Donna|DiagnosisdanTatalaksanaMorbili DiagnosisdanTatalaksanaMorbili DonnaRozaliaMariz FakultasKedokteran,UniversitasLampung Abstrak Morbiliataurubeolamerupakansalahsatupenyebabkematianpadaanak-anak.Padatahun2013,tingkatkematianakibat morbilimencapai145.700.Penyakitinidisebabkanolehviruscampakgolonganparamyxovirusyangberadadalamsecret nasofaringdandidalamdarah.Karakteristikmorbilitergantungstadiumyangmemilikigejalasepertidemam,batuk,pilek, dankonjungtivitispadastadiumprodromalyangdiikutidenganruammakulopapular(stadiumerupsi)danhilangnyaruam (stadium konvalesen). Seorang anak perempuan 12 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) dengan keluhan bintik merah di seluruh tubuh sejak 3 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan o kesadaran kompos mentis, suhu tubuh 39,4 C, terdapat injeksi konjungtiva dan lakrimasi pada kedua mata, hiperemi mukosa mulut dan ruam makulopapular generalisata. Pemeriksaan laboratorium menunjukan batas normal. Pasien didiagnosismorbilidanditerapidenganterapisimtomatiksertavitaminAdosis1x200.000InternationalUnit(IU)peroral. Katakunci:bercakkoplik,campak,morbili,ruammakulopapular,vitaminA DiagnosisandManagementofMorbili Abstract Morbili or rubeola is one cause of death in children. In 2013, the mortality rate due to measles reached 145 700. The disease is caused by the measles virus paramyxovirus groups that are in nasopharyngeal secretions and in the blood. Morbili characteristics depending on the stage who have symptoms such as fever, cough, coryza and conjunctivitis at prodromal stage, followed by a maculopapular rash (eruption stage) and the loss of rash (convalescent stage). A girl 12 years old came to Dr. H. Abdul Moeloek Hospital with red spots all over the body since three days ago. On physical o examination the consciousness was compos mentis, body temperature was 39,4 C, there is conjunctival injection and lacrimationinbotheyes,hyperemiaoralmucosaandgeneralizedmaculopapularrash.Laboratorytestsshownormallimits. DiagnosisofthesepatientsismorbiliandsymptomatictherapyandvitaminA1x200.000InternationalUnit(IU). Keywords:koplikspot,measles,maculopapularrash,vitaminA. Korespondensi: Donna Rozalia Mariz S.Ked, alamat Jl. Endro Suratmin No 237 sukarame, HP 081369202200, e-mail [email protected] Pendahuluan Campak atau morbili atau rubeola merupakan infeksi yang umum terjadi pada anak dan menyebar melalui droplet. Morbili merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak meskipun telah ditemukan vaksin terhadap virus campak. Penyakit ini dikarakteristikan dengan gejala prodromal seperti demam, batuk, pilek, dan konjungtivitis yang diikuti dengan ruam makulopapular.1-3 Selama tahun 2000-2013 vaksinasi morbili telah mencegah 15,6 juta kematian, dengan penurunan jumlah kematian sebesar 75% dari 544.400 pada tahun 2000 menjadi 145.700 pada tahun 2013.4 Sebelum era vaksinasi, lebih dari 90% anak di bawah 15 tahun pernah mengalami morbili.1 Tahun 2011, Indonesia memiliki cakupan vaksinasi campak sebesar 93,4% dan terdapat kasus campak sebesar 21.893 kasus dengan sembilankasusmeninggal.5 JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|40 Morbili disebabkan oleh virus campak yang termasuk golongan paramyxovirus yang berada di dalam secret nasofaring dan di dalam darah. Faktor resiko yang mendukung terjadinya infeksi virus morbili adalah imunodefisiensi, malnutrisi, status vaksinasi dandefisiensivitaminA.6-8 Morbili memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing memiliki ciri khusus.6-8 Stadium prodormal berlangsung kira-kira 4-5 hari dengan gejala demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Stadium erupsi yang berlangsung 4-7 hari setelah stadium prodormal ditandai dengan timbulnya bercak koplik dan ruam mulai muncul dari belakang telingamenyebarkewajah,badan,lengandan kaki. Stadium konvalensi atau stadium akhir ditandai dengan erupsi yang mulai menghilang. Kematian yang terjadi pada morbili terkaitdengankomplikasiyangterjadi.Sekitar Donna|DiagnosisdanTatalaksanaMorbili 30% komplikasi dengan jumlah yang lebih banyak terjadi pada anak usia di bawah lima tahun. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pneumonia, infeksi telinga, diare dan ensefalitis. Dengan pemberian vaksinasi campak pada anak dapat mengurangi jumlah kematian. Vaksin campak dianjurkan untuk diberikan melalui dua dosis karena sekitar 15% anak gagal mendapatkan imunitas pada dosispertama.9,10 Kasus Pasien anak perempuan usia 12 tahun datang ke RSUDAM dengan keluhan muncul bintik-bintik merah di seluruh tubuh sejak 3 hari yang lalu. Awalnya bintik- bintik merah muncul pada wajah dan menyebar ke leher, dada dan seluruh tubuh. Bintik-bintik merah terkadang disertai dengan rasa gatal. Ibu pasien mengatakan pada mulut anaknya timbul bercak-bercak putih disertai mata merahdanberair. Sejak 7 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS), pasien mengalami demam. Demamterusmenerusdanmeningkatnamun tidak disertai menggigil maupun kejang. Demamdisertaibatukberdahak,dahakkental berwarnaputihdantidakberbau.Pasienjuga mengeluhkanpilekdengansekretencertanpa disertai sesak napas. Secara bersamaan dengantimbulnyabintik-bintikmerah,pasien juga mulai mengalami Buang Air Besar (BAB) cair disertai ampas berwarna kuning kecoklatan tidak berlendir ataupun berdarah dengan frekuensi 3-4x dalam sehari. Sebelumnya pasien telah meminum obat penurun panas namun demam timbul kembali. Karena tidak ada perubahan ibu pasienmembawaanaknyakeRSUDAM. Pasien tidak pernah memiliki keluhan yang sama. Riwayat selama kehamilan, persalinan dan tumbuh kembang anak tersebut normal namun riwayat imunisasi tidak lengkap. Pasien hanya mendapatkan imunisasiBacillusCalmetteGuerin(BCG)1kali saat usia 1 bulan dan polio 1 kali saat usia 1 bulan dikarenakan saat imunisasi pertama pasienmengalamidemam. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis. Tanda vital didapatkan nadi 88x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 39,4oC. Berat badan 26 kg dan status gizi kurang dengan persentil Berat Badan/Umur (BB/U) adalah 61%, Tinggi Badan/Umur (TB/U) adalah 85% dan TB/BB adalah71%.Padastatusgeneralisdidapatkan ruam makulopapular generalisata di seluruh tubuh, mata lakrimasi dengan disertai injeksi konjungtiva dan mukosa mulut tampak hiperemis. Bercak koplik tidak ditemukan. Tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hemoglobin adalah 13,8 g/dl, hematokrit sebesar 40%, leukosit 6.000/ul dan jumlah trombosit adalah 213.000/ul. Pasien ini didiagnosis dengan morbili. Terapiyangdiberikanberupacairanhipotonik NatriumDekstrose5%(N4D5)25tetes/menit, antibiotik golongan cephalosporin berupa ceftriakson 2x1 g Intravena (IV), vitamin A 1x200.000 IU per oral, zinc 1x20 mg per oral selama 10 hari, oralit dan paracetamol tablet 4x500 mg. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena keadaan umum pasien dalam keadaan baik serta tidak didapatkan gejala dan tanda terjadinya komplikasi. Pembahasan Studi kasus dilakukan pada anak perempuan usia 12 tahun. Pada anamnesa, pasien datang ke RSUDAM dengan keluhan timbul bintik- bintik merah mulai pada wajah dan menyebar ke leher, dada dan seluruh tubuh. Ibu pasien mengatakan di mulut anaknya timbul bercak-bercak putih sebelum timbul bintik merah di seluruh tubuh. Selain itu,matadanbibiranaknyatampakberwarna merah sekali dan sangat berair. Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam. Demam terus menerus meningkat namun tidak menggigil maupun kejang. Selain itu pasien mengalami gejala batukberdahak,dahakkentalberwarnaputih tanpa bau disertai pilek dengan lendir encer tanpadisertaisesaknapas. Gejala dan tanda tersebut adalah gejala yang timbul pada saat pasien berada dalammasaprodromalyangumumnyatimbul antara 4-5 hari dan ditandai dengan demam 38,4–40,6ºC, timbul gejala koriza yaitu batuk pilek, konjungtivitis, dan bercak koplik berwarna putih disekitar mulut. Demam sangat tinggi di saat ruam merata dan menurun dengan cepat setelah 2-3 hari timbulnya erupsi. Sedangkan, bercak Koplik JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|41 Donna|DiagnosisdanTatalaksanaMorbili timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada mukosa bukal posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papul warna putih atau abu-abu kebiruan di atasdasarbergranulasiataueritematosa.11 Timbulnya gejala batuk pilek serta konjungtiva hiperemis terjadi karena virus penyebab morbili masuk kembali ke pembuluh darah serta proses ini kemudian menyebabkan terjadinya peradangan epitel saluran nafas sehingga sebagai reaksi dari sistem imun tubuh maka muncul manifestasi demamyangtinggi.6 Secara bersamaan dengan timbulnya bintik-bintik merah pasien juga mulai mengalami BAB cair disertai ampas berwarna kuning kecoklatan tidak berlendir ataupun berdarah dengan frekuensi +3x dalam sehari. Fokus infeksi virus morbili juga dapat ditemukan pada usus dan kandung kemih sehinggaakantimbulmanifestasiklinisseperti BABcair.6 Pada stadium erupsi ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang mulai muncul dari belakang telinga dan kepala, kemudian menyebar ke seluruh tubuh yang terjadibiasanyapadahariketigadanbertahan selama 5-6 hari. Pada pasien ini 3 hari SMRS memasuki stadium erupsi yang ditandai denganbintik-bintikmerahyangmunculmulai daribelakangtelinga,kewajahdanmenyebar ke leher, dada, tubuh, lengan dan kaki. Tidak jarangpadastadiuminidisertaidiare,muntah dan peningkatan suhu tubuh yang dapat mencapaihingga40-40,5oC.6,8,12 Stadium erupsi akan diikuti stadium konvalesen dimana ruam akan berkurang meninggalkan bekas bercak-bercak yang berwarna lebih tua coklat kehitaman yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Pada pasieninistadiumkonvalesenterjadiharike4 setalah masuk rumah sakit. Ruam yang menghilang akan meninggalkan jejak hiperpigmentasi dan mengelupas yang merupakanpatognomonisdarimorbili.6,8,11 Dari anamnesa juga didapatkan bahwa pasien tidak menjalani imunisasi dengan lengkap, dimana pasien hanya melakukan imunisasi BCG 1x dan polio 1x secara bersamaansaatpasienusia1bulan,kemudian tidak melanjutkan imunisasi yang lain karena pascaimunisasipasienmengalamidemam.Di Indonesia, pemberian vaksin campak dilakukan dalam dua dosis yaitu pada usia 9 bulan dan usia 24 bulan atau usia 15 bulan dengan kombinasi Measles, Mumps, Rubella (MMR).13 Pemberian booster vaksin terkait dengan waktu paruh dari vaksin campak itu sendiri yaitu antara 4-6 bulan dan 2-4 tahun pascavaksinasipertamadan2-14tahunpasca vaksinasi kedua.14 Pemberian vaksinasi dapat menurunkan angka kematian melalui penurunanjumlahkomplikasiyangterjadi.15,16 13 Gambar1:JadwalImunisasi JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|42 Donna|DiagnosisdanTatalaksanaMorbili Pasien ini memiliki status gizi kurang yang menjadi salah satu faktor risiko. Kekurangan zat gizi merupakan penyebab tidak langsung kematian pada anak usia 1–4 tahundiIndonesia,karenaterdapathubungan antara status gizi kurang dengan penyakit infeksi. Kekurangan gizi yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti protein dan zat besi, menyebabkan anak balita lebih rentan terhadap penyakit infeksi, sedangkan penyakit infeksi itu sendiri mempertinggi kebutuhan akan zat gizi tersebut. Penelitian Bambang Heriyanto di Jawa Barat menunjukkan bahwa serokonversi terhadap imunisasi campak di daerah gizi buruk lebih rendah dari daerah yang bergizi baik17-19 Gambar2.ruameritemmakulopapular Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan bila diperlukan.6 Pasien morbili diupayakan untuk memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Pada kasus ini cairan yang dibutuhkan adalah cairan maintenance yang fungsinya adalah untuk menggantikan air yang hilang lewat urine,tinja,paru,dankulit.Karenacairanyang keluar sedikit sekali mengandung elektrolit, maka cairan pengganti terbaik adalah cairan hipotoniksepertiN4D5.6Padapasieninijenis pemberian cairan hipotonik sudah tepat denganjumlahtetesan25tetes/menit.6 Pemberian antibiotik dapat dilakukan jika ada indikasi infeksi sekunder. Selain itu pemberian antibiotik sebagai profilaksis dari infeksi sekunder tidak bermanfaat dan tidak dianjurkan. Pemberian antibiotik golongan cephalosporin berupa ceftriaxone dapat digunakan pada infeksi saluran nafas dan dengan dosis 50-75 mg/kgBB/kali sehari atau dibagi mejadi 2 dosis.14 Dosis yang dapat diberikan pada pasien iniadalah1300 –1950 mgsehinggapemberianantibiotikpadapasien inidirasakurangtepatkarenapadapasienini tidakdidapatkantanda-tandainfeksi. 11 Pengobatan simtomatik seperti pemberian antipiretik berupa paracetamol pada pasien ini dikarenakan pasien mengeluhkan demam. Dosis paracetamol padaanakyaitu10-15mg/kgBB/dosis.14Dosis anjuran pada pasien ini adalah 260–390 mg/satu kali pemberian namun pada pasien ini diberikan 500 mg sehingga dosis yang diberikankurangtepatdanmelebihidaridosis yangditentukan.14 Terapi Vitamin A terbukti menurunkan angka morbiditas dan mortalitas sehingga World Health Organization (WHO) menganjurkan pemberian vitamin A kepada semua anak dengan campak, dimana elemen nutrisi utama yang menyebabkan kegawatan morbilibukanlahproteindankalorimelainkan vitamin A. Ketika terjadi defisiensi vitamin A pada kasus morbili maka akan menyebabkan kebutaan dan kematian. Oleh karena itu vitaminAdiberikandalamdosisyangtinggi.6,21 American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian dosis tunggal vitamin A dengan dosis 200.000 IU untuk anakusia>12bulandan100.000IUuntukusia <12bulan.22Delapanpenelitianmeliputi2.574 pasien morbili menemukan bahwa vitamin A megadosis 200.000 IU per hari selama dua hari dapat menurunkan jumlah kematian akibat morbili pada anak usia di bawah dua tahun.23,24Pada pasien ini diberikan vitamin A JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|43 Donna|DiagnosisdanTatalaksanaMorbili 200.000 IU di hari pertama perawatan. Pemberian vitamin A pada anak dengan morbili adalah 100.000 IU per oral satu kali dan apabila terdapat malnutrisi maka dilanjutkan1500IUtiaphari. Morbili tanpa komplikasi umumnya akan sembuh sendiri dalam waktu sepuluh hari. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi ensefalitis, trombositopenia, otitis media, pneumonia, miokarditis dan subacute sclerosing panencephalitis.12 Prognosis baik apabila pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi menjadi buruk pada anak dengan keadaan menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.25 Pada pasien ini tidak didapatkan gejala dan tanda terjadinya komplikasisehinggamemilikiprognosisbaik. Simpulan Pada kasus ini penegakan diagnosis berdasarkananamnesis,pemeriksaanfisikdan pemeriksaan penunjang sudah sesuai. Penatalaksanaan pada pasien ini juga sudah sesuai dengan pedoman IDAI. Selain itu keluarga pasien juga diberikan edukasi untuk menghindari komplikasi dan mencegah seranganmorbilikembaliterjadi. DaftarPustaka 1. Furuse Y, Suzuki A, Oshitani H. Origin of measlesvirus:divergencefromrinderpest virus between the 11th and 12th centuries.VirologyJournal.2010;7:52-5. 2. WHO/UNICEF. Joint annual measles and rubella report 2011. 2011. Diunduh http://www.measlesrubellainitiative.org/ wp-content/uploads/2013/06/MRI-2011Annual-Report.pdf 3. Mursinah, Jekti RP, Subangkit. Pengaruh usiadanwaktupengambilansampelpada surveilans campak berbasis kasus (CBMS) di Pula Sumatra dan DKI Jakarta tahun 2009. Suplemen Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010(XX):S259. 4. WHO. Measles. 2015. Diakses dari http://www.who.int/mediacentre/factshe ets/fs286/en/ 5. Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.ProfilKesehatanProvinsiSulawesi Selatan: Dinas Kesehatan Provinsi SulawesiSelatan.Makassar;2012. 6. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|44 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. tropis. Edisi Ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jakarta;2010. Hardi.Faktorrisikokejadiancampakpada balitadidesasemangutkecamatanbunut hulu kabupaten kapuas hulu Propinsi Kalimantan Barat tahun 2008 [skripsi]. Semarang:UniversitasDiponegoro;2008. Robert M, Richard E, Hal B, Bonita F. NelsonTextbookofpediatrics.Edisike-18. USA:Elsevier;2007.hlm.1331-2. Center for Disease Control and Prevention. Complications of measles: 31 Agustus 2009. Tersedia dari: http//www.cdc.gov/measles /about/ complications.sp.html Mushtaq A, Naz S, Bari A, Masood T. Measlesinchildren:stillaproblemtoday. Pakistan Journal of Medical and Health Science.2012;6(3):755-8. RahayuT,TumbelakaAR.Gambaranklinis penyakit eksantema akut pada anak. Sari Pediatri.2002;4(3):104-13. Thappa DM. Clinical pediatric dermatology.USA:Elsevier;2012. IDAI.JadwalimunisasiIDAI2014.Tersedia dari: http://idai.or.id/publicarticles/klinik/I munisasi/jadwal-imunisasi-idai-2014.html Naniche D. Human immunology of measles virus infection. Current Topics in Microbiology and Immunology. 2009; 330:151-171. Aaby P,Martins CL,Garly ML,Rodrigues A,BennCS,WhittleH.Theoptimalageof measles immunisation in low-income countries: a secondary analysis of the assumptions underlying the current policy.2012;2(4).hlm.e000761. WHO. Progress in global measles control andmortalityreduction,2000–2007.Wkly EpidemiolRec.2008;83:441–8. Pudjiadi S. Ilmu gizi klinis pada anak. UniversitasIndonesia:Jakarta.2001. BambangH.Kejadianluarbiasacampakdi Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jakarta: BalitbangkesRI;2006. Salim A, Basuki H, Syahrul F. Indikator prediksi kejadian luar biasa (KLB) campak di Provinsi Jawa Barat. The Indonesian JournalofPublicHealth.2007;4(3):112-6. CenterofDiseaseControlandPrevention. Photos of measles and people with measles. Tersedia dari: Donna|DiagnosisdanTatalaksanaMorbili http://www.cdc.gov/measles/ about/photos.html 21. Sabella C. Measles: not just a childhood rash.ClevelandClinicJournalofMedicine. 2010;77(3):207-13. 22. KimberlinDW,LongSS,BradyMT,Jackson MA. Red book 2015: report of the committee on infectious diseases.Edisi ke-30. Elk Grove Village, IL:American AcademyofPediatrics;2015. 23. Yang HM, Mao M, Wan C. Vitamin A for treating measles in children (review). The Cochrane Collaboration. West Sussex: JohnWiley&Sons,Ltd;2011. 24. Yang HM, Mao M, Wan C. Vitamin A for treating measles in children. Cochrane DatabaseSystRev.2005;(4):CD001479. 25. Onyiriuka AN. Clinical profile of children presenting with measles in a nigerian secondary health-care institution. Journal of Infectious Diseases and Immunity. 2011; 3(6):112-11. JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|45