Yuliani, Esti Handayani Hardi dan Agustina EFIKASI VAKSIN MONOVALEN Aeromonas hydrophila PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) (Vaccine Efficacy of Monovalent Aeromonas hydrophila In tilapia aquaculture (Oreochromis niloticus)) YULIANI1), ESTI HANDAYANI HARDI2) dan AGUSTINA2) 1) Mahasiswa Jurusan BDP-FPIK, Unmul 2) Staf Pengajar Jurusan BDP-FPIK, Unmul Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Jl. Gunung Tabur No. 1 Kampus Gunung Kelua Samarinda E-mail: [email protected] ABSTRACT This study aims to determine the efficacy of monovalent vaccine of A. hydrophila to prevent infection A. hydrophila and Pseudomonas sp. in tilapia. The vaccine made from whole cells of A. hydrophila bacteria and inactivated with formalin 3%. Vaccination trial was done through intraperitonial injection into fish having mean weight of 15-20 g. Control negative tilapia were injected with NaCl fisiologis. Fish were vaccinated with whole cell and challenged by IP injection with 1010 colony-forming units (CFU)/fish of A. hydrophila and Pseudomonas sp. Tilapia vaccinated with monovalent A. hydrophila had a Relative Percent Survival (RPS) of 74% (IP challenged with A. hydrophila) and 100% (IP challenged with Pseudomonas sp.). This indicates that A. hydrophila monovalent vaccine could prevent bacterial infections A. hydrophila and Pseudmonas sp. Keywords: Tilapia, Vaccination, A. hydrophila, Pseudmonas sp. PENDAHULUAN Budidaya ikan nila di Kalimantan Timur khususnya wilayah Kutai Kartanegara (Kecamatan Loa Kulu) dilakukan di kolam tanah dan keramba jaring apung (KJA). Pada budidaya sering ditemui kendala yang mempengaruhi tingkat produksinya. Sebagai catatan tahun 2012 menurut Hardi dan Pebrianto, Kutai Kartanegara Kecamatan Loa Kulu ikan nila terinfeksi bakteri A. hyrophila dan Pseudomonas sp. mengakibatkan kerugian yang sangat besar dengan kematian massal ikan nila yang dibudidayakan. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut harus dilakukan pencegahan atau pengobatan. Salah satu cara yang aman digunakan adalah dengan pemberian vaksin pada ikan nila. Vaksinasi dapat memberikan perlindungan pada ikan yang terinfeksi bakteri dan dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Osman et al. (2009), yang dimana menguji vaksin monovalen A. hydrophila dan monovalen Pseudomonas fluorescns untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas dan Pseudomonas menghasilkan nilai Relative Percent Survival (RPS) atau kelangsungan hidup relatif 89% untuk vaksin monovalen A. hydrophila dan 73% untuk vaksin monovalen Pseudomonas fluorescns dengan cara perendaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efikasi vaksin monovalen A. hydrophila untuk mencegah infeksi bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. pada ikan nila (Oreochromis niloticus). 10 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 20. No. 1, Oktober 2014 – ISSN 1412-2006 Yuliani, Esti Handayani Hardi dan Agustina METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari–Februari 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Perairan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda. Persiapan ikan uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) berukuran 15-20 g sebanyak 210 ekor atau 10 ekor per perlakuan. Ikan uji berasal dari Desa Loa Kulu Kabupaten Kutai kartanegara dan isolat bakteri A. hydrophila berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman. Selama pemeliharaan ikan uji diberi pakan buatan berupa pelet secara adlbitum dengan frekuensi tiga kali sehari. Pembuatan Vaksin Vaksin yang digunakan adalah vaksin sel utuh bakteri A. hydrophila yang ditumbuhkan dalam media TSB yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28-30o C. Media yang telah ditumbuhi bakteri ditambahakan formalin 3% kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu yang sama. Pemanenan vaksin dilakukan dengan menyentrifusi bakteri pada 4000 gravitasi selama 10 menit dan pelet dicuci sebanyak 2x dengan menggunakan larutan fisiologis. Vaksin siap untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya. Vaksinasi dan Uji Tantang Tabel 1. Pelaksanaan Vaksinasi dan Uji Tantang Perlakuan Jenis Vaksin 1 Monovalen A. hydrophila 2 Monovalen A. hydrophila Uji Tantang A. hydrophila Pseudomonas sp. Keterangan: Kode perlakuan pada tabel diatas akan digunakan untuk perlakuan-perlakuan selanjutanya. Masing-masing ikan diinjeksikan vaksin sebanyak 0.1 ml/ekor, ikan dipelihara selama 10 hari, kemudian setiap perlakuan diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. pada hari ke11 pasca vaksinasi dengan diinjeksi sebanyak 0.1 ml/ekor. Setelah itu ikan dipelihara hingga hari ke-18. Pengamatan parameter utama dan pendukung diamati pada hari ke-18 setelah vaksinasi dan setelah uji tantang. Parameter yang diukur Untuk mengetahui efikasi dari vaksin yang diberikan, dilakukan pengamatan pada beberapa parameter yaitu: 1. Parameter utama berupa tingkat kelangsungan hidup relatif (Relative Perecnt Survival/RPS) dihitung menggunakan rumus Ellis (1998): RPS = 1- 𝑃𝑒𝑟 𝑐𝑒𝑛𝑡 𝑣𝑎𝑐𝑐𝑖 𝑛𝑎𝑡𝑒 𝑚𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑝𝑒𝑟 𝑐𝑒𝑛𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑚𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑡𝑦 𝑥 100 2. Parameter pendukung yaitu: gejala klinis serta pengamatan anatomi organ luar dan organ dalam, pengamatan gambaran darah ikan meliputi pengamatan total leukosit (Blaxhall dan Daisley, 1973) serta total eritrosit (Blaxhall dan Daisley, 1973), pengamatan kadar hematokrit (Anderson dan Swicki, 1995) dan pengamatan kadar hemoglobin (Wedemeyer dan Yasutake, 1977) juga dilakukan pengamatan titer antibodi dengan uji mikrotiter aglutinasi. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 20. No. 1, Oktober 2014 – ISSN 1412-2006 11 Yuliani, Esti Handayani Hardi dan Agustina Analisa Data Data yeng diperoleh dalam penelitian ini berupa tingkat kelangsungan hidup relatif, gejala klinis (pengamatan anatomi organ luar dan organ dalam), gambaran darah, dan titer antibodI, semua dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Relatif (Relative Percent Survival) Hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa vaksin monovalen A. hdyrophila mampu memproteksi bakteri A. hydrophila 74 % dan mampu memproteksi bakteri Pseudomonas 100 %. Ini menunjukkan bahwa vaksin monovalen A. hydrrophila mampu mencegah kedua bakteri tersebut. Hal ini didukung dengan pernyataan Grisez dan Tan (2005) yang mengatakan bahwa vaksinasi yang berhasil minimal RPS pada ikan adalah 60%. Gejala Klinis (Pengamatan anatomi organ luar dan organ dalam). Gejala klinis awal mulai terjadi pada jam ke 24 pasca uji tantang. Perubahan pada gejala renang dan patologi anatomi organ luar maupun organ dalam ikan pasca diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Abnormalitas yang terjadi pada Ikan Nila Pasca Diuji Tantang dengan Bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Gejala Klinis (Pengamatan Organ Luar dan Organ Dalam) Perubahan Gejala Tingkah Laku: Berenang berputar Berenang whirling Pergerakan Lemah Perubahan Patologi Anatomi Organ Luar : Pendarahan pada tubuh Perubahan warna tubuh menjadi hitam Operkulum pendarahan Operkulum luka/pucat Sirip gripis Perubahan Patologi Anatomi Organ Dalam : Hati pucat dan bengkak Waktu Terjadinya Perubahan pada ikan perlakuan (Jam ke-) 1 2 72 24 96 - 120 96 120 96 24 48 96 - Perubahan abnormal pada ikan nila mulai terjadi pada jam ke-24 hingga jam ke-120 pasca uji tantang. Mayoritas ikan yang diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila menunjukkan perubahan abnormal tubuh ikan nila lebih banyak dibandingkan dengan ikan yang diuji tantang dengan bakteri Pseudomonas sp. hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila tingkat patogenitasnya terlalu tinggi dan memiliki banyak strain. Hal ini didukung dengan pernyataan Kamiso dan Triyanto, (1993) yang mengemukakan bahwa pengendalian bakteri A. hydrophila sulit karena memiliki banyak strain dan slalu ada di air serta menjadi resisten terhadap obat-obatan. Gambaran Darah Hasil pengamatan gambaran darah dilakukan pasca uji tantang (hari ke-18) yang di sajikan pada Tabel 3 berikut: 12 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 20. No. 1, Oktober 2014 – ISSN 1412-2006 Yuliani, Esti Handayani Hardi dan Agustina Tabel 3. Gambaran Darah Ikan Nila pada Hari ke-18 pasca Uji Tantang. Perlakuan 1 2 Kontrol Leukosit 104 sel/mm3 2.86 4.32 1.44 Eritrosit 104 sel/mm3 11 14 8 Hematokrit (%) 13 13 10 Hemaglobin (g%) 3 2 3 Total Leukosit. Ikan yang diberi vaksin monovalen A. hydrophila memiliki total leukosit yang lebih tinggi dibandingkan ikan kontrol. Hal ini berkaitan dengan fungsi sel darah putih dalam tubuh sebagai alat pertahanan. Saat adanya infeksi, leukosit sebagai penjaga pertama berperan untuk menghalau sehingga ditemukan adanya total leuosit yang lebih banyak pada areal infeksi. Seperti yang dikemukkan Hardi dkk, (2011) Secara alamiah pada ikan yang terinfeksi patogen akan ditemukan jumlah leukosit yang lebih banyak dari kondisi normal, karena salah satu antisipasi tubuh untuk mencegah perkembangan bakteri dalam tubuh dengan mengirimkan darah lebih banyak ke daerah infeksi. Total Eritrosit. Hasil pengamatan total rata-rata eritrosit pada perlakuan menunjukkan bahwa ikan yang divaksin memiliki jumlah total eritrosit lebih banyak dibandingan dengan ikan kontrol pada hari ke 18 pasca uji tantang. Jumlah eritrosit yang lebih banyak menunjukkan besarnya aktivitas hewan. Hewan yang aktif bergerak akan memiliki eritrosit yang lebih banyak karena akan mengkonsumsi banyak oksigen, sebab eritrosit berfungi sebagai transport oksigen dalam darah (Oktavia, 2011). Kadar Hematokrit. Nilai hematokrit dalam darah ikan yang diberi vaksin menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kontrol pasca uji tantang. Peningkatan nilai hematokrit diduga disebabkan oleh penanganan yang kurang baik yang menyebabkan stress pada ikan, sebab menurut Mazur dan Iwana (1993) kondisi stress pada hewan dapat menyebabkan peningkatan nilai hematokrit darah. Kadar Hemoglobin. Nilai hemoglobin pada ikan nila yang divaksin ada yang mengalami peningkatan dan ada yang mengalami penurunan. Kadar hemoglobin yang rendah dapat dijadikan sebagai petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, divisiensi vitamin atau terjadinya infeksi pada ikan. Sedangkan kadar hemoglobin yang tinggi menunjukkan bahwa ikan sedang berada dalam kondisi stres (wells, 2005 dalam Kuswardani, 2006). Titer Antibodi Pengukuran titer antibodi dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh vaksinasi terhadap jumlah antibodi dalam serum benih ikan nila. Pengukuran titer antibodi yang telah dilakukan pasca uji tantang di sajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Perlakuan dan Nilai Titer Antibodi Perlakuan 1 2 Kontrol Nilai Titer Antibodi (2n) yang diuji Aglutinasi dengan Bakteri: A. hydrophila Pseudomonas sp. 0 0 3 4 0 3 Pada Tabel 4 terlihat pada ikan kontrol yang tidak divaksinasi ikan uji telah mempunyai antibodi terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. hal ini terjadi karena induk nila dari ikan uji diduga pernah terpapar penyakit yang disebabkan oleh kedua bakteri tersebut. Menurut Sumiarti (2000), adanya antibodi pada ikan sebelum divaksinasi berasal dari bawaan induknya yang pernah terpapar bakteri tertentu. Setelah ikan uji divaksinasi ada yang mampu memproduksi antibodi dan ada yang sama sekali tidak memproduksi antibodi. Perlakuan vaksin yang memproduksi antibodi menunjukkan bahwa vaksin yang Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 20. No. 1, Oktober 2014 – ISSN 1412-2006 13 Yuliani, Esti Handayani Hardi dan Agustina diberikan menimbulkan antibodi spesifik pada ikan. Hal ini sama yang dikemukakan oleh Anderson (1974), bahwa vaksin dapat digunakan untuk menimbulkan antibodi spesifik pada tubuh ikan karena vaksin biasanya berisi antigen penyakit yang dapat merangsang ikan untuk memproduksi antibodi yang aktif melawan penyakit tersebut. Sedangkan ikan uji yang tidak mempoduksi antobodi sama sekali pasca uji tantang, diduga sistem kekebalan tubuh ikan tidak mampu melawan antigen yang masuk karena jumlah antigen yang masuk terlalu banyak. Rukyani et al (1997), mengemukakan bahwa adanya peningkatan intensitas serangan patogen akan memicu kebutuhan antibodi. KESIMPULAN 1. Komunitas plankton (phytoplankton dan zooplankton) yang ditemukan pada Embung Bolong Kabupaten Nunukan terdapat 25 spesies jenis plankton, yang terdiri dari 18 jenis fitoplankton dari kelas Chlorophyceae, Cyanopyceae, Chrysophyceae Sedangkan 7 jenis zooplankton dari kelas Crustacea, Mastigophora, Rotatoria, Sarcodina. Kelimpahan plankton selama penelitian berkisar antara 63 – 6228 individu/liter. Jika dilihat struktur komunitasnya Nilai indeks keanekaragaman (H’) plankton adalah 1,29 yang berarti keanekaragaman spesies tergolong kecil dan kestabilan komunitas rendah (H’< 2,3026).Nilai indeks keseragaman jenis plankton (E) adalah 0,21 yang berarti sebaran individu antar jenis tidak merata dan terjadi dominansi suatu jenis. Terdapat individu plankton yang dominan yaitu Brachionussp darikelasRotatoria. Nilain indeks dominansi plankton (D) adalah 0,38 yang berarti di dalam struktur komunitas biota yang diamati tidak terdapat jenis yang secara menyolok mendominasi jenis lain, maka sebaran individu antar jenis tidak merata dan terjadi dominansi suatu jenis. 2. Embung Bolong berada pada tingkat pencemaran ringan sampai sedang tingkat saprobitas indeks β/α –meso saprobik dimana dalam perairan tersebut terdapat bahan pencemar organik dan anorganik hal ini terlihat dari nilai Saprobik Indeks (SI) adalah 0,89 dan nilai Tropik Saprobik Indeks (TSI) sebesar 0,17. DAFTAR PUSTAKA Anderson, DP. 1974. Diseases of Fishes. Book 4: Fish immunology, Edited by SF Snieszko and HR Axelrod, TFH Publication Ltd., Naptune City. NY. Anderson, D.P., A.K. Siwicki. 1995. Basic Haemotology and Serulogy for Fish Health Program. In : Diseases in Asian Aquaculture II. Shariff, M. J.R. Arthur, R.P. Subang Singhe (Eds). Fish Health Section Asian Fisheries Society. 185-202 pp. Blaxhall, P.C. dan Daisley, K.W. 1973. Routine Haematological Methods for Use with Fish Blood. J. of Fish Biol., 5: 577581. Ellis AE. 1988. Optimizing factors for fish vaccination. In : Fish vaccination. Ellis AE (Ed). London. Academic Press Ltd. Pp 32-46. Grisez, L. and Z. Tan. 2005. Vaccine Development for Asian Aquaculture. Disease In Asian Aquaculture, 5 : 483-439. Hardi, E.H. 2011. Kandidat vaksin potensial Streptococcus agalactiae untuk pencegahan penyakit streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Disertasi Pasca Sarjana. Bogor:IPB. Hardi, E.H., C.A. Pebrianto. 2012. Isolasi dan Uji Postulat Koch Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Sentra Budidaya Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Ilmu Perikanan, Vol.16 . 2:35-39. 14 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 20. No. 1, Oktober 2014 – ISSN 1412-2006 Yuliani, Esti Handayani Hardi dan Agustina Hardi, Esti Handayani dkk. 2011. Karakteristik dan Patogenisitas Streptococcus agalactiae Tipe βhemolitik dan Nonhemolitik pada Ikan Nila. Jurnal Veteriner. Volume 12. Halaman 152-164. Kamiso HN, Triyanto. 1993. Vaksinasi Aeromonas hydrophila untuk Menanggulangi Penyakit MAS pada Lele Dumbo. Abstrak. Simposium Perikanan Indonesia I. Jakarta. Kuswardani, Y. 2006. Pengaruh pemberian Resin Lebah Terhadap Gambarab Darah Maskoki Carassius auratus Yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Mazur, C.F., dan Iwana, G.K. 1993. Effect of handling and stocking density on hematokrit, plasma cortisol, and survival in wild and hatchery-reared chinok salmon, Onchirhynchus tshawytscha. Aquaculture 112: 291–299. Oktavia, Swastika. 2011. Pengukuran Jumlah Leukosit, Eritrosit dan Kadar Hemoglobin. http :// swastikaoktavia.blogspot.com. Diakses Tanggal 18 Maret 2014. Osman, Kamelia M dkk. 2009. Trials for Vaccination of Tilapia Fish Against Aeromonas and Pseudomonas Infections Using Monovalent, Bivalent and Polyvalent Vaccines. Journal of Fish and Marine Sciences 4 : 297-304. Rukyani, A., E. Silvia., A. Sunarto., dan Taukhid. 1997. Peningkatan Respon Kebal Non-Spesifik pada Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) dengan Pemberian Imunostimuan (β- Glucan). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Volume 3 nomor 1. Wedemeyer G.A dan Yasutake WT 1977. Clinical Methods for the Assesment of the Effect Environmental Stress on Fish Health. Technical Papers of the U.S. Fish and Wildlife Service. Us. Departement of the Interior 89: 1-18. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 20. No. 1, Oktober 2014 – ISSN 1412-2006 15