BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Kemampuan Mengklasifikasi Bangun Segi Empat
2.1.1.1 Pengertian Kemampuan
Timbulnya gejala stimulasi tindakan dari individu sangat dipengaruhi oleh adanya
rangsangan yang terjadi dari dalam maupun dari luar. Tindakan tersebut mengarah pada suatu
tujuan tertentu yang sebelumnya tidak ada aktivitas ke arah tujuan.
Pengertian tersebut memandang kemampuan di kelas sebagai sebuah masalah siswa yang
perlu dibangkitkan, dipertahankan dan selalu dikontrol baik oleh siswa itu sendiri, guru maupun
orangtua/wali siswa. Rumusan itu mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu adanya
perubahan energi, timbulnya perasaan (affective arousal) dan reaksi-reaksi untuk mencapai
tujuan. tujuan. Hal ini sesuai dengan pandangan Donald (Sardiman, 2009:73-74) mengemukakan
bahwa “Kemampuan adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”. Dari pengertian
yang dikemukan di atas mengandung tiga eleman penting sebagai berikut : (1) bahwa
kemampuan itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia, (2)
kemampuan ditandai dengan munculnya, rasa “feeling”, afeksi seseorang, (3) kemampuan akan
dirangsang karena adanya tujuan.
Dari ketiga elemen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan itu sebagai
sesuatu yang kompleks. Kemampuan akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang
11dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga
ada pada diri manusia, sehingga bergayut
emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya
tujuan kebutuhan atau keinginan.
2.1.1.2 Prinsip–Prinsip Kemampuan
Hover (dalam Hamalik, 2008:163-166) mengemukakan prinsip-prinsip kemampuan
sebagi berikut : a) Pujian lebih efektif daripada hukuman, b) Semua murid mempunyai
kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) tertentu yang harus mendapatkan
kepuasan, c) Kemampuan yang berasal dari dalam individu lebih efektif daripada kemampuan
yang dipaksakan dari luar, d) Terhadap (jawaban) yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu
dilakukan usaha penguatan (reinforcement), e) Kemampuan itu mudah menjalar atau tersebar
terhadap orang lain, f) Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang
kemampuan, g) Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang
lebih besar untuk mengerjakannya daripada apabila tugas-tugas itu dipaksakan oleh guru, h)
Pujian-pujian yang datangnya dari luar (external reward) kadang-kadang diperlukan dan cukup
efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya, i) Teknik dan proses mengajar yang
bermacam–macam adalah efektif untuk memelihara minat murid, j) Manfaat yang telah dimiliki
oleh murid adalah bersifat ekonomis, k) Kegiatan-kegiatan yang akan merangsang minat muridmurid yang kurang mungkin tidak ada artinya (kurang berharga) bagi siswa yang tergolong
pandai. l) Kecemasan yang besar akan menimbulkan kesulitan belajar, m) Kecemasan dan
frustasi yang lemah dapat membantu belajar, dapat juga lebih bai, n) Apabila tugas tidak terlalu
sukar dan apabila tidak ada maka frustasi secara cepat menuju ke demoralisasi, o) Setiap murid
mempunyai tingkat-tingkat frustasi toleransi yang berlainan, p) Tekanan kelompok murid (per
grup) kebanyakan lebih efektif dalam kemampuan daripada tekanan/paksaan dari orang dewasa,
dan q) Kemampuan yang besar erat hubungannya dengan kreativitas murid.
2.1.1.3 Jenis-Jenis Kemampuan Mengklasifikasi Bangun Segi Empat
Menurut Hamalik (2008:162) kemampuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai
berikut : a) Kemampuan intrinsik adalah kemampuan yang tercakup di dalam situasi belajar dan
menemui kebutuhan dan tujuan – tujuan siswa,
b) kemampuan ekstrinsik adalah
kemampuan yang hidup dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional.
Menurut Uno
(2007:23) hakikat kemampuan belajar adalah dorongan internal dan
eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada
umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan
besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator kemampuan belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : a) adanya hasrat dan keinginan berhasil, b) adanya dorongan
dan kebutuhan dalam belajar, c) adanya harapan dan cita-cita masa depan, d) adanya
penghargaan dalam belajar, e) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, f) adanya
lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar
dengan baik.
Lingkungan belajar yang kondusif yaitu kondisi pembelajaran yang benar-benar sesuai
dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran.
Adapun fungsi dari kemampuan ini adalah sebagai berikut : a) mendorong timbulnya kelakuan
atau suatu perbuatan. Tanpa kemampuan maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti
belajar, b) kemampuan berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan ke
pencapaian tujuan yang diinginkan, c) kemampuan berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi
sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya kemampuan akan menentukan cepat atau lambatnya
suatu pekerjaan.
2.1.1.4 Bentuk-Bentuk Kemampuan Mengklasifikasi
Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan kemampuan baik intrinsik maupun ekstrinsik
sangat diperlukan. Dengan kemampuan, pelajar dapat mengembangkan aktivitas, pelajar dapat
mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam
melakukan kegiatan belajar.
Terkait dengan motif ektrinsik ini ada motif sosial, yang timbul dalam interaksi dengan
lingkungan. Motif ini mendorong berbuat dalam mencapai tujuan yang digariskan dirinya
maupun yang digariskan lingkungan sosial.
Sardiman (2009:92-95) mengatakan, ada beberapa bentuk cara untuk menumbuhkan kemampuan
dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu sebagai berikut : a) Memberi angka, Angka dalam hal ini
sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa, yang utama justru untuk mencapai
angka/nilai yang baik, b) hadiah, Hadiah dapat juga dikatakan sebagai kemampuan, tetapi
tidaklah selalu demikian, karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi
seseorang yang tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut, c) saingan/kompetisi, Saingan
atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat kemampuan untuk mendorong belajar siswa.
Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa, d) ego-involvement, Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar
merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan
mempertaruhkan harga diri, adalah bentuk kemampuan yang cukup penting, e) memberi ulangan,
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu,
memberi ulangan ini juga merupakan sarana kemampuan, f) mengetahui hasil, Dengan
mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih
giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada kemampuan
pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat, g) pujian,
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberiakan
pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan
kemampuan yang baik, h) hukuman, Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat kemampuan. Oleh karena itu guru harus
memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman, i) Hasrat untuk belajar, Hasrat untuk belajar,
berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini lebih akan baik, bila
dibandingkan kegiatan yang tanpa maksud, j) Minat, Di depan sudah diuraikan bahwa soal
kemampuan sangat erat hubungannnya dengan unsur minat. Kemampuan muncul karena ada
kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat kemampuan yang
pokok dan k) Tujuan yang diakui, Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa,
akan merupakan alat kemampuan yang sangat penting.
2.1.2
Bangun Segi Empat
2.1.2.1 Pengertian Segi Empat
Menurut Pitadjeng (2006:35) segi empat adalah bagian dari bidang datar yang dibatasi
oleh garis-garis lurus atau lengkung. Segi empat dapat didefinisikan sebagai bangun yang rata
yang mempunyai dua demensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa segi empat merupakan bangun
dua demensi yang hanya memiliki panjang dan lebar, yang dibatasi oleh garis lurus atau
lengkung.
2.1.2.2 Macam-Macam Bangun Segi Empat
Jenis bangun datar segi empat sebagaimana diungkapkan oleh Pitadjeng (2006:39) ada
bermacam-macam, antara lain: a) Persegi, Sifat-sifat 1) Semua sifat persegipanjang merupakan
sifat persegi, 2) Suatu persegi dapat menempati bingkainya dengan delapan cara., 3) Semua sisi
persegi adalah sama panjang,
oleh diagonal-diagonalnya,
4) sudut-sudut suatu persegi dibagi dua sama besar
5) diagonal-diagonal persegi saling berpotongan sama
panjang membentuk sudut siku-siku
Definisi, Definisi analitik Persegi adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang
dan keempat sudutnya sama besar, yaitu 90o.Definisi geneticPersegi adalah bentuk khusus dari
persegipanjang
dengan
keempat
sisinya
sama
panjang.
Persegi
Panjang
Sifat-sifat
persegipanjang: Mempunyai empat sisi, dengan sepasang sisi yang berhadapan sama panjang
dan sejajar.Keempat sudutnya sama besar dan merupakan sudut siku-siku (900).Kedua
diagonalnya sama panjang dan berpotongan membagi dua sama besar . Dapat menempati
bingkainya kembali dengan empat cara. Definisi Definisi analitikPersegi panjang adalah bangun
datar yang memiliki empat sisi lurus (dua pasang sisi) di mana sisi-sisi yang berhadapan sama
panjang dan keempat sudutnya siku-siku. Definisi genetic Persegi panjang adalah segiempat
yang terbentuk dari segitiga siku-siku dan bayangannya yang diputar 180o. Jajar Genjang Sifatsifat Sisi-sisi yang berhadapan pada setiap jajargenjang sama panjang dan sejajar. Sudut-sudut
yang berhadapan pada setiap jajargenjang sama besar. Jumlah pasangan sudut yang saling
berdekatan pada setiap jajargenjang adalah 1800 Pada setiap jajargenjang kedua diagonalnya
saling membagi dua sama panjang. Definisi Definisi analitik Jajargenjang adalah segiempat
dengan sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang serta sudut-sudut yang berhadapan
sama besar. Definisi genetik Jajargenjang adalah bangun segiempat yang dibentuk dari sebuah
segitiga dan bayangannya yang diputar setengah putaran (180 0) pada titik tengah salah satu
sisinya. Belah Ketupat Sifat-sifat Semua sisi pada belahketupat sama panjang. Kedua diagonal
pada belahketupat merupakan sumbu simetri. Kedua diagonal belahketupat saling membagi dua
sama panjang dan saling berpotongan tegak lurus. Pada setiap belahketupat sudut-sudut yang
berhadapan sama besar dan dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya. Definisi Definisi
Analitik Belahketupat adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang. Definisi Genetik
Belahketupat adalah bangun segiempat yang dibentuk dari gabungan segitiga sama kaki dan
bayangannya setelah dicerminkan terhadap alasnya. Layang-Layang Sifat-sifat Masing-masing
sepasang sisinya sama panjang. Sepasang sudut yang berhadapan sama besar . Salah satu
diagonalnya merupakan sumbu simetri. Salah satu diagonal layang-layang membagi diagonal
lainnya menjadi dua bagian sama panjang dan kedua diagonal itu saling tegak lurus.
Definisi Definisi analitik Layang-layang adalah segiempat dengan dua pasang sisi-sisi yang
berdekatan sama panjang. Definisi genetik Layang-layang adalah suatu bangun datar segiempat
yang dibentuk oleh dua buah segitiga sama kaki yang alasnya sama panjang dan berimpit.
Trapesium Sifat-sifat Sepasang sisi yang berhadapan sejajar Sudut antara sisi-sisi sejajar yang
memiliki kaki sudut sekutu salah satu sisi tegaknya berjumlah 180o.
Diagonal-diagonal
trapesium sama kaki adalah sama panjang. Definisi Definisi analitik Trapesium adalah bangun
datar segiempat yang tepat mempunyai sepasang sisi yang sejajar Definisi genetic Trapesium
adalah segiempat yang terbentuk dari sebuah segitiga yang dipotong oleh salah satu garis yang
sejajar dengan salah satu sisinya. http://id.wikipedia.org
2.1.3
Pendekatan Kontekstual
2.1.3.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual
Sanjaya (2006:6) menyatakan bahwa kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh dalam pembelajaran untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama, pembelajaran
kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,artinya
proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara berlangsung. Dalam proses
pembelajaran lebih menekankan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi yang
sedang dipelajarinya.
Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan
antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Dengan
dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa
materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajari akan tertanam
dalam memori siswa, sehingga tidak mudah dilupakan.
Ketiga, pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya pembelajaran kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami
materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam pembelajaran kontekstual
bukan ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam
mengarungi kehidupan nyata.
Jonhson (dalam Alwasilah, 2009:14) mengemukakan Pembelajaran kontekstual adalah
sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran
apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka
menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru
dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Dalam kelas yang menggunakan model pembelajaran kontekstual, para siswa
menghubungkan pelajaran dengan kehidupan mereka, dan mereka tidak hanya mendapatkan
informasi, tetapi juga belajar menggunakan keterampilan berfikir dalam tingkatan yang lebih
tinggi. Anak belajar dari mengalami dan mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan
baru, dan bukan diberi saja oleh guru. Untuk itu guru harus menghindari mengajar sebagai proses
penyampaian informasi. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Sagala (2006:87) mengemukakan bahwa pembelajaran
yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka,
tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah kehidupan jangka panjang.
Muslich (2007:4 ) menyatakan bahwa “Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”.
Dalam kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan dalam
pembelajaran dan mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama menentukan sendiri
bukan apa kata guru. Begitulah peran guru dalam kelas yang menggunakan model pembelajaran
kontekstual.
Zahorik (dalam Mulyasa, 2006:217) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran kontekstual yaitu: Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah
dimiliki oleh siswa. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya
secara khusus (dari umum ke khusus). Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman dengan
cara: Menyusun konsep sementara. Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan
tanggapan dari orang lain. Merevisi dan mengembangkan konsep. Pembelajaran ditekankan pada
upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari. Adanya refleksi terhadap
strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
Ada perbedaan pokok antara pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kontekstual
dengan pembelajaran yang konvensional. Di bawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan
pembelajaran tersebut dilihat dari konteks tertentu. Dalam pembelajaran kontekstual siswa
ditempatkan sebagai subyek belajar yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan cara
menemukan menggali sendiri materi pelajaran sedangkan dalam pembelajaran konvensional
siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
Dalam pembelajaran kontekstual siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi,
saling mengoreksi sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa belajar secara individual.
Dalam kontekstual pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil sedangkan dalam
pembelajaran konvensional pembelajarannya sangat abstrak dan teoritis. Dalam kontekstual,
kemampuan didasarkan atas pengalaman sedangkan dalam pembelajaran konvensional
kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui
kontekstual adalah kepuasaan diri sedangkan tujuan akhir dalam pembelajaran konvensional
adalah nilai dan angka. Dalam pembelajaran kontekstual, perilaku dibangun atas kesadaran diri
sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas dasar kebiasaan. Dalam
kontekstual, pengetahuan yang dimiliki individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman
yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat
pengetahuan yang dimilikinya.
Dalam pembelajaran kontekstual, siswa bertanggungjawab
memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing sedangkan dalam
pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pmbelajaran. Dalam
pembelajaran kontekstual, hasil belajar diukur dengan berbagai cara, proses bekerja, hasil karya,
penampilan, dll sedangkan dalam pembelajaran konvensional hasil belajar hanya diukur dengan
tes. Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan
setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan sedangkan dalam pembelajaran konvensional
pembelajaran hanya terjadi
di dalam kelas. Dalam pembelajaran kontekstual, penghargaan
terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan sedangkan dalam pembelajaran konvensional
pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.
Adapun karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual menurut Muslich (2007:4 ) :
Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada
ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan
dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting). Pembelajaran memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningfull learning).
Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning
by doing). Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi
antarteman (learning in a group). Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan
rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara
mendalam (learning to know each other together). Pembelajaran dilaksanakan secara aktif,
kreatif, produktif dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work together).
Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
Menurut Muslich (2007: 414) Pembelajaran kontekstual suatu pendekatan dalam
pembelajaran memiliki 7 komponen. Komponen-komponen ini yang dilandasi pelaksanaan
proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual. Selanjutnya ketujuh komponen
ini dijelaskan di bawah ini :
a) Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
b) Menemukan (Inkuiri) Menemukan atau inkuiri mempunyai arti bahwa proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan dari hasil menemukan sendiri bukan mengingat
seperangkat fakta-fakta.
c) Bertanya (Questioning) Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan
berpikir siswa.
d) Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep masyarakat belajar menyarankan agar
hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas kontekstual,
penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui
kelompok belajar.
e) Permodelan (Modeling) Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau
pengetahuan tertentu, ada model yang ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan
sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa
inggris, dan sebagainya.
f) Refleksi (Reflection) Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari
yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian pembelajaran
g) Penilaian nyata (Authentic Assesment) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data
yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa
memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
2.1.3.2 Langkah-Langkah Pendekatan Kontekstual
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru.
Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. Kembangkan sifat keingin tahuan
siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan.
Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
2.1.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Kontekstual
a. kelebihan
1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan
dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori
siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada
siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana
seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan
filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan
”menghafal”.
b. Kelemahan
1) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru
bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan
pengalaman yang dimilikinya.
2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar
menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar.
2.1.4 Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Mengklasifikasikan Bangun Segi Empat
Penerapan pendekatan kontekstual yang digunakan dalam pembelajaran bangun datar
segi empat yang dimaksud dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Siswa dihadapkan pada macam-macam bangun segi empat seperti bangun segi empat seperti
gambar berikut:
Persegi
Persegi panjang
Layang-layang
Jajar genjang
Trapesium Belah Ketupat
b. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang bangun segi empat.
c. Siswa diminta memberikan contoh bentuk-bentuk benda dilingkungan kelas yang berbentuk
segi empat seperti gambar konkrit dibawah in:
Papan Tulis
Buku
Lemari
Ketupat
d. Setelah siswa memberikan contoh bentuk-bentuk benda segi empat yang sifatnya konkrit,
selanjutnya siswa diminta untuk mengklasifikasi bentuk-bentuk bangun segi empat yang ada
di lingkungan sekitar.
e. Siswa ditugaskan untuk mengidentifikasi sifat-sifat bangun segi empat.
f. Guru dan siswa memberikan kesimpulan
g. Evaluasi .
2.2 Kajian Penelitian yang Relavan
Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan pendekatan kontekstual dalam kegiatan
belajar pernah dilakukan oleh Arsad Hasjim Adhawati (2008) yang melihat hubungan
penggunaan pendekatan kontekstual dengan hasil belajar pada materi menulis puisi. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan kontekstual, memberikan
perubahan pada hasil belajar siswa. Dari data 35 siswa yang mempalajari materi menulis puisi
dengan menggunakan pendekatan kontekstual hampir 95% tingkat kelulusan yang di capai oleh
siswa, dari kriteria kelulusan minimalnya 65, dan nilai yang berhasil dicapai oleh siswa melebihi
kriteria kelulusan minimal tersebut.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Jurniati (2007) tentang meningkatkan hasil belajar
melalui pendekatan kontekstual pada mata pelajaran Matematika di kelas IV SDN No. 79 Kota
Tengah Kota Gorontalo dengan indikator kinerja, yakni: minimal 75% dari seluruh siswa
memperoleh nilai minimal 6,5 dengan rincian perolehan sebagai berikut: siklus I memperoleh
72% dan pada siklus II meningkat menjadi 89%, Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
Matematika dapat ditingkatkan melalui pendekatan lingkungan.
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pembahasan teori di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis tindakan
sebagai berikut: Jika guru menggunakan pendekatan kontekstual, maka kemampuan
mengklasifikasikan bangun segi empat pada siswa kelas II SDN 1 Bua Kecamatan Batudaa
Kabupaten Gorontalo akan meningkat.
2.4 Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dikatakan berhasil jika
kemampuan mengklasifikasikan bangun segi empat minimal 80% atau 16 dari 20 siswa
kelas II SDN 1 Bua Kecamatan Batudaa memperoleh nilai 70 ke atas.
Download