BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber protein yang cukup diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap protein ikan juga terus mengalami peningkatan setiap tahunya. Berdasarkan data tingkat konsumsi ikan dalam skala nasional menunjukkan pada tahun 2010 mencapai 30,48 kg per kapita per tahun, 2011 meningkat menjadi 32,25 kg per kapita per tahun, 2012 sebanyak 33,89 kg per kapita per tahun, dan 2013 terus meningkat menjadi 35,14 kg per kapita per tahun (KKP, 2014). Peningkatan kebutuhan ikan mendorong masyarakat melakukan budidaya ikan terutama ikan air tawar, tetapi dalam budidaya secara intensif sering dihadapkan pada beberapa kendala. Dalam proses budidaya ikan oleh masyarakat, salah satu masalah yang dihadapi adalah terjadinya serangan hama dan penyakit ikan. Menurut Kordi (2010), berkembangnya penyakit ikan dalam proses budidaya ikan pada dasarnya disebabkan terjadinya ketidakseimbangan interaksi antara faktor lingkungan, mikrobia patogen, dan ikan. Ketidakseimbangan tersebut dapat disebabkan perubahan kualitas air menjadi buruk sehingga mikrobia patogen berkembang dalam air dan menyerang ikan budidaya. Penyakit bakterial pada ikan merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Selain dapat mematikan ikan, penyakit tersebut dapat mengakibatkan menurunnya kualitas daging ikan yang terinfeksi. Bakteri patogen 1 Efek Antibakteri Ekstrak..., Nurwirnawati, FKIP, UMP, 2016 2 pada ikan dapat menyebabkan infeksi primer atau sekunder. Salah satu bakteri patogen pada ikan adalah Aeromonas hydrophila. A. hydrophila merupakan bakteri Gram negatif dan motil, berbentuk batang dengan ukuran 0,7-0,8 µm. A. hydrophila merupakan bakteri bersifat fakultatif anaerob (Munajat & Budiana, 2003). Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) yamg disebabkan oleh bakteri A. hydrophila menyerang beragam jenis ikan air tawar (Irianto, 2003). Ikan yang terinfeksi A. hydrophila mengalami gejala seperti inflamasi dan lesi pada mulut dan insang, hemoragik (pendarahan) pada sirip tubuh, mata menonjol, perut kembung, ginjal membengkak, usus berisi mucus berwarna kekuning-kuningan (Harikrishan & Balasundaram, 2005 dalam Mulia, 2012). Ikan yang terinfeksi A. hydrophila dapat mengalami tingkat kematian yang tinggi yaitu 80-100 % dalam waktu 1-2 minggu (Mulia, 2012). Pencegahan dan pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila telah dilakukan pada berbagai penelitian. Pencegahan dengan vaksin dan obat-obatan telah banyak dilakukan (Mulia, 2012). Salah satu upaya pengobatan penyakit MAS dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti kloramfenikol (Taufik & Dayat., 2003) Hasil penelitian menunjukkan bahwa kloramfenikol menghambat pertumbuhan A. hydrophila dengan baik, Tetapi residu kloramfenikol masih dapat dijumpai pada ikan yang dijual di pasar (Wibowo dkk., 2011). Oleh karena itu, penggunaan kloramfenikol harus dengan dosis yang tepat sehingga tidak menimbulkan resistensi dan tidak adanya residu pada tubuh ikan yang dikonsumsi manusia. Efek Antibakteri Ekstrak..., Nurwirnawati, FKIP, UMP, 2016 3 Melihat dampak penggunaan kloramfenikol maupun antibiotik lain yang memiliki efek negatif tersebut, maka perlu adanya alternatif lain untuk mengganti antibiotik dengan bahan alami yang ramah lingkungan dan mudah terurai. Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami (back to nature). Berbagai jenis tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila antara lain adalah daun jambu biji (Psidium guajava) (Septiana, 2012), daun sirih hijau (Piper betle L.) (Fitriani, 2013), daun pepaya (Carica papaya) (Purwati, 2014), teh hijau (Camelia sinensis) (Masih, 2012), temulawak (Curcuma xanthorrhiza) (Muti, 2012), daun cangkring (Erythrina fusca L.) (Sukmawati, 2007), daun biduri (Calotropis gigantean) (Marsini, 2007), dan daun jarak cina (Jatropha multifida l.) (Hastuti, 2006). Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa di dalam daun sirih merah terkandung senyawa-senyawa seperti flavonoid (senyawa polifenolat), alkaloid, tanin, dan minyak atsiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agustanti (2008) secara kromatografi sirih merah mengandung flavonoid (senyawa polifenolat), alkaloid, tanin dan minyak atsiri. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki sifat antibakteri. Pada penelitian yang dilakukan oleh Juliantina dkk., (2009), membuktikan bahwa daun sirih merah memiliki potensi antibakteri terhadap bakteri Staphilococcus aureus dan Escherichia coli, sehingga ekstrak daun sirih merah dapat menjadi salah satu alternatif antibakteri baru dalam menangani kasus-kasus penyakit infeksi. Potensi antibakteri terhadap bakteri Gram negatif (E. coli) lebih baik dibandingkan pada bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus). Efek Antibakteri Ekstrak..., Nurwirnawati, FKIP, UMP, 2016 4 Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan pengujian ekstrak daun sirih merah terhadap jenis bakteri lain serta pemanfaatan bagian dari tumbuhan sirih merah dengan metode yang berbeda. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian ekstrak daun sirih merah dalam menghambat pertumbuhan A. hydrophila secara in-vitro. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri A hydrophila secara in-vitro. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun sirih merah (P. crocatum) terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila secara invitro. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat, bahwa untuk menanggulangi bakteri A. hydrophila secara in-vitro dapat digunakan bahan alami seperti daun sirih merah (P. crocatum). 1.5 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun sisrih merah (P. crocatum) dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila secara in-vitro. Efek Antibakteri Ekstrak..., Nurwirnawati, FKIP, UMP, 2016