KEHILANGAN DAN BERDUKA A. KEHILANGAN ( LOSS ) Adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, mungkin individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh individu terhadap kehilangan sebelumnya (Potter & Perry, 1997). Kehilangan dapat memiliki beragam bentuk, sesuai nilai dan prioritas yang dipengaruhi oleh lingkungan seseorang yang meliputi keluarga, teman, masyarakat, dan budaya. Kehilangan bisa berupa kehilangan yang nyata atau kehilangan yang dirasakan. Kehilangan yang nyata adalah kehilangan orang atau objek yang tidak lagi bisa dirasakan, dilihat, diraba atau dialami seseorang, misalnya anggota tubuh, anak, hubungan, dan peran ditempat kerja. Kehilangan yang dirasakan merupakan kehilangan yang sifatnya unik menurut orang yang mengalami kedukaan, misalnya harga diri atau rasa percaya diri. Jenis kehilangan 1. Kehilangan objek eksternal (kecurian atau kehancuran akibat bencana alam). 2. Kehilangan lingkungan yang dikenal (berpindah rumah, dirawat di rumah sakit atau perpindah pekerjaan) 3. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti ( pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman dekat, orang yang dipercaya atau binatang peliharaan ) 4. Kehilangan suatu aspek diri ( anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik ) 5. Kehilangan hidup (kematian anggota keluarga, teman dekat atau diri sendiri ). Dampak kehilangan 1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian. 2. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat terjadi disintegrasikan dalam keluarga. 3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan. B. BERDUKA ( GRIEVING ) Merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi , ekspektasi budaya dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Sedangkan istilah kehilangan ( bereavement) mencakup berduka dan berkabung ( mourning), yaitu perasaan didalam dan reaksi keluar orang ditinggalkan. Berkabung adalah periode penerimaan terhadap kehilangan dan berduka. Hal ini terjadi dalam masa kehilangan dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan dan kebiasaan. Jenis berduka 1. Berduka normal, terdiri atas perasaan , perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan (kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara). 2. Berduka antisipatif, Proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba. 3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain. 4. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka, (kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin). Respons berduka. Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut (Kubler-Rose, dalam Potter & Perry, 1997) Tahap marah tahap depresi 1________________2____________3____________4____________5 Tahap pengingkaran Tahap tawar menawar Tahap menerima 1. Tahap pengingkaran “Tidak mungkin, ini tidak mungkin” Merupakan reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidap percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi (orang atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis terminal akan terus menerus mencari informasi tambahan). Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat,mual, diare,gengguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam waktu beberapa menit atau beberapa tahun. Tindakan : a. Memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara ; 1) Mendorong pasien untuk mengungkapkan persaan berdukanya. 2) Meningkatkan kesabaran pasien secara bertahap tentang kenyataan dan kehilangan apabila sudah siap secara emosional. b. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa dengan cara : 1) Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat apa yang dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi. 2) Menjelaskan kepada pasien bahwa sikap tersebut dapat terjadi pada orang yang mengalami kehilangan. c. Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian dengan cara ; 1) Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang sudah dimengerti, jelas dan tidak berbelit-belit. 2) Mengamati dengan cermat respon pasien selama berbicara. 3) Meningkatkan kesadaran secara bertahab. 2. Tahap marah “Kenapa saya? Ini tidak adil, siapa yang harus disalahkan” Yaitu individu menolak kehilangan. Kemarahan timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku negative, berbicara kasar, menolak pengobatan dan menuduh dokter/bidan yang tidak kompeten. Respon fisik yang terjadi; muka marah,nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dst. Tindakan : Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa marah secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan : a. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien sebenarnya tidak ditujukan kepada mereka. b. Menizinkan pasien untuk menangis c. Mendorong pasien untuk membicarakan rasa marahnya. d. Membantu pasien menguatkan system pendukung dengan orang lain. 3. Tahap tawar-menawar “Saya akan lakukan apapun agar dapat bertahan beberapa tahun lagi” Terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terangterangan seolah-olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan. Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara; a. Mendengar ungkapan dengan penuh perhatian b. Mendorong pasien untuk membicarakan takut atau rasa bersalahnya. c. Bila pasien selalu mengungkapkan “ kata…” atau “ seandainya….” Beritahu pasien bahwa bidan hanya dapat melakukan sesuatu yang nyata. d. Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takutnya. 4. Tahap Depresi. “Apa gunanya lagi? Saya akan meninggal, saya tak peduli dengan apapun lagi” Pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik : a. Menolak makan b. Susah tidur c. Letih d. Dorongan libido/ menurun e. Dan lain-lain Tindakan a. Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut dengan cara; 1) Mengamati perilaku pasien dan bersalah dengannya membahas perasaannya. 2) Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat resikonya. b. Membantu pasien mengurangi rasa bersalah dengan cara: 1) Menghargai perasaan pasien 2) Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan. 3) Bersama pasien membahas pikiran yang selalu timbul. 5. Tahap penerimaan “Semua akan baik-baik saja. Saya tidak dapat melawan ini, lebih baik saya bersiap diri untuk menghadapinya” Merupakan tahap yang berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan memulai memandang kedepan: Tindakan: Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan dengan cara: a. Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur b. Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluarga tidak berada pada tahap yang sama pada saat yang bersamaan. c. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati d. Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarganya. SEKARAT DAN KEMATIAN A. Sekarat. Merupakan suatu kondisi pasien saat sedang menghadapi kematian yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Tanda klinis menjelang kematian. 1. Hilangnya tonus otot. a. Relaksasi otot wajah ( rahang dapat terbuka ) b. Kesulitan atau tidak dapat bicara dan menelan c. Penurunan aktivitas saluran cerna yaitu distensi abdomen dan retensi feses. d. Penurunan control spingter ; inkontinensia urin e. Hilang gerakan tubuh 2. Penurunan sirkulasi a. Cyanosis dan berkeringat pada ekstremitas b. Kulit terasa dingin 3. Perubahan tanda vital a. Nadi lambat dan lemah b. Tekanan darah menurun c. Pernapasan; cepat, dalam, tidak teratur, pernapasan mulut, rongga mulut kering. 4. Gangguan sensoris a. Penglihatan kabur b. Gangguan penciuman B. Kematian ( death ). Secara klinis merupakan kondisi terhentinya respirasi, nadi dan tekanan darah serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan : 1. Aktivitas listrik otak atau fungsi jantung terhenti 2. Paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap. Perubahan tubuh setelah kematian 1. Kaku ( Rigor mortis, dapat terjadi sekitar 2 – 4 jam setelah kematian. 2. Dingin ( Algor mortis ) suhu turun perlahan-lahan 3. Post morten decomposition yaitu terjadi rigor mortis pada daerah yang tertekan serta melunakkan jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Perawatan pada jenazah. 1. Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis 2. Singkirkan pakaian atau alat tenun 3. Lepaskan semua alat kesehatan 4. Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda 5. Tempatkan ke 2 tangan jenazah diatas abdomen dan diikat pergelangannya. 6. Tempatkan satu bantal dibawah dagu 7. Tutup kelopak mata, bila tidak ada tutup bisa gunakan kain kasa 8. Katupkan rahang atau mulut, ikat dan letakkan gulungan handuk di bawah dagu 9. Letakkan alas dibawah bokong/ glutea 10. Tutup sampai sebatas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis 11. Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarganya. 12. Beri kartu atau tanda pengenal 13. Bungkus jenazah dengan kain panjang Perawatan jenazah yang akan diotopsi. 1. Ikuti prosedur RS dan jangan lepaskan alat kesehatan 2. Beri label pada pembungkus jenazah 3. Beri label pada alat protesis yang digunakan 4. Tempatkan jenazah pada lemari pendingin Perawatan terhadap keluarga 1. Dengarkan / lihat ekspresi wajah 2. Beri kesempatan bagi keluarga untuk bersama dengan jenazah beberapa saat. 3. Siapkan ruangan khusus untuk memenuhi rasa berduka 4. Bantu keluarga untuk membuat keputusan serta perencanaan pada jenazah. 5. Beri dukungan jika terjadi disfungsi berduka. DAFTAR PUSTAKA Johnson R Taylor W, 2005, Buku Ajar Praktik Kebidanan, EGC. Jakarta. RS PGI Tjikini, 1996, Pedoman Perawatan Ruangan, Jakarta Barbara Kozier, 1991, Fundamental of Nursing Stevens, P.J.M. 1999, Ilmu Keperawatan, Jilid 2 / P.J.M. Stevens,F. Bordui, J.A.G. van der Weyde: alih bahasa, J.A. Tomasowa; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.-Ed.2.- EGC, Jakarta