PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP KINERJA PERAWAT PADA RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA Dhyah Wulansari STIE Mahardhika Surabaya ABSTRACT This research planned to examine the influence of emotional intelligence toward nurses’ performace at Panti Rapih Hospital Yogyakarta and the influence of each component from emotional intelligence. Sample for the survey obtained by using quota purposive proportional and the population is 495 nurses at Panti Rapih Hospital. Pre test conducted to identify validation and reliability level from emotional intelligence and performance questionnaire. Questionnaire has been used to collect dara from 90 respondents. From 90 questionnaire that have been distributed, 84 questionnaire can be analyzed. Simple regression and multiple regression method are used for the analysis inthis research. The result that has been obtained from this result by using simple regression method is emotional intelligent significantly influence toward nurses performance. This is shown from the determination coefficient (R2) which is 0,754 nd t calculate 15,845 (> t table) and the significant t as big as 0,000. The regression equation is Y = 0,159 + 0,992X. While the result obtaibed by using multiple regressions has shown emotional intelligence has significantly influence toward nurses performance. This is show by anova test is 53,846 (>F table), significantly leel 0,000. Because F calculate > F table (> 2,3317), so this shown that the five factors of emotional intelligent which are self awareness, self regulation, motivation, empathy and social skill are simultaneous significanty influence towards nurses performance. The most influence independent variable is emphaty. This shown by the value of t calculate 3,141 bigger than the value of t table (3,141 >). From the multiple regression test can be obtained that the regression equation Y = 0,053 + 0,187X1 + 0,231X2 + 0,155X3 + 0,215X4 + 0,237X5. Keywords : emotional intelligence, performance, nurses, emphaty, regression. PENDAHULUAN Tingkat persaingan di berbagai sektor bisnis di era milenium ketiga ini semakin tajam. Hal ini disebabkan cepatnya perubahan lingkungan ekonomi, politik, teknologi dan efek dari persaingan global. Untuk dapat tetap survive dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi sebuah organisasi perlu memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage). Keunggulan bersaing organisasi dibentuk melului berbagai cara seperti menciptakan produk dengan disain yang unik, penggunaan teknologi modern, desain organisasi dan utilisasi pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) (Mangkunegara, 2003). Pendayagunaan human capital dalam mencapai kinerja yang optimal dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kecerdasan emosi yang dimiliki oleh karyawan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Goleman (2000) menyatakan bahwa “pencapaian kinerja” ditentukan hanya 20 persen dari kecerdasan intelektual (IQ/Intelligent Quotient) sedangkan 80 persen lagi ditentukan oleh kecerdasan emosi (EQ/Emotional Quotient). Kecerdasan emosi merupakan suatu keahlian yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 1999). Seorang karyawan yang memiliki kecerdasan emosi yang menonjol akan Pengaruh Kecerdasan Emosi ................. (Dhyah) hal. 75 - 86 75 memunculkan tingkah laku kerja yang baik, terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Karyawan akan menyadari posisinya saat ini serta mampu memimpin dirinya sendiri dalam menyelesaikan pekerjaanya, sekalipun pemimpinnya tidak berada ditempat.berdasarkan analisis Goleman, kecerdasan intektual ataupun kecerdasan kognitif hanya mengantarkan seseorang ke ‘pintu gerbang suatu organisasi” sedangkan kecerdasan emosi membantu seseorang untuk mengembangkan diri setelah diterima bekerja dalam suatu organiasasi. Kecerdasan emosi merupakan factor penting untuk dipadukan dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis yang dapat menghasilkan kinerja optimal. Menurut Hunter dan Schmid (dalam Goleman, 2000) menyatakan bahwa IQ ternyata tidak cukup untuk menerangkan kinerja orang sesungguhnya dalam pekerjaan dan hidup. Skor IQ dikorelasikan dengan tingkat kinerja orang dalam karir mereka, taksiran tertinggi untuk besarnya selisih IQ terhaap kinerja adalah 25 persen. Dalam penelitian yang lebih komprehensif dinyatakan bahwa koefisien determinasi tersebut tidak lebih dari 10 persen. Hal ini berarti kecerdasan emosi memainkan peran jauh lebih besar dalam menciptakan karyawan yang memiliki kinerja tinggi dibandingkan kecerdasan intelektual, kemampuan kognitif ataupun keahlian teknis. Kecerdasan intelektual merupakan faktor genetik yang tidak dapat berubah yang dibawa sejak lahir tetapi kecerdasan emosi merupakan sebaliknya. Kecerdasan emosi dapat disempurnakan dengan kesungguhan, latihan, pengetahuan dan kemauan. Kecerdasan intelektual sudah berkembang 50 persen sebelum usia 5 tahun, 80 persen berkembangnya sebelu 8 tahun dan hanya berkembang 20 persen sampai akhir masa remaja, sedangkan kecerdasan emosi dapat dikembangkan tanpa batas waktu. Oleh karena itu pimpinan atau manajer jika 76 mengharapkan pencapaian kinerja maksimal di perusahaannya upaya yang paling tepat adalah dengan cara menentukan bagaimana membina diri dan membina sumber daya manusia bawahannya untuk memiliki kecerdasan emosi yang baik. Manfaat dari keselarasan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi adalah bahwa karyawan akan mampu memberikan pelayanan yang baik, bekerja lebih baik dari pekerja lainnya, menjadi anggota kelompok yang lebih baik, menangani masalah dengan lebih efektif, berkomunikasi dengan lebih efektif, menciptakan perusahaan yang memiliki integritas, nilai dan standar perilaku yang tinggi (Patton, 1998). Memberikan pelayanan yang baik bagi konsumen merupakan syarat utama yang sangat pentng bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa (service). Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang bergerak dalam jasa. Pelayanan berdasar pada kecerdasn emosi akan memberikan dampak yang sangat besar yang akan menggambarkan citra suatu pelayanan rumah sakit. Rumah sakit yang memiliki mutu pelayanan yang baik dapat memberikan kepuasan pada konsumennya sehingga dapat menarik pelanggan baru dan memmpertahankan pelanggan lama. Menurut Goleman (2001) dokter dan perawat merupakan petugas medis yang memegang peranan penting karena merekalah yang mempunyai intensitas hubungan yang tinggi (high contact) dengan pasien. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis mengambil judul “pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Kinerja Perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih Yogjakarta”. Rumusan Masalah 1. Apakah ada pengaruh kecerdasan emosi terhadap kinerja perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih ? 2. Apakah ada pengaruh dari masing-masing komponen Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016 kecerdasan emosi (kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan social) tehadap kinerja perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi terhadap kinerja perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih. 2. Untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing komponen kecerdasan emosi (kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan social) tehadap kinerja perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian survey, ukuran sampel pada penelitian ini sebanyak 90 sampel. Penentuan ukuran sampel ini dengan pertimbangan beban kerja perawat keefektifan, dan keefisienan. Mengingat populasi dalam penelitian ini cukup sempit (perawat) dan jenis penelitannya yang bersifat deskriptif korelational, maka ukuran sampel yang kecil ini cukup mewakili populasi sehingga peluang terjadinya kesalahan generalisasi dapat di minimalisasi. Teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah sampling purposive. Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 1999). Pertimbangan dalam menentukan teknik sampling dalam penelitian ini adalah masa kerja perawat. Yang menjadi sampel adalah perawat yang mempunyai masa kerja lebih dari dua tahun. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan interview, kuesioner dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan Variabel bebas (Independent Variable) yaitu kecerdasan Emosi (X)dimana kecerdasan emosi merupakan suatu keahlian yang merujuk kepada kemampuan mengenai perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.Kecerdasan emosi ini terbagi lagi menjadi lima item yaituKesadaran diri (X1), Pengatur diri (X2), Motivasi (X3), Empati (X4) dan Keterampilan sosial (X5) sedangkan Variable terkait (Dependent Variable) yaitu kinerja (Y). Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan selama periode tertentu melalui usaha yang membutuhkan kemampuan dan ketrampilan serta pengalaman. Pengujian validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap responden yang dalam penelitian ini adalah perawat Rumah Sakit Panti Rapih. Tingkat signifikasi yang digunakan adalah 5 persen. Metode analisa data menggunakan regresi berganda dengan persamaan : Y= a + b1 X1 + b2 X2 + b4 X4 + b5 X5 + e Dimana: Y : Kinerja a : Harga Y bila X = 0 (Konstanta / Intersep) b : Koefisien regresi (terdiri dari b1, b2, b3, b4, b5,) yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variable dependen yang didasarkan pada variable independen X1 : Kesadaran Diri X2 : Pengaturan Diri X3 : Motivasi X4 : Empati X5 : Keterampilan Sosial e : Kesalahan Pengganggu (error disturbance) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh keterangan secara aktual tentang pengaruh variabel kecerdasan emosi yang diwakili X dan variabel kinerja karyawan yang diwakili Y. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu : 1. Variabel bebas (Independent Variable): kecerdasan Emosi (X) Kecerdasan emosi merupakan suatu keahlian yang merujuk kepada kemampuan mengenai perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, Pengaruh Kecerdasan Emosi ................. (Dhyah) hal. 75 - 86 77 kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain, kecerdasan emosi ini terbagi lagi menjadi lima item yaitu: a. Kesadaran diri (X1) Mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Kesadaran diri juga meliputi penilaian yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. b. Pengatur diri (X2) Menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum terciptanya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi. c. Motivasi (X3) Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. d. Empati (X4) Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. e. Keterampilan sosial (X5) Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan-ketrampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, musyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan 78 untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. 2. Variable terkait (Dependent Variable) : Kinerja (Y) Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan selama periode tertentu melalui usaha yang membutuhkan kemampuan dan ketrampilan serta pengalaman. HASIL Pengaruh Keceradasan emosi terhadap kinerja perawat Hasil uji regresi linier sederhana antara variabel kecerdasan emosi terhadap kinerja perawat seperti ditunjukkan pada tabel dibawah ini : Tabel 1. Uji Regresi Linier Sederhana Model Summary Tabel 2. Uji Regresi Linier Sederhana Coefficient Dari tabel diatas dapat diketahui t hitung sebesar 15,845 dengan tingkat signifikansi 0,000, sedangkan koefisien regresi sebesar 0,992. Nilai koefisien determinasi menggambarkan besarnya variasi yang bisa dijelaksan oleh variabel terikat. Besaranya variasi yang bisa dijelaskan oleh variabel terkait. Besarnya koefisien determinasi dari penelitian ini adalah 0,754 atau 75,4%. Hal ini menujukan bahwa variabel kinerja (y) dapat dijelaskan oleh variabel kecerdasan emosi (x) sebesar 75,4%, sedangkan sisanya sebesar 0,246 atau sebesar 24,6% dijelaskan oleh variabel di luar variabel kinerja (Y). Untuk menguji signifikansi koefesien regresi digunakan dengan uji t. Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung sebesar 15,845 dengan t tabel pada derajat bebas (df) n-k, dimana n banyaknya sampel dan k banyaknya variabel bebas. Df Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016 pada penelitian ini adalah 84-2, yaitu sebesar 82. Sehingga diperoleh t tabel sebesar 1,9893. Jika dibandingkan dengan t tabel, maka t hitung (15,845) > t tabel (1,9893), maka Ho ditolak, berarti kecerdasan emosi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. Dengan demikian hipotesis pertama secara signifikan didukung. Selain dengan cara membandingkan t hitung dan t tebal, juga bisa dengan cara membandingkan nilai sig t dengan alpha yang kita tentukan. Pada penelitian nilai sig t (0,000) < dari alpha (0,05), maka Ho ditolak, berarti kecerdasan emosi berpengaruh secara signifikan terhadapperawat. Dengan demikian hipotesis pertama secara signifikan didukung. Maka persamaan regresinya sebagai berikut : Y = 0,159 + 0,992X Keterangan : Y : Kinerja X : Kecerdasan Emosi Pengaruh Komponen Kecerdasan Emosi Terhadap Kinerja Perawat Hasil uji regresi ganda antara masing-masing komponen variabel kecerdasan emosi yang meliputi kesadaran diri, motivasi, empati dan keterampilan social terhadap kinerja perawat seperti ditunjukkan pada table dibawah ini. Tabel 3. Uji Regresi Ganda Dari tabel 4.12 dapat diketahui besarnya koefisien determinasi dari penelitian ini adalah 0,775 atau 77,5%. Hal ini menunjukkan bahwa variable kinerja (Y) dapat dijelaskan oleh variable kesadaran diri (X1), pengaturan diri (X2), motivasi (X3), empati (X4), dan keterampilan social (X5), sebesar 77,5%, sedangkan sisanya sebesar 0,225 atau sebesar 22,5% dijelaskan oleh variable diluar variable kinerja (Y). Hubungan korelasi antara komponen kecerdasan emosi dengan kinerja perawatan secara keseluruhan maupun secara individu dapat diketahui dengan menggunakan uji F regresi dan uji t. a) Uji F Regresi, bertujuan untuk menguji signifikansi apakah variable-variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variable terkait. 1. Menentukan Ho dan Ha Ho : R multiple = 0 (berarti tidak ada hubungan atnara komponenkomponen kecerdasan emosi (kesadaran diri, pengaturan diri motivasi, empati dan keterampilan soial) dengan kinerja perawatan). H1 : R multiple ≠ 0 (berarti ada hubungan antara komponenkomponen kecerdasan emosi (kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan social) dengan kinerja perawat). 2. Menentukan Tingkat Signifikansi Tingkat signifikansi yang digunakan (a) = 5%, artinya kemungkinan kesalahan yang terjadi adalah 5%. - Derajat Pembilang () = (jumlah variable bebas + intersept) – 1 =6–1 =5 Derajat Penyebut (denominator) = n-k-1 = 84-5-1 = 78 Sehingga didapat F tabel = F0.05 (5,78) = 2,3317 3. Hasil F hitung Tabel 4. F Hitung Model Summary 4. Melakukan Pengambilan Keputusan dengan Dasar - Apabila F hitung > F tabel, maka Ho ditolak - Apabila F hitung < F tabel, maka Ho diterima Pengaruh Kecerdasan Emosi ................. (Dhyah) hal. 75 - 86 79 Dari hasil perhitungan uji F regresi diperoleh f hitung sebesar 53,846. Jika dibandingkan dengan F tabel, maka F hitung (53,846) > tabel (2,3317), berarti Ho ditolak sedangkan Ha diterima. Hal tersebut menjelaskan bahwa komponen-komponen kecerdasan emosi secara bersama-sama mempengaruhi kinerja perawat. b) Uji t, bertujuan untuk menguji komponen-komponen dari kecerdasan emosi secara terpisah terhadap kinerja perawat. Langkah-langkah dalam uji t adalah sebagai berikut : 1. Ho : a1 = 0 (berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara komponen X1 dengan kinerja perawat). H1 = a1 ≠ 0 (berarti ada pengaruh yang signifikan antara komponen X1 dengan kinerja perawatan). 2. Menentukan Tingkat Signifikansi Tingkat signifikansi yang digunakan (a) = 5%, artinya kemungkinan kesalahan yang terjadi adalah 5%. D1 (derajat kebebasan) = Jumlah data – variable bebas = 84-5 = 79 Uji dilakukan dua sisi, sehingga didapat tabel = t (a/2; df) = t(0,025; 79) = ±1,9905 Maka Ho diterima bila : -1,9905 ≤ t ≤ 1,9905 Ha ditolak bila : t < -1,9905 atau t > 1,9905 80 3. Hasil t hitung Tabel 5. t hitung Coefficient Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa semua komponen kecerdasan emosi (kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan social) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perawat. Hal ini terlihat dari hasil t hitung masing-masing komponen dari kecerdasan emosi mempunyai nilai yang lebih tinggi dari t tabel (1,9905), sehingga Ho yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara masing-masing komponen kecerdasan emosi terhadap kinerja adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh Kesadaran Diri (X1) Terhadap Kinerja (Y) Jika dibandingkan antara nilai t hitung X1 dengan t tabel, maka t hitung X1 (2,201) > t tabel (1,9905), sehingga Ho ditolak, berarti kesadaran diri berpengarih secara signifikan terhadap kinerja perawat. 2. Pengaruh Pengaturan Diri (X2) Terhadap Kinerja (Y) Jika dibandingkan antara nilai t hitung X2 dengan t tabel, maka t hitung X2 (2,518) > t tabel (1,9905), sehingga Ho ditolak, berarti pengaturan diri berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. 3. Pengaruh Motivasi (X3) Terhadap Kinerja (Y) Jika dibandingkan antara nilai t hitung X3 dengan t tabel, maka t hirung X3 (2,332) > t tabel (1,9905), sehingga Ho ditolak, berarti motivasi berpengaruh Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016 secara signifikan terhadap kinerja perawat. 4. Pengaruh Empati (X4) Terhadap Kinerja (Y) Jika dibandingkan antara nilai t hitung X4 dengan t tabel, maka t hitung X4 (3,141) > t tabel (1,9905), sehingga Ho ditolak, berarti empati berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. 5. Pengaruh Ketrampilan Sosial (X5) Terhadap Kinerja (Y) Jika dibandingkan antara nilai t hitung X5 dengan t tabel, maka t hitung X5 (2,309) > t tabel (1,9905), sehingga Ho ditolak, berarti ketrampilan social berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa variable independen yang memiliki pengaruh paling dominan atau paling kuat terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Pantai Rapih (Variabel dependen) secara signifikan adalah empati (X4). Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hirung sebesar 3,141 yang lebih besar dari nilai t tabel (3,141 > 1,9905) atau dilihat dari probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05). Adapun tabel urutan kontribusi aspek pada kecerdasan emosi seperti terlihat pada tabel di bawah ini : Tabel 6. Urutan Konstribusi Aspek t Empati (X4) 3,141 Pengaturan 2,518 Diri (X2) Motivasi (X3) 2,332 Ketrampilan 2,309 Sosial (X5) Kesadaran 2,201 (X1) Sumber : Data Primer yang Telah Diolah Berdasarkan uji F dan uji t, F hitung > F tabel dan t hitung< t tabel, maka hal ini menunjukan bahwa ke empat komponen dalam kecerdasan emosi meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial secara bersama-samadan persial berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja. Dengan demikian hipotetis kedua secara signifikan didukung. Maka persanaan regresi linier bergandanya sebagai berikut: Y =0,053+0,187X1+0,231X2+0,155 X3+0,215X4+0,237 X5. Keterangan : Y : Kinerja X1 : Kesadaran Diri X2 : Pengaturan Diri X3 : Motivasi X4 : Empati X5 : Ketrampilan Sosial Analisis data menggunakan regresi berganda harus memenuhi beberapa asumsi, jika asumsi tersebut dapat terpenuhi maka persamaan yang diperoleh dari model linier regresi berganda tidak dapat diterima. Adapun asumsi-asumsi tersebut adalah : 1. Multikolinearitas Berdasarkan uji multikolinearitas regresi berganda pada tabel 4.16 dapat diketahui ada tidaknya multikolinearitas pada persamaan regresi linier berganda yang dihasilkan. 2. Heteroskedastisitas Berdasarkan uji heteroskedastisitas regresi berganda (matrik korelasi rank spearman) pada tabel dibawah ini dapat diketahui ada tidaknya heteroskedastisitas pada persamaan regresi linier berganda yang dihasilkan. Tabel 7. Uji Heteroskedastisitas Regresi Berganda (Matrik Korelasi Rank Spearman) Pengaruh Kecerdasan Emosi ................. (Dhyah) hal. 75 - 86 81 Tabel 8. Matrik t Berdasarkan table diatas dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel maka dapat diketahui ada tidaknya heterosledastisitas. Adapun tahap pertama yang harus dilakukan adalah dengan menghitung degree of freedom-nya. Degree of freedom (df) = n-2 = 84 – 2 = 82 pada tingkat kepercayaan 0,005 sehingga didapat t tabel 1,9893. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tidak ada heteroskedastisitas. Hal ini terlihat dari semua hasil t hitung yang mempunyai nilai yang lebih tinggi dari t tabel (1,9893). 3. Otokorelasi Pada penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya otokorelasi dalam analisis regresi yang dilakukan melalui pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson. Nilai uji Durbin-Watson yang diperoleh setelah melakukan pengujian sebesar 2,070. Jika dibandingkan dengan tabel otokorelasi pada tabel dibawah ini, maka nilai uji Durbin-Watson masuk antara range 1,66 – 2,34, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada otokorelasi pada analisis regresi ini. Tabel 9. Otokorelasi Pembahasan Berdasarkan hasil komputasi data statistik analisis regresi linier sederhana dan hasil pengujian hipotesis pertama yang menguji adanya pengaruh 82 kecerdasan emosi (X) terhadap kinerja (Y), menunjukkan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih. Hal ini terlihat dari hasil perbandingan t hitung dengan t tabel, dimana t hitung (15,845) > t tabel (1,9893), yang berarti bahwa perawat yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi pula. Hasil hipotesis tersebut sesuai dengan pernyataan Goleman (2001) yang mengemukakan bahwa kemampuan kecerdasan emosi adalah pendorong kinerja puncak. Kemampuankemampuan kognitif seperti big picture thinking dan long vision juga penting. Tetapi ketika diperbandingkan, antara kemampuan teknikal, kecerdasan intelektual atau IQ, dan kecerdasan emosi sebagai penentu kinerja yang cemerlang tersebut, kecerdasan emosi menduduki porsi lebih penting dua kali dibandingkan dengan yang lain pada seluruh level jabatan. Sedangkan menurut Akashah, ketua perawat Rumah Sakit Muar Johor Malaysia, kecerdasan emosi merupakan faktor yang sangat penting bagi organisasi yang secara langsung berhubungan dengan pelanggan (customer) untuk meningkatkan kinerja baik kinerja individu dan organisasi. Menurut Goleman (2001), pencapaian kinerja ditentukan hanya 20 persen dari kecerdasan intelektual sedangkan 80 persen lagi ditentukan oleh kecerdasan emosi. Berdasarkan analisis Goleman tersebut, kecerdasan intelektual hanya mengantarkan seseorang ke “pintu gerbang suatu perusahaan”, tetapi kemampuan emosional membantu seseorang untuk mengembangkan diri setelah diterima bekerja dalam sebuah perusahaan. Kecerdasan emosi merupakan faktor penting untuk dipadukan dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis yang dapat menghasilkan kinerja optimal. Berdasarkan hasil uji hipotesis kedua yang menyatakan bahwa masingmasing komponen kecerdasan emosi Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016 (kesadaran diri (X1), pengaturan diri (X2), motivasi (X3), empati (X4) dan ketrampilan sosial (X5) berpengaruh terhadap kinerja, menunjukkan bahwa masing-masing komponen kecerdasan emosi tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih. Hal ini terlihat dari hasil t hitung masingmasing komponen dari kecerdasan emosi mempunyai nilai yang lebih tinggi dari t tabel (1,9905). Dan empati (X4) merupakan komponen yang paling dominan atau paling kuat berpengaruh terhadap kinerja perawat, diikuti oleh komponen pengaturan diri (X2), motivasi (X3), ketrampilan sosial (X5) dan terakhir (kesadaran diri (X1). Hasil analisis ini sesuai dengan pernyataan Patton (1998), yang menyatakan bahwa empati merupakan syarat utama yang harus dimiliki oleh seseorang yang bergerak dalam bidang layanan khususnya rumah sakit. Memperlihatkan empati, merupakan langkah pertama untuk mengenali apa yang dirasakan oleh orang lain dan pokok-pokok permasalahan yang mendasarinya. Sekarang ini banyak keluhan dari pasien terhadap pelayanan rumah sakit yang tidak memuaskan menyangkut sikap atau perilaku petugas yang tidak memiliki sikap empati (Goleman, 2001). Menurut Goleman (2001), pada tingkat yang paling rendah, empati mempersyaratkan kemampuan membaca emosi orang lain, pada tataran yang lebih tinggi, empati mengharuskan seseorang untuk mengindra sekaligus menanggapi kebutuhan atau perasaan seseorang yang tidak diungkapkan lewat kata-kata. Pada tataran yang paling tinggi, empati adalah menghayati masalah-masalah atau kebutuhankebutuhan yang tersirat dibalik perasaan seseorang. Kunci untuk memahami seluk beluk emosi orang lain adalah dengan memahami seluk beluk emosi sendiri, karena itu pemahaman terhadap orang lain dibangun di atas kecakapankecakapan yang lebih mendasar, khususnya kesadaran diri (self- awareness) dan kendali diri (selfcontrol) (Goleman, 2001). Tanpa kemampuan mengindra perasaan diri sendiri atau menjaga agar perasaan itu tidak mempengaruhi diri sendiri, orang tidak akan mungkin peka terhadap suasana hati orang lain. Pada hasil analisis pada tabel 4.15 (kontribusi komponen-komponen kecerdasan emosi terhadap kinerja) menunjukkan bahwa kesadaran diri merupakan komponen yang memberikan pengaruh paling kecil terhadap kinerja. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Patton (1998), yang menyatakan bahwa kesadaran diri merupakan titik awal dari perkembangan pribadi. Dasar untuk memperkuat kecerdasan emosi adalah dengan memahami diri sendiri. Pada titik inilah pembangunan kecerdasar emosi dapat dimulai. Pemahaman diri dan pertumbuhan pribadi merupakan langkah pertama menuju pengembangan kecerdasan emosi, karena sebelum dapat memulai program pengembangan pribadi atau arah perubahan apapun, terlebih dahulu harus memiliki pengertian tentang siapa diri kita sendiri, apa yang dipikirkan, dan mengenali emosi dan memahami penyebab dari persaan diri agar dipikirkan, dan mengenali emosi dan memahami penyebab dari perasaan diri agar dapat menghadapinya secara efektif. Kesadaran diri merupakan bahan baku penting untuk menunjukkan kejelasan dan pemahaman akan tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Kesadaran diri membuat seseorang menyaadari emosinya sendiri dan untuk lebih berempati dengan orang lain. Seseorang yang unggul dalam kecakapan ini selalu sadar tentang emosinya, bahkan sering dapat mengenali kehadiran emosi-emosi tersebut, merasakannya secara fisik, dan dapat mengartikulasi perasaan-perasaan itu, sehingga dapat menunjukkan ekspresi sosialnya yang sesuai. Bagi orang yang bekerja dalam bidang pelayanan sangatlah penting untuk mengembangkan kecakapan kesadaran diri dan kendali diri, hal ini Pengaruh Kecerdasan Emosi ................. (Dhyah) hal. 75 - 86 83 dimaksudkan agar mereka dapat menyadari keadaan emosi mereka sendiri, sehingga pada saat emosi negatif muncul, mereka mengekspresikannya dengan cara yang lebih positif bahkan mengendalikannya. Menurut McCraken (dalam Goleman, 2001) kesadaran diri dapat ditumbuhkan, melalui pembelajaran yang terus menerus dan “kehidupan” merupakan “ruang kelas” untuk mempelajarinya. Pembelajaran emosi menuntut perubahan yang lebih mendalam di tingkat neurology, dengan menyurutkan kebiasaan negatif yang ada, kemudian menggantikannya dengan kebiasaan yang lebih baik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kecerdasan emosi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih. Hal tersebut berarti bahwa perawat yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi pula. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh antara kecerdasan emosi terhadap kinerja perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih secara signifikan didukung. 2. Masing-masing komponen kecerdasan emosi (kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial) berpengaruh secara signfikan terhadap kinerja perawat pada Rumah Sakit Panti Rapih. Empati (X4) merupakan komponen yang paling dominan atau paling kuat berpengaruh terhadap kinerja perawat, diikuti oleh komponen pengaturan diri (X2), motivasi (X3) keterampilan sosial (X5) dan terakhir kesadaran diri (X1). 84 SARAN 1. Berdasarkan hasil penelitian ini, yang menyatakan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh terhadap kinerja, yang berarti bahwa kecerdasan perawat yang tinggi akan meningkatkan kinerja perawat maka perusahaan perlu melakukan pelatihan kecerdasan emosi sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kinerja perawat. Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk pelatihan kecerdasan emosi antara lain : a. Pelatihan emosi yang dilakukan harus terfokus pada kecakapan yang paling diperlukan untuk prestasi dalam jabatan atau peran yang bersangkutan. Profil kekuatan dan keterbatasan setiap karyawan juga harus dinilai untuk mengetahui kebutuhan mana yang harus ditingkatkan. Berdasarkan hasil penelitian ini, selain empati kecakapan kesadaran diri harus dijadikan fokus utama. b. Pemberian motivasi pada karyawan memegang peran yang penting dalam mensukseskan pelatihan kecerdasan emosi, karena orang akan belajar sampai ke tingkat tertentu di mana mereka termotivasi, oleh karena itu perlu dijelaskan bagaimana pelatihan kecerdasan emosi akan memberikan imbalan lewat kinerja, karier, rewards ataupun dalam bentuk-bentuk lain. c. Perubahan dalam pelatihan sebaiknya arahnya ditentukan sendiri oleh karyawan yang bersangkutan karena apabila orang mengarahkan sendiri program pembelajaran mereka, menyesuaikan dengan kebutuhan, keadaan dan motivasi sendiri, pembelajaran akan lebih efektif. Tetapi tetap diingat bahwa perubahan tersebut harus berpegang pada Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016 sasaran dan tujuan dari pelatihan itu sendiri. d. Dalam rancangan perubahan, untuk memperoleh hasil yang lebih obyektif selain dari diri sendiri sebaiknya memasukkan umpan balik kinerja dari atasan, rekan kerja,, bawahan, konsumen (penilaian kinerja 360 derajat). e. Perubahan yang langgeng memerlukan latihan yang berkelanjutan baik di dalam maupun di luar pekerjaan. Perubahan akan lebih berarti jika lingkungan perusahaan mendukung perubahan, menghargai kecakapan, dan memberikan suasana aman untuk bereksperimen. Selain itu orang-orang yang berkedudukan tinggi (atasan) dan sangat efektif menguasai suatu kecakapan dapat menjadi model untuk mengilhami perubahan. f. Membuat cara mengevaluasi upaya pengembangan untuk melihat apakah hasilnya berkelanjutan, misalnya dengan cara mencari ukuran-ukuran untuk kecakapan atau keterampilan yang berhubungan erat dengan kinerja, idealnya sebelum dan sesudah pelatihan, dan juga beberapa bulan sesudahnya ( dan jika mungkin setahun atau dua tahun kemudian) 2. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan alat ukur kecerdasan emosi lainnya sebagai alternatif, yaitu EQ Map (Cooper & Sawaf, 2000), BarOn Emotional QuontientI (BarOn, 1997), Multifactor Emotional Intelligent Scale (MEIS) (Mayers, Salovey, & Caruso, 1997 / 1999), dan metode penilaian kinerjanya tidak hanya menggunakan self appraisal tetapi dapat juga menggunakan umpan balik kinerja dari atasan, rekan kerja, bawahan, konsumen (penilaian kinerja 360 derajat). DAFTAR PUSTAKA Buku Algifari, 2000, Analisa Regresi, Edisi kedua, BPFE, Yogyakarta. Alwi Syafarudin, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia : Strategi Keunggulan Kompetitif, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta. Azwar, S, 1993, Validitas danReliabilitas, Liberty, Jakarta. Bernard HJ & Russel JEA, 1998, Human resource Management And experimental Approach, Megraw Hill. Emory, William C. and Donald R. Cooper 1996, Metode Penelitian Bisnis (Terjemahan) Edisi 5, Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Dewi Rachma, 2003, Pelayanan Rumah Sakit Yang Berkarakter, Makalah, Republika tanggal 13 Feburari 2003. Gibson. J.L Ivancevich. J.M. Donelly, J.H.Jr. 2000, Organizations : Behavior, Structure, Process, Tenth Edition, Mc Graw Hill, Singapore. Goleman, Daniel, 2003, Emotional Intelligence (Terjemah), Gramedia, Jakarta. ------------, 2001, Working with Emotional Intelligence, (Terjemah), Gramedia, Jakarta. Grote D, 1996, The Complex guide to Performance Apprasial, American Management Ascot. John, LN & Snegall Marh, 1998, Prestasi Individu Organisasi Modern, Edisi 2, Arcan, Jakarta. Kerlinger. Fred N. 1973, Foundation of Behavioral Research, Holt Rinehart . Kuncoro. Mudarajad, 2003, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga, Jakarta. Mangkunegara. Anwar Prabu, 2003, Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Refika Aditama, Bandung. Pengaruh Kecerdasan Emosi ................. (Dhyah) hal. 75 - 86 85 Masrun, 1979, Reliabilitas dan Caracara Menetukannya, UGM, Yogyakarta. Patton. Patricia, 1998, EQ Landasan untuk Meraih Sukses Pribadi dan Karier, Mitra Media. -----------, 2001, EQ di Tempat Kerja, Pustaka Delapratasa. Prawirosentono, Suyadi, 1999, Kebijakan Kinerja Karyawan, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta. Russel. Bernadin. HJ , 1993, Human Resource Management on Experiental Approach, International Edition, McGraw Hill. Inc, Singapore. Rumah Sakit Panti Rapih, 2003, Profil Rumah Sakit Panti Rapih, Seksi Perencanaan dan Pengembangan SDM Rumah Sakit Panti Rapih. -------------, Buku Pribadi Karyawan, 1997,Seksi perencanaan dan Pengembangan SDM Rumah Sakit Panti Rapih. -----------------, Pedoman Penilaian Karyawan, 1997, Seksi Perencanaan dan Pengembangan SDM Rumah Sakit Panti Rapih. Sigit. Soehardi, 2001, Pengantar Metodologi Penelitian, Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta. Stein. Steven J, Book, Howard E. 2003, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, Kaifa, Bandung. Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung. Weither W & Davis K. 1996, Human Resources & Personal Management, Fifth Edition, New York, McGraw Hill. Winando W, 2001, Analisis Dampak Persepsi Karyawan Terhadap Suatu Penilaian Kinerja bagi Mantan Karyawan BPD DIY, Tesis (Tidak Dipublikasikan), Yogyakarta, Program Pasca Sarjana UGM. Widayati dan Amirullah, 2002, Riset Bisnis, Graha ilmu, Yogyakarta. 86 Jurnal Druskat Vanesa Urch and Steven B. Wolf, 2001, Building The Emotional Intelligence of Groups, Harvard Business Review. Goleman, Daniel, 1998, What Makes a Leader ?, Journal of Harvard Business Review. Karjantoro Handoko, 2004, Mengelola Kinerja : Suatu tinjauan Praktis, Usahawan No. 07 th xxxiii Juli. Skripsi, Tesis dan Disertasi Damarvidya, 2003, Hubungan Gaya kepemimpinan dan Trust Kepada Pimpinan dengan kepuasan Penilaian Kinerja pada Karyawan PT. Jasa Raharjo Persero Telkom, Tesis (Tidak Dipublikasikan). Yogyakarta, Program Pasca Sarjana UGM. Hasanati, Nida, Hubungan Kepemimpinan Transformasi dan Transaksional dan Kecerdasan Emosi dengan Komitmen Efektif Organisasi pada Karyawan, Skripsi, Tidak Diterbitkan. Nurhayati, Siti 2003, BerpengaruhStress Kerja terhadap Kinerja Karyawan dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Moderating, Tesis, Tidak Diterbitkan. Internet Zainun Mu’tadin, 2002, Mengenal Kecerdasan Emosi Remaja, www.essisystems.com Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016