teknik pengendalian gulma dan penyakit pada

advertisement
TEKNIK PENGENDALIAN
GULMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN JAGUNG
Oleh :
Elly Sarnis Pukesmawati, SP. MP.
I.
PENDAHULUAN
Keberhasilan pengendalian gulma, hama dan penyakit pada tanaman
jagung merupakan faktor-faktor penentu tercapainya tingkat hasil jagung
yang tinggi. Gulma pada pertanaman jagung umumnya dikendalikan dengan
cara mekanis dan kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi berpotensi
merusak lingkungan, sehingga perlu dibatasi melalui pemaduan dengan cara
pengendalian lainnya. Pengendalian gulma dilaksanakan bila gulma itu benarbenar merugikan.
Herbisida adalah zat kimia yang dapat menekan pertumbuhan gulma
dan bahkan dapat mematikannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu
sarana pengendalian tumbuhan “ asing” ini. Zat kimia yang berperan sebagai
herbisida dicirikan oleh gugusan khusus yang terpenting adalah toksisitas pada
tanaman, suatu gugusan yang dapat membunuh tanaman pada laju dosis
tertentu.
Hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena
aktivitas hidupnya, terutama aktivitas untuk memperoleh makanan. Serangga
hama didefinisikan sebagai serangga yang mengganggu dan atau merusak
tanaman baik secara ekonomis atau estetis. Definisi hama itu tidak harus
dihubungkan dengan pengendaliannya. Pada populasi serangga yang rendah
sehingga kerugian yang diderita tanaman kecil, tetap serangga itu dikatakan
serangga hama tetapi bukan memerlukan strategi pengendalian.
Penyakit adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh
mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa, jamur, cacing nematoda) protozoa,
jamur, cacing nematoda) Penyebaran penyakit melalui angin, air, serangga dan
penyebaran penyakit melalui angin, air, serangga dan faktor lingkungan
(kelembapan dan suhu) faktor lingkungan (kelembapan dan suhu) tanaman
1
yang terserang. Berdasarkan konsep segitiga penyakit, pada dasarnya penyakit
hanya dapat terjadi jika ketiga faktor yaitu patogen, inang dan lingkungan
mendukung. Inang dalam keadaan rentan, pathogen bersifat virulen (daya
infeksi tinggi) dan jumlah yang cukup, serta lingkungan yang mendukung.
Lingkungan berupa komponen lingkungan fisik (suhu, kelembaban, cahaya)
maupun biotik (musuh alami, organisme kompetitor). Dari konsep tersebut
jelas sekali bahwa perubahan salah satu komponen akan berpengaruh terhadap
intensitas penyakit yang muncul.
Gangguan penyakit oleh virus dan protozoa dapat dihilangkan dengan
penggunaan pestisida. Penyakit pada tumbuhan sering juga diakibatkan oleh
datangnya hewan pengganggu seperti wereng, belalang, dan berbagai jenis
serangga lainnya. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan penggunaan
insektisida
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara kimia dan
hayati. Pengendalian secara kimia dapat menggunakan pestisida. Pestisida
adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, mengikat, atau
membasmi organism pengganggu. Sedangkan pengendalian hayati adalah
pengendalian semua makhluk hidup yang dianggap sebagai OPT dengan cara
memanfaatkan musuh alami, memanipulasi inang, lingkungan atau musuh
alami itu sendiri.
Pengendalian hayati memiliki arti khusus, karena pada umumnya
beresiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak
membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan dan tidak memerlukan
banyak input luar. Pengendalian ini secara terpadu diharapkan dapat
menciptakan kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme
penyebab penyakit atau mengganggu siklus hidupnya (Untung, 2001).
2
II.
KEGIATAN PEMBELAJARAN
1.1. Pengertian Gulma
Gulma sering disebut juga “tumbuhan pengganggu” karena bersaing
dengan tanaman utama terhadap kebutuhan sumberdaya (resources) yang
sama yaitu unsure hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Sebagai akibat dari
persaingan tersebut, produksi tanaman menjadi tidak optimal atau dengan
kata lain ada kehilangan hasil dari potensi hasil yang dimiliki oleh tanaman.
Kehilangan hasil tanaman sangat bervariasi, dipengaruhi oleh sejumlah faktor
antara lain, kemampuan tanaman berkompetisi, jenis-jenis gulma, umur
tanaman dan umur gulma, tehnik budidaya dan durasi mereka berkompetisi.
1.2. Tujuan dan manfaat pengendalian gulma
a. Tujuan
Secara umum tujuan pengendalian gulma yaitu sebagai berikut:
1. Meminimalkan kehilangan hasil tanaman jagung dengan cara mengurangi
tanaman pesaing
2. meningkatkan aksesibilitas tanaman jagung terhadap efisiensi dan
efektivitas pemupukan
3. Meningkatkan produktifitas kerja petani jagung
b. Manfaat
Manfaat pengendalian gulma yaitu :
1. Menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya
2. Mengurangi gangguan terhadap struktur tanah,
3. Gulma
yang
mati
mempertahankan
berfungsi
sebagai
mulsa
yang
bermanfaat
kelembaban tanah, mengurangi erosi, menekan
pertumbuhan gulma baru, dan berfungsi sebagai sumber bahan organik
dan hara.
3
1.3. Pengelompokan gulma
Jenis gulma tertentu merupakan pesaing tanaman jagung dalam
mendapatkan air, hara, dan cahaya. Di Indonesia terdapat 140 jenis gulma
berdaun lebar, 36 jenis gulma rumputan, dan 51 jenis gulma teki.
Pengelompokan
gulma
diperlukan
untuk
memudahkan
pengendalian.
Pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan daur hidup, habitat, ekologi,
klasifikasi taksonomi dan tanggapan terhadap herbisida.
Berdasarkan daur hidup dikenal gulma setahun (annual) yang
hidupnya kurang dari setahun dan gulma tahunan (perennial) yang siklus
hidupnya lebih dari satu tahun. Berdasarkan habitatnya dikenal gulma daratan
dan gulma air, yang terbagi lagi atas gulma mengapung, gulma tenggelam dan
gulma sebagian mengapung dan sebagian tenggelam. Berdasarkan ekologi
dikenal gulma sawah, gulma lahan kering, gulma perkebunan dan gulma rawa
atau waduk.
Gambar 1. Gulma, golongan rumput Cynodon dactylon L.
4
Gambar 2. Gulma golongan teki Cyperus rotundus L.
Gambar 3. Gulma golongan berdaun lebar Ageratum conyzoides L.
5
1.4. Cara pengendalian gulma
a. Cara pengendalian gulma secara kimia
1. Pengertian herbisida
Herbisida adalah zat kimia yang dapat menekan pertumbuhan gulma
dan bahkan dapat mematikannya.
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk membasmi gulma,
harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam)
tepat, yaitu :
-
Tepat mutu
-
Tepat waktu
-
Tepat sasaran
-
Tepat takaran
-
Tepat konsentrasi
-
Tepat cara aplikasinya.
Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektifitas, dan aman bagi
lingkungan.
2. Cara Kerja Herbisida
Cara kerja herbisida di kelompokkan menjadi dua yaitu: herbisida
kontak dan sistemik.
1) Herbisida Kontak.
Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena
semprotan
saja, terutama bagian yang berhijau daun dan aktif
berfotosintesis.
Keistimewaannya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam
setelah
Sehingga
disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati.
bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan.
Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2
minggu kemudian. Contoh herbisida kontak adalah paraquat.
6
2) Herbisida Sistemik.
Cara kerja herbisida ini di alirkan ke dalam jaringan tanaman gulma
dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai
ke perakarannya. Keistimewaannya, dapat mematikan tunas - tunas yang ada
dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Contoh
herbisida sistemik adalah glifosat, sulfosat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik,
yaitu:
 Gulma harus dalam masa pertumbuhan aktif
 Cuaca cerah waktu menyemprot.
 Tidak menyemprot menjelang hujan.
 Keringkan areal yang akan disemprot.
 Gunakan air bersih sebagai bahan pelarut.
 Boleh dicampur dengan herbisida 2,4D amina atau dengan herbisida
Metsulfuron.
3) Selektivitas Herbisida
Herbisida ada yang selektif dan tidak selektif. Herbisida selektif hanya
membasmi gulma dan tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Contoh :
Herbisida propanil, membasmi gulma golongan berdaun pita,
Herbisida
2,41D amina membasmi gulma berdaun lebar dan teki.
Herbisida Tidak Selektif, herbisida ini dapat membasmi gulma
sekaligus tanamannya. Contoh : Herbisida glifosat, membasmi semua gulma
dan tanaman yang mengandung butir hijau daun.
Selektif tidaknya suatu herbisida tergantung juga takaran yang
digunakan. Semakin tinggi takaran yang digunakan, akan semakin berkurang
selektivitasnya.
3. Waktu Aplikasi Herbisida
Waktu aplikasi herbisida harus disesuaikan dengan tujuan dan
sasarannya.
Herbisida untuk penyiapan lahan (pra-tanam), dan herbisida
untuk pemeliharaan (pra-tumbuh dan pasca-tumbuh) berbeda penggunaannya.
7
Pratanam adalah herbisida di semprotkan kepada gulma yang sedang
tumbuh sebagai penyiapan lahan sebelum tanam. Herbisida pra-tanam adalah
glifosat dan paraquat, dengan takaran sesuai anjuran.
Pratumbuh, herbisida yang diaplikasikan sebelum gulma dan tanaman
berkecambah, atau herbisida yang diaplikasikan pada gulma belum
berkecambah tetapi tanaman sudah tumbuh.
Aplikasi herbisida biasanya dilakukan pada 0-4 hari setelah pengolahan
tanah (sebelum atau setelah tanam).
Biji-biji gulma akan berkecambah pada umur 3-5 hari setelah
pengolahan tanah.
Oleh karena itu, aplikasi herbisida pra-tumbuh harus
dilakukan sebelum 3-4 hari setelah pengolahan tanah.
Pasca-tumbuh, aplikasi herbisida ini dilakukan pada gulma dan tanaman
sudah tumbuh. Herbisida pasca-tumbuh yang tidak selektif seperti glifosat
bisa juga digunakan untuk pemeliharaan atau penyiangan, asalkan dalam
penyemprotannya tidak boleh mengenai tanaman padi (harus menggunakan
corong), karena bila terkena
akan menimbulkan keracunan dan bahkan
tanaman padinya bisa mati.
4. Menghitung kebutuhan herbisida
Penyemprotan membutuhkan alat penyemprot dan larutan herbisida
yang disemprotkan.
Larutan herbisida dapat pula ditentukan dan
penentuannya dengan menghitung. Sebelum penyemprotan, tindakan yang
penting untuk diingat adalah menjaga agar penyemprotan secara menyeluruh
harus bersih.
Jelasnya, tangki harus bersih dari bekas penggunaan
sebelumnya. Larutan harus homogeny, kalibrasi seyogyanya dilaksanakan
beberapa kali. Kalibrasi adalah menghitung/mengukur kebutuhan air suatu
alat semprot untuk luasan areal tertentu. Kalibrasi harus dilakukan pada setiap
kali akan melakukan penyemprotan yang gunanya adalah :
-
Menghindari pemborosan herbisida
-
Memperkecil terjadinya keracunan pada tanaman akibat penumpukan
herbisida
-
Memperkecil pencemaran lingkungan
8
Apabila menggunakan alat semprot
(tangki) ukuran 2,5 liter dan lebar
semprotnya 1,5 meter, maka apabila luas areal yang akan disemprot adalah 1
Ha (10.000m2) maka banyaknya air yang dibutuhkan adalah :
Volume air =
=
= 500 liter/Ha
Apabila takaran herbisida yang akan digunakan adalah tiga liter (3000 ml)/Ha
maka herbisida yang dibutuhkan untuk 15 liter air air pencampur adalah :
Volume herbisida =
= 90 ml herbisida/15 liter air
5. Cara mengaplikasikan herbisida
Herbisida akan berhasil dan efektif apabila digunakan dengan benar sesuai
petunjuk yaitu :
-
Merata keseluruh areal sasaran
-
Takaran sesuai dengan kebutuhan per satuan luas
Langkah-langkah penyemprotan :
1.
Menyiapkan hand sprayer (tipe semi otomatis)
2.
Menyiapkan gelas ukur, ember (kapasitas + 10 liter), pengaduk, sarung
tangan, masker, corong, topi, wear park, herbisida dan air.
3.
Gunakan masker dan sarung tangan.
4.
Ukur volume herbisida, dan campurkan dengan air + 10 liter
5.
Mengaduk herbisida dengan air, gunakan pengaduk
6.
Menuangkan dalam tangki hand sprayer, gunakan corong
7.
Menutup tangki hand sprayer dengan rapat.
8.
Menggendong hand sprayer
9.
Menutup kran nozel, gerakkan tuas pompa hand sprayer 3-5 kali, selanjutnya
buka kran nozel
10. Menyemprot lahan tanaman jagung yang ada gulmanya.
11. Membersihkan hand sprayer
9
b. Cara pengendalian gulma secara mekanis
Tehnik pengendalian gulma secara mekanis antara lain adalah sebagai
berikut :
1.
Menggunakan tangan
Tehnik pengendalian gulma dengan mekanik pada jenis-jenis gulma
terutama gulma yang berdaun lebar, yang baru tumbuh dan mempunyai
perakaran yang dangkal dapat dilakukan dengan cara mencabut secara manual
dengan meng gunakan tangan.
Gambar 4: Mengendalikan Gulma Dengan Tangan
2. Menggunakan cangkul
Tehnik pengendalian gulma dengan menggunakan cangkul, sangat mudah
dilaksanakan, yaitu dengan cara mencangkul permukaan tanah yang ditumbuhi
oleh gulma/tanaman liar yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman jagung.
Pada saat mencangkul gulma diusahakan
kedalaman cangkul dapat mengangkat tanaman gulma berikut dengan akarnya,
dengan kemiringan cangkul 450, kemudian gulma yang telah dicangkul
10
dibersihkan dari tanah yang masih terikut dan selanjutnya gulma-gulma tersebut
dibuang.
Gambar 5: Mengendalikan Gulma dengan cangkul
3. Membumbun tanaman jagung
Pembumbunan
tanaman
umumnya
dilakukan
petani
dengan
menggunakan cangkul. Tanah disekitar tanaman diambil dengan cangkul dan
dipindahkan ke sekitar perakaran tanaman. Cara pembumbunan seperti ini
efektif memperkuat perakaran tanaman.
Ditinjau dari produktifitas kerja, kegiatan pembumbunan konvensional
ini sebenarnya sangat melelahkan dan biaya tinggi., Untuk membumbun lahan
seluas 1 Ha diperlukan waktu 176 jam. Apabila diasumsikan kapasitas kerja
petani 8 jam/hari, maka diperlukan waktu 21 hari untuk pembumbunan.
Namun demikian kegiatan pembumbunan perlu dilakukan mengingat
manfaatnya untuk memperkokoh dan memperkuat pertanaman.
Selain itu kedalaman pembumbunan dengan cangkul hanya 9 – 10 cm,
sehingga pengairan yang diberikan melimpah diatas alur dan menggenangi
seluruh lahan. Cara ini tentu tidak efisien dalam penggunaan air.
11
Kegiatan pembumbunan biasanya dilakukan bersamaan dengan
penyiangan pertama dan pembuatan saluran, atau setelah pemupukan ke dua
(35 HST) bersamaan dengan penyiangan ke dua secara mekanis
Penyiangan dapat dilakukan bilamana tumbuhan pengganggu mulai
tumbuh dan bersaing untuk mendapatkan makanan atau hara. Penyiangan
pada tanaman jagung yang masih muda atau kecil biasanya dengan tangan
atau cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting penyiangan ini tidak
mengganggu tanaman pokok, terutama perakaran tanaman yang pada umur
tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah.
Ke dalaman alur pembumbunan yang mencapai 22 cm memungkinkan
tanaman tumbuh lebih cepat dan tahan rebah. Tanah yang gembur disebelah
kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul pada bidang dekat
pangkal tanaman jagung, kemudian ditimbun dibarisan tanaman. Dengan cara
ini akan terbentuk guludan yang memanjang
Gambar 6 : Membumbun Tanaman Jagung
12
Gambar 7: Tanaman Jagung Yang Telah Dibumbun
2.1. Mengenal jenis-jenis dan Cara mengendalikan hama pada Tanaman
jagung
1.
Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis guen)
a.
Ciri-ciri Bioekologi Penggerek Batang Jagung
Ngengat, ngengat aktif malam hari, dan menghasilkan beberapa generasi
pertahun, umur imago/ngengat dewasa 7-11 hari.
Telur, telur diletakkan berwarna putih, berkelompok, satu kelompok telur
beragam antara 30-50 butir, seekor ngengat betina mampu meletakkan telur
602-817 butir, umur telur 3-4 hari. Ngengat betina lebih menyukai
meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi dan telur di letakkan
pada permukaan bagian bawah daun utamanya pada daun ke 5-9, umur telur
3-4 hari.
Larva, larva yang baru menetas berwarna putih kekuning-kuningan, makan
berpindah pindah, larva muda makan pada bagian alur bunga jantan, setelah
instar lanjut menggerek batang, umur larva 17-30 hari.
Pupa, pupa biasanya terbentuk di dalam batang, berwarna coklat kemerah
merahan, umur pupa 6-9 hari.
Tanaman inang, tanaman inang untuk penggerek batang jagung jagung,
sorgum, Panicum spp.
13
b. Menentukan tingkat serangan hama
Gejala serangan Larva O. furnacalis ini mempunyai karakteristik kerusakan
pada setiap bagian tanaman jagung yaitu lubang kecil pada daun, lubang
gorokan pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol, batang dan tassel
yang mudah patah, tumpukan tassel yang rusak. Bentuk larva dan tanaman
yang diserang hama penggerek batang disajikan pada Gambar 1.
3. Mengendalikan Hama Tanaman Jagung
a. Mengendalikan Hama secara Teknis
1. Waktu tanam yang tepat,
2. Tumpangsari jagung dengan kedelai atan kacang tanah.
3.
Pemotongan sebagian bunga jantan (4 dari 6 baris tanaman)
Gambar 8. Penggerek batang jagung
b. Mengendalikan Hama secara Hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : Parasitoid Trichogramma spp.
Parasitoid tersebut dapat memarasit telur O. furnacalis. Predator Euborellia
14
annulata memangsa larva dan pupa O. furnacalis. Bakteri Bacillus
thuringiensis Kurstaki mengendalikan larva O. furnacalis, Cendawan
sebagai entomopatogenik adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium
anisopliae mengendalikan larva O. furnacalis. Ambang ekonomi 1 larva
/tanaman.
c. Mengendalikan Hama secara Kimia
Penggunaan insektisida yang berbahan aktif monokrotofos, triazofos,
diklhrofos, dan karbofuran efektif untuk menekan serangan penggerek
batang jagung.
2.
Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
a. Ciri-ciri Bioekologi Ulat Grayak
Ngengat, dengan sayap bagian depan berwarna coklat atau keperakperakan, sayap belakang berwarna keputihan, aktif malam hari.
Telur, berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun
(kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok
(masing-masing berisi 25 – 500 butir) tertutup bulu seperti beludru (Gambar).
Larva, mempunyai warna yang bervariasi, ulat yang baru menetas
berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup
berkelompok. Ulat menyerang tanaman pada malam hari, dan pada siang hari
bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab). Biasanya ulat berpindah ke
tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.
Pupa, ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah
pupa (kokon) berwana coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm.
Siklus hidup, siklus hidup berkisar antara 30 – 60 hari (lama stadium
telur 2 – 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 – 46 hari, pupa 8 – 11
hari).
Tanaman Inang, hama ini bersifat polifag, selain jagung juga
menyerang tomat, kubis, cabai, buncis, bawang merah, terung, kentang,
kangkung, bayam, padi, tebu, jeruk, pisang, tembakau, kacang-kacangan,
15
tanaman hias, gulma Limnocharis sp., Passiflora foetida, Ageratum sp.,
Cleome sp., dan Trema sp.
Gambar 9. Ngenat, kelompok telur
dan larva Ulat grayak
2). Menentukan tingkat serangan hama
Gejala Serangan larva yang masih kecil merusak daun dan
menyerang secara serentak berkelompok. dengan meninggalkan sisa-sisa
epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja.
Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada
musim kemarau.
3). Mengendalikan Hama Tanaman Jagung
a.
Mengendalikan hama secara teknis
1. Pembakaran tanaman
2. Pengolahan tanah yang intensif.
b. Mengendalikan hama secara fisik / mekanis
1. Mengumpulkan larva atau pupa dan bagian tanaman yang terserang
kemudian memusnahkannya
2. Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak 40
buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah pertanaman
sejak tanaman berumur 2 minggu.
16
c. Mengendalikan hama secara hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : patogen Sl-NPV (Spodoptera litura –
Nuclear Polyhedrosis Virus), cendawan Cordisep, Aspergillus flavus,
Beauveria bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae, bakteri
Bacillus thuringensis, nematoda Steinernema sp., predator Sycanus sp.,
Andrallus spinideus, Selonepnis geminada, parasitoid Apanteles sp.,
Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.
d. Mengendalikan hama secara kimiawi
Beberapa insektisida yang dianggap cukup efektif adalah monokrotofos,
diazinon, khlorpirifos, triazofos, dikhlorovos, sianofenfos, dan karbaril
apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan
mencapai lebih atau sama dengan 12,5 % per tanaman contoh.
3.
Penggerek Tongkol Jagung (Helicoverpa armigera HBN.)
a.
Ciri-ciri Bioekologi Penggerek Tongkol Jagung
Imago, imago betina H. armigera meletakkan telur pada rambut
jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas
dalam tiga hari setelah diletakkan .
Larva, larva spesies ini terdiri dari lima sampai tujuh instar.
Khususnya pada jagung, masa perkembangan larva pada suhu 24 sampai
27,2oC adalah 12,8 sampai 21,3 hari. Larva serangga ini memiliki sifat
kanibalisme. Spesies ini mengalami masa pra pupa selama satu sampai empat
hari. Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi dalam tanah dan kedalamannya
bergantung pada kekerasan tanah.
Pupa, pupa pada umumnya pupa terbentuk pada kedalaman 2,5 sampai
17,5 cm. Terkadang pula serangga ini berpupa pada permukaan tumpukan
limbah tanaman atau pada kotoran serangga ini yang terdapat pada tanaman.
Pada kondisi lingkungan mendukung, fase pupa bervariasi dari enam hari pada
suhu 35oC sampai 30 hari pada suhu 15oC.
17
Gambar 10. Ngengat, larva, pupa Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa
armigera Hbn)
b.
Menentukan tingkat serangan hama
Gejala Serangan, Imago betina akan meletakkan meletakkan telur pada
silk jagung dan sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk
kedalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang mengalami
perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas dan
kuantitas tongkol jagung.
c.
Mengendalikan Hama Penggerek tongkol jagung
1.
Hayati
Musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hayati dan cukup efektif
untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Parasit, Trichogramma
spp. yang merupakan parasit telur sedangkan Eriborus argentiopilosa
(Ichneumonidae)
parasit
pada
larva
muda.Cendwan,Metarhizium
anisopliae.menginfeksi larva. Bakteri, Bacillus thuringensis, Virus
Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) menginfeksi
larva.
2.
Pengendalian secara Kultur Teknis
Pengelolaan tanah yang baik akan merusak pupa yang terbentuk dalam
tanah dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.
18
3.
Pengendalian secara Kimiawi
Untuk mengendalikan larva H. armigera
insektisida
pada jagung, penyemprotan
Decis dilakukan setelah terbentuknya rambut jagung pada
tongkol dan diteruskan (1-2) hari hingga rambut jagung berwarna coklat.
4.
Lalat Bibit (Atherigona sp.)
a.
Ciri-ciri Bioekologi Lalat Bibit (Atherigona sp)
Imago, Lama hidup serangga dewasa bervariasi antara lima sampai
23 hari dimana betina hidup dua kali lebih lama dari pada jantan. Serangga
dewasa sangat aktif terbang dan sangat tertarik pada kecambah atau
tanaman yang baru muncul di atas permukaan tanah. Imago kecil dengan
ukuran panjang 2,5 mm sampai 4,5 mm.
Telur, Imago betina mulai meletakkan telur tiga sampai lima hari
setelah kawin dengan jumlah telur tujuh sampai 22 butir atau bahkan
hingga 70 butir. Imago betina meletakkan selama tiga sampai tujuh hari,
diletakkan secara tunggal, berwarna putih, memanjang, diletakkan
dibawah permukaan daun.
Larva terdiri dari tiga instar yang berwarna putih krem pada
awalnya dan selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap. Larva yang
baru menetas melubangi batang yang kemudian membuat terowongan
hingga dasar batang sehingga tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati.
Pupa, pupa terdapat pada pangkal batang dekat atau di bawah
permukaan tanah, umur pupa 12 hari pada pagi atau sore hari. Puparium
berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat dengan ukuran panjang
4,1 mm.
19
Gambar 11. Imago, larva, pupa, gejala serangan lalat bibit (Atherigona sp.)
Inang tanaman Jagung, padi gogo, sorgum, gandum, rumput, Cynodon sp.,
Panicum sp., dan Paspalum.
b. Mengendalikan lalat bibit (Atherigona sp.)
1. Mengendalikan secara hayati
Parasitoid yang memarasit telur adalah Trichogramma spp. dan
parasit larva adalah Opius sp. dan Tetrastichus sp.
Predator Clubiona
japonicola yang merupakan predator imago.
2. Mengendalikan secara Kultur Teknis dan Pola Tanam
Lalat bibit beraktifitas selama satu sampai dua bulan pada musim
hujan, maka dengan mengubah waktu tanam, pergiliran tanaman dengan
tanaman bukan padi, dan tanam serempak maka serangan dapat dihindari.
Varietas Resisten
Galur-galur jagung QPM putih yang tahan terhadap lalat bibit adalah MSQP1(S1)-C1-11, MSQ-P1(S1)-C1-12, MSQ-P1(S1)-C1-44, MSQ-P1(S1)-C145, sementara galur-galur jagung QPM kuning yang tahan terhadap
20
serangga hama ini adalah MSQ-K1(S1)-C1-16, MSQ-K1(S1)-C1-35, MSQK1(S1)-C1-50.
3. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian dengan insektisida dapat dilakukan dengan perlakuan
benih (seed dressing) yaitu thiodikarb dengan dosis 7,5-15 g b.a./kg benih
atau karbofuran dengan dosis 6 g b.a./kg benih. Selanjutnya setelah tanaman
berumur 5-7 hari, tanaman disemprot dengan karbosulfan dengan dosis 0,2
kg b.a./ha atau thiodikarb 0,75 kg b.a/ha. Penggunaan insektisida hanya
dianjurkan di daerah endemik .
5. Mengendalikan Belalang (Locusta migratoria)
a. Ciri-ciri Bioekologi belalang
Telur, seekor betina mampu menghasilkan telur sekitar 270 butir. Telur
ini berwarna keputih-putihan dan berbentuk buah pisang, tersusun rapi dalam
tanah sedalam sekitar 10 cm. menetas setelah 10-50 hari. Seekor betina mampu
menghasilkan enam sampai tujuh kantong telur dalam tanah dengan jumlah 40
butir per kantong. Nimfa mengalami lima kali ganti kulit (lima instar, Stadiaum
nimfa terjadi selama 38 hari.
Imago betina yang memiliki warna coklat kekuning-kuningan siap
meletakkan telur setelah lima sampai 20 hari bergantung temperatur. Imago
betina hanya membutuhkan satu kali kawin untuk meletakkan telur-telurnya
dalam kantong-kantong. Sementara
Imago jantan yang memiliki warna
kuning mengkilap berkembang lebih cepat dibandingkan dengan betinanya.
Lama hidup dewasa adalah 11 hari.
21
Siklus hidup rata-rata 76 hari sehingga dalam setahun dapat
mengahsilkan empat sampai lima generasi di daerah tropis utamanya Asia
Tenggara, sementara di daerah Subtropis serangga ini hanya menghasilkan satu
generasi per tahun.
Gambar 12. Kelompok belalang
Dalam kehidupan dan perkembangan koloni belalang kembara dikenal
mengalami tiga fase pertumbuhan populasi yaitu fase soliter, fase transien,
dan fase gregaria. Pada fase “soliter”, belalang hidup sendiri-sendiri dan tidak
menimbulkan kerugian atau kerusakan tanaman. Pada fase “gregaria”,
belalang kembara hidup bergerombol dalam kelompok-kelompok besar,
berpindah-pindah tempat dan menimbulkan kerusakan tanaman secara besarbesaran pula. Perubahan fase dari soliter ke gregaria dan sebaliknya dari
gregaria kembali ke soliter dipengaruhi oleh kondisi iklim, melalui fase yang
disebut transien.
Tanaman yang paling disukai belalang kembara adalah kelompok
“Graminae” yaitu padi, jagung, sorgum, tebu, alang-alang, gelagah dan
berbagai jenis rumput. Selain itu, belalang dapat memakan daun kelapa,
bambu, kacang tanah, petsai, sawi, kubis daun. Tanaman yang tidak disukai
22
antara lain kacang hijau, kedelai, kacang panjang, ubi kayu, tomat, ubi jalar
dan kapas.
b.
Menentukan Gejala Serangan
Gejala serangan daun biasanya bagian pertama yang diserang dan termakan
hampir keseluruhan daun termasuk tulang daun jika serangannya parah.
Spesies ini dapat pula memakan batang dan tongkol jagung jika populasinya
sangat tinggi dengan sumber makanan terbatas
Gambar 13. Gejala serangan belalang
c.
Mengendalikan Belalang
1.
Mengendalikan secara hayati
Agens hayati Metharrizium anisopliae var. acridium, Beauveria bassiana,
Enthomophaga sp. dan Nosuma cocustal di beberapa negara terbukti dapat
digunakan pada saat populasi belum meningkat.
2.
Mengendalikan dengan Pola tanam
Mengatur pola tanam dengan tanaman alternatif yang tidak atau kurang
disukai belalang atau penanaman tumpang sari dan diversifikasi pada areal
yang sudah terserang belalang apabila musim tanam belum terlambat, maka
upayakan segera dilakukan penanaman kembali dengan tanaman yang tidak
disukai belalang seperti, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang
23
panjang, tomat, atau tanaman yang kurang disukai belalang seperti kacang
tanah, petsai, kubis, sawi.
3. Mengendalikan secara Mekanis
Melakukan gerakan massal pengendalian mekanis sesuai stadia populasi,
dilakukan kegiatan pengumpulan kelompok telur yaitu dengan melakukan
pengolahan tanah sedalam 10 cm, kelompok telur diambil dan dimusnahkan,
kemudian lahannya segera ditanami kembali dengan tanaman yang tidak
disukai belalang.
Pengendalian nimfa dengan cara memukul, menjaring, membakar atau
perangkap lainnya. Pengendalian pada saat nimfa adalah kunci penting
menghalau nimfa ke suatu tempat yang sudah disiapkan di tempat terbuka
untuk kemudian dimatikan.
4. Mengendalikan secara Kimiawi
Pada keadaan populasi tinggi, dalam waktu singkat harus diupayakan
penurunan populasi. Apabila cara-cara lain sudah ditempuh populasi masih
tetap tinggi alternatif lainnya yaitu penggunaan insektisida yang efektif dan
diijinkan. Pengendalian yang tepat dilakukan sejak stadia nimfa kecil karena
belum merusak, lebih peka terhadap insektisida, dapat dilakukan pada siang
hari. Apabila terpaksa karena terlambat atau tidak diketahui sebelumnya,
pengendalian terhadap imago dilaksanakan pada malam hari pada saat
belalang beristirahat. Jenis insektisida yang dapat digunakan untuk
mengendalikan belalang adalah jenis insektisida berbahan aktif organofosfat
seperti fenitrothion.
5. Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais (MOTSCH))
a. Ciri-ciri Bioekologi Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais)
Sitophilus zeamais Motsch dikenal dengan maize weevil atau kumbang
bubukan merupakan serangga yang bersifat polifag, selain menyerang jagung,
juga beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kacang kedelai, kelapa dan
jambu mente, S. zeamais lebih dominan terdapat pada jagung dan beras. S.
24
zeamais merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga dapat menyerang
tongkol jagung yang masih berada di pertanaman.
Telur, telur diletakkan satu per satu pada lubang gerekan didalam biji,
Keperidian imago sekitar 300-400 butir telur; stadia telur kurang lebih enam
hari pada suhu 250C
Larva, larva kemudian menggerek biji dan hidup di dalam biji, umur
kurang lebih 20 hari pada suhu 250C dan kelembaban nisbi 70%.
Pupa, pupa terbentuk di dalam biji dengan stadia pupa berkisar 5-8
hari. Imago, imago yang terbentuk berada di dalam biji selama beberapa hari
sebelum membuat lubang keluar. Imago dapat bertahan hidup cukup lama
yaitu dengan makan sekitar 3-5 bulan jika tersedia makanan dan sekitar 36
hari jika tanpa makan.
Siklus hidup, siklus hidup sekitar 30-45 hari pada kondisi suhu
optimum 290C, kadar air biji 14% dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan
populasi sangat cepat bila bahan simpanan kadar airnya di atas 15%.
Gambar 14. Kumbang bubuk (Sitophilus zeamais (Motsch) dan Serangan
25
b. Mengendalikan kumbang bubuk
1. Mengendalikan dengan Pengelolaan tanaman dan gudang
Tanaman, serangan selama tanaman di lapangan dapat terjadi jika
tongkol terbuka, sehingga mudah terserang kumbang bubuk. Tanaman yang
kekeringan, dengan pemberian pupuk yang rendah menyebabkan tanaman
mudah terserang busuk tongkol sehingga dapat diinfeksi oleh kumbang
bubuk. Panen yang tepat pada saat jagung mencapai masak fisiologis, Panen
yang tertunda dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan biji di
penyimpanan.
Varietas tanaman yang tahan, penggunaan varietas dengan
kandungan asam fenolat tinggi dan kandungan asam aminonya rendah dapat
menekan kumbang bubuk.
Penggunaan varietas yang mempunyai
penutupan kelobot yang baik
Kebersihan dan pengelolaan gudang, kebanyakan hama gudang
cenderung bersembunyi atau melakukan hibernasi sesudah gudang tersebut
kosong. Taktik yang digunakan termasuk membersihkan semua struktur
gudang dan membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari
area gudang. Selain itu karung-karung bekas yang masih berisi sisa biji
harus dibuang. Semua struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding
yang retak-retak dimana serangga dapat bersembunyi, dan memberi
perlakuan insektisida baik pada dinding maupun plafon gudang.
Persiapan biji jagung yang disimpan, kadar air biji ≤ 12% dapat
menghambat perkembangan kumbang bubuk. Perkembangan populasi
kumbang bubuk akan meningkat pada kadar air 15% atau lebih.
Mengendalikan secara fisik dan mekanis, pada suhu lebih rendah
dari
50C dan
di atas 350C perkembangan serangga akan berhenti.
Penjemuran dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Sortasi
dapat dilakukan dengan memisahkan
biji rusak
yang terinfeksi oleh
serangga dengan biji sehat (utuh).
Mengendalikan kumbang bubuk secara hayati, bahan nabati yang
dapat digunakan yaitu daun Annona sp., Hyptis spricigera, Lantana camara,
daun Ageratum conyzoides, Chromolaena odorata, akar dari Khaya
26
senegelensis, Acorus calamus, bunga dari Pyrethrum sp., Capsicum sp., dan
tepung biji dari Annona sp. dan Melia sp.
Penggunaan agensi patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk
seperti Beauveria bassiana pada konsentrasi 109
ml/kg biji dapat mencapai mortalitas 50%.
konidia/ml takaran 20
Penggunaan parasitoid
Anisopteromalus calandrae (Howard) mampu menekan kumbang bubuk.
Mengendalikan
kumbang
bubuk
secara
kimia
melalui
fumigas,fumigan merupakan senyawa kimia yang dalam suhu dan tekanan
tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama
melalui sistem
pernafasan. Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas kemudian
ditutup rapat dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula dilakukan pada
penyimpanan yang kedap udara seperti penyimpanan dalam silo, dengan
menggunakan kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan
menggunakan jerigen plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut
botol atau jerigen dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil.
Jenis fumigan yang paling banyak digunakan adalah phospine (PH3), dan
Methyl Bromida (CH3Br).
7. Kutu Daun (Aphids maidis)
a. Ciri-ciri Bioekologi Kutu Daun (Aphids maidis)
Kutu daun membentuk koloni yang besar pada daun yang meliputi
betina yang bereproduksi secara partenogenesis (tanpa kawin). Seekor betina
yang tidak bersayap mampu melahirkan rata-rata sebanyak 68.2 ekor nimfa,
sementara betina bersayap 49 nimfa. Lama hidup imago adalah 4-12 hari
Nimfa, stadium nimfa terjadi selama 16 hari pada suhu 15oC,
sembilan hari pada suhu 20oC, dan lima hari pada suhu 30oC. Ketiadaan fase
telur di luar tubuh Aphids maidis betina karena proses inkubasi dan penetasan
terjadi di dalam alat reproduksi betina dan diduga pula bahwa telur tidak
mampu bertahan pada semua kondisi lingkungan. Serangga ini lebih senang
berada pada suhu yang hangat dibandingkan pada suhu yang dingin. Aphids
maidis dalam kelompok yang besar di daun dan batang mengisap cairan daun
dan batang akibatnya daun berwarna tidak normal demikian pula bentuk daun
yang tidak normal yang pada akhirnya tanaman mengering
27
Gambar 15. Kutu daun (Aphids maidis) dan gejala serangan
b. Gejala serangan
Gejala serangan kutu daun dapat menyebabkan fotosintesis terhambat,
sehingga daun berwarna tidak normal (kekuning-kuningan) sehingga
pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan pada akhirnya daun akan
mengering.
c. Mengendalikan kutu daun
1) Mengendalikan secara hayati
Aphelinus maidis dan
Lysiphlebus mirzai (Famili: Braconidae) diketahui
berpotensil sebagai parasit pada hama ini. Coccinella sp. dan Micraspis sp.
dapat dimanfaatkan sebagai predator
2) Mengendalikan dengan Kultur Teknis
Dengan polikultur akan meningkatkan predasi dari predator kutu daun
dibandingkan dengan monokultur jagung.
3) Mengendalikan secara Kimiawi
Umumnya,
kutu
daun
dapat
dengan
mudah
dikendalikan
dengan
menggunakan insektisida kontak atau sistemik. Insektisida granular sering
dipakai untuk mengendalikan hama ini pada tanaman sereal. Beberapa
insektisida seperti malathion lebih disenangi dibanding yang lain karena lebih
sedikit efeknya terhadap populasi musuh alami. Selain itu dimethoate dan
methyl dimeton juga efektif untuk mengendalikan A. maidis pada jagung
28
3.1. Mengenal jenis-jenis dan cara mengendalikan penyakit yang disebabkan
oleh cendawan
1. Penyakit Bulai (Downy midew)

Penyebab penyakit
Penyakit bulai di Indonesia disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora
maydis dan Peronosclerospora
philippinensis yang tersebar luas,
sedangkan Peronoscle-rospora sorghii hanya ditemukan di dataran tinggi
Berastagi Sumatera Utara dan Batu Malang Jawa Timur.

Gejala serangan penyakit
Gejala penyakit ini terjadi pada permukaan daun jagung berwarna putih
sampai kekuningan diikuti dengan garis-garis klorotik, ciri lainnya adalah
pada pagi hari di sisi bawah daun jagung terdapat lapisan beludru putih
yang terdiri dari konidiofor dan konidium cendawan. Penyakit bulai pada
tanaman jagung menyebabkan gejala sistemik yang meluas keseluruh
bagian tanaman dan menimbulkan gejala lokal (setempat). Gejala sistemik
terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh sehingga semua daun
yang dibentuk terinfeksi. Tanaman yang terinfeksi penyakit bulai pada
umur masih muda biasanya tidak membentuk buah, tetapi bila infeksinya
pada tanaman yang lebih tua masih terbentuk buah dan umumnya
pertumbuhannya kerdil.
Berdasarkan tingkatan umur dibedakan 3 tipe gejala
1. Tanaman jagung berumur 2-3 minggu yang terserang penyakit bulai
ditandai dengan bentuk daun meruncing dan kecil. Daun Nampak kaku
dan pertumbuhan batang terhambat. Warna daun menguning atau
kuning kehijauan sampai kuning keputihan. Pada sisi bawah dain
terdapat lapisan spora cendawan yang berwarna putih. Gejala ini
tamptak jelas jika diamati pada pagi hari pukul 07.00
2. Tanaman jagung berumur 3-5 minggu yang terserang penyakit bulai
mengalami gangguan pertumbuhan . pada daun yang sedang membuka
terjadi perubahan warna dimulai dari pangkal daun. Pada tanaman
29
yang mulai berubah menyebabkan tongkol, abnormal, kecil, biji dalam
tongkol sedikit, serta kelobot tidak dapat membungkus tongkol
3. Tanaman jagung dewasa yang terserang penyakit bulai ditandai dengan
garis-garis klorotis kecoklatan dan berbatas tegas pada daun-daun tua.
Tetapi serangan pada daun dewasa kurang berarti bagi tanaman yang
telah berproduksi.
Gambar 16. Tanda-tanda serangan penyakit bulai

Cara Pengendalian
1. Menanam varietas tahan: Sukmaraga, Lagaligo, Srikandi, Lamuru dan
Gumarang
2. Melakukan periode waktu bebas tanaman jagung minimal dua minggu
sampai satu bulan
3. Penanaman jagung secara serempak
4. Penanaman menjelang awal musim hujan sehingga pada waktu banyak
hujan umur tanaman sudah lebih dari 5 minggu.
5. Eradikasi (pencabutan) tanaman yang terinfeksi bulai
6. Penggunaan fungisida yang efektif seperti metalaksil (perlakuan benih)
dengan dosis 0,7 gram per kg benih atau dapat juga menggunakan
Ridomil 35 SD sebanayk 5-7 gram per kg benih jagung,
2. Bercak daun (Southern leaf blight)

Penyebab penyakit
Penyebab penyakit bercak daun disebab oleh
Bipolaris maydis Syn.
yang terdiri dari dua ras yaitu ras O dan ras T
30

Gejala serangan
Penyakit bercak daun pada tanaman jagung dikenal dua tipe menurut ras
patogennya yaitu ras O, bercak berwarna coklat kemerahan dengan ukuran
0,6 x (1,2_1,9) Cm. Ras T bercak berukuran lebih besar yaitu (0,6_1,2) x
(0,6_2,7) Cm, berbentuk kumparan dengan bercak berwarna hijau kuning atau
klorotik kemudian menjadi coklat kemerahan. Kedua ras ini, ras T lebih
virulen dibanding ras O dan pada bibit jagung yang terserang menjadi layu
atau mati dalam waktu 3_4 minggu setelah tanam. Tongkol yang terinfeksi
dini, biji akan rusak dan busuk, bahkan tongkol dapat gugur. Bercak pada ras
T terdapat pada seluruh bagian tanaman (daun, pelepah, batang, tangkai
kelobot, biji dan tongkol). Permukaan biji yang terinfeksi ditutupi miselium
berwarna abu-abu sampai hitam sehingga dapat menurunkan hasil yang cukup
besar. Cendawan ini dalam bentuk miselium dan spora dapat bertahan hidup
dalam sisa tanaman di lapang atau pada biji di penyimpanan. Konidia yang
terbawa angin atau percikan air hujan dapat menimbulkan infeksi pertama
pada tanaman jagung.
Gambar 17. Gejala bercak daun yang disebabkan ras O dan ras T
31
 Cara Pengendalian
1. Menanam varietas tahan : Bima 1, Srikandi Kuning -1, Sukmaraga dan
Palakka
2. Eradikasi (pencabutan) tanaman yang terinfeksi bercak daun
3. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif mancozeb dan carbendazim
3. Penyakit Hawar daun (Northern leaf blight)
 Penyebab penyakit
Penyebab penyakit hawar daun adalah Helminthosporium turcicum
 Gejala serangan
Pada awal infeksi gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian
bercak semakin memanjang
berbentuk
ellips dan berkembang menjadi
nekrotik dan disebut hawar, warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang
hawar 2,5_15 Cm, bercak muncul awal pada daun yang terbawah kemudian
berkembang menuju daun atas. Infeksi berat dapat mengakibatkan tanaman
cepat mati atau mengering dan cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau
klobot. Cendawan ini dapat bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman
pada daun atau pada sisa sisa tanaman di lapang.
Gambar 18. Tanda-tanda tanaman terserang penyakit hawar daun
32
 Cara Pengendalian
1. Menanam varietas tahan Bisma, Pioner2, pioner 14, Semar 2 dan 5
2. Eradikasi tanaman yang terinfeksi bercak daun
3. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan dithiocarbamate
4. Penyakit Karat (Southern rust)

Penyebab Penyakit
Penyakit karat disebabkan oleh cendawan Puccina polysora Underw

Gejala serangan
Penyakit ini menyerang tanaman jagung dewasa. Gejala serangan tampak pada
daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecokelatan seperti karat dan
terdapat serbuk yang berwarna kuning kecokelatan. Serangan berat
menyebabkan
terhambatnya
pertumbuhan
tanaman
dan
gagalnya
pembentukan tongkol dan biji.
Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada
permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah, uredinia menghasilkan
uredospora yang berbentuk bulat atau oval dan berperan penting sebagai
sumber inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung yang lain dan
sebarannya melalui angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah
sampai tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau
musim kemarau.
Gambar 19. Gejala serangan penyakit karat
33

Cara Pengendalian
1. Menanam varietas tahan Lamuru, Sukmaraga, Palakka, Bima 1 dan Semar
10
2. Eradikasi tanaman yang terinfeksi karat daun dan gulma
3. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif benomil
5. Penyakit busuk pelepah (Sheat blight)
 Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit busuk pelepah adalah Rhizoctonia solani
 Gejala serangan
Gejala penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung umumnya terjadi pada
pelepah daun, bercak berwarna agak kemerahan kemudian berubah menjadi
abu-abu, bercak meluas dan seringkali diikuti pembentukan sklerotium
dengan bentuk yang tidak beraturan mula-mula berwarna putih kemudian
berubah menjadi cokelat. Gejala hawar dimulai dari bagian tanaman yang
paling dekat dengan permukaan tanah dan menjalar kebagian atas, pada
varietas yang rentan serangan jamur dapat mencapai pucuk atau tongkol.
Cendawan ini bertahan hidup sebagai miselium dan sklerotium pada biji, di
tanah dan pada sisa-sisa tanaman di lapang. Keadaan tanah yang basah,
lembab dan drainase yang kurang baik akan merangsang pertumbuhan
miselium dan sklerotia, sehingga merupakan sumber inokulum utama.
Gambar 20. Gejala penyakit busuk pelepah
34

Cara Pengendalian
1. Menggunakan varietas/galur yang tahan sampai
agak tahan terhadap
penyakit hawar pelepah misalnya: Semar 2, Rama, Galur GM 27,
2. Diusahakan agar pertanaman tidak terlalu rapat sehingga kelembaban tidak
terlalu tinggi
3. Lahan mempunyai drainase yang baik
4. Mengadakan pergiliran tanaman, tidak menanam jagung terus menerus di
lahan yang sama
5. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif mancozeb dan carbendazim
6. Penyakit Busuk Batang (Stalk Rot)

Penyebab Penyakit
Penyakit
busuk
batang
jagung
dapat
disebabkan
oleh
delapan
spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis,
Gibberella zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium
apanidermatum, Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium.
Cendawan patogen penyebab penyakit busuk batang memproduksi konidia
pada permukaan tanaman inangnya . Konidia dapat disebarkan oleh angin, air
hujan ataupun serangga. Pada waktu tidak ada tanaman, cendawan dapat
bertahan pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dalam fase hifa atau piknidia
dan peritesia yang berisi spora. Pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk
perkembangannya, spora akan keluar dari piknidia atau peritesia. Spora pada
permukaan tanaman jagung akan tumbuh dan menginfeksi melalui akar
ataupun pangkal batang. Infeksi awal dapat melalui luka atau membentuk
sejenis apresoria yang mampu penetrasi ke jaringan tanaman. Spora/konidia
yang terbawa angin dapat menginfeksi ke tongkol, dan biji yang terinfeksi bila
ditanam dapat menyebabkan penyakit busuk batang.

Gejala serangan
Tanaman jagung terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan pathogen
akan tampak layu atau kering seluruh daunnya. Umumnya gejala tersebut
terjadi pada stadia generatif, yaitu setelah fase pembungaan. Pangkal batang
yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan, bagian dalam
busuk, sehingga mudah rebah, pada bagian kulit luarnya tipis. Pada pangkal
35
batang terinfeksi tersebut ada yang memperlihatkan warna merah jambu, merah
kecoklatan atau coklat.
Gambar 21. Gejala penyakit busuk batang

Cara Pengendalian
1. Pengendalian penyakit busuk batang jagung dapat dilakukan
dengan menanam varietas tahan, hasil pengujian 54 varietas/galur
jagung terhadap Fusarium sp. melalui inokulasi tusuk gigi di dapat 17
varietas/galur yang paling tinggi ketahanannya yaitu BISI-1, BISI-4,
BISI-5, Surya, Exp.9572, Exp. 9702, Exp. 9703, CPI-2, FPC 9923,
Pioneer-8, Pioneer-10, Pioneer-12, Pioneer-13, Pioneer-14, Semar-9,
Palakka, dan J1-C3.
2. Pergiliran tanaman, pemupukan berimbang, menghindari pemberian N
tinggi, K rendah, dan drainase yang baik.
3. Pengendalian penyakit busuk batang (Fusarium) secara hayati
dapat dilakukan dengan cendawan antagonis Trichoderma sp.
7.
Penyakit busuk tongkol (Ear rot)
a. Penyakit busuk tongkol Fusarium

Penyebab Penyakit
Penyakit busuk tongkol fusarium disebabkan oleh infeksi cendawan Fusarium
moniliforme

Gejala serangan
Gejala serangan, permukaan biji pada tongkol berwarna merah jambu sampai
coklat, kadang-kadang diikuti oleh pertumbuhan miselium seperti kapas yang
36
berwarna merah jambu. Cendawan berkembang pada sisa tanaman dan di
dalam tanah, cendawan ini dapat terbawa benih, dan penyebarannya dapat
melalui angin atau tanah
b. Busuk tongkol Diplodia

Penyebab penyakit
Penyakit busuk tongkol Diplodia disebabkan oleh infeksi cendawan
Diplodia maydis

Gejala serangan
Kelobot yang terinfeksi pada umumnya berwarna coklat, infeksi pada
kelobot setelah 2 minggu keluarnya rambut jagung, menyebabkan biji
berubah menjadi coklat, kisut dan busuk. Miselium berwarna putih,
piknidia berwarna hitam tersebar pada klobot infeksi dimulai pada dasar
tongkol berkembang ke bongkol kemudian merambat ke permukaan biji
dan menutupi klobot. Cendawan dapat bertahan hidup dalam bentuk spora
dan piknidia yang berdinding tebal pada sisa tanaman di lapang.
c. Busuk tongkol Gibberella

Penyebab penyakit
Penyakit busuk tongkol Gibberella disebabkan oleh infeksi cendawan
Gibberella roseum

Gejala serangan
Tongkol yang terinfeksi dini oleh cendawan dapat menjadi busuk dan
klobotnya saling menempel erat pada tongkol, badan buah berwarna biru
hitam tumbuh di permukaan klobot dan bongkol.
37
Gambar 22. Gejala serangan penyakit busuk tongkol Fusarium Diplodia,
Gibberella (baca dari kiri ke kanan)
 Cara Pengendalian
1. Pemeliharaan tanaman yang sebaik-baiknya, antara lain dengan
pemupukan seimbang
2. Tidak membiarkan tongkol terlalu lama mengering di lapangan, jika
musim hujan bagian batang dibawah tongkol dipatahkan agar ujung
tongkol tidak mengarah keatas
3. Mengadakan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan termasuk
padi-padian, karena patogen ini mempunyai banyak tanaman inang
3.2. Mengenal dan mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh virus
1. Penyakit Mosaik

Penyebab penyakit
Penularan virus dapat terjadi secara mekanis atau melalui serangga Myzus
percicae dan Rhopalopsiphum maydis secara non persisten.

Gejala serangan
Gejala penyakit ini tanaman menjadi kerdil, daun berwarna mosaik atau
hijau dengan diselingi garis-garis kuning, dilihat secara keseluruhan tanaman
tampak berwarna agak kekuningan mirip dengan gejala bulai tetapi apabila
permukaannya daun bagian bawah dan atas dipegang tidak terasa adanya
38
serbuk spora. Tanaman yang terinfeksi virus ini umumnya terjadi penurunan
hasilnya.
Gambar 23. Gejala serangan penyakit mosaic kerdil jagu
 Cara Pengendalian
1.
Mencabut tanaman yang terinfeksi seawal mungkin agar tidak menjadi
sumber infeksi bagi tanaman sekitarnya ataupun pertanaman yang
akan datang
2.
Mengadakan pergiliran tanaman, tidak menanam jagung terus
menerus di lahan yang sama
3.
Penggunaan pestisida apabila di lapangan populasi vektor cukup
tinggi
4.
Penggunakan benih yang berasal dari tanaman yang terinfeksi virus
39
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Panduan Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu Jagung. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sulawesi Selatan.
Effendi S (1985), Becocok Tanam Jagung, CV. Yasaguna Jakarta.
Fadhly, A.F dan Fahdiana ,T. 2007. Pengendalian Gulma pada pertanaman
Jagung dalam Jagung Tehnik Produksi dan Pengembangan.
Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan . Bogor.
Hendriadi, A, dkk. 2007. Tehnologi Mekanisasi Budidaya Jagung dalam Jagung
Tehnik Produksi dan Pengembangan.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan . Bogor.
Nenet Susniahti dan Sumeno H. Bahan Ajar. Ilmu Hama Tumbuhan Universitas
Padjadjaran http://www.google.co.id, Tanggal 25 Maret 2011,. fakultas
pertanian Bandung
Purwono, M.S, Ir dan Hartono Rudi, S.P. 2005. Bertanam Jagung Unggul.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Rukmana R, Budidaya dan Pasca Panen Jagung Manis, CV. Aneka Ilmu
Semarang.
Suryana Achmad, (2008). Sekolah Lapang PengelolaanTanaman Terpadu.
Zubachtirodin, dkk. 2010. Pedoman Umum PTT Jagung. Kementrian Pertanian.
40
Download