Apabila ada tanggapan terhadap draft ini mohon dikirimkan ke: [email protected] MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 109 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat; Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahn Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Pemerintah … Draft 17-03-2011 -27. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142); 9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tanggal 22 November 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2010 tanggal 16 Februari 2010 tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Teknologi Tepat Guna; Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. 2. 3. 4. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, yang selanjutnya disebut PPM, adalah upaya pengembangan masyarakat melalui penciptaan kondisi yang memungkinkan masyarakat mampu meningkatkan kemampuannya baik secara individual maupun kolektif serta mampu membangun diri dan lingkungannya secara mandiri melalui pemberian sumberdaya, kesempatan dalam pengambilan keputusan, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat yang selanjutnya disebut LPPM, adalah Lembaga/Forum Diskusi yang dibentuk oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan masyarakat dan pemegang IUP dan/atau IUPK di tingkat kabupaten/kota untuk melakukan identifikasi, konsultasi, sosialisasi, koordinasi dan evaluasi mengenai program dan biaya PPM. Wilayah usaha pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, adalah bagian dari wilayah pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi. 5. Izin Usaha … Draft 17-03-2011 -35. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus. Masyarakat setempat adalah masyarakat yang berdomisili atau berada disekitar kegiatan operasional pertambangan dengan tidak melihat batas administrasi wilayah kecamatan atau kabupaten. Pemangku Kepentingan (stakeholder), adalah individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi serta terkena dampak langsung adanya kegiatan operasional pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya, yang selanjutnya disebut RKAB, adalah rencana kerja pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi beserta dengan anggaran biayanya yang dijadikan acuan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan yang telah mendapat persetujuan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 (1) PPM dikelola berdasarkan asas: a. manfaat, keadilan, dan keseimbangan; b. keberpihakan kepada kepentingan bangsa; c. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas; dan d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. (2) PPM bertujuan untuk membantu Pemerintah dalam: a. mewujudkan pembangunan masyarakat lokal yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya; b. meningkatkan … Draft 17-03-2011 -4b. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan daerah, serta menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar WIUP dan WIUPK; dan c. mendukung terjalinnya hubungan antara pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi dengan masyarakat yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat. BAB III CETAK BIRU (BLUE PRINT) PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pasal 3 (1) Usaha pertambangan mineral dan batubara harus memberikan kontribusi yang optimal kepada masyarakat sesuai prioritas kebutuhan pembangunan masyarakat di WUP. (2) Kontribusi kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui PPM. (3) Untuk mewujudkan PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati/walikota harus menyusun cetak biru (blue print) PPM dalam WUP dengan memperhatikan kelestarian lingkungan yang disusun berdasarkan: a. rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten/kota untuk 20 (dua puluh) tahun; b. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota untuk 5 (lima) tahun; dan c. rencana pembangunan jangka pendek daerah kabupaten/kota untuk 1 (satu) tahun. (4) Cetak biru (blue print) PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari rencana pembangunan daerah kabupaten/kota yang menggambarkan transformasi sumber daya mineral dan batubara yang tidak dapat diperbaharui menjadi sumber daya alam lain yang berkesinambungan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. (5) Penyusunan cetak biru (blue print) PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh LPPM dengan biaya yang dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah serta anggaran lainnya yang sah antara lain dari dana anggaran PPM yang dianggarkan oleh setiap pemegang IUP dan IUPK yang berada dalam WUP dan WUPK. Pasal 4 Cetak biru (blue print) PPM yang disusun oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c wajib memuat komponen dasar PPM yang meliputi: a. indeks pembangunan masyarakat; b. pembangunan ekonomi lokal yang berkelanjutan; c. bidang sosial budaya; dan d. pelestarian lingkungan hidup yang berkesinambungan. Pasal 5 … Draft 17-03-2011 -5Pasal 5 (1) Indeks pembangunan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi aspek: a. pendidikan; b. kesehatan; dan c. tingkat pendapatan riil atau pekerjaan. (2) Aspek pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain meliputi program: a. beasiswa; b. pendidikan dan pelatihan; c. bantuan tenaga pendidik; dan/atau d. bantuan sarana dan/atau prasarana pendidikan. (3) Aspek kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain meliputi program: a. bantuan biaya kesehatan masyarakat; b. bantuan tenaga kesehatan; dan/atau c. bantuan sarana dan/atau prasarana kesehatan. (4) Aspek tingkat pendapatan riil atau pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c antara lain meliputi program: a. pemberdayaan masyarakat; b. pengembangan ekonomi kerakyatan; c. pendidikan kewirausahaan; dan/atau d. pelatihan dan kemandirian masyarakat. Pasal 6 Pembangunan ekonomi lokal yang berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b antara lain meliputi program: a. pengembangan usaha kecil dan menengah masyarakat setempat; b. peningkatan kinerja usaha kecil dan menengah masyarakat setempat; c. pemberian kesempatan kepada usaha kecil dan menengah masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan usaha penunjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau d. kemandirian masyarakat setempat. Pasal 7 Bidang sosial budaya setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c antara lain meliputi: a. bantuan sarana dan prasarana ibadah; b. bantuan bencana alam; c. bantuan pembangunan infrastruktur; dan/atau d. program pelestarian nilai-nilai sosial dan budaya setempat. Pasal 8 … Draft 17-03-2011 -6Pasal 8 Aspek lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d antara lain meliputi program pemberian kesempatan kepada masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan. BAB IV TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Bagian Kesatu Penyusunan Dokumen PPM (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pasal 9 Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi ikut bertanggung jawab dalam melaksanakan cetak biru (blue print) PPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di sekitar WIUP atau WIUPK-nya bersama dengan Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, serta masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK. Bupati/walikota harus menyampaikan cetak biru (blue print) PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada setiap pemegang IUP dan IUPK paling lambat bulan Juni pada tahun berjalan dalam rangka menyusun dokumen PPM di sekitar WIUP dan WIUPK. Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi yang telah menyelesaikan kegiatan studi kelayakan harus menyusun dokumen PPM berdasarkan cetak biru (blue print) PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi dalam menyusun dokumen PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib melakukan konsultasi dengan Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, bupati/walikota, dan masyarakat setempat. Dokumen PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dibahas dalam forum LPPM. Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi dalam menyusun dokumen PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memperhatikan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 10 (1) Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi yang telah menyelesaikan kegiatan studi kelayakan harus mengajukan dokumen PPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 termasuk biaya pelaksanaan PPM kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Dokumen PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. (3) Dokumen PPM … Draft 17-03-2011 -7(3) Dokumen PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat komponen dasar PPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (4) Dokumen PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. dokumen PPM pada tahap operasi produksi selama umur tambang; dan b. dokumen PPM pada tahap pascatambang. Bagian Kedua Persetujuan Dokumen Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (1) (2) (3) (4) Pasal 11 Dokumen PPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib mendapat persetujuan dari Menteri c.q Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Persetujuan dokumen PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kalender sejak IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi diterbitkan. Dalam hal dokumen PPM belum memenuhi komponen dasar PPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mengembalikan dokumen PPM kepada pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi harus menyampaikan kembali dokumen PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disempurnakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Bagian Ketiga Penyusunan Program dan Rencana Kegiatan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pasal 12 Setiap pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi pada tahun kesatu sejak berproduksi wajib menyusun program dan rencana kegiatan PPM tahunan sebagai penjabaran atas dokumen PPM yang telah mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). Pasal 13 Program dan rencana kegiatan PPM tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, sekurang-kurangnya memuat: a. program dan rencana kegiatan PPM; b. skala prioritas program PPM; c. jadwal kegiatan/pelaksanaan program dan rencana kegiatan PPM; d. anggaran … Draft 17-03-2011 -8d. anggaran program dan rencana kegiatan PPM; e. kendala yang dihadapi dan upaya penyelesaian; dan/atau f. realisasi program PPM tahun lalu. Pasal 14 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan program dan rencana kegiatan PPM tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan dokumen PPM sebagai bagian dari RKAB tahunan. (2) Program dan rencana kegiatan PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari alokasi biaya program PPM dalam RKAB tahunan. Bagian Keempat Dana Program dan Rencana Kegiatan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (1) (2) (3) (4) Pasal 15 Besaran dana program dan rencana kegiatan PPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 disesuaikan dengan skala usaha pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. Dana program dan rencana kegiatan PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola sepenuhnya oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. Apabila pada akhir tahun terdapat sisa dana program dan rencana kegiatan PPM, maka sisa dana program dan rencana kegiatan PPM dapat digunakan sebagai dana tambahan untuk program dan rencana kegiatan PPM tahun berikutnya. Dana program dan rencana kegiatan PPM tidak dapat dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. BAB V PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pasal 16 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan program dan rencana kegiatan PPM tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. (2) Dalam melaksanakan program dan rencana kegiatan PPM tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib memiliki Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan program dan rencana kegiatan PPM tahunan. (3) Standard Operating Procedure (SOP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk diketahui. Pasal 17 … Draft 17-03-2011 -9Pasal 17 (1) Program dan rencana kegiatan PPM tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat dilaksanakan: a. oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi; atau b. pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. (2) Dalam hal program dan rencana kegiatan PPM tahunan dilaksanakan oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi harus membentuk unit pelaksana yang membawahi PPM minimal dipimpin setingkat manajer. (3) Dalam hal program dan rencana kegiatan PPM tahunan dilakukan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mekanisme pelaksanaanya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan tanggung jawab program serta rencana kegiatan PPM tahunan berada pada pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. BAB VI PELAPORAN Pasal 18 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan realisasi program PPM kepada Menteri cq. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya setiap 6 (enam) bulan pada tahun berjalan. (2) Laporan realisasi program PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya: a. pendahuluan; b. jenis program PPM; c. tenaga kerja yang terlibat; d. e. f. g. pelaksanaan di lapangan; permasalahan dan kendala-kendala yang dihadapi; laporan biaya program PPM; rekomendasi penyelesaian permasalahan; h. kesimpulan; dan i. rencana program PPM tahun berikutnya. (3) Laporan realisasi program PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun secara rinci sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini dan disampaikan bersamaan dengan laporan semesteran dan tahunan. (4) Menteri c.q Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya setiap saat dapat meminta pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi untuk mempresentasikan laporan realisasi program PPM. Pasal 19 … Draft 17-03-2011 -10Pasal 19 Laporan realisasi program PPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 harus menerapkan prinsip: a. informasi harus lengkap dan cukup detail agar dapat dievaluasi oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota secara jelas, tepat dan akurat (accuracy); b. seimbang yang mencerminkan aspek-aspek positif dan negatif dari kegiatan PPM yang dilakukan (balance); c. aspek atau variabel yang digunakan dan dilaporkan harus konsisten sehingga dapat dibandingkan antar waktu (comparability); d. informasi harus tersedia dalam bentuk yang mudah dipahami dan bisa diakses oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, dan bupati/walikota (clarity); e. informasi harus ajeg dan terpercaya yang dikumpulkan, direkam, dianalisis dan disajikan berdasarkan cara atau metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan (reliability); dan f. laporan dibuat secara reguler dan tersedia tepat waktu bagi Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, bupati/walikota, dan pihak-pihak lain yang memerlukan (timeliness). Pasal 20 (1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi terhadap laporan realisasi program PPM yang disampaikan oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. (2) Evaluasi terhadap laporan realisasi program PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak laporan realisasi pelaksanaan program PPM diterima. Pasal 21 (1) Evaluasi terhadap laporan realisasi program PPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus didasarkan pada indikator keberhasilan PPM sebagai berikut: a. terwujudnya PPM yang berkesinambungan; dan b. adanya peningkatan terhadap indeks pembangunan masyarakat. (2) PPM yang berkesinambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan dan sosial-budaya masyarakat setempat. (3) Indeks Pembangunan Manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c antara lain meliputi peningkatan terhadap: a. tingkat dan kualitas pendidikan masyarakat; b. tingkat dan kualitas kesehatan masyarakat; dan c. taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat yang ditandai berkurangnya angka pengangguran dan bertambahnya jumlah pendapatan masyarakat. Pasal 22 … Draft 17-03-2011 -11Pasal 22 Indeks Pembangunan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) merupakan satu kesatuan angka indeks yang tidak terpisahkan serta tetap berlanjut sampai dengan setelah selesai masa operasi produksi (pascatambang). BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 23 (1) Menteri c.q Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program PPM yang dilakukan oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setiap saat. Pasal 24 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan pelaksanaan program PPM. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan terhadap: a. administrasi/tata laksana, meliputi : 1) evaluasi dokumen PPM; 2) evaluasi laporan realisasi program PPM; dan 3) evaluasi kinerja pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi dalam melaksanakan program PPM, mencakup aspek pengelolaan keuangan, koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pelaksanaan program PPM, penyusunan dan penetapan dokumen PPM, serta penyusunan laporan realisasi program PPM. b. operasional, meliputi: 1) teknis pengelolaan program PPM, mencakup aspek penelitian sosial, perencanaan program, lingkup implementasi program, dan partisipasi masyarakat; 2) keuangan, mencakup rencana dan realisasi anggaran pelaksanaan program PPM; 3) pengelolaan program PPM yang melibatkan institusi/lembaga lain; dan 4) pencapaian tujuan dan sasaran program PPM. BAB VIII … Draft 17-03-2011 -12BAB VIII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 25 (1) LPPM bersama-sama dengan Menteri c.q Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program PPM yang dilakukan oleh pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala pada tahap : a. pra-monitoring (pemantauan sebelum program PPM dilaksanakan); b. on going-monitoring (pemantauan ketika program PPM dilaksanakan); dan c. post-monitoring (pemantauan setelah program PPM dilaksanakan). (3) Pra-monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui identifikasi kondisi masyarakat dan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan sebelum program PPM dilaksanakan. (4) On going-monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan melalui pemantauan dan evaluasi terhadap: a. realisasi kemajuan program PPM; b. proses pelaksanaan program PPM; c. respon masyarakat terhadap pelaksanaan program PPM; d. dampak pelaksanaan program PPM; e. waktu pelaksanaan program PPM; dan f. pencapaian tujuan dan sasaran program PPM. (5) Post-monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan melalui identifikasi kondisi masyarakat dan dampak yang ditimbulkan setelah program PPM dilaksanakan. BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 26 (1) Menteri c.q Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat mengenakan sanksi administratif kepada pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang melanggar ketentuan Peraturan Menteri ini. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; dan/atau b. tidak diberikan pelayanan terhadap permohonan yang berkaitan dengan pengusahaan. BAB X … Draft 17-03-2011 -13- BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 27 (1) Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c yang dibangun oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang menyangkut kepentingan umum, diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat. (2) Pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 28 Pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang ditandatangani sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, dalam menyusun dokumen serta program dan rencana kegiatan PPM wajib mengikuti Ketentuan Peraturan Menteri ini. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal …… …………………. 2011 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, DARWIN ZAHEDI SALEH Draft 17-03-2011