BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini hendak meneliti strategi ASEAN menghadapi kompetisi pasar pariwisata global dalam ranah negara dan non negara. Penulis menganggap tema ini penting untuk dibahas seiring dengan berkembangnya ekonomi negara-negara kawasan ASEAN di era globalisasi (pariwisata). Dalam pembahasan tesis ini, penulis berfokus pada strategi kolektif pemerintah dan pihak swasta dalam m eningkatan pariwisata di kawasan AS EAN. Hubungan internasional memiliki dinamika yang memunculkan banyak hal menarik untuk dianalisis, termasuk kebijakan suatu negara untuk mengembangkan sektor pariw isata yang mampu memberikan banyak manfaat bagi perekonomian negara tersebut. Sadar akan keindahan alam dan keragaman budaya serta memiliki ke unggulan kompetitif yang luar biasa di sektor ini, sepuluh negara anggota ASEAN (Association of Southeast Asia Nations) melakukan kerja sama untuk meningkatkan mutu pariw isata, meskipun di sisi lain juga berlomba -lomba untuk menarik wisatawan mancanegara. Dalam konteks ini, kerja sama kawasan di sektor pariwisata, termasuk membentuk strategi kolektif untuk mewujudkan kawasan Asia Tenggara menjadi tujuan wisata yang terintegrasi, serta menguatkan kerja sama di berbagai sektor industri yang mendukung, menjadi penting. ASEAN Econom ic community merupakan salah satu dari tiga pilar yang menopang Komunitas ASEA N yang terintegrasi. Sektor pariwisata menjadi sektor pendukung dalam integrasi tersebut, mengingat besarnya peluang dan potensi pariw isata A sia Tenggara yang mampu bersaing dengan kawasan lain di dunia. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah pengunjung dari tahun ke tahun. Jumlah pengunjung ke negara -negara ASEAN mencapai 73 juta lebih di tahun 2010, meningkat dari tahun sebel umnya yang hanya 63 juta orang. 1 Perkembangan pariwisata di kawasan ASEAN sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 juga mengalami peningkatan, peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah wisataw an baik wisatawan dari negara luar anggota ASEA N maupun kunjungan wisatawan sesama negara 1 ASEAN, ASEAN Tourism M inisters M eeting (online), <http://www.asean.org/communities/asean -economiccommunity/category/ove rview -19>, diakses 22 Desember 2015. 1 anggota ASEAN. 2 Selain hal tersebut, menurut data U nited Nations W orld Tourism Organization (UNWTO), ASEAN merupakan kawasan yang memiliki tingkat pertumbuhan jumlah wisataw an asing tertinggi di dunia pada tahun 2013 dimana dengan p ertumbuhan 12% dan jumlah wisatawan asing mencapai 90,2 juta menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai penyumbah 7,3% dari total wisatawan asing. 3 Selain itu, dari tahun 2005 hingga 2012 rata -rata pertumbuhan pariwasata ASEAN sekitar 8.3% per tahun, sedangkan pertumbuhan global hanya mencapai 3.6%. 4 Dalam upaya negara-negara ASEAN untuk meningkatkan pariwisata, para M enteri Pariwisata ASEA N berupaya meningkatkan industri pariwisata dengan dasar bahwa integrasi kawasan perlu ditopang dengan kerjasama pariwisata. M ereka memiliki satu pandangan bahwa upaya untuk meningkatkan pariwisata di negara masing -masing akan lebih efektif di bawah satu payung organisasi. Kerjasama pariw isata ASEAN dijalankan dengan kesadaran bersama bahwa untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara yang terintegrasi dan bebas hambatan dibutuhkan satu kerangka tersendiri yang kelak akan memayungi kepentingan masing -masing negara di sektor pariwisata. Hal ini penting mengingat di sisi lain mereka harus berkompetisi untuk memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan standar ASEAN. Dalam konteks ini, ASEAN memiliki Mutual Recognition Arrangement (M RA) yang berisikan standar profesional pengelolaan pariwisata. Dalam konteks pariwisata, ASEAN memiliki sebuah mekanisme kerjasama yang disebut ASEAN Tourism Forum (ATF). ATF adalah forum kerjasama regional untuk mempromosikan wilayah ASEAN sebagai salah satu tujuan wisata internasional. ATF bertujuan: pertam a, menjadikan AS EAN sebagai tujuan pariw isata yang tunggal; kedua, menciptakan dan meningkatkan kesadaran akan ASEAN sebagai kawasan tujuan turis yang kom petitif di Asia Pasifik; ketiga, menarik lebih banyak turis ke masing-masing negara anggota ASEA N atau kombinasi antarnegara; keempat, mempromosikan perjalanan turis internal ASEAN; dan kelim a, memperkuat kerja sama antarsektor dalam industri pariw isata ASEA N. 5 Sebagai bentuk pengakuan terhadap pentingnya pariwisata sebagai mesin ekonomi dan alat untuk pengembangan dan perubahan menjadi lebih baik dan terintegrasi, perte muan M enteri 2 ASEAN Secretariat, Tourism Statistics (online), <http://ww w.asean.org/news/item/tourism -statistics> diakses pada 3 November 2015 3 W orld Tourism Organization (UNW TO).UNW TO Tourism Highlights 2014 Edition. UNW TO: M adrid. p.2 4 Kompas, 21 Agustus 2014, p. 19. 5 ASEAN Document Series 2006, ASEAN Secretariat, Jakarta, 2007, p. 77. 2 Pariwisata ASEAN atau ATF yang diadakan di Phnom Penh, Kamboja, pada tahun 2011 menyepakati strategi khusus di bidang pariw isata yang kelak akan diterapkan oleh masing masing negara, yakni ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) 2011-2015. ASTP 2011-2015 mendorong peningkatan pariwisata di ASEAN sebagai acuan bagi National Tourism Organizations (NTO s) dalam menjalankan program -program pariw isata ASEAN. NTO s sendiri merupakan pertemuan para senior officials pariwisata yang biasanya diadakan setiap e nam bulan sekali dalam rangkaian ATF. 6 NTOs diharapkan mampu memberikan kontribusi dan inisiatif guna mengangkat nilai-nilai kepariwisataan yang ada di Asia Tenggara untuk meningkatkan pariwisata ASEA N. Pertemuan ATF tahun 2012 di M anado juga menghasilkan tujuh kesepakatan untuk mendukung im plementasi ATSP 2011 -2015. 7 Rencana Strategis yang dirancang ASEAN ini mengacu pada Roadmap for Integration of Tourism Sector (RITS) 2004 yang telah berakhir pada tahun 2010. 8 Kerjasama di sektor pariwisata sangat menguntungkan bagi negara-negara Asia Tenggara, karena dengan demikian upaya mempromosikan wisata setiap negara tidak lagi menjadi beban masing -masing semata, melainkan menjadi tanggung jawab bersama. Pembentukan ATSP 2011 -2015 dirancang sebagai pelengkap dalam memprioritaskan dan mendorong pariw isata ASEAN. Dengan anggapan bahwa kurang baiknya perencanaan dan pengaturan di sektor pariw isata akan berdampak pada lingkungan dan masyarakat, perencanaan strategi ini juga lengkap dengan rencana langkah langkah apa yang harus dilakukan (strategic actions). Strategi ini juga diharapkan mam pu meningkatkan kualitas pelayanan pariwisata dan sumber daya manusia dengan menetapkan standarisasi yang berlaku di negara-negara ASEAN. ATSP akan berkontribusi pada tujuan keseluruha n Komunitas ASEAN 2015 melalui promosi pertumbuhan kawasan yang terintegrasi, daya saing di bidang pariw isata, mampu memfasilitasi perjalanan baik ke dalam maupun ke luar ASEAN. Dukungan untuk A TSP ini juga mengacu pada Mutual Recognation Agreement (M RA) on Tourism Professionals yang mengatur para profesional penyedia jasa dalam bidang pariw isata agar sesuai dengan standar ASEA N, 6 Sekretariat Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, ASEAN Selayang Pandang, edisi ke-19, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 2010, p. 120. 7 ‘Tujuh Hasil Kesepakatan Pertemuan M enteri Pariwisata ASEAN’, Berita Kawuna (online), <http://beritakawanua.com/be rita/manado/tujuh -hasil-kesepakatan-pertemuan-menteripariwisataasean#sthash.EzBEtm8A.dpbs>, diakses 22 Desember 2015. 8 ASEAN Tourism M inisters M eeting (online). 3 termasuk “kurikulum bersama” pariw isata ASEAN. Kerjasama pariwisata ASEAN ini juga sangat ditentukan oleh people-to-people connect di ASEAN. Konektivitas people-to-people salah satunya terjadi melalui mobilitas wisatawan, dimana integrasi dan interaksi dalam sektor pariwisata kawasan ini dapat dikaitkan dengan dimensi perdagangan. M obilitas w isatawan merupakan fenomena yang terjadi karena adanya permintaan akan jasa pariwisata yang tidak dapat dipenuhi oleh penyedia jasa domestik sehingga konsum en jasa pariw isata mencari penyedia jasa lain di luar negeri. Aktifitas ini dalam GATS dikenal sebagai mode suplai consum ption abroad. Dalam periode 2007-2011, diketahui terdapat peningkatan arus mobilitas wisatawan intra kawasan dengan M alaysia dan Thailand sebagai negara tujuan utama bagi wisatawan dari negara-negara ASEAN. Selain interaksi intra kawasan, negara -negara ASEAN secara individual maupun kolektif juga memiliki hubungan dengan Amerika Serikat, EU, Australia, Selandia Baru, Jepang, serta negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) lain dalam sektor pariwisata dimana diketahui masih menjadi prioritas tujuan w isatawan di luar kawasan. Interaksi dalam sektor pariwisata juga dapat dilihat dalam diplomasi di level negara, yaitu melalui ASEA N+3, ASEAN+ 8, dan ASEA N-EU (Sugimura, 2013). Interaksi seperti dalam aktifitas diplomasi dan perdagangan jasa pariwisata yang terjadi di ASEAN dalam beberapa waktu terakhir tersebut bukanlah fenomena baru dalam dunia pariwisata. Jauh sebelum ASEAN membuat cetak biru A EC maupun ASCC, dunia telah melihat berbagai skema kerjasama hasil diplomasi transnasional serta jumlah migrasi manusia dalam tujuannya memenuhi kebutuhan pariwisata. Salah satu indikator yang dapat diamati adalah jumlah wisatawan internasional di seluruh dunia yang mengalami peningkatan tajam dalam dua dekade terakhir. Peran aktor pemerintah dan swasta dalam konteks pariwisata menjadi dua fitur utama dalam diplomasi perdagangan jasa pariw isata ASEA N. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut, untuk mengeta hui bagaimana ASEAN menyiapkan rencana untuk m eningkatan aktifitas pariwisata intra dan inter kawasan yang mempengaruhi kerjasama pariwisata ASEAN di masa depan. 4 1.2 Pertanyaan Penelitian Beranjak dari latar belakang peningkatan intensitas diplomasi dalam sektor pariw isata ASEAN, maka penulis mengajukan pertanyaan penelitian: “Bagaimana negara-negara ASEAN mem bangun strategi kolektif untuk menyerap wisataw an dalam pasar pariwisata global?” 1.3 Tinjauan Pustaka Kerjasama di sektor pariw isata merupakan penopang dalam integrasi kawasan Asia Tenggara, di mana terdapat framework of ASEAN tourism collaboration. M eskipun masih sedikit tulisan yang membahas mengenai pariwisata ASEAN, tetapi penulis menemukan setidaknya enam literatur yang dapat membantu. Dua artikel dari Emma Wong, Nina M istilis, dan Larry Dwyer, para peneliti pariwisata dari University of New South Wales, Australia; artikel dari M aria Doris Dumlao mengenai masa depan pariwisata ASEA N; Tourism and Regional Integration in Southeast Asia yang ditulis oleh Vannarith Chheang, data D irektorat Jendral Kerja Sama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI- yang berjudul Asian Tourism Forum: M emanfaatkan M omentum Pertumbuhan Industri Pariw isata ASEAN ; dan artikel dari Christiansen mengenai European Integration dalam buku The G lobalization of World Politics (An Introduction to International Relations). Artikel pertama yang ditulis oleh Wong, M istilis dan Dwyer berjudul ‘ A Model of ASEAN Collaboration in ASEAN Tourism .’ 9 Dalam artikel tersebut Wong dan rekan-rekan mengajukan model kerjasama yang menggambarkan grafis dari mekanisme kerja sama pariwisata ASEA N. M odel tersebut memakai konsep seperti pengaturan umum, teori organisasi internasional, dan literatur kebijakan publik. Di samping itu, model ini menyoroti inter-aktivitas dari beberapa komponen, seperti antar aktor, antara kesepakatan institusi dan para aktor, serta timbal balik dari mekanisme antara proses dan persiapan kerjasama. E. W ong, N. M istilis & L. Dwyer, ‘A M odel of AEAN Collabora tion in Tourism,’ Surrey Research Insight (online), 2011, <http://epubs.surrey.ac.uk/534331/>, diakses 11 Desember 2015 9 5 M odel kerjasama ASEAN menurut Wong dan kawan-kawan memiliki delapan komponen yang mendukung kerjasama pariwisata ASEAN : (1) politik dan ekonomi dunia, (2) politik dan ekonomi regional, (3) aktor-aktor dan kerjasama mereka, (4) prakondisi kerjasama, (5) arena kerjasama, (6) proses kerjasama, (7) faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama, dan (8) mekanisme timbal-balik. 10 Wong dan rekan-rekan menjelaskan bahwa kompenen nomor 1-4 dapat menjadi pertimbangan yang lebih luas tentang di tingkat mana ASEAN akan melakukan kerjasam a, apakah tingkat regional atau tingkat dunia, di bidang politik atau ekonomi. K omponen ke -3 merupakan aktor-aktor saling terkait, bisa berskala sub-nasional maupun nasional, yang membentuk hubungan kerja sama, nomor 5 menggambarkan mengenai area kerjasama yang lingkupnya adalah pariw isata yang berdasarkan pada kepentingan yang sama, dan komponen nomor 6 serta 8 menggambarkan mengenai proses, aktor serta mekanisme kerjasama untuk mencapai tujuan. Di sisi lain, komponen ke -7 merupakan suatu perangkat yang memfasilitasi kerjasama dan kesuksesannya dapat dilihat dari tiga faktor, yakni tingkat saham investasi yang dilibatkan, kompetensi aktor untuk menjalankan agenda, dan itikad baik dari aktor-aktor untuk bekerjasama, yang semuanya dapat diterapkan pada pariw isata ASEAN. Dalam hal ini, kerjasama pariwisata antara negara-negara ASEAN secara langsung didorong oleh keperluan atau kebutuhan untuk beranjak pada kerangka kerjasama ASEAN yang lebih luas. Secara tidak langsung ini akan mendorong hubungan timbal balik yang positif dengan saling meno long dan memberikan keuntungan demi stabilitas kawasan. Artikel kedua Emma Wong dan rekan-rekannya mendiskusikan kerangka kolaborasi kerjasama pariwisata dengan studi kasus pariwisata ASEAN. 11 Dalam jangka panjang ASEAN memiliki rencana untuk menjadi kawasan yang terintegrasi dan bebas hambatan dalam perdagangan atau biasa dikenal dengan Free Trade Area (FTA) untuk mendukung pertumbuhan di Asia Tenggara. Di dalam FTA sendiri sektor pariw isata m erupakan satu dari 11 sektor yang diprioritaskan. Pariwisata diproyeksikan sebagai salah satu pendorong dalam pertumbuhan 10 W ong, M istilis & Dwyer, p. 7. E. W ong, N. M istilis & L. Dwyer, ‘A Framework for Analyzing Inte rgovernmental Collaboration: The Case of ASEAN Tourism’, Surrey Research Insight (online), Februari 2010, <http://epubs.surrey.ac.uk/ 534328/>, diakses 11 Desember 2015. 11 6 ekonomi; di tahun 2008 saja kawasan Asia Tenggara telah menerima kunjungan wisataw an hingga mencapai 65 juta pengunjung. 12 Terdapat tiga pokok bahasan dari tulisan Wong dan kawan-kawan: (1) menyediakan taksiran kemajuan secara keseluruhan dalam kerjasama ASEAN ; (2) mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam kerjasama pariw isata ASEAN; dan (3) memberikan rekomendasi kebijakan yang seharusnya diambil untuk memperkuat kerja sama tersebut. 13 Untuk mengukur taksiran kemajuan kerja sama Wong dan kawan-kawan menggunakan konsep efektifitas rezim. M ereka menjelaskan dua dari tujuh poin dalam ASEAN Tourism Agreement (ATA) 2002, 14 yakni fasilitas travel dan pengembangan sumber daya manusia. Untuk fasilitas perjalanan telah ada pembebasan visa perjalanan selama dua minggu, sedangkan pengembangan sumber daya manusia dianggap efektif sebab standarisasi kompetensi baik keterampilan maupun pekerja telah diakui satu sama lain oleh masing -masing negara sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Inti yang kedua dari artikel ini adalah identifikasi faktor -faktor pendukung dan hambatan dalam melaksanakan kerjasama pariwisata ASEAN. Ada tiga faktor yang di sebutkan. Pertam a, tingkat minat dari masing-masing pihak: bahwa setiap kerjasama yang dilakukan akan menghadapi masalah bersama dan lebih efektif diselesaikan secara bersama -sama dalam payung organisasi dibandingkan diselesaikan sendiri. Keefektifan suatu kerjasama tergantung pada tingkat kom itmen dari para pemangku kepentingan. Kedua, kompetensi berbagai pihak dalam menjalankan agenda, maksudnya kemampuan dari organisasi serta orang -orang yang terlibat dalam mengatur urusan eksternal dan internal. Ini jug a membutuhkan perencanaan strategis yang baik untuk membantu kerjasama. Ketiga, kesediaan para pemangku kepentingan untuk 12 ASEAN, Tourism Statistics (online), <http://www.asean.org/news/item/tourism -statistics>, diakses 11 Desember 2015. 13 W ong, M istilis & Dwyer, ‘A Framework for Analyzing Intergovernmental Collaboration: The Case of ASEAN Tourism’, pp. 5-6. 14 Tujuh poin dalam ASEAN Tourism Agreement 2002 adalah: (1) To cooperate in facilitating travel into and within ASEAN, (2) To enhance cooperation in the tourism industry among ASEAN member states in order to improve its efficiency and competitiveness, (3) To substantially reduce restrictions to trade in tourism and travel services among ASEAN member states, (4) To establish an integrated network of tourism and travel services in order to maximize the complementary nature of the region’s tourist attractions, (5) To enhance the development and promotion of ASEAN as a single tourism destination with world -class standards, facilities and attraction s, (6) To enhance mutual assistance in human resource development and strengthen cooperation to develop, upgrade and expand tourism and travel facilities and services in ASEAN, (7) To create favourable conditions for the public and private sectors to engage more deeply in tourism development, intra -ASEAN travel and investment in tourism services and facilities . 7 menjalankan dan mampu menyelesaikan rencana bersama. 15 Wong dan kawan-kawan menjelaskan bahwa upaya untuk lebih memahami faktor -faktor tersebut harus dilihat dari tiga hal, yakni pemangku kepentingan, sumber daya baik keuangan maupun manusia, serta proses dan mekanisme yang dijalankan dalam kerjasama. Inti terakhir dari artikel ini adalah rekomendasi untuk ketiga hal di atas. Literatur ketiga yang ditulis M aria Dumlao menjelaskan tentang kebutuhan infrastruktur di kawasan Asia Tenggara. Infrastruktur dinilai sangat penting untuk mempermudah konektivitas bidang pariw isata dan mempermudah w isatawan untuk berpindah dari destinasi w isata satu ke destinasi lain. 16 Dalam artikel ini dijelaskan juga pendapat Goldman Sachs mengenai peluang emas dari pembangunan infrastruktur: pembangunan infrastruktur secara tidak langsung dapat berkontribusi terhadap permintaan investasi di negara host dan dapat mendorong investasi lain. Pembangunan infrastruktur juga bisa membantu meningkatkan investasi manufaktur dan pertumbuhan produktivitas bidang jasa dengan mengurangi waktu perjalanan atau dengan efisiensi waktu, biaya transportasi dan bahkan komunikasi. Dumlao juga menjelaskan bahwa interkoneksi seperti di Eropa hanya akan bisa dilakukan di daratan Indochina yang meliputi Kamboja, Laos, M yanmar, Thailand, Vietnam dan M alaysia barat dan akan sulit dilakukan di negara-negara kepulauan seperti Indonesia dan Filipina. Tetapi, di sisi lain pariwisata maritim juga bisa dilakukan untuk menarik wisatawan melalui paket kapal pesiar keliling Asia Tenggara. Dumlao juga menjelaskan pentingnya branding bersama untuk pariw isata ASEA N guna mendorong tingkat kunjungan w isatawan. Literatur keempat berjudul Tourism and Regional Integration in Southeast Asia yang ditulis oleh Vannarith Chheang. Dalam tulisannya, Chheang memaparkan kerjasama regional khususnya dalam pembangunan sektor pariwisata dalam konteks globalisasi dan regionalisme telah menjadi perhatian dalam hubungannya antara ekonomi dan politik, terlebih kerjasama regional ASEAN dimana pembangunan pariwisata menjadi prioritas utama dalam pembangunan kawasan tersebut dalam tulisan Vannarith 17 dimana penulis menjadikan tulisannya menjadi W ong, M istilis & Dwyer, ‘A Framework for Analyzing Intergovernmental Collaboration: The Case of ASEAN Tourism’, p. 14. 16 M.D. Dumlao, ‘The Future of ASEAN Tourism’, W orld Economic Forum (online), June 2013, <http://forumblog.org/2013/06/the-future-of-asean-tourism/>, diakses 11 Desember 2015. 17 Vannarith,Chheang, Tourism and Regional Integration in Southeast Asia, Institute of Developing Economic s Japan External Trade Organization, V.R.F Series , Vol.481, May 2013. pp 1 -3 15 8 bagian dari tinjauan pustaka terlebih dalam tulisannya bagaimana hubungan antara industri pariwisata dan regionalisme di Asia Tenggara. Hubungan antara kerjasama regionalisme dan pengembanagan pariwisata memiliki hubungan sebab akibat satu sama lainnya dimana hubungan tersebut saling menguatkan satu sama lainnya dimana manfaat dan dorongan dari sektor industry pariw isata mendorong sektor ekonomi lainnya yang telah membentuk spillover effect. Gagasan yang dapat dipelajari dari kerjasama dan integrasi di kawasan As ia Tenggara adalah bahwasanya pariwisata merupakan salah satu kunci dalam dunia industri yang saling interdependesinya antar negara dikawasan tersebut melalui tiga dimensi yaitu interdependensi warga negara (masyarakat), lembaga, dan infrastruktur. Kerjasama kepariw isataan tersebut tersebar melalui produk – produk w isata regional dan kepentingan di kawasan dimana hal tersebut menjadi komoditas utama didorong dengan konsep fleksibelitas dengan sektor pariw isata dari pada sector lainnya. Saling ketergantungan terhadap produk – produk w isata dan saling keterhubungan pelayanan jasa wisata didukung infrastruktur menjadi tujuan dari kejasama kawasan. Kerjasama regional ASEA N dilatarbelakangi tidak hanya oleh aspek ekonomi saja namun jauh sebelumnya kerjasama di kawasan ini didorong oleh beberapa factor diantaranya faktor norma, budaya, sistem ekonomi dan politik, dengan keberagaman di kawasan Asia Tenggara. Sejak berakhirnya Perang Dingin maka terdoronglah di kawasan khususnya Asia -Pasifik dalam mendorong kerjasama internasional khususnya kerjasama dan integrasi kawasan dima na kerjasama tersebut memiliki dampak dalam memperluas jaringan baik secara geostrategik maupun sosio-ekonom i di kawasan yang telah membuat interdependesi ekonomi dan keterhubungan baik secara nasional maupun regional. Hubungan yang saling berkaitan antara politik, ekonomi, sosial dan norma baik nasional maupun regional tersebut mengubah kawasan tersebut menjadi kawasan yang potensial di dunia internasional dimana kawasan tersebut membawa ASEAN mewujudkan komunitas kerjasama regional dan harmonisasi kawasan karena bahwasannya kerjasama kawasan merupakan upaya membentuk persatuan negara – negara di kawasan dengan keberagamannya untuk membentuk persatuan dengan semangat satu visi dan satu indentitas dalam arti, kerjasama kawasan turut membentuk kawasan yang sejahtera dan damai. Keberagaman ASEAN memiliki potensi dalam mendorong industri pariwisata dunia sebagai kunci dalam menghubungkan antara 9 keberagaman tersebut. M aka Vannarith menganalisis dinamika hubungan antara pengembangan pariwisata dengan regionalisme ASEAN. Industri pariwisata merupakan bagian dari kerjasama sector ekonomi di kawasan dengan harapan bahwa negara – negara anggota ASEAN dengan pembangunan industri pariwisata ini dapat mendorong jaringan saling interdependesi kepentingan di kawasan yang saling terintegrasi antar negara – negara anggota. Interdependesi dan integrasi tersebut dapat dipahami dengan meningkatnya konsesus diatara pemimpin – pemimpin ASEAN atau stakeholder lainnya yang berhubungan dengan sektor pariwisata dalam mendorong dan memperkuat kerjasama regional melalui pengembangan pariwisata dengan tujuan untuk membuka pasar industri pariw isata dibawah kerangka win – win cooperative partnerships diantara negara – negara ASEAN. Seperti contohnya M entri Pariw isata M alaysia pada tahun 2012 menyatakan bahwa tujuan terpenting dalam kerjasama pariwisata ASEAN adalah penguatan kerjasama regional dalam bentuk pembanguan produk – produk dan jasa pariwisata dengan membuka dan meningkatka n kunjungan di kawasan A sia Pasifik. M aka, kerjasama regional dalam rangka promosi industri pariw isata dan kunjungan wisatawan di ASEA N telah terjadi peningkatan dalam dekade terakhir tercatat terjadi peningkatan dari 1991 – 2011 dimana jumlah wisatwan dari 20 juta wisatawan meningkat menjadi 81.2 juta w isatawan. Namun yang harus diperhatikan adalah pariwisata tidak terlepas dari masalah internal dan eksternal seperti konflik internasional, terorisme, wabah penyakit seperti contoh penyebaran visrus Acute Re spiratory Syndrome (SARS) pada awal tahun 2000an memiliki dampak yang serius terhadap industri pariwisata, selain maslaah SARS konflik antara Kamboja dan Thailand di w ilayah K uil Preah Vihear berdampak pula pada industri pariw isata khususnya bagi dua negara. Oleh karena nya industri pariw isata perlu usaha mekanisme preventif dan sistem manajemen krisis sebagai kebutuhan kawasan dalam koordinasi dalam sektor keamanan dalam upaya menciptakan lingkungan yang baik karena kerjasama pariwisata dapat mendorong kombinasi political w ill negara – negara di kawasan dengan sektor lainnya salah satunya adalah koordinasi dengan sektor keamanan guna memaksimalkan pelayanan dalam bentuk security and safety bagi wisatawan internas ional di kawasan A sia Tenggara. Literatur kelima data Direktorat Jendral Kerja Sama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI memparkan dalam tulisannya yang berjudul Asian Tourism Forum: M emanfaatkan M omentum 10 Pertum buhan Industri Pariwisata ASEAN 18 bahwa ASEAN Tourism Forum sebagai forum pariwisata terbesar di ASEA N menegaskan kembali peran kerjasama pariwisata antara pemerintah dan pihak swasta dalam memfasilitasi pembangunan, ekonomi, pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan ASEAN. Selaras dengan tujuan pertemuan ASEAN Tourism Forum (A TF) tersebut diantraanya mempromosikan ASEAN sebagai tujuan yang menarik dan memiliki banyak sisi, menciptakan dan meningkatkan kesadaran bahwa ASEAN sebagai kawasan tujuan turis yang kom petitif di A sia Pasifik, menarik lebih banyak turis ke masing- masing negara anggota ASEAN dengan kombinasi antar negara, mempromosikan perjalanan w isata internal ASEAN, memperkuat kerja sama antar sektor dalam industri w isata ASEAN. Dalam ATF 2014, kemudian yang menjadi perhatian fokus adalah menekankan pentingnya akselerasi implementasi dari M aster Plan of ASEAN Connectivity dan ASEA N Tourism Strategic P lan dalam rangka mendukung pencapaian ASEA N Economic Community 2015. Dengan kata lain, sektor pariw sata menjadi salah satu pendorong dalam proses integrasi kawasan atau guna mencapai ASEAN Economic Community 2015. Literatur yang terakhir adalah Christiansen dalam tulisannya European Integration dalam buku The Globalization of W orld Politics (A n Introduction to International Relations) menjelaskan parameter atau indicator regionalisme dalam suatu kawasan. 19 Tulisan Christiansen dengan meninjau proses integrasi kawasan dalam bentuk regionalisme di kawasan Eropa atau EU, hemat Christiansen memaparkan proses integrasi dimulai dari sektor ekonomi yaitu sektor baja dan batur bara melalui regulasi produksi bagi negara – negara anggota dan menciptakan lembaga supranasional, kemudian proses integasi selanjutnya adalah membentuk sebuah common market atau pasar tunggal sebagaimana kesepakatan sektor yang telah disepakati oleh negara – negara anggota. Setelah terjadi kesepakatan perihal regulasi dalam menciptakan pasar tunggal di kawasan Eropa, negara – negara anggota mendorong penghapusan hambatan mobilitas manusia, barang, jasa dan modal serta mendorongnya kerjasama internasional. Pemberlakuan mata uang tunggal kawasan Uni Eropa memperkuat sistem moneter dan keuangan kawasan tersebut didukung oleh penyatuan politik, ekonomi, keadilan yang mengikat pilar integrasi kawasan Uni Eropa hingga terciptanya regionalisme di kawasan Eropa .Kemudi an 18 Buletin Komunitas ASEAN Ditektorat Jendral Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI,Jakarta,2014, Edisi 5 Agustus 2014 hal 62-63 ,hal 31-32 19 Christiansen, Thomas,’European Integration’ dalam Baylis ,John and Steven Smith (ed.) , The Globalization of W orld Politics ( An Introduction to International Relations Third Edition, Oxford UP, 2005 hal .583 – 594 11 Christiansen menekankan proses regionalisme merupakan dimana negara – negara yang ada dalam suatu kawasan bersepakat untuk mengintegrasikan aspek potensial ekonomi di kawasan tersebut dengan menciptakan kawasan pasar bebas, menciptakan pasar tunggal seh ingga terdorongnya negara – negara kawasan tersebut untuk mendorong terciptanya sebuah integrasi kawasan melalui aspek ekonomi. Namun jika penulis membandingkan secara sederhana proses integrasi di beberapa kawasan di dunia seperti regionalisme NAFTA, APEC dan M ERCOSUR dimana terdapat perbedaan proses integrasi kawasan ya ng memiiki karakter khas masing –masing diantara kawasan–kawasan tersebut. Seperti proses regionalisme di Uni Eropa sebagaiman dipaparkan sebelumnya, proses regionalisme dikawasan tersebut m elalui proses instutusionalisisasi dalam kerjasama suatu sektor ekonomi di kawasan tersebut dalam bentuk pasar tunggal, berbeda karakter khas proses regionalisme NAFTA dimana regionalisme yang didorong oleh Amerika Serikat, Kanada dan M eksiko mendorong terciptanya perdagangan bebas melalui pengurangan hambatan dalam perdagangan barang dan jasa yang menjadi ciri khas regionalisme NAFTA adalah dimana adanya suatu kesepakatan dalam kerjasam bidang tenga kerja sebagai bagian peningkatan kualitas sosial di kawasan tersebut dimana kewenangan perihal tenaga kerja seperti standar buruh berada dalam kewenangan nasional kawasan tersebut dengan kata lain permasalahan tenaga kerja di kawasan tersebut tidak menjadi wewenang otoritas kawasan secara keseluruhan namun otoritas tersebut dominan berada pada otoritas domestik kawasan. Kemudian regionalisme di kawasan Asia Pasifik atau APEC meribelarisasi perdagangan bebasnya dengan menurunkan tarif dan proses negiosiasinya pun berada di bawah kewenangan WTO. M elihat beranekaragamnya bentuk regionalism di beberapa kawasan maka Christiansen memberikan beberapa parameter proses integrasi dalam suatu kawasan 20 yaitu pertama, adanya institusi supransional atau antar pemerintahan yang mendorong tindakan keb ijakan kerjasama suatu kawasan. Kedua, adanya bentuk bagaimana suatu kawasan mengambil atau membuat suatu keputusan. Ketiga, adanya suatu kewenangan atau otoritas yang menanggulangi sengketa. Keempat, berkembangknya kerjasama ekonomi yang berpengaruh pada aspek politik, sosial dan budaya. Kelim a, menekankan pada perdagangan, investasi dan aspek ekonomi lainnya. Keenam, Christiansen, Thomas,’European Integration’ dalam Baylis ,John and Steven Smith (ed.) , The Globalization of W orld Politics ( An Introduction to International Relations Third Edition, Oxford UP, 2005 hal .583 - 594 20 12 adanya nilai demokratis dalam setiap pengambilan keputusan. Ketujuh, kerjasama dan koordinasi eksternal dalam partisipasi perdagangan multilateral. 1.4 Landasan Teori Untuk mengkaji diplomasi pariwisata ASEAN di pasar global, diperlukan teori-teori sebagai alat analisis. Dalam hal ini, penulis menggunakan teori regionalisme dan two track diplomacy. 1.4.1 Regionalisme Ambarawati memaparkan sejak akhir tahun 1960, negara–negara berdaulat yang memiliki paham nasioalis menghadapi tantangan dima na interdependensi antar negara–negara tersebut semakin meluas hingga beberapa dekade selanjutnya, maka regionalisme men jadi benang merah antara negara–negara tersebut dengan interdependensi global. 21 Para teoritis regionalisme mengajukan beberapa bentuk integrasi kawasan , salah satunya yang dikemukakan M ansbach dimana regionalisme merupakan pengelompokan suatu kawasan yang dapat dianalisis dari basis kedekatan geografis, budaya, perdagangan dan saling ketergantungan atau interdependesi ekonom i yang bersiat mutualisme, komunikatif serta keikutsertaan dalam organisasi internasional. 22 Suatu wilayah dapat dikatakan kawasan atau region jika memiliki suatu kriteria diantaranya memiliki kemiripan sosiokultural, memiliki kemiripan dalam sikap politik, memiliki keanggotaan yang sama dalam organisasi–organisasi antar pemerintah dalam suatu kawasan, memiliki interdependensi ekonomi yang dapat diukur dengan kriteria perdagangan sebagai proporsi pendapatan nasional negara–negara dalam kawasan tersebut. Serta memiliki kedekatan secara geografis yang dapat diukur deng an jarak terbang antara ibukota–ibu kota negara–negara tersebut sebagai instrument konektivitas antar nega ra. Hal terpenting dalam kajian regionalisme ini adalah mengkaji keeratan antar negara, struktur dalam pekasanaan politik serta semangat kebersamaan yang mendorong meningkatnya kerjasama kawasan tersebut. Suatu sekum pulan negara dalam suatu kawasan dapat b erregionalisme sebagaimana yang terjadi proses regionalisme di Eropa pada dasarnya menempuh 21 Asrudin,M irza Jaka Suryana, dkk, Refle ksi Teori Hubungan Internasional (Dari Tadisional ke Kontemporer), Graha Ilmu; Yogyakarta, 2009 hal.136-139 22 S, Nuraeini, Deasy Silvya dan arifin Sudirman (ed.) , Regionalisme : Dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2014 hal 1 -6 13 proses regionalisme. Andrew Hurrel menjelaskan proses regionalisme ters ebut terdiri dari lima tahapan 23 yaitu pertama, regionalisasi dimana proses integrasi dalam s uatu kawasan mealui interaksi sosial dan ekonomi dengan negara–negara tetangga yang berada dikawasan tersebut melalui serangkian kerjasama. Hal terpenting dalam proses regionalisasi adalah adanya integrasi ekonomi yang mendorong meingkatnya arus mobilitas antar warga negara, perkembangan jaringan sosial melalui sikap politik dari suatu wilayah ke w ilayah lainnya dengan mudah sehingga terciptanya suatu mayarakat transnasional melalui terciptanya komunitas n egara dengan memunculkan bentuk –bentuk identitas baru dari kebijakan–kebijakan para aktor khususnya negara. Kemudian proses regionalisasi didukung peran aktor–aktor non pemerintahan seperti perusahan–perusahaan yang bergerak dibidang ekonomi sebagaimana kecenderunga n kerjasam antar negara. Kedua, kesadaran dan identtas regional dimana suatu kawasan dapat dipahami memiliki kedaran identitas kawasan jika suatu kawasan tersebut memiliki karakter seperti sebuah komunitas yang menonjolkan segi–segi tertentu dan mengabaikan hal lainnya dimana kesadaran tersebut memiliki kesamaan dalam kerangka budaya, sejarah atau tradisi agama, dimana semangat komunitas sendiri adalah bukan “kami” atau “mereka” namun konsep komunitas sendiri yaitu “kita”. 24 Ketiga, kerjasama kawasan antar negara mendorong interdependensi termasuk proses negosiasi bilateral hingga terbentuknya rezim yang terus dikembangkan dalam memelihara kesejahteraan, meningkatkan nilai – nilai kebersamaan serta memecahkan masalah bersama yang timbul dari meningkatnya tingkat interdependensi kawasan. Kemudian yang keempat, integrasi kawasan yang didukung negara, integrasi kawasan melibatkan pembuatan kebijakan – kebijakan khusus oleh pemerintah yang disusun untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan – hambatan dalam pertukaran baik barang, jasa ataupun manusia disertai pada tahap awal integrasi pada umumnya cenderung berpusat pada pengurangan hambatan perdagangan dan pembentukan custom union yang kemudian berlangsung pada perluasan penghapusan hambatan non -tarif ,regulasi pasar pengembangan kebijakan bersama baik pada tataran mikro maupun makro. Kelima, kohensi regional dimana proses regionalisme sebelumnya hematnya adalah mengarahkan pada terbentuknya suatu unit kawasan yang kohesif atau terpadu / terintegrasi 23 S, Nuraeini, Deasy Silvya dan arifin Sudirman (ed.), hal.6 -8 Cipto, Bambang, Hubungan Internasional di Asia Tenggara ; Teropong terhadap dinamika,realitas, dan masa depan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010 hal.7 24 14 antara negara satu dengan negara lainnya melalui pembe ntukan organisasi regional supranasional secara bertahap dalam konteks semakin mendalamnya integrasi ekonomi atau dengan kata lain tujuan akhir dari regionalisme adalah integrasi kawasan. 1.4.2 Two Track Diplomacy Penulis mengintepretasikan two track diplomacy sebagai diplomasi yang dijalankan melalui dua jalur, yaitu jalur pemerintah dan pihak swasta. Pemerintah sebagai perwujudan aktor negara, sedangkan pihak swasta sebagai perw ujudan aktor non negara. Sebagai pembanding pararel, penulis menggunakan teori multi track diplomacy (Dr. Louise Diamond & Ambassador John M cDonald) 25 . Multi-track diplomacy adalah sistem yang bertujuan menciptakan perdamaian dalam hubungan Internasional. Sistem ini dikenal dengan multi-track disebabkan adanya beberapa unsur yang saling terkait antara satu dengan lainnya, unsur tersebut bisa meliputi (individu, kelompok, institusi ataupun komunitas). Untuk selanjutnya beberapa unsur ini saling bekerjasama dan saling menopang demi sebuah tujuan bersama, yaitu terciptanya kehidupan dunia yang harmonis. Singkatnya, k onsep yang ditawarkan di dalam multi track diplomacy adalah: dalam diplomasi diperlukan kesatuan antara aktor-aktor elit negara dengan aktor-aktor non-negara. Aktor-aktor negara adalah para diplomat yang dikirim khusus oleh pemerintahan sebuah negara, sedangkan aktor -aktor nonnegara adalah semua elemen masyarakat sebuah negara yang memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi dan komunikasi dengan pihak pemerintah negara lain ataupun pihak non pemerintah. Proses interaksi inilah yang kemudian memberikan kontribusi positif terhadap hubungan kedua negara, baik dirasakan secara langsung ataupun tidak. Pada buku multi track diplom acy disebutkan ada sembilan elemen yaitu: instansi pemerintah, professional, pelaku bisnis, masyarakat umum, research/education, para aktifis, kelompok keagamaan, lembaga penyedia dana, dan media informasi. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi kepada dua elemen saja (two track), yaitu: Pertam a: Pemerintah (Government), dalam hal ini adalah pemerintah negara -negara anggota ASEA N, khususnya yang menjalankan fungsi di bidang perdagangan jasa pariwisata melalui ASEA N Tourism Forum (ATF) dan Kementerian Pariw isata Indonesia sebagai lembaga pemerintah di 25 Diamond, Louis, Ambassador John M c Do nald. 1996. M ulti Track Diplomacy: A System Approach to Peace. Kumarian Press. 15 bidang pariw isata salah satu negara anggota ASEAN (Indonesia). Kedua, pihak swasta (private sectors) pelaku perdagangan jasa pariwisata di ASEAN yaitu AS EAN Tourism Association (ASEANTA), Asian Association of Conservation and Visitors Bureans (AACVB), ASEAN Hotel and Restaurant Association (AHRA), dan AirAsia Airlines. Penggunaan konsep tw o track diplomacy dalam penelitian ini berdasarkan keyakinan penulis bahwasannya dalam proses diplomasi keberadaan aktor resmi negara bukanlah satu satunya aktor yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan kerjasama internasional. Akan tetapi keberadaan aktor-aktor non-negara juga dianggap memilik i fungsi yang signifikan. Penggunaan konsep ini juga bertujuan untuk melihat kerjasama internasional antar negara sebagai aspek yang komplek dengan aneka ragam aktor. Beranjak dari pemahaman teori tersebut, maka diplomasi perdagangan jasa yang dilakukan ASEAN dalam sektor pariw isata regional dapat dilihat sebagai upaya pemerintah dan juga pihak swasta yang diimplementasikan dalam strategi kolaboratif dalam pasar pariw isata global. Upaya pemerintah dalam kepentingan bersama untuk meningkatkan pariwisata negaranegara anggota ASEAN, dibuktikan dengan telah disepakatinya ASEAN Tourism Agreement 2002, Roadmap for Integration of Tourism Sector 2004, serta ASEAN Tourism Strategic Plan 2011-2015. Kerjasama ASEAN di sektor pariwisata merupakan cita -cita lama untuk menjadikan destinasi pariw isata bersama di masa yang akan datang. Hal ini juga sejalan dengan cita -cita ASEAN untuk menjadi kawasan yang terintegrasi mulai akhir tahun 2015. 1.5 Unit Analisis dan Eksplan asi Dalam tulisan ini, unit analisis yang dimaksud adalah ASEAN pada sektor pariwisata. Sementara itu, unit eksplanasinya adalah strategi kolektif pada ranah negara dan non negara. 16 1.6 Operasionalisasi Teori Track one (Governm ent) : Track two (Private sectors) : ASEAN Tourism Forum , ASEANTA , AACVB, AHRA, AirAsia Kem enterian Pariwisata Indonesia Strategi kolektif (ASEAN tourism ) Im plikasi sosial, ekonom i, politik Sumber: Penulis Tulisan ini akan dibangun berdasarkan bagan operasionalisasi teori di atas. Stategi kolektif yang dibangun pemerintah dan pihak swasta pada sektor perdagangan jasa pariw isata bertujuan untuk menyerap w isatawan asing dalam pasar pariwisata global. Bentuk-bentuk interaksi yang muncul dari adanya strategi kolektif tersebut memberikan implikasi terhadap aspek sosial, ekonomi, dan politik kawasan AS EAN. 1.7 Argumen Utama Berdasarkan pertanyaan yang telah diajukan dan menggunakan landasan teori yang telah dipilih, tulisan ini mengajukan argumen utama bahwa regionalisme A sia Tenggara melalui ASEAN yang memiliki basis kedekatan geografis, budaya, perdagangan dan saling ketergantungan atau interdependesi ekonomi yang bersifat mutualisme, dan kom unikatif membuka peluang kerjasama dibidang pariw isata yang melibatkan dua aktor internasional, pemerintah sebagai aktor publik dan swasta sebagai aktor privat. Potensi pariw isata Asia Tenggara disadari benar oleh ASEAN mampu mendatangkan banyak keuntungan finansial. Sektor pariw isata bukan lagi hanya dikembangkan dilevel domestik, ASEAN dengan tegas 17 mengangkat pariw isata di masing-masing negara anggota ASEAN ke ranah regional Asia Tenggara untuk kemudian bersama-sama memunculkan strategi-strategi yang tepat untuk terus memenangi persaingan pariwisata dunia yang juga terus berbenah dan gencar mempromosikan potensi pariw isata yang dimiliki. Keterlibatan swasta dalam pembangunan pariwisata di ASEA N merupakan implementasi multitrack diplomacy yang unik. A ktor non negara seperti perusahaan swasta yang bergerak disektor ekonomi pada umumnya mementingkan keuntungannya semata, namun dalam aktivitas pariwisata ASEAN kecenderungan tersebut tidaklah menjadi tujuan satu -satunya. Aktor swasta menyadari bahwa hanya dengan sinergi yang kuat dengan pemerintah maka kemuda han bisnis dan keuntungan finansial yang lebih besar dapat diperoleh. Strategi kolektif dalam pembangunan pariwisata ASEAN merupakan bentuk positif dari kerjasama antar pemerintah dalam level regional dan kemudian merangkul aktor swasta di level regional dari berbagai jenis usaha yang mendukung pariw isata untuk dapat bersaing dengan negara atau regional lainnya. M eeting on ASEAN Tourism Forum dan Travel Exchange merupakan produk kerjasama pemerintah regional A sia Tenggara. Aktivitas ini menyertakan perusahaan swasta di bidang pariwisata ASEAN, seperi asosiasi pihak swasta pariwisata, perhimpunan hotel dan restoran serta perusahaan penerbangan. Dengan strategi kolektif yang dirumuskan dan dilaksanakan oleh kedua aktor tersebut, pariwisata ASEAN memiliki kemampuan untuk menyerap wisatawan asing dari pasar global untuk datang ke kawasan regionalisme ASEAN. Hal ini merupakan bentuk diplomasi pariwisata ASEA N untuk menunjang perekonomian mereka dan juga sebagai bentuk manifestasi kepentingan negara-negara ASEAN. 1.8 Metode Penelitian Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggambarkan fakta-fakta yang tersedia untuk kemudian menganalisis data-data yang dikum pulkan. 26 Untuk mengumpulkan data penelitian ini, penulis menggunakan me tode studi pustaka. Studi pustaka yang dimaksud bersumber dari buku, jurnal internasional, siaran media resmi pemerintah atau institusi internasional, serta data -data statistik dari situs-situs resmi seperti ASEAN, Kementerian Pariwisata, dan Kementerian Luar Negeri. 26 N. Hadari, M etode Penelitian Sosial, Gadjah M ada University Press, Yogyakarta, 2005, p. 63. 18 Penulis akan menganalisis pentingnya strategi kolektif antara pemerintah dan pihak swasta di ASEAN guna mendukung kemajuan pariw isata regional. Diplomasi pariw isata ASEAN diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonom i dan menyejahterahkan masyarakat di negara-negara anggota ASEAN. 1.9 Jangkauan Penelitian Dengan mempertimbangkan relevansi dan ketersediaan data, maka penelitian ini membatasi objek penelitian yang terdiri dari sepuluh negara anggota ASEAN dan kerjasama pariwisata yang dilakukan oleh kedua aktor (two track) yaitu pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan pihak swasta di bawah ASEAN. Kemudian untuk melihat peningkatan mobilitas wisatawan ASEAN, penelitian ini akan menggunakan beberapa indikator makro sebagai data penunjang argumen dalam rentang waktu 2008-2015, kecuali jika data terbaru belum diterbitkan. 1.10 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana cara pemerintah dan pihak swasta melakukan upaya diplomasi yang berhasil meningkatan intensitas kerjasama pariwisata di ASEA N serta meningkatkan jumlah w isatawan asing untuk berkunjung ke ASEA N . Di kemudian hari, hasil dari tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaku sektor pariw isata di Indonesia, dari level pemerintah sebagai pembuat kebijakan, manajemen industri pariwisata, tenaga pengajar, staf akademik, hingga mahasiswa. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan pariwisata Indonesia dalam rangka menetapkan kebijakan agar siap berkompetisi di level regional maup un global. 1.11 Sistematika Penulisan Tulisan ini akan terdiri dari lima bagian. Setelah bagian pertama yang berisikan pendahuluan ini, bagian kedua akan menjelaskan posisi ASEAN dalam pasar pariw isata global, termasuk didalamnya membahas kompetitif, identitas dan keunggulan pariwisata ASEA N. Bagian ketiga akan memberikan penjelasan mengenai strategi kolektif pemerintah negara-negara 19 ASEAN di level negara. Secara khusus, bagian ini akan menjelaskan tantangan strategi politik kolektif: solidaritas ASEAN dan fragmentasi contoh negara Indonesia. Sementara itu, pada bagian keempat penulis akan memberikan analisis mengenai strategi private actors di ASEA N dalam mendukung peningkatan pariw isata kawasan. Tulisan ini diakhiri pada bagian kelima yang merupakan penutup, di mana dimuat ringkasan dari analisis yang dilakuk an dan juga inferensi yang dapat diambil dari penelitian ini. 20