I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Kimia merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Kimia berkaitan dengan cara mengkaji ilmu alam melalui konsep secara sistematis, dan fakta yang diperoleh melalui proses penemuan. Mata pelajaran ini menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai alam sekitar secara ilmiah. Sejalan dengan proses pembelajaran tersebut, Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, di antaranya dengan memperbaiki kurikulum yang berlaku, yakni menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Sekolah dan guru diberikan kebebasan untuk berkreasi dengan berpatokan pada standar isi, standar kompetensi lulusan, dan panduan penyusunan kurikulum yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Berdasarkan KTSP, kegiatan pembelajaran dirancang dan dikembangkan berdasarkan karakteristik Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), potensi peserta didik, daerah dan lingkungan (Muslich, 2008). Menurut Matec (2001) dalam Muslich (2008), ada tiga karakteristik utama KTSP 2 yang harus tercermin dalam proses pembelajaran, yaitu: (1) berpusat pada siswa, (2) memberikan mata pelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual, dan (3) mengembangkan mental yang kuat pada siswa. Untuk mencapai kompetensi tersebut, guru dituntut untuk pandai memilih dan mengimplementasikan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan sesuai dengan pokok bahasan materi pembelajaran yang akan diberikan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia kelas XI di SMAN 13 Bandar Lampung, pembelajaran kimia yang biasa dilakukan adalah ceramah, diskusi, eksperimen, dan pemberian tugas. Namun, pembelajaran dengan cara diskusi kelompok dan eksperimen masih jarang diterapkan. Metode ceramah disini bukan berarti hanya guru saja yang menjelaskan materi, tetapi sudah ada respon dari siswa misalnya bertanya kepada guru. Selain itu, bukan berarti penguasaan konsep siswa dengan metode ceramah selalu lebih rendah daripada metode diskusi dan eksperimen, bisa jadi penguasaan konsep siswa dengan metode ceramah akan lebih tinggi daripada metode diskusi dan eksperimen. Tetapi, pada pembelajaran dengan metode ceramah aktivitas yang dilakukan siswa masih dominan pada kegiatan mendengarkan penjelasan guru, mencatat, mengerjakan tugas dan latihan, sehingga keaktifan siswa dalam kegiatan belajar di kelas masih kurang terlihat dan siswa dominan menjadi malas membaca literatur karena sudah ada catatan dari guru. Artinya pembelajaran di kelas masih sering didominasi oleh guru dan belum sepenuhnya sesuai dengan kurikulum kimia berdasarkan KTSP yang mengharapkan siswa memiliki berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. 3 Pengalaman tersebut tercermin dalam proses pembelajaran seperti; memberikan contoh peristiwa kimia, melakukan percobaaan, mendiskusikan fenomena, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajarannya kurikulum ini menuntut diadakannya kegiatan penyelidikan, baik melalui eksperimen atau mendiskusikan dan menganalisis fenomena. Pembelajaran kimia mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah. Melalui kerja ilmiah, peserta didik dilatih untuk memanfaatkan fakta, membangun konsep, prinsip, teori sebagai dasar untuk berpikir kreatif, kritis, dan analitis sehingga siswa mampu menjelaskan hubungan antarvariabel, melaksanakan penyelidikan atau eksperimen untuk pengumpulan data, menyajikan hasil eksperimen, memproses dan menganalisis data, serta membahas, menyimpulkan, menerapkan konsep, dan mengomunikasikan secara tertulis maupun lisan. Tuntutan kurikulum tersebut salah satunya dapat dipenuhi dengan menerapkan pembelajaran Learning Cycle (LC). LC adalah suatu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa. LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (phase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Renner et al dalam Fajaroh dan Dasna (2007) menyatakan, bahwa LC patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget, teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Penguasaan konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain dalam suatu hubungan antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan dengan konsep-konsep lain yang telah 4 dimiliki. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. LC pada mulanya terdiri dari 3 tahap yaitu, tahap eksplorasi (exploration), tahap penjelasan konsep (explaination), dan tahap penerapan konsep (elaboration). Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, saat ini LC 3 phase telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi LC 5 phase , LC 6 phase, dan LC 7 phase. Pada LC 5 phase, ditambahkan tahap persiapan (engagement) sebelum eksplorasi dan ditambahkan pula tahap evaluasi (evaluation) diakhir siklus pembelajaran. Pada tahun ajaran 2009-2010 Atiqoh (2010) melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran LC 3 phase dalam pembelajaran kimia di SMAN 10 Bandar Lampung. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya aktivitas belajar siswa dan masih banyak siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk materi Hidrokarbon. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa setelah menerapkan model pembelajaran LC 3 phase pada materi Hidrokarbon: (1) terjadi peningkatan rata-rata tiap jenis aktivitas on task siswa (aktivitas mengerjakan LKS, bertanya kepada guru, menjawab pertanyaan dari guru, memberi pendapat) dari siklus ke siklus. (2) terjadi peningkatan ratarata penguasaan konsep pada materi pokok hidrokarbon dari siklus ke siklus. 5 Kurniawati ( 2010) pada tahun ajaran 2009-2010 melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran LC 5 phase pada materi pokok Asam Basa di MA Diniyyah Putri Lampung. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penerapan model pembelajaran LC 5 phase dapat meningkatkan: (1) aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus. (2) penguasaan konsep materi pokok asam basa oleh siswa dari siklus ke siklus. Pada tahun ajaran 2010-2011, Fitri (2011) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran LC 3 phase untuk meningkatan penguasaan konsep siswa pada materi pokok reaksi oksidasi reduksi di SMA Budaya Bandar Lampung. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa: (1) Pembelajaran LC 3 Phase lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan penguasaan konsep pada materi reaksi oksidasi reduksi SMA Budaya Bandar Lampung. (2) Rata-rata penguasaan konsep reaksi oksidasi reduksi yang diberi pembelajaran LC 3 Phase lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran konvensional. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa pembelajaran dengan model LC, baik LC 3 phase maupun LC 5 phase dapat mengaktifkan peran serta siswa yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktivitas belajar dan penguasaan konsep kimia oleh siswa, sehingga pembelajaran LC dapat diterapkan untuk memenuhi tuntutan KTSP mata pelajaran kimia. Salah satu saran yang direkomendasikan oleh peneliti adalah, hendaknya tahap-tahap pembelajaran dalam LC dilaksanakan dengan maksimal sehingga variabel yang ingin dimunculkan pada siswa dapat maksimal. 6 Berdasarkan data dan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dianggap perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui perbandingan penguasaan konsep kimia khususnya pada materi laju reaksi antara siswa yang diberi pembelajaran LC 5 phase dengan siswa yang diberi pembelajaran LC 3 phase. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep laju reaksi antara penerapan pembelajaran LC 5 phase dengan pembelajaran LC 3 phase. 2. Rata-rata penguasaan konsep laju reaksi manakah yang lebih tinggi antara penerapan pembelajaran LC 5 phase dengan pembelajaran LC 3 phase? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan: 1. perbedaan rata-rata penguasaan konsep laju reaksi antara penerapan pembelajaran LC 5 phase dengan pembelajaran LC 3 phase. 2. rata-rata penguasaan konsep laju reaksi mana yang lebih tinggi antara penerapan pembelajaran LC 5 phase dengan pembelajaran LC 3 phase. 7 D. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan: 1. Dapat memberikan alternatif dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan pada pembelajaran laju reaksi bagi guru kimia kelas XI IPA SMAN 13 Bandar Lampung. 2. Siswa mendapat pengalaman belajar yang baru sehingga diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar dan penguasaan konsep laju reaksi. 3. Memberikan informasi mengenai model pembelajaran LC 5 phase dan LC 3 phase. E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Penguasaan konsep laju reaksi berupa nilai siswa pada materi pokok laju reaksi yang diperoleh melalui pre test dan post test. 2. Model pembelajaran LC 3 phase merupakan model pembelajaran yang terdiri dari 3 tahap, yaitu: exploration phase (eksplorasi), explaination phase (penjelasan konsep), dan elaboration phase (penerapan konsep). 3. Model pembelajaran LC 5 phase merupakan model pembelajaran yang terdiri dari 5 tahap, yaitu: engagement phase (persiapan/pendahuluan), exploration phase (eksplorasi), explaination phase (penjelasan konsep), elaboration phase (penerapan konsep) , dan evaluation phase (evaluasi).