Model Denyut Jantung dengan Teori Bifurkasi dan Distribusi Interval

advertisement
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Jantung merupakan organ tubuh yang penting peranannya dalam tubuh manusia, hal
ini disebabkan karena jantung berfungsi sebagai alat pemompa darah yang kemudian
memompakan keseluruh bagian tubuh.Jantung memiliki dua jenis gerakan yang yaitu
kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole).Sistole adalah tekanan darah saat terjadi
kontraksi pada otot jantung, sedangkan diastole adalah tekanan darah pada saat jantung
tidak berkontraksi atau sedang beristirahat pada saat pemompaan.
Model denyut jantung yang berbentuk
̇ = −(
−
̇ = −
+
)
yang diambil dari
literature (Thanom dan Robert, 2011)akan dianalisa dengan menggunakan teori bifurkasi
untuk melihat sifat kestabilan dan jenis bifurkasi yang terjadi pada model. Teori bifurkasi
dipilih karena dapat mengetahui sifat perubahan kualitatif yang terjadi pada model
apabila parameter berubah-ubah.
Karena model denyut jantung hanya memiliki siklus denyut jantung pada saat sistole
dan diastole maka penelitian dilakukan pada data pengukuran denyut jantung.Data
denyut jantung diduga merupakan fungsi Gauss sehingga perlu dilakukan penyususan
fungsi Gauss agar antar data dan data yang diduga memiliki eror yang kecil sehingga
diperlukan metode Nelder-Mead simplex untuk mencari parameter-parameter yang dapat
meminimumkan nilai eror.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sifat model denyut jantung apabila dianalisis dengan menggunakan teori
bifurkasi?
2. Bagaimana pola distribusi pada data pengukuran denyut jantung dengan
menggunakan metode Nelder-Mead ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui sifat model denyut jantung yang dianalisis dengan menggunakan teori
bifurkasi
2. Mengetahui pola distribusi interval pada data pengukuran denyut jantung yang
parameter-parameter pada data dioptimasi dengan Nelder-Mead simplex untuk
mendapatkan nilai eror yang terkecil
xii
D. BATASAN MASALAH
1. Model denyut jantung yang digunakan merupakan sistem persamaan tak linier yang
berbentuk dua persamaan.
2. Data pengukuran denyut jantung yang diteliti merupakan data yang diukur selama
2menit pada satu orang.
Hasil penelitian ini dituangkan dalam dua makalah sebagai berikut :
1. Analisis Model Denyut Jantung Dengan Menggunakan Teori Bifurkasi yang
dipublikasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika “Peran Matematika
dan Pendidikan Matematika Sebagai Solusi Problematika Pada Abad ke-21” yang
diselengarakan oleh FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 22 Februari
2014, termuat dalam prosiding ISBN : 978-979-17763-7-0.
2. Pola Distribusi Interval Denyut Jantung Dengan Memanfaatkan Jumlahan Fungsi
Gauss Yang Dioptimasi Secara Nelder-Mead Simplex
xiii
MAKALAH 1
ANALISIS MODEL DENYUT JANTUNG DENGAN
MENGGUNAKAN TEORI BIFURKASI
Herlina
D. Tendean1), Hanna A. Parhusip2), Bambang Susanto2)
1)
Mahasiswa Program Studi Matematika FSM UKSW
2)
Dosen Program Studi Matematika FSM UKSW
Fakultas Sains dan Matematika UKSW
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711
1)
[email protected],2)[email protected], 2)[email protected]
ABSTRAK
̇ = −(
−
+ )
Model denyut jantung manusia yang berbentuk
̇ = −
dianalisa dengan menggunakan teori bifurkasi karena variasi parameter
dalam model yang dapat menyebabkan perubahan sifat kualitatif titik
setimbang. Model tersebut merupakan model tak linier maka model akan
dilinierkan dengan mengunakan linierisasi deret Taylor. Untuk melihat
perbandingan antara model linier dan tak linier yang sesuai dengan sistem
kerja jantung manusia, maka kedua model diselesaikan dengan
menggunakan metode Runge-Kutta orde 4. Model linier tidak sesuai dengan
sistem kerja jantung manusia karena dalam model linier tidak terjadi proses
sistole dan diastole, sehingga model tak linier lebih valid karena sesuai
dengan sistem kerja jantung manusia. Solusi yang didapatkan dari model tak
linier merupakan bifurkasi homoklinik yang terjadi karena adanya siklus
periodik dan sifat stabilitas titik setimbang cenderung tidak stabil.
Kata kunci : Jantung, Bifurkasi Homoklinik, Titik Setimbang.
PENDAHULUAN
Pada proses pemompaan darah pada jantung memiliki dua jenis gerakan yang
disebut kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole). Sistole adalah gerakan jantung pada
saat tekanan darah terjadi kontraksi pada otot-otot jantung, sedangkan diastole adalah
gerakan jantung pada saat jantung beristirahat pada saat pemompaan .Denyut jantung
terjadi pada saat jantung berada dalam kondisi sistole dan diastole yang terjadi berulangulang.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur denyut jantung manusia
adalah Electrodiagram (ECG).ECG menampilkan grafik yang merekam aktifitas
kelistrikan jantung pada selang waktu tertentu, grafik yang muncul dari hasil pemeriksaan
berupa grafik naik dan turun yang dapat disebut sebagai gelombang (Shyu dan Weichih,
2007).
Model denyut jantung manusia harus memiliki 3 siklus dasar (Jones dan
Sleeman,1983) :
1. Model yang dibuat harus berdasarkan keadaan setimbang dengan laju perubahan
panjang serabut otot dan gelombang aktifitas elektrokimia sama dengan nol
2. Terdapat ambang batas yang memicu gelombang elektrokimia yang
menyebabkan jantung berkontraksi
3. Model diharapkan dapat cepat kembali dalam keadaan setimbang
Model denyut jantung yang diteliti dalam paper ini berbentuk (Thanom dan Robert,
2011):
̇ = −(
−
+ )
>0
(1)
̇ = −
(2)
dengan
: Panjang serabut otot
: Variabel aktifitas elektrokimia
: Konstanta parameter bernilai positif kecil yang berhubungan dengan nilai
eigen
: Skalar kuantitas yang mewakili panjang serat otot dalam keadaan diastole
: Ketegangan dalam otot.
= 0, = 0.2 dan = 1.
Pada literatur nilai parameter yang diketahui adalah
Persamaan (1) dan (2) merupakan sistem persamaan yang memiliki bentuk umum
⃗
= ⃗( ⃗, ), persamaan (1) dan (2) akan dianalisis dengan menggunakan teori bifurkasi.
⃗
Model dianalisis dengan menggunakan teori bifurkasi diharapkan dapat menunjukan sifat
sistem kerja jantung apabila parameter berubah-ubah.
Teori Bifurkasi
Bifurkasi adalah perubahan sifat kualitatif titik setimbang dari sistem persamaan
⃗
diferensial
= ⃗( ⃗, ) yang terjadi karena variasi parameter. Titik setimbang adalah
⃗
solusi ⃗ = ⃗ ∗ yang menyebabkan
= 0⃗ . Terdapat 3 jenis bifurkasi yang dapat
digambarkan dari sebuah persamaan diferensial (Golubitsky dan Dellnitz,1999) :
1. Bifurkasi pelana (saddle node bifurcation) yaitu dimana
titik setimbang
⃗ ∗ bertabrakan dan menghilang. Bifurkasi pelana diperoleh dengan mendeteksi :
det ( ) ( ⃗, ) = 0 , ( ( ) ≠ 0)
dengan adalah matriks Jacobian dari sistem persamaan diferensial. Matriks
Jacobian dibentuk dari turunan parsial dari sistem persamaan diferensial dari
= 1, … ,
dan
= 1, … , . Berdasarkan
( ⃗, ) terhadap
, dengan
komponennya, ditulis
⋯
⎡
⎤
⎢
= ⋮
(3)
⋱
⋮ ⎥.
⎢
⎥
…
⎣
⎦
2. Bifurkasi hopf yaitu berubahnya jenis kestabilan titik setimbang persamaan
diferensial, yang terjadi karena munculnya sepasang nilai eigen dari matriks
Jacobian yang bernilai imajiner. Bifurkasi hopf dapat diperoleh jika sistem
persamaan diferensial memenuhi :
= 0)
det ( ) ( ⃗, ) > 0 , (
Nilai eigen disini adalah nilai skalar yang memenuhi persamaan
⃗ = ⃗.
(4)
Matriks A adalah matriks Jacobian dari persamaan diferensial yang dihitung pada
titik setimbangnya. Sehingga nilai eigen pada matriks Jacobian dicari dengan
menyelesaikan (Mahmud, 2009)
det( − Ι) = 0
(5)
3. Bifurkasi homoklinik yaitu adanya siklus periodik pada suatu persamaan
diferensial, yang muncul karena sepasang nilai eigen (5) dari matriks Jacobian
tidak sama dengan nol (Maoan dkk, 2012). Bifurkasi homoklinik dapat dideteksi
jika persamaan diferensial memenuhi :
≠ 0)
det ( ) ( ⃗, ) > 0 , (
Untuk menentukan sifat stabilitas titik setimbang maka sistem persamaan
diferensial tak linier perlu diketahui sifat nilai eigen dari matriks Jacobian yaitu matriks
pada persamaan (3).
Menurut (Golubitsky dan Dellnitz,1999) Titik setimbang untuk kasus bifurkasi
dibedakan menjadi 2 bagian :
1. Titik setimbang hiperbolik (jika bagian riil pada nilai eigen dari matriks Jacobian
pada titik setimbang tidak nol).
2. Titik setimbang non hiperbolik (jika bagian riil pada nilai eigen dari matriks
Jacobian pada titik setimbang bernilai nol).
Sifat kestabilan untuk titik setimbang hiperbolik dibagi berdasarkan jenis dan
tanda dari nilai eigen. Beberapa sifat kestabilan titik setimbang (Golubitsky dan
Dellnitz,1999) :
1. Jika semua nilai eigen riil dan mempunyai tanda sama, stabil apabila nilai eigen
positif dan tidak stabil apabila nilai eigen negatif.
2. Jika semua nilai eigen riil dan berbeda tanda (positif dan negatif) maka jenis
kestabilan adalah pelana (saddle) dan selalu tak stabil.
3. Jika salah satu nilai eigen riil dan nilai eigen kompleks yang semua nilai eigen
bernilai negatif maka jenis kestabilan adalah stabil, tetapi apabila semua nilai eigen
bertanda positif maka jenis kestabilan adalah tak stabil. Jenis kestabilan ini disebut
fokus titik (focus node).
4. Jika salah satu nilai eigen riil dengan tanda yang berlawanan dari nilai eigen yang
kompleks, maka jenis kestabilannya disebut titik pelana fokus (saddle focus), titik
setimbang ini selalu tidak stabil.
Karena model 1 yang digunakan bersifat tak linier maka sebagai langkah awal
model dilinierkan dengan deret Taylor di sekitar titik setimbang ⃗ ∗ .
Linierisasi sistem persamaan tak linier dengan menggunakan Deret Taylor
Linierisasi didasarkan dari fungsi ⃗( ⃗)yang terletak dekat dengan titik setimbang,
dengan ⃗( ⃗ ∗ ) = 0⃗ yang kemudian disusun sistem persamaan pada sekitar titik setimbang
∗
.
⃗
∗
= ⃗( ⃗) = ⃗( ⃗ ∗ ) +
(6)
∗( ⃗ − ⃗ ) + ⋯
⃗
Dari persamaan (6) selanjutnya yang lebih tinggi dbuang, sehingga persamaan menjadi
…
⎡
⎤
− ∗
⃗
⎢
⎥
⋮
= ⋮ = ⋮
(7)
⋱
⋮
⎢
⎥
− ∗
⋯
⎣
⎦
Persamaan (7) merupakan model sistem persamaan linier yang berada di sekitar titik
setimbang ∗ .
Metode Runge-Kutta orde 4 untuk model denyut jantung persamaan (1) dan (2)
Untuk menyelesaikan sistem persamaan diferensial tak linier pada persamaan (1)
dan (2) dapat digunakan metode Runge-Kutta (Yang dkk, 2005) dengan tujuan membawa
⃗
= ⃗( ⃗, ) menurut metode Rungemodel kedalam fungsi waktu ( ). Penyelesaian
Kutta Orde 4 adalah
⃗
ℎ
= ⃗ + ( ⃗ + 2 ⃗ + 2 ⃗ + ⃗)
6
dengan
⃗ = ⃗( ⃗ ,
)
1
1
⃗ = ⃗( ⃗ + ℎ ⃗, + ℎ)
2
2
1
1
⃗ = ⃗( ⃗ + ℎ ⃗, + ℎ)
2
2
⃗ = ⃗( ⃗ + ℎ ⃗, )
Persamaan (1) dan (2) merupakan sistem persamaan tak linier dan akan dibawa kedalam
fungsi waktu ( ) dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4, persamaan (1) dan
(2) mempunyai penyelesaian
ℎ
⃗
= ⃗ + ( ⃗ + 2 ⃗ + 2 ⃗ + ⃗)
6
dengan
1
+
)
⃗ = − (( ) −
=
−
ℎ
ℎ
ℎ
1
+(
+
) −
+
+
))
− ((
2
2
2
⃗=
=
ℎ
+
)+
(
2
ℎ
ℎ
ℎ
1
+
) −
+
+
))
− ((
+(
2
2
2
⃗=
=
ℎ
+
)+
(
2
1
+ℎ ) − (
+ℎ )+(
+ ℎ ))
⃗ = − ((
=
(
+ℎ )+
PEMBAHASAN
Analisa model denyut jantung manusia
Dalam penilitian ini persamaan (1) dan (2) akan dicari nilai titik setimbangnya
untuk mengetahui sifat stabilitas titik setimbang ⃗ ∗ . Secara analitik didapatkan nilai titik
setimbang
∗
=
1
∗
=− ( − )
Sehingga titik setimbang ( ∗ , ∗ )adalah ( , − (
−
)). Titik setimbang
tergantung pada parameter , dan . Berdasarkan titik setimbang pada persamaan (1)
dan (2) merupakan bifurkasi homoklinik karena siklus periodik dapat muncul dan
≤ 0.5, jika
menghilang jika parameter divariasi. Pada gambar 1 divariasi −0.5 ≤
> 0.5 dan
< −0.5 maka tidak akan terjadi siklus periodik.
xd = - 0.5
E = 0.2
T=1
x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E
xd = 0
E = 0.2
T=1
x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E
3
2
2
2
1
1
1
0
x1
3
x1
x1
x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E
3
0
-1
-1
-2
-2
-2
-3
-3
-2
-1
0
x2
1
2
3
E = 0.2
T=1
0
-1
-3
xd = 0.5
-3
-3
-2
-1
0
x2
1
2
3
-3
-2
-1
= −0.5 (kiri),
Gambar 1.Siklus periodik yang terjadi untuk
= 0.5 (kanan).
0
x2
1
2
3
= 0 (tengah) dan
Menentukan sifat stabilitas titik setimbang berdasarkan variansi parameter
Untuk menentukan sifat stabilitas titik setimbang persamaan (1) dan (2) maka
dicari nilai eigen dengan membentuk matriks Jacobian sesuai dengan persamaan (3)
⎡
⎤
1
1
⎢
⎥ = − (3 − ) −
=
⎢
⎥
1
0
⎣
⎦
Nilai eigen dengan parameter yang telah diketahui
= 3.62dan
= 1.38,
jadi sifat kestabilan titik setimbang adalah tidak stabil karena nilai eigennya real dan
bertanda positif dengan tipe titik setimbang hiperbolik.
dan
Sifat kestabilan berdasarkan nilai eigen dengan memvariasi parameter ,
ditunjukan pada table 1.
1. Parameter yang divariasi
Tabel 1. Nilai eige, determinan dan trace dari matriks Jacobian untuk beberapa
variasi parameter
No
Nilai
Nilai Eigen
Det
Matriks Jacobian
Gambar pplane7
Paramete
/Trace
r
5.2632 −5.2632
`1
5.2632
= 0.19
= 3.9208
1
0
5.2632
=1
= 1.3424
=0
x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E
xd = 0
E = 0.19
T=1
3
2
x1
1
0
-1
-2
-3
-3
= 0.05
=1
=0
= 18.9443
= 1.0557
20
20
20 −20
1
0
-1
0
x2
1
2
xd = 0
3
E = 0.05
T=1
3
2
1
x1
2
-2
x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E
0
-1
-2
-3
-3
= 0.25
=1
=0
= 2
=2
4
4
4 −4
1 0
-1
0
x2
1
2
xd = 0
3
E = 0.25
T=1
3
2
1
x1
3
-2
x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E
0
-1
-2
-3
-3
= 0.256
=1
=0
= 1.96 + 0.29i
= 1.96 − 0.29i
3.9063
3.9063
3.9063 − 3.9063
1
0
1
2
xd = 0
3
E = 0.256
T=1
1
0
-1
-2
= 1.67 + 0.75i
= 1.67 − 0.75i
-3
-3
3.3333
3.3333
3.3333 −3.3333
1
0
-2
-1
0
x2
1
x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E
2
xd = 0
3
E = 0.3
T=1
3
2
1
x1
= 0.3
=1
=0
0
x2
2
(pelana)
5
-1
3
x1
4
-2
x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E
0
-1
-2
(pelana)
-3
-3
-2
-1
0
x2
1
2
Setelah memvariasi parameter dapat terlihat nilai eigen selalu positif dan sifat
kestabilan titik setimbang akan terjadi tidak stabil apabila ≤ 0.25 dan sifat
kestabilan pelana fokus terjadi apabila nilai > 0.25. Dapat dikatakan bahwa sifat
titik setimbang dengan memvariasi parameter adalah pelana fokus dan tidak
stabil.
3
2. Apabila parameter −0.5 ≤
< 0 atau 0.5 ≥
> 0 maka sifat kestabilan titik
= 0 sifat kestabilan titik
setimbang tidak stabil dan pelana fokus dan apabila
setimbang tidak stabil.
3. Parameter divariansi ≥ 1 maka sifat kestabilan titik setimbang tidak stabil
dan
Setelah melakukan variansi parameter ,
persamaan(1) dan (2)
merupakan bifurkasi homoklinik karena persamaan (1) dan (2) memiliki siklus periodik.
Dengan menggunakan bantuan pplane7 maka akan terlihat siklus yang terjadi pada
persamaan (1) dan (2) dalam bidang fase.
x2 ' = x1 - xd
3
x1 ' = - (x1 - T x1 + x2)/E
T=1
E = 0.2
xd = 0
3
A
2
x1(panjang seraut otot)
B
1
0
-1
D
C
-2
-3
-3
-2
-1
0
1
x2 (variabel aktifitas elektrokimia)
2
3
= Variabel aktifitas elektrokimia dimana
= 0,
= 0.2 dan = 1.
Gambar 2 menunjukan bahwa medan vektor dalam garis AB dan BC berjalan
menuju garis B dan C yang membentuk siklus. Titik-titik AB dan BC merupakan titik
setimbang yang stabil sedangkan titik yang berada disekitar garis BC merupakan titik
setimbang yang tidak stabil disebabkan pada garis B dan C merupakan ambang batas
yang menyebabkan jantung berkontraksi (Thanom dan Robert, 2011).Titik setimbang
dikatakan tidak stabil karena jantung merupakan organ tubuh yang tidak berhenti
beraktifitas sehingga dapat dikatakan bahwa jantung tidak pernah berada pada kondisi
yang stabil.
Gambar 2. = panjang serat otot,
Linierisasi sistem persamaan tak linier
Melinierkan sistem persamaan tak linier diharapkan persamaan yang linier lebih
mendekati sistem kerja jantung. Pada persamaan (1) dan (2) akan disusun persamaan
disekitar titik setimbang ∗ dan ∗
=
=
( ,
( ,
)=
)=
∗
(
∗
(
,
,
∗)
∗)
+
∗,
(
+
∗,
(
−
∗)
+
(
−
∗)
+
∗)
∗)
Linierisasi persamaan (1) dan (2) disekitar titik setimbang
−3
+
=
1
−
1
0
−
−
−3
∗
∗
+
=
1
∗
−
dan
(
∗
∗
(
∗)
,
,
∗)
(
−
∗)
−
∗)
+
)
∗
−
1
0
(
−
(−
(
=
−
)+
−
−
(
)
(8)
Persamaan (8) adalah hasil linierisasi persamaan (1) dan (2).
Metode Runge-Kutta orde 4
Hasil Metode Runge-Kutta orde 4 akan diaplikasikan pada persaman (1) dan (2)
dengan dibantu Matlab R2009a, dengan titik awal yang dipilih adalah -0.35 dan 0.35.
2
x1
1
0
-1
-2
0
5
10
0
5
10
15
20
25
15
20
25
1
x2
0.5
0
-0.5
-1
t
=0
Gambar 3. Gambar dari persamaan (1) dan (2)dengan = 0.2, = 1 dan
Gambar 3 merupakan gambar pada persamaan (1) dan (2) yang dibawa dalam fungsi
dengan titik awal yang dipilih adalah pada saat ( ) = −0.35dan ( ) = 0.35, titik
awal dipilih berdasarkan perpotongan antara AB dan BC pada gambar 2. Pada gambar 3
menjelaskan adalah panjang serabut otot dan adalah variabel aktifitas elektrokimia,
pada saat = 5 dan
= 5 terlihat pada garis putus-putus yaitu pada saat jantung dalam
keadaan diastole maka panjang serabut otot semakin melebar dan aktifitas elektrokimia
akan semakin mengecil karena tidak terjadi kontraksi pada otot jantung, tetapi pada garis
yang tidak putus-putus yaitu pada saat jantung dalam keadaan sistole maka panjang
serabut otot akan semakin mengecil dan variabel aktifitas elektrokimia semakin
membesar karena terjadi kontraksi dalam jantung yang dapat menghasilkan listrik
didalam jantung.
Dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4 persamaan (8) disusun seperti
persamaan yang tak linier dan dibawa ke dalam fungsi waktu ( ) untuk melihat kedekatan
antara model yang linier dengan sistem kerja jantung. Dengan menggunakan bantuan
Matlab R2009a maka persamaan (1),(2) dan (8) diaplikasikan dengan menggunakan
metode Runge-Kutta orde 4 yang ditunjukan pada gambar 4.
4
Linier
x1
2
0
-2
Tak linier
0
5
10
15
20
25
15
20
25
60
x2
40
Linier
20
0
Tak Linier
-20
0
5
10
t
Gambar 4. Gambar dari persamaan (1), (2) dan (8)
Pada gambar 4 terlihat bahwa sistem persamaan yang telah dilinierkan tidak sesuai
dengan keadaan jantung manusia, karena keadaan panjang serabut otot dan variabel
aktifitas elektrokimia semakin meningkat dan terlihat bahwa jantung tidak mengalami
proses sistole dan diastole.
Dimensi Analisis untuk Persamaan (1) dan (2)
Model pada persamaan (1) dan (2) merupakan model yang tak berdimensi
sehingga pada kasus ini akan dilakukan analisis untuk menjadikan model yang tak
berdimensi menjadi berdimensi.
Misalkan berdasarkan dari literatur diberikan dimensi pada setiap variabel :
= panjang serabut otot (meter)
= aktivitas variabel elektrokimia (tegangan listrik = Volt)
= Tegangan (Pascal atau Newton/meter )
= Skalar kuantitas yang mewakili panjang serat otot dalam keadaan diastole (meter)
= waktu (detik)
Untuk mendapatkan informasi tentang satuan pada parameter pada persamaan (1)
dan (2) tersebut maka perlu dilakukan terlebih dahulu analisa dimensi sebagaimana
ditunjukkan berikut ini. Model ditulis dalam bentuk
̇ =−
+
−
(9)
̇ = ( − ),
, , , , >0
(10)
Penyekalaan umum yang dapat digunakan adalah
= ,
= , ̃= .
(11)
denganA, B dan merupakan skala referensi untuk panjang serabut otot, tegangan
listrik dan waktu. Skala referensi adalah nilai-nilai panjang serabut otot, tegangan listrik
dan waktu yang biasa digunakan pada saat pengukuran jantung. Misalkan A adalah
panjang serabut otot jantung dalam keadaan normal bagi orang sehat ketika jantung
berkontraksi dalam satuan meter, B adalah tegangan listrik yang terjadi dalam jantung
pada saat berkontranksi dalam satuan volt dan adalah waktu yang digunakan pada saat
jantung mengalami sistole dan diastole dalam satuan detik. Dengan menggunakan
penyekalaan umum (11) pada persamaan (9) dan (10) diperoleh
̇ =−
+
−
(12)
̇ = ( − )
(13)
selanjutnya perlu dicari , ,
dengan
dan
=
, sehingga
=
=
=
̇ =−
+
−
adalah pada persamaan (1) yang sehingga dapat menjadi
disederhanakan menjadi
= 1 sehingga menyebabkan
=
.Ekspresi
=
jadi
dapat
=
.
Selanjutnya = 1jadi = =
.
Jadi model pada persamaan (1) dan (2) setelah dilakukan penyekalaan akan menjadi
̇ =−
+
−
(14)
̇ = −
(15)
Persamaan (14) dan (15) merupakan persamaan yang muncul pada persamaan (1) dan (2),
dengan menghilangkan notasi tilda maka persamaan (14) dan (15) dapat digunakan
dengan dimensi yang dapat dihubungkan jika muncul pada pengukuran denyut jantung.
Hal ini akan digunakan pada penelitian yang lebih lanjut.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis model denyut jantung yang dilakukan terlihat bahwa teori
bifurkasi telah digunakan untuk menganalisis suatu persamaan diferensial yang
mempunyai perubahan sifat kualitatif pada titik setimbang yang dikarenakan perubahan
parameter. Persamaan tak linier yang sudah ada juga telah memenuhi sistem kerja jantung
pada saat sistole dan diastole.Pada persamaan (1) dan (2) merupakan jenis bifurkasi
homoklinik yang timbul karena adanya siklus periodik dengan sifat titik setimbang yang
cenderung tidak stabil. Sifat titik setimbang adalah tidak stabil yang berarti bahwa
jantung sedang berada pada kondisi sistole dan diastole yang berulang-ulang pada nilai
parameter ≤ 0.25dan ≥ 0.25, −0.5 ≤
≤ 0.5 dan ≥ 1.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Bapak Dr. Suryasatriya Trihandaru, M. Sc yang telah
berkontribusi pada analisis dimensi model yang akan digunakan untuk penelitian lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Golubitsky, M and Dellnitz, M. (1999). Liniear Algebra and Differential
Equation Using Matlab. Brooks/Cole Publishing Company.
[2]. Imrona, Mahmud. (2009). Aljabar Linier Dasar. Jakarta : Erlangga.
[3]. Jones, D.S and Sleeman, B. D. (1983). Differential Equations And
Mathematical Biology. Departement of Mathematical Sciences, University of
Dundee. London.
[4]. Maoan Han, Junmin Yang and Dongmei Xiao. (2012). Limit Cycle Bifurcation
Near a Double Homoclinic Loop with a Nilpotent Saddle. International
Journal of Bifurcation and Chaos.
[5]. Pangase, Yulin. (2013). Penyelesaian Untuk Model Reaktor Reaksi Kimia
(Continuous Flow Stirred Chemical Tank Reactor (Cstr)) Dengan
Menggunakan Teori Bifurkasi. Fakultas Ilmu Alam dan Teknologi Rekayasa
Universitas Halmahera.
[6]. Thanom, Witt and Loh, Robert N. K. (2011). Nonlinier Control Of Heartbeat
Models. Departement of Electrical and Computer Engineering Center for
Robotics and Advanced Automation Oakland University Rochester. USA.
[7]. Yang WY, Cao W, Chung TS and Morris J. (2005). Applied Numerical
Methods Using Matlab. United State of America : Willey-Interscience.
MAKALAH 2
POLA DISTRIBUSI INTERVAL DENYUT JANTUNG DENGAN
MEMANFAATKAN JUMLAHAN FUNGSI GAUSS YANG
DIOPTIMASI SECARA NELDER-MEAD SIMPLEX
Herlina D Tendean1),Hanna A Parhusip2), Suryasatria Trihandaru3), Bambang Susanto4)
1)
Mahasiswa Program Studi Matematika FSM UKSW
2)
Dosen Program Studi Matematika
3)
Dosen Program Studi Fisika
4)
Dosen Program Studi Matematika
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711
1)
[email protected],2)[email protected],3)[email protected]
,4)[email protected]
Abstrak
Data denyut jantung manusia merupakan data yang memiliki gelombang periodik. Data denyut jantung
didekati fungsinya dengan menggunakan fungsi Gauss. Parameter-parameter yang akan digunakan dalam
fungsi Gauss dicari dengan menggunakan metode Nelder-Mead simplex untuk meminimumkan nilai eror
yang terjadi pada fungsi Gauss. Dalam tiap gelombang denyut jantung selalu terjadi lima puncak sebut
saja P, Q, R, S dan T. Jarak antar puncak P ke P, Q ke Q, R ke R, S ke S dan T ke T pada gelombang
diseluruh data telah dicari frekuensi terjadinya jarak masing-masing antar puncak. Frekuensi terjadinya
jarak tiap puncak ke puncak berikutnya merupakan distribusi Gamma dengan nilai parameter berada
pada interval 269.7837 ≤ ≤ 373.7805 dan parameter berada pada interval 0.0021 ≤ ≤ 0.003
yang diperoleh dari distribusi Gamma.
Kata kunci : Denyut Jantung, Fungsi Gauss, Metode Nelder-Mead simplex, Nilai Eror, Frekuensi,
Distribusi Gamma
PENDAHULUAN
Model denyut jantung yang pernah diteliti
merupakan sistem persamaan tak linier
yang
berbentuk
̇ = −(
−
+ )
, model denyut
̇ = −
jantung telah diteliti dengan mengunakan
teori bifurkasi untuk mencari sifat stabilitas
titik setimbangnya dan didapatkan bahwa
model
merupakan
jenis
bifurkasi
homoklinik yang siklus periodiknya dapat
muncul dan menghilang apabila parameter
divariasi dengan sifat stabilitas titik
setimbang yang cenderung tidak stabil [1].
Model denyut jantung yang telah diteliti
belum tepat dengan data denyut jantung
sehingga perlu dilakukan modifikasi [2].
Modifikasi model yang dilakukan dengan
ketegangan dalam otot pada model yang
sebelumnya dianggap sebagai konstata
sedangkan pada model yang baru
ketegangan dijadikan sebagai parameter
dalam fungsi waktu, lalu penambahan
konstanta yang mempresentasikan sinyal
kontrol pada pacemaker[2]. Sedangkan
pada makalah ini modifikasi akan dilakukan
dengan proses fitting terhadap data denyut
jantung yang telah ada. Fitting dilakukan
dengan menggunakan Metode Nelder-Mead
simplex dengan mengasumsikan bahwa
data sebagai jumlahan pada sebuah periode
gelombang dengan fungsi Gauss.
METODE
Model denyut jantung dengan kombinasi
Fungsi Gauss
Data denyut jantung yang diteliti
merupakan data yang terdiri dari banyaknya
jumlah titik-titik sampel dan selalu terjadi
gelombang
yang
berulang-ulang.Data
merupakan hasil pengukuran denyut
jantung yang diambil selama 120
detik.Pada awalnya dicari dahulu satu
gelombang dari keseluruhan data yang
dimiliki.
1
2.2
1.2
2
1
1.8
0.8
1.6
0.6
y (mV)
y (mV)
R
1.4
1.2
0.4
T
0.2
1
0
0.8
-0.2
P
Q
0
1
2
3
4
5
-0.4
0.1
0.2
0.3
0.4
t (detik)
S
0.5
0.6
t (detik)
0.7
0.8
0.9
Gambar 1. Gambar data denyut jantung (kiri) dan denyut jantung dalam satu gelombang
(kanan)
Pada gambar 1 terlihat titik-titik puncak
kedalam vetrikel jantung. Pada umumnya
maksimum
lokal
dan
minimum
puncak T bernilai positif apabila puncak T
lokal.Puncak-puncak tersebut mempunyai
negatif atau terbalik maka bisa terjadi
makna fisis yang disimbolkan sebagai P, Q,
ketidaknormalan
pada
jantung
R, S dan T sebagaimana ditunjukan pada
[3].Berdasarkan gambar 2 terlihat bahwa
Gambar 1 kanan.Irama jantung normal
posisi puncak-puncak S terhadap potensial
dapat dikatakan sebagai irama sinus yaitu
selalu berada pada posisi negatif sedangkan
irama yang terletak pada sekitar Vena Cava
untuk puncak-puncak T selalu berada pada
Superior di atrium kanan jantung. Irama
posisi positif.Data yang telah diukur
jantung yang teratur yang berarti jarak
merupakan data untuk jantung yang sehat.
antara gelombang yang relatif sama dan
Pada penelitian ini akan ditentukan posisi
teratur. Hubungan P dengan Q, R dan S
P, Q, R, S dan T untuk keseluruhan data
adalah bertujuan untuk membedakan suatu
yang diukur. Untuk itu, diperlukan periode
irama jantung, bentuk dan durasi pada
satu gelombang.Untuk menentukan periode
puncak merupakan pembesaran pada atrium
satu gelombang maka syarat utama dari
jantung.Sedangkan pada puncak-puncak Q,
satu gelombang adalah satu gelombang
R dan S ditujukan untuk mendeteksi suatu
harus memuat puncak-puncak P, Q, R, S
irama jantung, abnormalitas konduksi.
dan T. Dengan contoh satu gelombang
Gelombang T mengambarkan bahwa
ditunjukan pada gambar 1 kanan.
adanya kembali proses pemompaan
0.3
T
0.2
y (mV)
0.1
0
-0.1
-0.2
S
-0.3
-0.4
0
20
40
60
80
Indeks
100
120
140
160
Gambar 2. Posisi puncak S dan T pada data yang telah diukur
2
1.2
R
1
0.8
sR
y (mV)
0.6
AR
0.4
T
0.2
P
sP
0
t0P
-0.2
-0.4
0.1
AP
sT
t0Q
sQ
t0S
AT
t0T
t0R
AS
Q
sS
AQ
S
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
t (detik)
0.7
0.8
0.9
Gambar 3. Data pada satu gelombang dengan letak ,
dan pada tiap puncak P,
Q, R, S dan T
∗
∗
∗
Dari keseluruhan data yang diukur
. Anggap
Jadi terdapat ⃗ , ⃗ , … , ⃗
∗
∗
diasumsikan satu gelombang memenuhi
bahwa
disetiap ⃗ adalah ( ⃗ ) yang
kombinasi fungsi Gauss yang berbentuk:
≤
≤
dapat diurutkan yang memenuhi
(
)
dimana + 1 adalah banyaknya
⋯≤
=∑ , , , ,
(1)
titik puncak R, sedangkan
adalah
dengan error
banyaknya gelombang.Jadi fungsi inilah
sebagai
fungsi
tujuan
yang
∑
diminimumkan.Masalah optimasi disini
(2)
=
∗
yang
adalah
ditentukan
⃗
dengan,
meminimumkan .
: titik-titik dugaan dengan menggunakan
Nelder-Mead
bertujuan
untuk
fungsi Gauss,
meminimumkan nilai fungsi ( ⃗ ∗ ) untuk
: titik-titik pada data denyut jantung,
⃗∗ ∈
, dimana ⃗ ∗ adalah pasangan
,
: tinggi titik puncak pada gelombang
, pada setiap puncak P, Q, R, S dan T.
pada waktu ke ,
Parameter skalar dalam metode Nelder: waktu yang diperlukan pada saat ke ,
Mead yang harus ditentukan yaitu koefisien
: lebar setiap puncak pada waktu ke ,
dari refleksi ( ) , ekspansi atau perluasan
: menghitung nilai eror,
( ) , kontraksi ( ) dan penyusutan ( ) .
: banyaknya jumlahan data.
Parameter yang dapat digunakan dalam
Nelder-Mead [4]
Metode
Nelder-Mead
untuk
> 0, > , 0 < < 1, dan
meminimumkan nilai eror
0< <1
(4)
∗
Dalam kasus ini dicari ⃗ yang akan
Tetapi parameter > tidak didefinisikan
digunakan sebagai nilai parameter yang
secara tegas, sehingga parameter yang
dapat meminimumkan nilai eror pada
dipakai secara umum adalah
jumlahan fungsi Gauss dengan,
(5)
= 1, = 2, = dan =
⎡
⎤
Variasi parameter ( , , , ) dilakukan
⎢
⎥
untuk
dimensi ke− [5]
∗
⎥
⃗ =⎢
(3)
1
2
⎢
⎥
dan
= 1, = 1 + , = 0.75 −
2
⎢
⎥
=1−
(6)
⎣
⎦
untuk setiap gelombang ke-i dengan
Diasumsikan bahwa parameter pada
= 1, 2, … , + 1.
persamaan (4) merupakan kondisi untuk
3
keadaan satu dimensi sedangkan untuk
parameter (5) dapat digunakan untuk
analisis dua dimensi.Pada penelitian ini
parameter pada persamaan (5) juga masih
digunakan.
Satu Iterasi dalam Metode Nelder-Mead
1. Urutan
Urutakan puncak
+ 1 untuk
memenuhi
( )
≤ ( )≤⋯≤
( )
dengan
menggunakan
aturan pada langkah selanjutnya.
2. Mencerminkan
Menghitung
titik-titik
hasil
pencerminan dari
(7)
= ⃗ + ⃗̅ − ⃗
dengan
⃗
⃗̅ =
Titik tengah terbaik terletak pada
kecuali ⃗
. Selanjutnya
= ( ) . Jika
≤
<
,
maka titik refleksi
diterima
sehingga iterasi diakhiri dan
dipilih sebagai parameterparameter yang baru. Apabila tidak
lanjutkan kelangkah perluasan 3.
3. Memperluas / ekspansi
<
atau
>
hitung
Jika
nilai titik perluasan atau ekspansi
yaitu
= ⃗+
− ⃗̅
= ⃗ + (⃗ − ⃗ )
(8)
Selanjutnya evaluasi
= ( ),
<
maka langkah ini
jika
diterima dan iterasi dihentikan.
Apabila
≥
,maka diterima
dan iterasi diakhiri
4. Kontraksi
Apabila
≥
lakukan proses
̅
dan .
kontranksi antara ⃗ , ⃗
a. Tahap satu
Jika
≤
<
apabila
,
lebih baik daripada ⃗
kontraksi yang terjadi pada
tahap satu dengan menghitung
= ⃗+
−⃗
= ⃗+
(⃗ − ⃗
)
Evaluasi
= ( ) , maka
diterima dan hentikan iterasi
dipakai sebagai
sehingga
parameter baru, apabila tidak
memenuhi lanjutkan ke langkah
5
b. Tahap dua
Jika
≥
, lakukan
kontraksi pada
tahap dua
dengan menhitung
(10)
= ⃗+
⃗− ⃗
Evaluasi
= ( ) , jika
≤
maka
diterima
dan hentikan iterasi sehingga
digunakan
sebagai
parameter baru. Apabila tidak
memenuhi lanjutkan ke langkah
5
5. Langkah terakhir
Langkah terakhir apabila langkah 1
sampai 4 tidak dipenuhi yaitu
dengan menghitung
pada saat
titik ke yaitu
(11)
⃗ = ⃗ + (⃗ − ⃗ )
dengan = 1, 2, … , + 1 . Titik
puncak untuk iterasi selanjutnya
terdiri dari ⃗ , ⃗ , … , ⃗
Distribusi Gamma untuk menentukan
peluang terjadinya frekuensi ∆ pada
jarak antar puncak
.Distribusi Gamma pernah digunakan untuk
memprediksi periode gelombang air di
pantai barat daya India [6]. Distribusi
Gamma yang diduga pada gelombang
denyut jantung dimana terdapat data
= [ , , … , ] dengan
adalah jarak
antar masing-masing puncak data yang
berdistribusi Gamma dengan parameter
dan maka fungsi densitasnya atau fungsi
kepadatan terjadinya peluang dapat
dirumuskan sebagai [7]
( | , )= ( ; , )
=
Γ( )
−
Γ( ) =
dengan
> 0,
> 0 dan
> 0.
(9)
4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Model Denyut Jantung Dengan Kombinasi Fungsi Gauss
1.2
1.2
R1
R2
1
0.8
0.8
0.6
0.6
y (mV)
y (mV)
1
R3
0.4
0.4
0.2
0.2
0
0
-0.2
-0.2
-0.4
0
0.5
1
1.5
2
2.5
t (detik)
-0.4
0
0.5
1
1.5
2
2.5
t (detik)
Gambar 4.Puncak-puncak R pada tiap gelombang (kiri) dan tiap gelombang selalu memiliki
puncak P, Q, R, S dan T (kanan)
Agar satu gelombang mudah ditentukan
yang terdapat pada puncak maksimum
maka posisi satu gelombang dicari
dan minimum yang dijadikan sebagai titik
berdasarkan jarak dari puncak R ke puncak
dugaan awal ⃗ ( ) pada gelombang pertama
R berikutnya sehingga dari keseluruhan
dalam menggunakan metode Nelder-Mead.
data yang dimiliki selama 120 detik
0.1111 0.3650 0.0478
⎡−0.0427 0.4800 0.0478⎤
sedangkan banyaknya titik puncak R pada
⎢
⎥
⃗ ( ) = ⎢ 1.0351 0.5150 0.0478⎥
keseluruhan data dengan menggunakan
bantuan peakdet.m.
⎢−0.2869 0.5400 0.0478⎥
⎣ 0.1916 0.7400 0.0478⎦
Dalam keseluruhan data dalam waktu 120
mendapatkan
puncak-puncak P, Q,
Setelah
detik terdapat 155 titik puncak R dengan
R,
S
dan
T
untuk
langkah awal dicari
selang waktu yang terjadi antara masing
yang
terlebih
dahulu
dijadikan sebagai
puncak R rata-rata mencapai 0.7693 detik.
titik-titik
dugaan
dari
parameter-parameter
,
dan
Pasangan nilai parameter
, , pada puncak-puncak P, Q, R, S
dipakai untuk menentukan titik-titik dengan
dan
T dengan menyusun pada persamaan
menggunakan fungsi Gauss yang bertujuan
(1)
pada
satu gelombang yang pertama
untuk meminimumkan nilai eror dengan
=
menggunakan metode Nelder-Mead.
(
)
(
)
Pada gambar 4 kiri menunjukan bahwa
+
+
dalam tiap periode gelombang denyut
(
)
(
)
jantung yang diukur selalu terjadi puncak+
+
puncak R, sedangkan pada gambar 4 kiri
(
)
menunjukan bahwa tiap periode gelombang
yang terjadi selalu terdapat puncak
Setelah mendapatkan titik-titik pada
maksimum dan minimum ,
,
selanjutnya akan dihitung nilai eror antara
pendekatan
dengan
dengan
Nelder-Mead
untuk
Metode
menggunakan
persamaan
(2)
didapatkan
meminimumkan nilai eror pada fungsi
nilai
untuk gelombang yang pertama
Gauss
5.53%.
Dalam kasus ini ⃗ merupakan pasangan
data P, Q, R, S dan T yang memuat
,
,
5
1.2
1
0.8
y (mV)
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
t (detik)
Gambar 5. Pendekatan antara
Pada Gambar 5 terlihat pendekatan antara
dengan
dengan bantuan fminsearch
pada
dalam fungsi matlab dimana
gambar adalah garis lurus yang merupakan
pendekatan
dengan
menggunakan
parameter-parameter dugaan P, Q, R, S dan
T pada data dan titik-titik pada gambar
merupakan
data pada gelombang yang
pertama. Dengan bantuan fungsi fminsearch
pada matlab didapatkan nilai pendekatan
antara data dengan dugaan yang terdekat
,
dan didapatkan nilai parameter ,
yang baru untuk setiap puncak P, Q, R, S
dan T
Tabel 2.Parameter , , yang baru
pada gelombang pertama
Titik puncak
P
Q
R
S
T
0.0892
0.1332
1.2163
0.1859
0.1625
0.3748
0.5370
0.5125
0.5332
0.7315
0.0190
0.0126
0.0091
0.0387
0.0286
Parameter baru yang didapatkan merupakan
parameter yang berdasarkan metode
Nelder-Mead yang meminimumkan nilai
eror. Sedangkan metode Nelder-Mead
dilakukan untuk mencari pendekatan Gauss
pada keseluruhan gelombang yang terjadi
adalah
pendekatan
Gauss
untuk
0.7
0.8
0.9
dengan
keseluruhan gelombang semakin bergeser
,
dan
pada
karena parameter
keseluruhan gelombang hampir sama,
dianggap bahwa satu gelombang pada
semua gelombang memiliki periode dan
jarak yang sama.
Distribusi Gamma untuk frekuensi ∆
antar puncak ke puncak
Langkah selanjutnya dicari jarak antara
puncak R ke puncak R berikutnya pada
keseluruhan gelombang dalam waktu 120
detik. Laju denyut jantung dengan distribusi
amplitudo denyut jantung yang pernah
diamati antara orang sakit dan orang sehat
dengan menggunakan analisis wavelet yang
menunjukan bahwa perbedaan pada time
series interval denyut jantung pada orang
dewasa yang sehat dan tidak sehat tidak
terletak pada variasi distribusi antar
gelombang, karena variasi pola variabilitas
denyut jantung selama sakit dapat mirip
dengan pada saat sehat[8]. Pada makalah ini
distribusi amplitudo diamati dengan
memperhatikan frekuensi dari interval
waktu antar puncak (P-P, Q-Q, R-R, S-S
dan T-T).
6
1
Frekuensi
0.95
y (detik)
0.9
0.85
0.8
0.75
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0.7
0.65
0
50
100
Indeks
150
t (detik)
200
Gambar 6. Waktu pada masing-masing puncak
R ke puncak R berikutnya (kiri) dan frekuensi
munculnya pada gelombang
Setelah semua puncak-punck R pada
keseluruhan data didapatkan maka dicari jarak
antar masing-masing puncak R ke puncak R
berikutnya terdapat 155 puncak R dengan
masing-masing jarak antar puncak R ada 154
titik. Dengan variansi pada masing-masing jarak
antar puncak 0.0017.Dari semua jarak antar R
yang dijadikan sebagai jarak antar gelombang
pada data, ditunjukan rata-rata gelombang
Tabel 3. Frekunsi terjadinya ∆ pada tiap puncak dan hasil fitting distribusi Gamma
Histogram (Frekuensi)
Hasil fitting distribusi Gamma
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
puncak P
fitting
10
Density
8
0.6850
0.7065
0.7280
0.7495
0.7710
0.7925
0.8140
0.8355
0.8570
0.8785
0.9000
More
Frekuensi
Puncak
P-P
berkisar 0.7693. Frekuensi yang muncul pada
gambar 6 (kanan) yaitu jarak waktu yang
diperlukan antara puncak R ke puncak R dengan
memperhatikan histogram frekuensi yang
muncul pada ∆ antar puncak untuk jantung
yang sehat diduga sebagai distribusi Gamma
Pada tiap puncak P, Q, R, S dan T masingmasing dicari jarak antar puncak yang kemudian
dicari frekuensi yang muncul ∆ pada tiap
puncak.
6
4
2
t (detik)
0
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0.75
0.8
Data
0.85
10
0.9
Puncak Q
fitting
More
0.9200
0.8960
0.8720
0.8480
0.8240
0.8000
0.7760
0.7520
0.7280
0.7040
Density
8
0.6800
Frekuensi
Q-Q
0.7
6
4
2
t (detik)
0
0.7
0.75
0.8
Data
0.85
0.9
7
R-R
Frekuensi
50
12
10
30
20
8
Density
10
0.695
0.7175
0.74
0.7625
0.785
0.8075
0.83
0.8525
0.875
0.8975
0.92
More
0
6
4
2
t (detik)
0
S-S
Puncak R
fitting
40
50
0.7
0.75
0.8
Data
0.85
12
Puncak S
fitting
10
20
8
Density
Frekuensi
40
30
10
0.92
More
0.875
0.8975
0.83
0.8525
0.785
0.8075
0.74
0.7625
0.695
0.7175
0
0.9
6
4
2
t (detik)
0
40
35
30
25
20
15
10
5
0
332.5077
269.7837
368.1399
373.7805
345.2989
0.85
0.9
Puncak T
fitting
Density
6
More
0.910
0.887
0.864
0.841
0.818
0.795
0.772
0.749
0.726
0.703
4
Standar
eror
37.8738
30.7257
41.9344
42.5773
39.3315
0.0023
0.0029
0.0021
0.0021
0.0022
2
0
Dengan aplikasi Toolbox pada Matlab
R2009a “dfittool” maka fitting pada data
frekuensi ∆ yang terjadi akan di fitting
dengan menggunakan distribusi Gamma.
Pada tabel 3 terlihat bahwa frekuensi ∆
pada jarak antar puncak ke puncak antara
data yang diukur yang dengan peluang
terjadinya hampir menyerupai. Sehingga
frekuensi ∆ pada jarak antar puncak ke
puncak merupakan distribusi Gamma
dengan nilai dan yang merupakan hasil
ditting dari distribusi Gamma terlihat pada
tabel 4
Tabel 4. Parameter dan yang
merupakan hasil fitting distribusi Gamma
P-P
Q-Q
R-R
S-S
T-T
0.8
Data
8
t (detik)
Puncak
0.75
10
0.680
Frekuensi
T-T
0.7
Standar
eror
0.00026
0.0003
0.00023
0.00023
0.00025
0.7
0.75
0.8
Data
0.85
0.9
Parameter dan merupakan hasil fitting
distribusi Gamm terlihat pada tabel 4
bahwa data frekuensi tiap puncak yang
terjadi pada data denyut jantung merupakan
distribusi Gamma, karena parameter
berada pada interval 269.7837 ≤ a ≤
373.7805 dan parameter
berada pada
interval 0.0021 ≤ ≤ 0.003 . Sehingga
dapat dikatakan bahwa data denyut jantung
berdistribusi Gamma dengan
dan
memiliki interval yang tidak terlalu jauh
dan histogram yang terjadi dengan fungsi
kepadatan peluang hampir sama.
Kesimpulan
Data denyut jantung yang telah diukur
merupakan data periodik yang merupakan
fungsi Gauss dengan bantuan metode
Nelder-Mead maka diperoleh parameterparameter pada data yang memenuhi fungsi
Gauss yang meminimumkan nilai eror pada
fungsi Gauss.Nilai eror yang terjadi pada
8
fungsi Gauss adalah 5.53%. Frekuensi pada
tiap puncak yang dalam denyut jantung
yang diukur merupakan distribusi Gamma
dengan nilai parameter
berada pada
interval 269.7837 ≤ a ≤ 373.7805 dan
parameter berada pada interval 0.0021 ≤
≤ 0.003.
Parameters”. Springer Science and
Business Media, 2010.
[6]. S. P. Satheesh, V. K. Praveen, V.
J. Kumar, G. Muraleedhran dan P.
G. Kurup, “Weibul and Gamma
distribution for Wave Parameter
Predictions”. J Ind Geophys Union,
vol. 9, no. 1, pp 55-64, 2005.
Saran
Perlu adanya data jantung untuk orang yang
tidak sehat untuk dapat mengetahui
perbedaan puncak S dan T antara orang
yang sehat dengan yang tidak sehat lalu ∆
frekuensi antar puncak berdistribusi
Gamma atau tidak.
[7]. T. P. Minka, “Estimating a Gamma
Distribution”, 2002.
Ucapan Terima Kasih
Terimakasih kepada sdr.Gill Gaspar Lobo
Pinto atas data denyut jantung yang telah
diberikan sehingga dapat digunakan untuk
penelitian dalam makalah ini.
Daftar Pustaka
[1]. H. D. Tendean, H. A. Parhusip dan
Bambang Susanto, “Analisis Model
denyut
Jantung
Dengan
Menggunakan Teori Bifurkasi”.
Prosiding
Seminar
Nasional
Pendidikan Matematika “Peran
Matematika
dan
Pendidikan
Matematika
sebagai
solusi
Problematika Pada Abad ke-21”,
pp 65-74, 2014, ISBN : 978-97917763-7-0.
[2]. W. Thanom dan R. N. K. Loh,
“Nonlinier Control of Heartbeat
Models”. Systemic, Cybernetics
and Informatics, vol. 9, no. 1, pp
21-27, 2011, ISSN : 1690-4524.
[3]. A. N. Azhar dan Suyanto, “Studi
Identifikasi Sinyal ECG Irama
Myocardial
Ischemia
Dengan
Pendekatan Fuzzy Logic”, Juti, vol.
7, no. 4, pp 193-206, 2009.
[4]. J. C. Lagarias, J. A. Reeds, M. H.
Wright dan P. E. Wright,
“Convergence Properties Of The
Dimension Nelder-Mead Simplex
Method In Low Dimension”, Siam
J. Optim, vol. 9, no. 1 pp 112-147,
1998.
[5]. F. Gao dan L. Han, “
Implementing The Nelder-Mead
Simplex Algorithm With Adaptive
[8]. P. Ch. Ivanov, M.G. Rosenblum,
C.-K. Peng, J.E. Mietus, S. Havlin,
H.E. Stanley dan A.L Goldberger,
“Scaling and Universality in Heart
Rate Variability Distribution”,
Elsevier. Physica A 249 pp 587593, 1998.
KESIMPULAN
Berdasarkan penguraian dari kedua makalah dapat disimpulkan sebagai berikut
̇ = −(
−
+ )
memiliki sifat
̇ = −
stabilitas titik setimbang yang cenderung tidak stabil dan merupak bifurkasi
homoklinik. Sifat titik setimbang adalah tidak stabil yang berarti bahwa jantung
sedang berada pada kondisi sistole dan diastole yang berulang-ulang pada nilai
parameter ≤ 0.25dan ≥ 0.25, −0.5 ≤
≤ 0.5 dan ≥ 1. Ketika model denyut
jantung dilinierkan ternyata model yang linier tidak menunjukan sistem kerja jantung
manusia pada sistole dan diastole. Tetapi model belum sempurna yag dihasilkan dari
model yang dianalisa hanya siklus denyut jantung saja dan bukan sinyal pada
pengukuran denyut jantung.
2. Data pengukuran denyut jantung yang dianalisa dengan memanfaatkan fungsi Gauss
untuk menunjukan bahwa data merupakan fungsi Gauss dengan bantuan metode
Nelder-Mead didapatkan parameter-parameter ,
dan pada tiap puncak pada
gelombang yang dapat meminimumkan nilai eror pada fungsi Gauss adalah 0.0553%.
Pada tiap-tiap puncak disetiap gelombang dicari frekuensi terjadinya nilai ∆ pada
tiap interval sebut saja P-P, Q-Q, R-R, S-S dan T-T. Frekuensi pada tiap puncak yang
dalam denyut jantung yang diukur merupakan distribusi Gamma dengan nilai
parameter dan merupakan distribusi Gamma.
1. Model denyut jantung yang berbentuk
Saran

Data untuk orang sehat dapat dikatakan mempunyai profil yang sama tentang
distribusi, tetapi untuk orang yang tidak sehat atau sakit mungkin memiliki profil
yang berbeda dengan orang sehat karena sifat tegangan denyut jantung kemungkinan
berbeda dan hal ini dapat dilakukan untuk penelitian lebih lanjut.

Untuk interval frekuensi antar puncak ke puncak (P ke R, Q ke R, S ke R dan T ke R)
mungkin bukan merupakan distribusi Gamma. Hal ini dapat dipelajari untuk kajian
teori yang lebih baik.
xvi
Hasil Review 23 Juni 2014
1. Pada paper 1 halaman 65 arti dari ECG adalahELECTRODIAGRAMyang seharusnya
adalahELECTROCARDIOGRAM.
2. Data pengukuran yang diteliti merupakan hasil pengukuran denyut jantung yang
diambil oleh Gill Gaspar Lobo selama 120 detik.
3. Hubungan siklus denyut jantung dan data denyut jantung
T=1
x2 ' = x1 - xd
3
x1 ' = - (x1 - T x1 + x2)/E
E = 0.2
xd = 0
3
1.2
2
R
1
0.8
0
0.6
y (mV)
x1(panjang seraut otot)
Sistole
1
-1
Diastole
0.4
T
0.2
-2
P
0
-3
Q
-3
-2
-1
0
1
x2 (variabel aktifitas elektrokimia)
2
3
-0.2
-0.4
0.1
Gambar A. Siklus denyut jantung
0.2
0.3
0.4
S
0.5
0.6
t (detik)
0.7
0.8
0.9
Gambar B. data pengukuran denyut jantung
dalam satu gelombang
Gambar C.cara pembaca data pengukuran denyut jantung
Sumber : rikaerika.wordpress.com/2012/12/10/sistole-and-diastole/
Gambar A merupakan gambar siklus denyut jantung yang bersifat mekanika dan
gambar
B
merupakan
gambar
pengukuran
denyut
jantung
yang
bersifat
kelistrikan.Gambar A dan gambar B tidak dapat dijadikan satu karena satuan dalam
xvii
sifat mekanika dan kelistirkan denyut jantung memiliki satuan yang berbeda. Untuk
gambar c dapat merupakan cara membaca hasil pengukuran denyut jantung pada ECG.
4. Dalam mencari pendekatan fungsi Gauss dapat dilakukan translasi pada gelombang
pertama ke gelombang selanjutnya agar bisa mendapatkan
,
dan s
5. Daftar pustaka pada paper 1 “Shyu, Liang-Yu dan Weichih Hu. (2007). Intelligent
Hybrid Methods for ECG Classicitaion. Journal of Medical and Biological
Engineering, 28(1) : 1-10. 23 November 2007.
6. Penulisan pada paper 2 pada abstrak dan pada kesimpulan halaman 8 “nilai parameter
berada pada interval 269.7837 ≤
0.0021 ≤
≤ 373.7805 dan parameter
berada pada interval
≤ 0.003” tidak diperbolehkan secara statistic karena pada
dan
memuat
P, Q, R, S dan T sehingga tidak dapat dijadikan sebagai interval dan diperbaharui “nilai
parameter
dan
berdistribusi Gamma”dapat dilihat pada paper 2 halaman 8.
xviii
Download