia melakukan koordinasi pengembangan aplikasi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Dukungan SI terhadap sektor Sistem Pembayaran (SP) diwujudkan melalui pengembangan aplikasi yang menunjang peningkatan efektivitas dan efisiensi transaksi pembayaran non-tunai maupun tunai. Pada triwulan IV-2016, telah diselesaikan 3 pengembangan aplikasi yakni, Sistem Keuangan Internal Bank Indonesia (BI-SOSA), aplikasi sistem informasi Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement System (SI-BISSSS) 2 SE No. 18/107/INTERN tentang Pengamanan Siber dan Pengelolaan Insiden Pengamanan Sistem Informasi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 157 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia untuk mendukung pemantauan terhadap administrasi surat berharga yang dikelola oleh Bank Indonesia, dan aplikasi dashboard Centralized Cash Network Planning (CCNP) untuk pemantauan pengelolaan kas. Di samping itu, Bank Indonesia senantiasa menjaga ketersediaan dan kualitas layanan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional, dan Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP) untuk mendukung optimalnya sistem pembayaran non tunai. Dukungan SI terhadap sektor Manajemen Internal tercermin melalui pengembangan sistem otomasi menuju sistem yang lebih paperless untuk meningkatkan efisiensi tata kelola Bank Indonesia. Upaya peningkatan efisiensi juga telah dilakukan pada proses penyebaran informasi secara online melalui website Bank Indonesia versi Mobile Apps. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan enhancement pada sistem pengelolaan informasi kepegawaian saat ini (SIMASDAM) guna mendukung kegiatan kepegawaian dan pengembangan SI lainnya seperti aplikasi perpajakan internal (BIJAK), Sistem Informasi Kehumasan (SIK), E-library, dan aplikasi Customer Relationship Management (CRM) BI. Untuk mendukung transformasi Bank Indonesia, saat ini sedang dikembangkan Sistem Informasi Sumber Daya Manusia yang secara terintegrasi meliputi proses talent pegawai, perencanaan karier, pengembangan kompetensi, dan proses rekrutmen. 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia Bank Indonesia melakukan berbagai program penataan organisasi termasuk pembentukan Fintech Office dan penyempurnaan tiering Kantor Perwakilan di daerah, sejalan dengan AFSBI. Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) mengamanatkan dilakukannya penyempurnaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (OSBI). Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melanjutkan program penyempurnaan OSBI dengan membentuk Unit Kerja Financial Technology Office (Fintech Office) yang dilatar belakangi beberapa hal sebagai berikut: 1. Bank Indonesia perlu mendukung perkembangan financial technology (fintech) secara sehat sehingga tercipta sistem pembayaran (SP) yang aman, efisien, andal, dan lancar serta memperhatikan perlindungan konsumen dan kepentingan nasional. 2. Fintech Office dibentuk sebagai syarat penerapan regulatory sandbox (sarana yang mewadahi perkembangan fintech termasuk “laboratorium” fintech) sebelum masuk ke rezim perizinan Bank Indonesia. Fintech Office juga untuk memonitor secara melekat evolusi model bisnis dan risiko serta mengambil langkah mitigasi dan tindakan korektif secara timely. Kepemimpinan Bank Indonesia dalam pendirian Fintech Office dapat menjadi prioritas sekaligus pertanda komitmen Bank Indonesia dan wujud koordinasi Bank Indonesia dengan lembaga terkait. Tujuan Fintech Office. Dalam pembentukan Fintech Office, terdapat 4 (empat) tujuan utama. Pertama, memfasilitasi perkembangan ekosistem fintech di Indonesia. Kedua, mempersiapkan Indonesia untuk mengoptimalkan perkembangan teknologi dalam rangka pengembangan perekonomian. Ketiga, meningkatkan daya saing industri fintech Indonesia menjadi terdepan di regional. Keempat, mendukung/memberikan input terhadap perumusan kebijakan Bank Indonesia (SP-PUR, Makroprudensial, dan Moneter) sebagai respons terhadap perkembangan fintech. Penyempurnaan klasifikasi Kantor Perwakilan. OSBI juga menyempurnakan tiering atau klasifikasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN). Dalam hal 158 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia ini, Bank Indonesia mempertimbangkan bahwa penempatan KPwBI DN secara tepat di setiap provinsi/kota sesuai dengan kondisi perkembangan, dinamika, tantangan, dan potensi ekonomi dalam pembangunan ekonomi daerah ke depan yang semakin berat. Kondisi tersebut membutuhkan rumusan peran, tugas, tanggung jawab dan kewenangan KPwBI DN secara jelas. Selain itu, kondisi penyempurnaan perlu didukung dengan struktur organisasi yang optimal dan SDM yang kompeten di semua lini pelaksanaan tugas. Dengan dilakukannya penyempurnaan klasifikasi, diharapkan ke depan Bank Indonesia dapat berperan secara optimal dalam menjalankan 9 fungsi utama KPwBI DN sesuai rekomendasi AFSBI di setiap daerah. Hal tersebut termasuk peran kepemimpinan institusional dan untuk mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah. Selanjutnya, Bank Indonesia berusaha untuk membangun organisasi KPwBI DN yang efektif, efisien, dan selaras dengan visi dan misi Bank Indonesia. Untuk itu, penempatan KPwBI DN sebagai bagian integral dari strategi pengembangan SDM Bank Indonesia dilakukan secara menyeluruh, konsisten, terencana, sistematis, dan berkesinambungan. Sehubungan hal ini, KPwBI Provinsi menjadi basis untuk pelaksanaan 9 fungsi/tugas Bank Indonesia di daerah (province based). Sedangkan KPwBI Kota/Kabupaten menjadi bagian atau kepanjangan tangan dari KPwBI Provinsi. Dalam pelaksanaannya, dilakukan konsensus internal terhadap peran dan fungsi Bank Indonesia di daerah (perwujudan value proposition KPwBI DN). Konsensus tersebut harus memperhatikan keragaman karakteristik dan kompleksitas dalam pembangunan ekonomi di setiap daerah dalam suatu klasifikasi Organisasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah (tiering KPwBI DN). Dengan demikian, kelas KPwBI DN terbagi menjadi 4 kelompok yakni A, B, C dan D. 4.7.2. Manajemen Sumber Daya Manusia Guna melaksanakan tugasnya dengan baik, Bank Indonesia perlu didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten, berkualitas dan memilki integritas yang baik. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa melakukan peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya manusianya, baik dalam pemenuhan, pengembangan, manajemen kinerja, dan manajemen jalur karir pegawai. a. Pemenuhan Pegawai Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan proses rekrutmen Program Pendidikan Calon Pegawai Muda (PCPM) Angkatan 32. Peserta PCPM XXXII melewati 6 tahap seleksi selama 5 bulan. Pada periode ini, Bank Indonesia juga melaksanakan rekrutmen staf internal. Peserta seleksi bersumber dari tenaga kerja outsourcing (TKO), tenaga kerja PKWT, dan pegawai pangkat asisten. Pengembangan pegawai difokuskan untuk menghasilkan pegawai yang kompetitif, produktif, dan memiliki kepemimpinan sesuai nilainilai strategis. Manajemen kinerja pegawai dilakukan secara obyektif dan berorientasi pada hasil. b. Pengembangan Pegawai Pengembangan SDM merupakan salah satu pilar utama dari arsitektur Manajemen Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (MSDM BI). Pengembangan SDM bertujuan untuk mewujudkan visi pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia, khususnya dalam menghasilkan pegawai yang kompetitif, produktif, serta memiliki kepemimpinan (leadership) yang sesuai dengan nilai-nilai strategis Bank Indonesia. Pengembangan SDM tersebut diwujudkan melalui penguatan 3 aspek kompetensi yaitu leadership, general management, dan substansi (technical knowledge). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 159 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Rincian pengembangan pelaksanaan Program Pengembangan SDM-BI sebagai berikut: a) On Boarding merupakan program pendidikan kepada pegawai baru agar siap ditempatkan di seluruh satuan kerja Bank Indonesia. Sampai dengan triwulan IV–2016, Bank Indonesia telah menyelenggarakan 2 (dua) On Boarding Program bagi pegawai setingkat asisten dan pelaksana yunior. b) Leadership Development Program (LDP) merupakan program pembekalan pegawai yang terkait dengan kepemimpinan (leadership) sesuai dengan sektor penempatan dan jabatannya. Sampai dengan triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyelenggarakan 9 (sembilan) Program PKBI Dasar, 6 (enam) PKBI Menengah, 2 (dua) PKBI Lanjut, 2 (dua) Pendidikan Calon Staf, dan 1 program lanjutan SDP tahun 2015. c) Competency Development Program (CDP) merupakan program pembekalan pegawai yang terkait dengan kompetensi teknis dan manajerial sesuai dengan sektor penempatan dan jabatannya. Sampai dengan triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyelenggarakan In-House Training (IHT) dengan rincian 126 program sertifikasi dan 65 program non-sertifikasi. d) Career Transition Program (CTP) merupakan pembekalan kepada pegawai yang mendapatkan penugasan khusus dan yang memasuki masa purnabakti. Sampai dengan triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan 7 kali program pembekalan masa persiapan pensiun (MPP). Program ini bertujuan untuk membekali pegawai agar dapat menyiapkan diri sebaik-baiknya dalam memasuki masa purnabakti. Selain itu, untuk penyegaran pengetahuan kebanksentralan bagi pegawai penugasan OJK, BI Institute melaksanakan 3 kegiatan internalisasi bagi pegawai OJK. e) Program Tugas Belajar (PTB) merupakan program pendidikan formal atas beasiswa penuh Bank Indonesia ataupihak lain yang diberikan kepada pegawai Bank Indonesia untuk jenjang pendidikan Master (S2) dan Doktor (S3). PTB terdiri atas 4 (empat) jenis, yaitu PTB Dalam Negeri (PTB-DN), PTB Luar Negeri (PTB-LN), PTB Dual Degree (PTB-DD), dan PTB Atas Inisiatif Sendiri (PTB-AIS). f ) Program attachment/technical assistance and assignment program yang bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas dan kompetensi pegawai. Pada triwulan IV-2016, terdapat pegawai yang mengikuti program penugasan di IMF, PPATK, YKKBI, AMRO, BSBI, BNP2TKI, OJK, dan KSP. c. Manajemen Kinerja Pegawai Bank Indonesia 160 Pada 2016, evaluasi dan implementasi dari hasil penyempurnaan sistem manajemen kinerja pegawai berfokus pada penyempurnaan pedoman pelaksanaan, penguatan kapabilitas, dan perubahan pola pikir pegawai tentang manajemen kinerja pegawai Bank Indonesia agar lebih objektif dan berorientasi terhadap feedback. Pada triwulan IV – 2016, Bank Indonesia telah mengevaluasi kinerja dan performance dialogue pegawai tengah periode. Terkait hal ini, pegawai dan line manager duduk bersama untuk mengevaluasi perkembangan pencapaian target IKI (Indikator Kinerja Individu) selama satu semester dan melakukan dialog kinerja untuk mendiskusikan halhal yang perlu ditingkatkan di periode selanjutnya. Selain itu, Bank Indonesia menyelenggarakan pelatihan manajemen kinerja pegawai secara intensif kepada para line manager dan performance manager di seluruh satker. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapabilitas pegawai dalam melaksanakan manajemen kinerja pegawai, termasuk performance dialogue. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 4.7.3. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia Memasuki triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan Culture Fair 2016 sebagai momentum selebrasi pencapaian perubahan Bank Indonesia. Tujuan pelaksanaan Culture Fair diarahkan kepada tiga hal. Pertama, membangkitkan kesadaran dan semangat pegawai untuk ikut menjadi bagian dari perubahan Bank Indonesia. Kedua, membangun kesadaran tentang pentingnya melakukan transformasi untuk menyiapkan Bank Indonesia agar bisa menjawab tantangan masa depan dan membangkitkan semangat individu pegawai untuk memberikan kontribusi yang maksimal sesuai dengan kekuatan dan potensi terbaiknya (unlock best potential). Ketiga, membangkitkan semangat berinovasi dan belajar terus-menerus untuk membangun wawasan, pengetahuan, dan kompetensi yang dibutuhkan sebagai seorang professional central banker masa depan. Sebagai puncak selebrasi pencapaian perubahan, Bank Indonesia menganugerahkan Culture Awards kepada satuan kerja dan pegawai dalam Culture Fair. Sebagai bentuk penghargaan lembaga dalam pencapaian perubahan pegawai, pada puncak rangkaian acara Culture Fair tersebut, Bank Indonesia memberikan penganugerahan Culture Awards kepada satuan kerja maupun individu pegawai. Penerima penghargaan dinilai telah berhasil melaksanakan perubahan secara konsisten dan memberi dampak yang signifikan terhadap pembangunan budaya kerja serta kinerja satuan kerja. Selain itu, Bank Indonesia telah melakukan beberapa aktivitas perubahan sebagai rangkaian program road to Culture Fair 2016. Beberapa kegiatan itu bertujuan untuk membangun motivasi dan antusiasme seluruh segmen pegawai Bank Indonesia agar mengikuti Culture Fair. Kegiatan itu antara lain Loyalty Program “Golden Years of Achievement” untuk segmen pegawai senior, Innovation Lab untuk segmen tim inovasi satuan kerja, Program Motivasi untuk segmen pegawai operasional (grassroot program), dan Program Motivasi Perubahan untuk segmen pegawai ex PCPM (brightspot program). 4.8. Aspek Hukum Berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang diberikan amanat untuk menjalankan peran sebagai bank sentral Republik Indonesia. Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagai bank sentral tersebut, Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk menetapkan peraturan perundangundangan. Pada 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 242 peraturan yang terdiri atas 43 (empat puluh tiga) peraturan Bank Indonesia, 42 (empat puluh dua) surat edaran Bank Indonesia untuk eksternal, 22 (dua puluh dua) peraturan dewan gubernur, dan 135 surat edaran Bank Indonesia untuk internal. Selama 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 242 peraturan, yakni 43 PBI, 22 PDG, 42 SE Ekstern, dan 135 SE Intern. Sepanjang triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 101 (seratus satu) peraturan perundang-undangan, yang terdiri atas 24 (dua puluh empat) peraturan Bank Indonesia, 20(dua puluh) surat edaran Bank Indonesia untuk eksternal, 9 (sembilan) peraturan dewan Gubernur, dan 48 (empat puluh delapan) surat edaran Bank Indonesia untuk internal. Agar pelaksanaan tugasnya berjalan secara efektif, Bank Indonesia memerlukan dukungan perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan yang diinisiasi oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa terlibat dalam proses penyusunan naskah akademik, Rancangan Undang-Undang (RUU), dan rancangan peraturan perundang-undangan lainnya yang diinisiasi oleh instansi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Keterlibatan Bank Indonesia ini dilakukan baik sebagai anggota panitia antarkementerian maupun sebagai narasumber. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 161 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Pada 2016, Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam beberapa pembahasan RUU yang terkait dengan Bank Indonesia, antara lain RUU Bea Meterai, RUU Bank Indonesia, RUU Perbankan, RUU Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), RUU Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal, RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Persandian, dan RUU tentang Pengesahan Protocol to Implement The Sixth Package of Commitments on Financial Services Under The ASEAN Framework Agreement on Services. Selama 2016, Bank Indonesia senantiasa terlibat dalam 13 (tiga belas) peraturan perundang-undangan baik dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), Rancangan Peraturan Presiden (Perpres), dan Peraturan Menteri Keuangan. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia antara lain terlibat dalam RPP Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Rekstrukturisasi Perbankan, Rancangan Perpres Tata Kelola Balai Harta Peninggalan, dan Rancangan Perpres Penyaluran Bantuan Sosial secara Non-tunai. 4.9. Program Sosial Bank Indonesia Program Sosial Bank Indonesia 2016 telah dilaksanakan secara optimal. Program yang diimplementasikan mengangkat tema “Mendukung Pemulihan dan Penguatan Ekonomi melalui Program Sosial Bank Indonesia yang Berkesinambungan dan Inklusif.” Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia memiliki sasaran tunggal yaitu menjaga stabilitas nilai Rupiah melalui inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut, Bank Indonesia terus berupaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai tugas dan tanggung jawab bank sentral terhadap perekonomian negeri ini. Salah satunya melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), sebagai bentuk kepedulian atau empati sosial sekaligus melakukan komunikasi kebijakan. Program sosial ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank Indonesia. Program sosial yang dilakukan pada triwulan IV-2016 meneruskan program yang telah dicanangkan pada triwulan sebelumnya, antara lain program Indonesia Cerdas dan Pemberdayaan Perempuan. Program Indonesia Cerdas masih mengarah pada pembangunan BI Corner serta Pojok Baca dan Dongeng PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di seluruh Indonesia. Sampai dengan triwulan IV-2016 telah dibangun sebanyak 150 BI Corner di Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Dalam Negeri (KPwDN) serta 50 Pojok Baca dan Dongeng PAUD. Sementara, pemberdayaan perempuan lebih difokuskan pada Pemberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro (P3M) dan Youthpreneur serta Urban Farming. Program ini tidak hanya dilakukan di Bank Indonesia Pusat, namun dilakukan secara masif oleh 45 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN). Selain itu, pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia masih melanjutkan program PSBI Strategis 2016 yang mengusung tema “Mendukung Pemulihan dan Penguatan Ekonomi melalui Program Sosial Bank Indonesia yang Berkesinambungan dan Inklusif” dengan didukung oleh 2 (dua) sub tema, yaitu Ketahanan Pangan Strategis dan Komoditas Unggulan. Program Ketahanan Pangan diarahkan untuk mengembangkan kelompok usaha budidaya tanaman pangan penyumbang inflasi. Program strategis diharapkan dapat mewujudkan kestabilan harga komoditas pangan. Program Komoditas Unggulan bertujuan untuk memberdayakan kelompok masyarakat yang memproduksi produk khas daerah maupun produk kreatif lainnya. Melalui program ini, produk-produk tersebut diharapkan mampu menembus pasar di seluruh nusantara, bahkan global. Dalam tahun 2016 terdapat 192 program yang melibatkan 45 KPwDN (Tabel 4.1). 162 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Tabel 4.1 Pelaksanaan Tema Program Sosial Bank Indonesia Tahun 2016 No. Sub Tema 1) 2) 3) 4) Ketahanan Pangan Komoditas Unggulan Indonesia Cerdas Pemberdayaan Perempuan Jumlah Program 78 program 33 program 60 program 21 program Sebagai bentuk kepedulian terhadap peningkatan mutu pendidikan, Bank Indonesia juga aktif memberikan beasiswa. Selama tahun 2016, Bank Indonesia telah menyalurkan beasiswa kepada 3.120 mahasiswa dari 84 Perguruan Tinggi Negeri. Program beasiswa dimaksud juga diiringi dengan pengembangan komunitas penerima beasiswa yang tergabung dalam Generasi Baru Indonesia (GenBI). Pengembangan komunitas ini dimaksudkan untuk mempersiapkan GenBI sebagai calon-calon pemimpin masa depan melalui berbagai bentuk kegiatan yang membangun jiwa kepedulian sosial maupun pengembangan kompetensi, seperti pelatihan kewirausahaan, bedah buku, dan edukasi kebanksentralan. Selain itu, dalam rangka memberikan pengalaman, wawasan, serta meningkatkan kapasitas dan potensi kepemimpinan mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia, telah diselenggarakan GenBI Leadership Camp pada tanggal 10 - 14 November 2016 yang menghadirkan narasumber dari kalangan praktisi dan akademisi. GenBI juga diharapkan dapat memiliki pemahaman yang memadai mengenai pelaksanaan tugas BI dan dapat mengkomunikasikannya kepada lingkungan sekitar. Pencapaian anggaran PSBI pada tahun 2016 adalah sebesar Rp141,99 miliar atau sebesar 102,14% dari anggaran yang dialokasikan sebelumnya. Pencapaian realisasi anggaran dimaksud tidak lepas dari adanya perencanaan, koordinasi serta komunikasi pedoman tahunan PSBI yang telah dilakukan sejak awal tahun. Realisasi dimaksud mencakup pula upaya untuk merespon kebutuhan sosial masyarakat melalui pelaksanaan PSBI Kepedulian Sosial yang mencakup 6 (enam) bidang, yaitu pendidikan, keagamaan, kesehatan, lingkungan, kebudayaan serta musibah dan bencana alam. Selama tahun 2016, pelaksanaan PSBI kepedulian didominasi oleh aspek pendidikan (53,7%) dan aspek keagamaan (32,5%) (Gambar 4.3). Keagamaan 32,5% Lingkungan Hidup 4,3% Kesehatan 4,0% Pendidikan 53,7% Kebudayaan 2,9% Musibah dan bencana 2,7% Gambar 4.3 Anggaran Pelaksanaan Program Sosial Bank Indonesia Kepedulian Tahun 2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 163 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 164 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2017 mencapai kisaran 5,0%-5,4%, lebih tinggi dibandingkan 2016. Pertumbuhan ekonomi itu didukung oleh perbaikan kinerja investasi, pembangunan infrastruktur pemerintah, investasi swasta, dan kinerja ekspor. Hal itu sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi maupun dampak pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang dilakukan sebelumnya. Dalam periode yang sama, inflasi diperkirakan tetap terkendali dan berada pada kisaran sasaran inflasi sebesar 4±1%. Dibandingkan tahun sebelumnya, inflasi diperkirakan meningkat seiring dengan rencana penyesuaian administered prices seperti tarif tenaga listrik dan harga BBM. Meski demikian, inflasi kelompok volatile food dan inflasi inti diperkirakan tetap terkendali dan terjaga. Bank Indonesia terus mencermati beberapa risiko dalam perekonomian ke depan. Dari sisi global, risiko berasal dari tren kenaikan harga komoditas, rencana ekspansi fiskal pemerintah Amerika Serikat, kenaikan suku bunga FFR, dan potensi kebijakan proteksionis perdagangan AS. Dari sisi domestik, sumber risiko berasal dari rencana penyesuaian harga BBM yang berpotensi mendorong kenaikan inflasi. BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 5.1. Prospek Perekonomian 2016 Sejalan dengan kondisi perekonomian domestik dan global yang membaik serta pencapaian inflasi sesuai kisaran targetnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 diperkirakan meningkat ditopang oleh peningkatan investasi, membaiknya kinerja ekspor, dan tetap kuatnya konsumsi. Bank Indonesia memperkirakan perekonomian pada tahun 2017 tumbuh lebih tinggi dari capaian di 2016. Kinerja investasi diperkirakan meningkat, didukung oleh berlanjutnya pembangunan infrastruktur pemerintah dan perbaikan investasi swasta. Ekspor juga diperkirakan terus membaik disertai meningkatnya harga komoditas yang menjadi produk utama ekspor Indonesia. Dari sisi konsumsi, meningkatnya penghasilan masyarakat yang dibarengi dengan terkendalinya inflasi mendukung tetap kuatnya permintaan domestik pada tahun 2017. Sementara itu, sektor-sektor ekonomi utama diprakirakan tumbuh meningkat dan tetap menjadi pendorong perekonomian. Secara keseluruhan, perekonomian Indonesia pada 2017 diprakirakan tumbuh tinggi dibandingkan pencapaian tahun 2016 yaitu berada pada kisaran 5,0-5,4%. Selain itu, sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya, pertumbuhan kredit dan DPK pada tahun 2017 diperkirakan lebih baik, masing-masing dalam kisaran 10-12% dan 9-11%. Pada tahun 2017, inflasi diperkirakan mengalami peningkatan walaupun masih tetap terkendali pada kisaran sasaran inflasi. Inflasi pada tahun 2017 dipengaruhi oleh sejumlah rencana penyesuaian administered prices seperti tarif tenaga listrik dan harga BBM yang merupakan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food diprakirakan tetap terkendali didukung oleh intensifnya upaya pemerintah dalam memperkuat pasokan pangan dan semakin solidnya koordinasi pengendalian inflasi. Konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas makroekonomi melalui bauran kebijakan akan diikuti oleh terkelolanya ekspektasi inflasi sehingga inflasi inti akan tetap terjaga. Dengan demikian, meskipun mengalami peningkatan, inflasi tahun 2017 diperkirakan tetap terkendali dan berada dalam kisaran sasaran inflasi 2017 sebesar 4+1%. Bank Indonesia terus mencermati beberapa risiko dalam perekonomian ke depan. Dari sisi global, risiko berasal dari tren kenaikan harga komoditas yang berpotensi mendorong kenaikan inflasi. Rencana ekspansi fiskal pemerintah Amerika Serikat (AS) yang dibarengi dengan pengetatan kebijakan moneter dapat mendorong penguatan mata uang AS dan penyesuaian suku bunga FFR yang lebih cepat. Sementara itu, rencana relaksasi regulasi sektor keuangan di AS dapat meningkatkan risiko stabilitas sistem keuangan global sementara potensi kebijakan proteksionis perdagangan AS dapat menekan volume perdagangan dunia. Dari sisi domestik, sumber risiko berasal dari rencana penyesuaian harga BBM sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah yang berpotensi kembali mendorong kenaikan inflasi. Perbaikan ekonomi AS diperkirakan terus berlanjut didukung oleh konsumsi dan investasi yang meningkat. Pertumbuhan PDB AS pada tahun 2017 diprakirakan sebesar 2,3%, dengan sumber pertumbuhan utama konsumsi dan investasi. Melanjutkan tren di tahun sebelumnya, pertumbuhan konsumsi di AS pada tahun 2017 diperkirakan tetap solid ditopang oleh kondisi ketenagakerjaan yang membaik. Sementara itu, investasi yang dimotori oleh stimulus fiskal juga diperkirakan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi AS 2017 meskipun baru berdampak efektif pada semester II 2017. Di sisi lain, terdapat potensi kenaikan risiko stabilitas sistem keuangan global terkait rencana relaksasi regulasi sektor keuangan dan adanya risiko penurunan aktivitas perdagangan AS seiring dengan adanya potensi penerapan kebijakan yang cenderung mengarah pada proteksionisme. Pemulihan ekonomi Eropa diperkirakan terus berlanjut. Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang berlanjut, aktivitas konsumsi meningkat pada akhir 2016 sebagaimana tercermin dari tren kenaikan penjualan ritel, kendaraan dan pembiayaan. Indikasi 166 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 berlanjutnya pemulihan ekonomi juga tampak dari tren kenaikan indeks keyakinan ekonomi dan pelaku pasar. Aktivitas investasi juga dalam tren yang meningkat. Namun, untuk keseluruhan tahun 2016, perekonomian Eropa diprakirakan tumbuh moderat sebesar 1,6%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2%. Sementara itu, pertumbuhan PDB Eropa tahun 2017 diprakirakan sebesar 1,5% seiring dengan perkiraaan perbaikan sektor tenaga kerja dan kebijakan fiskal yang akomodatif. Selain itu, ECB dalam pertemuan 17 Januari 2017 telah menyepakati untuk tetap melanjutkan kebijakan moneter yang akomodatif. Di sisi lain, pemulihan ekonomi Eropa juga diwarnai oleh risiko geopolitik yang bersumber dari meningkatnya gerakan populis dalam pemilihan umum. Pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat didukung oleh aktivitas konsumsi dan pulihnya ekspor. Perekonomian Jepang pada tahun 2016 diprakirakan tumbuh 0,8% (yoy), seiring dengan adanya paket stimulus “Investment for future” yang mencapai 5,6% dari PDB Jepang. Program stimulus meliputi program sosial, infrastruktur, bantuan bagi UKM untuk memitigasi risiko Brexit, dan dana pemulihan bagi daerah yang mengalami bencana. Untuk tahun 2017, ekonomi Jepang diprakirakan tetap tumbuh sebesar 0,8% seiring dengan kenaikan belanja fiskal, dampak lanjutan stimulus “Investment for future”, dan penundaan kenaikan pajak penghasilan. Di sisi lain, inflasi masih rendah dan lebih banyak dipengaruhi oleh fresh food price volatility dan bukan karena dorongan sisi permintaan. Rendahnya inflasi tersebut mendorong Bank Sentral Jepang untuk melanjutkan kebijakan QE guna mencapai target inflasi jangka panjang sebesar 2% (yoy). Momentum pertumbuhan ekonomi Tiongkok membaik. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2016 tercatat sebesar 6,7%, berhasil mencapai mid-point target kisaran Pemerintah (6,5-7,0%). Pertumbuhan PDB disumbang oleh industri tersier yang mampu tumbuh tinggi, terutama sektor real estate, jasa hotel dan katering, dan penjualan grosiran. Proses rebalancing ekonomi berlangsung secara gradual seperti terlihat dari investasi yang melanjutkan tren perlambatan, sementara konsumsi cenderung stabil. Pertumbuhan PDB Tiongkok tahun 2017 diprakirakan berada pada level 6,5% atau lebih lambat dari tahun sebelumnya. Hal ini seiring dengan ekspektasi bahwa arah kebijakan ekonomi Tiongkok yang mulai bergeser secara perlahan dari stabilitas ke reformasi, permasalahan overcapacity, dan ekspektasi perlambatan sektor properti. Kinerja real estate memang diprediksi menurun pada tahun 2017 sejalan dengan kebijakan pengetatan sektor properti untuk menghindari terjadinya overheating dalam ekonomi. Kinerja ekonomi India masih tumbuh sejalan dengan prakiraan Consensus Forecast. Kinerja pertumbuhan ekonomi India ditopang oleh sektor konsumsi seiring peningkatan upah pegawai Pemerintah dan iklim monsoon yang lebih baik, sedangkan investasi cenderung masih lemah. Sektor jasa masih merupakan kunci pertumbuhan diikuti oleh sektor pertanian. Reserve Bank of India (RBI) mengubah stance kebijakan moneter dari akomodatif menjadi netral sebagai langkah antisipatif terhadap meningkatnya tekanan inflasi karena ekspektasi penguatan harga komoditas dan pelemahan nilai tukar INR. Pertumbuhan PDB India tahun 2017 diprakirakan sebesar 7,4% sejalan dengan Consensus Forecast. Sektor konsumsi dan jasa diperkirakan masih solid. Sementara itu, dampak negatif dari penerapan pembatasan bank notes (demonetisasi) diperkirakan tidak signifikan dan dapat diimbangi oleh kebijakan fiskal yang lebih longgar. Namun demikian, peningkatan harga minyak dan komoditas menjadi faktor risiko yang perlu diperhatikan. Harga minyak dunia tahun 2017 diperkirakan terus mengalami peningkatan. Perkembangan terkini mengindikasikan harga minyak dunia pada tahun 2017 diprakirakan mencapai USD52/barrel dari sebelumnya USD47/barrel. Kenaikan harga minyak ini terjadi seiring perkiraan meningkatnya permintaan dari OECD dan optimisme terhadap tingkat kepatuhan OPEC dan non-OPEC terhadap perjanjian pemotongan produksi. Pada Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 167 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 pertemuan monitoring yang dilaksanakan tanggal 22 Januari 2017, para perwakilan OPEC memperkirakan bahwa negara-negara tersebut akan berhasil memotong hingga 83% dari rencana yang telah disepakati. Sementara itu, IHKEI tahun 2017 diprakirakan sebesar 10.2% (yoy) seiring dengan harga batubara dan CPO yang bertahan pada level yang tinggi, kenaikan harga karet, serta gangguan produksi komoditas tembaga. Sementara itu, pertumbuhan WTV tahun 2017 diprakirakan sebesar 1,2%. Sejalan dengan perkiraan permintaan domestik dan kondisi perekonomian global yang membaik, Bank Indonesia memperkirakan ekonomi pada tahun 2017 tumbuh lebih baik pada kisaran 5,0-5,4% (Tabel 5.1). Sumber pertumbuhan berasal dari perbaikan kinerja investasi yang didukung oleh pembangunan infrastruktur Pemerintah dan mulai meningkatnya investasi swasta. Ekspor juga diperkirakan meningkat seiring membaiknya harga komoditas yang menjadi produk utama ekspor Indonesia. Selain itu, meningkatnya penghasilan masyarakat dibarengi dengan terkendalinya inflasi mendukung tetap kuatnya permintaan domestik pada tahun 2017. Dari sisi lapangan usaha, sektor ekonomi utama seperti sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Industri Pengolahan, dan sektor Perdagangan Hotel dan Restauran diprakirakan tumbuh meningkat dan tetap menjadi pendorong perekonomian. Di samping itu, sektor Pertambangan dan Penggalian juga diprakirakan meningkat sejalan dengan membaiknya harga-harga komoditas di pasar internasional (Tabel 5.2). Tabel 5.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000 Komponen 2015 Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB 4,8 5,3 5,0 (-2,1) (-6,4) 4,9 I 5,00 3,43 4,67 (-3,29) (5,14) 4,92 2016 II III 5,10 5,04 6,23 (-2,95) 4,18 4,24 (-2,18) (-5,65) (-3,20) (-3,67) 5,18 5,01 IV 5,03 (-4,05) 4,80 4,24 2,82 4,94 2016 5,04 (-0,15) 4,48 (-1,74) (-2,27) 5,02 2017* 4,9 - 5,3 1,7 - 2,1 5,8 - 6,2 3,3 - 3,7 2,2 - 2,6 5,0 - 5,4 Sumber: BPS (diolah) * Proyeksi Bank Indonesia Tabel 5.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) % Y-o-Y, Tahun Dasar 2010 Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air* Konstruksi Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum** Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi*** Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan**** Jasa-jasa Lainnya***** PDB 2015 3,8 -3,4 4,3 1,3 6,4 2,9 8,3 6,8 6,4 4,9 2016 I 1,47 1,20 4,68 7,35 6,76 4,43 7,73 7,52 5,67 4,92 II 3,44 1,15 4,63 6,09 5,12 4,25 8,24 9,25 5,35 5,18 III 3,03 0,29 4,52 4,69 4,95 3,79 8,64 6,87 3,94 5,01 IV 5,31 1,60 3,36 3,11 4,21 4,01 8,79 4,51 2,92 4,94 Sumber : BPS ^ Proyeksi Bank Indonesia * Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air ** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor, serta (ii) Penyediaan akomodasi dan makan minum *** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi **** Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate, dan (iii) Jasa Perusahaan ***** Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Lainnya, dan (iv) Jasa Lainnya 168 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 2016 3,25 1,06 4,29 5,26 5,22 4,11 8,36 6,99 4,42 5,02 2017 3,0 1,5 4,4 5,0 5,7 4,4 8,7 6,3 4,7 5,0 - 3,4 1,9 4,8 5,4 6,1 4,8 9,1 6,7 5,1 5,4 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh lebih tinggi pada tahun 2017. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan tetap tinggi sepanjang tahun 2017 seiring meningkatnya proporsi penduduk usia produktif yang kemudian menambah jumlah angkatan kerja serta mengurangi jumlah pengangguran. Sebagai konsekuensi dari potensi kenaikan inflasi di 2017, pertumbuhan konsumsi RT diperkirakan sedikit melambat pada triwulan II 2017 namun akan kembali meningkat seiring dengan terkendalinya kembali tekanan inflasi pada kisaran sasaran tahun 2017. Selain itu, sejalan dengan perbaikan harga ekspor nonmigas, pendapatan masyarakat diperkirakan bertambah sehingga mendorong kenaikan konsumsi. Peningkatan harga komoditas non migas secara empiris memiliki korelasi positif dengan tingkat partisipasi angkatan kerja. Investasi pada tahun 2017 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Hal ini didukung oleh realisasi investasi pada tahun 2016 yang cukup tinggi, didukung oleh pembangunan proyek infrastruktur pemerintah dan mulai meningkatnya investasi perusahaan tambang seiring perbaikan harga komoditas ekspor. Ke depan, investasi berpeluang meningkat lebih tinggi seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur publik dan tren peningkatan harga komoditas. Selain itu, aktivitas investasi juga akan didukung peran swasta seiring dengan perbaikan iklim investasi melalui perbaikan regulasi dan pemberian kemudahan berinvestasi di Indonesia. Pertumbuhan ekspor pada tahun 2017 diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Setelah sempat tumbuh negatif, ekspor mulai menunjukkan pertumbuhan positif pada akhir 2016. Hal ini seiring dengan membaiknya harga komoditas terutama batubara yang merupakan salah satu produk utama ekspor Indonesia. Harga komoditas produk primer lain seperti timah, nikel, karet juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tren peningkatan harga komoditas ini diperkirakan berlanjut hingga 2017 sehingga berpotensi terus mendorong kenaikan ekspor. Selain itu, langkah-langkah peningkatan daya saing di antaranya melalui nilai tukar yang kompetitif dan diversifikasi pasar dan produk diperkirakan semakin meningkatkan kinerja ekspor dalam jangka panjang. Impor diperkirakan juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Seiring perbaikan ekspor dan peningkatan permintaan domestik, impor diprakirakan tumbuh lebih tinggi pada tahun 2017 dibandingkan tahun sebelumnya. Menguatnya sektor primer akan mendorong investasi swasta yang selama ini tertahan. Hal ini dikonfirmasi oleh impor kendaraan berat yang mulai mengalami peningkatan pada akhir 2016. Peningkatan impor barang modal tersebut diperkirakan terus berlanjut disertai impor barang konsumsi dan bahan baku. Inflasi tahun 2017 diprakirakan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya namun tetap terkendali di kisaran sasaran inflasi. Rencana Pemerintah untuk menyesuaikan harga TTL dan harga BBM serta kenaikan tarif pengurusan STNK diperkirakan memberi tekanan yang cukup kuat pada inflasi tahun 2017. Di sisi lain, inflasi kelompok volatile food diprakirakan tetap terkendali seiring asumsi peningkatan produksi dan perbaikan pada distribusi bahan makanan dan tata niaga. Inflasi inti juga diperkirakan tetap terkendali seiring dengan ekspektasi inflasi yang terjaga dan kapasitas produksi yang masih memadai untuk merespon meningkatnya permintaan domestik. Selain itu, tekanan inflasi dari eksternal diprakirakan tidak terlalu besar didukung oleh terbatasnya kenaikan harga komoditas internasional dan nilai tukar yang stabil. Secara umum, meski diperkirakan meningkat, inflasi tahun 2017 diperkirakan tetap terkendali dan berada dalam kisaran sasaran inflasi 2017 sebesar 4+1%. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 169 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 5.2. Arah Kebijakan Bank Indonesia 2017 Untuk menghadapi tantangan ekonomi ke depan, Bank Indonesia akan menetapkan bauran kebijakan secara konsisten dengan tetap menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan. Dengan mempertimbangkan prospek ekonomi, faktor risiko yang dihadapi, dan semangat untuk bersinergi, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan untuk memperkuat stabilitas perekonomian. Secara konsisten, Bank Indonesia melakukan penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah. Bauran kebijakan itu untuk menjaga stabilitas makroekonomi yang berperan penting dalam menopang daya beli masyarakat dan mengalokasikan sumber daya secara efisien. Selain itu, Bank Indonesia mengarahkan fokus kebijakan untuk terus mendorong efisiensi pasar keuangan dan sistem pembayaran guna memberikan fondasi yang kuat bagi peningkatan efisiensi dan daya saing perekonomian. Pelaksanaan tersebut juga selalu didukung kebijakan manajemen internal yang mengedepankan aspek tata kelola yang baik. Kebijakan moneter tetap akan difokuskan pada upaya untuk mencapai dan memelihara stabilitas harga. Kebijakan moneter juga difokuskan untuk menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang aman melalui perumusan kebijakan yang kredibel dan implementasi kebijakan yang efektif. Bank Indonesia akan terus melakukan penguatan strategi operasi moneter dan kebijakan nilai tukar maupun pendalaman pasar keuangan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang ditetapkan. Pada 2017, Bank Indonesia akan memperkenalkan sistem Giro Wajib Mininum (GWM) Averaging yang hanya mewajibkan bank untuk memelihara rata-rata kecukupan GWM dalam satu maintenance period. Dengan tersedianya kelonggaran/ruang fleksibilitas ini, transaksi antarbank diharapkan semakin aktif, gejolak suku bunga dapat lebih terkendali, dan transmisi kebijakan moneter semakin kuat. Sejalan dengan amanat UU Bank Indonesia dan UU Perbendaharaan Negara, Bank Indonesia akan mengoptimalkan utilisasi surat berharga negara (SBN) sebagai instrumen moneter, yang juga merupakan langkah penguatan kerangka operasi moneter. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi bank di pasar uang. Selanjutnya, Bank Indonesia akan melakukan penggantian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan SBN sebagai instrumen moneter secara gradual. Bank Indonesia akan menempuh kebijakan pengelolaan nilai tukar secara berhati-hati dan terukur. Selain itu, Bank Indonesia akan menjembatani pengembangan pasar valas domestik yakni dengan menginisiasi transaksi lindung nilai kepada Bank Indonesia yang mengakomodasi transaksi valas dalam denominasi USD dan non-USD. Dalam Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan, Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan akan mempercepat tindak lanjut isu strategis pendalaman pasar keuangan. Kebijakan makroprudensial akan terus diarahkan untuk menjaga resiliensi sistem keuangan. Bank Indonesia akan memperkuat asesmen dan memperluas cakupan surveilans makroprudensial terhadap rumah tangga, korporasi, dan grup korporasi nonkeuangan. Hal ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi lebih dini sumber tekanan dan keterkaitan risiko korporasi non-keuangan dengan pelaku sistem keuangan lainnya, terutama perbankan. Selain itu, pemantauan risiko di luar perbankan juga menjadi semakin penting seiring perkembangan financial technology (fintech). Oleh karena itu, Bank Indonesia akan mendalami potensi dan mitigasi risiko dari fintech sebagai masukan konstruksi asesmen makroprudensial. Langkah tersebut penting untuk mengantisipasi sumber risiko baru dari aktivitas fintech. 170 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 Sebagai masukan perumusan opsi kebijakan, penguatan asesmen makroprudensial melalui pendekatan National dan Regional Balance Sheet, juga dilakukan untuk semakin memperkuat asesmen risiko sistemik dan identifikasi ketidakseimbangan sistem keuangan. Untuk penguatan sektor keuangan sosial syariah, Bank Indonesia akan fokus pada peningkatan peran Islamic Social Finance seperti zakat dan wakaf, sekaligus melanjutkan inisasi Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB) sebagai upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai centre of excellence sektor keuangan syariah global. Untuk mendorong peningkatan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Bank Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM melalui dua pendekatan utama yaitu mendorong peran intermediasi perbankan kepada UMKM dan peningkatan kapasitas UMKM. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mewajibkan bank umum memenuhi target rasio kredit UMKM terhadap total kredit sebesar 15% pada 2017. Di bidang sistem pembayaran, arah kebijakan Bank Indonesia diwujudkan dengan langkahlangkah memperkuat unsur kelembagaan dan infrastruktur sistem pembayaran domestik, serta mendorong inklusi keuangan. Hal ini selaras dengan misi untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar dan andal, dengan memperhatikan perluasan akses dan perlindungan konsumen. Semua itu untuk mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan. Untuk mendorong inklusi keuangan, Bank Indonesia akan memperluas akses keuangan dan meningkatkan efisiensi dengan mengintegrasikan ekosistem non-tunai elektronik dalam program dan layanan pemerintah. Salah satu caranya adalah dengan perluasan skema government to people dan pengembangan people to government. Dalam merespons hal tersebut, terdapat beberapa inisiatif penguatan kelembagaan dan infrastruktur. Pertama, mengimplementasikan aturan terkait penyelenggara pemrosesan transaksi pembayaran yang berlaku bagi seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (termasuk para pelaku fintech). Kedua, memastikan Fintech Office dan fungsi regulatory sandbox yang telah dibentuk berjalan efektif dan produktif. Selain itu, Bank Indonesia akan mempercepat pembentukan lembaga yang akan mengoperasikan fungsi-fungsi pengelolaan National Standard of Indonesian Chip Card Spesification dan mengakselerasi National Payment Gateway. Bank Indonesia juga akan mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk melakukan pemrosesan transaksi keuangan di domestik, menyimpan dana di perbankan nasional, menggunakan central bank money, dan mematuhi kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI. Dalam pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia akan terus mendorong clean money policy hingga ke wilayah terpencil dan terluar melalui Centralized Cash Network Plan. Penguatan infrastruktur perkasan dan perluasan coverage jaringan distribusi uang senantiasa dilakukan agar dapat menyediakan Uang Layak Edar secara merata dan menjangkau daerah terpencil di seluruh wilayah NKRI. Untuk mendorong kepercayaan terhadap uang Rupiah, Bank Indonesia senantiasa meningkatkan kualitas uang dengan berbagai fitur pengaman dan melakukan upaya penanggulangan pemalsuan uang. Bank Indonesia juga tetap mengatur pelaksanaan kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah NKRI. Sebagai bentuk perlindungan masyarakat dan untuk mempersempit peredaran uang palsu, Bank Indonesia akan senantiasa memberikan sosialisasi dan edukasi publik mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat. Bank Indonesia akan berkoordinasi dengan otoritas terkait di tingkat pusat daerah dalam pelaksanaan bauran kebijakan untuk merespons berbagai tantangan perekonomian. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 171 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 Koordinasi diperlukan dalam upaya pengendalian inflasi, mitigasi dampak risiko fiskal, penguatan stabilitas sistem keuangan, maupun percepatan pelaksanaan reformasi struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih sehat. Koordinasi upaya pengendalian inflasi terus diperkuat di tingkat pusat dan daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Bank Indonesia juga terus menjalin koordinasi dengan pemerintah untuk memperkuat Protokol Manajemen Krisis. Keberhasilan pelaksanaan kebijakan tersebut didukung penguatan internal Bank Indonesia. Penguatan tersebut dilakukan melalui pengembangan dan pengelolaan organisasi yang selaras dengan strategi Bank Indonesia, manajemen SDM yang kompeten, sistem informasi yang terintegrasi dan efisien, tata kelola yang baik, pengendalian risiko yang memadai, dan proses pengambilan keputusan yang efektif. Penguatan juga dilakukan terkait pelaksanaan fungsi Kantor Perwakilan Bank Indonesia melalui optimalisasi peran sebagai strategic advisors bagi pemerintah daerah. Penguatan juga dilakukan untuk membantu perumusan bauran kebijakan Bank Indonesia melalui penguatan kebijakan ekonomi dan keuangan daerah, pengendalian inflasi di tingkat regional, pengembangan data dan statistik regional, serta penguatan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah di tingkat regional. 5.3. Strategi Bank Indonesia 2017 Bank Indonesia telah menetapkan 8 sasaran strategis dan 12 indikator kinerja utama di tiga perspektif, yaitu stakeholder, internal business process, dan learning and growth. Untuk 2017, Dewan Gubernur Bank Indonesia telah menetapkan strategi tahunan Bank Indonesia yang tergambar dalam delapan Sasaran Strategis (SS). Keberhasilan Bank Indonesia dalam mencapai delapan Sasaran Strategis dicerminkan oleh pencapaian 12 Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia (IKU BI). Sasaran dan IKU BI dikategorikan dalam tiga perspektif yaitu stakeholder, internal business process, dan learning and growth. Perspektif stakeholder menunjukkan pentingnya kepuasan stakeholder eksternal terhadap kinerja Bank Indonesia. Kepuasan tersebut merupakan cerminan keberhasilan atas akuntabilitas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia kepada masyarakat sebagai pemberi mandate Undang-Undang Bank Indonesia. Perspektif internal business process mengacu pada proses bisnis yang dijalankan oleh internal di Bank Indonesia. Proses bisnis tersebut untuk mendukung pencapaian di perspektif stakeholder sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, sekaligus mengimplementasikan inovasi/penyempurnaan mekanisme kerja guna mencapai transformasi Bank Indonesia. Perspektif learning and growth merupakan proses yang akan mendukung pencapaian dari perspektif internal business process dan stakeholder. Proses tersebut dilakukan melalui penguatan kapabilitas organisasi dalam aspek tata kelola, transformasi yang berkelanjutan, dan SDM yang berkinerja tinggi. Penetapan Indeks Kinerja Utama (IKU) dan targetnya telah mempertimbangkan tantangan yang akan dihadapi dengan tetap memperhatikan kemampuan dalam pencapaiannya (Tabel 5.3). 172 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 Tabel 5.3 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia 2017 Sasaran Strategis Perspektif Stakeholder Stabilitas Nilai Rupiah No. IKU Indikator Kinerja Utama Target IKU 01 Inflasi Inti IKU 02 % Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD Angka Tertentu IKU 03 Indeks Kredibilitas Kebijakan Bank Indonesia 5,00 (skala 1-6) IKU 04 Deviasi suku bunga PUAB ON dengan 7-day Repo Rate ± 50 bps Stabilitas Sistem Keuangan IKU 05 <2 Sistem Pembayaran yang aman, efisien, inovatif, dan lancar IKU 06 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) % Ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran Bank Indonesia Perspektif Internal Business Process Stabilitas Moneter 4,0 + 1% • Minimal 99,97% • Maksimal 1x downtime/ap likasi/semester Keterangan Mengukur pencapaian sasaran inflasi inti dalam mendukung pencapaian inflasi IHK nasional 2017 yang ditetapkan oleh Pemerintah. Mengukur pencapaian stabilitas nilai tukar rupiah dalam rangka mendukung kestabilan harga domestik. Mengukur sejauh mana kebijakan Bank Indonesia dapat kredibel dan dipercaya (berdasarkan hasil riset). Mengukur efektivitas policy rate Bank Indonesia dalam mengendalikan suku bunga pasar jangka pendek. Mengukur tingkat kestabilan sistem keuangan nasional. Mengukur tingkat ketersediaan (availability) sistem aplikasi kritikal Sistem Pembayaran yang meliputi high value payment system, retail value payment system, dan Bank Indonesia Government- Electronic Banking Mengukur tingkat penggunaan instrumen non tunai, baik berskala besar maupun kecil (retail), dalam mendukung transaksi ekonomi. Rasio nominal transaksi Sistem Pembayaran non tunai terhadap PDB: a. RTGS dan SKN b. Kartu ATM/D, Kartu Kredit, Uang Elektronik, Delivery Channel (mobile payment dan internet payment), dan billing payment Ketersediaan dan kualitas ULE nasional: a. Soil Level ULE nasional b. % Coverage layanan kas a. Minimal 5,2 x PDB b. 1,8 x PDB a. UPB : 8, UPK : 6 b. 90% a. Megukur tingkat kualitas uang beredar yang digunakan masyarakat berdasarkan denominasi pecahan. b. Mengukur peningkatan coverage layanan kas Bank Indonesia di seluruh wilayah Indonesia melalui kas titipan dan kantor operasional kas. IKU 09 Predikat Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) IKU 10 Indeks Good Governance 5,0 (Skala 1-6) Transformasi yang berkelanjutan IKU 11 % Penyelesaian Deliverables Program Transformasi Minimal 83% Organisasi berkinerja tinggi IKU 12 Indeks Kesehatan Organisasi Mengukur akuntabilitas penyajian data dan informasi keuangan Bank Indonesia berdasarkan Kebijakan Akuntansi dan Keuangan Bank Indonesia (KAKBI) melalui perolehan opini audit BPK-RI terbaik berdasarkan pemeriksaan LKTBI. Mengukur penerapan good governance di Bank Indonesia, berdasarkan prinsip-prinsip governance yaitu independensi, akuntabilitas dan transparansi. Mengukur realisasi penyelesaian tahapan implementasi Program Strategis Bank Indonesia dibandingkan target yang telah ditetapkan dalam charter. Mengukur kemampuan organisasi untuk menyelaraskan, melaksanakan, dan mempertahankan kinerja yang tinggi IKU 07 Ketersediaan Rupiah dalam jumlah cukup dan denominasi yang sesuai di seluruh wilayah NKRI Perspektif Learning & Growth Tata Kelola dan kesinambungan Keuangan Bank Indonesia IKU 08 80 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 173 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 5.4. Program Transformasi Bank Indonesia 2017 Sejalan dengan transformasi Bank Indonesia Fase Restructuring and Enhancing (20152019), pada 2017 telah dicanangkan 29 Program Strategis. Pada 2014, Bank Indonesia menetapkan visi baru Bank Indonesia 2024, yaitu menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Untuk mencapai visi ini Bank Indonesia mencanangkan transformasi dengan menyusun Arsitektur Fungsi Strategis BI (AFSBI) 2024 (Gambar 5.1). AFSBI disusun untuk meningkatan kekuatan dan kecekatan Bank Indonesia dalam menghadapi implikasi dinamika perubahan dan tantangan jangka menengah panjang terutama di bidang moneter, keuangan dan perekomonian baik global, regional dan nasional. Selain itu, AFSBI juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fungsi strategis dan kapabilitas Bank Indonesia baru yang maju, kuat, berorientasi ke depan menghasilkan kebijakan terbaik dan merujuk pada praktek-praktek yang terbaik. VISI Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian infasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI: Stabilitas nilai rupiah; Sistem keuangan yang efektif dan efisien; Sistem Pembayaran yang aman, efisien, lancar; Organisasi dan SDM BI yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja 1. Memperkuat Fungsi Utama Kebijakan moneter yang kredibel dan konsisten Kebijakan Makroprudensial yang kredibel, proaktif dan surveilance yang kuat dan teruji Kebijakan, Pengawasan, serta penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang yang kredibel & proaktif 2. Proaktif dalam memelopori kerjasama dan kolaborasi (fokus sesuai setiap fungsi utama) 3. Memperkuat Strategic Enablers: Mandat yang jelas, Sumber Daya Manusia, Sistem Informasi, Board Governance, Manajemen Risiko dan Pengendalian Intern, Perencanaan Strategis, Anggaran dan Manajemen Kinerja Gambar 5.1 Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia Untuk mewujudkan arsitektur tersebut dilakukan Program Transformasi Menuju Bank Indonesia 2024 melalui lima tema transformasi AFSBI yaitu: (1) Policy Excellence, dengan menerapkan program/inisiatif peningkatan kualitas dan efektifitas kebijakan Bank Indonesia, (2) Outstanding Execution, dengan melaksanakan program-program peningkatan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas proses kerja di seluruh satuan kerja, (3) Institutional Leadership, yakni memelopori program-program yang leading dan proactive (proactive leadership) diantara lembaga-lembaga lain di Indonesia, (4) Motivated Organization, yaitu menerapkan program-program untuk meningkatkan skills, kapabilitas, dan motivasi pegawai, serta (5) State-of-the-art Technology, dengan menjalankan program-program terkait dengan pemanfaatan teknologi dan pendekatan mutakhir yang akan membantu Bank Indonesia mencapai visi dan misinya secara efektif dan efisien. Perjalanan transformasi Bank Indonesia masih panjang. Dua hingga tiga tahun pertama merupakan titik kritis momentum perubahan melalui implementasi Program Strategis. Di tahapan transformasi yang pertama, 2015-2019, restructuring and enhancing, kegiatan yang 174 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 dilakukan merupakan kelanjutan dari hasil pelaksanaan kegiatan di 2015 – 2016 dengan penguatan kapabilitas baru. Untuk 2017, Bank Indonesia mencanangkan 29 Program Strategis (Tabel 5.4). Tabel 5.4 Program Strategis Bank Indonesia Tahun 2017 No. 1 2 3 4 5 Tema Transformasi Policy Excellence Program Strategis Bank Indonesia 1. Melakukan Penguatan Kerangka Kerja yang Terkoordinasi antara Kebijakan Moneter, Makroprudensial, serta Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 2. Mengembangkan Pendekatan Operasional dalam rangka Implementasi Kebijakan Moneter 3. Memperbaiki Proses Pengambilan Keputusan dan Komunikasi Kebijakan 4. Menyusun National and Regional Balance Sheet 5. Melakukan Penguatan Kerangka Kerja Kebijakan Moneter, khususnya Penetapan Stance Kebijakan dan Kerangka Operasional yang Sejalan dengan Inisiatif Pendalaman Pasar Keuangan 6. Mengembangkan Strategi Operasional untuk Kerangka Kebijakan Makroprudensial 7. Menguatkan posisi/stance BI untuk Pembahasan RUU BI dan Kewenangan Bank Indonesia dalam Perizinan dan Pengawasan Outstanding Execution 8. Membangun Center of Excellence Pengawasan BI di Bidang Makroprudensial, Sistem Pembayaran dan Moneter. 9. Memperbaiki Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan 10. Melakukan Optimalisasi Percetakan Uang 11. Membangun Centralized Cash Network Planning / CCNP 12. Memperkuat Governance, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Intern 13. Memperkuat Fungsi Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPw DN) Institutional Leadership 14. Melakukan Penguatan Strategi Kebijakan Internasional Bank Indonesia untuk mendukung kepentingan Bank Indonesia /Nasional dan meningkatkan Kepemimpinan Bank Indonesia di Kawasan 15. Melakukan Penguatan Mekanime Manajemen Krisis, Termasuk Penguatan Koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan, Kementrian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan 16. Melakukan Pendalaman Pasar Keuangan 17. Melakukan Pengembangan Perekonomian Syariah Melalui Penguatan Koordinasi antar Lembaga 18. Melakukan Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif 19. Mengembangkan National Payments Gateway (NPG) dan Electronic Bill and Invoicement Presentment and Payment (EBIPP) 20. Financial Technology Motivated Organization 21. Memperkuat Pelaksanaan/Implementasi Arsitektur BI Insitute Menuju Institusi Pembelajaran Berkelas Dunia 22. Mengembangkan Strategi Perencanaan dan Rekrutmen Sumber Daya Manusia 23. Menyusun Penyempurnaan Sistem Remunerasi yang Selaras dengan Sistem Penilaian Jabatan serta Implementasi Person to Job Fit 24. Memperkuat Implementasi Sistem Manajemen Kinerja Bank Indonesia 25. Membangun Leadership Engine Bank Indonesia Dan Talent Management Bank Indonesia. 26. Menyempurnakan Organisasi di Seluruh Satuan Kerja Berdasarkan Strategi Bank Indonesia State of the Art Technology 27. Memanfaatkan Big Data Untuk Mendukung Proses Pengambilan Keputusan di Moneter, Stabilitas Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran 28. Melakukan Implementasi Proyek Sistem Informasi Strategis 29. Melakukan Penguatan Governance dalam proses Sistem Informasi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 175 BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 176 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Lampiran Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan IV - 2016 dan Tahun 2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 177 1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No Peraturan Tanggal 1 18/43/PBI/2016 22-12-2016 Perihal Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong 2 18/42/PBI/2016 30-11-2016 Pembentukan Peraturan di Bank Indonesia 3 18/41/PBI/2016 21-11-2016 Bilyet Giro 4 18/40/PBI/2016 08-11-2016 Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran 5 18/39/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Logam Pecahan 100 (Seratus Tahun Emisi 2016 6 18/38/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 1.000 (Seribu) Tahun Emisi 2016 7 18/37/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 2.000 (Dua Ribu) Tahun Emisi 2016 8 18/36/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 5.000 (Lima Ribu) Tahun Emisi 2016 9 18/35/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2016 10 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 100.000 (Seratus Ribu) 18/34/PBI/2016 25-10-2016 Tahun Emisi 2016 11 18/33/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 1.000 (Seribu) Tahun Emisi 2016 12 18/32/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 2.000 (Dua Ribu) Tahun Emisi 2016 13 18/31/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 5.000 (Lima Ribu) Tahun Emisi 2016 14 18/30/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2016 15 18/29/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2016 16 18/28/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Logam Pecahan 200 (Dua Ratus) Tahun Emisi 2016 17 18/27/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Logam Pecahan 500 (Lima Ratus) Tahun Emisi 2016 18 18/26/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Logam Pecahan 1.000 (Seribu) Tahun Emisi 2016 19 18/25/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 10.000 (Sepuluh Ribu) Tahun Emisi 2016 20 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Bersambung 50.000 (Lima Puluh Ribu) 18/24/PBI/2016 25-10-2016 Tahun Emisi 2016 21 18/23/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Tahun Emisi 2016 22 18/22/PBI/2016 25-10-2016 Pengeluaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 50.000 (Lima Puluh Ribu) Tahun Emisi 2016 23 18/21/PBI/2016 03-10-2016 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007 Tentang Sistem Informasi Debitur 24 18/20/PBI/2016 03-10-2016 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank 25 18/19/PBI/2016 05-09-2016 Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing 26 18/18/PBI/2016 05-09-2016 Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik 27 18/17/PBI/2016 29-08-2016 Perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money) 28 Rasio Loan To Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing To Value untuk 18/16/PBI/2016 26-08-2016 Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor 29 18/15/PBI/2016 24-08-2016 Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah 30 18/14/PBI/2016 18-08-2016 Perubahan Keempat Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional 31 18/13/PBI/2016 10-08-2016 178 Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 Tentang Transaksi SWAP Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia 32 18/12/PBI/2016 10-08-2016 Operasi Moneter 33 18/11/PBI/2016 28-07-2016 Pasar Uang Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 No Peraturan Tanggal Perihal 34 18/10/PBI/2016 29-06-2016 Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah 35 18/9/PBI/2016 31-05-2016 Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 36 18/8/PBI/2016 16-05-2016 Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 Tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia 37 Transaksi Bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap 18/7/PBI/2016 16-05-2016 Arrangement 38 18/6/PBI/2016 28-04-2016 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 Tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika 39 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 Tentang 18/5/PBI/2016 28-04-2016 Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia 40 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 Tentang 18/4/PBI/2016 21-04-2016 Penerapan Prinisip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Hutang Luar Negeri Korporasi Non Bank 41 Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 Tentang 18/3/PBI/2016 10-03-2016 Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional 42 18/2/PBI/2016 24-02-2016 Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah 43 18/1/PBI/2016 28-01-2016 Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2015 2. Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern (SE Ekstern BI) No Peraturan Tanggal Perihal 1 18/42/DKSP 30-12-2016 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank 2 18/41/DKSP 30-12-2016 Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran 3 18/40/DPSP 30-12-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/7/DPSP tanggl 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia 4 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 18/39/DPSP 28-12-2016 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong 5 Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 18/38/DKMP 28-12-2016 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional 6 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSDP tanggal 13 18/37/DPSP 16-12-2016 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement 7 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSDP tanggal 13 18/36/DPSP 16-12-2016 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara 8 18/35/DPPK 13-12-2016 Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing 9 18/34/DPPK 13-12-2016 Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik 10 18/33/DKSP 02-12-2016 Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 179 No Peraturan Tanggal Perihal 11 18/32/DPSP 29-11-2016 Bilyet Giro 12 18/31/DPM 29-11-2016 Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing 13 18/30/DPM 29-11-2016 Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) 14 18/29/DPM 29-11-2016 Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter 15 18/28/DPU 24-11-2016 Tata Cara Klarifikasi atas Uang Rupiah yang Diragukan Keasliannya 16 18/27/DSta 22-11-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia nomor 15/13/DASP tanggal 12 April 2013 Perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank 17 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia nomor 14/31/DPNP tanggal 31 18/26/DSta 22-11-2016 Oktober 2012 Perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum 18 18/25/DPU 02-11-2016 Penyelenggara Jasa Pengelolahan Uang Rupiah 19 18/24/DPM 31-10-2016 Operasi Pasar Terbuka 20 18/23/DSta 26-10-2016 Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah 21 18/22/DKSP 27-09-2016 Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital 22 18/21/DKSP 27-09-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) 23 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/31/DPSP tanggal 13 18/20/DPSP 23-09-2016 November 2015 perihal Penyelenggaraan Penatausahan Surat Berharga Melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System 24 Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Finangcing to Value untuk 18/19/DKMP 06-09-2016 Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor 25 18/18/DKMP 22-08-2016 Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional 26 Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 18/17/DSta 27-07-2016 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum 27 Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM tanggal 22 18/16/DSta 27-07-2016 Januari 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum 28 Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu 18/15/DKSP 20-06-2016 Debit 29 18/14/DPPK 25-05-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/6/DPM tanggal 31 Maret 2015 perihal Suku Bunga Penawaran Antarbank 30 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 29 18/13/DPM 24-05-2016 Januari 2014 perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia 31 Transaksi Repurchase Agreement Surat berharga dalam Rupiah Bank Umum kepada 18/12/DPM 24-05-2016 Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement 32 18/11/DEKS 12-05-2016 Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah 33 18/10/DPSP 02-05-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/34/DPSP Tanggal 13 November 2015 Perihal Perlidungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement 34 180 18/9/DPSP 02-05-2016 Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/14/DPSP Tanggal 5 Juni 2015 Perihal Perlindungan Nasabah Dalam Pelaksanaan Tranfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 No Peraturan Tanggal 35 18/8/DPSP 02-05-2016 Perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP Tanggal 13 November 2015 Perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settelment 36 18/7/DPSP 02-05-2016 Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia 37 18/6/DKEM 22-04-2016 Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM Tanggal 30 Desember 2014 Perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank 38 18/5/DSta 06-04-2016 Penerimaan Devisa Utang Luar Negeri 39 18/4/DPTP 28-03-2016 Layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam Rangka Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan / atau Dana Alokasi Umum dalam bentuk Nontunai berupa Surat Berharga Negara 40 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 18/3/DKEM 15-03-2016 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional 41 18/2/DPTP 28-01-2016 Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government Electronic Banking 42 18/1/DPSP 05-01-2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara 3. Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG) No Peraturan Tanggal 1 18/22/PDG/2016 15-12-2016 Perihal Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 14/11/PDG/2012 tentang Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri 2 18/21/PDG/2016 15-12-2016 Pembentukan dan Penyempurnaan Organisasi Satuan Kerja di Bank Indonesia 3 18/20/PDG/2016 15-12-2016 Pemberhentian Pegawai Penugasan yang Menetapkan Pilihan Status menjadi Pegawai Otoritas Jasa Keuangan 4 Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 17/9/PDG/2015 tentang 18/19/PDG/2016 30-11-2016 Manajemen Kinerja Pegawai Bank Indonesia 5 18/18/PDG/2016 30-11-2016 Pengelolaan Perpajakan di Bank Indonesia 6 18/17/PDG/2016 17-11-2016 Organisasi Bank Indonesia 7 18/16/PDG/2016 10-11-2016 Protokol Manajemen Krisis 8 18/15/PDG/2016 31-10-2016 Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 17/10/PDG/2015 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia 9 18/14/PDG/2016 11-10-2016 Nilai Jabatan (Job Grade), Pangkat (Organization Title), dan Eselon di Bank Indonesia 10 18/13/PDG/2016 01-09-2016 Komunikasi Bank Indonesia 11 18/12/PDG/2016 19-08-2016 Manajemen Jalur Karier Pegawai Bank Indonesia 12 18/11/PDG/2016 19-08-2016 Pelaksanaan Operasi Moneter 13 18/10/PDG/2016 20-07-2016 Sistem Informasi Bank Indonesia 14 18/9/PDG/2016 30-06-2016 Manajemen Logistik Bank Indonesia 15 18/8/PDG/2016 31-05-2016 Kebijakan Nilai Tukar 16 18/7/PDG/2016 31-05-2016 Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Bank Indonesia 17 18/6/PDG/2016 15-03-2016 Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 16/7/PDG/2014 tentang Remunerasi Pegawai Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 181 No Peraturan Tanggal 18 18/5/PDG/2016 14-03-2016 Kerangka Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 19 18/4/PDG/2016 29-02-2016 Perubahan Atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 16/5/PDG/2014 Tentang Perihal Penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur 20 18/3/PDG/2016 29-01-2016 Statistik Bank Indonesia 21 18/2/PDG/2016 25-01-2016 Pelaksanaan Lembur di Bank Indonesia 22 18/1/PDG/2016 18-01-2016 Penghapusbukuan Aset Keuangan dan Penghapusan Aset non Keuangan Bank Indonesia 182 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Daftar Istilah Istilah Penjelasan Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik. BI Rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS) Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. Cadangan Devisa Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Capital Adequacy Ratio Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Countercyclical Buffer Tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Dana Pihak Ketiga Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Defisit Transaksi Berjalan Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa. Deposit Facility Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka operasi moneter. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 183 Istilah Penjelasan Devisa Hasil Ekspor Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor. Emerging Market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi. Financial Inclusion/(Keuangan Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian Inklusif) segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah. 184 Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan. Giro Wajib Minimum Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto) Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Hedging Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair value) aset atau kewajiban. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan. Inflasi Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (costpush) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull). Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas. Inflasi Inti Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflation Targeting Framework Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Istilah Penjelasan Investment Grade Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat. Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Kurs referensi harga USD/IDR berdasarkan kurs transaksi valuta asing terhadap rupiah antarbank di pasar domestik secara real time. Kliring Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan (clearing). Layanan Keuangan Digital (LKD) Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. Lender of The Last Resort Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Lending Facility Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka operasi moneter. Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank umum. Loan to Funding Ratio (LFR) Rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain terhadap: (i) dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan dan deposito dalam Rupiah dan valas, tidak termasuk dana antar bank, dan (ii) surat-surat berhagra dalam Rupiah dan valas yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan oleh bank untuk memperoleh sumber pendanaan. Likuiditas Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity). Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan. Mikroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 185 Istilah Penjelasan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial. Neraca Transaksi Berjalan Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan jasa suatu negara. Non-Performing Loan (NPL) Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Non Performing Loan (NPL) gross Rasio kredit bermasalah kepada pihak ketiga non-bank terhadap total kredit. 186 Non-Performing Financing (NPF) Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Operasi Moneter Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight). Repurchase Agreement (Repo) Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Stress test Estimasi potensi kerugian terhadap eksposur kredit dan likuiditas yang dihasilkan dari beberapa skenario perubahan harga dan volatilitas. Surat Utang Negara (SUN) Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. Surat Berharga Negara (SBN) Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Istilah Penjelasan Sovereign Credit Rating Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat resiko dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut. Suku bunga dasar kredit (SBDK) Suku bunga yang digunakan dalam menentukan suku bunga kredit yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata harga pokok dana untuk kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas perkreditan. Swap Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. Systemically Important Bank Suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apbila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. Tim Pengendalian Inflasi Daerah Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait pengendalian inflasi. Transaksi Reverse Repo Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka (OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia. Uang Kartal yang Diedarkan Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan. Wajar Tanpa Pengecualian Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Volatile Food Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun internasional. Yield Imbal hasil. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 187 Daftar Singkatan Singkatan ABIF ADG AFSBI APMK ASEAN ATBI ATM BCSA BI BI-RTGS BI-SSSS BPS bps Bulog BUMD BUMN CAR CCyB CeBM CIKUR CMIM CoE DF DHE DPK DPR RI D-SIB DSR DXY ECB EMEAP FASBIS FGD FIN FKSSK FPJP FSPI 188 Kepanjangan ASEAN Banking Integration Framework Anggota Dewan Gubernur Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia Alat Pembayaran Menggunakan Kartu The Association of Southeast Asian Nations Anggaran Tahunan Bank Indonesia Anjungan Tunai Mandiri Bilateral Currency Swap Agreement Bank Indonesia Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System Badan Pusat Statistik Basis Point Badan Urusan Logistik Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Milik Negara Capital Adequacy Ratio Countercyclical Buffer Central Bank Money Ciri Keaslian Uang Rupiah Chiang Mai Initiative Multilateralisation Center of Excellence Deposit Facilities Devisa Hasil Ekspor Dana Pihak Ketiga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Domestic Sistemically Important Bank Debt Service Ratio US Dollar Index European Central Bank Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah Focus Group Discussion Financial Identity Number Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Forum Sistem Pembayaran Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Singkatan GDP GNNT GWM IDB IDI IHK IHSG IKNB IKU IMF IRU ITF JIBOR KI KK KMK KPR KPwDN BI KPwLN BI KSEI KUPVA BB KUR LDR LFR LKD LKNB LKTBI LOLR LTV MRBI NAB NK NKRI NPI NPL OJK OM OPT PBI PDB PDG Perum Peruri Kepanjangan Gross Domestic Product Gerakan Nasional Non-Tunai Giro Wajib Minimum Islamic Development Bank Informasi Debitur Individual Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Saham Gabungan Industri Keuangan Non Bank Indikator Kinerja Utama International Monetary Fund Investor Relations Unit Inflation Targeting Framework Jakarta Interbank Offered Rate Kredit Investasi Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Perumahan Rakyat Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia Kustodian Sentral Efek Indonesia Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank Kredit Usaha Rakyat Loan to Deposit Ratio Loan to Funding Ratio Layanan Keuangan Digital Lembaga Keuangan Non Bank Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Lender of The Last Resort Loan to Value Manajemen Risiko Bank Indonesia Nilai Aktiva Bersih Nota Kesepahaman Negara Kesatuan Republik Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia Non Performing Loan Otoritas Jasa Keuangan Operasi Moneter Operasi Pasar Terbuka Peraturan Bank Indonesia Produk Domestik Bruto Peraturan Dewan Gubernur Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 189 Singkatan PIHPS PK Inisiatif PLN PMA PP PSBI PTD BB PUAB O/N qtq RDG Repo ROA ROE RRH RUU SBDK SBI SBIS SBN SBSN SBT SDBI SE SF SHPR SID SK SKBI SKDU SKNBI SKSR SNKI SOP SSK SULNI SUSPI TD TD BB TPI 190 Kepanjangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Program Kerja Inisiatif Pinjaman Luar Negeri Penanaman Modal Asing Perusahaan Pembiayaan Program Sosial Bank Indonesia Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank Pasar Uang Antar Bank Overnight quarter to quarter Rapat Dewan Gubernur Repurchase Agreement Return on Asset Return on Equity Rata-Rata Harian Rancangan Undang-Undang Suku Bunga Dasar Kredit Sertifikat Bank Indonesia Sertifikat Bank Indonesia Syariah Surat Berharga Negara Surat Berharga Suariah Negara Saldo Bersih Tertimbang Sertifikat Deposito Bank Indonesia Surat Edaran Standing Facilities Survei Harga Properti Residensial Sistem Informasi Debitur Survei Konsumen Sistem Keuangan Bank Indonesia Survei Kegiatan Dunia Usaha Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Survei Khusus Sektor Riil Strategi Nasional Keuangan Inklusif Standard Operating Procedure Stabilitas Sistem Keuangan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Statistik Utang Sektor Publik Indonesia Term Deposit Transfer Dana Bukan Bank Tim Pengendali Inflasi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Singkatan Kepanjangan TPID Tim Pengendali Inflasi Daerah UKM Usaha Kecil dan Menengah ULE Uang Layak Edar ULN Utang Luar Negeri UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah UPB Uang Pecahan Besar UPK Uang Pecahan Kecil UTLE Uang Tidak Layak Edar UUUndang-Undang UYD Uang Kartal yang Diedarkan Valas Valuta Asing yoy year on year Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 191