BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Keperawatan 1. Pengertian Manajemen Keperawatan Menurut Cecep (2013), manajemen diartikan sebagai memperkenalkan dan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengkoordinasai dan mengendalikan. Menurut Prayitno (dalam Asmuji, 2012), manajemen adalah suatu proses rangkaian kegiatan yang sistematik dan terencana. Menurut Follet (dalam Cecep, 2013), manajemen adalah seni dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Segala sesuatu harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut sangat beragam, bergantung pada jenis organisasi. Bagi suatu organisasi tahapan tersebut dapat berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga pengawasan dan pengendalian (Follet dalam Cecep, 2013). Menurut Suarli & Yanyan (2013), manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya manusia serta sumber daya organisasi lainnya. Berdasarkan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa manajemen pada dasarnya merupakan seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut sangat beragam, bergantung pada jenis organisasi. Bagi suatu organisasi tahapan tersebut dapat berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga pengawasan dan pengendalian (Suarli & Yayan, 2013). Menurut Simamora (2009), manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya manusia serta sumber daya organisasi lainnya. Berdasarkan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa manajemen pada dasarnya merupakan seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian tujuan. 2. Fungsi Manajemen Keperawatan Manajemen diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Efektif adalah mengerjakan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisien adalah mengerjakan pekerjaan dengan benar (doing things right). Manajemen diperlukan untuk menjalankan organisasi kegiatan secara efektif dan efisien. Agar manajemen yang dilakukan mengarah pada kegiatan secara efektif dan efisien, diperlukan fungsi manajemen (managerial functions). Fungsi manajemen adalah berbagai tugas atau kegiatan manajemen yang mempunyai peranan khas dan bersifat saling menunjang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat dii dalam proses manajemen yang dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Banyak sekali ahli yang mengemukakan tentang fungsi manajemen Dengan demikian, fungsi manajemen adalah serangkaian kegiatan yang dijalankan dalam manajemen berdasarkan fungsinya masing-masing dan mengikuti satu tahapan tertentu dalam pelaksanaannya. Menurut Simamora (2009) fungsi manajemen terdiri atas lima fungsi, antara lain: a. Perencanaan (Planning) Fungsi perencanaan merupakan fungsi pertama dan utama dalam kegiatan manajemen. Fungsi perencanaan merupakan landasan fungsi manajemen secara keseluruhan. Tanpa fungsi perencanaan, tidak mungkin fungsi manajemen lainnya dapat dilaksanakan dengan baik. Perencanaan sebagai proses yang dimulai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan startegi untuk pencapaian tujuan organisasi secara menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengorganisasi pekerjaan organisasi hingga tujuan organisasi tercapai (Simamora, 2009). Perencanaan atau planning, kegiatan seorang manajer adalah menyusun rencana. Menyusun rencana berarti memikirkan apa yang dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Untuk membuat rencana secara teratur dan logis, sebelumnya harus ada keputusan terlebih dahulu sebagai petunjuk langkahlangkah selanjutnya. Proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi (Simamora, 2009). Douglas menyatakan bahwa perencanaan mempunyai tujuan khusus atau tujuan dan mengarahkan program atau metode sebelumnya untuk mencapai tujuan. Ia selanjutnya mendefenisikan perencanaan sebagai suatu proses kontinu dari pengkajian, membuat tujuan dan sasaran, dan mengimplementasikan serta mengevaluasi atau mengkontrolnya, yang adalah subjek untuk mengubah sebaru mungkin fakta yang diketahui. Perencanaan adalah fungsi administratif yang menempatkan beberapa resiko terhadap pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Ini memastikan bahwa kemungkinan hasil akan dapat diinginkan dan efektif dalam segi penggunaan manusia dan sumber material serta produksi produk atau pelayanan. Dalam keperawatan, perencanaan membantu untuk menjamin bahwa klien atau pasien akan menerima pelayanan keperawatan yang mereka ingini dan butuhkan serta bahwa pelayanan ini diberikan oleh pekerjaan keperawatan yang memuaskan. b. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan, mengelompokkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang seseorang, pendelegasian wewenang dalam rangka mencapai tujuan. Fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan semua kegiatan yang beraspek personil, finansial, material dan tata cara dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rosyidi, 2013). Pengorganisasian merupakan fungsi kedua yang penting dilaksanakan oleh setiap unit kerja sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berdaya guna dan berhasil guna. Pengorganisasian merupakan pengelompokan yang terdiri dari beberapa aktivitas dengan sasaran mencapai tujuan yang telah ditentukan masing-masing kelompoknya untuk melakukan koordinasi yang tepat dengan unit lain secara horizontal dan vertikal untuk mencapai tujuan organisasi sebagai organisasi yang komplek, maka pelayanan keperawatan harus mengorganisasikan aktivitasnya melalui kelompok-kelompok sehingga tujuan pelayanan keperawatan akan tercapai (Triwibowo, 2013). Ruang rawat merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh semua tim kesehatan dimana semua tenaga termasuk perawat bertanggungjawab dalam penyelesaian masalah kesehatan klien. Pengorganisasian pelayanan keperawatan secara optimal akan menentukan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan pengorganisasian manajemen keperawatan meliputi struktur organisasi ruang rawat, pengelompokkan kegiatan (metode pengawasan), koordinasi kegiatan dan evaluasi kegiatan kelompok kerja (Triwibowo, 2013). 1) Struktur Organisasi Struktur organisasi ruang rawat terdiri dari struktur bentuk dan bagan. Berbagai bentuk struktur, bentuk dan bagan dapat digunakan tergantung pada besarnya organisasi dan tujuan yang ingin dicapai. Ruang rawat sebagai wadah dan pusat kegiatan pelayanan keperawatan perlu memiliki struktur organisasi tetapi ruang rawat tidak termasuk dalam struktur organisasi rumah sakit. Oleh karena itu, direktur rumah sakit perlu menerbitkan surat keputusan yang mengatur struktur organisasi ruang rawat (Triwibowo, 2013). Berdasarkan surat keputusan direktur tersebut dibuat struktur organisasi ruang rawat untuk menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Dapat juga dilihat posisi tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab serta tanggung gugat. Bentuk organisasi dapat pula disesuaikan dengan pengelompokkan kegiatan atau sistem penugasan yang digunakan (Triwibowo, 2013). 2) Manfaat pengorganisasian Ada beberapa manfaat pengorganisasian dalam manajemen keperawatan, yaitu : (1) pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok, (2) hubungan organisatoris antara orang-orang didalam organisasi tersebut melalui kegiatan yang dilakukannya, (3) pendelegasian wewenang dan (4) pemanfaatan staff dan fasilitas fisik (Rosyidi, 2013). 3) Tahapan dalam pengorganisasian Tahapan-tahapan dalam sebuah pengorganisasian adalah: (1) tujuan organisasi harus dipahami staf, tugas ini sudah teruang dalam fungsi manajemen, (2) membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan pokok untuk mencapai tujuan, (3) menggolongkan kegiatan pokok ke dalam satuan-satuan kegiatan yang praktis, (4) menetapkan berbagai kewajiban yangg harus dilakukan oleh staf dan menyediakan fasilitas yang diperlukan, (5) penugasan personil yang tepat dalam melaksanakan tugas dan (6) mendelegasikan wewenang (Rosyidi, 2013). 4) Ciri-ciri Organisasi Lima hal yang menjadi ciri-ciri organisasi adalah : (1) terdiri atas sekelompok orang, (2) ada kegiatan-kegiatan yang berbeda tapi saling berkaitan, (3) tiap anggota mempunyai suumbangan usaha, (4) adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan dan (5) adanya suatu tujuan ( Suarli & Bahtiar, 2010). 5) Prinsip-prinsip organisasi Setiap organisasi kemungkinan besar mempunyai prinsip-prinsip, seperti : (1) tujuan yang jelas (clear objective), (2) skala hierarki (the scalar principle), (3) kesatuan komando/perintah (unity of cammand), (4) pelimpahan wewenang (delegation of authority), (5) pertanggungjawaban (responsibility), (6) pembagian kerja (division of works), (7) rentang kendali (span of control), (8) fungsionalisasi (functionalization), (9) pemisahan tugas(task separation), (10) fleksibilitas (flexibility), (11) keseimbangan (balance) dan (11) kepemimpinan (leadership) (Suarli & Bahtiar, 2010). c. Kepegawaian (Satffing) Komponen yang termasuk dalam fungsi staffing adalah : prinsip rekruitment, seleksi, orientasi pegawai baru, penjadwalan tugas, dan klasifikasi pasien. Komponen tersebut merupakan suatu proses yang mana nantinya berhubungan dengan penjadwalan siklus waktu kerja bagi semua personel yang ada. Terdapat beberapa langkah yang diambil untuk memerlukan waktu kerja dan istrahat pegawai, yaitu : menganalisa jadwal kerja dan rutinitas unit, memberrikan waktu masuk dan libur pekerjaan, memeriksa jadwal yang telah selesai, menjamin persetujuan jadwal yang dianjurkan dari manajemen keperawatan, memasang jadwal untuk memberitahukan anggota staf dan memperbaiki serta memperbaharui jadwal tiap hari. d. Pengarahan (Directing) Menurut Asmuji (2012) pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif dan efisien dalam pencapaian suatu organisasi. Di dalam kepemimpinan selalu melibatkan semua elemen dalam sistem pelayanan kesehatan dan yang mempengaruhi elemen tersebut adalah seorang pemimpin. Fungsi pengarahan selalu berkaitan erat dengan perencanaan kegiatan keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan perawat untuk melaksanakan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Funsi pengarahan adalah agar membuat perawat atau staf melakukan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan. Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan pengarahan melalui : saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi. Kegiatan saling memberi motivasi merupakan unsur yang penting dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang rawat inap. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh kepala ruang adalah selalu memberikan reinforcement terhadap hal-hal yang positif, memberikan umpan balik, memanggil perawat yang kurang termotivasi, mungkin prestasi yang dicapai perlu diberikan penghargaan. Menurut Muninjaya (2004) terdapat lima tujuan dan fungsi pengarahan, antara lain : (1) Pengarahan bertujuan menciptakan kerja sama yang lebih efisien. Pengarahan memungkinkan terjadinya komunikasi antara atasan dan bawahan. (2) Pengarahan bertujuan mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf. (3) Pengarahan bertujuan menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan. Perawat yang diarahkan jika salah, diberi motivasi jika kinerja menuru, dan diberi apresiasi atas hasil kerja akan memberikan penguatan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan. (4) Pengarahan bertujuan mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf. (5) Pengarahan bertujuan membuat organisasi berkembang lebih dinamis. Adapun tugas seorang kepala ruangan dalam fungsi pengarahan adalah: (1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim, (2) Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik, (3) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan keterampilan dan sikap, (4) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan askep pasien, (5) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan, (6) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya (7) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain (Simamora, 2009). Secara garis besar, fungsi pengarahan diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Motivasi Motivasi merupakan fungsi inti dari manajemen. Motivasi kerja adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberi tenaga, mengarahkan, menyalurkan, mempertahankan, dan melanjutkan tindakan dan perilaku karyawan atau tenaga kerja (Tansuhaj dalam Donny, 2005). Motivasi dapat diartikan sebagai bagian integral dari hubungan industrial dalam rangka proses pembinaan, pengembangan dan pengarahan sumber daya manusia dalam suatu perusahaan. Didalam lingkungan perusahaan sangat diperlukan motivasi kerja. Pada hakekatnya motivasi karyawan dan pengusaha berbeda karena adanya perbedaan kepentingan maka perlu diciptakan motivasi yang searah untuk mencapai tujuan bersama dalam rangka kelangsungan usaha dan ketenangan kerja, sehingga apa yang menjadi kehendak dan cita – cita kedua belah pihak dapat diwujudkan (Vest dan Markham dalam Donny, 2005). Menurut Cecep (2013), motivasi diartikan sebagai dorongan, kekuatan, kebutuhan, semangat yang mendorong seseorang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Kekuatan, dorongan, semangat, kebutuhan dan mekanisme psikologis yang dimaksudkan diatas merupakan akumulasi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam individu sendiri dan faktor eksternal berasal dari luar individu. Menurut Wiramihardja (dalam Efa dkk, 2011), motivasi diartikan sebagai kebutuhan psikologis yang telah memliki corak atau arah yang ada dalam diri individu yang harus dipenuhi kejiwaannya terpelihara, yaitu keadaan seimbang yang nyaman. Motivasi merupakan sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja adalah atasan, rekan kerja, kebijaksanaan dan peraturan. Keberhasilan organisasi (manajemen) dalam mempertahankan perawat terbaik yang dimiliki tidak dicapai dengan mudah. Seorang manager sebaiknya menjadi motivator bagi bawahannya dalam bekerja, seorang manager harus mengetahui perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi yang diinginkan. Motivasi yang diberikan oleh atasan dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi bawahannya. Menurut Donny (2005), terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi motivasi kerja, diantaranya Faktor intrinsik adalah faktor-faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari institusi, sifat pekerjaan yang dilakukan, kemajuan dalam berkarir, serta pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang. Menurut Kinman (dalam Donny, 2005) elemen dari motivasi intrinsik diantaranya: (1). Ketertarikan pada pekerjaan (2). Keinginan untuk berkembang (3). Senang pada pekerjaannya dan (4). Menikmati pekerjaannya. Sebaliknya, apabila para pekerja merasa tidak puas dengan pekerjaannya, ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik atau yang bersumber dari luar, seperti kebijaksanaan organisasi, pelayanan administrasi, supervisi dari atasan, hubungan dengan teman sekerja, kondisi kerja, gaji yang diperoleh, dan ketenangan bekerja (Cooke dalam Donny, 2005) 2) Supervisi Menurut Cecep (2013), supervisi sebagai kegiatan yang merencanakan, mengarahkan, membimbing, mempercayai dan mengajar, mengevaluasi secara mengobservasi, mendorong, berkesinambungan secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki anggota. Menurut Maria dkk (2008) supervisi merupakan bagian dari fungsi directing (penggerakkan/ pengarahan) dalam fungsi manajemen yang berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah diprogramkan dapat dilaksanakan dengan benar dan lancar. Menurut Kuswantoro, dkk (2007) supervisi kepala ruangan adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para tenaga perawatan dan staf lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif dan dimana supervisi harus memberikan pengawasan yang baik. Supervisi adalah suatu proses fasilitasi sumber-sumber yang diperlukan staf, dilaksanakan dangan cara perencanaan, pengarahan, bimbingan, motivasi, evaluasi, dan perbaikan agar staf dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Kepala ruangan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan untuk melakukan supervisi, karena dengan adanya supervisi dan pengarahan kepada staf keperawatan dapat meningkatkan kinerja, kinerja staf akan meningkat apabila ada kepuasan kerja. a) Manfaat Supervisi Menurut Cecep (2013), apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat, antara lain: (1) Dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja. Peningkatan efektivitas kerja ini, erat hubungannya dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan “bawahan” serta terbinanya suasana kerja yang lebih harmonis antara “atasan” dan “bawahan” (2) Dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja, peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan dan karena itu, pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah. b) Prinsip Supervisi Menurut Suarli & Bachtiar (dalam Cecep, 2013), prinsip pokok supervisi diuraikan sebagai berikut : (1) Tujuan utama supervisi adalah untuk meningkatkan penampilan “bawahan” bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan penampilan ini dilakukan dengan melakukan dengan pengamatan langsung terhadap pekerjaan “bawahan”. (2) Sifat supervisi harus edukatif dan suportif, bukan otoriter. (3) Supervisi harus dilakukan secara teratru dan berkala. Supervisi yang hanya dilakukan sekali, bukan supervisi yang baik. (4) Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga terjalin kerjasama yang baik antara “bawahan” dan “atasan”. c) Teknik Supervisi Menurut Zakiyah (2012) teknik supervisi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dilakukan dalam sebuah pelayanan keperawatan melalui pendampingan pada saat perawat memberikan asuhan keperawatan secara mandiri. Supervisor dapat memberikan umpan balik dan masukan dalam rangka perbaikan dan perawat pelaksana tidak merasa bahwa kegiatan supervisi tersebut merupakan sebuah pengawasan tetapi lebih kearah bimbingan. Supervisi secara tidak langsung dilakukan melalui laporan, baik secara tertulis maupun lisan, kelemahan cara ini adalah memungkinkan adanya perbedaan persepsi antara supervisor dan staf perawat karena supervisor tidak melihat secara langsung kegiatan yang diakukan (Arwani dalam Zakiyah, 2012). 3) Delegasi Menurut Cecep (2013) delegasi merupakan suatu proses dimana sesorang atasan mempercayakan pekerjaan dan tanggung jawab tertentu pada seseorang untuk dikerjakan. Delegasi merupakan penyelesaian pekerjaan tertentu sebagai proses pengarahan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Pelaksanaan pendelegasian banyak mengalami masalah, dimana proses delegasi tidak terlaksana secara efektif, ketidakefektifan kesalahan yang sering terjadi ada tiga antara lain : a) Undergelegasi (pelimpahan terlalu sedikit), dimana orang yang menerima tugas limpahnya diberikan wewenang yang sangat terbatas dan sering tidak terlalu jelas mengenai wewenang yang harus dilakukan, sehingga tugas limpah tersebut tidak diselesaikan dengan baik. Masalah lain adalah kekhawatiran seseorang bahwa mereka tidak mampu melakukan seperti apa yang dilakukan orang yang menerima delegasi. b) Overdelegasi (pelimpahan delegasi berlebihan), pemberian tugas limpah yang terlalu berlebih akan berdampak penggunaan waktu yang sia-sia. Hal ini disebabkan keterbatasan memonitor pelaksanaan tugas yang dilimpahkan. c) Improperdelegasi (pelimpahan yang tidak tepat), kesalahan yang diberikan adalah kesalahan pada waktu pemberian tugas limpah, orang yang tidak tepat, dan alasan delegasi. 4) Komunikasi a) Pengertian Komunikasi Menurut Muslikhah & Fatmawati (dalam Cecep, 2013) komunikasi bisa diartikan sebagai proses penyampaian informasi, makna atau pemahaman dari pengirim ke sipenerima. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari pengirim kepada sipenerima pesan. Proses pengarahan berperan sebagai penggerak aktivitas kominikasi agar pengelolaan informasi menjadi lebih baik. b) Faktor yang Mempengaruhi Proses Komunikasi Menurut Muslikha & Siti (2010), proses komunikasi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: (1) Perkembangan, agar komunikasi efektif dengan perawat dari sisi bahasa, maupun proses berfikir dari orang tersebut. (2) Persepsi, persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. (3) Nilai, nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. (4) Latar belakang dan sosial budaya, bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi seseorang. (5) Emosi, emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian, seperti marah, sedih, senang dan akan dapat mempengaruhi perawat berkomunikasi dengan orang lain. (6) Jenis kelamin, setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda. (7) Pengetahuan, tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. (8) Peran dan hubungan, gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antara orang yang berkomunikasi. Cara berkomunikasi seseorang perawat dengan koleganya dan cara komunikasi perawat dengan kliennya akan berbeda tergantung perannya. (9) Lingkungan, lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. (10) Jarak, jarak akan memperngaruhi komunikasi. 5) Managemen Konflik Proses manajemen konflik menggambarkan cara individu berperilaku dalam membicarakan dan menyelesaikan konflik. Konflik adakah mekanisme psikologis dasar yang berpusat pada tujuan yang saling bertentangan. Konflik hadir kapan saja, ketika satu perangkat tujuan, kebutuhan atau minat tidak sesuai dengan perangkat yang lain. Menghadapi konflik ditempat kerja, seorang manajer harus mampu menjadi penegah konflik dan menyelesaikannya, tindakan untuk menyelesaikan hal ini biasa dikenal dengan manajemen konflik. Strategi manajemen konflik terdiri dari kolaborasi, kompromi, kompetisi, akomodasi, dan menghindar (Marquis dalam Simamora, 2009). e. Pengawasan (Controlling) Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan atau penyimpangan yang terjadi harus segera diatasi. Penyimpangan harus dapat dideteksi secara dini, dicegah, dikendalikan atau dikurangi oleh pimpinan. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujun agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan. Adapun tugas seorang kepala ruangan dalam fungsi pengawasan adalah : (1) Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien, (2) Melalui supervisi, (3) Evaluasi, (4) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang sudah disusun bersama ketua tim. B. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Wahyudi (2011), Kepuasan kerja mempunyai peran penting dalam rangka mendukung tercapainya tujuan instansi. Kepuasan kerja memberikan sumbangan yang besar terhadap keefektifan organisasi, serta merangsang semangat kerja dan loyalitas pegawai. Menurut Luthans (dalam Agustina, 2009), kepuasan kerja merupakan hasil persepsipegawai tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan sesuatu yang dianggap bermanfaat. Karena ini adalah masalah persepsi maka kepuasan kerja yang ditunjukkan oleh seseorang berbeda dengan orang lain, karena hal yang dianggap penting oleh masing-masing orang adalah berbeda. Menurut Darwito (2008), kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbedabeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannya bekerja. Apabila seseoarang mendambakan sesuatu, berarti yang bersangkutan memiliki suatu harapan dan dengan demikian akan termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan (Darwito, 2008). Menurut Luthans (dalam Agustina, 2009) membagi kepuasan kerja menjadi 3 (tiga) dimensi : (1) Kepuasan kerja adalah suatu emosi yang merupakan respon terhadap situasi kerja. Hal ini tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diduga dan dirasakan atau hal ini tidak dapat dinyatakan tetapi akan tercermin dalam sikap pegawai. (2) Kepuasan kerja dinyatakan dengan perolehan hasil yang sesuai, atau bahkan melebihi dari yang diharapkan, misalnya seseorang bekerja sebaik yang mampu dilakukannya dan berharap imbalan yang sepadan. Dan kenyataannya, dia mendapat gaji sesuai dengan yang diharapkan dan mendapat pujian dari dari atasan karena prestasi yang mampu diraihnya. Maka pegawai seperti ini akan merasa puas dalam bekerja. (3) Kepuasan kerja biasanya dinyatakan dalam sikap. Seseorang yang merasa puas dengan pekerjaannya akan tercermin melalui sikap perilakunya, misalnya dia akan semakin loyal pada instansi, bekerja dengan baik, berdedikasi tinggi, tertib, disiplin dan mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan instansi, serta sikap-sikap lain yang bersifat positif Berdasarkan pendapat para ahli (seperti Kreitner, 2000, Kinicki, 2000) mendefenisikan kepuasan kerja sebagai suatu efektivitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Menurut Martoyo (dalam Eka 2008), kepuasan kerja merupakan keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik tentu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Kepuasan kerja adalah sikap positif maupun negatif dari karyawan yang selalu berubah tentang berbagai aspek dalam pekerjaannya (Kuswantoro, 2008). Menurut Hasibuan (dalam Eka, 2008) berpendapat bahwa kepuasan adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Menurut Hasibuan (dalam Zachliherni; 2010), kepuasan kerja merupakan suatu hal yang bersifat individual, bahwa setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan nilai yang berlaku pada dirinya. Menurut (Siagian dalam Wahyuningrum; 2008), kepuasan kerja ialah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Artinya secara umum dapat dirumuskan bahwa seseorang yang memiliki rasa puas terhadappekerjaannya akan mempunyai sikap yang positif terhadap organisasi dimana ia berkarya. Seseorang yang merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek harapan dalam dirinya saling mendukung, dan sebaliknya jika aspek tersebut tidak mendukung, seseorang akan merasa tidak puas. Aspek –aspek yang terlibat dalam pekerjaan antara lain upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengambangan karir, hubungan dengan rekan kerja pegawai yang lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan dan mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan diri sendiri antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan (Mangkunegara, 2009 ,dalam Mazly ;2010). 2. Teori-teori Tentang Kepuasan Kerja Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu (Wahyuningrum, 2008) : a. Two Factor Theory Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene factors. Ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau maintainance factors. Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators. b. Value Theory Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang. 3. Dampak Kepuasan Kerja Kepuasan kerja yang dirasakan oleh pegawai akan memiliki dampak bagi pegawai itu sendiri, dan bagi organisasi tempat kerja. Dampak kepuasan kerja dapat diuraikan sebagi berikut (Mazly, 2010). a. Kepuasan dan Prodiktivitas Robbins (2006), mengatakan bahwa para pekerja yang bahagia tidak selalu menjadi pekerja yang produktif. Menurut( Kreitner dan Kinicki (2010) dalam Ana, 2008), mengatakan bahwa kepuasan kerja dengan produktivitas pegawai sangat berhubungan dan hal ini menjadi kunci utama bagi manager untuk menigkatkan produktivitas kerja pegawainya. b. Kepuasan dan Keabsean Kreitner dan Kinicki (dalam Kuswantoro, 2010) menemukan korelasi negatif antara kepuasan kerja dengan keabsenan pegawai, namu manager dari perusahaan tersebut tetap menekankan bahwa setiap penurunan keabsenan yang signifikan pasti disebabkan oleh kepuasan kerja yang meningkat. c. Kepuasan dan Pengunduran Diri Robbins (dalam Ana, 2010) mengatakan kepuasan berkorelasi positif dengan pengunduran diri, dan hubungan tersebut lebih kuat dari apa yang kita temukan untuk kebasenan. Kepuasan dapat menyebabkan retensi pegawai ditempat kerja. Pegawai yang meras puas dengan pekerjaannya akan merasa nyaman dan enggan untuk pindah tempat kerja, karena harus beradaptasi kembali ditempat kerja yang baru. Kreitner dan Kinicki, 2010: Siagian, 2009) mengatakan ketidakpuasan beraneka ragam, seperti panghasilan rendah atau dirasakan kurang memadai, kondisi kerja yang kurang memuaskan, hubungan yang tidak serasi, baik dengan atasan maupun sesama rekan kerja, pekerjaan ynag tidak sesuai dan berbagai faktor lainnya. 4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Asmuji (2012), setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda. Kepuasan kerja individu dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut (Asmuji, 2012): a. Pemenuhan kebutuhan Faktor ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik pekerjaan yang memungkinkan individu terpenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, jika individu dalam bekerja tidak mendapatkan kebutuhan yang cukup, individu akan merasa tidak puas. Kenyataan ini dapat membuat individu keluar dari pekerjaannya. Sebaliknya, jika individu terpenuhi kebutuhannya, dia akan merasa puas dengan pekerjaannya. b. Ketidakcocokan Kepuasan akan terjadi jika antara harapan dan kenyataan sesuai, atau bahkan kenyataan melampaui harapan. Akan tetapi, jika harapan lebih besar nilainya bila dibandingkan dengan kenyataan, individu akan tidak puas. Bahkan, beberapa penelitian menyatakan bahwa harapan yang terpenuhi secara signifikan berhubungan dengan kepuasan kerja. c. Pencapaian nilai Kepuasan berasal dari persepsi terhadap suatu pekerjaan yang memungkinkan individu terpenuhinya nilai-nilai kerja yang penting. Sebaliknya, jika individu dalam bekerja tidak mencapai nilai yang diinginkan, akan membuat individu tidak puas. Nilai-nilai kerja dapat terpenuhi dengan memberikan pengakuan maupun penghargaan atas hasil, wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan pekerja. d. Persamaan Kepuasan dalam model persamaan ini terfokus pada keadilan yang diterima oleh pekerja. Individu yang diperlakukan adil dalam imbalan maupun promosi akan membuat individu puas. Beberapa penelitian mendukung model ini yang menyatakan bahwa merasakan keadilan terhadap upah dan promosi secara signifikan berkorelasi dengan kepusan kerja. e. Genetik Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini dapat diamati saat ada individu yang merasakan kepuasan pada situasi apapun dilingkungan kerja, sedangkan ada orang lain yang merasa tidak puas. Ada penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara sifat pribadi dan kepuasan kerja. f. Kepemimpinan Kepemimpinan seorang pemimpin atau manajer dalam mengarahkan dan menggerakkan bawahannya untuk mencapai tujuan yang direncanakan merupakan hal yang penting dalam suatu organisasi. Pegawai yang merasa bahwa pimpinan dalam melakukan tugas kepemimpinannya selalu dapat menampung aspirasi, dan juga dapat mengatur tugas-tugas yang harus diperhatikan dengan baik akan dapat menimbulkan suatu perasaan senang pada pegawai terhadap pemimpinan tersebut. Oleh karena itu , kualitas kepemimpinan seorang pemimpin juga merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kepuasan pegawai. Kepuasan kerja dapat dipengaruhi sifat pemimpin dalam kepemimpinannya. Model kepemimpinan parsitipatif memberikan peluang kepada karyawan untuk ikut aktif dalam menyampaikan pendapatnya dalam menentukan kebijakankebijakan organisasi sehingga kepuasan kerja karyawan akan terpenuhi. Sedangkan, model kepemimpinan otoriter atau juga permisif akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan menjadi menurun atau tidak merasakan kepuasan dalam kerjanya. C. Kerangka Konsep Skema 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana D. Hipotesa Penelitian Ha : Ada hubungan antara pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Tahun 2014.