PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Jantung merupakan organ tubuh yang penting peranannya dalam tubuh manusia, hal ini disebabkan karena jantung berfungsi sebagai alat pemompa darah yang kemudian memompakan keseluruh bagian tubuh.Jantung memiliki dua jenis gerakan yang yaitu kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole).Sistole adalah tekanan darah saat terjadi kontraksi pada otot jantung, sedangkan diastole adalah tekanan darah pada saat jantung tidak berkontraksi atau sedang beristirahat pada saat pemompaan. Model denyut jantung yang berbentuk ̇ = −( − ̇ = − + ) yang diambil dari literature (Thanom dan Robert, 2011)akan dianalisa dengan menggunakan teori bifurkasi untuk melihat sifat kestabilan dan jenis bifurkasi yang terjadi pada model. Teori bifurkasi dipilih karena dapat mengetahui sifat perubahan kualitatif yang terjadi pada model apabila parameter berubah-ubah. Karena model denyut jantung hanya memiliki siklus denyut jantung pada saat sistole dan diastole maka penelitian dilakukan pada data pengukuran denyut jantung.Data denyut jantung diduga merupakan fungsi Gauss sehingga perlu dilakukan penyususan fungsi Gauss agar antar data dan data yang diduga memiliki eror yang kecil sehingga diperlukan metode Nelder-Mead simplex untuk mencari parameter-parameter yang dapat meminimumkan nilai eror. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana sifat model denyut jantung apabila dianalisis dengan menggunakan teori bifurkasi? 2. Bagaimana pola distribusi pada data pengukuran denyut jantung dengan menggunakan metode Nelder-Mead ? C. TUJUAN 1. Mengetahui sifat model denyut jantung yang dianalisis dengan menggunakan teori bifurkasi 2. Mengetahui pola distribusi interval pada data pengukuran denyut jantung yang parameter-parameter pada data dioptimasi dengan Nelder-Mead simplex untuk mendapatkan nilai eror yang terkecil xii D. BATASAN MASALAH 1. Model denyut jantung yang digunakan merupakan sistem persamaan tak linier yang berbentuk dua persamaan. 2. Data pengukuran denyut jantung yang diteliti merupakan data yang diukur selama 2menit pada satu orang. Hasil penelitian ini dituangkan dalam dua makalah sebagai berikut : 1. Analisis Model Denyut Jantung Dengan Menggunakan Teori Bifurkasi yang dipublikasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika “Peran Matematika dan Pendidikan Matematika Sebagai Solusi Problematika Pada Abad ke-21” yang diselengarakan oleh FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 22 Februari 2014, termuat dalam prosiding ISBN : 978-979-17763-7-0. 2. Pola Distribusi Interval Denyut Jantung Dengan Memanfaatkan Jumlahan Fungsi Gauss Yang Dioptimasi Secara Nelder-Mead Simplex xiii MAKALAH 1 ANALISIS MODEL DENYUT JANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN TEORI BIFURKASI Herlina D. Tendean1), Hanna A. Parhusip2), Bambang Susanto2) 1) Mahasiswa Program Studi Matematika FSM UKSW 2) Dosen Program Studi Matematika FSM UKSW Fakultas Sains dan Matematika UKSW Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1) [email protected],2)[email protected], 2)[email protected] ABSTRAK ̇ = −( − + ) Model denyut jantung manusia yang berbentuk ̇ = − dianalisa dengan menggunakan teori bifurkasi karena variasi parameter dalam model yang dapat menyebabkan perubahan sifat kualitatif titik setimbang. Model tersebut merupakan model tak linier maka model akan dilinierkan dengan mengunakan linierisasi deret Taylor. Untuk melihat perbandingan antara model linier dan tak linier yang sesuai dengan sistem kerja jantung manusia, maka kedua model diselesaikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4. Model linier tidak sesuai dengan sistem kerja jantung manusia karena dalam model linier tidak terjadi proses sistole dan diastole, sehingga model tak linier lebih valid karena sesuai dengan sistem kerja jantung manusia. Solusi yang didapatkan dari model tak linier merupakan bifurkasi homoklinik yang terjadi karena adanya siklus periodik dan sifat stabilitas titik setimbang cenderung tidak stabil. Kata kunci : Jantung, Bifurkasi Homoklinik, Titik Setimbang. PENDAHULUAN Pada proses pemompaan darah pada jantung memiliki dua jenis gerakan yang disebut kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole). Sistole adalah gerakan jantung pada saat tekanan darah terjadi kontraksi pada otot-otot jantung, sedangkan diastole adalah gerakan jantung pada saat jantung beristirahat pada saat pemompaan .Denyut jantung terjadi pada saat jantung berada dalam kondisi sistole dan diastole yang terjadi berulangulang. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur denyut jantung manusia adalah Electrodiagram (ECG).ECG menampilkan grafik yang merekam aktifitas kelistrikan jantung pada selang waktu tertentu, grafik yang muncul dari hasil pemeriksaan berupa grafik naik dan turun yang dapat disebut sebagai gelombang (Shyu dan Weichih, 2007). Model denyut jantung manusia harus memiliki 3 siklus dasar (Jones dan Sleeman,1983) : 1. Model yang dibuat harus berdasarkan keadaan setimbang dengan laju perubahan panjang serabut otot dan gelombang aktifitas elektrokimia sama dengan nol 2. Terdapat ambang batas yang memicu gelombang elektrokimia yang menyebabkan jantung berkontraksi 3. Model diharapkan dapat cepat kembali dalam keadaan setimbang Model denyut jantung yang diteliti dalam paper ini berbentuk (Thanom dan Robert, 2011): ̇ = −( − + ) >0 (1) ̇ = − (2) dengan : Panjang serabut otot : Variabel aktifitas elektrokimia : Konstanta parameter bernilai positif kecil yang berhubungan dengan nilai eigen : Skalar kuantitas yang mewakili panjang serat otot dalam keadaan diastole : Ketegangan dalam otot. = 0, = 0.2 dan = 1. Pada literatur nilai parameter yang diketahui adalah Persamaan (1) dan (2) merupakan sistem persamaan yang memiliki bentuk umum ⃗ = ⃗( ⃗, ), persamaan (1) dan (2) akan dianalisis dengan menggunakan teori bifurkasi. ⃗ Model dianalisis dengan menggunakan teori bifurkasi diharapkan dapat menunjukan sifat sistem kerja jantung apabila parameter berubah-ubah. Teori Bifurkasi Bifurkasi adalah perubahan sifat kualitatif titik setimbang dari sistem persamaan ⃗ diferensial = ⃗( ⃗, ) yang terjadi karena variasi parameter. Titik setimbang adalah ⃗ solusi ⃗ = ⃗ ∗ yang menyebabkan = 0⃗ . Terdapat 3 jenis bifurkasi yang dapat digambarkan dari sebuah persamaan diferensial (Golubitsky dan Dellnitz,1999) : 1. Bifurkasi pelana (saddle node bifurcation) yaitu dimana titik setimbang ⃗ ∗ bertabrakan dan menghilang. Bifurkasi pelana diperoleh dengan mendeteksi : det ( ) ( ⃗, ) = 0 , ( ( ) ≠ 0) dengan adalah matriks Jacobian dari sistem persamaan diferensial. Matriks Jacobian dibentuk dari turunan parsial dari sistem persamaan diferensial dari = 1, … , dan = 1, … , . Berdasarkan ( ⃗, ) terhadap , dengan komponennya, ditulis ⋯ ⎡ ⎤ ⎢ = ⋮ (3) ⋱ ⋮ ⎥. ⎢ ⎥ … ⎣ ⎦ 2. Bifurkasi hopf yaitu berubahnya jenis kestabilan titik setimbang persamaan diferensial, yang terjadi karena munculnya sepasang nilai eigen dari matriks Jacobian yang bernilai imajiner. Bifurkasi hopf dapat diperoleh jika sistem persamaan diferensial memenuhi : = 0) det ( ) ( ⃗, ) > 0 , ( Nilai eigen disini adalah nilai skalar yang memenuhi persamaan ⃗ = ⃗. (4) Matriks A adalah matriks Jacobian dari persamaan diferensial yang dihitung pada titik setimbangnya. Sehingga nilai eigen pada matriks Jacobian dicari dengan menyelesaikan (Mahmud, 2009) det( − Ι) = 0 (5) 3. Bifurkasi homoklinik yaitu adanya siklus periodik pada suatu persamaan diferensial, yang muncul karena sepasang nilai eigen (5) dari matriks Jacobian tidak sama dengan nol (Maoan dkk, 2012). Bifurkasi homoklinik dapat dideteksi jika persamaan diferensial memenuhi : ≠ 0) det ( ) ( ⃗, ) > 0 , ( Untuk menentukan sifat stabilitas titik setimbang maka sistem persamaan diferensial tak linier perlu diketahui sifat nilai eigen dari matriks Jacobian yaitu matriks pada persamaan (3). Menurut (Golubitsky dan Dellnitz,1999) Titik setimbang untuk kasus bifurkasi dibedakan menjadi 2 bagian : 1. Titik setimbang hiperbolik (jika bagian riil pada nilai eigen dari matriks Jacobian pada titik setimbang tidak nol). 2. Titik setimbang non hiperbolik (jika bagian riil pada nilai eigen dari matriks Jacobian pada titik setimbang bernilai nol). Sifat kestabilan untuk titik setimbang hiperbolik dibagi berdasarkan jenis dan tanda dari nilai eigen. Beberapa sifat kestabilan titik setimbang (Golubitsky dan Dellnitz,1999) : 1. Jika semua nilai eigen riil dan mempunyai tanda sama, stabil apabila nilai eigen positif dan tidak stabil apabila nilai eigen negatif. 2. Jika semua nilai eigen riil dan berbeda tanda (positif dan negatif) maka jenis kestabilan adalah pelana (saddle) dan selalu tak stabil. 3. Jika salah satu nilai eigen riil dan nilai eigen kompleks yang semua nilai eigen bernilai negatif maka jenis kestabilan adalah stabil, tetapi apabila semua nilai eigen bertanda positif maka jenis kestabilan adalah tak stabil. Jenis kestabilan ini disebut fokus titik (focus node). 4. Jika salah satu nilai eigen riil dengan tanda yang berlawanan dari nilai eigen yang kompleks, maka jenis kestabilannya disebut titik pelana fokus (saddle focus), titik setimbang ini selalu tidak stabil. Karena model 1 yang digunakan bersifat tak linier maka sebagai langkah awal model dilinierkan dengan deret Taylor di sekitar titik setimbang ⃗ ∗ . Linierisasi sistem persamaan tak linier dengan menggunakan Deret Taylor Linierisasi didasarkan dari fungsi ⃗( ⃗)yang terletak dekat dengan titik setimbang, dengan ⃗( ⃗ ∗ ) = 0⃗ yang kemudian disusun sistem persamaan pada sekitar titik setimbang ∗ . ⃗ ∗ = ⃗( ⃗) = ⃗( ⃗ ∗ ) + (6) ∗( ⃗ − ⃗ ) + ⋯ ⃗ Dari persamaan (6) selanjutnya yang lebih tinggi dbuang, sehingga persamaan menjadi … ⎡ ⎤ − ∗ ⃗ ⎢ ⎥ ⋮ = ⋮ = ⋮ (7) ⋱ ⋮ ⎢ ⎥ − ∗ ⋯ ⎣ ⎦ Persamaan (7) merupakan model sistem persamaan linier yang berada di sekitar titik setimbang ∗ . Metode Runge-Kutta orde 4 untuk model denyut jantung persamaan (1) dan (2) Untuk menyelesaikan sistem persamaan diferensial tak linier pada persamaan (1) dan (2) dapat digunakan metode Runge-Kutta (Yang dkk, 2005) dengan tujuan membawa ⃗ = ⃗( ⃗, ) menurut metode Rungemodel kedalam fungsi waktu ( ). Penyelesaian Kutta Orde 4 adalah ⃗ ℎ = ⃗ + ( ⃗ + 2 ⃗ + 2 ⃗ + ⃗) 6 dengan ⃗ = ⃗( ⃗ , ) 1 1 ⃗ = ⃗( ⃗ + ℎ ⃗, + ℎ) 2 2 1 1 ⃗ = ⃗( ⃗ + ℎ ⃗, + ℎ) 2 2 ⃗ = ⃗( ⃗ + ℎ ⃗, ) Persamaan (1) dan (2) merupakan sistem persamaan tak linier dan akan dibawa kedalam fungsi waktu ( ) dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4, persamaan (1) dan (2) mempunyai penyelesaian ℎ ⃗ = ⃗ + ( ⃗ + 2 ⃗ + 2 ⃗ + ⃗) 6 dengan 1 + ) ⃗ = − (( ) − = − ℎ ℎ ℎ 1 +( + ) − + + )) − (( 2 2 2 ⃗= = ℎ + )+ ( 2 ℎ ℎ ℎ 1 + ) − + + )) − (( +( 2 2 2 ⃗= = ℎ + )+ ( 2 1 +ℎ ) − ( +ℎ )+( + ℎ )) ⃗ = − (( = ( +ℎ )+ PEMBAHASAN Analisa model denyut jantung manusia Dalam penilitian ini persamaan (1) dan (2) akan dicari nilai titik setimbangnya untuk mengetahui sifat stabilitas titik setimbang ⃗ ∗ . Secara analitik didapatkan nilai titik setimbang ∗ = 1 ∗ =− ( − ) Sehingga titik setimbang ( ∗ , ∗ )adalah ( , − ( − )). Titik setimbang tergantung pada parameter , dan . Berdasarkan titik setimbang pada persamaan (1) dan (2) merupakan bifurkasi homoklinik karena siklus periodik dapat muncul dan ≤ 0.5, jika menghilang jika parameter divariasi. Pada gambar 1 divariasi −0.5 ≤ > 0.5 dan < −0.5 maka tidak akan terjadi siklus periodik. xd = - 0.5 E = 0.2 T=1 x2 ' = x1 - xd x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E xd = 0 E = 0.2 T=1 x2 ' = x1 - xd x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E 3 2 2 2 1 1 1 0 x1 3 x1 x1 x2 ' = x1 - xd x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E 3 0 -1 -1 -2 -2 -2 -3 -3 -2 -1 0 x2 1 2 3 E = 0.2 T=1 0 -1 -3 xd = 0.5 -3 -3 -2 -1 0 x2 1 2 3 -3 -2 -1 = −0.5 (kiri), Gambar 1.Siklus periodik yang terjadi untuk = 0.5 (kanan). 0 x2 1 2 3 = 0 (tengah) dan Menentukan sifat stabilitas titik setimbang berdasarkan variansi parameter Untuk menentukan sifat stabilitas titik setimbang persamaan (1) dan (2) maka dicari nilai eigen dengan membentuk matriks Jacobian sesuai dengan persamaan (3) ⎡ ⎤ 1 1 ⎢ ⎥ = − (3 − ) − = ⎢ ⎥ 1 0 ⎣ ⎦ Nilai eigen dengan parameter yang telah diketahui = 3.62dan = 1.38, jadi sifat kestabilan titik setimbang adalah tidak stabil karena nilai eigennya real dan bertanda positif dengan tipe titik setimbang hiperbolik. dan Sifat kestabilan berdasarkan nilai eigen dengan memvariasi parameter , ditunjukan pada table 1. 1. Parameter yang divariasi Tabel 1. Nilai eige, determinan dan trace dari matriks Jacobian untuk beberapa variasi parameter No Nilai Nilai Eigen Det Matriks Jacobian Gambar pplane7 Paramete /Trace r 5.2632 −5.2632 `1 5.2632 = 0.19 = 3.9208 1 0 5.2632 =1 = 1.3424 =0 x2 ' = x1 - xd x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E xd = 0 E = 0.19 T=1 3 2 x1 1 0 -1 -2 -3 -3 = 0.05 =1 =0 = 18.9443 = 1.0557 20 20 20 −20 1 0 -1 0 x2 1 2 xd = 0 3 E = 0.05 T=1 3 2 1 x1 2 -2 x2 ' = x1 - xd x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E 0 -1 -2 -3 -3 = 0.25 =1 =0 = 2 =2 4 4 4 −4 1 0 -1 0 x2 1 2 xd = 0 3 E = 0.25 T=1 3 2 1 x1 3 -2 x2 ' = x1 - xd x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E 0 -1 -2 -3 -3 = 0.256 =1 =0 = 1.96 + 0.29i = 1.96 − 0.29i 3.9063 3.9063 3.9063 − 3.9063 1 0 1 2 xd = 0 3 E = 0.256 T=1 1 0 -1 -2 = 1.67 + 0.75i = 1.67 − 0.75i -3 -3 3.3333 3.3333 3.3333 −3.3333 1 0 -2 -1 0 x2 1 x2 ' = x1 - xd x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E 2 xd = 0 3 E = 0.3 T=1 3 2 1 x1 = 0.3 =1 =0 0 x2 2 (pelana) 5 -1 3 x1 4 -2 x2 ' = x1 - xd x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E 0 -1 -2 (pelana) -3 -3 -2 -1 0 x2 1 2 Setelah memvariasi parameter dapat terlihat nilai eigen selalu positif dan sifat kestabilan titik setimbang akan terjadi tidak stabil apabila ≤ 0.25 dan sifat kestabilan pelana fokus terjadi apabila nilai > 0.25. Dapat dikatakan bahwa sifat titik setimbang dengan memvariasi parameter adalah pelana fokus dan tidak stabil. 3 2. Apabila parameter −0.5 ≤ < 0 atau 0.5 ≥ > 0 maka sifat kestabilan titik = 0 sifat kestabilan titik setimbang tidak stabil dan pelana fokus dan apabila setimbang tidak stabil. 3. Parameter divariansi ≥ 1 maka sifat kestabilan titik setimbang tidak stabil dan Setelah melakukan variansi parameter , persamaan(1) dan (2) merupakan bifurkasi homoklinik karena persamaan (1) dan (2) memiliki siklus periodik. Dengan menggunakan bantuan pplane7 maka akan terlihat siklus yang terjadi pada persamaan (1) dan (2) dalam bidang fase. x2 ' = x1 - xd 3 x1 ' = - (x1 - T x1 + x2)/E T=1 E = 0.2 xd = 0 3 A 2 x1(panjang seraut otot) B 1 0 -1 D C -2 -3 -3 -2 -1 0 1 x2 (variabel aktifitas elektrokimia) 2 3 = Variabel aktifitas elektrokimia dimana = 0, = 0.2 dan = 1. Gambar 2 menunjukan bahwa medan vektor dalam garis AB dan BC berjalan menuju garis B dan C yang membentuk siklus. Titik-titik AB dan BC merupakan titik setimbang yang stabil sedangkan titik yang berada disekitar garis BC merupakan titik setimbang yang tidak stabil disebabkan pada garis B dan C merupakan ambang batas yang menyebabkan jantung berkontraksi (Thanom dan Robert, 2011).Titik setimbang dikatakan tidak stabil karena jantung merupakan organ tubuh yang tidak berhenti beraktifitas sehingga dapat dikatakan bahwa jantung tidak pernah berada pada kondisi yang stabil. Gambar 2. = panjang serat otot, Linierisasi sistem persamaan tak linier Melinierkan sistem persamaan tak linier diharapkan persamaan yang linier lebih mendekati sistem kerja jantung. Pada persamaan (1) dan (2) akan disusun persamaan disekitar titik setimbang ∗ dan ∗ = = ( , ( , )= )= ∗ ( ∗ ( , , ∗) ∗) + ∗, ( + ∗, ( − ∗) + ( − ∗) + ∗) ∗) Linierisasi persamaan (1) dan (2) disekitar titik setimbang −3 + = 1 − 1 0 − − −3 ∗ ∗ + = 1 ∗ − dan ( ∗ ∗ ( ∗) , , ∗) ( − ∗) − ∗) + ) ∗ − 1 0 ( − (− ( = − )+ − − ( ) (8) Persamaan (8) adalah hasil linierisasi persamaan (1) dan (2). Metode Runge-Kutta orde 4 Hasil Metode Runge-Kutta orde 4 akan diaplikasikan pada persaman (1) dan (2) dengan dibantu Matlab R2009a, dengan titik awal yang dipilih adalah -0.35 dan 0.35. 2 x1 1 0 -1 -2 0 5 10 0 5 10 15 20 25 15 20 25 1 x2 0.5 0 -0.5 -1 t =0 Gambar 3. Gambar dari persamaan (1) dan (2)dengan = 0.2, = 1 dan Gambar 3 merupakan gambar pada persamaan (1) dan (2) yang dibawa dalam fungsi dengan titik awal yang dipilih adalah pada saat ( ) = −0.35dan ( ) = 0.35, titik awal dipilih berdasarkan perpotongan antara AB dan BC pada gambar 2. Pada gambar 3 menjelaskan adalah panjang serabut otot dan adalah variabel aktifitas elektrokimia, pada saat = 5 dan = 5 terlihat pada garis putus-putus yaitu pada saat jantung dalam keadaan diastole maka panjang serabut otot semakin melebar dan aktifitas elektrokimia akan semakin mengecil karena tidak terjadi kontraksi pada otot jantung, tetapi pada garis yang tidak putus-putus yaitu pada saat jantung dalam keadaan sistole maka panjang serabut otot akan semakin mengecil dan variabel aktifitas elektrokimia semakin membesar karena terjadi kontraksi dalam jantung yang dapat menghasilkan listrik didalam jantung. Dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4 persamaan (8) disusun seperti persamaan yang tak linier dan dibawa ke dalam fungsi waktu ( ) untuk melihat kedekatan antara model yang linier dengan sistem kerja jantung. Dengan menggunakan bantuan Matlab R2009a maka persamaan (1),(2) dan (8) diaplikasikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4 yang ditunjukan pada gambar 4. 4 Linier x1 2 0 -2 Tak linier 0 5 10 15 20 25 15 20 25 60 x2 40 Linier 20 0 Tak Linier -20 0 5 10 t Gambar 4. Gambar dari persamaan (1), (2) dan (8) Pada gambar 4 terlihat bahwa sistem persamaan yang telah dilinierkan tidak sesuai dengan keadaan jantung manusia, karena keadaan panjang serabut otot dan variabel aktifitas elektrokimia semakin meningkat dan terlihat bahwa jantung tidak mengalami proses sistole dan diastole. Dimensi Analisis untuk Persamaan (1) dan (2) Model pada persamaan (1) dan (2) merupakan model yang tak berdimensi sehingga pada kasus ini akan dilakukan analisis untuk menjadikan model yang tak berdimensi menjadi berdimensi. Misalkan berdasarkan dari literatur diberikan dimensi pada setiap variabel : = panjang serabut otot (meter) = aktivitas variabel elektrokimia (tegangan listrik = Volt) = Tegangan (Pascal atau Newton/meter ) = Skalar kuantitas yang mewakili panjang serat otot dalam keadaan diastole (meter) = waktu (detik) Untuk mendapatkan informasi tentang satuan pada parameter pada persamaan (1) dan (2) tersebut maka perlu dilakukan terlebih dahulu analisa dimensi sebagaimana ditunjukkan berikut ini. Model ditulis dalam bentuk ̇ =− + − (9) ̇ = ( − ), , , , , >0 (10) Penyekalaan umum yang dapat digunakan adalah = , = , ̃= . (11) denganA, B dan merupakan skala referensi untuk panjang serabut otot, tegangan listrik dan waktu. Skala referensi adalah nilai-nilai panjang serabut otot, tegangan listrik dan waktu yang biasa digunakan pada saat pengukuran jantung. Misalkan A adalah panjang serabut otot jantung dalam keadaan normal bagi orang sehat ketika jantung berkontraksi dalam satuan meter, B adalah tegangan listrik yang terjadi dalam jantung pada saat berkontranksi dalam satuan volt dan adalah waktu yang digunakan pada saat jantung mengalami sistole dan diastole dalam satuan detik. Dengan menggunakan penyekalaan umum (11) pada persamaan (9) dan (10) diperoleh ̇ =− + − (12) ̇ = ( − ) (13) selanjutnya perlu dicari , , dengan dan = , sehingga = = = ̇ =− + − adalah pada persamaan (1) yang sehingga dapat menjadi disederhanakan menjadi = 1 sehingga menyebabkan = .Ekspresi = jadi dapat = . Selanjutnya = 1jadi = = . Jadi model pada persamaan (1) dan (2) setelah dilakukan penyekalaan akan menjadi ̇ =− + − (14) ̇ = − (15) Persamaan (14) dan (15) merupakan persamaan yang muncul pada persamaan (1) dan (2), dengan menghilangkan notasi tilda maka persamaan (14) dan (15) dapat digunakan dengan dimensi yang dapat dihubungkan jika muncul pada pengukuran denyut jantung. Hal ini akan digunakan pada penelitian yang lebih lanjut. KESIMPULAN Berdasarkan analisis model denyut jantung yang dilakukan terlihat bahwa teori bifurkasi telah digunakan untuk menganalisis suatu persamaan diferensial yang mempunyai perubahan sifat kualitatif pada titik setimbang yang dikarenakan perubahan parameter. Persamaan tak linier yang sudah ada juga telah memenuhi sistem kerja jantung pada saat sistole dan diastole.Pada persamaan (1) dan (2) merupakan jenis bifurkasi homoklinik yang timbul karena adanya siklus periodik dengan sifat titik setimbang yang cenderung tidak stabil. Sifat titik setimbang adalah tidak stabil yang berarti bahwa jantung sedang berada pada kondisi sistole dan diastole yang berulang-ulang pada nilai parameter ≤ 0.25dan ≥ 0.25, −0.5 ≤ ≤ 0.5 dan ≥ 1. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Bapak Dr. Suryasatriya Trihandaru, M. Sc yang telah berkontribusi pada analisis dimensi model yang akan digunakan untuk penelitian lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA [1]. Golubitsky, M and Dellnitz, M. (1999). Liniear Algebra and Differential Equation Using Matlab. Brooks/Cole Publishing Company. [2]. Imrona, Mahmud. (2009). Aljabar Linier Dasar. Jakarta : Erlangga. [3]. Jones, D.S and Sleeman, B. D. (1983). Differential Equations And Mathematical Biology. Departement of Mathematical Sciences, University of Dundee. London. [4]. Maoan Han, Junmin Yang and Dongmei Xiao. (2012). Limit Cycle Bifurcation Near a Double Homoclinic Loop with a Nilpotent Saddle. International Journal of Bifurcation and Chaos. [5]. Pangase, Yulin. (2013). Penyelesaian Untuk Model Reaktor Reaksi Kimia (Continuous Flow Stirred Chemical Tank Reactor (Cstr)) Dengan Menggunakan Teori Bifurkasi. Fakultas Ilmu Alam dan Teknologi Rekayasa Universitas Halmahera. [6]. Thanom, Witt and Loh, Robert N. K. (2011). Nonlinier Control Of Heartbeat Models. Departement of Electrical and Computer Engineering Center for Robotics and Advanced Automation Oakland University Rochester. USA. [7]. Yang WY, Cao W, Chung TS and Morris J. (2005). Applied Numerical Methods Using Matlab. United State of America : Willey-Interscience. MAKALAH 2 POLA DISTRIBUSI INTERVAL DENYUT JANTUNG DENGAN MEMANFAATKAN JUMLAHAN FUNGSI GAUSS YANG DIOPTIMASI SECARA NELDER-MEAD SIMPLEX Herlina D Tendean1),Hanna A Parhusip2), Suryasatria Trihandaru3), Bambang Susanto4) 1) Mahasiswa Program Studi Matematika FSM UKSW 2) Dosen Program Studi Matematika 3) Dosen Program Studi Fisika 4) Dosen Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1) [email protected],2)[email protected],3)[email protected] ,4)[email protected] Abstrak Data denyut jantung manusia merupakan data yang memiliki gelombang periodik. Data denyut jantung didekati fungsinya dengan menggunakan fungsi Gauss. Parameter-parameter yang akan digunakan dalam fungsi Gauss dicari dengan menggunakan metode Nelder-Mead simplex untuk meminimumkan nilai eror yang terjadi pada fungsi Gauss. Dalam tiap gelombang denyut jantung selalu terjadi lima puncak sebut saja P, Q, R, S dan T. Jarak antar puncak P ke P, Q ke Q, R ke R, S ke S dan T ke T pada gelombang diseluruh data telah dicari frekuensi terjadinya jarak masing-masing antar puncak. Frekuensi terjadinya jarak tiap puncak ke puncak berikutnya merupakan distribusi Gamma dengan nilai parameter berada pada interval 269.7837 ≤ ≤ 373.7805 dan parameter berada pada interval 0.0021 ≤ ≤ 0.003 yang diperoleh dari distribusi Gamma. Kata kunci : Denyut Jantung, Fungsi Gauss, Metode Nelder-Mead simplex, Nilai Eror, Frekuensi, Distribusi Gamma PENDAHULUAN Model denyut jantung yang pernah diteliti merupakan sistem persamaan tak linier yang berbentuk ̇ = −( − + ) , model denyut ̇ = − jantung telah diteliti dengan mengunakan teori bifurkasi untuk mencari sifat stabilitas titik setimbangnya dan didapatkan bahwa model merupakan jenis bifurkasi homoklinik yang siklus periodiknya dapat muncul dan menghilang apabila parameter divariasi dengan sifat stabilitas titik setimbang yang cenderung tidak stabil [1]. Model denyut jantung yang telah diteliti belum tepat dengan data denyut jantung sehingga perlu dilakukan modifikasi [2]. Modifikasi model yang dilakukan dengan ketegangan dalam otot pada model yang sebelumnya dianggap sebagai konstata sedangkan pada model yang baru ketegangan dijadikan sebagai parameter dalam fungsi waktu, lalu penambahan konstanta yang mempresentasikan sinyal kontrol pada pacemaker[2]. Sedangkan pada makalah ini modifikasi akan dilakukan dengan proses fitting terhadap data denyut jantung yang telah ada. Fitting dilakukan dengan menggunakan Metode Nelder-Mead simplex dengan mengasumsikan bahwa data sebagai jumlahan pada sebuah periode gelombang dengan fungsi Gauss. METODE Model denyut jantung dengan kombinasi Fungsi Gauss Data denyut jantung yang diteliti merupakan data yang terdiri dari banyaknya jumlah titik-titik sampel dan selalu terjadi gelombang yang berulang-ulang.Data merupakan hasil pengukuran denyut jantung yang diambil selama 120 detik.Pada awalnya dicari dahulu satu gelombang dari keseluruhan data yang dimiliki. 1 2.2 1.2 2 1 1.8 0.8 1.6 0.6 y (mV) y (mV) R 1.4 1.2 0.4 T 0.2 1 0 0.8 -0.2 P Q 0 1 2 3 4 5 -0.4 0.1 0.2 0.3 0.4 t (detik) S 0.5 0.6 t (detik) 0.7 0.8 0.9 Gambar 1. Gambar data denyut jantung (kiri) dan denyut jantung dalam satu gelombang (kanan) Pada gambar 1 terlihat titik-titik puncak kedalam vetrikel jantung. Pada umumnya maksimum lokal dan minimum puncak T bernilai positif apabila puncak T lokal.Puncak-puncak tersebut mempunyai negatif atau terbalik maka bisa terjadi makna fisis yang disimbolkan sebagai P, Q, ketidaknormalan pada jantung R, S dan T sebagaimana ditunjukan pada [3].Berdasarkan gambar 2 terlihat bahwa Gambar 1 kanan.Irama jantung normal posisi puncak-puncak S terhadap potensial dapat dikatakan sebagai irama sinus yaitu selalu berada pada posisi negatif sedangkan irama yang terletak pada sekitar Vena Cava untuk puncak-puncak T selalu berada pada Superior di atrium kanan jantung. Irama posisi positif.Data yang telah diukur jantung yang teratur yang berarti jarak merupakan data untuk jantung yang sehat. antara gelombang yang relatif sama dan Pada penelitian ini akan ditentukan posisi teratur. Hubungan P dengan Q, R dan S P, Q, R, S dan T untuk keseluruhan data adalah bertujuan untuk membedakan suatu yang diukur. Untuk itu, diperlukan periode irama jantung, bentuk dan durasi pada satu gelombang.Untuk menentukan periode puncak merupakan pembesaran pada atrium satu gelombang maka syarat utama dari jantung.Sedangkan pada puncak-puncak Q, satu gelombang adalah satu gelombang R dan S ditujukan untuk mendeteksi suatu harus memuat puncak-puncak P, Q, R, S irama jantung, abnormalitas konduksi. dan T. Dengan contoh satu gelombang Gelombang T mengambarkan bahwa ditunjukan pada gambar 1 kanan. adanya kembali proses pemompaan 0.3 T 0.2 y (mV) 0.1 0 -0.1 -0.2 S -0.3 -0.4 0 20 40 60 80 Indeks 100 120 140 160 Gambar 2. Posisi puncak S dan T pada data yang telah diukur 2 1.2 R 1 0.8 sR y (mV) 0.6 AR 0.4 T 0.2 P sP 0 t0P -0.2 -0.4 0.1 AP sT t0Q sQ t0S AT t0T t0R AS Q sS AQ S 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 t (detik) 0.7 0.8 0.9 Gambar 3. Data pada satu gelombang dengan letak , dan pada tiap puncak P, Q, R, S dan T ∗ ∗ ∗ Dari keseluruhan data yang diukur . Anggap Jadi terdapat ⃗ , ⃗ , … , ⃗ ∗ ∗ diasumsikan satu gelombang memenuhi bahwa disetiap ⃗ adalah ( ⃗ ) yang kombinasi fungsi Gauss yang berbentuk: ≤ ≤ dapat diurutkan yang memenuhi ( ) dimana + 1 adalah banyaknya ⋯≤ =∑ , , , , (1) titik puncak R, sedangkan adalah dengan error banyaknya gelombang.Jadi fungsi inilah sebagai fungsi tujuan yang ∑ diminimumkan.Masalah optimasi disini (2) = ∗ yang adalah ditentukan ⃗ dengan, meminimumkan . : titik-titik dugaan dengan menggunakan Nelder-Mead bertujuan untuk fungsi Gauss, meminimumkan nilai fungsi ( ⃗ ∗ ) untuk : titik-titik pada data denyut jantung, ⃗∗ ∈ , dimana ⃗ ∗ adalah pasangan , : tinggi titik puncak pada gelombang , pada setiap puncak P, Q, R, S dan T. pada waktu ke , Parameter skalar dalam metode Nelder: waktu yang diperlukan pada saat ke , Mead yang harus ditentukan yaitu koefisien : lebar setiap puncak pada waktu ke , dari refleksi ( ) , ekspansi atau perluasan : menghitung nilai eror, ( ) , kontraksi ( ) dan penyusutan ( ) . : banyaknya jumlahan data. Parameter yang dapat digunakan dalam Nelder-Mead [4] Metode Nelder-Mead untuk > 0, > , 0 < < 1, dan meminimumkan nilai eror 0< <1 (4) ∗ Dalam kasus ini dicari ⃗ yang akan Tetapi parameter > tidak didefinisikan digunakan sebagai nilai parameter yang secara tegas, sehingga parameter yang dapat meminimumkan nilai eror pada dipakai secara umum adalah jumlahan fungsi Gauss dengan, (5) = 1, = 2, = dan = ⎡ ⎤ Variasi parameter ( , , , ) dilakukan ⎢ ⎥ untuk dimensi ke− [5] ∗ ⎥ ⃗ =⎢ (3) 1 2 ⎢ ⎥ dan = 1, = 1 + , = 0.75 − 2 ⎢ ⎥ =1− (6) ⎣ ⎦ untuk setiap gelombang ke-i dengan Diasumsikan bahwa parameter pada = 1, 2, … , + 1. persamaan (4) merupakan kondisi untuk 3 keadaan satu dimensi sedangkan untuk parameter (5) dapat digunakan untuk analisis dua dimensi.Pada penelitian ini parameter pada persamaan (5) juga masih digunakan. Satu Iterasi dalam Metode Nelder-Mead 1. Urutan Urutakan puncak + 1 untuk memenuhi ( ) ≤ ( )≤⋯≤ ( ) dengan menggunakan aturan pada langkah selanjutnya. 2. Mencerminkan Menghitung titik-titik hasil pencerminan dari (7) = ⃗ + ⃗̅ − ⃗ dengan ⃗ ⃗̅ = Titik tengah terbaik terletak pada kecuali ⃗ . Selanjutnya = ( ) . Jika ≤ < , maka titik refleksi diterima sehingga iterasi diakhiri dan dipilih sebagai parameterparameter yang baru. Apabila tidak lanjutkan kelangkah perluasan 3. 3. Memperluas / ekspansi < atau > hitung Jika nilai titik perluasan atau ekspansi yaitu = ⃗+ − ⃗̅ = ⃗ + (⃗ − ⃗ ) (8) Selanjutnya evaluasi = ( ), < maka langkah ini jika diterima dan iterasi dihentikan. Apabila ≥ ,maka diterima dan iterasi diakhiri 4. Kontraksi Apabila ≥ lakukan proses ̅ dan . kontranksi antara ⃗ , ⃗ a. Tahap satu Jika ≤ < apabila , lebih baik daripada ⃗ kontraksi yang terjadi pada tahap satu dengan menghitung = ⃗+ −⃗ = ⃗+ (⃗ − ⃗ ) Evaluasi = ( ) , maka diterima dan hentikan iterasi dipakai sebagai sehingga parameter baru, apabila tidak memenuhi lanjutkan ke langkah 5 b. Tahap dua Jika ≥ , lakukan kontraksi pada tahap dua dengan menhitung (10) = ⃗+ ⃗− ⃗ Evaluasi = ( ) , jika ≤ maka diterima dan hentikan iterasi sehingga digunakan sebagai parameter baru. Apabila tidak memenuhi lanjutkan ke langkah 5 5. Langkah terakhir Langkah terakhir apabila langkah 1 sampai 4 tidak dipenuhi yaitu dengan menghitung pada saat titik ke yaitu (11) ⃗ = ⃗ + (⃗ − ⃗ ) dengan = 1, 2, … , + 1 . Titik puncak untuk iterasi selanjutnya terdiri dari ⃗ , ⃗ , … , ⃗ Distribusi Gamma untuk menentukan peluang terjadinya frekuensi ∆ pada jarak antar puncak .Distribusi Gamma pernah digunakan untuk memprediksi periode gelombang air di pantai barat daya India [6]. Distribusi Gamma yang diduga pada gelombang denyut jantung dimana terdapat data = [ , , … , ] dengan adalah jarak antar masing-masing puncak data yang berdistribusi Gamma dengan parameter dan maka fungsi densitasnya atau fungsi kepadatan terjadinya peluang dapat dirumuskan sebagai [7] ( | , )= ( ; , ) = Γ( ) − Γ( ) = dengan > 0, > 0 dan > 0. (9) 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Model Denyut Jantung Dengan Kombinasi Fungsi Gauss 1.2 1.2 R1 R2 1 0.8 0.8 0.6 0.6 y (mV) y (mV) 1 R3 0.4 0.4 0.2 0.2 0 0 -0.2 -0.2 -0.4 0 0.5 1 1.5 2 2.5 t (detik) -0.4 0 0.5 1 1.5 2 2.5 t (detik) Gambar 4.Puncak-puncak R pada tiap gelombang (kiri) dan tiap gelombang selalu memiliki puncak P, Q, R, S dan T (kanan) Agar satu gelombang mudah ditentukan yang terdapat pada puncak maksimum maka posisi satu gelombang dicari dan minimum yang dijadikan sebagai titik berdasarkan jarak dari puncak R ke puncak dugaan awal ⃗ ( ) pada gelombang pertama R berikutnya sehingga dari keseluruhan dalam menggunakan metode Nelder-Mead. data yang dimiliki selama 120 detik 0.1111 0.3650 0.0478 ⎡−0.0427 0.4800 0.0478⎤ sedangkan banyaknya titik puncak R pada ⎢ ⎥ ⃗ ( ) = ⎢ 1.0351 0.5150 0.0478⎥ keseluruhan data dengan menggunakan bantuan peakdet.m. ⎢−0.2869 0.5400 0.0478⎥ ⎣ 0.1916 0.7400 0.0478⎦ Dalam keseluruhan data dalam waktu 120 mendapatkan puncak-puncak P, Q, Setelah detik terdapat 155 titik puncak R dengan R, S dan T untuk langkah awal dicari selang waktu yang terjadi antara masing yang terlebih dahulu dijadikan sebagai puncak R rata-rata mencapai 0.7693 detik. titik-titik dugaan dari parameter-parameter , dan Pasangan nilai parameter , , pada puncak-puncak P, Q, R, S dipakai untuk menentukan titik-titik dengan dan T dengan menyusun pada persamaan menggunakan fungsi Gauss yang bertujuan (1) pada satu gelombang yang pertama untuk meminimumkan nilai eror dengan = menggunakan metode Nelder-Mead. ( ) ( ) Pada gambar 4 kiri menunjukan bahwa + + dalam tiap periode gelombang denyut ( ) ( ) jantung yang diukur selalu terjadi puncak+ + puncak R, sedangkan pada gambar 4 kiri ( ) menunjukan bahwa tiap periode gelombang yang terjadi selalu terdapat puncak Setelah mendapatkan titik-titik pada maksimum dan minimum , , selanjutnya akan dihitung nilai eror antara pendekatan dengan dengan Nelder-Mead untuk Metode menggunakan persamaan (2) didapatkan meminimumkan nilai eror pada fungsi nilai untuk gelombang yang pertama Gauss 5.53%. Dalam kasus ini ⃗ merupakan pasangan data P, Q, R, S dan T yang memuat , , 5 1.2 1 0.8 y (mV) 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 t (detik) Gambar 5. Pendekatan antara Pada Gambar 5 terlihat pendekatan antara dengan dengan bantuan fminsearch pada dalam fungsi matlab dimana gambar adalah garis lurus yang merupakan pendekatan dengan menggunakan parameter-parameter dugaan P, Q, R, S dan T pada data dan titik-titik pada gambar merupakan data pada gelombang yang pertama. Dengan bantuan fungsi fminsearch pada matlab didapatkan nilai pendekatan antara data dengan dugaan yang terdekat , dan didapatkan nilai parameter , yang baru untuk setiap puncak P, Q, R, S dan T Tabel 2.Parameter , , yang baru pada gelombang pertama Titik puncak P Q R S T 0.0892 0.1332 1.2163 0.1859 0.1625 0.3748 0.5370 0.5125 0.5332 0.7315 0.0190 0.0126 0.0091 0.0387 0.0286 Parameter baru yang didapatkan merupakan parameter yang berdasarkan metode Nelder-Mead yang meminimumkan nilai eror. Sedangkan metode Nelder-Mead dilakukan untuk mencari pendekatan Gauss pada keseluruhan gelombang yang terjadi adalah pendekatan Gauss untuk 0.7 0.8 0.9 dengan keseluruhan gelombang semakin bergeser , dan pada karena parameter keseluruhan gelombang hampir sama, dianggap bahwa satu gelombang pada semua gelombang memiliki periode dan jarak yang sama. Distribusi Gamma untuk frekuensi ∆ antar puncak ke puncak Langkah selanjutnya dicari jarak antara puncak R ke puncak R berikutnya pada keseluruhan gelombang dalam waktu 120 detik. Laju denyut jantung dengan distribusi amplitudo denyut jantung yang pernah diamati antara orang sakit dan orang sehat dengan menggunakan analisis wavelet yang menunjukan bahwa perbedaan pada time series interval denyut jantung pada orang dewasa yang sehat dan tidak sehat tidak terletak pada variasi distribusi antar gelombang, karena variasi pola variabilitas denyut jantung selama sakit dapat mirip dengan pada saat sehat[8]. Pada makalah ini distribusi amplitudo diamati dengan memperhatikan frekuensi dari interval waktu antar puncak (P-P, Q-Q, R-R, S-S dan T-T). 6 1 Frekuensi 0.95 y (detik) 0.9 0.85 0.8 0.75 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0.7 0.65 0 50 100 Indeks 150 t (detik) 200 Gambar 6. Waktu pada masing-masing puncak R ke puncak R berikutnya (kiri) dan frekuensi munculnya pada gelombang Setelah semua puncak-punck R pada keseluruhan data didapatkan maka dicari jarak antar masing-masing puncak R ke puncak R berikutnya terdapat 155 puncak R dengan masing-masing jarak antar puncak R ada 154 titik. Dengan variansi pada masing-masing jarak antar puncak 0.0017.Dari semua jarak antar R yang dijadikan sebagai jarak antar gelombang pada data, ditunjukan rata-rata gelombang Tabel 3. Frekunsi terjadinya ∆ pada tiap puncak dan hasil fitting distribusi Gamma Histogram (Frekuensi) Hasil fitting distribusi Gamma 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 puncak P fitting 10 Density 8 0.6850 0.7065 0.7280 0.7495 0.7710 0.7925 0.8140 0.8355 0.8570 0.8785 0.9000 More Frekuensi Puncak P-P berkisar 0.7693. Frekuensi yang muncul pada gambar 6 (kanan) yaitu jarak waktu yang diperlukan antara puncak R ke puncak R dengan memperhatikan histogram frekuensi yang muncul pada ∆ antar puncak untuk jantung yang sehat diduga sebagai distribusi Gamma Pada tiap puncak P, Q, R, S dan T masingmasing dicari jarak antar puncak yang kemudian dicari frekuensi yang muncul ∆ pada tiap puncak. 6 4 2 t (detik) 0 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0.75 0.8 Data 0.85 10 0.9 Puncak Q fitting More 0.9200 0.8960 0.8720 0.8480 0.8240 0.8000 0.7760 0.7520 0.7280 0.7040 Density 8 0.6800 Frekuensi Q-Q 0.7 6 4 2 t (detik) 0 0.7 0.75 0.8 Data 0.85 0.9 7 R-R Frekuensi 50 12 10 30 20 8 Density 10 0.695 0.7175 0.74 0.7625 0.785 0.8075 0.83 0.8525 0.875 0.8975 0.92 More 0 6 4 2 t (detik) 0 S-S Puncak R fitting 40 50 0.7 0.75 0.8 Data 0.85 12 Puncak S fitting 10 20 8 Density Frekuensi 40 30 10 0.92 More 0.875 0.8975 0.83 0.8525 0.785 0.8075 0.74 0.7625 0.695 0.7175 0 0.9 6 4 2 t (detik) 0 40 35 30 25 20 15 10 5 0 332.5077 269.7837 368.1399 373.7805 345.2989 0.85 0.9 Puncak T fitting Density 6 More 0.910 0.887 0.864 0.841 0.818 0.795 0.772 0.749 0.726 0.703 4 Standar eror 37.8738 30.7257 41.9344 42.5773 39.3315 0.0023 0.0029 0.0021 0.0021 0.0022 2 0 Dengan aplikasi Toolbox pada Matlab R2009a “dfittool” maka fitting pada data frekuensi ∆ yang terjadi akan di fitting dengan menggunakan distribusi Gamma. Pada tabel 3 terlihat bahwa frekuensi ∆ pada jarak antar puncak ke puncak antara data yang diukur yang dengan peluang terjadinya hampir menyerupai. Sehingga frekuensi ∆ pada jarak antar puncak ke puncak merupakan distribusi Gamma dengan nilai dan yang merupakan hasil ditting dari distribusi Gamma terlihat pada tabel 4 Tabel 4. Parameter dan yang merupakan hasil fitting distribusi Gamma P-P Q-Q R-R S-S T-T 0.8 Data 8 t (detik) Puncak 0.75 10 0.680 Frekuensi T-T 0.7 Standar eror 0.00026 0.0003 0.00023 0.00023 0.00025 0.7 0.75 0.8 Data 0.85 0.9 Parameter dan merupakan hasil fitting distribusi Gamm terlihat pada tabel 4 bahwa data frekuensi tiap puncak yang terjadi pada data denyut jantung merupakan distribusi Gamma, karena parameter berada pada interval 269.7837 ≤ a ≤ 373.7805 dan parameter berada pada interval 0.0021 ≤ ≤ 0.003 . Sehingga dapat dikatakan bahwa data denyut jantung berdistribusi Gamma dengan dan memiliki interval yang tidak terlalu jauh dan histogram yang terjadi dengan fungsi kepadatan peluang hampir sama. Kesimpulan Data denyut jantung yang telah diukur merupakan data periodik yang merupakan fungsi Gauss dengan bantuan metode Nelder-Mead maka diperoleh parameterparameter pada data yang memenuhi fungsi Gauss yang meminimumkan nilai eror pada fungsi Gauss.Nilai eror yang terjadi pada 8 fungsi Gauss adalah 5.53%. Frekuensi pada tiap puncak yang dalam denyut jantung yang diukur merupakan distribusi Gamma dengan nilai parameter berada pada interval 269.7837 ≤ a ≤ 373.7805 dan parameter berada pada interval 0.0021 ≤ ≤ 0.003. Parameters”. Springer Science and Business Media, 2010. [6]. S. P. Satheesh, V. K. Praveen, V. J. Kumar, G. Muraleedhran dan P. G. Kurup, “Weibul and Gamma distribution for Wave Parameter Predictions”. J Ind Geophys Union, vol. 9, no. 1, pp 55-64, 2005. Saran Perlu adanya data jantung untuk orang yang tidak sehat untuk dapat mengetahui perbedaan puncak S dan T antara orang yang sehat dengan yang tidak sehat lalu ∆ frekuensi antar puncak berdistribusi Gamma atau tidak. [7]. T. P. Minka, “Estimating a Gamma Distribution”, 2002. Ucapan Terima Kasih Terimakasih kepada sdr.Gill Gaspar Lobo Pinto atas data denyut jantung yang telah diberikan sehingga dapat digunakan untuk penelitian dalam makalah ini. Daftar Pustaka [1]. H. D. Tendean, H. A. Parhusip dan Bambang Susanto, “Analisis Model denyut Jantung Dengan Menggunakan Teori Bifurkasi”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika “Peran Matematika dan Pendidikan Matematika sebagai solusi Problematika Pada Abad ke-21”, pp 65-74, 2014, ISBN : 978-97917763-7-0. [2]. W. Thanom dan R. N. K. Loh, “Nonlinier Control of Heartbeat Models”. Systemic, Cybernetics and Informatics, vol. 9, no. 1, pp 21-27, 2011, ISSN : 1690-4524. [3]. A. N. Azhar dan Suyanto, “Studi Identifikasi Sinyal ECG Irama Myocardial Ischemia Dengan Pendekatan Fuzzy Logic”, Juti, vol. 7, no. 4, pp 193-206, 2009. [4]. J. C. Lagarias, J. A. Reeds, M. H. Wright dan P. E. Wright, “Convergence Properties Of The Dimension Nelder-Mead Simplex Method In Low Dimension”, Siam J. Optim, vol. 9, no. 1 pp 112-147, 1998. [5]. F. Gao dan L. Han, “ Implementing The Nelder-Mead Simplex Algorithm With Adaptive [8]. P. Ch. Ivanov, M.G. Rosenblum, C.-K. Peng, J.E. Mietus, S. Havlin, H.E. Stanley dan A.L Goldberger, “Scaling and Universality in Heart Rate Variability Distribution”, Elsevier. Physica A 249 pp 587593, 1998. KESIMPULAN Berdasarkan penguraian dari kedua makalah dapat disimpulkan sebagai berikut ̇ = −( − + ) memiliki sifat ̇ = − stabilitas titik setimbang yang cenderung tidak stabil dan merupak bifurkasi homoklinik. Sifat titik setimbang adalah tidak stabil yang berarti bahwa jantung sedang berada pada kondisi sistole dan diastole yang berulang-ulang pada nilai parameter ≤ 0.25dan ≥ 0.25, −0.5 ≤ ≤ 0.5 dan ≥ 1. Ketika model denyut jantung dilinierkan ternyata model yang linier tidak menunjukan sistem kerja jantung manusia pada sistole dan diastole. Tetapi model belum sempurna yag dihasilkan dari model yang dianalisa hanya siklus denyut jantung saja dan bukan sinyal pada pengukuran denyut jantung. 2. Data pengukuran denyut jantung yang dianalisa dengan memanfaatkan fungsi Gauss untuk menunjukan bahwa data merupakan fungsi Gauss dengan bantuan metode Nelder-Mead didapatkan parameter-parameter , dan pada tiap puncak pada gelombang yang dapat meminimumkan nilai eror pada fungsi Gauss adalah 0.0553%. Pada tiap-tiap puncak disetiap gelombang dicari frekuensi terjadinya nilai ∆ pada tiap interval sebut saja P-P, Q-Q, R-R, S-S dan T-T. Frekuensi pada tiap puncak yang dalam denyut jantung yang diukur merupakan distribusi Gamma dengan nilai parameter dan merupakan distribusi Gamma. 1. Model denyut jantung yang berbentuk Saran Data untuk orang sehat dapat dikatakan mempunyai profil yang sama tentang distribusi, tetapi untuk orang yang tidak sehat atau sakit mungkin memiliki profil yang berbeda dengan orang sehat karena sifat tegangan denyut jantung kemungkinan berbeda dan hal ini dapat dilakukan untuk penelitian lebih lanjut. Untuk interval frekuensi antar puncak ke puncak (P ke R, Q ke R, S ke R dan T ke R) mungkin bukan merupakan distribusi Gamma. Hal ini dapat dipelajari untuk kajian teori yang lebih baik. xvi Hasil Review 23 Juni 2014 1. Pada paper 1 halaman 65 arti dari ECG adalahELECTRODIAGRAMyang seharusnya adalahELECTROCARDIOGRAM. 2. Data pengukuran yang diteliti merupakan hasil pengukuran denyut jantung yang diambil oleh Gill Gaspar Lobo selama 120 detik. 3. Hubungan siklus denyut jantung dan data denyut jantung T=1 x2 ' = x1 - xd 3 x1 ' = - (x1 - T x1 + x2)/E E = 0.2 xd = 0 3 1.2 2 R 1 0.8 0 0.6 y (mV) x1(panjang seraut otot) Sistole 1 -1 Diastole 0.4 T 0.2 -2 P 0 -3 Q -3 -2 -1 0 1 x2 (variabel aktifitas elektrokimia) 2 3 -0.2 -0.4 0.1 Gambar A. Siklus denyut jantung 0.2 0.3 0.4 S 0.5 0.6 t (detik) 0.7 0.8 0.9 Gambar B. data pengukuran denyut jantung dalam satu gelombang Gambar C.cara pembaca data pengukuran denyut jantung Sumber : rikaerika.wordpress.com/2012/12/10/sistole-and-diastole/ Gambar A merupakan gambar siklus denyut jantung yang bersifat mekanika dan gambar B merupakan gambar pengukuran denyut jantung yang bersifat kelistrikan.Gambar A dan gambar B tidak dapat dijadikan satu karena satuan dalam xvii sifat mekanika dan kelistirkan denyut jantung memiliki satuan yang berbeda. Untuk gambar c dapat merupakan cara membaca hasil pengukuran denyut jantung pada ECG. 4. Dalam mencari pendekatan fungsi Gauss dapat dilakukan translasi pada gelombang pertama ke gelombang selanjutnya agar bisa mendapatkan , dan s 5. Daftar pustaka pada paper 1 “Shyu, Liang-Yu dan Weichih Hu. (2007). Intelligent Hybrid Methods for ECG Classicitaion. Journal of Medical and Biological Engineering, 28(1) : 1-10. 23 November 2007. 6. Penulisan pada paper 2 pada abstrak dan pada kesimpulan halaman 8 “nilai parameter berada pada interval 269.7837 ≤ 0.0021 ≤ ≤ 373.7805 dan parameter berada pada interval ≤ 0.003” tidak diperbolehkan secara statistic karena pada dan memuat P, Q, R, S dan T sehingga tidak dapat dijadikan sebagai interval dan diperbaharui “nilai parameter dan berdistribusi Gamma”dapat dilihat pada paper 2 halaman 8. xviii