pengaruh ibu pada perilaku makan ikan laut siswa

advertisement
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perilaku makan pada manusia bukanlah suatu proses sederhana, bukan
terjadi hanya berdasarkan aktivitas fisiologis seperti lapar atau kebutuhan akan
zat gizi, atau keyakinan akan manfaat kesehatan yang didapat dengan makan
makanan tertentu. Perilaku makan merupakan perilaku manusia yang kompleks,
dipengaruhi oleh serangkaian faktor mulai dari mekanisme biologis, genetis
hingga ke faktor-faktor sosial dan budaya (Shepherd 1999, Sijtsema 2003).
Roininen (2001) dalam tesisnya mengutarakan bahwa bahan pangan yang
tersedia, individu dan
lingkungan sosial-ekonomi secara bersama-sama
mempengaruhi pemilihan pangan dan perilaku makan. Pada anak, pola
penerimaan terhadap makanan dipengaruhi oleh berbagai pengalaman sejak
lahir, seperti melalui orangtua lewat makanan yang diperbolehkan, waktu makan
yang ditentukan, dan konteks sosial dimana perilaku makan terjadi (Birch 2002),
serta khususnya melalui kegiatan ibu dalam meningkatkan konsumsi pangan
sehat pada anak (Brown & Ogden 2004, Fisher & Birch 1996).
Ikan merupakan sumber protein, lemak, kalsium, fosfor, besi dan seng
yang tinggi, disamping mengandung iodine dengan konsentrasi tinggi dan asam
lemak omega-3 (Choo & Williams 2003). Selain sebagai sumber zat gizi yang
bagus, ikan laut memiliki mutu cerna serta daya manfaat tinggi (Muchtadi 1996).
Budaya makan ikan yang tinggi dalam masyarakat Jepang telah membuktikan
terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan kecerdasan pada anak-anak di
negara tersebut (Khomsan 2002). Oleh karena itu ikan dan produk-produk
olahannya sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh para ibu hamil dan ibu
menyusui, karena pengaruhnya yang nyata pada kondisi janin di kandungan dan
anaknya. Penelitian Al-Alberg et al. (2009) terhadap remaja laki-laki di wilayah
barat Swedia, menemukan adanya hubungan nyata antara konsumsi ikan laut
dengan intelegensi pada kelompok remaja terdidik maupun kurang terdidik.
Konsumsi ikan yang dilakukan para remaja lebih dari satu kali/minggu secara
signifikan berhubungan erat dengan kinerja kognitif yang diukur tiga tahun
kemudian.
Rendahnya asupan DHA menyebabkan kerusakan otak atau
mengurangi fungsi optimal otak manusia. Anak-anak yang mengalami hiperaktif
atau gangguan konsentrasi cenderung mengalami kekurangan DHA. Selain
berkaitan dengan tingkat kecerdasan seseorang, kebiasaan mengonsumsi ikan
2
telah membuktikan terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan usia harapan
hidup relatif lebih lama (Dahuri 1999).
Sebagai negara baharí yang memiliki banyak ragam jenis ikan laut, pada
Tahun 2006 Indonesia pernah menjadi negara produsen ikan laut terbesar ke 5
di dunia (FAO 2009) dan negara pengekspor ikan laut terbesar ke 4 di dunia
(Lymer et al. 2008). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004 telah
menetapkan patokan kecukupan konsumsi protein per kapita per hari adalah
52 gr protein dan yang berasal dari ikan untuk rata-rata penduduk Indonesia seyogyanya bisa memenuhi standar gizi yaitu 9 gr protein/hari. Itu berarti konsumsi
ikan sebesar 26,6 kg/kapita/ tahun. Secara nasional, rata-rata konsumsi protein/
kapita/hari penduduk Indonesia sudah melebihi patokan kecukupan protein yang
ditetapkan, yaitu 57,5 gr. Namun protein yang berasal dari ikan masih kurang
dari standar gizi yang dipatok (7,9 gr/hari) (Lampiran 1) dengan kisaran konsumsi
per propinsi dari 1,9 gr/hari di propinsi DI Yogyakarta hingga 17,7 gr/hari di
Propinsi Maluku (BPS 2008).
Dari angka rata-rata konsumsi protein ikan di masing-masing propinsi,
terlihat adanya kesenjangan antara propinsi-propinsi di pulau Jawa dan pulaupulau di Indonesia bagian Timur. Rata-rata konsumsi protein ikan di seluruh
propinsi di Pulau Jawa kurang dari standar yang diharapkan, bahkan yang
terendah terdapat di Pulau Jawa, sedang rata-rata konsumsi protein ikan di
seluruh propinsi Indonesia bagian Timur kecuali Papua telah melebihi standar
yang diharapkan dan yang tertinggi terdapat di Indonesia bagian Timur. Salah
satu penyebab kesenjangan diperkirakan adalah distribusi produk-produk ikan
antar propinsi yang tidak merata. Seluruh propinsi di Pulau Jawa merupakan
wilayah terbuka dengan jalur transportasi darat, laut dan udara yang memadai
untuk pendistribusian bahan pangan. Akibatnya kebutuhan akan protein dapat
diperoleh dari berbagai ragam bahan pangan selain ikan. Sementara di
Indonesia bagian Timur, dengan kondisi daerah berpulau-pulau dan jalur transportasi yang belum memadai, menyebabkan kurang lancarnya pendistribusian
bahan pangan dan hal ini berakibat kurangnya ragam pasokan bahan pangan
selain ikan yang produksinya memang lebih banyak di Indonesia bagian Timur.
Sarana prasarana dan transportasi bahan pangan yang membaik akan
membawa peningkatan ragam bahan pangan yang dapat dinikmati masyarakat,
namun sekaligus hal ini memungkinkan penurunan konsumsi ikan laut sebagai
salah satu bahan pangan. Tampaknya prasarana dan jalur transportasi bahan
3
pangan yang lancar ini dapat merupakan salah satu penjelasan sedikitnya
konsumsi ikan laut yang terjadi di Pulau Jawa.
Perilaku makan sehat telah dipromosikan selama sepuluh tahun terakhir
ini
secara
besar-besaran,
yang
mengakibatkan
adanya
masyarakat mengonsumsi makanan sehat (Gilbert 2000,
kecenderungan
Leek et al. 2000).
Kendala yang diperkirakan menghalangi seseorang, khususnya ibu sebagai
penentu menu keluarga di rumah, mengonsumsi ikan laut adalah persepsi
tentang kesulitan membeli, menyiangi dan mengolah ikan laut serta persepsi
tentang mahalnya harga ikan laut. Leek et al. (2000) menemukan bahwa
persepsi ibu tentang beberapa atribut ikan laut yang tidak menyenangkan seperti
adanya tulang/duri dan bau amis berperan sebagai penghambat dalam
mengonsumsi ikan laut (Prell et al. 2002, Bredahl & Grunert 1997, Marshall
1993). Dari sisi ikan laut sendiri, hasil penelitian di beberapa tempat di Pulau
Jawa (Suparman 2003, Nurdianty 2004, Mardianty 2005) menunjukkan bahwa
banyaknya duri dan bau anyir membuat persepsi konsumen tentang ikan laut
menjadi tidak menyenangkan, selain itu penelitian Prell et al. (2002)
menunjukkan adanya persepsi konsumen tentang kesulitan mengolah ikan laut.
Hal-hal tersebut menjadikan hambatan besar bagi konsumen untuk mengonsumsi ikan laut.
Fisher dan Birch (1996) serta Brown dan Ogden (2004) menjelaskan
adanya peran model dalam keluarga, khususnya pengaruh ibu terhadap
peningkatan konsumsi pangan sehat pada anak. Hasil penelitian Spruijt-Metz et
al. (2002) terhadap anak berusia 7-14 tahun menunjukkan bahwa pengaruh ibu
nyata berkaitan dengan berat badan anak dan berkorelasi positif dengan
konsumsi pangan anak. Salah satu analisis longitudinal dari Skinner et al.
(2002b) terhadap preferensi pangan pada anak dari usia 2 bulan hingga 8 tahun
menunjukkan bahwa preferensi ibu tetap merupakan pengaruh utama terhadap
terbentuknya preferensi pangan pada anak hingga usia berusia 8 tahun.
Anak-anak makan apa yang tersedia dan yang disukai, mereka tidak
berpikir mengenai aspek kesehatan, kemudahan mengolah atau harga.
Pengaruh ibu sebagai penyedia makanan keluarga menjadi sangat penting bagi
konsumsi anak. Berbagai penelitian tentang pengaruh ibu atau orangtua
terhadap konsumsi anak baduta, balita serta remaja telah banyak dilakukan.
Namun penelitian terhadap konsumsi anak di masa transisi dari masa usia
4
sekolah ke masa remaja awal jarang dilakukan, khususnya penelitian tentang
konsumsi ikan laut. Mempertimbangkan pentingnya manfaat ikan laut bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak dan mulai melonggarnya hubungan figur
orangtua dan guru ke anak, serta mulai eratnya hubungan anak dengan temanteman sebaya, maka diperlukan pemahaman yang lebih kongkrit akan pengaruh
ibu di masa transisi ini, khususnya untuk mengetahui kontribusinya terhadap
perilaku anak makan ikan laut. Pemahaman tersebut akan memberikan salah
satu solusi untuk terciptanya SDM Indonesia di kemudian hari yang berkualitas.
Upaya menghasilkan sumberdaya manusia berkualitas dapat dikatakan
merupakan suatu investasi yang dapat berwujud penyediaan jasa dan fasilitas
kesehatan yang berpengaruh terhadap peningkatan angka harapan hidup, stamina dan vitalitas manusia serta pendidikan. Pentingnya mengupayakan investasi
tersebut agar diperoleh kualitas anak yang semakin membaik dari segi pertumbuhan fisik dan pengembangan mentalnya. Syarif (1997) menguraikan kualitas
SDM, di antaranya kualitas fisik yang tercermin oleh adanya kesehatan dan ketahanan jasmani. Kualitas fisik memungkinkan seseorang dapat hidup sehat,
aktif, produktif dan berumur panjang. Kualitas akal tercermin melalui kecerdasan
intelektualnya. Soekirman (2002) menyatakan bahwa kualitas SDM usia dewasa
tidak dapat dipisahkan dengan kualitas hidup pada usia muda, yang artinya
bahwa kualitas hidup manusia muda akan berpengaruh pada kualitasnya
sebagai SDM di kemudian hari.
Perumusan Masalah
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki garis
pantai terpanjang di dunia setelah Kanada (Dahuri 2003). Sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki dua pertiga wilayahnya berupa
laut. Keadaan wilayah sedemikian rupa menjadikan Indonesia memiliki potensi
besar dalam hal sumberdaya perikanan. Di antara negara-negara Asia, yang
memberikan kontribusi sekitar 50% ikan tangkapan ke seluruh dunia, negara
Indonesia ada pada urutan ke enam. Disamping itu dalam hal produksi budidaya
ikan, Asia menyumbang 90% produksi dunia. Sebagai negara baharí yang
memiliki banyak ragam jenis ikan laut, pada Tahun 2006 Indonesia menjadi
negara produsen ikan laut terbesar ke 5 di dunia (FAO 2009) dan negara
pengekspor ikan laut terbesar ke 4 di dunia (Lymer et al. 2008). Namun bila
dilihat rata-rata konsumsi ikan laut di masing-masing propinsi terdapat
5
kesenjangan lebar. Rata-rata konsumsi ikan laut di seluruh propinsi pulau Jawa
lebih rendah daripada konsumsi ikan laut di propinsi luar Jawa.
Mempertimbangkan manfaat ikan laut yang berpengaruh positif dalam
meningkatkan pembentukan kecerdasan dan kesehatan manusia, khususnya
anak merupakan calon sumberdaya manusia berdayaguna di masa depan, dan
sebagai penduduk negara kepulauan, pentinglah mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku anak makan ikan laut dan kondisi yang diperlukan agar
perilaku makan pada anak dapat terjadi. Penelitian sejenis ini di Indonesia belum
banyak dilakukan. Terutama dalam kaitan dengan konsumsi ikan laut pada anak
akhir usia sekolah, apakah pengaruh ibu pada perilaku anak makan masih
berlanjut setelah anak berusia 8 tahun. Studi ini ingin melihat pengaruh ibu pada
sikap dan perilaku anak terhadap makan ikan laut di usia transisi dari usia
sekolah ke usia remaja awal.
Ketersediaan ikan dalam keadaan relatif segar dan banyak di suatu
wilayah,
seperti wilayah pesisir
tentunya
akan mempengaruhi perilaku
masyarakat berkaitan dengan ikan laut. Oleh karena itu perlu dimasukkan
kedalam penelitian adanya perbedaan wilayah pesisir dan pedalaman yang
membedakan ketersediaan ikan di kedua wilayah tersebut. Beberapa pertanyaan
yang perlu dijawab dalam penelitian ini:
1. Seberapa besar pengaruh perbedaan wilayah (pesisir dan pedalaman)
terhadap karakteristik keluarga di kedua wilayah.
2. Seberapa jauh pengaruh tingkat pendidikan ibu pada sikap-perilaku anak
mengonsumsi ikan laut?
3. Apakah ibu masih berpengaruh pada sikap-perilaku anak mengonsumsi ikan
laut di usia masa transisi?
4. Faktor-faktor apa saja yang menghambat tersedianya ikan laut dalam menu
keluarga?
5. Salah satu pendekatan yang dipakai pada penelitian ini adalah Theory of
Planned Behavior (TPB). Apakah pengaruh ibu berhubungan dengan
komponen-komponen inti TPB, yaitu sikap anak, norma subyektif dan kontrol
perilaku yang anak rasakan untuk makan ikan laut, kecenderungan anak
mengonsumsi ikan laut dan perilaku anak mengonsumsi ikan laut?
6
6. Apakah komponen-komponen inti TPB, yaitu sikap anak, norma subyektif dan
kontrol perilaku yang anak
rasakan untuk
makan ikan laut, serta
kecenderungan anak mengonsumsi dapat berlaku sebagai penentu perilaku
anak mengonsumsi ikan laut?
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor
yang berpengaruh pada sikap dan perilaku anak makan ikan laut di wilayah
pesisir dan wilayah pedalaman.
Tujuan khususnya:
1. Mengidentifikasi
dan mengkaji
perbedaan karakteristik
sosiodemografi
keluarga, karakteristik ibu dan anak di wilayah pesisir dan di wilayah
pedalaman
2. Menganalisis pengaruh sosio-demografi terhadap perilaku ibu menyediakan
ikan laut dalam menu keluarga
3. Menganalisis relasi sikap-perilaku anak makan ikan laut berdasarkan
pendekatan Theory of Planned Behavior
4. Menganalisis penentu perilaku anak makan ikan laut
5. Menganalisis pengaruh ibu pada perilaku anak makan ikan laut.
Manfaat Studi
1. Sebagai sumbangan terhadap pengembangan ilmu perilaku konsumen,
khususnya pembentukan perilaku makan ikan laut pada anak di usia transisi
yang masih jarang dilakukan di Indonesia
2. Sebagai sumbangan pemikiran yang dapat dipergunakan pemerintah
berkaitan
dengan
upaya
pendidikan
publik
peningkatan konsumsi ikan laut dalam keluarga.
khususnya
ditinjau
dari
Download