PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA SEKTOR PUBLIK

advertisement
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA SEKTOR PUBLIK BERPERSPEKTIF
HUMAN POWER-BASED
Simon S. Hutagalung
Dosen Ilmu Adminsitrasi Negara FISIP Universitas Lampung
Sukma Prima Setyabekti
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Adminsitrasi Negara FISIPOL UGM
ABSTRAK
This study contributes to our understanding of Building Organization by clarifying
the mechanisms through which people power by self education each employee
influences reform to organizational performance. In particular, the authors find
that human resources development efforts in organization necessary based in
human power according to be true in the form of willing to learn and repair
itself. Value creation efforts in self official aimed to produce best performance
from its aware and human in employee sides. Value existence that bloom well in
employee can be guide for organization in defend or increase public service
performances. Meanwhile, with develop and managed this value mean plant
anticipate capital at the time of organization wants power to repair itself, so
that become important element that push organization reformation is its
employee.
Key word:
Human Resources Management, Civil Service, Organization
Reformation.
PENDAHULUAN
employees,
because
creating
meaningful work and otherwise
keeping employees happy is central
to
fostering
organizational
effectiveness.
Dewasa ini banyak organisasi
publik dan swasta yang berupaya
untuk mempertahankan keberadaan
atau eksistensi perusahaan ataupun
organisasinya. Banyak upaya dari
organisasi publik dan swasta yang
menekankan
kepada
karyawan
ataupun pegawainya untuk dibina
lebih mendalam, yang dimaksudkan
akan memberikan pengaruh pada
kinerja dan memberikan output dan
outcome
bagi
organisasi
yang
menguntungkan sebagai efek jangka
panjangnya.
Upaya
organisasi
dalam
pembinaan
dan
peningkatan
pegawainya
dalam
manajemen
sumber daya manusia (MSDM) sangat
Pegawai sebagai sumber daya
manusia (SDM) adalah faktor sentral
dalam suatu organisasi. Apapun
bentuk serta tujuannya, organisasi
dibuat berdasarkan berbagai visi
untuk kepentingan manusia dan
dalam pelaksanaan misinya dikelola
dan diurus oleh manusia. Tentang
manusia sebagai faktor strategis
dalam semua kegiatan tersebut
seperti dikemukakan oleh Simon
dalam
Moynihan
(2007:803);
suggested that the basic challenge
for all organizations is “inducing
their employees to work toward
organizational goals”. Pendapat itu
didukung juga oleh Pfeffer (dalam
Moynihan, 2007:804) mengatakan
bahwa the key to long-term success
has been, and will continue to be,
how organizations manage their
495
Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based
bervariasi antara organisasi publik
maupun
organisasi
privat.
Keberagaman dari upaya tersebut
tergambar pada nilai-nilai yang coba
ditanamkan
organisasi
pada
pegawainya, sehingga harapan dari
peningkatan SDM dapat memenuhi
standart yang diinginkan.
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Manusia Dalam Organisasi
Mengatur
manusia
dalam
manajemen sangat berhubungan erat
dengan pengorganisasian manajemen
itu sendiri. Hubungan kausal antara
variable manajemen adalah telah
dapat ditentukan dan dinyatakan
secara umum, masih perlu terus
diteliti melalui riset dan modifikasi
yang lebih maju. Maka, kunci utama
dalam membangun organisasi adalah
memperlakukan
manusia
secara
holistik. Perusahaan perlu menyadari
bahwa setiap individu mempunyai
dua kebutuhan utama. Pertama,
memenuhi kebutuhan hidup layak
dengan kecukupan sandang, pangan,
papan. Kedua, adalah kebutuhan
orang untuk bisa berkontribusi
memenuhi kepuasan akan harga
dirinya. Sebagaimana yang dikupas
oleh Muluk dari buku The End of
Management: and The Rise of
Organizational
Democracy
yang
dikarang Kenneth Cloke dan Joan
Goldsmith, bahwa:
Perubahan
teknologi,
pandangan hidup manusia,
dan
kompleksitas
lingkungan
telah
mempengaruhi
perilaku
organisasi dan mendorong
ke arah perubahan yang
lebih fundamental dalam
cara mengelola organisasi.
Diperlukan konsep baru
kemanusiaan
yang
didasarkan
pada
pengetahuan yang luas
ADMINISTRATIO
496
atas kebutuhan manusia
yang
kompleks
dan
berubah.
Peralihan
filosofis atas konsep baru
ini didasarkan pada nilai
keorganisasian
yang
mengacu pada gagasan
demokratis-manusiawi
dengan
menggantikan
gagasan
sistem
nilai
birokratis yang mekanis
dan meruntuhkan nilainilai
kemanusiaan. Selain itu,
terjadi pula peralihan
konsep kekuasaan dalam
organisasi dari model yang
didasarkan pada paksaan
dan ancaman ke model
yang
didasarkan
pada
kolaborasi dan akal sehat.
Selama mindset tidak mengarah
pada
pengembangan
manusia
seutuhnya,
maka
sistem
dan
metodologi apapun yang kita gunakan
tidak akan efektif. Oleh karena itu
yang
harus
dilakukan
untuk
memenuhi
kebutuhan
manusia
seutuhnya meliputi pula pemahaman
bahwa setiap individu mempunyai
keluarga, kehidupan sosial, dan
agama.
Karena
itu
sekarang
organisasi
yang
maju
mulai
mengadakan family day, children
day, merayakan atau memberi
ucapan selamat ulang tahun kepada
karyawan,
memberi
asuransi
kesehatan, fasilitas ibadah, dan olah
raga. Ini artinya organisasi itu
menyadari
perlunya
menyentuh
seluruh aspek kehidupan pegawainya
sebagai manusia seutuhnya. Sampai
batas tertentu beberapa organisasi
ada yang mengizinkan karyawannya
cuti untuk melakukan berbagai
kegiatan sosial kemasyarakatan, ikut
sebagai anggota organisasi tertentu.
Kecenderungan setiap individu
untuk memberikan kontribusi yang
terbaik, sangat ditentukan oleh
kesesuaian visinya dengan visi
organisasi. Ketika manajemen suatu
ISSN : 1410-8429
497
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
organisasi tidak ada waktu untuk
berkomunikasi dengan bawahannya,
keadaan itu bisa diartikan pula
bahwa organisasi tersebut tidak
memperlakukan pegawainya sebagai
manusia holistik. Bisa jadi pegawai
hanya dianggap sebagai "angka" atau
"mesin". Di organisasi-organisasi yang
baik selalu ada forum untuk bertemu
dengan pegawai di setiap level. Ada
forum dialog mulai dari kelompok
kecil hingga pertemuan bersama
dalam skala lebih besar. Bayangkan
jika pegawai di suatu organisasi
publik atau swasta, bekerja delapan
jam sehari sebagai operator mekanik
mesin dan bertahun-tahun hanya
bertugas mengawasi produk yang
keluar otomatis dari mesin tersebut
dan pegawai tersebut jarang diajak
komunikasi oleh kepala direkturnya.
Sikap
tersebut
sama
dengan
memperlakukan
pegawai
secara
mekanis seperti robot.
Untuk memperoleh pegawai
yang berdaya guna dalam organisasi,
maka
menempatkan
aspek
kemanuisaan
sebagai
dasar
pengembangan
pegawai.
Melalui
reformasi dalam tataran organisasi
baik pegawai secara individu secara
khusus dan organisasi secara umum,
maka perspektif human power based
coba ditawarkan.
Pengembangan Pegawai
Pengembangan pegawai dalam
beberapa
literatur
mempunyai
pengertian
yang
sama
dengan
pelatihan. Namun beberapa literatur
yang
lainnya
secara
terang
membedakan diantara keduanya,
walupun terkadang pengertian antara
pengembangan
dan
pelatihan
menjadi sama-samar dan kurang
jelas. Pengertian pengembangan
dalam organisasi secara umum
sebagaimana penjelasan pengertian
pengembangan menurut pemerintah
dalam Peraturan Pemerintah No. 100
ADMINISTRATIO
Tahun 2000, tentang Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan
Struktural sebagai pedoman dalam
pengembangan
organisasi
sektor
publik:
Pengembangan
pegawai
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan
kualitas,
seperti:
kecakapan,
pengetahuan, keahlian dan
karakter
pegawai
dilakukan
melalui
pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan
yang diberikan kepada
pegawai
harus
sesuai
dengan persyaratan yang
dibutuhkan,
sehingga
peningkatan
kualitas
pegawai akan benar-benar
terpenuhi.
Sedangkan
pengertian
pengembangan
pegawai
atau
karyawan dalam organisasi menurut
Armstrong lebih inklusif, bahwa
pengembangan sumber daya manusia
stratejik (PSDMS) adalah mengenai
pengembangan
suatu
organisasi
pembelajaran dan kebutuhan akan
kesempatan belajar, pengembangan
dan pelatihan dalam rangka untuk
memperbaiki kinerja individu, tim
dan organisasi.
Pengembangan
sumber
daya manusia stratejik
termasuk
mengenalkan,
menghilangkan,
memodifikasi,
mengarahkan
dan
memandu proses serta
tanggung jawab dalam
suatu cara di mana semua
individu
dan
tim
diperlengkapi
dengan
keterampilan,
pengetahuan
dan
kompetensi yang mereka
perlukan
untuk
melaksanakan tugas saat
ISSN : 1410-8429
Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based
ini dan yang akan datang
yang
diperlukan
oleh
organisasi. (Walton dalam
Armstrong, 2003).
PSDMS memiliki pandangan
yang luas dan jangka panjang dalam
strateginya
untuk
mendukung
pencapaian
tujuan
organisasi.
Strategi PSDM dikembangkan dari
organisasi privat, yang memiliki
peran positif dalam membantu untuk
memastikan pencapaian tujuannya.
Untuk melakukan hal ini, penting
untuk
mengembangakan
dasar
keterampilan dan modal intelektual
yang diperlukan organisasi, seperti
memastikan bahwa kualitas orang
yang tepat tersedia untuk memenuhi
kebutuhan sekarang dan masa depan.
PSDMS
dikembangkan
dalam
organisasi
privat
dengan
memperhitungkan
aspirasi
dan
kebutuhan individu. Meningkatnya
manfaat dalam aspek kemampuan
kerja di dalam organisasi merupakan
pertimbangan utama kebijakan PSDM.
Kebijakan PSDM sangat berhubungan
dengan aspek MSDM yaitu melakukan
investasi
dalam
manusia
dan
mengembangkan modal manusia milik
organisasi.
Sedangkan
pemahaman
pengembangan
pegawai
dan
pelatihan dijelaskan secara berbeda
sebagaimana diutarakan Handoko
(2001)
dan
Simamora
dalam
Sulistiyani (2003) bahwa pelatihan
(training) diarahkan untuk membantu
karyawan menunaikan kepegawaian
mereka saat ini secara lebih baik,
sedangkan
pengembangan
(development) adalah mewakili suatu
investasi yang berorientasi ke masa
depan dalam diri pegawai. Pendapat
tersebut juga dipertajam dengan
pernyataan dari Siagian (2007):
498
sekarang,
sedangkan
pengembangan
menekankan peningkatan
kemampuan melaksanakan
tugas baru di masa depan.
Akan
tetapi
karena
keterkaitan
antara
keduanya sangat erat,
perbedaan
eksentuasi
tersebut bukan hal yang
perlu
ditonjolkan
meskipun perlu mendapat
perhatian.
Dinyatakan
dengan
cara
lain,
pelatihan adalah suatu
bentuk investasi jangka
pendek,
sedangkan
pengembangan merupakan
investasi sumber daya
manusia untuk jangka
panjang.
Dari berbagai paparan diatas,
dapat
disimpulkan
bahwa
pengembangan pegawai merupakan
suatu proses pembelajaran yang
dituangkan dalam bentuk pelatihan,
baik pelatihan secara langsung
maupun tidak langsung kepada
pegawai. Pendidikan pelatihan yang
diberikan
tidak
hanya
akan
memberikan kemajuan pada skill
motorik pegawai, namun lebih dari
itu akan berdampak pada emosional
pegawai dalam kinerjanya didalam
organisasi.
Karena
perbedaan
karakter sifat manusiawi setiap
individu pegawai yang dibawa secara
lahiriah dan haqiqi, sehingga output
yang dihasilkan dari setiap pegawai
dari upaya pengembangan sangat
bervariasi tergantung intelegensitas
dan
pengalaman
yang
dimiliki
individu. Hal tersebut dapat dilihat
dari cara kerja otak manusia
sebagaimana dijelaskan oleh (Dale,
2003:113) sebagai berikut:
Memang benar penekanan
pelatihan adalah untuk
peningkatan kemampuan
melaksanakan
tugas
ADMINISTRATIO
ISSN : 1410-8429
499
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
Gambar 1:
Pada
dasarnya,
otak
mendapat informasi yang disaring
terlebih dulu melalui reseptor atau
rasa (sense). Input (informasi)
disaring melalui proses seleksi,
dimana dalam proses ini otak
memutuskan
ingin
menerima
informasi tersebut atau tidak.
Informasi tersebut disaring sehingga
hanya bagian yang terpilih yang
diterima otak. Informasi tersebut
disaring sehingga hanya bagian yang
terpilih diterima otak, kemudian
dibentuk dan disesuaikan dengan
pandangan dan sikap penerima
informasi.
Selanjutnya,
individu
menentukan
bentuk
responnya,
mengujinya
dan
menyampaikan.
Tindakan dan reaksi yang terjadi
kemudian disimpan dalam ingatan
untuk dimanfaatkan kembali di masa
depan. Semakin banyak informasi
yang diterima dan diuji, maka
simpanan
ingatan
dalam
otak
menjadi semakin penuh dan kaya.
Namun, semakin besar database yang
disimpan dalam otak, maka semakin
lama untuk mencarinya. Ketika
informasi yang disimpan menjadi
semakin
kompleks,
maka
kemungkinan
terjadinya
distorsi
menjadi semakin tinggi.
ADMINISTRATIO
Tujuan Dan Manfaat Pengembangan
Pegawai
Pengembangan pegawai dalam
tulisan ini ditujukan untuk organisasi
dalam pengembangan sumber daya
manusianya, baik sebagai karyawan
pada level terendah, menengah dan
tingkat paling tinggi sebagai manajer.
Program pelatihan (training) menurut
Umar
(1999),
bertujuan untuk
memperbaiki penguasaan berbagai
keterampilan dan teknik pelaksanaan
kerja tertentu untuk kebutuhan
sekarang, sedangkan pengembangan
bertujuan
untuk
menyiapkan
pegawainya siap memangku jabatan
tertentu di masa yang akan datang.
Pengembangan bersifat lebih luas
karena menyangkut banyak aspek,
seperti peningkatan dalam keilmuan,
pengetahuan, kemampuan, sikap,
dan kepribadian. Program pelatihan
dan pengembangan bertujuan antara
lain untuk menutupi ‘gap’ antara
kecakapan
karyawan
dengan
permintaan jabatan, selain itu juga
untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas kerja karyawan dalam
mencapai sasaran kerja.
Manfaat dari penyelenggaraan
program
pelatihan
dan
pengembangan
(Siagian,
2007),
meliputi:
a)
Peningkatan
produktivitas kerja organisasi, b)
Terwujudnya hubungan yang serasi
antara atasan dan bawahan, c)
Terjadinya
proses
pengambilan
keputusan yang lebih cepat dan
tepat, d) Meningkatkan semangat
kerja seluruh tenaga kerja dalam
organisasi
dengan
komitmen
organisasi yang lebih tinggi, e)
mendorong
sikap
keterbukaan
manajemen melalui penerapan gaya
manajerial yang partisipatif, f)
memperlancar jalannya komunikasi
efektif
yang
pada
gilirannya
memperlancar proses perumusan
kebijaksanaan
organisasi
dan
operasionalisasiannya,
dan
g)
penyelesaian
konflik
secara
ISSN : 1410-8429
Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based
fungsional yang dampaknya adalah
tumbuh suburnya rasa persatuan dan
suasana kekeluargaan dikalangan
para anggota organisasi. Sedangkan
Tulus
(1992)
menggambarkan
manfaat
penting
pengembangan
seperti gambar dibawah ini:
Manfaat perencanaan dan
pengembangan
karier
adalah
mengembangkan
para karyawan yang dapat
dipromosikan (potensial),
menurunkan
perputaran
karyawan
(turnover),
mengungkap
potensi
karyawan,
mendorong
pertumbuhan, memuaskan
kebutuhan
karyawan,
membantu
pelaksanaan
rencana-rencana kegaiatan
yang
telah
disetujui
(meningkatnya
kemampuan karyawan dan
meningkatnya
suplai
karyawan
yang
berkemampuan).
Untuk melaksanakan program
pelatihan
dan
pengembangan,
manajemen hendaknya melakukan
analisis tentang kebutuhan, tujuan,
sasaran, serta isi dan prinsip belajar
terlebih dahulu agar pelaksanaan
program pelatihan tidaklah sia-sia.
Agar
prinsip
belajar
menjadi
pedoman cara belajar, program
hendaknya
bersifat
partisipatif,
relevan, memungkinkan terjadinya
pemindahan
keahlian
serta
memberikan
feedback
tentang
kemajuan peserta pelatihan. Di lain
500
pihak, pengembangan sumber daya
manusia jangka panjang banyak
memiliki manfaat, misalnya untuk
mengurangi ketergantungan pada
penarikan
karyawan
baru,
memberikan kesempatan kepada
karyawan
lama,
mengantisipasi
keusangan karyawan dan perputaran
tenaga kerja (turnover).
Kesimpulan yang dapat ditarik
dari uraian tujuan dan manfaat yang
didapat dari pengembangan pegawai
adalah
adanya
usaha
pembembenahan melalui perubahan
maupun
peningkatan
kapasitas
pegawai
dari
berbagai
aspek.
Perubahan
dan
peningkatan
diharapkan berdampak positif dalam
menghadapi
tuntutan
internal
organisasi dan dari pengaruh serta
tuntutan
eksternal
organisasi,
sehingga terjadi equilibrium antara
beban dan tuntutan organisasi dan
para pegawai.
Upaya Pengembangan Pegawai
Upaya
pengembangan
manajemen menurut Dessler (1992)
adalah
suatu
upaya
untuk
meningkatkan prestasi manajemen
pada saat sekarang atau di masa
depan
dengan
memberikan
pengetahuan, merubah sikap, atau
meningkatkan
keterampilan.
Pengembangan
manajemen
merupakan hal yang paling penting
karena beberapa alasan. Alasan
pokok
adalah
bahwa
promosi
personalia dari dalam merupakan
sumber bakat pimpinan yang utama.
Gambar 2
Developments Model For Behavioral Modeling
Sumber: Dessler (1992)
ADMINISTRATIO
ISSN : 1410-8429
501
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
Dari gambar tersebut dapat
dijelaskan bahwa pengembangan SDM
dengan pendekatan model tingkah
laku dengan mempelajari suatu
kebiasaan baru dalam organisasi yang
diterapkan pada para pegawai.
Pengetahuan
berupa
pelajaran
kepemimpinan untuk kinerja yang
lebih baik, kepemimpinan yang akan
melahirkan sikap dan nilai baru.
Pemimpin
dituntut
untuk
mengajarkan suatu kerangka baru
dan teori baru dalam memimpin
pekerjanya di organisasi.
Menurut
Davis
(1981)
pengembangan
dalam
organisasi
adalah strategi organisasi bagi
pencapaian goal kedepan yang
diinginkan organisasi dengan suatu
program perubahan. Sebagaimana
digambarkan Davis:
Training and development
should be an integral part
of any organization’s plan
for sucsessfully copy with
the future. Our review of
this topic emphasized the
following point:
1) Training
and
development
is
increasing
in
importance.
More
money is being spent
on these activities
because of both the
increased
rate
of
change in technology
(e.g.,
inventions,
mechanizational) and
people (e.g., career
change).
2) Training
can
be
defined as the learning
of new information,
attitudes,
and
behavior.
3) The
principles
of
lerning that are most
important
for
successful
training
programs are active
ADMINISTRATIO
participation,
reinforcement,
well
organized
materials,
practice,
and
transferable
experiences.
4) Most on the job
program are designed
for
lower
level
employees and specific
skills. A good coach
and well organized
materials are needed
for success.
5) Most
of
the
job
programs are disaigned
for
upper
level
employees and they
emphasize
attitudes
and
interpersonal
behavior. Their major
drawback is the lack of
transferable
experiences.
6) Reserch show that the
job
programs
can
increase the skill level
of trainees. Off the
job programs seem to
be better at changing
attitudes
that
increasing
productivity.
Dari
keenam
poin
yang
disampaikan Davis, diperoleh bahwa
output dari pengembangan dapat
memberikan peningkatan kinerja
pegawai. Davis juga merumuskan
bahwa kinerja maksimal pegawai
dapat diperoleh dari kemauan dan
motivasi pribadi pegawai untuk
berubah lebih baik (Performance =
Ability x Motivation).
Upaya pengembangan SDM yang
diutarakan
oleh
Nadler
dalam
Notoatmodjo
(1992),
yang
menggolongkan dalam empat bagian,
yaitu: 1)Pelatihan pegawai (employee
training), 2) Pendidikan pegawai
(employee
education),
3)
Pengembangan pegawai (employee
ISSN : 1410-8429
Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based
development), 4) Pengembangan non
pegawai
(non
employee
development). Dari keempat poin
tersebut, hanya poin pertama hingga
ketiga yang sering dilakukan intern
organisasi publik.
Bentuk dari pengembangan
pegawai itu diantaranya melalui dua
metode
populer
yaitu:
1).
Pengembangan di dalam pekerjaan
dikemas meliputi rotasi pekerjaan,
bimbingan, dewan junior, dan belajar
praktek, 2). Pengembangan di luar
pekerjaan dikemas dalam metode
studi kasus, permainan manajemen,
seminar,
program-program
universitas,
permainan
peran,
permodelan
perilaku,
pusat
pengembangan dalam perusahaan.
Devis (1981);
The process covers such
steps as diagnosis, data
collection, feedback and
confrontation,
action
planning, team building,
intergroup development,
and follow up, it makes
heavy use of laboratory
training approaches, such
as role playing, gaming
and encounter groups.
Selanjutnya, pelatihan dapat
dilaksanakan pada dua tempat.
Pertama adalah pelatihan di tempat
kerja (on the job training) dan kedua
di luar tempat kerja (off the job
training). Teknik utama pelatihan di
tempat
kerja
antara
lain:
demonstrasi,
melatih
terarah,
melatih dengan mengerjakan sendiri,
serta
rotasi
kerja.
Sedangkan
pelatihan di luar tempat kerja,
antara lain: ceramah, studi kasus,
permainan peran, grup, belajar
melalui tindakan, proyek, permainan
bisnis, dan pelatihan di tempat
terbuka.
Kesimpulan
dari
pendapat
beberapa pakar tersebut tentang
upaya pengembangan yang dilakukan
ADMINISTRATIO
502
organisasi terhadap
pegawainya,
bahwa pada berbagai organisasi baik
di sektor publik ataupun privat
membutuhkan perspektif alternatif
selain otoritas mekanis yang lebih
mengedapankan hubungan manusiawi
yang otentik. Kebutuhan utamanya
adalah
untuk
memanusiawikan
organisasi dengan mengacu pada
pertumbuhan pribadi dan kesadaran
diri. Untuk mencapai hal ini
dibutuhkan revitalisasi organisasi
dengan
melakukan
peralihan
mendasar
tentang
pandangan
terhadap karyawan. Pegawai tidak
sekedar dianggap sebagai knowledge
worker apalagi alat produksi tetapi
lebih sebagai investor worker karena
mereka membawa gagasan yang
mampu mengubah dunia. Sehingga
dari seluruh proses pengembangan
manusia diletakkan sebagai dasar
pengembangan
bagi
organisasi
(People Power Based to Building
Organization).
PENCIPTAAN NILAI SELF EDUCATION
SEBAGAI INTI PERSPEKTIF PEOPLE
POWER BASED UNTUK REFORMASI
MANAJEMEN SDM SEKTOR PUBLIK.
Pengembangan organisasi yang
didasarkan kekuatan manusia (human
power) secara hakiki dengan berbagai
upaya yang telah dipaparkan tersebut
dapat terlaksana jika individu dalam
organisasi
mempunyai
keinginan
untuk
terus
belajar
untuk
memperbaiki diri. Dale (2003:4)
sebagaimana peryataannya berikut
ini “Pembelajaran yang diambil oleh
masing-masing
individu
sangat
dipengaruhi
oleh
tingkat
keterampilan yang telah dimiliki,
pengalaman yang telah diperoleh
sebelumnya, dan sikap terhadap
program.
Pola
perilaku
yang
dihasilkan juga sangat berbeda dan
isi yang dihasilkan menjadi sangat
berbeda dan isi yang telah diperoleh
tersebut akan ditambahkan pada
ISSN : 1410-8429
503
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
basis pengetahuan yang unik pada
masing-masing individu pembelajar
(Self Education). Proses kognitif yang
digunakan selama pembelajaran oleh
masing-masing individu juga sangat
khas.
Dengan
demikian,
cara
pengetahuan dan pengalaman baru di
kombinasi dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang sudah ada juga
akan berbeda”.
Penciptaan nilai menurut Pollitt
dan
Bouckaert
dalam
Wilopo
(2002:2). Pada sektor publik, Nilai
(value) diasosiasikan dengan proses
penciptaan produk dan jasa (output)
yang diikuti dampak (outcome) pada
sosial ekonomi masyarakat pada
umumnya. Value dapat pula diartikan
sebagai nilai sosial dan norma, yang
pada umumnya tertuang didalam
konstitusi atau pernyataan kebijakan,
yang akan memberikan panduan
dalam
menjalankan
amanat
pemerintahan, nilai-nilai itu sendiri
inheren didalamnya. Norma sosial
tidak tertulis yang banyak dipahami
dan diketahui oleh umum dapat juga
menjadi pertimbangan. Di negara
industri, mission dan value organisasi
sektor publik dinyatakan dalam
kerangka kerja kebijakan jangka
menengah. Value pada organisasi
sektor publik di negara sedang
berkembang jarang sekali dinyatakan
secara umum. Anwar Shah dalam
Wilopo (2002:5), hal ini dikarenakan
orientasi pemerintahan masih pada
sistem “komando dan kontrol”
ketimbang
berorientasi
sebagai
pelayanan publik. Value merupakan
titik landasan untuk pergerakan
organisasi
sektor
publik
di
masyarakat,
dengan
pernyataan
value maka secara langsung akan
memposisikan
institusi
dalam
persepsi publik. Disamping bahwa
value merupakan kristalisasi atas
“public voice” yang diharapkan
dalam kinerja organisasi sektor
publik. Wujud nilai bukan hasil dari
ketentuan
pemerintah.
Tetapi
merupakan perpaduan antara nilai
ADMINISTRATIO
yang berkembang pada ruang publik
dan kemampuan organisasi untuk
menafsirkan dan mendayagunakan
nilai tersebut.
Reformasi merupakan salah
satu
langkah
organisasi
dalam
membangun
kapasita
organisasi.
Reformasi
sebagai
perubahan,
menyusun kembali ataupun dapat
diartikan secara utuh:
Reform ideas would occur
only to the exceptionally
gifted, rare in any society,
capable of conceiveing
something superior, and
the
dissatisfied,
the
unhappy, the disgruntled,
the
aggrieved,
the
alienated, much more
populous, prepared to
articulated,
their
complaints and demand
better performance. Botht
set
perceived
gaps
between what was done
and what could or should
be done. (Caiden, 1991:45)
Reformasi dalam pembahasan
ini
diartikan
sebagai
bentuk
perubahan pegawai berupa kinerja
dalam organisasi dari self education
dan penciptaan nilai dari organisasi
dalam
proses
pengembangan.
Sehingga
pegawai
mengetahui
manfaat pembelajaran dalam rangka
pengembangan
dirinya
sendiri
maupun organisasi.
Self education dan penerapan
nilai pada pengembangan pegawai,
maka kekuatan dari reformasi yang
dilakukan
oleh
pegawai
dapat
digolongkan
sebagaimana
dikemukakan Milo Lynch dalam
Clutterbuck (2003:173):
a) Tujuan,
mengapa
mereka
mengerjakan tugas itu
b) Hasil akhir, apa yang mereka
harapkan akan mereka capai
ISSN : 1410-8429
Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based
c) Kriteria
kesuksesan,
untuk
mengukur sejauh mana mereka
sudah sukses.
d) Umpan balik, adalah terlalu
mudah untuk menyakinkan diri
sendiri bahwa Anda benar-benar
sudah berubah. Individu-individu
membutuhkan data objektif, dari
para manajer, rekan kerja, dan
para nawahan, untuk memberitahu
mereka apakah mereka sudah
benar-benar berubah, dan sudah
berapa jauh berubah.
Sehingga
reformasi
pada
individu-individu dalam organisasi
dilatar belakangi sejumlah pola pikir
dan perilaku seperti yang dipaparkan
Clutterbuck (2003:171-173):
1) Kesadaran terhadap kebutuhan
akan perubahan, baik tingkat
organisasional maupun personal.
Individu-individu bisa membuat
perubahan-perubahan
sejati
jangka panjang hanya jika mereka
tujuan dan alasannya yang paling
mendasar.
2) Sikap menerima kebutuhan akan
perubahan, di kedua tingkatan.
Individu
mungkin
memahami
kebutuhan akan perubahan di
tingkat intelektual, tetapi secara
aktual tidak akan mengubah
perilakunya sebelum ia menerima
kebutuhan akan perubahan itu di
tingkat emosional.
Perubahan
nyata
datang
dari
upaya
menghayati
masalah
dan
menerima tanggung jawab untuk
mengambil tindakan mengatasi
masalah itu.
3) Komitmen terhadap perubahan,
tahu tentang apa yang harus Anda
lakukan
tidak
sama dengan
membuat
keputusan
untuk
melakukannya. “perubahan nyata
terjadi di hati bukan di otak,”
kata konsultan Wally Cork. “Ketika
seseorang
secara
intelektual
memahami
kebutuhan
akan
perubahan, bisa saja mereka
berubah; tetapi perubahan jangka
panjang
yang
efektif
akan
ADMINISTRATIO
504
terwujud jika mereka betul-betul
percaya dalam hati mereka bahwa
mereka perlu mengubah perilaku
mereka”.
4) Belajar dan merencanakan; yang
perlu dilakukan adalah memilah
proses
pembelajaran-baik
penyerapan
pengetahuan
dan
keterampilan-keterampilan serta
kesempatan
untuk
mempraktekkannya-menjadi
tahap-tahap yang mudah di
jalankan.
Hasil yang diinginkan dari
sebuah
reformasi
dalam
pengembangan
pegawai
dengan
mengawali self education dan
penciptaan nilai dimaksudkan untuk
menghasilkan kinerja terbaik dari
pegawai dalam pencapaian tujuan
awal yang telah disepakati.
Bagi
organisasi
sektor
publik,
untuk
menghasilkan output atau
hasil tidak cukup hanya
memiliki
nilai
(value)
(berkolaborasi dengan misi
dan
tujuan).
Tetapi
diperlukan persenyawaan
antara wilayah kewenagan
(authorizing
environment),
wilayah
kapasitas
operasional
(operasional capacity) dan
wilayah
nilai
(Value,
Mission,
Goal).
Harmonisasi
ketiga
wilayah
merupakan
tantangan
yang
akan
menentukan
kualitas
reformasi
organisasi
sektor publik. Penguatan
wilayah tersebut akan
semakin memperkuat hasil
yang akan dihantarkan ke
publik (Anwar Shah dalam
Wilopo, 2002:6).
ISSN : 1410-8429
505
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
Meskipun
begitu,
yang
terpenting adalah bahwa komitmen
pada
tujuan
perubahan
atau
reformasi adalah hal yang mampu
membuahkan perubahan perilaku
yang tetap. Kata Carver, ”individuindividu mengubah perilaku mereka
ketika mereka mempunyai alasan
untuk berbuat demikian dan alasan
itu
memberikan
makna
pada
mereka.”
Komitmen
terhadap
perubahan, ulasannya didasarkan
pada kesadaran dan penerimaan
terhadap
alasan-alasan
dibalik
perubahan itu dan keuntungankeuntungan yang akan diperoleh dari
upaya
mengimplementasikan
perubahan tadi.
Banyak praktisi dan ahli yang
menekankan
pentingnya
peran
manusia
dalam
menentukan
keberhasilan sebuah institusi, baik
institusi di sektor swasta maupun di
sektor publik. Ohmae (1990) dalam
The Borderless World menyatakan
bahwa
‘sama
halnya
dengan
perusahan-perusahan, kesejahteraan
negara-negara bergantung kepada
kemampuannya untuk menciptakan
nilai dengan bertumpu pada orangorangnya,
bukan
melalui
pemanfaatan
sumberdaya
alam
maupun teknologi. Ketika ditanya
pendapatnya tentang lima faktor
utama yang menentukan keberhasilan
sebuah perusahaan dalam proses
transformasinya dari perusahaan yang
buruk menjadi perusahaan yang
hebat, Walter Bruckart dalam Collins
(2001) menyatakan bahwa faktor
pertama adalah manusia, faktor
kedua adalah manusia, faktor ketiga
adalah manusia, faktor keempat
adalah manusia dan faktor ke lima
juga
manusia.
Pfeffer
(1998)
menyatakan bahwa selama berpuluhpuluh tahun para eksekutif dan pakar
manajemen
mencari
sumber
keberhasilan sebuah perusahaan di
tempat yang salah. Dia menyatakan
bahwa
keberhasilan
sangat
ditentukan
oleh
cara
sebuah
ADMINISTRATIO
perusahaan memperlakukan orangorangnya.
Gambar 3: People Power Based To
Building Organization
Dari berbagai paparan diatas,
penulis mencoba mengkolaborasikan
dari masing-masing faktor penting
dalam
pengembangan
organsasi
(gambar 3), yaitu manusia sebagai
inti penggerak dari sukses atau
tidaknya organisasi baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang
dalam mempertahankan eksistensi
organisasi.
Lalu
pentingnya
pendidikan baik pendidikan langsung
maupun
tidak
langsung
yang
diperoleh pegawai dalam organisasi.
Setelah pendidikan yang menjadi
pendukung
akan
sebuah
pengembangan sumber daya manusia,
maka pelatihan berupa diklat,
magang, game, dan motivasi dari
organisasi sebagai macam cara
perwujudan pemberian pendidikan
pada pegawai dan reformasi sebagai
langkah
nyata.
Kemudian
pengembangan sebagai aspek umum
yang mencangkup dari keberadaan
manusia yang mengalami proses
belajar
terus-menerus
dalam
lingkungan organisasi baik berupa
pelatihan dan rotasi yang berupa
kognitif, afektif, dan kapabilitas
strategik organisasi.
Adanya nilai yang berkembang
dengan baik pada pegawai dapat
menjadi pemandu bagi organisasi
dalam
mempertahankan
atau
meningkatkan
kinerja
pelayanan
ISSN : 1410-8429
Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based
publik, terlebih lagi disaat terjadi
situasi organisasi yang membutuhkan
komitmen dan konsistensi. Hal ini
digambarkan oleh Wright dan Pandey
dalam Rainey (1982: 506-507): “In
fact, several scholars have even
questioned the very assumption that
the employee and the organization
agree on what constitutes public
service. Just as public service
motives can take a variety of
different forms, so too can the
definition of public service or
interest; and there is no guarantee
that the organization and their
employees will define them in the
same way. Employees may even
agree with the organization’s general
goal or stated purpose but disagree
with its specific policies or actions”.
Dengan memadainya nilai internal
pegawai, maka ketika organisasi
membutuhkan
daya
untuk
memperbaiki diri, maka elemen
penting yang dapat mendorong
terjadinya reformasi adalah para
pegawai itu sendiri. Hal ini yang
menjadi letak potensi dari perspektif
people power based dengan inti nilai
self education para pegawai.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa
pengembangan sumber daya manusia
sebagai bentuk peningkatan kapasitas
diri pegawai dengan menggunakan
metode-metode
tertentu,
perlu
untuk lebih melihat para pegawai
sebagai wujud dari konstruk nilai dan
motivasi.
Sehingga
upaya
pengembangan sumber daya manusia
dalam
organisasi
perlu
untuk
didasarkan pada kekuatan manusia
(human power) secara hakiki. Upaya
ini dapat terlaksana jika individu
dalam
organisasi
mempunyai
keinginan
untuk
terus
belajar
memperbaiki diri. Upaya penciptaan
nilai dalam diri pegawai tersebut
diarahkan untuk menghasilkan kinerja
ADMINISTRATIO
506
terbaik dari pegawai secara sadar dan
manusiawi.
Adanya
nilai
yang
berkembang dengan baik pada
pegawai dapat menjadi pemandu
bagi
organisasi
dalam
mempertahankan atau meningkatkan
kinerja pelayanan publik, terlebih
lagi disaat terjadi situasi organisasi
yang tidak diduga sebelumnya
sehingga membutuhkan komitmen
dan konsistensi personal yang kuat.
Selain itu, dengan mengembangkan
serta mengelola nilai ini berarti
menanam modal antisipatif yang
bermanfaat pada saat organisasi
membutuhkan
daya
untuk
memperbaiki diri, maka yang menjadi
elemen penting yang mendorong
terjadinya
reformasi
organisasi
adalah para pegawai itu sendiri
secara sadar.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong. Michael, 2003, Staregic
Human Resource Management;
A Guide To Action (Manajemen
Sumber
Daya
Manusia
Strategik;Panduan
Praktis
Untuk
Bertindak).
PT
Gramedia, Jakarta.
Caiden.
Gerald.
E,
1991,
Administrative Reform Comes
Of Age,Walter De Gruyter,
Berlin:New York.
Clutterbuck. David, 2003, The Power
of
Empowerment
Release
Hidden
Talents
of
Your
Employees (Daya Pemberdayaan
Menggali dan Meningkatkan
Potensi Karyawan Anda), PT
Gramedia, Jakarta
Collins. James C., Good to Great:Why
Some Companies Make the Leap
…and Other’s Don’t’, (Harper
Business, 2001).
Dale. Margaret, 2003, Developing
Management Skills; Techniques
For Improving Learning And
ISSN : 1410-8429
507
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
Performance
(meningkatkan
keterampilan
manajemen;teknik-teknik
meningkatkan
pembelajaran
dan kerja). PT Gramedia,
Jakarta.
Dale. Margaret, 2003, Developing
Management Skills; Techniques
For Improving Learning And
Performance
(Meningkatkan
Keterampilan
Manajemen:
Teknik-Teknik
Meningkatkan
Pembelajaran Dan Kerja). PT
Gramedia, Jakarta.
Dessler.Gary,
1992,
Manajemen
Personalia Teknik Dan Konsep
Modern 3rt Edition, Erlangga,
Jakarta.
Devis.Keith, 1981, Human Behavior
At
Work;
Organizational
Behavior, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited,
New Delhi.
Handoko.T,Hani, 2001, Menejemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia, BPFE, Yogyakarta.
Moynihan. Donald P, dan Sanjay K.
Pandey,
2007,
Finding
Workable Levers Over Work
Motivation
Comparing
Job
Satisfaction, Job Involvement,
and
Organizational
Commitment,
http://aas.sagepub.com/cgi/co
ntent/abstract/39/7/803
Muluk. MR. Khoirul, 16 november
2006, The End of Management:
and the Rise of Organizational
Democracy,
Pengarang:
Kenneth
Cloke
and
Joan
Goldsmith
(http://fia.brawijaya.ac.id/)
Notoatmodjo.Soekidjo,
1992,
Pengembangan Sumber Daya
Manusia, PT. Rineka Cipta,
Jakarta
the
Interlinked
Economy’,
(McKinsey & Company, Inc.,
1990)
Pfeffer.
Jeffrey,
The
Human
Equation: Building Profit by
Putting People First, (Harvard
Business School Press, 1998).
Siagian.Sondang P, 2007, Manajemen
Sumber Daya Manusia,Bumi
Aksara, Jakarta.
Sulistiyani.
Ambar
Teguh
dan
Rosidah,
2003,
Manajemen
Sumber Daya Manusia; Konsep,
Teori dan Pengembangan dalam
Konteks
Organisasi
Publik,
Graha Ilmu, yogyakarta.
Transforma
Global,Maret
2004,
Mampu
Memperlakukan
Karyawan
sebagai
Manusia
Seutuhnya. http://www.transfo
rmaglobal.com/en/publication.
php
Tulus. Moh, Agus, 1992, Manajemen
Sumber
Daya
Manusia,
Gramedia
Pustaka
Utama,
Jakarta.
Tumautou, 17 November 2005,
Artike:
Peran
Strategis
Menejemen
Sumberdaya
Manusia. SERVO (Software for
Human Resource Development),
http://www.hrdsoftware.net/a
rtikel/update/artikel.php
Umar. Husein, 1999, Riset Sumber
Daya Manusia Dalam Organisasi,
Gramedia
Pustaka
Utama,
Jakarta.
Wilopo,
Improvisasi
Manajemen
Strategi Sektor Publik, Jurnal
Administrasi
Negara-Volume
III\Vol.III,
No.1,
September
2002-Februari 2003. Fakultas
Ilmu
Administrasi
Publik,
Universitas Brawijaya, Malang.
Ohmae. Kenichi, The Borderless
World: Power and Strategy in
ADMINISTRATIO
ISSN : 1410-8429
Download