REPUBLIKA khazanah KAMIS, 13 JANUARI 2011 8 Musik dan Filosofinya Yusuf Assidiq Efek irama musik terhadap karakter dan perilaku, juga diulas mendalam. K iprah intelektual alKindi, Ibnu Sina, hingga Ikhwan al-Safa, tak hanya tentang ide dan pemikiran ilmiah yang berat. Mereka juga memberi perhatian pada seni, khususnya musik. Gagasan dari para filsuf besar itu memberi warna tersendiri pada bidang tersebut. Praktik bermusik berkembang pesat di era kekhalifahan. Para penguasa dari dinasti ke dinasti, begitu menghargai kesenian musik. Khalifah Abbasiyah, al-Mahdi, misalnya, kerap mengundang Siyath, pemusik terkenal asal Makkah ke istananya di Baghdad. Pun khalifah Harun al-Rasyid, tak tanggung-tanggung dalam memberikan hadiah kepada para seniman. Ibrahim al-Maushili, seorang pengusung musik klasik, konon pernah menerima imbalan hingga 150 ribu dirham dari khalifah. Istana al-Rasyid, papar Philip K Hitti melalui bukunya History of the Arabs, merupakan penyokong dan pelindung musik serta nyanyian. Semua berjalan di tengah polemik yang masih berkembang terkait larangan ahli fikih terhadap musik dan alat musik. Tapi, musik tetap digemari. Pada perkembangannya, kesenian ini akhirnya menjangkau ranah ilmiah dan intelektual. Pemantiknya adalah literatur-literatur dari Yunani yang dialihbahasakan selama periode Abbasiyah. Dua karya Aristoteles berhasil diterjemahkan ke bahasa Arab yakni Problemata (Kitab alMasa’il) serta De Anima (Kitab fi al Nafs). Keduanya mengupas teori-teori musik. Begitu pula risalah karya Euclid yang berjudul Kitab al-Nagham (Buku Melodi). Teks-teks tersebut menginspirasi ilmuwan, cendekiawan, dan sarjana Muslim. Mereka berlomba melakukan kajian terhadap musik. Lantas, lahirlah aneka gagasan ilmiah nan cemerlang, mulai dari aspek fisika hingga fisiologi suara. Sejumlah filsuf legendaris ikut memberikan kontribusi pemikiran. Buku berjudul Philosophies of Music in Medieval Islam karya Fadlou Shehadi menyingkap hal tersebut. Menurut Fadlou, filosofi dan teori musik adalah dua hal berbeda. Kajian teori musik pada abad pertengahan menyangkut elemen-elemen dalam musik, misalnya irama, interval, melodi, ritme, transisi, komposisi, dan lainnya. Filosofi musik, lanjut Fadlou, pada dasarnya mencoba menyibak segala hal di balik elemen maupun unsur musik. Mulai dari asal-usul, kaitan antara jiwa dan alam semesta, serta masih banyak lagi. Efek irama musik terhadap karakter dan perilaku, juga diulas mendalam. Satu tema penting lagi yang kerap diusung para filsuf, yakni bagaimana pandangan agama terhadap musik dan nyanyian. Dipelopori al-Kindi Fadlou mencatat, pelopor pembahasan musik dalam lingkup filsafat Islam adalah al- Kindi (801-873). Ia termasuk filsuf Muslim paling awal. Tokoh yang di Barat dikenal dengan nama alKindus itu juga menekuni banyak bidang ilmu seperti kimia, geometri, astronomi, teknik, matematika, dan medis. Seperti sarjana lain semisal Yunus alKhatib, Ishaq al-Mawsili, atau alKhalil Ahmad, pada awalnya al-Kindi membahas teori musik, baik dari aspek komposisi, relasi musik dan lirik, melodi, dan seterusnya. Namun, dalam kapasitasnya sebagai filsuf besar, alKindi sangat tertarik mempelajari musik pada cakupan lebih luas. Menurutnya, masih banyak elemen dari musik yang perlu dikaji. Ia merujuk pada tradisi dan literatur Yunani terkait musik, terutama karya Pytagoras. Al-Kindi lantas menulis beberapa kitab maupun esai tentang filosofi musik. Dalam buku berjudul al-Risalah alKubra fi’l Ta’lif, al-Kindi menjelaskan, MASMOI.WORDPRESS.COM ● Para musisi Arab pada sekitar abad ke-10. ● Al-Kindi, pelopor pembahasan musik dalam filsafat Islam. untuk bisa memahami filosofi musik, seseorang harus mengerti dasar-dasar elemen musik. Ada empat unsur penting yakni interval, melodi, syair, serta komposisi. Setiap unsur bisa dijabarkan secara ilmiah, sehingga al-Kindi mengklasifikasikan musik sebagai ‘ilmu tengah’, sejajar dengan aritmatika, geometri, dan astronomi. Itulah yang kemudian mengaitkan musik dan kosmos, elemen perubahan, relativitas, serta konsepkonsep normatif. Pada perkembangannya, ilmuwan yang sepanjang hidupnya telah menghasilkan 265 karya itu, percaya bahwa musik memiliki dimensi berbeda dari fenomena yang ada. Seseorang, menurut al-Kindi, bisa mengurai interval musik melalui pendekatan matematika. Namun di sisi lain, terdapat kemungkinan untuk mengeksplorasi dimensi dan efek dari musik dalam ranah fisiologi serta psikologi. Tak hanya itu, empat senar pada instrumen musik ‘ud merepresentasikan empat elemen dasar di alam semesta, antara lain, langit, bumi, siang, dan malam. Dari sini hadir gagasan tentang kesesuaian antara nada-nada, melodi, maupun irama, dengan elemen-elemen inti di alam semesta. Karena alam diciptakan Tuhan dalam kesempur- AMROOMS.BLOGSPOT.COM naan, maka perwujudan musik pun hendaknya mencerminkan kaidah kesempurnaan pula. Ikhwan al-Safa, kelompok persaudaraan sufi dari abad ke-9, menambahkan unsur suara, cita, dan rasa, dalam dimensi musik. Ide ini lantas dikembangkan lebih jauh oleh Ibnu Sina. Para anggota Ikhwan meyakini, musik yang dimasukkan pada ilmu pengetahuan, punya capaian religius, yakni menambah ketakwaan serta mendekatkan diri kepada-Nya. Tiap jenis suara musik yang dihasilkan instrumen memiliki kualitas dan keunikan. Karena itu, tiap karakteristik suara dapat memberikan pengaruh berbeda bagi pendengarnya. Dalam hal ini, Ikhwan dan Ibnu Sina sepakat dengan gagasan bahwa musik mampu menghadirkan efek tertentu secara biologis maupun psikologis. Musik akhirnya banyak diterapkan sebagai salah satu metode penyembuhan aneka penyakit fisik dan psikis. Ibnu Sina (980-1037) mempelajari ide-ide tentang musik al-Farabi. Ia pun sependapat dengan Ikhwan al-Safa bahwa elemen suara sangat penting dalam kehidupan manusia. Suara tercipta dari keteraturan dan kreasi sehingga mampu menyentuh jiwa. ■ ed: wachidah handasah MASMOI.WORDPRESS.COM Harmonisasi Empat Dawai al-Kindi Yusuf Assidiq l-Kindi diketahui mahir memainkan ‘ud atau gambus berleher pendek. Bagi al-Kindi, sangat penting untuk memahami musik secara teori dan praktik. Dalam risalah Ajza Khabariyyah fi’l Musiqi, ia mengaitkan empat dawai ‘ud dengan empat unsur penting di alam semesta. Pertama adalah dawai C (al-Zir) yang paling tipis. Letaknya paling atas dari tiga senar lainnya. Dawai itu diasosiasikan dengan unsur api. “Ia memiliki seluruh jiwa, tapi tidak punya raga,” sebut al-Kindi. Secara fenomena alam, senar tersebut dilihat sebagai musim panas. Kedua, dawai A, terdapat di urutan paling bawah. Ia merupakan unsur air, dan berdimensi musim salju. Ketiga, dawai G yang dipandang merepresentasikan unsur angin. Sementara dawai D disebut al-Kindi sebagai elemen bumi A atau keseluruhan jiwa dan raga. Keempatnya tidak bisa dipisahkan. Sebab, suara yang timbul dari setiap dawai tadi saling melengkapi untuk membentuk jalinan nada dan melodi yang merdu. Al-Kindi berpendapat, keseimbangan alam tercipta dari harmoninasi keempat elemen penting tadi. Sejak abad pertengahan, istilah musiqa atau musiqi sudah digunakan secara luas. Kata yang juga tercantum dalam risalah-risalah para ilmuwan dan filsuf Muslim diadopsi dari bahasa Yunani. Satu istilah lagi dilontarkan sejarawan Ismail dan Lois Lamya alFaruqi yakni handasah al-shaut (seni suara). Dalam buku Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, keduanya berpendapat, kata musiqa sebenarnya hanya berlaku pada jenis seni suara tertentu. Bahkan, untuk sebagian besar, merujuk pada sesuatu yang statusnya masih diragukan, atau bahkan buruk dalam budaya Islam. Pengertian handasah al-shaut punya dimensi lebih luas. Ia memiliki arti semua kombinasi artistik nada dan irama yang dikenal pada khazanah seni Islam. Ismail dan Lois Lamya menegaskan, Alquran sangat memengaruhi handasah al-shaut dengan dua cara. Pertama, secara sosiologis. Hal itu menyebabkan pemusik dan pendengar memandang seni shauti secara khas Islam. Kedua, secara teoretis, terutama dengan membentuk karakteristik contoh seni suara aktual seperti yang ditampilkan umat Muslim. Qiraah adalah jenis handasah al-shaut yang paling awal dan merasuk pada budaya Islam. Di samping itu, qiraah menentukan karakteristik aliran lain seni suara dalam Islam. Pada abad pertengahan, telah muncul beragam jenis nada dan irama, semisal azan, tilawah Alquran, gema haji, atau puisi religius. Begitu pula musik seremonial, musik militer, dan banyak lagi. ■ ed: wachidah handasah ● Aneka alat musik pada abad pertengahan. WELOVE-MUSIC.NET