BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Terjadinya berbagai macam kasus dalam sektor bisnis di Indonesia seperti kasus PT. Kimia Farma, Tbk pada tahun 2002 (siaran pers BAPEPAM, 2002) dan PT. Bank Lippo, Tbk pada tahun 2003 (siaran pers hasil pemeriksaan BAPEPAM, 2003) mengenai manipulasi laporan keuangan, serta sering terjadinya mogok kerja yang dilakukan oleh para buruh, merupakan dampak dari tidak efektifnya corporate governance di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dan kurangnya perhatian para pemegang saham atas proses kinerja yang dilakukan oleh pihak manajemen (eksekutif) merupakan kunci utama tidak efektifnya corporate governance pada perusahaan. Seperti yang dijelaskan oleh Monks dan Minow (1995), minimal ada tiga stakeholder yang berperan aktif dalam perusahaan yaitu dewan komisaris, manajemen (eksekutif), dan pemegang saham. Ketiga stakeholder ini biasa disebut dengan corporate governance tripod. Terciptanya good corporate governance pada perusahaan merupakan proses yang sangat panjang, membutuhkan komitmen, kerjasama dan dukungan dari para stakeholder. Dengan terciptanya good corporate governance, perusahaan akan terus terjaga dan berkembang, mengatur kepentingan stakeholder agar tidak 1 2 terjadi konflik karena masing-masing stakeholder memiliki peran, dan menekan agency cost yang muncul karena adanya agency conflict. Penerapan good corporate governance akan mendorong teciptanya persaingan yang sehat dan iklim bisnis yang kondusif, dengan diterapkannya good corporate governance di Indonesia sangat penting untuk menunjang stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Good corporate governance diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan, serta konsisten dengan peraturan yang berlaku. Salah satu bentuk dukungan pemerintah dalam menciptakan good corporate governance di Indonesia adalah terciptanya pasar modal yang teratur dan efisien. Pasar modal yang teratur dan efisien akan memberikan perlindungan kepada investor, perlindungan yang dapat diberikan oleh pemerintah dalam hal ini lembaga BAPEPAM-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) yang saat ini diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu jaminan investor mendapatkan informasi dan fakta-fakta yang relevan untuk membuat suatu keputusan bisnis. Akan tetapi dalam hal ini BAPEPAM-LK tidak menjamin atas kebenaran isi laporan tahunan yang memuat dari berbagai aspek perusahaan seperti keuangan, manajemen, pemasaran, dan hukum. Laporan keuangan perusahaan merupakan media utama dalam menyampaikan informasi keadaan perusahaan dari pihak manajemen kepada pihak shareholder, kreditur, vendor, dan stakeholder lainnya. Akan tetapi dalam dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2006), akuntabilitas kepada pemegang saham serta pengungkapan dan transparansi 2 3 perusahaan di Indonesia dari hasil survei yang dilakukan oleh Pricewaterhouse Coopers pada tahun 1999 terhadap investor internasional di Asia menujukkan bahwa Indonesia berada pada salah satu tingkat terburuk. Pada tahun 2002 dengan responden investor institusional di Jakarta menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan yang rendah dalam pengungkapan dan transparansi (Khomsiyah, 2003). Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Mandatory disclosure merupakan penyampaian informasi yang diharuskan oleh perusahaan sesuai dengan aturan yang berlaku, dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM-LK Nomor : KEP-347/BL/2012. Voluntary disclosure merupakan penyampaian informasi yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diwajibkan dalam suatu aturan yang berlaku. Tujuan dari mandatory disclosure adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan telah memenuhi informasi yang dibutuhkan pengguna laporan keuangan serta perusahaan taat terhadap hukum dan standar akuntansi yang berlaku. Ikatan Akuntan Indonesia atau yang biasa disingkat dengan IAI merupakan salah satu anggota International Federation Accountants (IFAC) yang mana organisasi yang merupakan anggota dari IFAC harus mematuhi Statement of Membership Obligation (SMO), SMO No 7 mewajibkan anggota IFAC untuk melakukan upaya maksimal untuk menginkorporasi International Financial Reporting Standard (IFRS) dan 3 4 membantu implementasi IFRS di negaranya (Kusuma, 2007). Selain itu Indonesia merupakan anggota dari The Group of Twenty (G20 Forum) yang memiliki salah satu kesepakatan bahwa anggota dari G20 Forum tersebut untuk mengkonvergensi IFRS. IAI telah mengadopsi secara bertahap terhadap IFRS dengan cara merevisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), pada tahun 2009 secara efektif mengkonvergensi IFRS dalam laporan keuangan. Penelitian mengenai tingkat kepatuhan mandatory disclosure IFRS masih sedikit ditemukan, diantaranya penilitian yang dilakukan oleh Dahawy (2009), Fekte, et al (2009), Al-Akra, et al (2010), Al-Mutawaa dan Hewaidy (2010), Utami, dkk (2012), dan Prawinandi, dkk (2012). Penelitian ini akan meneliti mengenai pengaruh corporate governance terhadap kepatuhan mandatory disclosure dengan unsur coporate governance yang dilihat dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, frekuensi rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, dan frekuensi rapat komite audit. Dari penjelasan di atas peneliti mengambil judul, “Pengaruh Corporate Governance terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS”. Adapun objek dari penelitian ini adalah perusahan manufaktur dikarenakan jumlah perusahaan disektor ini lebih banyak dari sektor lainnya sehingga perusahaan manufaktur memiliki basis investor yang lebih luas serta elemen dalam laporan keuangan perusahaan manufaktur lebih beragam dibandingkan dengan sektor lainnya. 4 5 1.2. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini adalah: apakah corporate governance berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Akuntan perusahaan, memberikan wacana pentingnya tingkat kepatuhan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. 2. Bagi regulator, membantu menjelaskan standar akuntansi yang berlaku guna mencapai pasar modal yang efisien dan informasi yang wajib diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. 3. Akademik, penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan dapat menjadi referensi dalam penelitian selanjutnya. 5 6 1.5. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta sistematika penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab tinjauan pustaka menguraikan mengenai tinjauan pustaka atau konsep yang terkait dengan topik penelitian mencakup landasan teori mengenai mandatory disclosure konvergensi IFRS, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, frekuensi rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, dan frekuensi rapat komite audit. BAB III : METODE PENELITIAN Pada bab metode penelitian menjelaskan mengenai populasi dan sampel penelitian, sumber data, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, dan alat analisis dalam pengujian hipotesis. BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada bab analisis hasil penelitian menjelaskan mengenai analisis terhadap data dan temuan empiris yang diperoleh. BAB V : PENUTUP Pada bab penutup berisi mengenai kesimpulan, keterbatasan dalam melakukan penelitian, dan saran bagi peneliti selanjutnya. 6