RINGKASAN Sepsis didefinisikan sebagai adanya

advertisement
73 RINGKASAN
Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin/zat beracun
dari mikroorganisme di dalam darah dan munculnya manifestasi klinis yang
dihasilkan dari adanya mikroorganisme/ toksin tersebut (Dremsizov,2004). Sepsis
berkembang dari aktivasi yang berlebihan mekanisme pertahanan host yang
menanggapi infeksi sistemik, bukan merupakan efek langsung dari mikroorganisme.
Masuknya mikroorganisme ke dalam aliran darah dapat menyebabkan sepsis yang
disertai dengan demam, lekositosis, dan kolapsnya sistem sirkulasi sehingga
membutuhkan pengenalan dan penanganan segera. Sepsis berkembang dari aktivasi
berlebih mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi sistemik akibat dari respon
sistem pertahanan tubuh terhadap masuknya mikroorganisme (Balk, 2000; Bachud
& Calandra,2003).
Sepsis masih merupakan penyebab utama kematian di unit perawatan intensif
(Intensive Care Unit/ICU) hingga kini. Kasus sepsis terjadi di seluruh dunia setiap
tahun diperkirakan mencapai angka 1,8 juta kasus per tahun, namun karena definisi
variabel dalam pelaporan masih bervariasi maka angka ini mungkin masih di
ragukan. Sebuah perkiraan lain menyebutkan sekitar 18 juta, kejadian per tahun atau
sekitar 3/1000 penduduk. Angka kematian akibat sepsis umumnya antara 30% dan
70%, angka ini lebih tinggi pada orang lanjut usia, orang dalam keadaan sakit parah
(critically ill) dan orang-orang yang terganggu sistem kekebalan tubuhnya
(immunocompromise) (Ntusi et al., 2010).
74 Diagnosis dini infeksi dan sepsis sebelum berkembang menjadi disfungsi
organ atau kegagalan sirkulasi memiliki dampak penting pada program klinis dan
keluaran pasien sakit kritis. Sepsis merupakan suatu sindrom klinis yang meliputi
banyak kondisi heterogen berkaitan dengan etiologi, fokus infeksi dan bahkan dugaan
adanya infeksi. Baku emas untuk infeksi yang mengarah ke sepsis saat ini adalah
adanya hasil kultur yang positif. Sampai saat ini belum ada baku emas untuk
mendeteksi sepsis yang waktu pengerjaannya cepat, harga murah dan tersedia secara
luas (Bachud & Calandra, 2003).
Kultur darah masih dianggap sebagai standar untuk diagnosis bakteremia
dan sepsis (Magadia &Weinstein, 2001). Deteksi mikroorganisme dengan kultur
membutuhkan dana yang cukup besar dan waktu inkubasi yang panjang. Hasil kultur
dari pasien dengan gambaran klinis sepsis hanya sepertiga yang mempunyai kultur
darah positif (Sands, 1997; Vincent, 2006).
Penelitian lain melaporkan bahwa kultur darah penderita sepsis didapatkan
angka negatif
kuman sebesar 55% dari 211 pasien dengan gejala klinis yang
memenuhi kriteria sepsis serta 44% dari pasien dengan hasil negatif menunjukkan
adanya gejala infeksi klinis (Heffner et al., 2010). Pada saat pengerjaan kultur,
pemakaian jumlah botol kutur yang optimal, interval waktu pengambilan dan volume
darah yang digunakan sangat mempengaruhi hasil kultur (Ntusi et al., 2010).
Procalcitonin
(PCT)
merupakan
suatu
prohormon
dari
calcitonin.
Biomarker ini merupakan suatu penanda yang relatif baru yang lebih unggul
dibandingkan penanda sepsis lain, mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi
75 pada keadaan infeksi bakterial dan sepsis. Kadar PCT dapat meningkat 3–6 jam
setelah infeksi sebagai penanda bakteremia. Procalcitonin merupakan suatu peptida
116-asam amino, telah terbukti sangat terkait dengan infeksi bakteri sistemik dan
prognosis penyakit (Wacker et al., 2013). Procalcitonin menjadi biomarker sepsis
yang paling memenuhi syarat sebagai penanda untuk diagnosis, prognosis serta
sebagai monitoring terapi pada sepsis, tetapi biaya pemeriksaan PCT masih relatif
tinggi dan ketersediaannya di pelayanan kesehatan primer belum ada.
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa jumlah granulosit imatur dapat
digunakan sebagai indikator sepsis (Nigro et al., 2005) dan prediktor infeksi (Ansari
et al.,2003), namun data yang ada masih terbatas. Selama tubuh mengalami stres atau
infeksi, bentuk netrofil imatur memasuki sirkulasi termasuk peningkatan jumlah
netrofil batang. Prekursor granulosit yang kurang matur dibandingkan netrofil batang
dilaporkan menjadi prediktor infeksi lebih baik daripada perhitungan batang.
Seebach et al. (1997) melaporkan bahwa perubahan morfologis netrofil termasuk
granulasi toksik, badan DÅ‘hle dan vakuola pada sitoplasma mempunyai sensitivitas
tinggi (80%) dalam memprediksi infeksi.
Penelitian Selig & Nothdurft (1995) menyatakan bahwa sel progenitor
mieloid secara signifikan lebih tinggi dalam kondisi infeksi. Hitung granulosit imatur
juga telah dilaporkan sebagai indikator sepsis, oleh karena itu proporsi granulosit
imatur mungkin dapat menjadi indikator sepsis yang lebih baik daripada jumlah sel
lekosit (White Blood Cell-WBC), jumlah netrofil (Absolute Neutrophil Count) atau
bahkan netrofil batang. Parameter granulosit tersebut sukar untuk diukur secara
76 akurat dan nilai diagnostiknya masih kontroversial, sehingga sangat diharapkan
adanya metode untuk mengukur granulosit imatur yang lebih handal dan nilai yang
reprodusibilitasnya baik.
Salah satu jenis alat hematologi otomatis mempunyai metode yang mampu
menghitung adanya granulasi imatur dalam sirkulasi dengan cara menghitung
perbedaan jumlah lekosit yang didapatkan melalui reaksi sitokimia enzim
myeloperoxidase (MPO) pada saluran enzim peroksidase/MPO channel dan jumlah
lekosit yang didapatkan dari menghitung jumlah segmen inti lekosit pada saluran
lobus inti basofil/Basofil Lobularity Channel. Perbedaan jumlah leukosit pada kedua
saluran tersebut ditetapkan sebagai Delta Neutrophil Index (DNI), yang sesuai dengan
fraksi granulosit imatur/ immature granulocyte (IG) dalam sirkulasi darah. Nilai DNI
telah dilaporkan secara signifikan berhubungan dengan mortalitas pada pasien yang
dicurigai sepsis berat/syok septik pada bangsal rawat intensif (Park et al., 2011).
Penelitian oleh Kushimoto, et al.(2007) melaporkan terjadinya peningkatan
kadar PCT serum pada pasien sepsis dan meningkat sesuai dengan tingkat keparahan
sepsis. Penelitian oleh Park, et al.,2011 melaporkan bahwa terjadi peningkatan
rerata nilai DNI pada pasien sepsis berat dibandingkan dengan yang bukan. Hasil dari
penelitian–penelitian tersebut menjadi salah satu pertimbangan dikorelasikannya DNI
dengan PCT .
Penentuan korelasi antara PCT sebagai biomarker yang dianggap ideal saat ini
untuk sepsis dengan nilai DNI yang bisa dihitung langsung dari hematology analyzer
ADVIA sebagai biomarker baru diharapkan dapat menjadi pertimbangan penggunaan
77 DNI dalam penatalaksanaan sepsis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi
korelasi antara DNI dengan kadar PCT pada pasien sepsis di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
Hipotesis penelitian ini adalah Delta Neutrophil Index mempunyai korelasi
positif dengan kadar PCT pada pasien sepsis. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional analitik dengan desain potong lintang (cross sectional). Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui hubungan nilai DNI dengan PCT pada pasien sepsis.
Subyek penelitian adalah penderita dengan sepsis yang datang ke Instalasi
Gawat Darurat (IGD), berada di Bangsal Penyakit Dalam dan Intensive Care Unit
(ICU), dipilih secara konsekutif yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Protokol penelitian disetujui oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada dan dilengkapi informed consent secara tertulis.
Kriteria inklusi yang dimasukkan dalam penelitian adalah pasien usia > 18
tahun dengan klinis sepsis bakterial.
Pasien dengan klinis sepsis bakterial
mempunyai gejala dua atau lebih gejala suhu > 38°C atau <36ºC dan atau denyut
jantung >90 x/mnt, frekuensi napas >20x/mnt atau PaCO2<32 mmHg dan atau lekosit
darah >12.000/µL atau <4000/µL atau netrofil batang >10% ditambah
dugaan
adanya infeksi atau mempunyai fokal infeksi bakteri yang dibuktikan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kultur dengan hasil positif maupun negatif. .
Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah ibu hamil,
pasien dengan abnormalitas hematologi (contoh netropenia) atau keganasan
hematologi (contoh Acute Myelositic Leukemia/ AML), pasien yang mendapat terapi
78 Granulocyte Colony Stimulating Factor (GCSF), pasien yang mendapat terapi
glukokortikoid atau terapi imunosupresan lain sebelum dimulainya penelitian, dan
pasien dengan keganasan pada tiroid. Informasi ini didapatkan melalui anamnesa
terhadap pasien dan keluarga pasien.
Variabel yang diteliti pada penelitian ini meliputi data karakteristik subyek
dan data laboratorium (lekosit, netrofil, eosinofil, PMN, DNI dan PCT). Karakteristik subyek penelitian yang dinilai meliputi usia, jenis kelamin dan dugaan sumber
infeksi primer.
Dugaan sumber infeksi merupakan dugaan sumber infeksi yang
mendasari penyakit yang terjadi, dibuktikan dengan pemeriksaan fisik dan kultur dari
darah dan atau pus dan atau urine dan atau cairan drain. Sumber infeksi dibagi
berdasar sistem organ yang paling sering menjadi sumber infeksi.
Hasil kultur
dinyatakan positif apabila salah satu spesimen kultur yang diambil memperlihatkan
pertumbuhan kuman.
Penelitian dilakukan di IGD, Bangsal Penyakit Dalam, ICU dan Instalasi Laboratorium Klinik RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta mulai Januari 2013 sampai November 2014. Perhitungan besar sampel untuk penelitian potong lintang ini menggunakan rumus besar sampel untuk analitik numerik tidak berpasangan lebih dari 2
kelompok. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini 35 orang.
Sampel darah untuk analisis dari DNI dan parameter laboratorium lainnya
diperoleh dari venapuncture dan diambil sebelum pasien mendapat terapi, dilakukan
dalam waktu tidak lebih dari 1x 24 jam setelah pasien masuk ke IGD atau pasien di
Bangsal Penyakit Dalam dan ICU didiagnosis sebagai sepsis. Sampel darah diambil
79 3 mL dari setiap pasien dimasukkan ke dalam tabung EDTA untuk diperiksa nilai
DNI dan 3 mL dimasukkan kedalam tabung dengan jel untuk dipreparasi menjadi
serum serta dilakukan pemeriksaan nilai PCT. Sampel darah EDTA segera dilakukan
pemeriksaan dalam waktu 1 jam dari pengambilan sampel darah. Sampel serum
dikumpulkan/pooling untuk dilakukan pemeriksaan secara bersamaan apabila jumlah
sampel telah terpenuhi. Sampel serum disimpan pada suhu -80ºC. DNI diperiksa
menggunakan Hematology Analyzer otomatis (ADVIA 120 Hematology System,
Siemens Healthcare Diagnostics, Forchheim, Germany).
Delta Neutrophil Index (DNI) merupakan selisih pengukuran netrofil pada
saluran mieloperoksidase dan sel polimorfonuklear pada saluran lobus inti basofil.
Rumus untuk memperoleh nilai DNI adalah prosentase netrofil ditambah prosentase
eosinofil dikurangi prosentase sel PMN. Hasil pengukuran lekosit pada saluran
mieloperoksidase merupakan sel yang tercat dengan MPO. Sel yang tercat dengan
MPO adalah golongan granulosit yaitu promielosit, mielosit, metamielosit, batang
netrofil dan eosinofil.
Saluran lobus inti basofil akan memisahkan sel berdasarkan jumlah lobus
pada intisel, mononuklear dan polimorfonuklear. Sel polimorfonuklear pada saluran
ini adalah sel dengan inti berlobus (lebih atau sama dengan 2 lobus). Sel yang
termasuk dalam sel PMN di saluran ini adalah netrofil (segmen) dan eosinofil.
Pengukuran kadar serum PCT menggunakan electrochemiluminescence
immunoassay (ECLIA) dengan alat Cobas e411. Prinsip dari tes ini adalah mengukur
cahaya yang berpendar yang dilabel pada hasil reaksi antigen antibodi yang
80 menggunakan metode sandwich immunoassay. Zat berpendar yang digunakan dalam
ECLIA adalah komplek ruthenium. Cahaya yang dihasilkan merupakan hasil dari
reaksi kimia yang distimulasi dari molekul bermuatan listrik. Cahaya tersebut akan
diukur pada panjang gelombang 620 nm. Metode sandwich immunoassay merupakan
immunoassay yang mengkombinasikan komplek enzim dan antibodi yang dilabel
dengan antibodi yang terikat pada solid phase.
Sampel serum pasien sejumlah 30µL yang mengandung antigen ditambah
dengan antibodi monoklonal PCT yang telah dilapisi dengan Biotin dan antibodi
monoklonal PCT yang telah dilabel dengan Ruthenium setelah diinkubasi akan
bereaksi membentuk komplek sandwich antigen antibodi.
Komplek tersebut
ditambah dengan mikropartikel yang dilapisi dengan Streptavidin
kemudian
diinkubasi lagi. Komplek sandwich antigen antibodi akan terikat pada fase solid
melalui interaksi dari Streptavidin dan Biotin. Waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan reaksi ini sekitar 18 menit (Anonim, 2014).
Penelitian ini mendapatkan 38 pasien dan dieksklusi sebanyak 3 orang dengan
perincian karena pada re-anamnesis didapatkan adanya riwayat penggunaan
glukokortikoid sebelum masuk rumah sakit sebanyak 1 orang dan 2 orang ditemukan
adanya keganasan hematologi pada diagnosis berikutnya, sehingga yang menjadi
subyek penelitian adalah 35 orang.
Bahan sampel darah utuh diperiksa segera
setelah diambil dari subyek penelitian kemudian diperiksa dengan menggunakan alat
ADVIA 120 Hematology Analyzer dari Siemens Healthcare Diagnostics, Forchheim,
Germany. Bahan sampel serum darah diperiksa dengan menggunakan alat Cobas
81 e411 . Kedua pemeriksaan tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan uji
penampilan analitik meliputi kalibrasi alat, uji akurasi dan uji presisi.
Total subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian
ini adalah 35 orang. Usia tertua pada subyek penelitian adalah 75 tahun dan termuda
adalah 26 tahun. Rerata usia pada subyek penelitian 55,97±12,62 tahun. Subyek
penelitian yang berusia<50 th sebanyak 12 orang (34,28%) dengan rerata usia
41,75±8,33 tahun, sedangkan yang berusia ≥50 th sebanyak 23 orang (65,72%)
dengan rerata usia 63,39±6,59 tahun.
Penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Destarac dan Ely (2002)
melaporkan bahwa usia sangat berpengaruh pada kejadian sepsis dan sepsis berat,
meningkat 100 kali lipat menjadi 26,2 kasus per1000 penduduk pada pasien yang
lebih tua. Kematian juga terus meningkat pada pasien tua dengan puncak usia
kejadian adalah >85 tahun. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini bahwa jumlah
subyek sepsis yang mempunyai usia ≥50th lebih banyak daripada jumlah subyek
sepsis dengan usia < 50 tahun. Pada pasien tua terjadi penurunan fungsi sistem imun,
penurunan fungsi organ pengecap, penurunan fungsi ginjal yang berhubungan dengan
kliren dari obat-obatan, serta perubahan sosial. Keadaan ini yang menyebabkan
pasien tua lebih rentan terhadap infeksi bakteri dan sepsis serta peningkatan kejadian
kematian pada sepsis (Destarac dan Ely,2002).
Dugaan sumber infeksi pasien sepsis
terbanyak pada infeksi saluran
pernapasan bawah {Community Acquired Pneumonia (CAP)}. Penelitian pada pasien
sepsis yang dilakukan oleh Park et al. (2011) dan Zanaty et al. (2012) melaporkan
82 bahwa fokus infeksi primer yang terbanyak pada pasien sepsis adalah paru-paru.
Penelitian yang dilakukan oleh Wheeler dan Bernard (1999) di Amerika serikat pada
455 pasien sepsis didapatkan hampir 50% pasien mempunyai fokus infeksi primer
pada paru-paru dan sisanya fokus infeksi berada di saluran pencernaan & panggul,
saluran kencing, kulit & jaringan lunak. Sumber infeksi kulit yang terjadi pada
subyek penelitian ini terbanyak adalah ulkus Diabetes Mellitus (DM) kemudian
diikuti dengan infeksi kulit karena bakteri.
Sumber infeksi terbanyak pada pasien penelitian ini adalah pada paru-paru
dengan isolat terbanyak yang tumbuh adalah pada spesimen pus diikuti dengan isolat
dari darah, sputum dan urine. Hal ini tidak sesuai, kemungkinan disebabkan dari
adanya pengambilan spesimen untuk kultur pada penelitian ini belum memenuhi
syarat yang ideal sehingga sangat mempengaruhi hasil.
Subyek penelitian kelompok sepsis dibagi menjadi 3 kelompok. Pembagian
ini didasarkan pada gejala klinis yang timbul pada pasien. Apabila keadaan sepsis
ditambah dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi, termasuk asidosis
laktat, oliguria dan penurunan kesadaran maka pasien dimasukkan dalam kelompok
sepsis berat. Pada pasien dengan hipotensi meskipun telah diberi resusitasi cairan
secara adekuat
bersama dengan disfungsi organ maka pasien akan dimasukkan
kelompok syok septik.
Terlihat perbedaan yang bermakna antar parameter pada parameter PMN,
DNI dan PCT. Nilai DNI dan PCT pada pasien sepsis meningkat sesuai dengan
83 derajat keparahan sepsis. Pada derajat sepsis yang lebih berat maka rerata nilai lebih
tinggi.
Nilai DNI dan PCT meningkat sesuai dengan derajat keparahan sepsis. Hasil
ini sesuai dengan hasil penelitian dari Zanaty et al. (2012) yang menyatakan bahwa
nilai DNI meningkat sesuai dengan derajat keparahan dan adanya peningkatan angka
mortalitas pada pasien sepsis berat dan syok septik dengan nilai DNI yang lebih
tinggi.
Rerata nilai DNI pada kelompok syok septik adalah 33,07±16,14%.
Penelitian yang dilakukan pada kelompok sepsis oleh Park et al. (2011) membagi
pasien sepsis menjadi sub kelompok sepsis berat/syok septik, bukan sepsis berat/syok
septik, DIC berat dan bukan DIC berat. Nilai DNI pada kelompok sepsis berat/syok
septik dibandingkan dengan yang bukan adalah 16,1% dengan 2,3 %.
Pada kelompok DIC berat dibandingkan dengan yang bukan adalah 10,8 %
dengan 2,6 %, keduanya bermakna secara statistik. Proporsi pasien dengan sepsis
berat/syok septik dan DIC berat meningkat sesuai dengan nilai DNI. Kim et al.
(2011) melaporkan bahwa nilai DNI pada pasien bakteremia lebih tinggi signifikan
pada pasien yang meninggal (non survivor) dibandingkan dengan pasien yang hidup
(survivor) dengan nilai rerata 14,2 ±12,1%
dengan 6,7±7,5%.
Hasil ini me-
nunjukkan bahwa nilai DNI juga meningkat berdasarkan tingkat keparahan sepsis dan
dapat dijadikan sebagai prediktor kematian pada sepsis.
Penelitian yang dilakukan oleh Karlsson et al.,(2010) melaporkan bahwa
pasien dengan kultur darah positif dan syok septik mempunyai konsentrasi nilai PCT
meningkat. Nilai PCT pada pasien syok septik lebih tinggi dibandingkan dengan
84 yang bukan, hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian ini. Pada penelitian oleh
Guven H et al., (2002) melaporkan bahwa nilai PCT akan meningkat sesuai derajat
keparahan sepsis, hal ini sesuai dengan hasil pada penelitian ini.
Nilai PMN mempunyai nilai yang lebih tinggi pada sub kelompok sepsis berat
dan syok septik dibandingkan pada sub kelompok sepsis. Keadaan ini sesuai dengan
teori yang dinyatakan oleh Chen et al, (2011) bahwa pada infeksi bakterial akan
menyebabkan aktivasi sistem imun tubuh. Sistem kekebalan alami (non spesifik)
adalah pertahanan lini pertama tubuh terhadap infeksi yang diaktifkan bila ada
patogen masuk melewati pertahanan fisik, mekanik, dan kimiawi tubuh. Sistem
kekebalan alami (non spesifik) bisa berupa seluler yang terdiri dari monosit,
makrofag, netrofil, eosinofil dan sel Natural killer (NK) dan humoral berupa protein
terlarut seperti komplemen, CRP dan sitokin. Produksi dari netrofil (lekosit PMN)
dirangsang oleh sitokin yaitu mediator yang diproduksi oleh berbagai macam tipe sel
sebagai respon terhadap infeksi.
Netrofil ialah tipe sel pertama yang merespon
infeksi, baik infeksi bakteri maupun fungi. Sel netrofil mencerna mikroba dalam
sirkulasi dan sel netrofil dengan cepat masuk ke dalam jaringan ekstravaskuler pada
sisi infeksi, dimana sel ini juga mencerna mikroba dan mati setelah beberapa jam
(Chen et al., 2011).
Pada keadaan normal netrofil dalam tubuh berada pada 3 tempat yaitu di
sumsum tulang (mengalami pembagian/differentiation, proliferasi, pematangan), di
darah tepi (sirkulasi selama ±7,5jam) dan di jaringan (pada saat berperan sebagai sel
dalam sistim pertahanan tubuh).
Pada keadaan infeksi, kebutuhan tubuh untuk
85 mempunyai sel netrofil sebagai bagian dari sistim imun akan meningkat.
Konsentrasi netrofil dalam darah tepi akan meningkat dengan cepat melalui
mekanisme percepatan pematangan dan pengeluaran segera dari sumsum tulang.
Pelepasan GM-CSF dan G-CSF pada saat infeksi berhubungan dengan perpanjangan
masa hidup netrofil di dalam tubuh melalui mekanisme hambatan terhadap apoptosis
netrofil. Keadaan-keadaan ini yang akan menyebabkan meningkatnya jumlah netrofil
di darah tepi pada saat infeksi
(Remick, 2007 ;Laudicina & Simonian, 2010).
Berbeda dengan netrofil, rerata nilai lekosit (netrofil, eosinofil, basofil,
monosit dan limfosit)
menurun sesuai dengan derajat sepsis.
Pada saat terjadi
infeksi, lekosit akan bergerak ke bagian tubuh yang mengalami inflamasi, infeksi
atau jaringan yang rusak melalui mekanisme chemoattractant (gerakan karena
terpapar oleh zat kimia) dan akan meninggalkan sirkulasi darah menggunakan adesi
molekul dan ligan yang berada pada permukaan lekosit dan sel endotel dinding
pembuluh darah (Laudicina & Simonian, 2010). Pada keadaan sepsis berat terjadi
peningkatan apoptosis dari limfosit. Keadaan-keadaan ini mungkin yang menyebabkan rerata jumlah lekosit menurun sesuai dengan derajat keparahan sepsis.
Didapatkan korelasi positif antara DNI dan PCT adalah r= 0,547 dengan p=
0,001. Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang lemah antara DNI dan kadar PCT
pada pasien sepsis di penelitian ini. Kenaikan
nilai DNI
akan diikuti dengan
kenaikan nilai PCT. Korelasi ini dapat menjadi pertimbangan untuk digunakannya
DNI dalam penatalaksanaan sepsis apabila tidak terdapat parameter PCT.
86 Confidence Interval (interval kepercayaan) pada penelitian ini adalah 95%
(0,3198-0,7716), rentang tersebut tidak mencakup angka 0 berarti dalam populasi
tersebut terdapat perbedaan rerata antara nilai DNI dan PCT. Penelitian Lee CH et
al.,2013 pada populasi bakteriemia melaporkan bahwa DNI berkorelasi positif
dengan PCT mempunyai koefisien korelasi sebesar r= 0,564 ; p<0,001. Hasil ini
mirip dengan hasil penelitian dari penulis.
Procalcitonin merupakan penanda yang dilaporkan sangat spesifik bagi infeksi
bakterial, akan meningkat dalam 3-6 jam setelah infeksi dan mencapai puncak pada
6-12 jam setelah infeksi (Brunkhorst,1998).
Penelitian kohort pada pasien syok
septik yang dilakukan oleh Chivukula et al.,(2012) melaporkan bahwa terdapat
korelasi yang positif antara serum PCT dan granulasi toksik pada netrofil yang
menandakan adanya infeksi. Granulasi toksik muncul pada seluruh hari pengamatan
(selama 12 hari) dan menghilang mulai hari ke 12 saat kadar PCT mencapai 0,5
ng/mL. Serum PCT meningkat pada hari pertama, mencapai puncak pada hari ke 3
dan segera turun setelah pemberian antibiotik.
Delta Neutrophil Index menggambarkan jumlah netrofil imatur di darah tepi
yang menjadi cerminan aktivasi imunitas seluler dari pertahanan tubuh non spesifik,
sedangkan pelepasan PCT menjadi akibat dari aktivasi imunitas humoral yang
menjadi bagian dari pertahanan tubuh spesifik dan non spesifik. Peningkatan nilai
DNI dan PCT dipengaruhi oleh adanya infeksi serta seberapa banyak aktivasi dari
komplemen dan sitokin.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini tidak
memeriksa status imunologi dari masing-masing pasien penelitian. Pemberian
87 antibiotik pada pasien penelitian, serta waktu dimulainya sepsis tidak dikendalikan
dikarenakan keterbatasan
dari peneliti.
Hal ini yang mungkin mempengaruhi
besarnya nilai korelasi dari DNI dan PCT.
Terdapat beberapa nilai PCT yang berada di atas 100 ng/mL dengan nilai DNI
di atas 20%. Pasien yang memiliki nilai tersebut mempunyai kondisi klinis syok
septik yang disertai gagal fungsi organ. Kenaikan nilai DNI dan PCT tersebut sesuai
dengan derajat keparahan sepsis. Rerata nilai DNI dan PCT pada sub kelompok
syok septik lebih tinggi dibanding sub kelompok sepsis dan sepsis berat.
Pada sub kelompok sepsis berat terdapat 2 pasien dengan nilai DNI< 5%
tetapi mempunyai nilai PCT> 17 ng/mL. Pasien tersebut merupakan pasien rujukan
dari rumah sakit lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya berat badan pasien
yang kurang dari normal serta terdapat penyakit kronis yang memperparah keadaan
pasien (penyakit paru kronis). Terdapat dugaan adanya kelainan fungsi sel imunologi
tubuh dalam menghadapi infeksi pada pasien tersebut walaupun keadaan tersebut
tidak dapat dibuktikan karena pada penelitian ini pasien tidak diperiksa status
imunologinya.
Delta Neutrophil Index dan PCT mempunyai kinetika yang berbeda ,sehingga
dibutuhkan penelitian yang dapat menggambarkannya. Desain penelitian cross
sectional
yang dipakai pada saat ini kurang dapat menggambarkan kinetika
keduanya. Kemungkinan nilai korelasi antara DNI dan PCT akan meningkat apabila
faktor status imunologi pasien, penggunaan antibiotik dan waktu kejadian sepsis
dikendalikan.
88 Simpulan penelitian ini adalah DNI mempunyai korelasi positif dengan kadar
PCT
pada pasien sepsis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Penelitian yang
dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian pendahuluan . Masih diperlukan
penelitian lebih lanjut tentang korelasi Delta Neutrophil Index (DNI) dan kadar PCT
pada populasi seluruh pasien sepsis (non bakterial dan bakterial) di Indonesia. Perlu
dipertimbangkan dalam pemeriksaan lanjutan tentang batasan waktu kejadian sepsis
serta mengendalikan faktor penggunaan antibiotika yang dilakukan pada populasi
kita, baik anak maupun dewasa sehingga dapat dimasukkan dalam penatalaksanaan
sepsis. Delta Neutrophil Index disarankan diaplikasikan di rumah sakit dengan
keterbatasan fasilitas sehingga tidak dapat merealisasikan pemeriksaan PCT.
Download