LAPORAN KASUS Cephalgia et causa Astrositoma 1.1 Identitas Pasien Nama : Ny.SP Umur : 32 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status : Menikah Pekerjaan : Swasta Alamat : Kupangsari, Ambarawa Masuk RS : 7 Agustus 2015 , Jam 21.09 WIB Nomor Rekam Medis : 083299-2015 Tanggal Pemeriksaan : 7 Agustus 2015 I.2 Anamnesa Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa dan aloanamnesa di bangsal Dahlia pada tanggal 7 Agustus 2015. I.2.1 Keluhan Utama Nyeri kepala. I.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 4 bulan SMRS pasien sering mengeluhkan nyeri kepala yang terasa diseluruh kepala, berdenyut, hilang timbul, timbul terutama ketika pasien sedang merasa kelelahan dan membaik ketika istirahat dan minum obat pereda nyeri yang dibeli di warung. Namun keluhan sakit kepala ini sering dirasakan berulang oleh pasien sehingga beberapa kali pasien sempat memeriksakan keluhannya kedokter dan diberikan obat penghilang nyeri oleh dokter, namun pasien tidak ingat nama obat yang diberikannya, keluhan membaik setelah diberikan obat. Nyeri kepala yang dirasakan awalnya tidak disertai dengan mual ataupun muntah. Selama 4 bulan terakhir pasien menyangkal adanya pandangan kabur atau gangguan penglihatan , gangguan penciuman (-), gangguan 1 pendengaran (-), telinga berdenging (-), kelemahan anggota gerak (-), kesemutan dan baal pada anggota tubuh (-). Nafsu makan akhir-akhir ini dirasakan menurun sehingga berat badan pasien dirasakan berkurang namun masih dalam batas normal, buang air kecil dan buang air besar dalam batas tidak ada keluhan. Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, selama bekerja pasien dapat berkomunikasi dengan baik, dan menjalin hubungan sosial baik dengan teman serta lingkungannya, dalam hal pendidikan pasien tidak pernah mengalami kesulitan dan dapat beraktifitas dengan normal. Akir-akhir ini menurut keluarganya pasien lebih sering diam dan cepat marah. Pasein mengatakan saat ini ia lebih mudah lupa terutama untuk mengingat waktu dan hari. Nyeri kepala ini dirasakan berulang dan hilang timbul hingga 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan nyeri kepala hebat lebih berat dari biasanya, dan sudah menggangu aktifitas pasien. ± 2 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri kepala disertai pusing dan leher terasa kaku. Nyeri kepala dirasakan terus menerus dan semakin hari semakin memburuk. Nyeri kepala terasa berdenyut, nyeri semakin memberat ketika pasien beraktifitas dan ketika stress. Nyeri kepala mengakibatkan gangguan aktifitas sehari-hari. Nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala dan disertai dengan keluhan pusing berputar. Telinga berdenging disangkal oleh pasien. 1 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri kepala disertai muntah ± 3 kali, mual (+) disertai pusing berputar. Pasien juga mengatakan badan terasa demam, demam dirasakan tinggi pada malam hari dan membaik pada pagi hari, dan mengigil. BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien sudah meminum obat untuk keluhan nyeri kepalanya namun tidak ada perbaikan, sehingga pasien dibawa ke RSUD Ambarawa. Saat masuk RS, pasien kemudian dirawat di bagian saraf karena nyeri kepala dan pusing berputar. Saat dirawat di RS, pasien mengeluhkan nyeri kepala (+), Pusing (+), demam (+), menggigil (+) mual (+), muntah (+), nyeri uluhati (+). Selain itu pasien juga mengalami kejang di tubuh sebelah kanan dan terasa kaku, pasien mengatakan tidak sadar ketika kejang, kejang terjadi ± 5-10 menit dan membaik dengan sendirinya. Kejang dirasakan 1x/hari selama 2 hari berturut-turut di RS, biasanya kejang timbul pada pagi hari pada saat demam turun dan terjadi mendadak tidak dipengaruhi oleh aktifitas. 2 Setelah kejang badan terasa lemas, tidak didapatkan adanya penurunan kesadaran, perubahan tingkah laku , gangguan orientasi, maupun gangguan penglihan. I.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal Riwayat nyeri kepala sebelumnya : diakui (dengan pengobatan nyeri kepala membaik) Riwayat penyakit kencing manis : disangkal Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal Riwayat trauma/cedera kepala : disangkal Riwayat operasi : disangkal Riwayat konsumsi obat-obatan dan alkohol : disangkal Riwayat epilepsi dan pengobaan epilepsi : disangkal Riwayat alergi : disangkal Riwat gigi berlubang : disangkal Riwayat penggunaan kacamata : disangkal I.2.4 I.3 Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal Riwayat stroke pada keluarga : disangkal Riwayat kencing manis pada keluarga : disangkal Riwayat tekanan darah tinggi pada keluarga : disangkal Riwayat epilepsi pada keluarga : disangkal Anamnesa Sistem Sistem Serebrospinal : Nyeri kepala (+), pusing berputar (+), kejang (+) Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan Sistem Gastrointestinal : Mual (+), Muntah (+) Sistem Muskuloskeletal : Parese (-), Plegia (-) Sistem Integumental : Kesemutan (-), baal (-) Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan 3 I.4 Resume Anamnesa Sejak 4 bulan SMRS pasien sering mengeluhkan nyeri kepala yang terasa diseluruh kepala, berdenyut, hilang timbul, timbul terutama ketika pasien sedang merasa kelelahan dan membaik ketika istirahat dan minum obat. 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri kepala hebat disertai pusing berputar seperti mau jatuh. Keluhan ini dirasakan semakin memberat dan disertai dengan mual (+), muntah (+) ± 3 kali, badan lemas, demam dan mengigil. Pasien sudah mengobati demam dan nyeri kepalanya namun tidak ada perbaikan sehingga pasien memutuskan untuk datang ke rumah sakit. Saat di rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat, pusing berputar (+) demam (+), mual(+),kejang (+) pada tubuh sebelah kiri dirasakan kaku dari kepala hingga jari-jari kaki. Riwayat keluhan serupa disangkal (-), riwayat nyeri kepala sebelumnya (+) namun membaik setelah diberi obat, riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat trauma kepala (-), riwayat epilepsi di sangkal. II.1. Diskusi I Berdasarkan autoananmesis, pasien mengeluh nyeri kepala kronis yang hilang timbul, semakin memberat, nyeri kepala dirasakan berdenyut . Nyeri kepala sendiri dapat diartikan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu hingga belakang kepala. Berdasarkan penyebabnya nyeri kepala digolongkan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan vaskuler. Nyeri kepala disebabkan karena perangsangan terhadap struktur struktur peka nyeri didaerah kepala dan leher, stuktur-struktur peka nyeri dibagi menjadi struktur intrakranial yaitu: sinus venosus, arteri meningea media, duramater pada basis otak, nervus trigeminus, nervus glosofaringeus, nervus vagus, radix C2 dan C3, a.karotis interna bagian proksimal, substansia grisea di daerah periakuaduktus, inti sensoris talamus, dan struktur ekstrakranial yaitu: periosteum, kulit jaringan subkutan, otot, pembuluh darah, saraf, mata, telinga,gigi, sinus, orofaring, dan mukosa hidung. Perangsangan stuktur-struktur pekak nyeri ekstra kranial akan dirasakan sebagai nyeri pada daerah yang terangsang sedangkan struktur intrakranial akan diproyeksikan ke 4 permukaan dan nyeri dirasakan pada daerah distribusi saraf yang bersangkutan. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada pasien ini untuk mengetahui nyeri kepala yang dialami berasal dari intrkranial ataupun ekstrakranial Pasien juga mengeluhkan pusing berputar disertai dengan adanya mual dan muntah, pusing berputar merupakan gejala dari vertigo. Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar terasa seperti berputar mengelilingi pasien, atau pasien merasa seperti berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Keluhan yang sering disampaikan pasien beragam, misalnya puyeng, sempoyongan, mumet, muter, pusing, rasa seperti mengambang, dan rasa seperti melayang. Hal ini serupa dengan keluhan yang dirasakan oleh pasien. Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistem keseimbangan. Vertigo dapat timbul bila ada gangguan pada salah satu atau lebih dari ketiga sistem pada tingkat resepsi, integrasi, maupun persepsi. Vertigo dibagi menjadi dua, vertigo vestibular bila kelainan pada vestibular, dan vertigo non vestibular apabila terjadi pada visual dan proprioseptif. Vertigo juga dibagi menjadi vertigo yang terjadi dengan letak lesi di perifer (labirin dan n. Vestibularis) dan vertigo yang terjadi dengan letak lesi di sentral (batang otak hingga korteks). VERTIGO PERIFER VERTIGO SENTRAL Letak lesi Labirin dan N. Vestibularis Batang otak hingga korteks Sifat vertigo Rasa berputar (true vertigo) Serangan Episodik Kontinyu Mual/muntah + – +/– – Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan obyek visual Gejala gangguan SSP – + (diplopia, parestesi, gejala Gangguan pendengaran dan/atau tinitus Melayang, hilang keseimbangan 5 fokal serebral) Gejala Otonom ++ – Nistagmus Horizontal Vertikal PENYEBAB Vertigo Perifer Vertigo Sentral · BPPV · Labirinitis · Vestibular neuritis · Vascular · Meniere’s Disease · Demyelinating · Labyrinthie Ischemia · Neoplasm · Trauma · Toxin Pada saat di rumah sakit pasien mengalami kejang pada sebagian tubuh sebelah kanan dan berlangsung antara 5-10 menit, . Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena. Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan 6 metabilisme,trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf.Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya. Diagnosis Sementara Diagnosis klinis : nyeri kepala, pusing berputar, kejang parsial ekstremitas sinistra. Diagnosis topik : intrakranial dd ekstrakranial Diagnosis etiologi : - Infeksi - Neoplasma PEMERIKSAAN FISIK (Dilakukan tanggal 8 Agustus 2015) Status Generalis Kesadaran : Compos Mentis GCS 15 E4V5M6 Keadaan umum : tampak sakit sedang Tanda Vital Tekanan darah : 110/70 mmHg Denyut nadi : 100 x/menit Pernapasan : 22x/menit Suhu : 36,8oC Kepala : Jejas Kulit :Sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit (-), mesocephal baik. Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata. Mata : Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm, RCL +/+, RCTL +/+, refleks kornea +/+. Mulut : bibir sedikit kering , faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang 7 Telinga : OD bentuk normal, lubang lapang, serumen -, OS bentuk normal, lubang lapang, serumen , discharge (-), otorrhea (-), perdarahan (-), nyeri tekan tragus (-). Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-) Leher : Simetris, tidah ada deviasi trakhea, JVP ≠ meningkat, pembesaran limfonodi cervical (-/-), leher kaku (-) Thoraks Paru Inspeksi : Jejas (-), bentuk normal, gerak kedua hemitoraks simetris pada saat statis dan dinamis Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri Perkusi : sonor di hemithoraks kiri dan kanan Auskultasi : suara napas vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/- Jantung Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra, kuat angkat Perkusi : Batas kanan ICS V linea sternalis dekstra; batas kiri ICSV linea midclavicula sinistra ; batas atas ICS III linea sternalis sinistra Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-). Abdomen Inspeksi : Jejas (-), tampak datar Auskultasi : Bising usus (+) normal Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) epigastrium, tidak teraba pembesaran hepar dan lien. Perkusi : Timpani diseluruh regio abdomen,nyeri ketok CVA(-) Urogenital : Tidak diperiksa Ekstremitas : edema ekstremitas inferior et superior (-/-), sianosis (-), ikterik (-) 8 Status Neurologis Sikap tubuh : normal Gerakan abnormal : tidak ada Nervi Kraniales Kanan Kiri N.I Daya penghidu N N N . II Daya penglihatan N N Penglihatan warna N N Sulit dinilai Sulit dinilai Ptosis - - Gerakan mata ke medial N N Gerakan mata ke atas N N Gerakan mata ke bawah N N 3 mm 3 mm Refleks cahaya langsung N N Refleks cahaya konsensuil N N Strabismus divergen – – Gerakan mata ke lateral bawah N N Strabismus konvergen N N Menggigit N N Membuka mulut N N Sensibilitas muka N N Refleks kornea + + Trismus – – Gerakan mata ke lateral N N Strabismus konvergen N N Kedipan mata N N Lipatan nasolabial simetris Simetris Sudut mulut simetris Simetris Mengerutkan dahi N N Menutup mata N N Meringis N N Menggembungkan pipi N N Lapang pandang N . III Ukuran pupil N.IV N.V N.VI N VII 9 N. VIII N. IX N. X N. XI N. XII Daya kecap kidah 2/3 N N Mendengar suara berbisik N N Mendengar detik arloji N N Tes Rinne Tidak dilakukan Tes Swabach Tidak dilakukan Tes Weber Tidak dilakukan Arkus faring simetris Simetris Daya kecap lidah 1/3 belakang N N Refleks muntah + + Tersedak – - Denyut nadi 100x/menit 100x/menit Arkus faring Simetris Simetris Bersuara N N Menelan N N Memalingkan kepala N N Sikap bahu N N Mengangkat bahu N N Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi Sikap lidah Simetris Simetris Menjulurkan lidah simetris Simetris Trofi otot lidah Eutrofi Eutrofi Fasikulasi lidah - - Anggota Gerak B B 5 B B 5 N N N N RP N N TN K G RF 5 5 - - - - E E E Tr N -CL- E N - 10 Sensibilitas : dalam batas normal Vegetatif : dalam batas normal Pemeriksaan tambahan : Nistagmus = (-) Romberg test = sulit dinilai (pasien tidak kooperatif) Lermit = (-) Stepping test = sulit dinilai (pasien tidak kooperatif) Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (12/8/2015) Pemeriksaan Hemoglobin Lekosit Eritrosit Hematokrit Trombosit MCV MCH MCHC RDW MPV Limfosit Monosit Granulosit Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit % Monosit % Eosinofil % Basofil % Hasil 10,5 11 ribu 4,19 32,5 320 62.6 20.2 32,8 12,8 8,6 16.5 0,4 0,2 0,2 0,0 4,2 31,2 (L) 5,2 2,3 0,1 Nilai rujukan 12-16 g/dl 4,0-10 ribu 4,2-5,4 juta 37-43 % 150-400 ribu 80-90 mikro m3 27-34 pg 32-36 g/dl 10-16 % 7-11 mikro m3 1,7-3,5 10^3/mikroL 0,2-0,6 10^3/mikroL 2,5-7 10^3/mikroL 0,004-0,8 10^3/mikroL 0-0,2 10^3/mikroL 1,8-7,5 10^3/mikroL 25-35 % 4-6% 2-4 % 0-1 % 11 Neutrofil % PCT PDW Kimia Klinik Glukosa Puasa Glukosa 2 jam PP Ureum Creatinin SGOT SGPT Uric acid Cholesterol HDL Cholesterol LDL Cholesterol Anti salmonella IgM 61,2 0,315 11.9 50-70 % 0,2-0,9 % 10-15 % 87 75 13.5 0,42 20 16 3,5 180 19 143 6 70-100 mg/dl 10-50 mg/dl 0,45-1,1 mg/dl 0-50 U/L 0-50 IU/L 2-7 mg/dL <245 mg/dL 34-87 mg/dL <150 mg/dL Positif kuat Hasil CT Scan Kepala 15 Agustus 2015 12 Kesan : Gambaran massa intrakranial disertai edema perifokal luas pada regio frontal kiri, nucleus caudatus kiri, putamen kiri, capsula interna crus anterior kiri, capsula eksterna kiri, corona radiata kiri, centrum semiovale kiri, cerebellum kiri, Suspek High Grade Astrositoma DD/ Metastasis. Tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Curiga gambaran sinusitis maksilaris dan frontalis kiri II.2 Diskusi II Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya kelainan yang bermaknya. Status generalisata dan tanda vital masih dalam batas normal. Hanya saja pada pasien ini didapatkan adanya demam,gejala gastrointerstinal (+)dan hasil tes IgM anti salmonela positif kuat hal ini dapat mengarahkan kita kepada demam tifoid. Untuk nyeri kepala hebat dan kejang pada pasien ini tidak ditemukan tanda atau gejala khas dari pemeriksaan fisik, maka dari itu dilakukan pemeriksaan CT scan untuk mengetahui penyebab nyeri 13 kepala dan kejang pada pasien ini. Pada hasil pemeriksaan CT Scan didapatkan hasil gambaran massa pada intrakranial disertai edema perifokal luas pada regio frontal kiri, suspek High Grade Astrositoma dan tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Astrositoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel-sel astrosit dan merupakan tipe tumor otak yang paling banyak ditemukan pada anak-anak maupun pada orang-orang yang berumur antara 20 sampai 40 tahun. Walaupun berkembang lambat, namun bukan merupakan tumor jinak karena kualitas dan lokasinya yang bersifat invasif didalam ruang tulang calvarium. Di dalam otak dan medulla spinalis terdap sel-sel saraf dan juga sel yang mendukung dan memproteksi sel-sel saraf. Sel sel yang mendukung dikenal dengan nama sel-sel glial yaitu oligodendrosit, astrosit, sel-sel ependimal, sel-sel schwan, mikroglia, dan sel-sel setelit. Tumor pada sel-sel ini dikenal dengan glioma. Tumortumor astrositik adalah tipe glioma yang paling banyak dan berkembang dari tipe sel berbnetuk bintang yang disebut astrosit. Astrositoma dapat tejadi pada berbagai bagian otak, tetapi paling banyak ditemukan di cerebrum terutama di lobus frontal. Astrosit jarang teijadi di medulla spinalis. Hal ini sesuai dengan lokasi dari hasil CT scan pada pasien ini. Klasifikasi berdasarkan histogenesis sel tumor dari sel embrional yang dikaitkan dengan diferensiasinya pada berbagai tingkatan. Klasifikasi tersebut antara lain: Astrositoma, oligodenroglioma, ependimoma, meduloblastoma, glioblastoma multiforme, pinealoma (teratoma), ganglioneuroma (glioma), neuroblastoma, papiloma pleksus khoroid, tumor unclassified, dan papiloma. Astrositoma dapat muncul di hemisfer otak, fossa posterior, nervus optic, dan jarang di medulla spinalis. Menurut World Health Organization dibagi didalam beberapa tipe dan grade: 1. Astrositoma Pilositik (Grade I) Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan disekitarnya. Tumor ini biasa terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Mereka dapat disembuhkan secara tuntas dan memuaskan. Namun demikian, apabila mereka menyerang pada tempat yang sukar dijangkau, masih dapat mengancam hidup. 14 2. Astrositoma Difusa (Grade II) Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya. Beberapa dapat berlanjut ke tahap banyakan terjadi pada dewasa muda. 3. Astrositoma Anaplastik (Grade III) Sering disebut sebagai astrositoma maligna. Tumbuh dengan cepat dan menyebar ke jaringan sekitarnya. Sel-sel tumornya terlihat berbeda disbanding dengan sel-sel yang normal. Rata-rata pasien yang menderita tumor jenis ini berumur 41 tahun. 4. Gliobastoma multiforme (Grade IV) Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang normal. Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 sampai 70 tahun. Tumor ini merupakan salah satu tumor otak primer dengan prognosis yangsangat buruk. PATOFISIOLOGI Efek regional astrositoma berupa kompresi, invasi dan destruksi dari parenkim otak. Arteri dan vena hipoksia, kompetisi nutrien, membebaskan produk akhir metabolik dalam hal ini adalah radikal bebas, adanya gangguan elektrolit, dan gangguan neurotransmitter serta pelepasan mediator-mediator seluler seperti sitokin yang akan mengganggu fungsi parenkim normal. Elevasi tekanan intracranial merupakan efek langsung dari massa yang akan meningkatkan volume darah atau meningkatkan volume cairan cerebrospinal yang memediasi gangguan klinis. Tanda dan gejala klinik 15 merupakan tanda dari gangguan fungsi system saraf pusat. Defisit neurologist fokal berupa kelemahan, paralysis, gaguan sensoris, kelumpuhan saraf kranial dan kejangkejang adalah ciri khas bermacam-macam lokasi tumor. Astrositoma memiliki banyak tipe dan menyerang berbagai umur dimana lesi massa ditemukan dimana saja dan dapat menimbulkan gejala dimana tumor tersebut berada. Jika tidak diobati dengan benar, astrositoma dapat menyebabkan kematian. Kematian teijadi karena herniasi tentorium dari desakan massa. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Bentuk gejala neurologis dari astrositoma terutama tergantung dari tempat dan luas pertumbuhan tumor pada susunan saraf pusat. Dilaporkan gangguan status mental, gangguan kognitif, sakit kepala, gagguan visual (penglihatan ganda), gagguan motorik, kejang-kejang, anomali sensoris, atau ataksia. Pada pasien ini didapatkan adanya gejala nyeri kepala dan kejang. Pasien sering dilaporkan adanya riwayat sakit kepala ebih dari tiga bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Peningkatan tekanan intracranial, gejala awal biasa tidak spesifik, tidak terlokasi dan dihubungkan dengan peningkatan tekanan intracranial. Trias klasik peningkatan intracranial adalah sakit kepala, muntah dan letargi. Pada pasien ini terdapat gejala sakit kepala , muntah dan letargi dicurigai terdapat adanya peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu, pasien astrositoma susah berfikir atau berbicara, kelemahan atau paralysis pada satu bagian atau satu sisi tubuh serta hilangnya keseimbangan. Pasien ini mengatakan akhir-akhir ini sulit untuk mengingat dan bicara menjadi lebih lambat hal ini didapatkan didapatkan pada saat melakukan follow up, kemudian kelemahan terutama pada tubuh bagian kiri, dan adanya gangguan keseimbangan yang dialami pasein ini membuat pasien tidak dapat berjalan ataupun berdiri dari tempat tidurnya, sehingga memerlukan bantuan untuk berdiri maupun berjalan. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan neurologis dengan tepat diperlukan untuk mengevaluasi pasien astrositoma. Karena tumor ini dapat mempengaruhi bagian system saraf pusat, mencakup medulla spinalis dan dapat menyebar ke regio yang jauh dari system saraf pusat. Perhatian khusus ditujukan kepada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial seperti 16 sakit kepala, mual dan muntah, penurunan perhatian, gangguan kognitif, papil edem atau ataksia, hidrosefalus dan resiko herniasi, tanda lokalisasasi dan lateralisasi, mencakup kelumpuhan nervus kranial, hemiparese, gangguan sensoris, gangguan refleks tendon dalam dan terdapat refleks patologis seperti tanda-tanda Hofman dan babinski. Satu abnormalitas neurologis ditemukan, maka dianjurkan untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut. Astrositoma dengan massa yang progresif pada parenkim otak menyebabkan menurunnya fungsi otak yang sesuai dengan area invasi. Invasi pada area motorik atau traktus menyebabkan hemiparese diikuti dengan hemiplegi. Invasi pada area bicara menyebabkan afasia. Jika korteks serebral terkena dapat terjadi kejang. Dengan peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan nausea, vomiting, letargi dan sakit kepala. Lesi serebrum juga dapat meningkatkan tekanan intracranial oleh massa tersebut. Tekanan dapat meningkat akaibat terbendungnya ventrikel. Peningkatan tekanan dapat juga disebabkan oleh pembengkakan yang mengelilingi tumor itu sendiri. Hasil CT scan pasien ini menunjukan adanya peningkatan tekanan intrakranial, sehingga gejala mual, muntah, letragi dan sakit kepala yang timbul pada pasien ini dapat disebabkan akibat adanya peningkatan tekanan intrakranial. Gejala lain astrositoma adalah perubahan sikap dan kepribadian, terjadi akibat posisi tumor dalam otak. Tumor pada lobus frontal otak dapat meyebabkan perubahanm secara bertahap terhadap mood dan kepribadian. Perubahan mood ini juga dirasakan terutama oleh keluarga pasien. Defisit motorik fokal terjadi pada 40% pasien dengan tumor hemisfer dan tumor diencepalik sentral. 3. Pemeriksaan Penunjang a) CT Scan Kepala CT Scan otak merupakan suatu revolusi di dalam diagnosa astrositoma dengan akurasi 100% untuk tumor-tumor supratentorial (mencakup kelompok anaplastik maupun yang nonanaplastik). 98% astrositoma grade I menunjukkan adanya penurunan densitas, enhancement yang tidak mencolok, akan sedikit atau tidak ada edema perifokal. 40% astrositoma grade II merupakan lesi yang hipodens dibandingkan dengan jaringan otak sekitarnya, sedangkan sisanya kerap mempunyai densitas yang sama; namun grade ini 17 menunjukkan edema yang lebih menonjol dan 90% menampilkan enhancement yang bermakna. Pemeriksaan CT Scan otak dengan kontras dari suatu astrositoma derajat rendahsering tidak memperlihatkan enhancement, sehingga keadan ini sulit dibedakanb dengan lesi infark. Gambar 3. CT Scan low grade astrositoma prekontaras dan poskontras. b) MRI Kepala MRI dapat mendeteksi astrositoma yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan sken computer tomografi otak. Gambar 4. MRI low grade astrositoma, A. Axial CT scan, precontrast and postcontrast. B. Coronal postcontrast T1-weighted 18 c) Patologi Anatomi Tampilan mikroskopik astrositoma fibiler berupa kumpulan sel-sel kecil yang cacat dan uniform dengan latar belakang serabut-serabut neuroglia.. Gambar 5. Astrositoma Fibiler Low-grade DIAGNOSIS BANDING Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut : 1. Abses otak Adalah sekumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat dari suatu infeksi, trauma, atau tindakan pembedahan. 2. Ependimoma Tumor yang berasal dari sel-sel ependim dalam sistem ventrikel dan kanalis sentralis medulla spinalis. Tumor ini lebih banyak pada anak-anak (dekade 1), biasanya jinak tetapi 10-20% ganas dengan kecenderungan menyebar melalui ruang subaraknoid. 3. Oligodendroglioma Merupakan tumor glioma terbanyak ketiga. 5% dari semua tumor susunan saraf pusat. Dapat ditemukan pada semua usia terbanyak pada dekade 4 dan 5. Sebagian besar tumor terletak pada lobus frontal, tumbuh dominan pada substantia alba jarang pada korteks serebri. 4. Meduloblastoma Tumor ini khas sekali karena selalu ditemukan pada garis tengah serebellum pada bayi da anak-anak. 19 PENATALAKSANAAN Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan diagnosa pasti dan perbaikan prognosis, mengurangi pemulihan gejala serta memperpanjang harapan hidup. Tindakan operasi reseksi yang cenderung radikal biasanya dilakukan bagi tumor-tumor di daerah aman seperti di lobus frontal hemisfer non dominan, sedangkan biopsi tampaknya lebih bijaksana dilakukan pada tumor-tumor yang terletak di daerah yang berbahaya seperti di girus motorik. Angka mortalitas sangat tergantung pada keadaan prabedah disamping juga penggunaan steroid dan edema sebelumya. Penatalaksanaan astrositoma: Pada pasien ini dicurigai terdapat adanya gejala yang timbul akibat adanya massa di regio frontal atau yang sering disebut frontal lobe syndrome. Gejala yang dapat kita jumpai pada pasien ini antara lain defisit memori, gangguan mood, gangguan fungsi motorik. Sindroma lobus frontalis adalah gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan mengatur mood. Tumor lobus frontal menyebabkan perubahan status mental dan personaliti pada 90% kasus. Trauma, neoplasma, infeksi, gangguan demielinisasi, lesi vaskular, dapat menyebabkan suatu sindroma lobus frontalis tergantung dari lokasi dan kelainan di daerah serebral dengan manifestasi yang berbeda-beda. Gejala yang ditimbulkan sering dikacaukan dengan gejala psikiatrik . Pasien dengan lesi lobus frontal yang timbul perlahan lahan sering menimbulkan gejala yang samar, diperlukan pemahaman tentang fungsi lobus frontalis dan sindroma yang terjadi untuk 20 mengevaluasi suatu keadaan sindroma lobus frontalis, karena gangguan status mental berupa gangguan memori, gangguan atensi, perubahan tingkah laku, gangguan fungsi kontrol dan eksekusi , merupakan gejala yang penting pada lobus frontalis, selain gangguan akibat kenaikan tekanan intracranial. Diagnosa klinis suatu sindroma lobus frontalis cukup sulit, karena disfungsi lobus prefrontal sering tidak terdeksi pada pemeriksaan neurology standar, maupun pemeriksaan status mental serta tes neuropsikologi konvensional . Ada beberapa pemeriksaan klinis , tes status mental dan skala neurobehavior yang harus digunakan. Salah satu test yang dapat digunakan adalah mini mental state examination (MMSE) dan trial making test. Untuk itu pada pasien ini dapat dilakukan penilaian MMSE untuk menilai adakah gangguan kognitif ataupun penurunan fungsi kognitif pada pasien. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan pada mata dengan melakukan konsultasi kepada dokter spesialis mata, hal ini dilakukan dengan tujuan mengetahui ada atau tidaknya kelainan visus, kelain pada mata seperti adanya papil edema untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial. Namun pemeriksaan pada pasien tidak ditemukan adanya papil edema, hanya saja didipatkan adanya kelainan anomali refraksi dan setelah dilakukan koreksi visus membaik. Pada pasien ini juga dilakukan konsultasi pada dokter spesialis konservasi gigi untuk mengetahui keadaan gigi dan mulut pasien ini, ada atau tidak kelainan pada gigi yang dapat mempengaruhi keadaan pasien saat ini. Namun dari hasil pemeriksaan tidak didapatkan kelainan. PROGNOSIS Prognosis pasien dengan astrositoma tergantung pada derajat deferensiasi tumor, umur pasien saat diagnosis, dan lokasi serta ukuran neoplasma. Pada umumnya untuk astrositoma pielositik survival ratenya sekitar 10 tahun, astrositoma low grade sekitar 5 tahun, astrositoma anaplastik 2-5 tahun dan glioblastoma multiforme 1 tahun. Tumortumor ini cenderung rekurensi dibandingkan tumor grade 1 dan 2. Five year survival rate untuk pasien dengan astrositoma anaplastik sekitar 10-35 %. 21 Diagnosis Akhir Diagnosis klinik : suspek peningkatan tekanan intrakranial dengan kejang parsial ekstremitas dekstra Diagnosis topis : hemisfer cerebri sinistra Diagnosis etiologik : tumor intakranial - primer : susp. Astrositoma - sekundrer: dd/ metastase Diagnosa tambahan : demam tifoid Penatalaksanaan IVFD RL 20 tetes permenit Inj. Ceftriaxone 2 x 1g Inj. Meticobalamin 1 x 500mg Inj. Ondansetron 3 x1 Inj. Teranol 2 x30mg Inj. Paracetamol 3 x 50mg Inj. Ranitidin 2 x1 amp Inj. Dexamethason 3 x1 amp Antasida 3 x1 tab Clobazam 2 x5mg Amitriptilin 2x1 Valproat 1 x500mg Asetazolamid 2x ½ tab Tatalaksana demam tifoid sesuai Ts. UPD Konsultasi spesialis Konservasi Gigi Konsul spesialis Mata Head CT scan Edukasi pada keluarga Anjuran pemeriksaan fungsi kognitif : MMSE dan trial making test 22 II. 3. Diskusi III Pada pasien ini, prinsip terapi adalah secara konservatif maupun operatif. Terapi konservatif berupa medikamentosa, kemoterapi. Medikamentosa digunakan untuk mempertahankan jaringan saraf yang tersisa, mencegah peningkatan tekanan intrakranial, mengurangi edema cerebri dan mengurangi gejala. Terapi operatif dapat menjadi pilihan terapi untuk pasien ini bergantung pada ukuran tumor, efek kompresi dan manifestasi yang ditimbulkan. Namun terapi yang dilakukan saat ini berupa terapi konservatif medikamentosa dengan harapan dapat menstabilkan kondisi pasien. Antibiotik ceftriakson diberikan sebagai preventif infeksi nosokomial akibat rawat inap yang lama. injeksi Kalmeco (meticobalamin) digunakan untuk mempertahankan fungsi sel saraf, memperbaiki jaringan saraf dengan menghambat onset dari degenerasi saraf, menghambat eksitasi abnormal pada transmisi saraf. Injeksi vometras diberikan untuk menanggulangi mual dan muntah karena vometras mengandung Ondansetron HCl dihydrat, cara kerjanya menghambat serotonin bereaksi pada receptor 5HT3 sehingga mengurangi mual dan muntah. Injeksi teranol diindikasikan sebagai analgetik jangka pendek untuk nyeri akut sedang sampai berat setelah, merupakan analgetik non narkotik dan anti inflamasi non steroid dengan memperlihatkan efek anti inflamasi dan aktivitas antipiretik yang lemah. Ranitidin digunakan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dari obat lain, menghambat kerja histamin pada reseptor H2 di lambung dan mengurangi sekresi asam lambung. Dexamethason digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial akibat edema. Clobazam termasuk golongan benzodiazepin yang bekerja berdasarkan potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamaaminobutirat (GABA) sebagai mediator.Klobazam memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedatif, relaksasi otot, dan amnestik. Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak, mempunyai aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat. Depakote mengandung sodium (natrium) divalproat, yang berfungsi sebagai antikonvulsi dan nyeri kepala cara kerjanya dengan cara menghambat neurotransmiter di otak, dan obat ini bekerja pada SSP. Pemberian glaucone yang mengandung asetazolamide (golongan carbonic anhydrase) diberikan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan antikonvulsan. 23 III. Prognosis Death : dubia ad malam Disease : dubia ad malam Disability : dubia ad malam Discomfort : dubia ad malam Dissatisfaction Destitution : dubia ad malam : dubia ad malam FOLLOW UP TGL S O KU: A tampak sakit sedang Nyeri 08/08/15 inj.ceftriaxone 2x1 – inj.ranitidin 2 x 1 Cephalgia – inj. Kalmeco 2 x1 Vertigo – inj. Vometras 3 x1 – paracetamol 3x500 – clobazam 2 x 5mg – inj.ceftriaxone 2x1 – inj.ranitidin 2 x 1 – inj. Kalmeco 2 x1 - Vertigo – inj. Vometras 3 x1 - cephalgia – inj.teranol 2x30mg - Kejang parsial – paracetamol 3x500 ekstremitas – antasida 3x1 sinistra – ambroxol 3 x 1 – amitriptilin 2x1 – clobazam 2 x 5mg – lab darah Kes: CM diseluruh kepala, – kepala berdenyut pusing berputar P TD: 120/85 N: 72 x/m S: 36,5oC KU: Nyeri kepala +, pusing 10/08/15 +, tampak sakit sedang Kes: CM kejang di tubuh sebelah kiri +, TD: 120/80 demam +, mual +, batuk + N: 74 x/m S: 36,5oC 24 KU: – IgM anti salmonela – inj.ceftriaxone 2x1 – inj.ranitidin 2 x 1 – inj. Kalmeco 2 x1 – inj. Vometras 3 x1 – inj.teranol 2x30mg – paracetamol 3x500 – antasida 3x1 – ambroxol 3 x 1 – amitriptilin 2x1 – clobazam 2 x 5mg – rencana CT scan – hasil Lab +, tifoid + – inj.ceftriaxone 2x1 – inj.ranitidin 2 x 1 – inj. Kalmeco 2 x1 – inj. Vometras 3 x1 – inj.teranol 2x30mg – paracetamol 3x500 -Vertigo – antasida 3x1 - cephalgia – ambroxol 3 x 1 - Kejang parsial – amitriptilin 2x1 ekstremitas – clobazam 2 x 5mg sinistra – rencana CT scan – konsul UPD untuk talak tampak Badan 12/08/15 lemas, sakit sedang Nyeri kepala +, pusing +, Kes: CM -Vertigo kejang di tubuh - Kejang parsial sebelah kiri +, TD: 110/74 demam +, mual N: 80 x/m +, batuk + S: 37oC KU: membaik, sinistra tampak Kes: CM kejang (-). Pusing (+), TD: 110/80 mual (-), muntah (-) ekstremitas sakit sedang Keluhan 15/08/15 - cephalgia N: 80 x/m S: 36,5oC Tifoid – hasil CT scan (+) 25 KU: tampak sakit sedang Kes: CM 18/08/15 Tidak ada keluhan. TD: 120/80 intrakranial – inj.ranitidin 2 x 1 – inj. Kalmeco 2 x1 – inj. Vometras 3 x1 – inj.teranol 2x30mg – injeksi dexamethason 3 x1 – paracetamol 3x500 – antasida 3x1 – ambroxol 3 x 1 – amitriptilin 2x1 – hasil CT scan (+) – inj.ceftriaxone 2x1 – inj.ranitidin 2 x 1 – inj. Kalmeco 2 x1 – inj. Vometras 3 x1 – inj.teranol 2x30mg SOP – inj.dexamethasom 3x 1 intrakranial – paracetamol 3x500 – antasida 3x1 – ambroxol 3 x 1 – amitriptilin 2x1 – clobazam 2 x 5mg – glaucone 2 x ½ tab tampak (-), KU: nyeri kepala (+), sakit sedang SOP – inj.ceftriaxone 2x1 – inj.ranitidin 2 x 1 mual – inj. Kalmeco 2 x1 – inj. Vometras 3 x1 S: 36,5oC Kejang seluruh KU: tampak tubuh (+), sakit sedang demam (-), nyeri kepala (+). Kes: CM Pasien TD: 110/80 mengatakan dirinya cepat N: 80 x/m lupa S: 36,5oC Kejang 22/8/2015 inj.ceftriaxone 2x1 SOP N: 80 x/m 20/8/2015 – muntah (-), (-), Kes: CM intrakranial 26 TD: 110/80 N: 80 x/m S: 36,2oC – inj.teranol 2x30mg – inj.dexamethasom 3x 1 – paracetamol 3x500 – antasida 3x1 – ambroxol 3 x 1 – amitriptilin 2x1 – clobazam 2 x 5mg – glaucone 2 x ½ tab 27 DAFTAR PUSTAKA 1. Brain tumors. Available from URL: http://www.medweb.bham.ac.uk/neurosugery/ brain.tumor.doc. Accessed Mei 24, 2003. 2. Mac Donald T. Excerpt from astrocytoma.Available from URL:http://www.emedicine.com/ped/byname/astrpcytoma.htm. Accessed June 21, 2003 3. 2004. Vertigo: aspek neurologi. Bogor: Cermin Dunia Kedokteran. 4. Longo, D.L., kasper, D.L., Jameson, J.L., Fauci, A.S., Hauser, S.L. & Loscalzo, J. 2011. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th Edition. New York: McGraw-Hill. 5. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins) 6. Cummings JL, Miller BL . The human Frontal Lobe ; function and disorder 1st ed. New York : The Guilford Press : 1999. 7. Frontal loce syndrome .Available at : htt;://rickets.unl.edu/tbi/frontal 28