Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dengan Respon

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Respon Terhadap Konflik Antar Pribadi
2.1.1. Pengertian Respon Terhadap Konflik Antar Pribadi
Dalam KBBI (2008), respon diartikan sebagai suatu tanggapan, reaksi,
dan jawaban. Azwar (1988) respon hanya akan timbul apabila indiviu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual.
Bentuk respon didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberi
kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau
negatif, menyenangan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang
kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek.
Sedangkan kata konflik berasal dari bahasa latin, Com yang berarti sama
atau Figen yang berarti penyerangan. Konflik merupakan kondisi terjadinya
ketidakcocokan antara nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada
dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain (Killman &
Thomas dalam Wijono, 2005).
Menurut Pickering (2001) konflik adalah keadaan atau perilaku yang
bertentangan. Fisher (2001) menambahkan konflik akan selalu ada dalam proses
sosial, dan bisa jadi konflik itu perlu dan dibutuhkan dalam dinamika kehidupan
masyarakat.
Dasar dari konflik adalah permusuhan, pertentangan keinginan,
pertengkaran, mungkin ketidakpuasan yang terus menerus dan berkelanjutan. Hal
7
ini disebabkan oleh warisan yang paling memengaruhi pemikiran dan sangat
berhubungan dengan apa yang telah membentuk respon individu, khususunya
respon yang menyebabkan rasa tidak nyaman, marah, gelisah atau berkonflik
(Lawson, 2009).
Respon terhadap konflik akan timbul apabila individu dihadapkan pada
suatu stimulus. Suatu konflik yang sama belum tentu akan menimbulkan bentuk
respon yang sama dari individu. Sebaliknya, suatu respon yang sama juga belum
tentu timbul akibat adanya konflik yang serupa (Azwar, 1988).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa respon terhadap
konflik antar pribadi adalah tanggapan atau reaksi terhadap suatu pertentangan
antara
dua
pihak
atau
lebih
dikarenakan
ketidaksesuaian
pendapat,
ketidakselarasan tujuan-tujuan yang dapat menimbulkan perselisihan diantara
pihak-pihak tersebut.
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Konflik
Menurut Soekanto (2007), beberapa faktor yang mempengaruhi
munculnya konflik antar pribadi, antara lain:
a. Perbedaan antar individu.
Merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide
yang berkaitan dengan harga diri, kebanggaan, dan identitas
seseorang.
b. Perbedaan kebudayaan.
Kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat. Tidak
semua masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma yang sama. Apa
yang dianggap baik oleh satu masyarakat belum tentu baik oleh
masyarakat lainnya. Interaksi sosial antarindividu atau kelompok
yang berlawanan dapat menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga
berakibat konflik.
c. Perbedaan kepentingan.
8
Setiap kelompok maupun individu memiliki kepentingan yang
berbeda pula. Perbedaan kepentingan itu dapat menimbulkan konflik
diantara mereka.
d. Perubahan sosial.
Perubahan sosial yang terlalu cepat yang terjadi pada suat masyarakat
dapat mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang
berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena adanya
ketidaksesuaian antara harapan individu dengan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masing-masing
faktor tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap terjadinya konflik antar
pribadi dalam kehidupan sosial di masyarakat.
2.1.3. Aspek – Aspek Konflik Antar Pribadi
Menurut Pickering (2001) aspek-aspek konflik antar pribadi meliputi:
a. Keinginan untuk dihargai dan diperlakukan sebagai manusia.
b. Keinginan untuk memegang kendali. Memegang kendali adalah
keinginan semua orang.individu yang memiliki keinginan yang sangat
berlebihan untuk memegang kendali pada dasarnya tidak punya rasa
percaya diri yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik.
c. Keinginan memiliki harga diri. Rasa harga diri yang tinggi adalah
landasan yang kokoh untuk menghadapi berbagai situasi. Individu
yang merasa harga dirinya disepelekan atau dipandang rendah akan
menyebabakan perasaan tersinggung yang pada akhirnya akan
menyebabakan konflik.
d. Keinginan untuk konsisten. Seseorang yang sudah tegas mengenai
suatu masalah maka akan sulit untuk mengubah sikap dalam
pengambilan keputusan. Individu yang demikian akan menjadi orang
yang kaku dan tidak fleksibel.
Berdasar uraian tersebut, maka aspek-aspek yang akan digunakan untuk
mengungkap konflik antar pribadi dalam penelitian ini meliputi: keinginan untuk
dihargai dan diperlakukan sebagai manusia, keinginan untuk memegang kendali,
keinginan memiliki harga diri, dan keinginan untuk konsisten. Alasan penulis
menggunakan teori Pickering (2001) didasarkan atas pertimbangan bahwa aspekaspek ini dianggap mampu mengungkap fenomena konflik antar pribadi.
9
2.1.4. Proses Terjadinya Konflik Antar Pribadi
Pickering (2001) menyatakan ada tiga tahap dalam proses terjadinya
konflik antar pribadi yang saling berkaitan satu sama lain:
a. Tahap pertama, dimana terjadi perselisihan-perselisihan kecil seharihari. Biasanya dalam kelompok terdapat perbedaan nilai kehidupan,
budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup. Perbedaan-perbedaan ini, mulai
bersinggungan dan menimbulkan rasa jengkel, dan sebagainya.
b. Tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih besar. Unsur
persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan
pribadi, dan mulai mencari kesalahan orang lain.
c. Tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan terbuka mengakibatkan
tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin menyakiti.
Dapat disimpulkan, konflik antar pribadi dapat terjadi dimulai dari
terjadinya perselisihan-perselisihan kecil yang lambat laun akan timbul
persaingan ataupun pertentangan dan akhirnya timbul keinginan untuk
menyakiti.
2.2.
Komunikasi Interpersonal
2.2.1. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Effendi (1993) menyebutkan, istilah komunikasi berasal dari bahasa
Latin “communicatio“ yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran.
Istilah communicatio tersebut berdasar dari kata commuins yang berarti sama.
Sama disini berarti sama makna. Lunandi (1975) dalam berkomunikasi arti yang
dikirim harus merupakan arti yang diterima oleh pihak lain. Jika arti yag diterima
lain dari yang dikirim, maka tidak terjadi komunikasi.
Myers (1992) komunikasi dengan orang lain disebut dengan komunikasi
interpersonal yang didefinisikan sebagai suatu hubungan interaksi antara
individu dengan lingkungannya yang mencakup orang lain sebagai teman-teman,
10
keluarga, anak-anak, rekan sekerja dan bahkan orang asing. Keunikan
komunikasi interpersonal adalah suatu hubungan yang timbal balik atau selalu
transaksi antara pemberi dan penerima pesan.
DeVito (2011) komunikasi interpersonal mengacu pada tindakan oleh
satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh
gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh
tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.
Komunikasi interpersonal menurut Suranto Aw (2011) merupakan proses
penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan (sender) dengan
penerima (receiver) baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi
dikatakan terjadi secara langsung (primer) apabila pihak-pihak yang terlibat
komunikasi dapat saling berbagi informasi tanpa melalui media. Sedangkan
komunikasi tidak langsung (sekunder) dicirikan oleh adanya penggunaan media.
Berdasarkan berbagai pendapat mengenai komunikasi interpersonal di
atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal berarti kemampuan
menyampaikan pesan berupa pikiran atau gagasan baik verbal maupun non
verbal yang melibatkan interaksi antara pengirim dan penerima pesan dan ada
kesempatan untuk melakukan umpan balik.
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal menurut
Suranto (2011) yaitu sebagai berikut:
a. Toleransi
Toleransi menghendaki adanya kemauan dari masing masing pihak
untuk menghargai dan menghormati perasaan pihak lain. Toleransi
11
b.
c.
d.
e.
f.
g.
menjadi faktor komunikasi interpersonal, karena disebabakan dengan
dikembangkannya sikap toleran atau tenggang rasa, maka seandainya
timbul perbedaan kepentingan kedua belah pihak dapat saling
menghargai, sehingga perbedaan kepentingan itu tidak berkembang
sebagai kendala kebersamaan.
Kesempatan-kesempatan yang seimbang
Artinya rasa memperoleh keadilan dari interaksi akan menentukan
kadar hubungan interpersonal. Ketika seseorang merasa memperoleh
kesempatan yang seimbang, peluang yang adil, maka akan
mendorong orang tersebut mempertahankan kebersamaan.
Sikap menghargai orang lain
Sikap ini menghendaki adanya pemahaman bahwa setiap orang
memilki martabat. Sikap yang baik untuk mendukung kadar
hubungan interpersonal adalah sikap menghargai martabat orang lain,
oleh karena itu seseorang tidak boleh melecehkan orang lain. Apabila
ingin menyampaikan pendapat, konfirmasi, atau respon, maka
sebaiknya dilakukan dengan cara-cara yang santun dan tidak
melecehkan.
Sikap mendukung, bukan sikap bertahan
Sikap mendukung (sportif) berarti memberikan persetujuan terhadap
orang lain. Sedangkan sikap bertahan, berawal dari adanya perbedaan
pendapat. Apabila dua orang saling bertahan, apalagi salah satu pihak
terang-terangan menyerang pertahanan pihak lain, maka ada
kemungkinan karakteristik hubungan menjadi renggang.
Sikap terbuka
Sikap terbuka adalah sikap untuk membuka diri, mengatakan tentang
keadaan dirinya secara terbuka dan apa adanya. Keterbukaan dalam
komunikasi akan menghilangkan kesalahpahaman dan kecurangan.
Keakraban hubungan interpersonal ditandai oleh adanya sikap
terbuka, saling percaya, sehingga seseorang dapat “secara total
mengungkapkan segala sesuatu tanpa resiko”.
Pemilik bersama atas informasi
Kualitas hubungan intersonal juga dipengaruhi oleh pemilikan
bersama atas informasi. Pemilikan bersama atas informasi dapat
dilihat dari aspek ”keluasan” dan “ke dalaman”. Keluasan
menunjukkan variasi topik yang dikomunikasikan. Kedalaman
menunjukan keintiman apa yang dikomunikasi, bahkan menyangkut
persoalan pribadi.
Kepercayaan
Kepercayaan adalah perasaan bahwa tidak ada bahaya dari orang lain
dalam satu hubungan. Kepercayaan berkaitan dengan keteramalan
(prediksi), artinya ketika kita dapat meramalkan bahwa seseorang
tidak akan mengkhianati dan dapat bekerja sama dengan baik, maka
kepercayaan kita pada orang tersebut lebih besar.
12
h. Keakraban
Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang,
kedekatan, dan kehangatan. Hubungan interpersonal akan terpelihara
apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang
diperlukan. Hubungan dua orang sahabat sudah akrab, diwarnai oleh
kesepakatan batas-batas keakraban itu. Misalnya diantara dua orang
itu sepakat untuk saling bertukar sepeda motor. Selain itu, suasana
akrab juga ditunjukkan dengan kesepakatan memanggil satu sama
lain. Ketika berkenalan seseorang memanggil kakak, dan sebaliknya
pihak teman memanggil adik. Namun kalau sudah akrab dapat
dicapai kesepakatan untuk langsung memanggil nama.
i. Kesejajaran
Kesejajaran atau posisi yang sama bagi kedua belah pihak. Keadaan
yang menunjukkan kesejajaran ini, terlihat pada makna dua pepatah
“duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. “Berat sama dipikul, ringan
sama dijinjing”. Tidak ada satu pihak yang lebih mendominasi
terhadap pihak lain. Kesejajaran adalah perekat terpeliharanya
hubungan interpersonal yang harmonis, karena dalam kesejajaran itu
akan dijunjung tinggi keadilan.
j. Kontrol atau pengawasan
Agar hubungan interpersonal terjaga dengan baik, maka perlu
pengawasan berupa kepedulian. Biasanya kedua belah pihak
bersepakat tentang bentuk-bentuk kontrol. Contoh, dokumen SMS
pada telepon seluler secara normatif merupakan dokumen pribadi,
sehingga seseorang tidak etis membaca SMS yang ada di telepon
seluler temannya. Namun apabila sudah terjadi kesepakatan menjadi
tidak bermasalah. Justru menjadi cara untuk saling mengontrol. Pola
pengontrolan juga perlu kesepakatan.
k. Respon
Respon yaitu ketepatan dalam memberikan tanggapan. Hukum alam
mengatakan kalau ada aksi maka akan ada reaksi. Hukum dalam
berkomunikasi, menyepakati kalau ada pertanyaan maka perlu ada
jawaban. Jawaban dalam berkomunikasi itulah respon. Dalam
percakapan, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon
dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Ketika
memperoleh pesan baik melalui SMS atau surat, perlu ada balasan.
Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal saja,
tetapi juga pesan-pesan non verbal.
l. Suasana Emosional
Suasana emosional adalah keserasian suasana emosional ketika
komunikasi sedang berlangsung, ditunjukkan dengan ekspresi yang
relevan. Misalnya ketika seseorang mengucapkan selamat atas
keberhasilan sahabatnya secara verbal, maka juga harus didukung
oleh ekspresi nonverbal yang sesuai, seperti senyum bahagia, tepukan
bahu penuh kebanggaan. Sebaliknya ketika seorang sahabat sedang
mengalami penderitaan, maka suasana emosinal yang diperlukan
13
adalah ucapan yang menghibur dan motivasi, serta artikulasi pesan
verbal yang menegaskan adanya perasaan turut bersedih, serta
kesediaan untuk mencari solusi.
Dapat disimpulkan dari ke-12 faktor tersebut, masing-masing dapat
memberikan pengaruh terhadap kadar hubungan interpesonal, yang artinya
semakin baik kualitas faktor-faktor tersebut maka akan semakin baik pula kadar
hubungan interpersonal.
2.2.3. Aspek-Aspek Komunikasi Interpersonal
DeVito
(2011)
menyatakan
agar
komunikasi
interpersonal
dapat
berlangsung dengan efektif maka ada lima kualitas yang harus dipertimbangkan
oleh para pelaku komunikasi, yaitu:
a. Keterbukaan (openness).
Penilaian terhadap kualitas keterbukaan dalam komunikasi mengacu
pada sedikitnya tiga hal, yaitu adanya kesediaan untuk membuka diri
dengan orang lain, kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur
terhadap stimulus yang datang, dan menyangkut “kepemilikan”
perasaan dan pikiran.
b. Empati (emphaty).
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati “sebagai kemampuan
seseorang untuk „mengetahui‟ apa yang sedang dialami orang lain
pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui
kacamata orang lain itu.” Sikap empatik ini akan membuat seseorang
lebih mampu menyesuaikan komunikasinya.
c. Sikap mendukung (supportiveness).
Kita dapat memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1)
deskriptif, bukan evaluatif. Suasana yang bersifat deskriptif
membantu terciptanya sikap mendukung, bila Anda mempersepsikan
suatu komunikasi sebagai permintaan akan informasi atau uraian
mengenai suatu kejadian tertentu, Anda umumnya tidak
merasakannya sebagai ancaman. Anda tidak ditantang dan tidak perlu
membela diri. Di pihak lain, komunikasi yang bernada menilai sering
kali membuat kita bersikap defensif. (2) Spontanitas, bukan strategik.
Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta
terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan
cara yang sama-terus terang dan terbuka. (3) Provisional, bukan
sangat yakin. Artinya berpikiran terbuka serta medengar pandangan
yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan
14
mengharuskan. Provisionalisme seperti itulah, bukan keyakinan tak
tergoyahkan, yang membantu menciptakan suasana mendukung.
d. Sikap positif (positiveness).
Kita mengomunikasikan sikap positif dengan sedikitnya dua cara. (1)
menyatakan sikap. Sikap positif terbina jika orang memiliki sikap
positif terhadap diri mereka sendiri dan perasaan positif untuk situasi
komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang
efektif. (2) dorongan. Perilaku mendorong menghargai keberadaan
orang lain dan pentingnya orang lain; perilaku ini bertentangan
dengan ketidakacuhan.
e. Kesetaraan (equality).
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak
sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Dalam penelitian ini menggunakan teori DeVito (2011) untuk mengukur
komunikasi interpersonal seperti yang telah diungkapkan di atas karena dianggap
aspek-aspek tersebut mampu menunjukan serangkaian proses komunikasi
interpersonal supaya lebih mudah dipahami.
2.2.4. Proses Terjadinya Komunikasi Interpersonal
DeVito (2011) secara sederhana proses komunikasi interpersonal
digambarkan sebagai proses yang menghubungkan pengirim dengan penerima
pesan. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Lingkungan komunikasi
Terdiri dari tiga dimensi: (1) Lingkungan fisik, yaitu ruang atau
bangsal atau tamann dimana komunikasi berlangsung. Apapun
bentuknya, mempunyai pengaruh tertentu atas kandungan pesan kita.
(2) Dimensi sosial-psikologis, meliputi tata hubungan status di antara
mereka yang terlibat, peran dan permainan yang dijalankan orang,
serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi. (3)
Dimensi temporal (atau waktu), mencakup waktu dalam sehari
maupun waktu dalam hitngan sejarah dimana komunikasi
berlangsung.
b. Sumber-penerima
Istilah sumber-penerima merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat
15
c.
d.
e.
f.
g.
h.
dalam komuniksi adalah sumber (atau pembicara) sekaligus penerima
(atau pendengar)
Encoding-Decoding
Dalam ilmu komunikasi, tindakan menghasilkan pesan, misalnya
berbicara atau menulis sebagai encoding, dan tindakan menerima
pesan, misalnya mendengarkan atau membacasebagai decoding.
Seperti halnya sumber-penerima, encoding-decoding juga merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Kompetensi komunikasi
Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup hal-hal
seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam
mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi.
Pesan dan saluran
Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk, baik dalam
bentuk verbal (lisan atau tertulis) maupun non nerbal (tanpa kata).
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan.
Umpan balik dan umpan maju
Umpan balik adalah informasi yang dikirim balik ke sumbernya.
Umpan balik dapat berasal dari Anda sendiri atau dari orang lain.
Umpan balik ini dapat datang dalam bentuk kerutan dahi atau
senyuman, anggukan atau gelengan kepala, tepukan di bahu atau
tamparan di pipi. Umpan maju (feedforward) adalah informasi
tentang pesan yang akan disampaikan.
Gangguan
Gangguan (noise) adalah gangguan dalam berkomunikasi yang
mendistorsi pesan. Gangguan menghalangi penerima dalam
menerima pesan dan sumber dalam mengirimkan pesan. Gangguan
dikatakan ada dalam suatu sistem komunikasi bila ini membuat pesan
yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan ini
dapat berupa gangguan fisik (ada orang lain berbicara), gangguan
psikologis (pemikiran yang sudah ada di kepala kita), atau semantik
(salah mengartikan makna). Semua komunikasi mengandung
gangguan dan walaupun tidak meniadakannya sama sekali, dapat
mengurangi gangguan dan dampaknya.
Efek komunikasi
Komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih
orang yang terlibat dalam tindak komunikasi. Pada setiap tindak
komunikasi selalu ada konsekuensi
Hal tersebut menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal
berlangsung sebagai sebuah siklus. Artinya umpan balik yang diberikan oleh
penerima pesan, menjadi bahan bagi pengirim pesan untuk merancang pesan
16
berikutnya. Proses komunikasi interpersonal terus berlangsung secara timbal
balik, sehingga pengirim dan penerima pesan dapat saling berbagi peran.
2.3. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Respon Terhadap
Konflik Antar Pribadi
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selamanya selalu sejalan dengan orang lain.
Joyce Hocker dan William Wilmot (dalam Chandra, 1992) penyebab
konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi dengan baik, sehingga pihak lain
tidak dapat memahami maksud kita yang sesungguhnya. Sejalan dengan hal
tersebut, Wehr (dalam Chandra, 1992) mengungkapkan bahwa konflik adalah
suatu konsekuensi dari komunikasi interpersonal yang buruk, salah pengertian,
salah perhitungan, dan proses-proses lain yang tidak disadari.
Melihat eratnya komunikasi interpersonal dan konflik, maka dapat dilihat
bahwa komunikasi interpersonal ikut berperan dalam urusan konflik. Pertama,
sebagai penjernih masalah di dalam hubungan yang tidak beres. Kedua, sebagai
tempat mewujudkan konflik. Ketiga, sebagai sesuatu yang netral (Chandra,
1992).
Suatu konflik yang sama belum tentu akan menimbulkan bentuk respon
yang sama dari individu. Bentuk respon didasari oleh proses evaluasi dalam diri
individu, yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik
17
atau buruk, positif atau negatif, menyenangan atau tidak menyenangkan, suka
atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap
suatu objek (Azwar, 1988).
Selain itu, hasil penelitian yang pernah dilakukan Yantyarso (2005)
menyatakan ada hubungan yang sangat signifikan antara komunikasi dengan
konflik antar pribadi.
2.4. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan Yantyarso (2005) diperoleh hasil r: 0,613 dan p < 0,01 yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan
antara komunikasi dengan konflik antar pribadi. Artinya, semakin baik
komunikasi, semakin rendah konflik antar pribadi dan sebaliknya semakin
rendah komunikasi semakin tinggi konflik antar pribadi.
Hal tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Katz dan Kuhn (dalam
Jewell dan Siegall, 1998) yang menyatakan tidak ada korelasi antara komunikasi
dengan konflik antar pribadi atau dapat diartikan juga bahwa komunikasi tidak
berpengaruh pada konflik antar pribadi.
2.5. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut “Ada hubungan yang
signifikan antara komunikasi interpersonal dengan respon terhadap konflik antar
pribadi pada siswa kelas VII SMP Negeri Suruh Tahun Ajaran 2013/2014.”
18
Download