ANALISIS HUKUM TERHADAP IKLAN MODEM BOLT4G DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Delvy Kasman Program Studi Ilmu Hukum tentang Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (UI), Depok 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas mengenai iklan layanan Internet atas penjualan Modem Bolt 4G yang diduga melanggar ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen dan periklanan karena memberikan informasi yang tidak jelas, jujur, dan benar, serta juga menyalahi aturan periklanan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian normatif dengan melakukan studi kepustakaan. Berdasarkan studi diketahui bahwa hingga saat ini pengaturan periklanan di Indonesia terdapat dalam beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa iklan Modem Bolt 4G tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia. Legal Analysis About Bolt 4G Modem Judging from Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection Abstract This thesis discusses the top selling Internet advertising services Bolt 4G Modem violated statutory provisions governing consumer protection and advertising because it provides information that is not clear, honest, and true, and also violate the rules of advertising. In this study, the authors use the method of normative research to study literature. Based on the studies it is known that up to now the settings of advertising in Indonesia there are a few chapters in legislations different. Furthermore, based on the results of analysis show that advertising Bolt 4G modem is not in accordance with the provisions of Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection and Ethics Pariwara Indonesia. Keyword: Consumer Protection, Bolt 4G Modem, Ethics Pariwara Indonesia Pendahuluan Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di Tanah Air, baik melalui Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 promosi iklan, maupun penawaran secara langsung. 1 Iklan merupakan informasi yang disampaikan secara bebas kepada konsumen, yang diperlukan untuk memikat pembaca, pendengar, dan pemerhati iklan secara aktif maupun pasif yang bertujuan agar konsumen mau menjatuhkan pilihan pada apa yang diiklankan. 2 Besarnya pengeluaran untuk periklanan merupakan konsekuensi logis dalam persaingan bisnis yang bukan tidak mungkin menimbulkan resiko.3 Maka perlindungan konsumen akan kebenaran informasi yang disampaikan dalam suatu iklan berimplikasi logis pada tanggung jawab setiap pelaku usaha yang terlibat di dalamnya.4 Pada tataran inilah, dimensi- dimensi hukum akan menjaga konsumen dari penipuan (deception) dan informasi yang menyesatkan (misleading information) suatu iklan.5 Sudah sejak lama, para pelaku usaha meyakini bahwa iklan memberikan sumbangsih yang berharga pada pascaproduksi.6 Sehingga dalam dunia perdagangan modern, kegiatan penawaran, promosi, dan periklanan menjadi suatu kewajiban.7 Dewasa ini hak konsumen banyak yang diabaikan oleh pelaku usaha melalui upaya penawaran produk barang dan/atau jasa melalui media periklanan.8 Adanya situasi dan kondisi yang dapat memperlemah kondisi konsumen dalam hubungannya dengan pelaku usaha, diperlukan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya perlindungan dan pemberdayaan konsumen 1 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Visimedia, 2008), hal. 1. 2 Farid Wajdi, Repotnya Jadi Konsumen: Percikan Pemikiran Seputar Persoalan Konsumen, (Jakarta: Piramedia, 2003), hal. 33. 3 4 Ibid. Taufiq H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Persepktif Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 1. 5 Ibid. 6 Ibid. 7 Yusuf Shofie, 21 Potensi Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen, (Jakarta: Lembaga Konsumen Jakarta-PIRAC, 2003), hal. 44. 8 Taufiq H. Simatupang, Op.cit., psl. 1. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.9 Untuk melindungi kepentingan baik konsumen dan pelaku usaha, maka lahirlah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha.10 Undang-undang perlindungan konsumen justru dapat mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan yang ada dan mendorong iklim usaha yang sehat melalui pelayanan dan penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas.11 Di Indonesia pada tanggal 17 September 1981, diikrarkan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI) yang kemudian pada tahun 2002, digantikan dengan Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang mengalami revisi beberapa kali sehingga menghasilkan format final pada tanggal 1 Juli 2005. Pengaturan ini dibentuk berdasarkan sudut pandang masyarakat yang menuduh iklan bersifat manipulatif, dianggap tidak jujur, menipu.12 Pada saat ini belum terdapat Undang-Undang yang mengatur khusus mengenai iklan. Mungkin oleh karena itu menjadi latar belakang para pelaku usaha untuk melakukan promosi seenaknya agar dapat menarik minat konsumen terhadap produknya. Namun, dalam Etika Periklanan Indonesia (EPI) dan aturan Tata karma, dan Tata cara periklanan Indonesia (TKTCPI) Nomor 1.2.2 menyebutkan bahwa Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. Selain itu pada Nomor 1.9 Perbandingan menjelaskan Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. 9 Indonesia (a), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, Penjelasan Umum Paragraf Ke-empat. 10 Happy Susanto, Op.Cit., hal. 2. 11 Indonesia (a), Op.Cit., Paragraf ketujuh. 12 Inco Harper, Media Massa dan Anak-Anak Di Indonesia, indonesia.com/read/60, diakses pada tanggal 20 Mei 2014, pukul 16.05 WIB. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 http://www.creativecircle- Salah satu iklan yang diduga memberikan dan menyampaikan informasi secara tidak jelas adalah iklan layanan modem Bolt 4G, yang mengiklankan produknya dengan menggunakan bahasa “BOLT! Super 4G LTE (Long Term Evolution) adalah cara baru internetan dengan koneksi broadband berkecepatan 10x dibanding provider biasa. Dan ternyata iklan produk modem Bolt4G ini tidak sesuai dengan apa yang diiklankan. Hal ini terbukti dari banyaknya suara pembaca yang mengeluhkan tentang produk modem Bolt4G ini. Salah satunya adalah seorang konsumen Bolt 4G bernama Gunawan yang membagi cerita mengenai ketertarikannya membeli produk barang berupa modem Bolt 4G sebagai berikut:13 “Pada awalnya saya tertarik dengan iklan modem 4G Bolt dari media, saya membeli paket bolt 4G di pameran Cempaka Mas yang lokasinya tidak jauh dari rumah saya, pada tanggal 1 Februari 2014. Saat itu tak ada penjelasan dari penjaga pameran perihal cakupan area signal Bolt. Dan karena rumah saya dekat dengan lokasi pameran, maka saya beranggapan bahwa signal Bolt akan sampai ke rumah saya. Akan tetapi saat dicoba dirumah, indikator lampu LED menyala merah yang berarti modem tak mendapatkan signal Saya merasa kecewa karena telah mengeluarkan uang untuk sesuatu yang bisa dimanfaatkan. Paket kuota 8 Gb tidak bisa dipakai sama sekali baik di rumah maupun dikantor. Pada tanggal 1 Maret 2014 saya mendapat email dari Bolt yang menyatakan bahwa sisa kuota 4 Gb saya telah hangus. Ternyata Bolt 4G tidak seperti yang diiklankan.” Adanya keluhan-keluhan yang disampaikan oleh konsumen di media ini, membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh apakah benar atau tidak adanya pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Internux dalam melakukan penjualan modem Bolt 4G tersebut, dikaitkan dengan aturan-aturan yang mengatur mengenai konsumen dan periklanan. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai kasus diatas terkait dengan peraturan perundang-undang yang mengaturnya, maka penulis mengangkat karya ilimiah ini dengan tema ANALISIS HUKUM TERHADAP IKLAN MODEM BOLT4G DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 13 Gunawan, Surat Pembaca: Kurang Informasi, Modem Bolt Tak Dapat Signal, www.detik.com, diakses pada tanggal 18 Mei 2014. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan mengangkat beberapa perumusan permasalahan yaitu: bagaimanakah ketentuan yang mengatur mengenai iklan dan promosi Modem Bolt 4G menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia? Selain itu permasalahan lainnya adalah bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha apabila melanggar ketentuan mengenai promosi dan iklan Bolt 4G menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia? Tujuan Penulisan Untuk mengetahui bagaimana ketentuan yang mengatur mengenai iklan dan promosi Modem Bolt 4G menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia. Selain itu, untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab pelaku usaha apabila melanggar ketentuan mengenai promosi dan iklan Bolt 4G menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia Tinjauan Teoritis Dalam penulisan kali ini penulis akan menggunakan teori tentang pengaturan penjualan produk melalui promosi dan iklan menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang akan membahas lebih dalam mengenai tinjauan umum tentang aspek hukum periklanan yang meliputi pengertian, batasan dan istilah iklan dan periklanan, jenis dan bentuk iklan, pelaku usaha periklanan, bentuk iklan yang menyesatkan, dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang periklanan, Etika Pariwara Indonesia serta tanggung jawab dalam periklanan. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 Metode penelitian Metodologi berasal dari kata metode yang berarti “jalan ke”, yang demikian metode dapat dirumuskan dengan cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.14Penelitian ini merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah, yang membutuhkan data penunjang. Untuk dapat memperoleh data tersebut maka dilakukan metode tertentu yaitu metode penelitian hukum. Fungsi dari metode penelitian hukum tersebut adalah menentukan, merumuskan, dan menganalisa serta memecahkan masalah tertentu untuk dapat mengungkapkan kebenarankebenaran. Adapun Tipologi penelitian dari sudut sifatnya merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum yang normatif (legal research) biasanya “hanya” merupakan studi dokumen, yakni menggunakan sumber-sumber data sekunder saja yang berupa peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan pendapat para sarjana. Itu pula sebabnya digunakan analisis secara kualitatif (normatif-kualitatif) karena datanya bersifat kualitatif. Pembahasan Analisis Penerapan Ketentuan Mengenai Iklan Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia terhadap Promosi Dan Iklan Modem Bolt4G Yang Dilakukan Oleh PT. Internux Iklan atau promosi menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 6 adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan sedang diperdagangkan. Ketentuan Mengenai Unsur Informasi Benar, Jelas, dan Jujur Merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf c jo. Pasal 4 huruf h menentukan bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Selain itu disebutkan juga 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3 (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2006), hlm. 43. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Di pihak pelaku usaha, Pasal 7 huruf b jo. Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa pelaku usaha berkewajiban memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Selain itu, pelaku usaha juga wajib memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4c jo. Pasal 7b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur bahwa informasi wajib benar, jujur dan jelas. Penjelasan atas istilah informasi yang benar, jujur dan jelas dirumuskan oleh Tim Hukum Departemen Kehakiman, 1998. Benar berarti informasi tentang bahan-bahan baku, bahan penolong/tambahan pembuat barang/jasa wajib benar. Jelas maksudnya ungkapan informasi wajib jelas, tidak membingungkan/membuat dua arti, memakai Bahasa Indonesia.Sedangkan jujur adalah pembuat informasi wajib jujur dalam menyusun penjelasan terkait barang/jasanya. Ketentuan Mengenai Unsur Perbuatan yang Dilarang Dalam Bab IV mengenai Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha pasal 8 ayat (1) huruf f jo. Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/jasa tersebut. Apabila pelaku usaha melakukan pelanggaran tersebut maka wajib menariknya dari peredaran. Kemudian dalam pasal 9 ayat (1) huruf I dan k jo. Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mengiklankan barang dan/jasa secara tidak benar seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain dan menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Apabila pelaku usaha melakukan hal tersebut maka dilarang melanjutkan penawaran, promosi, pengiklanan barang dan/jasa tersebut. Pasal 17 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang mengelabui konsumen mengenai kualitas, kegunaan dan harga barang dan/jasa, serta ketepatan Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 waktu penerimaan barang dan/atau jasa. Selain itu pelaku usah dilarang membuat iklan yang melanggar etika dan/atau ketetuan peraturan perundangan mengenai periklanan. Apabila pelaku usaha melakukan hal tersebut maka dilarang melanjutkan peredaran iklan tersebut. Ketentuan dari Etika Pariwara Indonesia Hal yang telah dijelaskan diatas merupakan semua ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang promosi dan iklan yang terkait dengan iklan modem Bolt4G oleh PT. Internux. Selain itu terdapat juga aturan dari Etika Pariwara Indonesia. Berdasarkan ketentuan dalam Etika Pariwara Indonesia Tahun 2005, Bab III Ketentuan, Bagian A, Tata Krama No 1.2.2 menyatakan bahwa: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, “top”, atau kata-kata berawalan “ter”, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. Hal lainnya juga mengatur tentang perbandingan. Berdasarkan ketentuan bagian A, Tata Krama Nomor 1.19.1 menyatakan Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. Dan dinomor 1.19.2 menyatakan jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus di ungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. Analisis Mengenai Promosi dan Iklan Modem Bolt4G Setelah mengetahui ketentuan yang mengatur mengenai iklan dan promosi dari Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia dapat dilihat iklan dari produk Bolt4G oleh PT. Internux. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 “Jangkauan tercepat dengan Kualitas Terbaik”. Berdasarkan Etika Pariwara Indonesia Tahun 2005, Bab III Ketentuan, Bagian A, Tata Krama No 1.2.2 menyatakan bahwa: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, “top”, atau kata-kata berawalan “ter”, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. Di dalam iklan Bolt4g tersebut terdapat kata “internet Super Cepat 4G”, “10x lebih cepat”, “Jangkauan tercepat dengan kualitas terbaik” dan “kecepatan hingga 72Mbps”. Hal tersebut bertentangan dengan Etika Pariwara Indonesia. Dalam Etika Pariwara Indonesia menyebutkan tidak boleh menggunakan kata-kata superlative tanpa menjelaskan keunggulan tersebut dengan dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentin. PT. Internux tidak melakukan riset terlebih dahulu atau tidak menampilkan data dari sumber yang otentik yang menyatakan bahwa kecepatan Bolt4G tersebut sesuai dengan apa yang diiklankan. Oleh karena itu kata-kata yang terdapat dalam iklan produk Bolt4G tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Selain itu iklan produk modem Bolt4G ini juga terdapat kata-kata yang membandingkan dengan produk lain seperti kata “10x lebih cepat dari provider lain”. Hal tersebut juga dilarang oleh Etika Pariwara Indonesia Tahun 2005, Bab III Ketentuan, Bagian A, Tata Krama No 1.19.2 yang menyatakan jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus di ungkapkan secara jelas. Sudah jelas bahwa PT. Internux tidak menampilakan data riset yang otentik dalam iklannya baik itu di televise, Koran atau majalah, Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 dan di internet. Maka PT. Internux sebagai pengiklan sudah melanggar dua ketentuan yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia. Selain PT. Internux melanggar ketentuan yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia, PT. Internux sebagai pengiklan modem Bolt4G juga melanggar beberapa ketentuan dalam UndangUndang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 4 huruf c menentukan bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa pelaku usaha berkewajiban memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur, mengenai Bolt4G tidak dilakukan oleh PT. Internux karena dalam iklan tersebut tidak menampilkan riset dan data yang otentik tentang produk modem Bolt4G tersebut, dan kecepatan yang dikatakan dalam iklan tersebut “10x lebih cepat dari provider lain” juga tidak dibuktikan oleh PT. Internux sebagai pengiklan. Oleh karena itu, iklan tersebut mengandung kata-kata yang tidak benar, jelas, dan jujur yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Dalam Bab IV mengenai Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/jasa tersebut. Kemudian dalam pasal 9 ayat (1) huruf I dan k Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mengiklankan barang dan/jasa secara tidak benar seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain dan menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Sudah jelas dalam iklan modem Bolt4G tersebut terdapat kata “10x lebih cepat dari Provider lain” dan janji yang ditawarkan dalam iklan modem Bolt4G tersebut belum pasti karena tidak terdapat data riset yang dicantumkan apakah kecepatan yang ditawarkan produk tersebut sesuai dengan apa yang di iklankan, yang berarti PT. Internux telah melanggar ketentuan pasal 9 ayat (1) huruf I dan huruf k. Pasal 17 ayat (1) huruf f Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat iklan yang melanggar etika dan/atau Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 ketetuan peraturan perundangan mengenai periklanan. PT. Internux dalam membuat iklan modem Bolt tidak mengikuti apa yang telah diatur dalam Etika Pariwara Indonesia seperti yang telah disebutkan diatas, oleh karena itu PT. Internux telah melanggar Pasal 17 ayat (1) huruf f Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal-hal yang telah dilanggar oleh PT. Internux yang telah disebutkan diatas, maka PT. Internux sebagai pengiklan seharusnya dilarang memperdagangkan dan wajib menarik produk modem Bolt4G dari peredaran sesuai dengan pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dilarang melanjutkan penawaran, promosi, pengiklanan barang dan/jasa tersebut sesuai dengan pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan dilarang melanjutkan peredaran iklan tersebut sesuai dengan pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Analisis Penerapan Ketentuan Mengenai Tanggung Jawab PT. Internux Menurut UndangUndang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia terhadap Promosi Dan Iklan Modem Bolt4G Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggungjawab itu terdiri dari dua kata yaitu kata “tanggung dan jawab” jika digabung mengandung arti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb).15 Dalam kode etik periklanan yang disebut dengan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia pada Bab II bagian A butir 1 tentang asas-asas umum periklanan mengatakan bahwa iklan harus jujur, bertanggungjawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Sanksi Perdata Bab VI tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha pasal 19 ayat (1), (2), (4) Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya. Pemberian ganti rugi tersebut tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan 15 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 899. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut. Kemudian dalam pasal 22 Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus tersebut merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Menurut penjelasan pasal 22 Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ketentuan ini dimaksud untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik. Hal ini dikarenakan kedudukan konsumen secara sosial ekonomi lebih lemah dibandingkan pelaku usaha. Oleh karena itu, untuk memungkinkan tanggung jawab pelaku usaha diperkenalkan ide tentang tanggung jawab mutlak (strict liability), yang diikuti dengan beban pembuktian dari konsumen kepada pelaku usaha. Dan seperti yang disebutkan dalam pasal 28 Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Sanksi yang didapat oleh pelaku usaha diatur dalam Bab XIII Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang terbagi dalam sanksi administratif dan sanksi pidana. Selain yang diatur dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai sanksi juga diatur dalam Etika Pariwara Indonesia. Sanksi Administratif Sanksi Administratif menurut pasal 60 ayat (1) Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berwenang menjatuhkan sanksi admintratif terhadap pelaku usaha yang melanggar pasal 19 (2) dan (3), pasal 20, pasal 25, dan pasal 26. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas pasal 19 ayat (2) (3) merupakan salah satu ketentuan yang mengatur tanggung jawab pelaku usaha. Dalam pasal 60 ayat (2) menyebutkan sanksi administratif ini menjatuhkan sanksi berupa ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000. Sanksi Pidana Kemudian sanksi pidana diatur dalam pasal 61 hingga 63 Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 61 menyebutkan penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Kemudian dalam pasal 62 ayat (1) menyebutkan pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat (2), pasal Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan pasal 18 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000. Dalam ayat (2) nya menyebutkan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam pasal 11, pasal 12, pasal 13 ayat (1), pasal 14, pasal 16, dan pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000. Seperti yang telah disebutkan dalam Bab 4.2 bahwa PT. Internux melanggar pasal 8 ayat (1) huruf f, pasal 9 ayat (1) huruf I dan k, dan pasal 17 ayat (1) huruf a sehingga menurut pasal 62 ayat (1) PT. Internux dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak 2 milyar rupiah. Kemudian pasal 63 Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa: a. perampasan barang tertentu b. pengumuman keputusan hakim c. pembayaran ganti rugi d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen e. kewajiban penarikan barang dari peredaran f. pencabutan izin usaha. Selain saknsi pidana yang telah disebutkan di atas, PT. Internux juga dapat dikenakan sanksi pidana dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan pasal Penipuan. Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bab XXV tentang Perbuatan Curang menyebutkan: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.(KUHP, Pasal 378) Berdasar bunyi Pasal 378 KUHP diatas, maka delik penipuan harus memenuhi unsurunsur pokok berupa : • barang siapa • dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau arang lain secara melawan hukum Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 • menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut menyerahkan suatu benda / memberi hutang / menghapuskan piutang; dan • cara menggerakkan orang lain yakni dengan memakai nama palsu / martabat atau sifat palsu / tipu muslihat / rangkaian kebohongan. • Diancam karena penipuan dengan pidana penjara 4 tahun PT. Internux dalam mempromosikan iklan modem Bolt4G telah menipu konsumen dengan memberikan keterangan dalam iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Oleh karena itu PT. internux dapat kenakan pasal 378 KUHP mengenai penipuan karena perbuatan yang telah dilakukan oleh PT. Internux memenuhi unsur penipuan barang siapa, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan cara tipu muslihat/rangkaian kebohongan diancam pidana penjara paling lama 4 tahun. Sanksi Oleh Dewan Periklanan Indonesia Selain sanksi yang telah disebutkan diatas PT. Internux juga dapat dikenakan sanksi oleh Dewan Periklanan Indonesia (DPI). Menurut Etika Pariwara Indonesia Tahun 2005, Bab III Ketentuan, Bagian E. Sanksi : 1. Bentuk sanksi terhadap pelanggaran memiliki bobot dan tahapan, sebagai berikut: 1.1 Peringatan, hingga dua kali, 1.2 Penghentian penyiaran atau mengeluarkan rekomendasi sanksi kepada lembaga-lembaga terkait dan atau menginformasikan kepada semua pihak yang berkepentingan. 2. Penyampaian sanksi dilakukan secara tertulis dengan mencantumkan jenis pelanggaran dan rujukan yang digunakan. 3. Distribusi penyampaian sanksi pada setiap bobot atau tahap pelanggaran adalah sebagai berikut: 3.1 Peringatan Pelanggaran; kepada pihak pelanggar dan asosiasi atau lembaga terkait. 3.2 Perintah Penghentian Penyiaran; kepada semua pihak yang terlibat, asosiasi atau lembaga terkait, serta media yang bersangkutan. Hal yang telah disebutkan diatas adalah ketentuan yang mengatur tentang tanggung jawab pelaku usaha. PT. Internux sebagai pelaku usaha pengiklan modem Bolt4G. Tanggung jawab dapat dibagi menjadi: ganti rugi kepada konsumen, sanksi adminstatif oleh BPSK, sanksi pidana, atau sanksi pidana ditambah hukuman tambahan ganti rugi kepada konsumen sesuai Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu dalam Etika Pariwara Indonesia juga mengatur tentang pemberian sanksi oleh Dewan Periklanan Indonesia (DPI). Sanksi yang dijatuhkan dapat berupa peringatan hingga 2 kali, apabila peringatan tidak diperdulikan oleh PT. Internux, maka dikeluarkan perintah penghentian penyiaran kepada semua pihak yang berkepentingan. Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia terhadap Promosi Dan Iklan Modem Bolt4G Upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha diatur dalam Bab X mengenai penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa konsumen dapat dibagi menjadi 2 yaitu : melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum. Kemudian dalam ayat (2) nya menyebutkan penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Pada ayat (4) menyatakan apabila telah ditempuh upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Gugatan atas pelanggaran PT. Internux dalam iklan produk Bolt4G menurut pasal 46 ayat (1) Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat dilakukan oleh: 1. Konsumen yang dirugikan 2. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama 3. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat 4. Pemerintah dan/atau instansi yang terkait Menurut penjelasan pasal 46 ayat (1) huruf b undang-undang perlindungan konsumen mengakui adanya gugatan kelompok. Gugatan kelompok harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 transaksi. Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan gugatan yang diajukan sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pemerintah diajukan kepada peradilan umum. Untuk konsumen modem Bolt4G dapat melakukan gugatan kelompok atau class action dikarenakan banyaknya konsumen yang merasa dirugikan oleh iklan modem Bolt4G tersebut yang tidak sesuai dengan janjinya dalam iklan tersebut. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan menurut pasal 47 Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Berdasarkan penjelasan pasal 47 ini bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut. Selain itu dalam Etika Pariwara Indonesia juga mengatur tentang prosedur pengaduan konsumen atas pelanggaran iklan kepada Dewan Periklanan Indonesia. Etika Pariwara Indonesia Tahun 2005, Bab III Ketentuan, Bagian D. Prosedur menjelaskan DPI memperoleh informasi pelanggaran dari hasil pemantauan atas iklan iklan yang sudah disiarkan, maupun dari laporan berbagai pihak. DPI melayani keberatan publik atas iklan yang melanggar EPI. Oleh karena itu konsumen juga dapat mengadukan kepada DPI atas iklan modem Bolt4G yang tidak sesuai dengan apa yang telah dituliskan dalam iklan tersebut, sehingga PT. Internux mendapatkan sanksi dari DPI atas iklan produknya. Hal yang telah dijelaskan diatas merupakan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen modem Bolt4G. Konsumen yang merasa dirugikan dapat melaporkan ke Dewan Periklanan Indonesia atas pelanggaran iklan Bolt4G tersebut. Kemudian konsumen juga dapat melaporkan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat untuk membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya. Konsumen yang dirugikan dapat menempuh cara penyelesaian sengketa didalam pengadilan atau diluar pengadilan. Untuk diluar pengadilan konsumen dapat mengajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Apabila tidak tercapai kesepakatan di BPSK maka konsumen dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 Kesimpulan PT. Internux melanggar pasal 8 ayat (1) huruf f, pasal 9 ayat (1) huruf I dan k, dan pasal 17 ayat (1) huruf a. oleh karena itu, PT. Internux sebagai pengiklan seharusnya dilarang memperdagangkan dan wajib menarik produk modem Bolt4G dari peredaran sesuai dengan pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dilarang melanjutkan penawaran, promosi, pengiklanan barang dan/jasa tersebut sesuai dengan pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan dilarang melanjutkan peredaran iklan tersebut sesuai dengan pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tanggung jawab oleh PT. Internux dapat dibagi menjadi: ganti rugi kepada konsumen, sanksi adminstatif oleh BPSK, sanksi pidana, atau sanksi pidana ditambah hukuman tambahan ganti rugi kepada konsumen sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu dalam Etika Pariwara Indonesia juga mengatur tentang pemberian sanksi oleh Dewan Periklanan Indonesia (DPI). Sanksi yang dijatuhkan dapat berupa peringatan hingga 2 kali, apabila peringatan tidak diperdulikan oleh PT. Internux, maka dikeluarkan perintah penghentian penyiaran kepada semua pihak yang berkepentingan.saja. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen modem Bolt4G. Konsumen yang merasa dirugikan dapat melaporkan ke Dewan Periklanan Indonesia atas pelanggaran iklan Bolt4G tersebut. Kemudian konsumen juga dapat melaporkan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat untuk membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya. Konsumen yang dirugikan dapat menempuh cara penyelesaian sengketa didalam pengadilan atau diluar pengadilan. Untuk diluar pengadilan konsumen dapat mengajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Apabila tidak tercapai kesepakatan di BPSK maka konsumen dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan. Daftar Referensi Sumber Buku Shofie. Yusuf, 21 Potensi Pelanggaran dan Cara Menegakkan Jakarta:Lembaga Konsumen Jakarta-PIRAC, 2003. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014 Hak Konsumen, Simatupang.Taufiq H, Aspek Hukum Periklanan dalam Persepktif Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2004. Soekanto. Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3 Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2006. Susanto. Happy, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Visimedia, 2008. Wajdi. Farid, Repotnya Jadi Konsumen: Percikan Pemikiran Seputar Persoalan Konsumen, Jakarta: Piramedia, 2003. Sumber Internet Inco Harper, Media Massa dan Anak-Anak Di Indonesia, http://www.creativecircleindonesia.com/read/60, diakses pada tanggal 20 Gunawan, Surat Pembaca: Mei 2014, pukul 16.05 WIB. Kurang Informasi, Modem Bolt Tak Dapat Signal, www.detik.com, diakses pada tanggal 18 Mei 2014. Undang-Undang Indonesia , Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821. Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara Indonesia (EPI), Tahun 2005. Analisis hukum terhadap..., Delvy Kasman, FH UI, 2014