BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Respon Terhadap Konflik Antar Pribadi 2.1.1. Pengertian Respon Terhadap Konflik Antar Pribadi Dalam KBBI (2008), respon diartikan sebagai suatu tanggapan, reaksi, dan jawaban. Azwar (1988) respon hanya akan timbul apabila indiviu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Bentuk respon didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek. Sedangkan kata konflik berasal dari bahasa latin, Com yang berarti sama atau Figen yang berarti penyerangan. Konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antara nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain (Killman & Thomas dalam Wijono, 2005). Menurut Pickering (2001) konflik adalah keadaan atau perilaku yang bertentangan. Fisher (2001) menambahkan konflik akan selalu ada dalam proses sosial, dan bisa jadi konflik itu perlu dan dibutuhkan dalam dinamika kehidupan masyarakat. Dasar dari konflik adalah permusuhan, pertentangan keinginan, pertengkaran, mungkin ketidakpuasan yang terus menerus dan berkelanjutan. Hal 7 ini disebabkan oleh warisan yang paling memengaruhi pemikiran dan sangat berhubungan dengan apa yang telah membentuk respon individu, khususunya respon yang menyebabkan rasa tidak nyaman, marah, gelisah atau berkonflik (Lawson, 2009). Respon terhadap konflik akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus. Suatu konflik yang sama belum tentu akan menimbulkan bentuk respon yang sama dari individu. Sebaliknya, suatu respon yang sama juga belum tentu timbul akibat adanya konflik yang serupa (Azwar, 1988). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa respon terhadap konflik antar pribadi adalah tanggapan atau reaksi terhadap suatu pertentangan antara dua pihak atau lebih dikarenakan ketidaksesuaian pendapat, ketidakselarasan tujuan-tujuan yang dapat menimbulkan perselisihan diantara pihak-pihak tersebut. 2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Konflik Menurut Soekanto (2007), beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya konflik antar pribadi, antara lain: a. Perbedaan antar individu. Merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide yang berkaitan dengan harga diri, kebanggaan, dan identitas seseorang. b. Perbedaan kebudayaan. Kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat. Tidak semua masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma yang sama. Apa yang dianggap baik oleh satu masyarakat belum tentu baik oleh masyarakat lainnya. Interaksi sosial antarindividu atau kelompok yang berlawanan dapat menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga berakibat konflik. c. Perbedaan kepentingan. 8 Setiap kelompok maupun individu memiliki kepentingan yang berbeda pula. Perbedaan kepentingan itu dapat menimbulkan konflik diantara mereka. d. Perubahan sosial. Perubahan sosial yang terlalu cepat yang terjadi pada suat masyarakat dapat mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan individu dengan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masing-masing faktor tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap terjadinya konflik antar pribadi dalam kehidupan sosial di masyarakat. 2.1.3. Aspek – Aspek Konflik Antar Pribadi Menurut Pickering (2001) aspek-aspek konflik antar pribadi meliputi: a. Keinginan untuk dihargai dan diperlakukan sebagai manusia. b. Keinginan untuk memegang kendali. Memegang kendali adalah keinginan semua orang.individu yang memiliki keinginan yang sangat berlebihan untuk memegang kendali pada dasarnya tidak punya rasa percaya diri yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik. c. Keinginan memiliki harga diri. Rasa harga diri yang tinggi adalah landasan yang kokoh untuk menghadapi berbagai situasi. Individu yang merasa harga dirinya disepelekan atau dipandang rendah akan menyebabakan perasaan tersinggung yang pada akhirnya akan menyebabakan konflik. d. Keinginan untuk konsisten. Seseorang yang sudah tegas mengenai suatu masalah maka akan sulit untuk mengubah sikap dalam pengambilan keputusan. Individu yang demikian akan menjadi orang yang kaku dan tidak fleksibel. Berdasar uraian tersebut, maka aspek-aspek yang akan digunakan untuk mengungkap konflik antar pribadi dalam penelitian ini meliputi: keinginan untuk dihargai dan diperlakukan sebagai manusia, keinginan untuk memegang kendali, keinginan memiliki harga diri, dan keinginan untuk konsisten. Alasan penulis menggunakan teori Pickering (2001) didasarkan atas pertimbangan bahwa aspekaspek ini dianggap mampu mengungkap fenomena konflik antar pribadi. 9 2.1.4. Proses Terjadinya Konflik Antar Pribadi Pickering (2001) menyatakan ada tiga tahap dalam proses terjadinya konflik antar pribadi yang saling berkaitan satu sama lain: a. Tahap pertama, dimana terjadi perselisihan-perselisihan kecil seharihari. Biasanya dalam kelompok terdapat perbedaan nilai kehidupan, budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup. Perbedaan-perbedaan ini, mulai bersinggungan dan menimbulkan rasa jengkel, dan sebagainya. b. Tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih besar. Unsur persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan pribadi, dan mulai mencari kesalahan orang lain. c. Tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan terbuka mengakibatkan tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin menyakiti. Dapat disimpulkan, konflik antar pribadi dapat terjadi dimulai dari terjadinya perselisihan-perselisihan kecil yang lambat laun akan timbul persaingan ataupun pertentangan dan akhirnya timbul keinginan untuk menyakiti. 2.2. Komunikasi Interpersonal 2.2.1. Pengertian Komunikasi Interpersonal Effendi (1993) menyebutkan, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin “communicatio“ yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Istilah communicatio tersebut berdasar dari kata commuins yang berarti sama. Sama disini berarti sama makna. Lunandi (1975) dalam berkomunikasi arti yang dikirim harus merupakan arti yang diterima oleh pihak lain. Jika arti yag diterima lain dari yang dikirim, maka tidak terjadi komunikasi. Myers (1992) komunikasi dengan orang lain disebut dengan komunikasi interpersonal yang didefinisikan sebagai suatu hubungan interaksi antara individu dengan lingkungannya yang mencakup orang lain sebagai teman-teman, 10 keluarga, anak-anak, rekan sekerja dan bahkan orang asing. Keunikan komunikasi interpersonal adalah suatu hubungan yang timbal balik atau selalu transaksi antara pemberi dan penerima pesan. DeVito (2011) komunikasi interpersonal mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi interpersonal menurut Suranto Aw (2011) merupakan proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan (sender) dengan penerima (receiver) baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi dikatakan terjadi secara langsung (primer) apabila pihak-pihak yang terlibat komunikasi dapat saling berbagi informasi tanpa melalui media. Sedangkan komunikasi tidak langsung (sekunder) dicirikan oleh adanya penggunaan media. Berdasarkan berbagai pendapat mengenai komunikasi interpersonal di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal berarti kemampuan menyampaikan pesan berupa pikiran atau gagasan baik verbal maupun non verbal yang melibatkan interaksi antara pengirim dan penerima pesan dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. 2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal menurut Suranto (2011) yaitu sebagai berikut: a. Toleransi Toleransi menghendaki adanya kemauan dari masing masing pihak untuk menghargai dan menghormati perasaan pihak lain. Toleransi 11 b. c. d. e. f. g. menjadi faktor komunikasi interpersonal, karena disebabakan dengan dikembangkannya sikap toleran atau tenggang rasa, maka seandainya timbul perbedaan kepentingan kedua belah pihak dapat saling menghargai, sehingga perbedaan kepentingan itu tidak berkembang sebagai kendala kebersamaan. Kesempatan-kesempatan yang seimbang Artinya rasa memperoleh keadilan dari interaksi akan menentukan kadar hubungan interpersonal. Ketika seseorang merasa memperoleh kesempatan yang seimbang, peluang yang adil, maka akan mendorong orang tersebut mempertahankan kebersamaan. Sikap menghargai orang lain Sikap ini menghendaki adanya pemahaman bahwa setiap orang memilki martabat. Sikap yang baik untuk mendukung kadar hubungan interpersonal adalah sikap menghargai martabat orang lain, oleh karena itu seseorang tidak boleh melecehkan orang lain. Apabila ingin menyampaikan pendapat, konfirmasi, atau respon, maka sebaiknya dilakukan dengan cara-cara yang santun dan tidak melecehkan. Sikap mendukung, bukan sikap bertahan Sikap mendukung (sportif) berarti memberikan persetujuan terhadap orang lain. Sedangkan sikap bertahan, berawal dari adanya perbedaan pendapat. Apabila dua orang saling bertahan, apalagi salah satu pihak terang-terangan menyerang pertahanan pihak lain, maka ada kemungkinan karakteristik hubungan menjadi renggang. Sikap terbuka Sikap terbuka adalah sikap untuk membuka diri, mengatakan tentang keadaan dirinya secara terbuka dan apa adanya. Keterbukaan dalam komunikasi akan menghilangkan kesalahpahaman dan kecurangan. Keakraban hubungan interpersonal ditandai oleh adanya sikap terbuka, saling percaya, sehingga seseorang dapat “secara total mengungkapkan segala sesuatu tanpa resiko”. Pemilik bersama atas informasi Kualitas hubungan intersonal juga dipengaruhi oleh pemilikan bersama atas informasi. Pemilikan bersama atas informasi dapat dilihat dari aspek ”keluasan” dan “ke dalaman”. Keluasan menunjukkan variasi topik yang dikomunikasikan. Kedalaman menunjukan keintiman apa yang dikomunikasi, bahkan menyangkut persoalan pribadi. Kepercayaan Kepercayaan adalah perasaan bahwa tidak ada bahaya dari orang lain dalam satu hubungan. Kepercayaan berkaitan dengan keteramalan (prediksi), artinya ketika kita dapat meramalkan bahwa seseorang tidak akan mengkhianati dan dapat bekerja sama dengan baik, maka kepercayaan kita pada orang tersebut lebih besar. 12 h. Keakraban Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang, kedekatan, dan kehangatan. Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Hubungan dua orang sahabat sudah akrab, diwarnai oleh kesepakatan batas-batas keakraban itu. Misalnya diantara dua orang itu sepakat untuk saling bertukar sepeda motor. Selain itu, suasana akrab juga ditunjukkan dengan kesepakatan memanggil satu sama lain. Ketika berkenalan seseorang memanggil kakak, dan sebaliknya pihak teman memanggil adik. Namun kalau sudah akrab dapat dicapai kesepakatan untuk langsung memanggil nama. i. Kesejajaran Kesejajaran atau posisi yang sama bagi kedua belah pihak. Keadaan yang menunjukkan kesejajaran ini, terlihat pada makna dua pepatah “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Tidak ada satu pihak yang lebih mendominasi terhadap pihak lain. Kesejajaran adalah perekat terpeliharanya hubungan interpersonal yang harmonis, karena dalam kesejajaran itu akan dijunjung tinggi keadilan. j. Kontrol atau pengawasan Agar hubungan interpersonal terjaga dengan baik, maka perlu pengawasan berupa kepedulian. Biasanya kedua belah pihak bersepakat tentang bentuk-bentuk kontrol. Contoh, dokumen SMS pada telepon seluler secara normatif merupakan dokumen pribadi, sehingga seseorang tidak etis membaca SMS yang ada di telepon seluler temannya. Namun apabila sudah terjadi kesepakatan menjadi tidak bermasalah. Justru menjadi cara untuk saling mengontrol. Pola pengontrolan juga perlu kesepakatan. k. Respon Respon yaitu ketepatan dalam memberikan tanggapan. Hukum alam mengatakan kalau ada aksi maka akan ada reaksi. Hukum dalam berkomunikasi, menyepakati kalau ada pertanyaan maka perlu ada jawaban. Jawaban dalam berkomunikasi itulah respon. Dalam percakapan, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Ketika memperoleh pesan baik melalui SMS atau surat, perlu ada balasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal saja, tetapi juga pesan-pesan non verbal. l. Suasana Emosional Suasana emosional adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang berlangsung, ditunjukkan dengan ekspresi yang relevan. Misalnya ketika seseorang mengucapkan selamat atas keberhasilan sahabatnya secara verbal, maka juga harus didukung oleh ekspresi nonverbal yang sesuai, seperti senyum bahagia, tepukan bahu penuh kebanggaan. Sebaliknya ketika seorang sahabat sedang mengalami penderitaan, maka suasana emosinal yang diperlukan 13 adalah ucapan yang menghibur dan motivasi, serta artikulasi pesan verbal yang menegaskan adanya perasaan turut bersedih, serta kesediaan untuk mencari solusi. Dapat disimpulkan dari ke-12 faktor tersebut, masing-masing dapat memberikan pengaruh terhadap kadar hubungan interpesonal, yang artinya semakin baik kualitas faktor-faktor tersebut maka akan semakin baik pula kadar hubungan interpersonal. 2.2.3. Aspek-Aspek Komunikasi Interpersonal DeVito (2011) menyatakan agar komunikasi interpersonal dapat berlangsung dengan efektif maka ada lima kualitas yang harus dipertimbangkan oleh para pelaku komunikasi, yaitu: a. Keterbukaan (openness). Penilaian terhadap kualitas keterbukaan dalam komunikasi mengacu pada sedikitnya tiga hal, yaitu adanya kesediaan untuk membuka diri dengan orang lain, kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang, dan menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. b. Empati (emphaty). Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati “sebagai kemampuan seseorang untuk „mengetahui‟ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Sikap empatik ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya. c. Sikap mendukung (supportiveness). Kita dapat memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif. Suasana yang bersifat deskriptif membantu terciptanya sikap mendukung, bila Anda mempersepsikan suatu komunikasi sebagai permintaan akan informasi atau uraian mengenai suatu kejadian tertentu, Anda umumnya tidak merasakannya sebagai ancaman. Anda tidak ditantang dan tidak perlu membela diri. Di pihak lain, komunikasi yang bernada menilai sering kali membuat kita bersikap defensif. (2) Spontanitas, bukan strategik. Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama-terus terang dan terbuka. (3) Provisional, bukan sangat yakin. Artinya berpikiran terbuka serta medengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan 14 mengharuskan. Provisionalisme seperti itulah, bukan keyakinan tak tergoyahkan, yang membantu menciptakan suasana mendukung. d. Sikap positif (positiveness). Kita mengomunikasikan sikap positif dengan sedikitnya dua cara. (1) menyatakan sikap. Sikap positif terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri dan perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. (2) dorongan. Perilaku mendorong menghargai keberadaan orang lain dan pentingnya orang lain; perilaku ini bertentangan dengan ketidakacuhan. e. Kesetaraan (equality). Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam penelitian ini menggunakan teori DeVito (2011) untuk mengukur komunikasi interpersonal seperti yang telah diungkapkan di atas karena dianggap aspek-aspek tersebut mampu menunjukan serangkaian proses komunikasi interpersonal supaya lebih mudah dipahami. 2.2.4. Proses Terjadinya Komunikasi Interpersonal DeVito (2011) secara sederhana proses komunikasi interpersonal digambarkan sebagai proses yang menghubungkan pengirim dengan penerima pesan. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Lingkungan komunikasi Terdiri dari tiga dimensi: (1) Lingkungan fisik, yaitu ruang atau bangsal atau tamann dimana komunikasi berlangsung. Apapun bentuknya, mempunyai pengaruh tertentu atas kandungan pesan kita. (2) Dimensi sosial-psikologis, meliputi tata hubungan status di antara mereka yang terlibat, peran dan permainan yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi. (3) Dimensi temporal (atau waktu), mencakup waktu dalam sehari maupun waktu dalam hitngan sejarah dimana komunikasi berlangsung. b. Sumber-penerima Istilah sumber-penerima merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat 15 c. d. e. f. g. h. dalam komuniksi adalah sumber (atau pembicara) sekaligus penerima (atau pendengar) Encoding-Decoding Dalam ilmu komunikasi, tindakan menghasilkan pesan, misalnya berbicara atau menulis sebagai encoding, dan tindakan menerima pesan, misalnya mendengarkan atau membacasebagai decoding. Seperti halnya sumber-penerima, encoding-decoding juga merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Kompetensi komunikasi Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi. Pesan dan saluran Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk, baik dalam bentuk verbal (lisan atau tertulis) maupun non nerbal (tanpa kata). Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Umpan balik dan umpan maju Umpan balik adalah informasi yang dikirim balik ke sumbernya. Umpan balik dapat berasal dari Anda sendiri atau dari orang lain. Umpan balik ini dapat datang dalam bentuk kerutan dahi atau senyuman, anggukan atau gelengan kepala, tepukan di bahu atau tamparan di pipi. Umpan maju (feedforward) adalah informasi tentang pesan yang akan disampaikan. Gangguan Gangguan (noise) adalah gangguan dalam berkomunikasi yang mendistorsi pesan. Gangguan menghalangi penerima dalam menerima pesan dan sumber dalam mengirimkan pesan. Gangguan dikatakan ada dalam suatu sistem komunikasi bila ini membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik (ada orang lain berbicara), gangguan psikologis (pemikiran yang sudah ada di kepala kita), atau semantik (salah mengartikan makna). Semua komunikasi mengandung gangguan dan walaupun tidak meniadakannya sama sekali, dapat mengurangi gangguan dan dampaknya. Efek komunikasi Komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih orang yang terlibat dalam tindak komunikasi. Pada setiap tindak komunikasi selalu ada konsekuensi Hal tersebut menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal berlangsung sebagai sebuah siklus. Artinya umpan balik yang diberikan oleh penerima pesan, menjadi bahan bagi pengirim pesan untuk merancang pesan 16 berikutnya. Proses komunikasi interpersonal terus berlangsung secara timbal balik, sehingga pengirim dan penerima pesan dapat saling berbagi peran. 2.3. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Respon Terhadap Konflik Antar Pribadi Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selamanya selalu sejalan dengan orang lain. Joyce Hocker dan William Wilmot (dalam Chandra, 1992) penyebab konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi dengan baik, sehingga pihak lain tidak dapat memahami maksud kita yang sesungguhnya. Sejalan dengan hal tersebut, Wehr (dalam Chandra, 1992) mengungkapkan bahwa konflik adalah suatu konsekuensi dari komunikasi interpersonal yang buruk, salah pengertian, salah perhitungan, dan proses-proses lain yang tidak disadari. Melihat eratnya komunikasi interpersonal dan konflik, maka dapat dilihat bahwa komunikasi interpersonal ikut berperan dalam urusan konflik. Pertama, sebagai penjernih masalah di dalam hubungan yang tidak beres. Kedua, sebagai tempat mewujudkan konflik. Ketiga, sebagai sesuatu yang netral (Chandra, 1992). Suatu konflik yang sama belum tentu akan menimbulkan bentuk respon yang sama dari individu. Bentuk respon didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik 17 atau buruk, positif atau negatif, menyenangan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek (Azwar, 1988). Selain itu, hasil penelitian yang pernah dilakukan Yantyarso (2005) menyatakan ada hubungan yang sangat signifikan antara komunikasi dengan konflik antar pribadi. 2.4. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang dilakukan Yantyarso (2005) diperoleh hasil r: 0,613 dan p < 0,01 yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara komunikasi dengan konflik antar pribadi. Artinya, semakin baik komunikasi, semakin rendah konflik antar pribadi dan sebaliknya semakin rendah komunikasi semakin tinggi konflik antar pribadi. Hal tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Katz dan Kuhn (dalam Jewell dan Siegall, 1998) yang menyatakan tidak ada korelasi antara komunikasi dengan konflik antar pribadi atau dapat diartikan juga bahwa komunikasi tidak berpengaruh pada konflik antar pribadi. 2.5. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut “Ada hubungan yang signifikan antara komunikasi interpersonal dengan respon terhadap konflik antar pribadi pada siswa kelas VII SMP Negeri Suruh Tahun Ajaran 2013/2014.” 18