PENGEMBANGAN SOFT SKILL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Oleh: Sumaryanta, Staf PPPPTK Matematika Abstrak Pendidikan memiliki peran sentral dalam kehidupan dan peradapan manusia. Pendidikan adalah jembatan yang menghubungkan masa kini dan masa datang. Adanya peran demikian, isi dan proses pendidikan perlu selalu dimutakhirkan sesuai kemajuan ilmu dan kebutuhan masyarakat. Dunia sekarang bergerak cepat dengan laju yang semakin kencang. Manusia sedang berada di tengah revolusi yang mengubah gaya dan cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan juga mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, selalu diperlukan pembaharuan penyelenggaraan pendidikan untuk mengimbangi pesatnya laju perubahan tersebut. Salah satu trend yang menuntut antisipasi pendidikan adalah adanya pergeseran profil kompetensi yang dibutuhkan di masa yang akan datang. Pengetahuan bukan lagi merupakan satu-satunya kebutuhan untuk menjadikan seseorang sukses. Soft skill, yang meliputi kemampuan personal dan interpersonal seseorang, menjadi kebutuhan dasar untuk dikuasai agar seseorang mampu eksis dalam kehidupan. Kata kunci: pengembangan, soft skill, matematika A. Pendahuluan Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 2013 berorientasikan untuk mewujudkan keseimbangan antara sikap, keterampilan dan pengetahuan untuk membangun soft skills dan hard skills. Hal inilah yang selama ini kurang diperhatikan dalam sistem dan praktek pendidikan di Indonesia karena lebih diutamakannya pengembangan aspek pengetahuan.. Menurut survey yang diterbitkan oleh National Assosiation of Colleges And Employers (NACE) pada tahun 2002 di Amerika Serikat, dari hasil jejak pandapat pada 457 pengusaha, diperoleh kesimpulan bahwa IP hanyalah nomor 17 dari 20 kualitas yang dianggap penting dari seorang lulusan dunia pendidikan. Kualitas yang berada di peringkat atas justru hal-hal yang kadang dianggap kurang penting, misalnya kemampuan berkomunikasi, integritas, kemampuan bekerja sama, etos keja, berinisiatif, mampu beradaptasi, kemampuan analitik, kemampuan beroganisasi, percaya diri, dan kemampuan memimpin. Temuan ini menunjukkan perlunya koreksi mendasar dalam orientasi pendidikan kita yang selama ini lebih mendewakan pengembangan kognitif. Permasalahan di atas menuntut solusi hati-hati dan kreatif. Tuntutan bahwa pendidikan harus mendorong tumbuh kembang anak secara utuh tidak harus disikapi latah dengan me”mata-pelajaran”kan semua aspek kehidupan. Mata pelajaran pada kurikulum saat ini telah dirasakan “sangat banyak”, sehingga perlu cara-cara baru menjawab kebutuhan tumbuh kembang anak secara utuh tanpa menambah beban belajar anak. Mata pelajaran yang ada bisa lebih diberdayakan agar memberi kontribusi lebih besar, tidak hanya pada domain masing-masing bidang studi, tetapi lebih terbuka difungsikan mendukung tumbuh kembang anak. Mata pelajaran matematika, sebagai mata pelajaran pokok di sekolah, harus mampu menjawab tantangan di atas. Pembelajaran matematika harus lebih diberdayakan untuk mendukung pengembangan pribadi anak. Pembelajaran matematika seharusnya tidak diorientasikan sekedar materi matematika secara an sich, tetapi perlu dirubah lebih terbuka menyentuh dimensi lebih luas sehingga mampu berkontribusi lebih besar bagi pengembangan pribadi, termasuk berkembanya soft skill peserta didik. B. Kajian Teori Menurut Bancino and Zevalkink, soft-skills adalah suatu istilah sosiologis yang menunjuk pada sekelompok sifat kepribadian, keselarasan sosial, kemampuan berbahasa, kebiasaan personal, keramahtamahan, dan optimisme seseorang yang menempatkan orang pada berbagai tingkatan. Soft-skills melengkapi hard-skills, yang diperlukan secara teknis dalam kehidupan. Soft-skills adalah sifat personal yang penting untuk meningkatkan interaksi individual, prestasi kerja, dan prospek karir. Berbeda dengan hard-skills yang menunjukkan kecenderungan orang melakukan tugas atau aktivitas tertentu, soft-skills dapat digunakan secara luas tidak terbatas pada tugas atau aktivitas tertentu saja. Terdapal beragam definisi yang digunakan untuk menjelaskan maksud yang berkaitan dengan "soft kill". Kebanyakan definisi tersebut berkaitan erat dengan gambaran personal, sikap, tabiat, dan juga tingkah laku; cara berkomunikasi, penyelesaian masalah dan kemahiran membuat keputusan serta proses mengurus organisasi. Menurut Bonnie Me EIroy dalam artikel yang berjudul "Why Soft Skills" menyatakan bahwa “Soft skills refer to the cluster of personality traits, social graces, facility with language, personal habits, friendliness, and optimism that mark people to varying degrees. Soft skills complement hard skills, which are the technical requiremen of education”. Soft skills adalah sikap dasar perilaku. Yakni keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills, meliputi nilai motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap. Atribut ini dimiliki oleh setiap orang dengan kadar berbeda-beda, dipengaruhii oleh kbiasaan bcepikir, berkata, bertindak dan bersikap. (Illah Sailah, 2007) Patrick S. O’Brien dalam bukunya “Making College Count” berpendapat bahwa soft-skills dapat dikategorikan dalam 7 area yang disebut winning characteristics, yaitu kemampuan berkomunikasi (communication skills), kemampuan berorganisasi (organizational skills), kepemimpinan (leadership), usaha (effort), logika (logic), kemampuan bekerjasama (group skills), dan etika (ethics). Sumber lain mengatakan bahwa soft-skills juga dapat dibedakan menjadi sifat personal dan kemampuan interpersonal. Sifat personal meliputi: optimisme, responsibilitas, sense of humor, integritas, manajemen waktu, dan motivasi. Sedangkan kemampuan interpersonal meliputi: empati, kepemimpinan, komunikasi, kelakuan baik, keramahan, kemampuan untuk mengajar Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa soft-skills adalah kemampuan personal dan interpersonal seseorang yang meliputi: optimisme, responsibilitas, sense of humor, integritas, manajemen waktu, motivasi, berempati, kepemimpinan, berkomunikasi, kelakuan baik, keramahan, dan kemampuan untuk mengajar. Kemampuan-kemampuan ini melengkapi kemampuan akademik yang akan menentukan kesuksesan seseorang dalam kehidupannya. Di dalam dunia pendidikan, '"soft skills" merupakan salah satu aspek ketrampilan yang perlu diberi perhatian lebih dan sering dikaji dalam berbagaii seminar pendidikan. Soft skills dianggap sebagai aspek ketrampilan yang menentukan sukses tidaknya proses pcndidikan. Kajian yang dibuat oleh Yahya Buntat (2004) dari Malaysia telah merumuskan soft skills tersebut mengandung tiga aspek yang harus diperhatikan antara lain : a) Aspek Akademik antara lain : • Kelrampilan menyelesaikan masalah • Ketrampilan berfikir secara kritis • Ketrampilan berkomunikasi • Ketrampikin berpikir matematik, dll b) Aspek pribadi untara lain : • Ketrampilan bertanggungjawab • Ketrampilan bersikap positif • Ketrampilan beradaptasi, dll c) Aspek Sosini antara lain : • Ketrampilan bekerja sama dengan orang lain • Ketrampilan melibatkan diri dalam sesuatu proyek, dll C. Pembahasan 1. Pengembangan soft skill, amanat pendidikan yang terkesampingkan Pada paparan di atas telah dijelaskan bahwa pembelajaran matematika seyogyanya tidak sekedar diarahkan pada pengembangan keterampilan teknis matematis semata, tetapi juga perlu menyentuh dimensi pengembangan pribadi anak. Berbagai keunggulan yang melekat pada mata pelajaran matematika perlu dioptimalkan demi manfaat yang sebesar-besarnya. Dalam konteks inilah pengembangan soft skill melalui pembelajaran matematika seharusnya memperoleh perhatian yang sebanding dengan target capaian kompetensi yang ain. Pengembangan soft skill seharusnya mendapatkan prioritas selama pembelajaran matematika berlangsung. Sayangnya, hampir pada setiap pembelajaran matematika, indikator keberhasilan pelajar lebih ditekankan pada kemampuan anak meraih skor tinggi. Hal inilah yang menyebabkan pembelajaran matematika sering tidak memberikan hasil yang optimal, termasuk terkesampingkannya aspek pengembangan soft skill siswa. Skor matematika anak sering digunakan sebagai rujukan utama mempersepsikan tingkat keberhasilan belajar matematika. Orang tua sangat sedih jika putra-putrinya memperoleh skor rendah pada tugas ujian matematika. Kekecewaan, kekesslan, dan kemarahan muncul sebagai reaksi kegagalan anak memperoleh skor tinggi pada mata pelajaran matematika. Berbagai upaya dipaksakan orang tua kepada si-anak demi meningkatkan pencapaian skor matematika anaknya. Anakpun, dengan segala ketidakberdayaannya, pasrah dan mengikuti kehendak rang tuanya tersebut. Tidak hanya di lingkungan rumah, di sekolahpun fenomena yang sering terjadi. Sekolah (baca : guru) cenderung mempersepsikan tingkat keberhasilan pembelajaran matematika dengan didasarkan pada angka yang diperoleh anak. Dalam angka meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, sekolah menempuh berbagai upaya yang diarahkan untuk semakin me''ninggi"-kan nilai anak pada mata pelajaran matematika. Saat ini malematika dipergunakan sebagai salah satu syarat kelulusan dengan skor minimal yang telah ditetapkan. Hal ini seakan telah semakin menjebak pemahaman publik siswa skor matematika merupakan indikator utama keberhasilan pembelajaran matematika. Orang tua maupun sekolah (guru) semakin mengencangkan ikat pinggang untuk mendorong anak (siswa) memperoleh nilai yang tinggi pada mata pelajaran matematika. "Keharusan bisa menyelesaikan soal" menjadi momok yang semakin menakutkan bagi sianak. Dengan segala persepsi yang dimilikinya, orang tua berlomba-lomba menambah jam belajar matematika anaknya, bahkan menyertakan anak ke bimbingan belajar atau privat di rumah merupakan pilihan yang banyak ditempuh orang tua. Di sekolah, pembelajaran "model drillal" menjadi "keharusan" yang harus dilakukan, terutama bagi para siswa di tingkat akhir. Semua diorientasikan demi anak "tidak gagal" memperoleh nilai yang dipersyaratkan. Tuntutan darr tekanan terhadap perolehan nilai matematika yang tinggi sering membuat pembelajaran matematika di kelas berlangsung kaku, penuh ketegangan dan tanpa kegembiraan. Guru seakan harus mengajak siswa berlari mengejar target dan menyelesaikan proyek perolehan nilai sehingga tidak memiliki kesempatan berimprovisasi dalam pembelajaran. Siswa juga seakan tidak memiliki kesempatan menikmati kegiatan belajarnya. Yang ada hanyalah kontrol, tekanan, dan target sehingga mereka kehilangan kebebasan menjalani proses belajarnya. Fenomena di atas tentu patut menjadi keprihatinan bersama. Banyak kemanfaatan sering terkesampingkan dan belajar matematika manakala seluruh energi yang ada hanya peruntukkan memperoleh skor tinggi. Mempelajari matematika tidak hanya sekedar untuk bisa mengerjakan soalsoal matematika. Mempelajari matematika juga tidak sekedar nenguasai materi matematika. Mampu mengerjakan soal matematika hanyalah salah satu dikator penguasaan materi matematika, sementara materi yang dipelajari hanyalah sekedar sarana terhadap penguasaan kompetensi yang lebih luas. Oleh karena itu, tidaklah tepat kiranya jika tolok ukur keberhasilan pembelajaran matematika hanya didasarkan pada kemampuan anak memperoleh skor tinggi. Harapan bahwa pembelajaran matematika mampu memberikan manfaat bagi tumbuh dan berkembangnya anak secara utuh, termasuk pengembangan soft skill, menjadi sulit tercapai. Melalui belajar matematika, anak berpeluang dan berhak mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki bukan hanya sekedar bisa mengerjakan soal. 2. Soft skill, sasaran sekaligus pendukung belajar Dalam Kurikulum 2004, guru memiliki keleluasaan yang lebih banyak dalam mengelola pembelajarannya dibandingkan pada kurikulum sebelumnya. Pada kurikulum sebelumnya, perlu seakan hanya sekedar pelaksana kurikulum tanpa memiliki kemerdekaan berimprovisasi. Hampir semuanya telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan pada kurikulum, baru ini pusat hanya mengatur ketentuan/ kompetensi pokok, sedangkan penjabaran dan pengembangannya diserahkan ke sekolah (baca: guru). Kondisi ini harus disikapi positif sebagai peluang lebih memberdayakan pembelajaran dalam mendorong optimalisasi potensi anak, termasuk pada pembelajaran matematika. Dalam penjabaran kurikulum matematika, pengembangan soft skill dapat ditempatkan bagai salah satu sasaran penting yang bisa diakomodasi. Guru dapat mengintegrasikan mengembangan aspek soft skillini dalam kompetensi belajar yang harus dikuasai peserta didik. Soft skill dapat dipergunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menjabarkan dan menetapkan indikator ketercapaian kompetensi. Hal ini berarti bahwa pengembangan soft skill memang merupakan sasaran pembelajaran yang secara sengaja ditargetkan bagai arah pembelajaran matematika. Selama ini mungkin telah ada upaya-upaya pengembangan soft skill dalam pembelajaran matematika. Akan tetapi sering itu hanya efek samping yang diharapkan wujud dari pembelajaran matematika yang dilaksanakan. Hal ini tentu akan berbeda jika mengembangan soft skill ini dilaksanakan secara sengaja dan terencana. Dengan yang jelas dan sistematis maka hasil yang diperoleh akan lebih baik. Pengembangan soft skill melalui pembelajaran matematika, selain bermanfaat bagi anak pada masa yang akan datang, akan memberikan keuntungan terhadap pembelajaran matematika itu sendiri. Soft skill dapat menjadi katalis bagi proses pembelajaran matematika. soft skill dapat membantu anak dalam belajar matematika. Keberhasialan belajar seseorang anak cukup sekedar mengandalkan kecerdasan yang dimiliki. Kemandirian, kedisiplinan, percayaan diri, dll juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang, termasuk belajar matematika. Jika hal tersebut dapat ditumbuhkembangkan selama pembelajaran, pembelajaran matematika itu sendiri akan mendapatkan kemanfaatan. Peserta didik mombutuhkan itu sebagai pendukung upayanya belajar matematika. 3. Pengembangan soft skill dalam pembelajaran matematika a. Kemauan dan kemampuan guru MenjadI guru matematika tidaklah mudah. Matematika termasuk salah satu mata pelajaran yang banyak tidak disukai para siswa. Matematika juga dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang sulit. Sampai saat inipun prestasi belajar matematika siswa diketahui sebagai salah satu yang terendah. Di sisi yang lain, harapan terhadap pembelajaran matematika oleh masyarakat sangatlah tinggi. Dalam kondisi seperti ini, harapan pengembangan soft skill melalui pembelajaran matematika mungkin menjadi tambahan beban bagi para guru. Dibutuhkan kemauan dan kemampuan dari para guru matematika untuk bisa memenuhi harapan ini. Komitmen guru untuk mengembangkan soft skill dalam pembelajarannya sangatlah penting. Hal ini akan menjadi pengarah sekaligus sumber energi bagi guru dalam mewujudkan sasaran pembelajaran yang diinginkan. Beratnya beban mengajar matematika peserta segala kompleksitas masalah pembelajaran yang dialami selama proses berlangsung dapat mengesampingkan niatan mengembangkan soft skill. Apalagi kriteria keberhasilan belajar matematika selama ini cenderung masih didasarkan pada skor ujian yang dicapai siswa. Tanpa memiliki kemauan mengembangkan soft skill sangat mungkin guru akan kembali terjebak pada suatu pembelajaran yang hanya mengejar nilai semata. Tidak sekedar kemauan yang diperlukan guru matematika agar pengembangan soft skill dalam pembelajaran dapat dilaksanakan. Dibutuhkan kemampuan yang baik dari guru sehingga dia bisa mengelola pembelajarannya dengan optimal. Menyertakan pengembangan soft skill dalam pembelajaran menuntut guru memiliki kreatifitas dalam mengelola kelasnya. Guru perlu memiliki pemahaman dan kemampuan menerapkan berbagai model, teknik, metode, pendekatan dan strategi pembelajaran agar dapat mengemas kelasnya dengan lebih baik. Ramuan pembelajaran oleh guru dengan mengoptimalkan berbagai metodologi pembelajaran sangat menentukan seberapa jauh pengembangan soft skill dalam pembelajaran matematika akan berhasil. Tidak ada lilin padam menerangi lingkungan. Tidak pula ada orang buta mampu menjadi penunjuk jalan. Oleh karena itu, hanya dengan kemampuan yang memadai dari guru tujuan pengembangan soft skill dalam pembelajaran matematika dapat terlaksana dan memberikan hasil yang optimal. b. Penetapan tujuan Salah satu langkah awal penting keberhasilan pembelajaran adalah pemilihan secara kilat sasaran atau kebutuhan belajar peserta didik (Mercer, 1989 : 5). Identifikasi sasaran kebutuhan tersebut akan menjadi pengarah selama pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, pengembangan soft skill dalam pembelajaran matematika akan terwujud manakala aspek ini menjadi salah satu aspek yang memang ingin dikembangkan dalam pembelajarannya. Guru harus memulainya dengan memahami bahwa pengembangan soft skill ini penting bagi anak dan bisa dilaksanakan dalam pembelajaran matematika yang dikelolanya. Komitmen guru dalam mengembangkan soft skill juga perlu dikomunikasikan kepada serta didik. Kesepahaman antara guru dan siswa bahwa pengembangan soft skill merupakan salah satu tujuan pembelajaran sangat penting bagi ketercapaiannya selama pembelajaran. Bobbi De Porter dalam bukunya Quantum Teaching mengemukakan bahwa salah satu landasan penting bagi keberhasilan pembelajaran adalah adanya kesepakatan antara guru dan siswa mengenai tujuan apa yang akan dicapai dalam pembelajaran. Siswa memerlukan gambaran yang jelas mengenai tujuan pembelajaran dan apa yang dapat mereka lakukan (peroleh) sebagai hasilnya. Mengetahui tujuan yang jelas dan memberikan harapan kegunaannya akan membawa siswa terlibat secara aktif dan bersemangat. pemahaman tentang tujuan pembelajaran yang dilaksanakan akan menjadi pengarah siswa dimana mereka akan berproses, Oleh karena itu, sejak sebelum pembelajaran matematika dilaksanakan, jika guru matematika memang berkehendak mengembangkan soft skill dalam pembelajarannya, guru harus mengkomunikasikan tujuan tersebut sehingga siswa memiliki arah yang sejajar dengan guru selama pembelajaran berlangsung. c. Perencanaan pembelajaran Persiapan atau perencanaan pembelajaran merupakan salah satu aspek terpenting yang harus mendapat perhatian guru agar pembelajaran yang dilaksanakan bisa memberikan hasil seperti yang diharapkan (Burden & Byrd, 1999 : 19). Keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan kualitas persiapan yang dilakukan. Sasaran, prosedur, dan proses pembelajaran perlu diskenariokan sebaik mungkin agar pembelajaran memberikan kemanfaatan optimal. Oleh karena itu, tercapai atau tidaknya tujuan pengembangan soft skill dalam pembelajaran matematika sangat tergantung dari perencanaan pembelajaran yang dibuat guru. Jika guru matematika memang menginginkan bisa mengembangkan soft skill dalam pembelajarannya, guru harus mengawalinya pada tahap ini. Pada Kurikulum 2004, perencanaan pembelajaran yang perlu dibuat guru antara lain meliputi : silabus, rancangan penilaian, dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Ketiga hal sebut mencakup perancangan/penskenarioan proses pembelajaran yang akan diksanakan. Pada ketiganya berbagai sasaran, prosedur, dan hasil pembelajaran dipilih, ditata agar memberikan hasil optimal. Dengan demikian, tingkat keberhasilan pengembangan soft skill dalam pembelajaran matematika sangat ditentukan ketika ketiga hal tersebut disusun guru. Pada pengembangan silabus, guru matematika harus mampu menjabarkan kurikulum menjadi uraian pembelajaran yang lebih mendetail dengan memperhatikan aspek ngembangan soft skill siswa. Silabus merupakan produk pengembangan kurikulum berupa pengembangan lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Silabus dikembangkan sebagai rambu-rambu bagaimana pembelajaran akan dilaksanakan. Dalam konteks pengembangan soft skill, guru harus mampu mendesain pengalaman belajar yang akan dilakukan siswa sedemikian sehingga tujuan pengembangan soft skill siswa dapat tercapai. Dalam hal ini, guru juga harus memperhatikan ketersediaan waktu yang ada serta mengoptimalkan berbagai sumber/ bahan belajar yang mendukung. Rancangan penilaian juga merupakan aspek yang penting dicermati. Penilaian merupakon bagian yang terpisahkan dengan proses pembelajaran itu sendiri. Melalui penilaian dapat diketahui keberhasilan suatu proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran mana yang sudah/ belum berhasil tercapai selama pembelajaran dapat diketahui melalui hasil penilaian yang dilaksanakan. Selain itu, penilaian juga akan memberikan umpan balik yang konstruktif, baik bagi guru maupun siswa. Bahkan, menurut Mercer (1989 : 15), penilaian yang dilakukan guru dapat mempengaruhi belajar yang dilakukan siswa. Siswa cenderung mengarahkan kegiatan belajarnya menuju muara penilaian yang dilakukan guru. Dengan demikian, guru harus mampu merancang penilaian sedemikian sehingga penilaian itu benar-benar mendorong siswa mengoptimalkan potensinya. Pengembangan soft skill oleh siswa juga perlu diberikan umpan balik yang memadai dalam penilaiannya sehingga siswa terjaga dan termotivasi pada pengembangan aspek ini. Hal ini berarti pada tahap pembuatan rancangan penilaian, guru matematika harus menskenariokan bagaimana umpan balik terhadap pengembangan soft skill siswa dilakukan. Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran juga harus dilaksanakan guru dengan emperhatikan pengembangan soft skill siswa. Komponen ini merupakan rencana riil yang akan dilaksanakan pada pembelajaran dan bermanfaat sebagai panduan guru dalam melaksanakan setiap tugas pengajarannya sehingga tujuan pembelajaran, tercapai. ketercapaian tujuan pengembangan soft skill pada pembelajaran matematika bergantung pada sejauh mana guru mempersiapkan pembelajarannya pada komponen ini. Pada saat guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, guru harus mampu memilih metodologi pembelajaran yang mendorong dan menjamin bahwa pengembangan soft skill siswa dilaksanakan dan memberikan hasil seperti yang diharapkan. α. Pelakaanaan pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran merupakan tahapan inti dari proses pembelajaran. Pada tahap inilah "proses belajar" peserta didik berlangsung. Sebaik apapun persiapan yang dilakukan tidak akan berarti apa-apa jika pembelajaran tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Demikian pula dalam rangka pengambangan soft skill pada pembelajaran matematika. Berbagai skenario yang telah dirancangkan pada tahap perencanaan harus benar-benar dapat diimplementasikan selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Keberhasilan pengembangan soft skill siswa bergantung seberapa jauh guru mampu mendorong dan memantau kemanjuan belajar anak selama pembelajaran berlangsung. Perhatian dan umpan balik guru sangat mempengaruhi berhasil atau gagalnya siswa berkembang pada aspek ini. Guru juga harus membantu siswa tetap pada jalur menuju berkembangnya aspek soft skill ini. Kesepahaman di awal bahwa tujuan pembelajaran bukan sekedar mengejar target pencapaian nilai melainkan juga mengembangkan aspek soft skill harus tetap dijaga dan diterjemahkan melalui kerjasama antara guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung. Guru megang peranan kunci pada setiap pelaksanaan pembelajaran. Hal ini tidak berarti bahwa guru harus mendominasi kelas. Guru merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan belajar peserta didiknya merupakan bentuk komitmen terhadap tugasnya, tetapi menganggap dirinya sebagai yang paling bertanggung jawab sering kali guru justru berbuat yang kontraproduktif. Guru berusaha menerangkan sebanyak mungkin, berbicara lebih banyak, memberi contoh berlebihan, memberikan dan membanjiri siswa dengan seabrek informasi. Guru sering tidak memberi kesempatan yang cukup kepada siswa untuk bertanggungjawab terhadap keberhasilan belajamya. Jika pembelajaran demikian yang dilaksanakan guru, maka tujuan pengembangan soft skill siswa melalui pembelajaran matematika tidak akan memperoleh ruang yang memadai. Guru, demi kesuksesan belajar yang lebih baik bagi siswanya, harus berani dan bersedia mendorong siswa agar mau dan mampu bertanggungjawab terhadap aktivitas belajar yang sedang berlangsung. Guru harus secara kreatif memanfaatkan setiap momentum untuk menggeser tanggung jawab belajar pada siswa. Pengembangan soft skill siswa hanya akan terwujud jika siswa diberi ruang lebih longgar untuk mengalami lebih banyak pengalaman belajar. Penciptaan kondisi belajar yang kondusif bagi pengembangan soft skill siswa juga mutlak harus diperhatikan guru matematika. Pelajaran matematika yang cenderung dipersepsikan dengan beban, aktivitas yang sulit, membosankan, tidak ada kegembiraan, rasa tertekan, dan entah perasaan negatif apalagi, perlu diubah oleh guru. Guru matematika harus mampu mengelola pembalajarannya dengan tetap menjaga minat, motivasi, dan keoptimisan siswa. Guru perlu lebih kreatif menggubah kelas menjadi lebih menggembirakan, posistif, dan membangkitkan semangat peserta didik untuk belajar. Terciptanya kondisi belajar matematika yang kondusif sangat mempengaruhi keberhasilan pengembangan soft skill. Untuk mendorong pengembangan soft skill siswa perlu dibangun lingkungan sosial yang positif di antara anggota komunitas belajar, antar siswa, atau antara siswa dan guru. Terbinanya hubungan yang harmonis antar anggota komunitas belajar akan mendukung hasil belajar yang lebih baik (Dave Meier, 1999). D. Penutup Dari awal hinga akhir makalah ini, penulis memaparkan bagaimana pembelajaran matematika perlu dan bisa mengembangkan soft skill siswa. Hal ini tidak berarti bahwa pengembangan kecakapan lain melalui pembelajaran matematika tidak penting. Penulis berharap bahwa keberadaan mata pelajaran matematika di sekolah benar-benar mampu memberikan hak bagi tumbuh dan berkembangnya peserta didik secara optimal sehingga bermanfaat bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Referensi Bobbi DePorter, dkk. 2000. Quantum Touching : Mempraktikkan Quantum Learning di ruang-ruang kelas. Bandung : Kaifa Burden & Dyrd. 1999. Effoctivo Toacliing. United States : A Viacom Company Depdiknas. 2003. Standar kompefensi mata pelajaran matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Puskur Dave Meier. 1999. The accelerated learning handbook : panduan kreatif dan efektff merancang program pendidikan dan peatihan. Bandung : Kaifa Mercer. 1989. Teaching students with learning problems. United States : Merrill Publishing Company Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan Sukses dengan soft-skills. (http://www. ditdik.itb.ac.id/ soft_skills/Bu1.html). Diakses pada tanggal 11 Juni 2008 Wikipedia. Soft skills. http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_skills. Diakses pada tanggal 11 Juni 2008