PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA SEKTOR PUBLIK BERPERSPEKTIF HUMAN POWER-BASED Simon S. Hutagalung Dosen Ilmu Adminsitrasi Negara FISIP Universitas Lampung Sukma Prima Setyabekti Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Adminsitrasi Negara FISIPOL UGM ABSTRAK This study contributes to our understanding of Building Organization by clarifying the mechanisms through which people power by self education each employee influences reform to organizational performance. In particular, the authors find that human resources development efforts in organization necessary based in human power according to be true in the form of willing to learn and repair itself. Value creation efforts in self official aimed to produce best performance from its aware and human in employee sides. Value existence that bloom well in employee can be guide for organization in defend or increase public service performances. Meanwhile, with develop and managed this value mean plant anticipate capital at the time of organization wants power to repair itself, so that become important element that push organization reformation is its employee. Key word: Human Resources Management, Civil Service, Organization Reformation. PENDAHULUAN employees, because creating meaningful work and otherwise keeping employees happy is central to fostering organizational effectiveness. Dewasa ini banyak organisasi publik dan swasta yang berupaya untuk mempertahankan keberadaan atau eksistensi perusahaan ataupun organisasinya. Banyak upaya dari organisasi publik dan swasta yang menekankan kepada karyawan ataupun pegawainya untuk dibina lebih mendalam, yang dimaksudkan akan memberikan pengaruh pada kinerja dan memberikan output dan outcome bagi organisasi yang menguntungkan sebagai efek jangka panjangnya. Upaya organisasi dalam pembinaan dan peningkatan pegawainya dalam manajemen sumber daya manusia (MSDM) sangat Pegawai sebagai sumber daya manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Tentang manusia sebagai faktor strategis dalam semua kegiatan tersebut seperti dikemukakan oleh Simon dalam Moynihan (2007:803); suggested that the basic challenge for all organizations is “inducing their employees to work toward organizational goals”. Pendapat itu didukung juga oleh Pfeffer (dalam Moynihan, 2007:804) mengatakan bahwa the key to long-term success has been, and will continue to be, how organizations manage their 495 Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based bervariasi antara organisasi publik maupun organisasi privat. Keberagaman dari upaya tersebut tergambar pada nilai-nilai yang coba ditanamkan organisasi pada pegawainya, sehingga harapan dari peningkatan SDM dapat memenuhi standart yang diinginkan. MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA Manusia Dalam Organisasi Mengatur manusia dalam manajemen sangat berhubungan erat dengan pengorganisasian manajemen itu sendiri. Hubungan kausal antara variable manajemen adalah telah dapat ditentukan dan dinyatakan secara umum, masih perlu terus diteliti melalui riset dan modifikasi yang lebih maju. Maka, kunci utama dalam membangun organisasi adalah memperlakukan manusia secara holistik. Perusahaan perlu menyadari bahwa setiap individu mempunyai dua kebutuhan utama. Pertama, memenuhi kebutuhan hidup layak dengan kecukupan sandang, pangan, papan. Kedua, adalah kebutuhan orang untuk bisa berkontribusi memenuhi kepuasan akan harga dirinya. Sebagaimana yang dikupas oleh Muluk dari buku The End of Management: and The Rise of Organizational Democracy yang dikarang Kenneth Cloke dan Joan Goldsmith, bahwa: Perubahan teknologi, pandangan hidup manusia, dan kompleksitas lingkungan telah mempengaruhi perilaku organisasi dan mendorong ke arah perubahan yang lebih fundamental dalam cara mengelola organisasi. Diperlukan konsep baru kemanusiaan yang didasarkan pada pengetahuan yang luas ADMINISTRATIO 496 atas kebutuhan manusia yang kompleks dan berubah. Peralihan filosofis atas konsep baru ini didasarkan pada nilai keorganisasian yang mengacu pada gagasan demokratis-manusiawi dengan menggantikan gagasan sistem nilai birokratis yang mekanis dan meruntuhkan nilainilai kemanusiaan. Selain itu, terjadi pula peralihan konsep kekuasaan dalam organisasi dari model yang didasarkan pada paksaan dan ancaman ke model yang didasarkan pada kolaborasi dan akal sehat. Selama mindset tidak mengarah pada pengembangan manusia seutuhnya, maka sistem dan metodologi apapun yang kita gunakan tidak akan efektif. Oleh karena itu yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia seutuhnya meliputi pula pemahaman bahwa setiap individu mempunyai keluarga, kehidupan sosial, dan agama. Karena itu sekarang organisasi yang maju mulai mengadakan family day, children day, merayakan atau memberi ucapan selamat ulang tahun kepada karyawan, memberi asuransi kesehatan, fasilitas ibadah, dan olah raga. Ini artinya organisasi itu menyadari perlunya menyentuh seluruh aspek kehidupan pegawainya sebagai manusia seutuhnya. Sampai batas tertentu beberapa organisasi ada yang mengizinkan karyawannya cuti untuk melakukan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan, ikut sebagai anggota organisasi tertentu. Kecenderungan setiap individu untuk memberikan kontribusi yang terbaik, sangat ditentukan oleh kesesuaian visinya dengan visi organisasi. Ketika manajemen suatu ISSN : 1410-8429 497 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008 organisasi tidak ada waktu untuk berkomunikasi dengan bawahannya, keadaan itu bisa diartikan pula bahwa organisasi tersebut tidak memperlakukan pegawainya sebagai manusia holistik. Bisa jadi pegawai hanya dianggap sebagai "angka" atau "mesin". Di organisasi-organisasi yang baik selalu ada forum untuk bertemu dengan pegawai di setiap level. Ada forum dialog mulai dari kelompok kecil hingga pertemuan bersama dalam skala lebih besar. Bayangkan jika pegawai di suatu organisasi publik atau swasta, bekerja delapan jam sehari sebagai operator mekanik mesin dan bertahun-tahun hanya bertugas mengawasi produk yang keluar otomatis dari mesin tersebut dan pegawai tersebut jarang diajak komunikasi oleh kepala direkturnya. Sikap tersebut sama dengan memperlakukan pegawai secara mekanis seperti robot. Untuk memperoleh pegawai yang berdaya guna dalam organisasi, maka menempatkan aspek kemanuisaan sebagai dasar pengembangan pegawai. Melalui reformasi dalam tataran organisasi baik pegawai secara individu secara khusus dan organisasi secara umum, maka perspektif human power based coba ditawarkan. Pengembangan Pegawai Pengembangan pegawai dalam beberapa literatur mempunyai pengertian yang sama dengan pelatihan. Namun beberapa literatur yang lainnya secara terang membedakan diantara keduanya, walupun terkadang pengertian antara pengembangan dan pelatihan menjadi sama-samar dan kurang jelas. Pengertian pengembangan dalam organisasi secara umum sebagaimana penjelasan pengertian pengembangan menurut pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No. 100 ADMINISTRATIO Tahun 2000, tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural sebagai pedoman dalam pengembangan organisasi sektor publik: Pengembangan pegawai sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas, seperti: kecakapan, pengetahuan, keahlian dan karakter pegawai dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada pegawai harus sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan, sehingga peningkatan kualitas pegawai akan benar-benar terpenuhi. Sedangkan pengertian pengembangan pegawai atau karyawan dalam organisasi menurut Armstrong lebih inklusif, bahwa pengembangan sumber daya manusia stratejik (PSDMS) adalah mengenai pengembangan suatu organisasi pembelajaran dan kebutuhan akan kesempatan belajar, pengembangan dan pelatihan dalam rangka untuk memperbaiki kinerja individu, tim dan organisasi. Pengembangan sumber daya manusia stratejik termasuk mengenalkan, menghilangkan, memodifikasi, mengarahkan dan memandu proses serta tanggung jawab dalam suatu cara di mana semua individu dan tim diperlengkapi dengan keterampilan, pengetahuan dan kompetensi yang mereka perlukan untuk melaksanakan tugas saat ISSN : 1410-8429 Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based ini dan yang akan datang yang diperlukan oleh organisasi. (Walton dalam Armstrong, 2003). PSDMS memiliki pandangan yang luas dan jangka panjang dalam strateginya untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Strategi PSDM dikembangkan dari organisasi privat, yang memiliki peran positif dalam membantu untuk memastikan pencapaian tujuannya. Untuk melakukan hal ini, penting untuk mengembangakan dasar keterampilan dan modal intelektual yang diperlukan organisasi, seperti memastikan bahwa kualitas orang yang tepat tersedia untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan masa depan. PSDMS dikembangkan dalam organisasi privat dengan memperhitungkan aspirasi dan kebutuhan individu. Meningkatnya manfaat dalam aspek kemampuan kerja di dalam organisasi merupakan pertimbangan utama kebijakan PSDM. Kebijakan PSDM sangat berhubungan dengan aspek MSDM yaitu melakukan investasi dalam manusia dan mengembangkan modal manusia milik organisasi. Sedangkan pemahaman pengembangan pegawai dan pelatihan dijelaskan secara berbeda sebagaimana diutarakan Handoko (2001) dan Simamora dalam Sulistiyani (2003) bahwa pelatihan (training) diarahkan untuk membantu karyawan menunaikan kepegawaian mereka saat ini secara lebih baik, sedangkan pengembangan (development) adalah mewakili suatu investasi yang berorientasi ke masa depan dalam diri pegawai. Pendapat tersebut juga dipertajam dengan pernyataan dari Siagian (2007): 498 sekarang, sedangkan pengembangan menekankan peningkatan kemampuan melaksanakan tugas baru di masa depan. Akan tetapi karena keterkaitan antara keduanya sangat erat, perbedaan eksentuasi tersebut bukan hal yang perlu ditonjolkan meskipun perlu mendapat perhatian. Dinyatakan dengan cara lain, pelatihan adalah suatu bentuk investasi jangka pendek, sedangkan pengembangan merupakan investasi sumber daya manusia untuk jangka panjang. Dari berbagai paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan pegawai merupakan suatu proses pembelajaran yang dituangkan dalam bentuk pelatihan, baik pelatihan secara langsung maupun tidak langsung kepada pegawai. Pendidikan pelatihan yang diberikan tidak hanya akan memberikan kemajuan pada skill motorik pegawai, namun lebih dari itu akan berdampak pada emosional pegawai dalam kinerjanya didalam organisasi. Karena perbedaan karakter sifat manusiawi setiap individu pegawai yang dibawa secara lahiriah dan haqiqi, sehingga output yang dihasilkan dari setiap pegawai dari upaya pengembangan sangat bervariasi tergantung intelegensitas dan pengalaman yang dimiliki individu. Hal tersebut dapat dilihat dari cara kerja otak manusia sebagaimana dijelaskan oleh (Dale, 2003:113) sebagai berikut: Memang benar penekanan pelatihan adalah untuk peningkatan kemampuan melaksanakan tugas ADMINISTRATIO ISSN : 1410-8429 499 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008 Gambar 1: Pada dasarnya, otak mendapat informasi yang disaring terlebih dulu melalui reseptor atau rasa (sense). Input (informasi) disaring melalui proses seleksi, dimana dalam proses ini otak memutuskan ingin menerima informasi tersebut atau tidak. Informasi tersebut disaring sehingga hanya bagian yang terpilih yang diterima otak. Informasi tersebut disaring sehingga hanya bagian yang terpilih diterima otak, kemudian dibentuk dan disesuaikan dengan pandangan dan sikap penerima informasi. Selanjutnya, individu menentukan bentuk responnya, mengujinya dan menyampaikan. Tindakan dan reaksi yang terjadi kemudian disimpan dalam ingatan untuk dimanfaatkan kembali di masa depan. Semakin banyak informasi yang diterima dan diuji, maka simpanan ingatan dalam otak menjadi semakin penuh dan kaya. Namun, semakin besar database yang disimpan dalam otak, maka semakin lama untuk mencarinya. Ketika informasi yang disimpan menjadi semakin kompleks, maka kemungkinan terjadinya distorsi menjadi semakin tinggi. ADMINISTRATIO Tujuan Dan Manfaat Pengembangan Pegawai Pengembangan pegawai dalam tulisan ini ditujukan untuk organisasi dalam pengembangan sumber daya manusianya, baik sebagai karyawan pada level terendah, menengah dan tingkat paling tinggi sebagai manajer. Program pelatihan (training) menurut Umar (1999), bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan pegawainya siap memangku jabatan tertentu di masa yang akan datang. Pengembangan bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek, seperti peningkatan dalam keilmuan, pengetahuan, kemampuan, sikap, dan kepribadian. Program pelatihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi ‘gap’ antara kecakapan karyawan dengan permintaan jabatan, selain itu juga untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran kerja. Manfaat dari penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan (Siagian, 2007), meliputi: a) Peningkatan produktivitas kerja organisasi, b) Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, c) Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat, d) Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen organisasi yang lebih tinggi, e) mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif, f) memperlancar jalannya komunikasi efektif yang pada gilirannya memperlancar proses perumusan kebijaksanaan organisasi dan operasionalisasiannya, dan g) penyelesaian konflik secara ISSN : 1410-8429 Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based fungsional yang dampaknya adalah tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan dikalangan para anggota organisasi. Sedangkan Tulus (1992) menggambarkan manfaat penting pengembangan seperti gambar dibawah ini: Manfaat perencanaan dan pengembangan karier adalah mengembangkan para karyawan yang dapat dipromosikan (potensial), menurunkan perputaran karyawan (turnover), mengungkap potensi karyawan, mendorong pertumbuhan, memuaskan kebutuhan karyawan, membantu pelaksanaan rencana-rencana kegaiatan yang telah disetujui (meningkatnya kemampuan karyawan dan meningkatnya suplai karyawan yang berkemampuan). Untuk melaksanakan program pelatihan dan pengembangan, manajemen hendaknya melakukan analisis tentang kebutuhan, tujuan, sasaran, serta isi dan prinsip belajar terlebih dahulu agar pelaksanaan program pelatihan tidaklah sia-sia. Agar prinsip belajar menjadi pedoman cara belajar, program hendaknya bersifat partisipatif, relevan, memungkinkan terjadinya pemindahan keahlian serta memberikan feedback tentang kemajuan peserta pelatihan. Di lain 500 pihak, pengembangan sumber daya manusia jangka panjang banyak memiliki manfaat, misalnya untuk mengurangi ketergantungan pada penarikan karyawan baru, memberikan kesempatan kepada karyawan lama, mengantisipasi keusangan karyawan dan perputaran tenaga kerja (turnover). Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian tujuan dan manfaat yang didapat dari pengembangan pegawai adalah adanya usaha pembembenahan melalui perubahan maupun peningkatan kapasitas pegawai dari berbagai aspek. Perubahan dan peningkatan diharapkan berdampak positif dalam menghadapi tuntutan internal organisasi dan dari pengaruh serta tuntutan eksternal organisasi, sehingga terjadi equilibrium antara beban dan tuntutan organisasi dan para pegawai. Upaya Pengembangan Pegawai Upaya pengembangan manajemen menurut Dessler (1992) adalah suatu upaya untuk meningkatkan prestasi manajemen pada saat sekarang atau di masa depan dengan memberikan pengetahuan, merubah sikap, atau meningkatkan keterampilan. Pengembangan manajemen merupakan hal yang paling penting karena beberapa alasan. Alasan pokok adalah bahwa promosi personalia dari dalam merupakan sumber bakat pimpinan yang utama. Gambar 2 Developments Model For Behavioral Modeling Sumber: Dessler (1992) ADMINISTRATIO ISSN : 1410-8429 501 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008 Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa pengembangan SDM dengan pendekatan model tingkah laku dengan mempelajari suatu kebiasaan baru dalam organisasi yang diterapkan pada para pegawai. Pengetahuan berupa pelajaran kepemimpinan untuk kinerja yang lebih baik, kepemimpinan yang akan melahirkan sikap dan nilai baru. Pemimpin dituntut untuk mengajarkan suatu kerangka baru dan teori baru dalam memimpin pekerjanya di organisasi. Menurut Davis (1981) pengembangan dalam organisasi adalah strategi organisasi bagi pencapaian goal kedepan yang diinginkan organisasi dengan suatu program perubahan. Sebagaimana digambarkan Davis: Training and development should be an integral part of any organization’s plan for sucsessfully copy with the future. Our review of this topic emphasized the following point: 1) Training and development is increasing in importance. More money is being spent on these activities because of both the increased rate of change in technology (e.g., inventions, mechanizational) and people (e.g., career change). 2) Training can be defined as the learning of new information, attitudes, and behavior. 3) The principles of lerning that are most important for successful training programs are active ADMINISTRATIO participation, reinforcement, well organized materials, practice, and transferable experiences. 4) Most on the job program are designed for lower level employees and specific skills. A good coach and well organized materials are needed for success. 5) Most of the job programs are disaigned for upper level employees and they emphasize attitudes and interpersonal behavior. Their major drawback is the lack of transferable experiences. 6) Reserch show that the job programs can increase the skill level of trainees. Off the job programs seem to be better at changing attitudes that increasing productivity. Dari keenam poin yang disampaikan Davis, diperoleh bahwa output dari pengembangan dapat memberikan peningkatan kinerja pegawai. Davis juga merumuskan bahwa kinerja maksimal pegawai dapat diperoleh dari kemauan dan motivasi pribadi pegawai untuk berubah lebih baik (Performance = Ability x Motivation). Upaya pengembangan SDM yang diutarakan oleh Nadler dalam Notoatmodjo (1992), yang menggolongkan dalam empat bagian, yaitu: 1)Pelatihan pegawai (employee training), 2) Pendidikan pegawai (employee education), 3) Pengembangan pegawai (employee ISSN : 1410-8429 Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based development), 4) Pengembangan non pegawai (non employee development). Dari keempat poin tersebut, hanya poin pertama hingga ketiga yang sering dilakukan intern organisasi publik. Bentuk dari pengembangan pegawai itu diantaranya melalui dua metode populer yaitu: 1). Pengembangan di dalam pekerjaan dikemas meliputi rotasi pekerjaan, bimbingan, dewan junior, dan belajar praktek, 2). Pengembangan di luar pekerjaan dikemas dalam metode studi kasus, permainan manajemen, seminar, program-program universitas, permainan peran, permodelan perilaku, pusat pengembangan dalam perusahaan. Devis (1981); The process covers such steps as diagnosis, data collection, feedback and confrontation, action planning, team building, intergroup development, and follow up, it makes heavy use of laboratory training approaches, such as role playing, gaming and encounter groups. Selanjutnya, pelatihan dapat dilaksanakan pada dua tempat. Pertama adalah pelatihan di tempat kerja (on the job training) dan kedua di luar tempat kerja (off the job training). Teknik utama pelatihan di tempat kerja antara lain: demonstrasi, melatih terarah, melatih dengan mengerjakan sendiri, serta rotasi kerja. Sedangkan pelatihan di luar tempat kerja, antara lain: ceramah, studi kasus, permainan peran, grup, belajar melalui tindakan, proyek, permainan bisnis, dan pelatihan di tempat terbuka. Kesimpulan dari pendapat beberapa pakar tersebut tentang upaya pengembangan yang dilakukan ADMINISTRATIO 502 organisasi terhadap pegawainya, bahwa pada berbagai organisasi baik di sektor publik ataupun privat membutuhkan perspektif alternatif selain otoritas mekanis yang lebih mengedapankan hubungan manusiawi yang otentik. Kebutuhan utamanya adalah untuk memanusiawikan organisasi dengan mengacu pada pertumbuhan pribadi dan kesadaran diri. Untuk mencapai hal ini dibutuhkan revitalisasi organisasi dengan melakukan peralihan mendasar tentang pandangan terhadap karyawan. Pegawai tidak sekedar dianggap sebagai knowledge worker apalagi alat produksi tetapi lebih sebagai investor worker karena mereka membawa gagasan yang mampu mengubah dunia. Sehingga dari seluruh proses pengembangan manusia diletakkan sebagai dasar pengembangan bagi organisasi (People Power Based to Building Organization). PENCIPTAAN NILAI SELF EDUCATION SEBAGAI INTI PERSPEKTIF PEOPLE POWER BASED UNTUK REFORMASI MANAJEMEN SDM SEKTOR PUBLIK. Pengembangan organisasi yang didasarkan kekuatan manusia (human power) secara hakiki dengan berbagai upaya yang telah dipaparkan tersebut dapat terlaksana jika individu dalam organisasi mempunyai keinginan untuk terus belajar untuk memperbaiki diri. Dale (2003:4) sebagaimana peryataannya berikut ini “Pembelajaran yang diambil oleh masing-masing individu sangat dipengaruhi oleh tingkat keterampilan yang telah dimiliki, pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya, dan sikap terhadap program. Pola perilaku yang dihasilkan juga sangat berbeda dan isi yang dihasilkan menjadi sangat berbeda dan isi yang telah diperoleh tersebut akan ditambahkan pada ISSN : 1410-8429 503 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008 basis pengetahuan yang unik pada masing-masing individu pembelajar (Self Education). Proses kognitif yang digunakan selama pembelajaran oleh masing-masing individu juga sangat khas. Dengan demikian, cara pengetahuan dan pengalaman baru di kombinasi dengan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah ada juga akan berbeda”. Penciptaan nilai menurut Pollitt dan Bouckaert dalam Wilopo (2002:2). Pada sektor publik, Nilai (value) diasosiasikan dengan proses penciptaan produk dan jasa (output) yang diikuti dampak (outcome) pada sosial ekonomi masyarakat pada umumnya. Value dapat pula diartikan sebagai nilai sosial dan norma, yang pada umumnya tertuang didalam konstitusi atau pernyataan kebijakan, yang akan memberikan panduan dalam menjalankan amanat pemerintahan, nilai-nilai itu sendiri inheren didalamnya. Norma sosial tidak tertulis yang banyak dipahami dan diketahui oleh umum dapat juga menjadi pertimbangan. Di negara industri, mission dan value organisasi sektor publik dinyatakan dalam kerangka kerja kebijakan jangka menengah. Value pada organisasi sektor publik di negara sedang berkembang jarang sekali dinyatakan secara umum. Anwar Shah dalam Wilopo (2002:5), hal ini dikarenakan orientasi pemerintahan masih pada sistem “komando dan kontrol” ketimbang berorientasi sebagai pelayanan publik. Value merupakan titik landasan untuk pergerakan organisasi sektor publik di masyarakat, dengan pernyataan value maka secara langsung akan memposisikan institusi dalam persepsi publik. Disamping bahwa value merupakan kristalisasi atas “public voice” yang diharapkan dalam kinerja organisasi sektor publik. Wujud nilai bukan hasil dari ketentuan pemerintah. Tetapi merupakan perpaduan antara nilai ADMINISTRATIO yang berkembang pada ruang publik dan kemampuan organisasi untuk menafsirkan dan mendayagunakan nilai tersebut. Reformasi merupakan salah satu langkah organisasi dalam membangun kapasita organisasi. Reformasi sebagai perubahan, menyusun kembali ataupun dapat diartikan secara utuh: Reform ideas would occur only to the exceptionally gifted, rare in any society, capable of conceiveing something superior, and the dissatisfied, the unhappy, the disgruntled, the aggrieved, the alienated, much more populous, prepared to articulated, their complaints and demand better performance. Botht set perceived gaps between what was done and what could or should be done. (Caiden, 1991:45) Reformasi dalam pembahasan ini diartikan sebagai bentuk perubahan pegawai berupa kinerja dalam organisasi dari self education dan penciptaan nilai dari organisasi dalam proses pengembangan. Sehingga pegawai mengetahui manfaat pembelajaran dalam rangka pengembangan dirinya sendiri maupun organisasi. Self education dan penerapan nilai pada pengembangan pegawai, maka kekuatan dari reformasi yang dilakukan oleh pegawai dapat digolongkan sebagaimana dikemukakan Milo Lynch dalam Clutterbuck (2003:173): a) Tujuan, mengapa mereka mengerjakan tugas itu b) Hasil akhir, apa yang mereka harapkan akan mereka capai ISSN : 1410-8429 Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based c) Kriteria kesuksesan, untuk mengukur sejauh mana mereka sudah sukses. d) Umpan balik, adalah terlalu mudah untuk menyakinkan diri sendiri bahwa Anda benar-benar sudah berubah. Individu-individu membutuhkan data objektif, dari para manajer, rekan kerja, dan para nawahan, untuk memberitahu mereka apakah mereka sudah benar-benar berubah, dan sudah berapa jauh berubah. Sehingga reformasi pada individu-individu dalam organisasi dilatar belakangi sejumlah pola pikir dan perilaku seperti yang dipaparkan Clutterbuck (2003:171-173): 1) Kesadaran terhadap kebutuhan akan perubahan, baik tingkat organisasional maupun personal. Individu-individu bisa membuat perubahan-perubahan sejati jangka panjang hanya jika mereka tujuan dan alasannya yang paling mendasar. 2) Sikap menerima kebutuhan akan perubahan, di kedua tingkatan. Individu mungkin memahami kebutuhan akan perubahan di tingkat intelektual, tetapi secara aktual tidak akan mengubah perilakunya sebelum ia menerima kebutuhan akan perubahan itu di tingkat emosional. Perubahan nyata datang dari upaya menghayati masalah dan menerima tanggung jawab untuk mengambil tindakan mengatasi masalah itu. 3) Komitmen terhadap perubahan, tahu tentang apa yang harus Anda lakukan tidak sama dengan membuat keputusan untuk melakukannya. “perubahan nyata terjadi di hati bukan di otak,” kata konsultan Wally Cork. “Ketika seseorang secara intelektual memahami kebutuhan akan perubahan, bisa saja mereka berubah; tetapi perubahan jangka panjang yang efektif akan ADMINISTRATIO 504 terwujud jika mereka betul-betul percaya dalam hati mereka bahwa mereka perlu mengubah perilaku mereka”. 4) Belajar dan merencanakan; yang perlu dilakukan adalah memilah proses pembelajaran-baik penyerapan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan serta kesempatan untuk mempraktekkannya-menjadi tahap-tahap yang mudah di jalankan. Hasil yang diinginkan dari sebuah reformasi dalam pengembangan pegawai dengan mengawali self education dan penciptaan nilai dimaksudkan untuk menghasilkan kinerja terbaik dari pegawai dalam pencapaian tujuan awal yang telah disepakati. Bagi organisasi sektor publik, untuk menghasilkan output atau hasil tidak cukup hanya memiliki nilai (value) (berkolaborasi dengan misi dan tujuan). Tetapi diperlukan persenyawaan antara wilayah kewenagan (authorizing environment), wilayah kapasitas operasional (operasional capacity) dan wilayah nilai (Value, Mission, Goal). Harmonisasi ketiga wilayah merupakan tantangan yang akan menentukan kualitas reformasi organisasi sektor publik. Penguatan wilayah tersebut akan semakin memperkuat hasil yang akan dihantarkan ke publik (Anwar Shah dalam Wilopo, 2002:6). ISSN : 1410-8429 505 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008 Meskipun begitu, yang terpenting adalah bahwa komitmen pada tujuan perubahan atau reformasi adalah hal yang mampu membuahkan perubahan perilaku yang tetap. Kata Carver, ”individuindividu mengubah perilaku mereka ketika mereka mempunyai alasan untuk berbuat demikian dan alasan itu memberikan makna pada mereka.” Komitmen terhadap perubahan, ulasannya didasarkan pada kesadaran dan penerimaan terhadap alasan-alasan dibalik perubahan itu dan keuntungankeuntungan yang akan diperoleh dari upaya mengimplementasikan perubahan tadi. Banyak praktisi dan ahli yang menekankan pentingnya peran manusia dalam menentukan keberhasilan sebuah institusi, baik institusi di sektor swasta maupun di sektor publik. Ohmae (1990) dalam The Borderless World menyatakan bahwa ‘sama halnya dengan perusahan-perusahan, kesejahteraan negara-negara bergantung kepada kemampuannya untuk menciptakan nilai dengan bertumpu pada orangorangnya, bukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam maupun teknologi. Ketika ditanya pendapatnya tentang lima faktor utama yang menentukan keberhasilan sebuah perusahaan dalam proses transformasinya dari perusahaan yang buruk menjadi perusahaan yang hebat, Walter Bruckart dalam Collins (2001) menyatakan bahwa faktor pertama adalah manusia, faktor kedua adalah manusia, faktor ketiga adalah manusia, faktor keempat adalah manusia dan faktor ke lima juga manusia. Pfeffer (1998) menyatakan bahwa selama berpuluhpuluh tahun para eksekutif dan pakar manajemen mencari sumber keberhasilan sebuah perusahaan di tempat yang salah. Dia menyatakan bahwa keberhasilan sangat ditentukan oleh cara sebuah ADMINISTRATIO perusahaan memperlakukan orangorangnya. Gambar 3: People Power Based To Building Organization Dari berbagai paparan diatas, penulis mencoba mengkolaborasikan dari masing-masing faktor penting dalam pengembangan organsasi (gambar 3), yaitu manusia sebagai inti penggerak dari sukses atau tidaknya organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dalam mempertahankan eksistensi organisasi. Lalu pentingnya pendidikan baik pendidikan langsung maupun tidak langsung yang diperoleh pegawai dalam organisasi. Setelah pendidikan yang menjadi pendukung akan sebuah pengembangan sumber daya manusia, maka pelatihan berupa diklat, magang, game, dan motivasi dari organisasi sebagai macam cara perwujudan pemberian pendidikan pada pegawai dan reformasi sebagai langkah nyata. Kemudian pengembangan sebagai aspek umum yang mencangkup dari keberadaan manusia yang mengalami proses belajar terus-menerus dalam lingkungan organisasi baik berupa pelatihan dan rotasi yang berupa kognitif, afektif, dan kapabilitas strategik organisasi. Adanya nilai yang berkembang dengan baik pada pegawai dapat menjadi pemandu bagi organisasi dalam mempertahankan atau meningkatkan kinerja pelayanan ISSN : 1410-8429 Simon S & Sukma P, Pengembangan SDM Sektor Publik Berperspektif Human Power Based publik, terlebih lagi disaat terjadi situasi organisasi yang membutuhkan komitmen dan konsistensi. Hal ini digambarkan oleh Wright dan Pandey dalam Rainey (1982: 506-507): “In fact, several scholars have even questioned the very assumption that the employee and the organization agree on what constitutes public service. Just as public service motives can take a variety of different forms, so too can the definition of public service or interest; and there is no guarantee that the organization and their employees will define them in the same way. Employees may even agree with the organization’s general goal or stated purpose but disagree with its specific policies or actions”. Dengan memadainya nilai internal pegawai, maka ketika organisasi membutuhkan daya untuk memperbaiki diri, maka elemen penting yang dapat mendorong terjadinya reformasi adalah para pegawai itu sendiri. Hal ini yang menjadi letak potensi dari perspektif people power based dengan inti nilai self education para pegawai. KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia sebagai bentuk peningkatan kapasitas diri pegawai dengan menggunakan metode-metode tertentu, perlu untuk lebih melihat para pegawai sebagai wujud dari konstruk nilai dan motivasi. Sehingga upaya pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi perlu untuk didasarkan pada kekuatan manusia (human power) secara hakiki. Upaya ini dapat terlaksana jika individu dalam organisasi mempunyai keinginan untuk terus belajar memperbaiki diri. Upaya penciptaan nilai dalam diri pegawai tersebut diarahkan untuk menghasilkan kinerja ADMINISTRATIO 506 terbaik dari pegawai secara sadar dan manusiawi. Adanya nilai yang berkembang dengan baik pada pegawai dapat menjadi pemandu bagi organisasi dalam mempertahankan atau meningkatkan kinerja pelayanan publik, terlebih lagi disaat terjadi situasi organisasi yang tidak diduga sebelumnya sehingga membutuhkan komitmen dan konsistensi personal yang kuat. Selain itu, dengan mengembangkan serta mengelola nilai ini berarti menanam modal antisipatif yang bermanfaat pada saat organisasi membutuhkan daya untuk memperbaiki diri, maka yang menjadi elemen penting yang mendorong terjadinya reformasi organisasi adalah para pegawai itu sendiri secara sadar. DAFTAR PUSTAKA Armstrong. Michael, 2003, Staregic Human Resource Management; A Guide To Action (Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik;Panduan Praktis Untuk Bertindak). PT Gramedia, Jakarta. Caiden. Gerald. E, 1991, Administrative Reform Comes Of Age,Walter De Gruyter, Berlin:New York. Clutterbuck. David, 2003, The Power of Empowerment Release Hidden Talents of Your Employees (Daya Pemberdayaan Menggali dan Meningkatkan Potensi Karyawan Anda), PT Gramedia, Jakarta Collins. James C., Good to Great:Why Some Companies Make the Leap …and Other’s Don’t’, (Harper Business, 2001). Dale. Margaret, 2003, Developing Management Skills; Techniques For Improving Learning And ISSN : 1410-8429 507 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008 Performance (meningkatkan keterampilan manajemen;teknik-teknik meningkatkan pembelajaran dan kerja). PT Gramedia, Jakarta. Dale. Margaret, 2003, Developing Management Skills; Techniques For Improving Learning And Performance (Meningkatkan Keterampilan Manajemen: Teknik-Teknik Meningkatkan Pembelajaran Dan Kerja). PT Gramedia, Jakarta. Dessler.Gary, 1992, Manajemen Personalia Teknik Dan Konsep Modern 3rt Edition, Erlangga, Jakarta. Devis.Keith, 1981, Human Behavior At Work; Organizational Behavior, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Handoko.T,Hani, 2001, Menejemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta. Moynihan. Donald P, dan Sanjay K. Pandey, 2007, Finding Workable Levers Over Work Motivation Comparing Job Satisfaction, Job Involvement, and Organizational Commitment, http://aas.sagepub.com/cgi/co ntent/abstract/39/7/803 Muluk. MR. Khoirul, 16 november 2006, The End of Management: and the Rise of Organizational Democracy, Pengarang: Kenneth Cloke and Joan Goldsmith (http://fia.brawijaya.ac.id/) Notoatmodjo.Soekidjo, 1992, Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT. Rineka Cipta, Jakarta the Interlinked Economy’, (McKinsey & Company, Inc., 1990) Pfeffer. Jeffrey, The Human Equation: Building Profit by Putting People First, (Harvard Business School Press, 1998). Siagian.Sondang P, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia,Bumi Aksara, Jakarta. Sulistiyani. Ambar Teguh dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia; Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu, yogyakarta. Transforma Global,Maret 2004, Mampu Memperlakukan Karyawan sebagai Manusia Seutuhnya. http://www.transfo rmaglobal.com/en/publication. php Tulus. Moh, Agus, 1992, Manajemen Sumber Daya Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tumautou, 17 November 2005, Artike: Peran Strategis Menejemen Sumberdaya Manusia. SERVO (Software for Human Resource Development), http://www.hrdsoftware.net/a rtikel/update/artikel.php Umar. Husein, 1999, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wilopo, Improvisasi Manajemen Strategi Sektor Publik, Jurnal Administrasi Negara-Volume III\Vol.III, No.1, September 2002-Februari 2003. Fakultas Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya, Malang. Ohmae. Kenichi, The Borderless World: Power and Strategy in ADMINISTRATIO ISSN : 1410-8429