BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Komunikasi adalah aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi, kita bisa
berinteraksi satu sama lain. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Kita akan selalu membutuhkan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Suatu hal yang tidak mungkin
seseorang bisa melakukan semua hal dalam hidupnya seorang diri. Hal inilah yang
kemudian membuat kita tidak bisa tidak berinteraksi dengan orang lain setiap harinya.
Komunikasi merupakan salah satu kegiatan penting yang sering diabaikan.
Padahal dengan berkomunikasi kita membentuk identitas diri, membangun hubungan
dengan orang lain, bahkan komunikasi bisa mempengaruhi orang lain untuk berbuat,
berpikir, atau merasa seperti yang kita inginkan. Dengan memahami komunikasi kita
bisa mengerti mengapa sebuah kegiatan komunikasi terjadi, akibat apa yang mungkin
akan terjadi, dan mengetahui apa yang harus dilakukan agar hasil yang didapat dari
komunikasi tersebut maksimal.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa manusia tidak akan bisa hidup tanpa
berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan manusia ini bisa berupa banyak hal,
salah satunya organisasi. Manusia tidak bisa lepas dari organisasi. Bahkan bisa
dikatakan bahwa manusia selalu berhubungan dengan organisasi selama hidupnya.
Contoh sederhana, seorang anak dilahirkan di rumah sakit; setelah dewasa mereka
sekolah di sebuah lembaga pendidikan; setelah bekerja pun mereka akan memilih
perusahaan swasta atau lembaga pemerintah; dan seterusnya.
Dari contoh sederhana tersebut terlihat bahwa sebenarnya organisasi dibuat dan
dijalankan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berbagai macam kebutuhan manusia
seperti kebutuhan ekonomi atau sosial dan politik mendorong manusia membentuk
organisasi. Bahkan dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, organisasi yang
semula dibuat untuk memenuhi kebutuhan manusia kini menjadi eksistensi yang justru
1
dibutuhkan oleh manusia. Organisasi yang berdiri dan tumbuh di sekitar kita
mempunyai dampak secara langsung terhadap kehidupan politik, kelas sosial, dan
kehidupan keluarga.1
Karena organisasi berperan penting dalam memenuhi kebutuhan manusia,
organisasi perlu dijalankan dengan baik. Manajemen yang baik menjadi suatu
keharusan jika berkeinginan organisasi berjalan dengan baik. Achmad Sobirin dalam
bukunya mendefinisikan manajemen sebagai sebuah aktivitas yang melaksanakan
sejumlah fungsi-fungsi tertentu dalam rangka untuk memperoleh, mengalokasikan, dan
memanfaatkan kemampuan sumber daya manusia dan fisik secara efektif sehingga
sejumlah tujuan bisa tercapai.2
Berdasarkan definisi di atas bisa dilihat bahwa komunikasi menjadi bagian
penting dalam sebuah organisasi. Selain untuk mengintegrasikan fungsi-fungsi yang
ada dalam sebuah organisasi, komunikasi juga digunakan untuk memaksimalkan
potensi yang ada di dalam organisasi baik dari luar atau dalam organisasi. Dengan
memahami proses komunikasi yang terjadi di dalam sebuah organisasi akan membuat
organisasi tersebut lebih memahami diri organisasi itu sendiri dan lingkungannya.
Komunikasi yang terjadi di dalam sebuah organisasi berbeda-beda dan tidak bisa
disamaratakan. Perbedaan tersebut berdasarkan kepada jenis organisasi dan struktur
yang dianut oleh organisasi tersebut. Secara sederhana kita bisa melihat proses
komunikasi yang berbeda antara organisasi paguyuban dan organisasi profit seperti
perusahaan swasta. Sebuah paguyuban akan lebih mengutamakan asas-asas
kekeluargaan dan kebersamaan yang bisa membuat proses komunikasi yang terjadi
lebih santai atau informal. Sedangkan perusahaan swasta yang berorientasi profit akan
mengutamakan efisiensi dan efektivitas sehingga komunikasi yang terjalin akan lebih
kaku atau formal.
1
2
Achmad Sobirin,Budaya Organisasi,Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2007, hal 14
Ibid. Hal 4
2
Salah satu organisasi profit yang ada selain perusahaan swasta adalah perusahaan
keluarga. Perusahaan keluarga yang dimaksud adalah perusahaan yang dijalankan oleh
anggota keluarga pemilik perusahaan, atau dengan kata lain organisasi profit yang
berbasis pada keluarga. Berbeda dengan perusahaan swasta yang dikelola oleh tenaga
profesional, perusahaan keluarga memiliki aspek keluarga dalam tata kelolanya yang
tidak dimiliki oleh perusahaan yang dikelola oleh tenaga profesional. Hal ini
menyebabkan kegiatan komunikasi yang terjadi berbeda dari perusahaan yang dikelola
oleh tenaga profesional.
Banyak orang yang tidak mengetahui pentingnya peran perusahaan keluarga
dalam memajukan perekonomian makro sebuah negara. Data menunjukkan bahwa 90
persen dari 15 juta perusahaan yang terdaftar di Amerika Serikat merupakan
perusahaan keluarga dan menyumbangkan 40 persen GNP Amerika Serikat.3
Sedangkan di Indonesia sebesar 88 persen perusahaan swasta nasional
merupakan perusahaan keluarga.4 Sebagian besar dari angka tersebut merupakan usaha
kecil menengah (UKM)5 yang mampu menyumbang 57,12 persen PDB dan menyerap
lebih dari 100 juta tenaga kerja atau sekitar 97,3 persen dari total tenaga kerja
Indonesia.6
Hal menarik dari fakta ini adalah terlepas dari pentingnya peran yang dimiliki
oleh perusahaan keluarga, sebagian besar dari perusahaan ini masih struggling untuk
bisa bertahan lama. Bahkan dari total jumlah perusahaan keluarga yang ada, hanya 30
3
AB Susanto, Lahirnya Bisnis Keluarga, diakses
http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/family-business/lahirnya-bisnis-keluarga pada
tanggal 25 Februari 2014
4
AB Susanto, Overlap Perusahaan dan Keluarga, diakses
http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/family-business/overlap-perusahaan-dankeluarga diakses pada tanggal 25 Februari 2014
5
Siti Nuraisyah Dewi, Medco Holding: Ini Menurut Yani Panogoro Soal UMKM di Indonesia, diakses
dari http://www.bisnis.com/medco-holding-ini-menurut-yani-panigoro-soal-ukm-di-indonesia pada 10
Juli 2013
6
Airlangga Djumena, Pajak UMKM, Nasib 55 Juta Usaha, diakses dari
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/28/0726280/Pajak.UKM.Nasib.55.Juta.Usaha pada
tanggal 10 Juli 2013
3
persen saja yang mampu bertahan di tangan generasi kedua. Dan dari total tersebut
hanya 10 persen yang masih bertahan hingga ke generasi ketiga.
Data ini mengindikasikan ada masalah ketika tampuk pemimpin berpindah dari
ayah ke anak. Perpindahan rezim atau ketidaksiapan sang anak dalam memimpin
perusahaan sering menjadi penyebabnya. Namun jika dilihat secara umum,
kemampuan organisasi untuk bertahan tergantung dari kemampuannya untuk
beradaptasi dengan lingkungannya.7 Kegagalan dalam beradaptasi ini yang seringkali
menjadi penyebab utama ambruknya sebuah organisasi.
Keberhasilan organisasi dalam beradaptasi dengan lingkungan sangat ditentukan
oleh tepat atau tidaknya ia dalam menanggapi sebuah masalah. Setiap tanggapan yang
diberikan merupakan implementasi dari keputusan yang diambil oleh organisasi
sebagai bentuk respon dari reaksi yang diterima dari lingkungan. Karena itu lah penting
bagi sebuah organisasi untuk mampu secara konsisten terus menghasilkan keputusan
yang tepat dan efektif. Miller dalam hal ini mengatakan bahwa komunikasi mempuyai
peran dalam meningkatkan kualitas sebuah keputusan.8
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana sebuah
keputusan bisa dihasilkan. Lebih khusus peneliti ingin melihat bagaimana komunikasi
bekerja dalam proses pengambilan keputusan di dalam sebuah perusahaan
keluarga.Untuk merealisasikan tujuan penelitian ini peneliti akan mengambil satu
perusahaan keluarga yang beroperasi di Palembang, PT KJ.
Pemilihan perusahaan ini dikarenakan PT KJ memenuhi kriteria yang sesuai
dengan apa yang peneliti cari, yaitu perusahaan keluarga yang sedang dijalankan oleh
generasi kedua. Pendiri perusahaan pun walau sudah tidak memiliki jabatan dalam
manajemen, tetapi tetap aktif dalam kegiatan operasional perusahaan. Selain itu juga
semua anggota yang terdaftar sah dalam tubuh perusahaan mempunyai hubungan
7
R. Wayne Pace & Don F. Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, hal 20.
8
Katherine Miller. Organizational Communication: Fifth Edition. 2009. Boston: Wadsworth Cengage
Learning. Hal 143.
4
keluarga. Beberapa anggota organisasi yang tergolong direksi bahkan menetap dalam
satu tempat tinggal.
Selain itu juga PT KJ ini sedang mengalami periode transisi di mana tampuk
kepemimpinan sedang mengalami proses pemindahan dari generasi pertama ke
generasi kedua. Dalam proses ini generasi pertama dan generasi kedua pada PT KJ
sedang menjalani proses di mana mereka bekerja sama dalam satu periode waktu.
Proses ini menjadi sangat krusial karena dalam periode ini lah potensi konflik banyak
bermunculan antara generasi pertama dan kedua bermunculan.
Konflik ini biasanya dikarenakan perbedaan pandangan dalam melihat situasi
antara generasi pertama dan generasi kedua. Perbedaan itu bisa berpengaruh pada
kinerja perusahaan secara umum dan pada proses pengambilan keputusan secara
khusus. Berdasarkan hal-hal ini lah peneliti lalu memilih PT KJ sebagai objek
penelitian.
Melalui PT KJ peneliti ingin meneliti dan menjawab rumusan masalah yang
sudah peneliti siapkan dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan tersebut adalah
“Bagaimana proses pengambilan keputusan yang terjadi di dalam tubuh perusahaan
keluarga?”. Selain itu juga peneliti ingin mengetahui bagaimana komunikasi
mempengaruhi proses tersebut dengan berdasarkan kepada penjelasan teori-teori yang
sudah ada.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini
bermaksud menjawab pertanyaan“Bagaimana proses pengambilan keputusan
kelompok yang terjadi di dalam perusahaan keluarga?”
C.
Objek Penelitian
Demi kerahasiaan dan kenyamanan responden, maka peneliti merahasiakan
semua pihak yang terlibat di dalam penelitian ini. Objek penelitian ini adalah proses
pengambilan keputusan yang terjadi di dalam perusahaan keluarga PT KJ.
5
D.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendetail mengenai
proses pengambilan keputusan kelompok yang terjadi di dalam PT KJ sekaligus
menjelaskan dinamika yang terjadi di dalam perusahaan keluarga.
E.
Kerangka Pemikiran
1.
Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi menurut Devito mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih,
yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan, terjadi dalam
suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk
melakukan umpan balik.9
Sedangkan Fred Luthans dalam bukunya menyatakan bahwa komunikasi adalah
hal yang dilakukan oleh manusia. Komunikasi tidak berjalan dengan sendirinya. Tidak
ada keajaiban di dalamnya kecuali apa yang diletakkan oleh orang-orang yang terlibat
dalam proses komunikasi tersebut. Dan tidak ada makna di dalam sebuah pesan kecuali
apa yang ada di dalam kepala si penerima pesan. Karena itu lah untuk memahami
proses komunikasi antarmanusia, seseorang harus memahami bagaimana seseorang
berhubungan satu dengan yang lainnya.10
Hubungan antarmanusia di mana proses komunikasi berlangsung seringkali
terjadi di dalam kelompok kecil. Setiap orang merupakan anggota dari sebuah
kelompok kecil. Contoh paling sederhana adalah keluarga. Setiap orang pasti memiliki
keluarga yang merupakan salah satu kelompok kecil dalam kehidupan.
Kelompok kecil merupakan sekumpulan orang yang berjumlah relatif kecil yang
masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat
9
Joseph A Devito. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books. 1997. Hal 23.
Fred Luthans, Organizational Behaviour: Fourth Edition, Singapura: McGrawhill Book Co, 1985,
hal 423.
10
6
organisasi tertentu di antara mereka. Komunikasi yang terjadi dalam kelompok kecil
harus memiliki karakteristik berikut ini:11
1. Kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang berjumlah kecil.
Jumlah menjadi penting karena berpengaruh kepada kemudahan anggota
dalam berkomunikasi baik sebagai penerima maupun sebagai pengirim.
2. Setiap anggota kelompok harus dihubungkan satu sama lain dengan berbagai
macam cara. Dalam kelompok kecil, perilaku seorang anggota menjadi nyata
bagi semua anggota.
3. Di antara anggota kelompok harus memiliki tujuan yang sama atau serupa.
Hal ini dikarenakan pada umumnya diperlukan alas an serupa bagi anggota
kelompok untuk berinteraksi.
4. Para anggota kelompok harus dihubungkan oleh beberapa aturan dan struktur
yang terorganisasi. Sturktur ini bisa bersifat ketat atau longgar.
Di dalam sebuah kelompok akan berkembang norma atau aturan yang
diinginkan. Norma ini bisa dinyatakan secara eksplisit atau pun implicit. Norma ini lah
yang kemudian mengatur perilaku para anggota kelompok.12 Norma atau aturan ini
juga mengungkapkan perbedaan yang ada di setiap diri anggota. Ketika seseorang
bergabung dalam sebuah kelompok maka ia akan bergabung dengan orang-orang
dengan aturan yang mungkin berbeda dari dirinya. Dalam kondisi tersebut orang
tersebut bisa memilih untuk menerima nilai-nilai baru, mengubah nilai-nilai kelompok,
atau meninggalkan kelompok.13
11
Josep A Devito. Op. Cit. Hal 303.
Ibid.
13
R. Wayne Pace & Don F. Faules. Op. cit. Hal 321.
12
7
Dalam prakteknya terdapat empat jenis kelompok kecil yang sering kita jumpai
sehari-hari. Empat jenis kelompok dibentuk berdasarkan tujuannya. Empat kelompok
tersebut adalah:14
1. Kelompok pemecahan masalah, kelompok ini merupakan sekumpulan individu
yang bertemu untuk memecahkan masalah tertentu atau untuk mencapai suatu
keputusan terkait masalah tertentu. Dalam beberapa hal, cara ini merupakan
cara yang paling efektif bagi kelompok untuk berpartisipasi, karena yang
diperlukan bukan hanya pengetahuan mengenai teknik-teknik berkomunikasi
kelompok, tetapi juga pengetahuan menyeluruh mengenai masalah tersebut.
2. Kelompok pengembangan ide, kelompok pengembangan ide ini dibentuk
dengan tujuan sederhana, yaitu mengembangkan ide. Banyak kelompok kecil
dibentuk untuk tujuan ini. Dalam hal ini, cara yang paling sering digunakan
adalah cara sumbang saran. Cara ini sangat sederhana di mana hanya terdiri dari
dua tahap. Tahap pertama disebut dengan periode sumbang saran di mana
semua anggota kelompok memberikan saran terkait masalah yang sedang
dibahas. Lalu setelah terkumpul, semua saran tersebut akan dievaluasi. Saran
yang kurang sesuai akan dipisahkan sedangkan saran yang bisa dilaksanakan
akan dievaluasi lebih lanjut.
3. Kelompok pengembangan pribadi, kelompok ini berusaha membantu
anggotanya menyelesaikan masalah yang bersifat pribadi, seperti kecanduan
alcohol atau narkotika, masalah yang berkaitan dengan pernikahan, atau mantan
narapidana. Kelompok pengembangan pribadi ini lebih bersifat terapis agar
bisa mengubah aspek kepribadian atau perilaku secara mendasar.
4. Kelompok pendidikan atau belajar, tujuan dari kelompok ini adalah untuk
memperoleh informasi atau keterampilan baru melalui pertukaran pengetahuan.
Anggota dalam kelompok ini akan mengikuti berbagai model diskusi. Model
14
Joseph A Devito. Op. cit. Hal304-312.
8
diskusi ini akan mengikuti topic diskusi yang dibahas. Beberapa topik akan
lebih baik jika dibahas dengan model diskusi kronologis, sedangkan topik lain
mungkin lebih baik dibahas dengan model diskusi yang bersifat geografis.
Model-model ini akan menyesuaikan dengan sifat dasar dari topic itu sendiri
dan kebutuhan diskusi yang mungkin bisa dikembangkan mengikuti model
sebab dan akibat, permasalahan dan solusi, atau struktur dan fungsi.
Di dalam setiap jenis kelompok di atas terdapat satu unsur yang tidak mungkin
lepas, yaitu anggota kelompok. Jelas sekali jika setiap kelompok pasti memiliki
anggota. Setiap anggota kelompok ini memiliki perannya masing-masing yang harus
dijalankan dengan baik. Peran dari setiap anggota kelompok perlu untuk diperhatikan
agar bisa memahami perilaku kelompok kecil dengan lebih baik.
Bennet dan Sheats mengusulkan klasifikasi peranan fungsional anggota
kelompok ke dalam tiga kategori besar:15
1. Peranan yang yang memperlancar pengaruh kelompok dalam pemecahan
masalah (peranan tugas). Perilaku seperti mengemukakan rencana atau metode,
manawarkan gagasan atau ide, meminta informasi dan pendapat, memotivasi
orang untuk maju, dan hal lain yang memperlancar berfungsinya suatu
kelompok. Jenis perilaku ini membantu pelaksanaan pekerjaan.
2. Peranan yang mempertahankan, memperkuat, mengatur, dan terus-menerus
menghidupkan kelompok (peranan pemeliharaan). Anggota yang mempunyai
peranan ini biasanya bersikap mendukung, seperti memberi pujian, menjadi
penengah dalam perbedaan, mendengarkan orang lain, dan mendorong anggota
lain yang diam untuk berpendapat. Sikap-sikap ini member andil dalam
memperlancar fungsi kelompok.
3. Peranan yang mengganggu kemajuan dan usaha kelompok dengan
menonjolkan pemenuhan kebutuhan perorangan yang cendetung tidak relevan
15
R. Wayne Pace & Don F. Faules. Op. cit. Hal 319.
9
dengan penyelesaian tugas dan pemeliharaan kelompok (peran mengganggu).
Peran ini tercermin dari sikap menentang atau menghambat anggota kelompok
yang menunjukkan otoritas, menyerang kedudukan orang, menentang gagasan
kelompok dengan alasan pribadi dan mengesampingkan subjek yang sedang
dibahas untuk menghindari komitmen. Perilaku ini menjadi penghalang bagi
kelompok untuk menjalankan tugasnya dan menghalangi minat anggota yang
lain untuk tetap bersatu.
2.
Pengambilan Keputusan Kelompok
Dalam sebuah kehidupan berorganisasi akan banyak ditemukan masalah-
masalah yang membutuhkan perhatian baik dari luar organisasi mau pun dari dalam
organisasi. Masalah-masalah ini kemudian membutuhkan respon tergantung dari
tingkat prioritasnya. Tidak peduli bagaimana ukuran organisasi atau jumlah
anggotanya, kebanyakan dari masalah-masalah tersebut diputuskan di dalam konteks
kelompok kecil, seperti panitia tetap, panitia khusus, atau oleh sekelompok rekan kerja
di sebuah kafe.16
Karena organisasi seringkali dihadapkan pada masalah-masalah yang
membutuhkan solusi, maka tidak heran jika di dalam kajian komunikasi organisasi
bidang yang paling penting adalah pengambilan keputusan. pengambilan keputsan
telah menjadi subjek dari penelitian dan teori komunikasi. Dalam teori klasik perilaku
organisasi, pengambilan keputusan dilihat sebagai sebuah proses yang rasional dan
logis.17 Proses yang terjadi dalam pengambilan keputusan dalam model ini berjalan
tahap demi tahap. Pertama, anggota organisasi menemukan sebuah masalah yang perlu
ditindaklanjuti. Setelah mengidentifikasi masalah, pengambil keputusan lalu mencari
tahu berbagai informasi yang terkait hal tersebut. Selanjutnya pengambil keputusan
16
17
Katherine Miller. Op. cit. Hal 143.
Ibid. Hal 140.
10
mengembangkan berbagai pilihan solusi yang kemudian dievaluasi menurut
efektivitasnya. Solusi yang diambil merupakan solusi dengan tingkat efektivitas yang
optimal.18
Walau terdengar sangat ideal, proses yang peneliti jelaskan di atas bukan lah
proses yang mampu merepresentasikan dengan baik bagaimana pengambilan
keputusan di dalam organisasi benar-benar terjadi. March dan Simon mengatakan
bahwa
pengambilan
keputusan
dalam
organisasi
bukanlah
sebuah
proses
pengoptimalan yang akan bermuara pada satu solusi terbaik bagi masalah organisasi.
Mereka percaya bahwa akan lebih realistis jika melihat pengambilan keputusan sebagai
proses pemuasan yang mencari satu solusi yang cukup baik untuk menghadapi masalah
organisasi. Bahkan dalam perkembangannya, March dan Simon memberikan gagasan
bahwa pengambilan keputusan lebih kepada proses intuitif manajer.19
Model pengambilan keputusan rasional di atas merupakan metode normatif yang
sering ditemui di dalam buku-buku teks manajemen. Walau demikian, model tersebut
hanya menjelaskan tahap-tahap dalam pengambilan keputusan. Sedangkan untuk
menghasilkan keputusan yang tepat, mengikuti tahapan tersebut saja tidak lah cukup.
Untuk menghasilkan keputusan yang tepat kita perlu melihat lebih jauh ke dalam
tahapan pengambilan keputusan tersebut.
Salah satu model yang mampu merepresentasikan apa yang terjadi di dalam
proses pengambilan keputusan adalah model input-process-output yang dijabarkan
melalui gambar di bawah ini:
18
19
Ibid.
Ibid. Hal 140-141.
11
Perilaku terhadap
hambatan kerja
Produktivitas
individu
a
Hambatan
Interpersonal
Perilaku terhadap
hambatan
interpersonal
Assemblyeffect
bonuses
b
Produtivitas kelompok
Hambatan
kerja
Penghargaan
lingkungan kerja
Penghargaan
interpersonal
Gambar 1.1 Model Input-Process-Output 20
Model di atas digagas oleh Barry Collins dan Harold Guetzkow. Model ini
menunjukkan bahwa kelompok kerja selalu dihadapkan pada dua jenis masalah,
hambatan kerja dan hambatan interpersonal.21 Hambatan kerja merupakan kesulitan
yang kelompok temui ketika mengerjakan tugas-tugasnya. Sedangkan hambatan
interpersonal adalah kesulitan yang disebabkan oleh hubungan interpersonal.
Hambatan interpersonal akan selalu muncul ketika dua orang atau lebih terlibat dalam
pengambilan keputusan.
Kedua jenis masalah ini perlu diatasi dengan serius. Kelompok akan menanggapi
hambatan tersebut dengan pendekatan perilaku yang berbeda. Ketika hambatan kerja
dan hambatan interpersonal terintegrasi dengan efektif, solusi yang dihasilkan akan
lebih baik dibandingkan dengan solusi yang didapatkan dari proses secara individu.
Solusi ini akan menghasilkan penghargaan kepada kelompok. Pernghargaan ini bisa
berupa positif atau negatif. Sebuah pencapaian yang sukses biasanya akan memberikan
penghargaan yang positif bagi kelompok. Sebuah resolusi konflik dan komunikasi yang
berhasil juga akan membuahkan pernghargaan interpersonal. Sedangkan penghargaan
yang bersifat negatif akan memberi pengaruh yang sebaliknya kepada kelompok.22
20
Stephen W Littlejohn. Theories of Human Communication: Seventh Edition. 2002. Belmont:
Wadsworth Thompson Learning. Hal 265.
21
Ibid. Hal 264.
22
Ibid. Hal 265.
12
Model ini juga mengatakan bahwa sebuah kelompok mempunyai sejumlah upaya
dalam menghadapi masalahnya. Upaya ini kemudian dibagi menjadi dua, yaitu upaya
untuk menghadapi hambatan kerja dan upaya untuk menghadapi hambatan
interpersonal. Efektivitas kelompok akan tercipta ketika upaya untuk menghadapi
hambatan kerja lebih banyak dari upaya untuk menghadapi hambatan personal.
Berbeda dengan Collins dan Guetzkow, Marshall Scott Poole dan koleganya
mempunyai gagasan yang berbeda. Salah satu kontribusi gagasan Poole adalah adanya
cara yang bervariasi di dalam pengembangan keputusan. Hal ini tergantung dari
kemungkinan-kemungkinan yang dihadapi. Terkadang kelompok mengikuti prosedur
yang sudah diprediksi seperti mengikuti model input-process-output. Terkadang pula
kelompok menggunakan proses yang tidak sistematis, bahkan tidak jarang kelompok
mengembangkan cara atau prosedur sendiri untuk merespon kebutuhan-kebutuhan
kelompoknya yang unik.23
Poole juga berpendapat bahwa bagaimana sebuah kelompok mengembangkan
caranya dalam mencari keputusan tergantung dari tiga faktor, yaitu:24
1. Faktor pertama adalah karakteristik dari objektif kerja. Yang menjadi atribut
standar dari faktor ini adalah kejelasan permasalahan, keahlian yang
dibutuhkan, nilai-nilai implisit dalam masalah, dan kejelasan mengenai apakah
masalah ini mempunyai dampak yang lebih besar di masa depan atau tidak.
2. Faktor kedua adalah karakterisitik dari kerja kelompok. Faktor ini sangat
bervariasi di setiap kelompok. Faktor ini meliputi jangkauan pengalaman
kelompok terhadap masalah sebelumnya yang setipe, jangkauan solusi inovatif
yang diperlukan yang digunakan untuk menentang standar operasi yang
diadopsi, dan tingkat kepentingan keputusan.
23
24
Ibid. Hal 274.
Ibid. Hal 275.
13
3. Faktor ketiga adalah karakteristik struktur kelompok . Yang termasuk faktor ini
adalah kepaduan kelompok, distribusi kekuasaan, sejarah konflik, dan ukuran
kelompok.
Gagasan Poole memang mampu menjelaskan variasi proses pengambilan
keputusan yang terjadi di dalam kelompok, namun gagasan Poole ini belum mampu
memberikan penjelasan yang baik mengenai jenis proses komunikasi yang mana yang
mampu menghasilkan keputusan yang efektif.25 Miller dalam bukunya berpendapat
bahwa penelitian yang dilakukan Janis cukup mampu menjawab pertanyaan ini. Janis
mempelajari berbagai keputusan-keputusan besar yang dinilai gagal dalam sejarah.
Keputusan-keputusan ini kemudian ia kategorikan sebagai bagian dari pikirankelompok (groupthink).
Pada dasarnya gagasan dalam pikiran-kelompok bukan membahas jenis interaksi
yang dinilai paling efektif, tetapi membahas bagaimana sebuah proses interaksi dalam
pembuatan keputusan di dalam kelompok bisa jatuh ke dalam interaksi relasional yang
berlebihan sehingga tidak mampu menghasilkan keputusan yang berkualitas. Janis
menjabarkan tanda-tanda sebuah kelompok terjebak dalam kondisi pikiran-kelompok
tersebut, yaitu:26
1. Adanya kepercayaan yang berlebihan anggota di dalam kelompok yang
memercayai bahwa tidak mungkin ada yang salah dengan kelompok tersebut.
2. Terdapat kepercayaan di dalam anggota kelompok bahwa nilai-nilai kelompok
bebas dari celaan.
3. Terdapat tindakan yang melihat bahwa pihak lain yang memiliki pandangan
yang berbeda dari kelompok tidak dapat diterima.
4. Adanya pengekangan opini-opini anggota kelompok yang bertentangan dengan
opini yang sudah berlaku di dalam kelompok.
25
26
Katherin Miller. Op. cit. Hal 144.
Ibid. Hal 145.
14
5. Terjadinya pernyataan persetujuan kelompok sementara masih ada keraguan
dan ketidaksejuan di antara anggota yang ditekan.
6. Adanya tekanan yang diberikan kepada yang anggota agar berpikir dan
bertindak sejalan dengan kelompok.
7. Adanya perlindungan kelompok dari pengaruh informasi luar yang
bertentangan dengan kelompok.
Randy Hirokawa dan koleganya juga membahas proses pengambilan keputusan
ini. Mereka menganut tradisi fungsional yang melihat variasi dari kesalahan yang bisa
dilakukan oleh sebuah kelompok. Dengan tujuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang
kelompok perlukan untuk menjadi bahan pertimbangan agar menjadi proses yang lebih
efektif. Untuk itu Randy mengatakan bahwa sebuah kelompok mengalami beberapa
fase dalam mengambil keputusan, yaitu:27
1. Identifikasi dan menilai masalah. Pada fase ini kelompok akan menjawab
pertanyaan apa yang terjadi? Kenapa? Siapa yang terlibat? Siapa yang
dirugikan?
2. Mengumpulkan informasi. Pada fase ini kelompok mengumpulkan dan
mengevaluasi informasi tentang masalah yang sedang dihadapi.
3. Menghasilkan alternatif solusi. Pada fase ini kelompok mendiskusikan berbagai
macam solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah dan mencapai
tujuan yang diinginkan.
4. Evaluasi alternatif. Pada fase ini kelompok mengevaluasi alternatif yang ada
yang kemudian dipilih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pada proses yang ditawarkan oleh Randy Hirokawa ini terdapat faktor yang bisa
memengaruhi keputusan yang akan diambil. Faktor ini bisa terjadi pada fase
identifikasi dan penilaian masalah di mana kelompok salah mengidentifikasi dan
27
Stephen W Littlejohn. Theories of Human Communication: Seventh Edition. 2002. Belmont:
Wadsworth Thompson Learning. Hal 266.
15
menilai masalah yang sedang dihadapi. Kekeliruan juga bisa terjadi pada saat
menentukan tujuan yang ingin dicapai di mana kelompok bisa saja mengabaikan tujuan
dan objektif yang seharusnya tercapai atau mengejar tujuan yang salah dan tidak perlu.
Terakhir, kelompok bisa saja melakukan pengumpulan informasi yang salah.
Pengumpulan informasi yang salah ini bisa berupa banyak hal seperti penolakan
informasi yang akurat atau menerima informasi yang justru tidak akurat. Informasi
yang dikumpulkan terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi sehingga
mengakibatkan kebingungan juga bisa terjadi.28
3.
Perusahaan Keluarga
Perusahaan keluarga atau bisa disebut sebagai bisnis keluarga mempunyai
banyak definisi. Poza mencoba mendefinisikan perusahaan keluarga berdasarkan
manajemen. Ia berpendapat bahwa di dalam perusahaan keluarga harus ada pengaruh
dari anggota keluarga dalam manajemen perusahaannya, baik secara aktif, berperan
membantu membentuk budaya perusahaan, sebagai pemimpin, atau aktif sebagai
pemegang saham, selain itu juga harus tetap perhatian terhadap hubungan
antarkeluarga.29IFC Corporate Govenance juga mempunyai gagasan yang serupa
mengenai perusahaan keluarga, yaitu perushaan yang mayoritas suara yang
berpengaruhnya berada pada anggota keluarga yang mengatur jalannya bisnis.30
Dari dua definisi di atas bisa dilihat bahwa konsep utama dari organisasi ini
adalah keterlibatan keluarga di dalam menjalani kegiatan operasionalnya. Baik itu
28
Ibid.
Wawan Dhewanto dkk., Familypreneurship: Konsep Bisnis Keluarga, Bandung: Penerbit Alfabeta,
2012, hal 4.
30
IFC Corporate Governance, “Family Business Definition and Characteristics – Strengths and
Weaknesses”, diakses dari http://www.smetoolkit.org/smetoolkit/en/content/en/6735/Family-BusinessDefinition-and-Characteristics-–-Strengths-and-Weaknesses tanggal 28 April 2013.
29
16
secara aktif yang bearti ikut terlibat dalam manajemen organisasi atau pun pasif yang
berarti hanya sebagai pemilik organisasi.
Pada dasarnya, perbedaan yang ada pada perusahaan keluarga dengan organisasi
profit biasa terletak pada keterlibatan anggota keluarga dalam organisasi. Pada
organisasi profit yang sering kita temui, biasanya tidak ada peran keluarga yang
mendominasi jajaran manajemen dalam organisasi. Orang yang mengisi posisi tersebut
biasanya orang yang memiliki visi atau misi yang sama dengan latar belakang yang
berbeda-beda. Organisasi profit pada umumnya jauh lebih rasional dan fokus pada
permasalahan bisnis yang dihadapi.
Di lain pihak, perusahaan keluarga jelas tidak dijalankan murni oleh para
eksekutif professional. Pengaruh dari anggota keluarga selaku pemilik dan pendiri
perusahaan akan memengaruhi proses pembuatan keputusan, kebijakan atau aturan,
dan budaya organisasi yang akan diterapkan. Keterlibatan anggota keluarga ini lah
yang membuat perusahaan keluarga ini menjadi berbeda dari organisasi profit lain pada
umumnya.
Rina dalam jurnalnya mengutip pendapat Susanto mengenai jenis kepemimpinan
yang selama ini di anut oleh perusahaan keluarga. Menurut Susanto ada dua jenis
kepemimpinan yang dipraktekkan dalam perusahaan keluarga, yaitu:31
1. Family owned enterprise, model kepemimpinan ini tidak melibatkan anggota
keluarga secara aktif ke dalam manajemen perusahaan. Manajemen dikelola
oleh eksekutif professional yang berasal dari luar lingkungan keluarga. Pada
model ini anggota keluarga hanya mempunyai fungsi pengawasan.
2. Famliy business enterprise, model kepemimpinan ini melibatkan anggota
keluarga secara aktif ke dalam manajemen perusahaan. Pada model ini baik
Rina Adi Kristianti, “Suksesi Perusahaan Keluarga dan Reaksi Investor: Studi Kasus pada PT
Mustika Ratu” dalam Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia, Vol. 40 No.6, 2011, hal 654.
31
17
kepemilikan dan pengelolaan dipegang dan dikendalikan oleh anggota keluarga
yang mendirikan perusahaan.
Perbedaan jenis kepemimpinan ini akan berpengaruh kepada struktur dan
manajemen organisasi tersebut. Robbins dalam bukunya menyatakan bahwa terdapat
beberapa desain umum yang biasa diterapkan dalam organisasi, salah satunya adalah
struktur sedehana. Struktur sederhana merupakan stuktur yang tidak rumit. Struktur ini
memiliki tingkat departementalisasi yang rendah,rentang kendali yang luas, dan
formalisasi yang rendah.32 Stuktur ini secara luas diterapkan di dalam organisasi kecil
di mana pemilik organisasi bertindak sekaligus sebagai pemimpin yang menjalankan
organisasi. Berikut adalah salah satu contoh stuktur sederhana yang bisa diterapkan
dalam sebuah organisasi profit skala kecil:33
General
Manager
Audit Internal
Divisi
Operasional
Divisi
Pemasaran
Divisi
Keuangan
Divisi Sumber
Daya Manusia
Gambar 1.2 Contoh Struktur Organisasi
Pada gambar 1.2 di atas terlihat bahwa struktur sederhana merupakan organisasi
“datar” di mana hanya terdiri dari dua atau tiga tingkat vertikal dan kewenangan
32
33
Robbins, op. cit., hal 226
Dhewanto dkk, op. cit., hal 80
18
pengambilan keputusannya bersifat tersentralisasi. Namun pada perusahaan keluarga,
kewenangan tersebut tidak bersifat sentralisasi. Menurut Lussier dan Sonfield, jajaran
manajemen dalam organisasi yang berbasis keluarga di isi oleh orang tua yang
merupakan pendiri organisasi, anak, dan saudara yang memiliki hak yang sama dalam
mengambil keputusan terlepas dari perannya yang tidak signifikan dalam
kepemimpinan organisasi tersebut.34
Selain struktur yang berbeda dari organisasi profit pada umumnya, tata kelola
organisasi profit yang berbasis keluarga juga memiliki perbedaan. Tata kelola dalam
organsisasi bisnis berbasis keluarga berbeda dari organisasi profit pada umumnya di
mana tata kelola perusahaan keluarga mempunyai tiga aspek yang harus diperhatikan,
yaitu keluarga, bisnis, dan kepemilikan. Dalam organisasi profit biasa, aspek keluarga
tidak akan diutamakan karena aspek bisnis akan lebih diperhatikan. Hal ini sebenarnya
disebabkan karena memang di dalam manajemen organisasi tidak ada orang yang
mempunyai hubungan darah sehingga kepentingan yang dikedepankan memang
kepentingan bisnis.
Ketiga aspek tata kelola dalam perusahaan keluarga tersebut mempunyai peran
yang sangat penting dan harus mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama. Jika
salah satu aspek tersebut dikesampingkan, maka tidak akan terbentuk fungsi yang
sinergi dalam tata kelola tersebut. Keluarga, pemilik, dan manajemen memiliki peran
yang terpisah dan berbeda satu sama lain, tetapi peran-peran tersebut saling mengisi
dan menguntungkan. Penting untuk menerapkan tata kelola yang sistematis dan
sinergis untuk mencapai tujuan organisasi seperti pembuatan keputusan yang
sistematis, menjamin kelanjutan bisnis, dan kebebasan memutuskan berdasarkan
tujuan yang terpenting dan terbaik demi kelangsungan bisnis dan keluarga yang
terlibat.35
34
35
Ibid, hal 83.
Dhewanto. Op. cit. hal 85.
19
F.
Kerangka Konsep
Manusia akan selalu terlibat dalam berbagai kelompok kecil, baik yang bersifat
formal atau informal. Kelompok-kelompok kecil selalu dibentuk berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai para anggotanya. Karena itu lah kelompok kecil tidak hanya
dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga terdapat di dalam kehidupan
berorganisasi. Di dalam sebuah perusahaan apa pun, kelompok-kelompok kecil akan
dibentuk sesuai dengan tugas dan tujuan perusahaan. Kelompok ini kemudian
melakukan interaksi-interaksi untuk mencapai tujuannya.
Salah satu kelompok yang terbentuk baik secara sengaja atau tidak di dalam
sebuah organisasi adalah kelompok pemecahan masalah. Kelompok ini dibentuk untuk
mencari solusi terkait masalah yang dihadapi oleh organisasi. Dalam menjalani
fungsinya kelompok pemecahan masalah ini akan melakukan interaksi-interaksi di
antara anggotanya. Interaksi ini terjadi dalam model tertentu dan memengaruhi kinerja
dari kelompok.
PT KJ sebagai perusahaan yang dimiliki dan dikelola secara penuh oleh keluarga
juga memiliki kelompok kecil di dalamnya. Kelompok ini dibentuk dengan anggota
yang tetap dan bertujuan mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi. Dalam
usaha mencari solusi tersebut sebuah kelompok akan menjalani proses tertentu. Proses
tersebut dipengaruhi oleh tiga variabel, yaitu karakteristik objektif kerja, karakterisitik
kelompok kerja, dan karakteristik struktur kelompok. Di dalam proses tersebut setiap
anggota kelompok akan berinteraksi satu sama lain. Karena interaksi ini terjadi dalam
model tertentu, peneliti akan menggunakan model input-process-output untuk
menjelaskan model interaksi yang terjadi tersebut.
Selain itu juga peneliti akan menggunakan model proses pengambilan keputusan
yang digagas oleh Randy Hirokawa dan koleganya untuk mempermudah peneliti dalam
20
menggambarkan skema proses yang terjadi di dalam perusahaan. Proses yang
digunakan terdiri dari beberapa tahap yaitu identifikasi dan menilai masalah,
mengumpulkan informasi, menghasilkan alternatif solusi, dan evaluasi alternatif.
Perlu dipahami bahwa dalam mencari solusi dari sebuah masalah, anggota
kelompok akan bertemu dengan hambatan-hambatan. Hambatan yang terjadi bisa
berasal dari luar atau pun dari dalam. Hambatan dari luar merupakan hambatan yang
terjadi akibat interaksi kelompok dengan lingkungan eksternalnya. Sedangkan
hambatan internal merupakan hasil dari interaksi yang terjadi antaranggota keluarga
yang tergabung di dalam kelompok tersebut.
Keberhasilan kinerja kelompok dalam menjalankan tugasnya sangat tergantung
pada tingkat integritas dari respon yang diberikan kepada hambatan-hambatan tersebut.
Integritas ini terbentuk antara perilaku anggota kelompok sebagai respon terhadap
hambatan eksternal dan perilaku kelompok sebagai respon terhadap hambatan internal.
Respon yang terintegrasi dengan baik akan memberikan penghargaan-penghargaan
kepada kelompok. Penghargaan ini berupa solusi terbaik dari masalah yang dihadapi,
hubungan yang harmonis antaranggota keluarga, serta tidak adanya konflik yang terjadi
selama proses pemecahan masalah berlangsung. Positif atau negatifnya penghargaan
ini akan memengaruhi kondisi kelompok dalam situasi pemecahan masalah berikutnya.
Untuk lebih memahami penelitian ini, peneliti menyajikan secara sederhana
model penelitian melalui gambar berikut ini:
21
Respon
masalah
pekerjaan
Variabel yang
mempengaruhi:
-
Karakteristik objek kerja
Karakteristik kerja
kelompok
Karakteristik struktur
kelompok
Proses
Pengambilan
Keputusan
Respon
masalah
interperson
Efek (hasil
pekerjaan dan
hubungan
interpersonal
antarkeluarga
)
Gambar 1.3 Model Penelitian
Secara garis besar, penelitian ini ingin melihat bagaimana proses pengambilan
keputusan kelompok yang terjadi di dalam PT KJ. Lebih dalam, peneliti ingin melihat
bagaimana interaksi yang terjadi di dalam proses sebagai bagian dari respon terhadap
masalah yang dihadapi dan apa pengaruhnya terhadap hasil pekerjaan dan kinerja yang
dilakukan oleh PT KJ pada saat ini dan masa depan.
G.
Metode Penelitian
1.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
berguna untuk mendeskripsikan aktivitas dan opini-opini dari objek penelitian.
Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik,
22
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.36
2.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus deskriptif. Studi kasus
deskriptif dapat diartikan sebagai penelusuran empiris yang menyelidiki fenomena di
dalam konteks kehidupan nyata, tidak terbatas sampai pada pengumpulan data, tetapi
meliputi juga analisa dan interpretasi tentang arti data itu.37Di samping itu, Yin
berpendapat bahwa metode penelitian studi kasus secara umum adalah metode yang
cocok untuk menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”.38
Peneliti menggunakan metode studi kasus deskriptif juga dikarenakan peneliti
tidak mempunyai peluang sama sekali dalam melakukan kontrol terhadap organisasi
ini. Metode penelitian deskriptif ini juga dipilih agar dapat mencapai kedalaman
fenomena objek penelitian.Hal ini bertujuan untuk membuat deskripsi secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi.
Pelaksanaan metode studi kasus deskriptif tidak hanya sampai pada
pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga mencakup analisis dan interpretasi
tentang arti data tersebut.39 Metode ini juga bisa dijelaskan sebagai sebuah prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan
subjek atau objek penelitian suatu lembaga, masyarakat, organisasi, dan lain-lain.
Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif ini untuk melukiskan dan
mendeskripsikan secara sistematis fakta mengenai komunikasi organisasi yang terjadi
di dalam perusahaan PT KJ.
36
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualititaif, Bandung: Rosda Karya, 2009, Hal 6.
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1998, Hal 63.
38
Robert K Yin, Studi Kasus : Desain dan Metode, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, Hal 1.
39
Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research: Pengantar Metologi Ilmiah, Bandung: Tarsito,
1982, hal 139.
37
23
3.
Jenis Data
Data kualitatif yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a.
Data Primer
Data primer merupakan data utama yang akan peneliti gunakan untuk
menjelaskan fenomena yang terjadi. Data tersebut akan dikumpulkan dengan
wawancara dan observasi partisipan. Wawancara akan dilakukan kepada semua jajaran
manajemen dan supervisor lapangan PT KJ dan pihak lain yang peneliti anggap
mempunyai pengaruh kepada pengambilan keputusan perusahaan. Selanjutnya, setelah
data wawancara terkumpul, selanjutnya peneliti akan melakukan observasi partisipan
untuk konfirmasi data yang diperoleh dari wawancara dengan fakta yang ada.
b.
Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang peneliti gunakan untuk
menjelaskan fenomena penelitian. Data sekunder ini peneliti peroleh dari studi
literature, majalah, internet, buku, laporan keuangan, akta perusahaan, dan sumber
informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder ini digunakan
untuk memperluas sudut pandang peneliti sekaligus sebagai bahan pertimbangan dan
referensi tambahan terhadap fakta-fakta yang terjadi selama penelitian berlangsung.
4.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah:
a.
Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah suatu bentuk observasi khusus di mana peneliti tidak
hanya menjadi pengamat pasif, melainkan juga mengambil peran langsung dalam
situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa atau organisasi yang akan diteliti.40
Teknik pengumpulan data ini peneliti pilih agar peneliti bisa melihat realitas dari sudut
pandang “orang dalam” dari perusahaan PT KJ.
40
Yin, op. cit., hal 114.
24
b.
Wawancara
Wawancara adalah salah satu sumber informasi yang sangat penting dalam
penelitian studi kasus. Menurut Black, wawancara adalah pertukaran percakapan
dengan tatap muka di mana seseorang memperoleh informasi dari yang lain.41 Yin juga
menyebutkan dalam bukunya bahwa wawancara merupakan sumber bukti yang
esensial bagi studi kasus, karena studi kasus merupakan penelitian yang umumnya
bersifat kemanusiaan.
Peneliti akan menggunakan wawancara terfokus dan open-ended. Tipe
wawancara terfokus adalah wawancara di mana narasumber yang hanya diwawancarai
dalam waktu singkat. Sedangkan yang dimaksud dengan open-ended yaitu peneliti
mengajukan pertanyaan pada narasumber mengenai fakta yang berkaitan dengan objek
dan hal tersebut diluar opini peneliti terhadap objek bersangkutan. Panduan wawancara
kemudian akan disusun sebagai kemudahan bagi peneliti dalam perolehan data ketika
wawancara berlangsung. Panduan wawancara ini juga berguna untuk menjaga alur
pembicaraan tetap pada masalah yang sedang diteliti.
Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan kepada manajemen, direksi, dan
komisaris perusahaan yang peneliti anggap mempunyai peran penting dalam menjalani
perusahaan PT KJ baik secara langsung mau pun tidak langsung. Wawancara juga akan
dilakukan kepada narasumber di luar jajaran manajemen perusahaan yang peneliti
anggap relevan dan mempunyai pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan
perusahaan.
c.
Studi Kepustakaan
Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengambil dokumentasi
yang relevan sesuai dengan penelitian. Studi kepustakaan dimaksudkan untuk lebih
memperkaya dara yang mungkin terlewat atau tidak sempat peneliti peroleh di
lapangan. Studi kepustakaan ini peneliti gunakan untuk mencari teori-teori dan
41
James A Black dan Dean J Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung: PT Refika
Aditama, 1999, hal 306.
25
melengkapi data-data dalam rangka menyempurnakan penelitian ini. Studi kepustakaan
ini dilakukan dengan cara mengumpulkan, mempelajari literatur kuliah, jurnal,
dokumen perusahaan, surat kabar, majalah, buku, dan sumber kepustakaan lain yang
relevan dengan penelitian ini.
5.
Teknik Analisis Data
Data yang sudah terkumpul akan peneliti analisa dengan metode perbandingan
tetap atau constant comparative method. Metode ini secara tetap membandingkan satu
datum dengan datum yang lain yang kemudian secara tetap membandingkan satu
kategori dengan kategori lainnya.42
Secara umum analisa yang peneliti akan lakukan terdiri dari beberapa proses,
yaitu reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi, dan menyusun hipotesis kerja. Pada
tahap reduksi data peneliti akan mengidentifikasi satuan unit data terkecil yang
memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus penelitian.
Selanjutnya pada tahap kategorisasi peneliti akan memilah-milah setiap satuan
data ke dalam bagian-bagian yang mempunyai kesamaan. Setiap kategori akan diberi
nama yang disebut ‘label’. Setelah dikategorisasi peneliti akan mensintesis data
tersebut. Artinya peneliti akan mencari kaitan antara satu kategoti dengan kategori
lainnya.Tahap terakhir adalah menyusun hipotesis kerja. Pada tahap ini peneliti akan
merumuskan suatu pernyataan yang proporsional yang akan disesuaikan dengan aspek
teoritis mengenai proses pengambilan keputusan kelompok.
6.
Teknik Keabsahan Data
Selain teknik analisis data di atas, peneliti juga akan melakukan triangulasi guna
memeriksa kebsahan data penelitian ini. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk
42
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualititaif, Bandung: Rosda Karya, 2009, Hal 288.
26
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.43 Pada
penelitian ini peneliti akan menggunakan teknik triangulasi melalui sumber lainnya.
Triangulasi dengan sumber dapat dilakukan dengan lima cara, yaitu:44
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
perspektif orang lain yang berbeda latar belakang.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
43
44
Ibid. hal 330.
Ibid. hal 331.
27
28
Download