Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) TINDAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN IZIN USAHA PERDAGANGAN Oleh : Erikson Sihotang1 Universitas Mahendradata Abstract Oversight role in an organization arises as well as something that is very important what happens if the atmosphere in the organizational life of disorder, which is caused by various factors, both of which come from within the organization itself that is the lack of discipline of the supporting organizations and the non-functioning management control systems in organizations as well as those coming from outside of the organization that is the formulation of the laws are ambiguous which could open up opportunities disorderly atmosphere and so on. This study is a law that is normatif research using primary legal materials, secondary and tertiary studies as an ingredient to see permits can trade and sanctions for violations of the trade license. In this study it was found that the issuance of trade license has been regulated in the Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia No. 46 / M_DAG / PER / 9/2009, and if the applicant’s business license violate the contents of the business license there are sanctions imposed administrative sanctions and criminal sanctions . Abstrak Peranan pengawasan dalam suatu organisasi muncul sebagaimana halnya sesuatu yang sangat penting artinya apa bila dalam kehidupan organisasi terjadi suasana ketidaktertiban, yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang datang dari dalam lingkungan organisasi sendiri yakni lemahnya disiplin dari pendukung organisasi dan belum berfungsinya sistem pengendalian manajemen dalam organisasi maupun yang datang dari luar lingkungan organisasi yakni perumusan ketentuan perundang- 1 Dosen Kopertis Wilayah VIII dpk Fakultas Hukum Universitas Mahendradatta Bali. 103 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) undangan yang bermakna ganda yang dapat membuka peluang suasana tidak tertib dan sebagainya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat normatf dengan mempergunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier sebagai bahan kajiannya untuk melihat prosedur pengurusan izin usaha perdagangan dan sanksi atas pelanggaran izin usaha perdagangan tersebut. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa penerbitan izin usaha perdagangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 46/M_DAG/PER/9/2009, dan apabila pemohon izin usaha melanggara isi izin usaha tersebut maka ada sanksi yang dikenakan berupa sanksi administratif dan sanksi pidana. A. Latar Belakang negara merupakan organisasi kekuasaan yang tidak bisa lepas dari masalah S uatu ketidaktertiban, oleh karena itu dengan sendirinya memerlukan adanya pengawasan. Di Indonesia masalah pengawasan jelas akan menjadi lebih penting dari artinya, mengingat disatu sisi negara Indonesia dalam sistem pemerintahannya menganut paham negara hukum (rechtstaat), dan negara kesejahtraan (welfarestate) yang mendambakan suatu masyarakat yang yang tertib, adil dan makmur.2 Sedangkan disisi lain kegiatan pembangunan nasional yang sedang giat-giatnya dilaksanakan, hal ini jelas akan menghadapi berbagai tantangan dengan permasalahan yang sangat kompleks sifatnya, yang dapat membuka peluang terjadinya ketidaktertiban dalam seluruh bidang kehidupan. Peranan pengawasan dalam suatu organisasi muncul sebagaimana halnya sesuatu yang sangat penting artinya apa bila dalam kehidupan organisasi terjadi suasana ketidaktertiban, yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang datang dari dalam lingkungan organisasi sendiri yakni lemahnya disiplin dari pendukung organisasi dan belum berfungsinya sistem pengendalian manajemen dalam organisasi maupun yang datang dari luar lingkungan organisasi yakni perumusan ketentuan perundang- undangan yang bermakna ganda yang dapat membuka peluang suasana tidak tertib dan sebagainya. Peran aparatur negara tersebut teramat penting, baik yang berjalan sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimilikinya atau sesuai dengan limpahan wewenang yang diberikan kepadanya. Hal tersebut salah satunya yakni obyek perbuatan aparatur tata usaha tersebut dalam lapangan hukum publik, yang sudah tentu memiliki tujuan bagaimana agar terhadap kesejahteraan umum yang telah digariskan dalam prinsip pelayanan umum dapat berjalan sesuai dengan bidangnya. Pemerintah dalam mengeluarkan kebijaksanaannya dibidang ekonomi, salah satunya tertuang dalam ketentuan pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan : perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Dengan ketentuan demikian dapat ditafsirkan bahwa pemerintah melalui aparatur negara baik pusat maupun daerah, juga ikut campur dalam pengurusan segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam pengurusan ini dapat berbentuk beranekaragaman perbuatan aparatur negara. Pada prinsipnya mengarah untuk menunjang berhasilnya pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, serta pertumbuhan ekonomi yang 2 104 Ridwan, HR., Hukum Administrasi Negara, UUI Press, Yogyakarta, 2003, Hlm 65 . Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) tinggi, yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan sekaligus mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan dunia yang secara global dewasa ini, yang ditandai dengan adanya keberhasilan pembangunan disegala bidang khususnya ekonomi dituntut harus dapat menciptakan suasana kehidupan yang sehat dalam persaingan yang ketat kearah kemajuan usaha swasta diberbagai bidang usaha. Untuk itu diperlukan peningkatan kemampuan negara dan masyarakat untuk memperluas tersedianya sarana dan prasarana. Dalam aspek ekonomi tersebut mengakibatkan adanya kebebasan dan semakin menjamurnya minat pihak para swasta untuk berusaha dalam kegiatan-kegiatan perusahan, kecuali dibidang yang menguasai hajat hidup orang banyak dan strategis. Peran pemerintah untuk mengatur yang dimasukkan sebagai program pemerintah, khususnya penyediaan sarana dan prasarana. Salah satunya adalah berupa pengaturan yang berupa pemberian atas izin usaha pedagangan, fungsi dari pemerintah memberikan izin usaha perdagangan bagi para pihak swasta dalam menjalankan usahanya adalah demi kepentingan pihak swasta itu sendiri, yaitu dalam mengembangkan kegiatan usahanya pihak swasta berhak memperoleh pelayanan, pengayoman, dan bantuan yang wajar dari aparatur pemerintah. Hal tersebut dimaksud sebagai suatu langkah kebijaksanaan pemerintah, dalam melaksanakan pemerataan perolehan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan serta untuk memberikan kepastian usaha. Maka kegiatan usaha perdagangan perlu dibina dan tentunya yang terkait dengan ini adalah penertiban dan pendayagunaan kualitas pelayanan birokrasi pada masyarakat luas. Agar sektor perdagangan dapat lebih mendukung pelaksanaan program umum pemerintah baik di pusat maupun di daerah dalam arti dapat menjamin kelancaran arus barang dan jasa baik keperluan ekspor atau impor maupun perdagangan dalam negeri, peranan izin disini sangat penting. Hal tersebut diarahkan pada upaya merangsang kegiatan berusaha yang dituntut memenuhi prosedur dalam pelaksanaannya. Dan dicerminkan pada penanganan birokrasi dan perolehan izin usaha yang cepat, tidak berbelit-belit, tertib dan berdaya guna. Disamping itu sendiri izin sebagai indikator penertiban, pengarahan, pembinaan serta pengawasan kegiatan usaha perdagangan. Tetapi jika kita lihat dalam kenyataannya, walaupun telah ada pelimpahan wewenang yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah kabupaten dan kota untuk dapat menerbitkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) sebagai usaha meningkatkan kelancaran pelaksanaan pemberian izin usaha perdagangan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 46/M_DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), tidak menutup kemungkinan banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pengusaha dalam menjalankan kegiatan usahanya. Peranan aparatur negara tersebut sangat penting, baik yang berjalan sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimilikinya atau sesuai dengan limpahan wewenang yang diberikan kepadanya. Hal tersebut salah satunya merupakan objek perbuatan aparatur tata usaha negara dalam lapangan hukum publik, yang sudah tentu memiliki tujuan bagaimana agar terhadap pencapaian kesejahteraan masyarakat yang telah digariskan dalam prinsip pelayanan umum dapat berjalan sesuai dengan bidangnya.3 3 E. Utrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, et. IV, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, hal. 91. 105 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) Dari pendahuluan yang dikemukakan di atas, adapun permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana mekanisme pemberian surat izin usaha perdagangan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 46/M_DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha (2) Perdagangan (SIUP). Bagaimana tindakan-tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwenang terhadap pelanggar Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Tulisan ini adalah penelitian hukum yang merupakan bentuk penelitian normatif, dimana bahan-bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan sekunder dan bahan hukum tersier. B. Pembahasan 1. Izin Usaha Perdagangan dan Pengawasannya Dikalangan Wiraswasta, izin usaha perdagangan merupakan hal yang mutlak untuk dimiliki. Izin tersebut merupakan syarat bagi para pelaku usaha didalam menjalankan kegiatan usaha perdagangannya, dengan adanya izin para pelaku usaha akan memperoleh kepastian hukum dalam menjalankan usahanya, sehingga tujuan tertentu untuk menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan didalam usaha perdagangannya dapat tercapai. Usaha disini tentunya bersifat suatu kegiatan khusus dalam lapangan perdagangan, yang salah satunya dapat berbentuk perusahaan yaitu setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terusmenerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk memperoleh keuntungan dan atau laba.4 Menurut Abdulkadir Muhammad pengertian perdagangan lebih sempit dari pada pengertian perusahaan. Perdagangan merupakan salah satu kegiatan perusahaan, yaitu kegiatan dalam bidang ekonomi yang berupa membeli barang dan menjualnya lagi atau menyewakannya dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Istilah perdagangan memiliki pengertian, yaitu kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan mengalihkan hak atas barang dan atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi5. Perdagangan meliputi semua perdagangan barang dan jasa, terkecuali kegiatan usaha perdagangan barang dan jasa yang dilakukan secara insidentil dalam pengertian kegiatan usahanya memakan waktu tidak lebih dari tiga bulan, misalnya pasar amal, lelang amal, pasar malam dan yang sejenisnya. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka yang dimaksud dengan Izin Usaha Perdagangan adalah keputusan administrasi negara (pemerintah) yang berisikan pernyataan mengabulkan 4 Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Cet. III, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1995, Hlm. 277. 5 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, Hlm. 150. 106 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) untuk menjalankan atau melakukan kegiatan-kegiatan perdagangan kepada seseorang atau badan hukum yang ditetapkan dalam keputusan yang dimaksud. Pengikatan aktivitas-aktivitas pada sistem izin didasarkan pada keinginan pembuat undangundang untuk mencapai suatu tatanan tertentu agar dapat mengejar berbagai tujuan dengan motif-motif untuk menggunakan sistem izin. Adapun motif-motif izin itu dapat berupa : 1. Keinginan mengarahkan (mengendalikan “Struen”) aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan, izin usaha perdagangan); 2. 3. Mencegah bahaya lingkungan (izin-izin lingkungan); Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin tebang, izin membongkar pada monumen- 4. monumen); Hendaknya membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk); 5. Mengarahkan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas dimana pengurus harus memenuhi syarat-ayarat tertentu.6 Pengikatan aktivitas-aktivitas pada suatu peraturan perizinan tersebut tidak selalu seluruhnya dianggap tercela oleh pembuat undang-undang, namun karena suatu hal dan jika diinginkan ada baiknya ditindak lanjuti dengan dilakukan pengawasan. Salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan rencana sebagai bagian dari proses perencanaan yang menyeluruh adalah pengawasan. Pengawasan ini seperti telah dikemukakan terdahulu dimaksudkan untuk mengusahakan pelaksanaan berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Apabila terdapat penyimpanganpenyimpangan atau persoalan-persoalan dapat diketahui sampai berapa jauh penyimpangan atau masalah tersebut dibanding dengan perkiraan semula. Lebih penting daripada itu ialah mengetahui apa sebabnya. Kemudian perlu diambil langkah-langkah kebijakan korektif. Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi oleh Pertikelir (swasta) dalam menjalankan kegiatan usaha perdagangannya. Sondang P. Siagian berpendapat bahwa pengawasan adalah “Proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.7 Sedangkan di sisi lain Sujamto menyatakan bahwa pengawasan adalah “segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai sasaran dan obyek yang diperiksa”.8 Dari definisi tersebut dapat disimak bahwa pengawasan adalah segala usaha dan kegiatan dengan turun langsung mendatangi lokasi obyek yang diperiksa, sehingga dapat diketahui secara cermat dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai sasaran dan obyek yang diperiksa apakah telah sesuai dengan semestinya atau tidak. Maka dengan demikian, dilakukannya 6 7 8 Ricard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Cet. I, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, Hlm. 324. Sondang P Siagian, Filsafat Administrasi, Cet. XVI, Gunung Agung, Jakarta, 1986, Hlm. 135. Sujamto, Beberapa Pengertian Di Bidang Pengawasan, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, Hlm. 77. 107 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) pengawasan diharapkan penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi dapat ditekan, sehingga kemungkinan timbulnya kerugian yang lebih besar dapat dihilangkan atau setidaktidaknya diperkecil. 2. Mekanisme Pemberian Surat Izin Perdagangan a. Pejabat Yang Berwenang Memberi Izin Usaha Perdagangan Dalam pasal 8 Peratuaran Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M-DAG/ PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dinyatakan bahwa : (1) Menteri memiliki kewenangan pengaturan SIUP. (2) Menteri menyerahkan kewenangan menerbitkan SIUP kepada : a. b. Gubernur DKI Jakarta; Bupati/Walikota di seluruh Indonesia kecuali provinsi DKI Jakarta. (3) Bupati/Walikota melimpahkan kewenangan penerbitan SIUP kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab dibidang perdagangan atau pejabat yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Setempat. (4) Gubernur DKI Jakarta melimpahkan kewenangan penerbitan SIUP kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat. (5) Khusus Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Gubernur DKI Jakarta, Bupati/Walikota melimpahkan kewenangan penerbitan SIUP kepada pejabat yang bertanggungjawab pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas setempat. (6) Khusus daerah terpencil, Bupati/Walikota dapat melimpahkan kewenangan penerbitan SIUP kepada Camat setempat. Sehubungan adanya perubahan susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah. Melihat perkembangan dunia usaha perdagangan yang terus berkembang dan meningkat pesat, sehingga diperlukan adanya perubahan produk hukum yang mengatur tentang perizinan. Produk hukum yang dikeluarkan selanjutnya bersifat mencabut menggantikan produk hukum sebelumnya, adanya pencabutan ini perlu dalam rangka meningkatkan kelancaran pemberian izin yang telah ditetapkan. Selain bersifat mencabut menggantikan produk hukum sebelumnya, ada pula produk hukum dikeluarkan yang hanya bersifat merubah atau menambahkan beberapa ketentuan-ketentuan/pasal-pasal dalam produk hukum sebelumnya yang disesuaikan dengan perkembangan dunia usaha perdagangan. Hal tersebut tentunya juga untuk memberikan kemudahan-kemudahan kepada pemohon izin dengan tidak terlepas dari tujuan kebijaksanaan itu sendiri sebagai sarana Pembina, dalam arti mengarahkan, mengawasi dan menerbitkan kegiatan usaha perdagangan. Oleh karena diperlukan dalam kegiatan usaha perdagangan dan sebagai landasan bagi pelaksanaan usaha perdagangan, maka dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 46/M_DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). 108 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) Pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan, dan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana dan iklim yang menunjang. Usaha Mikro merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara. Oleh karena hal tersebut, Ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/ PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang hanya mewajibkan setiap perusahaan perdagangan memiliki SIUP Kecil, SIUP Menengah dan SIUP Besar kemudian ditambah dengan mencantumkan SIUP Mikro kepada perusahaan perdagangan Mikro yang tertera dalam Ketentuan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 46/M_DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Mengingat perkembangan dunia usaha perdagangan yang terus berkembang dan meningkat pesat, penyempurnaan suatu produk hukum yang mengatur tentang perizinan perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kelancaran pemberian izin yang telah ditetapkan. Seperti halnya penyempurnaan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dengan menyisipkam 1 (satu) pasal diantara pasal 15 dan pasal 16 dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 46/M_DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yaitu Pasal 15 A yang berbunyi : (1) Apabila data, informasi, dan keterangan yang disampaikan dalam: a. b. SP-SIUP baru; SP-SIUP perubahan dan/atau penggantian yang hilang atau rusak; atau c. Laporan pendaftaran Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan; ternyata tidak benar, maka SIUP, SIUP perubahan, dan/atau SIUP pengganti yang telah diterbitkan dan pencatatan pendaftaran Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan yang telah dilakukan dinyatakan batal dan tidak berlaku. (2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Pejabat Penerbit SIUP dengan mengeluarkan Keputusan Pembatalan SIUP, SIUP perubahan dan/atau SIUP pengganti, dan pencatatan pendaftaran Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan. (3) Keputusan Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan Formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A Peraturan Menteri ini. Pasal 16 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/ 9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) juga mengalami 109 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) penyempurnaan atau perubahan terutama mengenai retribusi, ketentuan Pasal 16 tersebut diubah sehingga berbunyi : (1) Setiap Perusahaan Perdagangan yang mengajukan SIUP baru tidak dikenakan retribusi. (2) Retribusi dapat dikenakan kepada Perusahaan Perdagangan pada saat melakukan pendaftaran ulang, perubahan dan/atau penggantian SIUP yang hilang atau rusak. (3) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibebaskan bagi Perusahaan Perdagangan Mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2). (4) Besaran pengenaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan melalui Peraturan Daerah provinsi atau kabupaten/kota setempat dengan tanpa memberatkan pelaku usaha. (5) Pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota harus mencantumkan besaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada papan pengumuman yang ditempatkan di setiap Kantor Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan atau Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu. b. Tata Cara Pengurusan Surat Izin Usaha Dagang Sebelum memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan, pengusaha terlebih dahulu memenuhi persyaratan dengan wajib mengisi formulir Surat Permohonan-Surat Izin Usaha Perdagangan yang disingkat SP-SIUP merupakan formulir yang di isi oleh pengusaha yang memuat data perusahaan untuk memperoleh SIUP Mikro/Kecil/Menengah/Besar. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Peratuaran Menteri Perdagangan Nomor : 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang diatur dalam pasal 11 yaitu : (1) SP-SIUP baru diajukan kepada Pejabat Penerbiat SIUP dengan mengisi formulir SPSIUP sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, dengan melampirkan dokumen persyaratan tercantum dalam Lampiran II peraturan ini. (2) SP-SIUP baru atau perubahan harus ditandatangani oleh Pemilik atau Pengurus Penanggungjawab Perusahaan Perdagangan di atas materai cukup. (3) Pihak ketiga yang mengurus SIUP baru atau perubahan, wajib melampirkan surat kuasa yang bermaterai cukup dan ditandatangani oleh Pemilik atau Pengurus atau Penaggungjawab Perusahaan Perdagangan. Bagi perusahaan yang melakukan perubahan modal dan kekayaan bersih (netto) baik karena peningkatan maupun penurunan yang dibuktikan dengan Akta Perubahan dan Neraca Perusahaan, serta perusahaan wajib menyesuaikan SIUP, sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 Peratuaran Menteri Perdagangan Nomor : 36/M-DAG/ PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang menyebutkan bahwa : 1. Setiap terjadi perubahan data Perusahaan, Pemilik atau Pengurus atau Penaggungjawab Perusahaan Perdagangan wajib mengajukan SP-SIUP perubahan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dengan melampirkan dokumen 2. sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini. Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterima SP-SIUP perubahan dengan dokumen pendukung secara lengkap dan benar, Pejabat Penerbit SIUP menerbitkan SIUP perubahan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan ini. 110 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) Sesuai dengan Lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M-DAG-/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), pemohon yang mengajukan permohonan SIUP baru, permohonan pendaftaran ulang SIUP, permohonan pembukaan kantor cabang / perwakilan perusahaan, permohonan perubahan SIUP dan permohonan penggantian SIUP diwajibkan melampirkan dokumen-dokumen yang merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Permohonan SIUP baru a. Perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) : 1). Fotokopi Akte Notaris Pendirian Perusahaan; 2). Fotokopi Akte Perubahan Perusahaan (apabila ada); 3). Fotokopi Surat Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; 4). Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Penanggungjawab/ Direktur Utama Perusahaan; 5). Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP tentang lokasi usaha perusahaan, dan; 6). Foto Penanggungjawab atau Direktur Utama Perusahaan ukuran 3X4 cm (2 lembar). b. Perusahaan Berbadan Hukum Koperasi : 1). Fotokopi Akte Notaris Pendirian Koperasi yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang; 2). Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Penanggungjawab atau Pengurus Koperasi; 3). Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP tentang lokasi uasaha koperasi, dan; c. 4). Foto Penaggungjawab atau Pengurus Koperasi ukuran 3x4 cm (2 lembar). Perusahaan yang berbentuk CV dan Firma 1). Fotokopi Akta Notaris Pendirian Perusahaan/Akta Notaris yang telah didaftarkan pada Pengadilan Negeri; 2). Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemilik atau Pengurus atau Penaggungjawab Perusahaan; 3). Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP tentang lokasi usaha Perusahaan, dan; 4). Foto Pemilik atau Pengurus atau Penaggungjawab Perusahaan ukuran 3x4 cm d. (2 lembar). Perusahaan yang berbentuk Perorangan : 1). Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemilik atau Penaggungjawab Perusahaan; 2). Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP tentang lokasi usaha Perusahaan; 3). Foto Pemilik atau Penaggungjawab Perusahaan ukuran 3x4 cm (2 lembar). 2. Permohonan Pendaftaran Ulang SIUP 1). SIUP Asli; 2). Neraca Perusahaan (tahun terakhir khusus untuk Perseroan Terbatas); 3). Surat Pernyataan dari Pemohon lokasi usaha Perusahaan. 3. Permohonan Pembukaan Kantor Cabang/Perwakilan Perusahaan 1). Fotokopi SIUP Kantor Pusat Perusahaan yang telah dilegalisir oleh Pejabat Penerbit SIUP; 111 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) 2). Fotokopi dokumen Pembukaan Kantor Cabang/Perwakilan Perusahaan; 3). Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Penunjukan sebagai Penaggungjawab Kantor Cabang/Perwakilan Perusahaan; 4). Surat Pernyataan dari Pemohon tentang lokasi usaha Kantor Cabang/Perwakilan Perusahaan. 4. Permohonan Perubahan SIUP 1). Surat permohonan SIUP; 2). SIUP Asli; 3). Neraca Perusahaan (tahun terakhir khusus untuk Perseroan Terbatas); 4). Data pendukung perubahan; 5). Foto Pemilik atau Penanggungjawab Perusahaan ukuran 3x4 cm (2 lembar); 5. Permohonan Penggantian SIUP a. SIUP yang hilang 1). Surat Permohonan; 2). Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian; 3). Surat Keterangan SIUP yang lama ( apabila ada); 4). Foto Pemilik atau Penaggungjawab Perusahaan ukuran 3x4 cm (2 lembar); b. SIUP yang rusak 1). Surat Permohonan; 2). SIUP Asli; 3). Foto Pemilik atau Penanggungjawab Perusahaan ukuran 3x4 cm (2 lembar). Pengusaha yang membawa SP-SIUP beserta dokumen terlampir akan diterima oleh seorang staf informasi sekaligus dapat memberikan penjelasan tentang Tata Cara Permohonan SIUP. Setelah itu staf informasi akan meneruskan kepada petugas peneliti yang akan memeriksa berkas tersebut dan selanjutnya akan diteruskan kepada Kepala Seksi Usaha Perdagangan dengan disertai nota/catatan yang memuat apakah terdapat pengisian SP-SIUP tersebut ada kesalahan atau dokumen terlampir belum lengkap ataupun sudah lengkap. Kemudian Kepala Seksi Usaha Perdagangan akan mempertimbangkan kalau terdapat kekurangan. Apabila terjadi kesalahan dalam pengisian SP-SIUP dan dokumen terlampir maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya SP-SIUP tersebut, Kepala Seksi Usaha Perdagangan wajib melakukan penundaan pemberian SP-SIUP dengan memberitahukan secara tertulis kepada perusahaan dsertai dengan alasannya. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat penundaan pemberian SIUP, perusahaan wajib melakukan perbaikan dan atau melengkapi persyaratannya. Tetapi apabila perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi persyaratan dengan lengkap dan benar, maka permohonan SIUP tersebut dapat ditolak. Dan bagi perusahaan yang permohonan SIUP-nya ditolak dapat mengajukan kembali permohonan SIUP. Bila tidak ada kesalahan dalam pengisian SP-SIUP dan dokumen terlampir, maka Kepala Seksi Usaha Perdagangan akan meneruskan hasil pengetikan SIUP kepada Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung untuk ditandatangani dan SIUP dapat segera diterbitkan. Jangka waktu penerbitan SIUP paling lambat 3 ( tiga ) hari kerja terhitung sejak diterimanya SP-SIUP dengan ketentuan : 112 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) a. Warna hijau untuk SIUP Mikro; b. c. Warna putih untuk SIUP Kecil; Warna biru untuk SIUP Menengah; d. Warna kuning untuk SIUP Besar. ( Ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 46/M- DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER /9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). 3. Pengawasan Izin Usaha Perdagangan Pergeseran paradigma pemerintahan di Indonesia pasca berakhirnya resim orde baru, tugastugas pemerintahan yang menyangkut pelayanan publik diharapkan semakin baik dan prima. Tugas dan tanggung jawab aparat birokrasi pun tentunya dituntut adanya peningkatan kemampuan. Kemampuan tersebut menyangkut kemampuan manajerial, kemampuan teknis, efektivitas dalam mekanisme perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan dari keseluruhan penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan pembangunan. Dalam konteks tersebut diatas tanpa mengabaikan kemampuan-kemampuan lainnya fungsi pengawasan menempati posisi yang sangat penting yaitu dengan pengawasan yang ketat dapat menjamin bahwa pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil yang diinginkan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan dan direncanakan. Menurut ketentuan yang ada, surat izin usaha perdagangan (SIUP) berlaku selama perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan usaha perdagangan. Jadi masa berlaku SIUP ini merupakan salah satu kemudahan yang diberikan, dalam rangka mendorong peningkatan peran perusahaan dalam dunia usaha swasta. Di lain pihak berakibat diperlukannya kontrol dari aparat yang membidangi izin, agar ketentuan-ketentuan di bidang izin dapat berjalan efektif. Sekaligus sebagai kontrol agar dapat diketahui atau ditemukan perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan tanpa memiliki SIUP. Dalam pelaksanaan pengawasan sebagai kontrol dari aparat yang membidangi izin dapat dilakukan dengan pengawasan tidak langsung, yaitu berupa pemeriksaan yang dilakukan tanpa langsung turun ke lapangan. Dan juga pengawasan langsung, yaitu berupa pengawasan yang dilakukan dengan turun langsung ke lapangan pada lokasi perusahaan. Pengawasan tidak langsung yang dilakukan sebagai kontrol, biasanya dapat berwujud tindakan dari aparat yang membidangi izin dengan cara antara lain dengan menganalisa dan meneliti segala dokumen yang menyangkut tentang perusahaan. Dokumen yang diteliti tersebut dapat berupa : 1. 2. Laporan pelaksanaan kegiatan, baik yang secara berkala maupun laporan yang insidentil. Laporan pemeriksaan dari perangkat pengawasan lain. 3. 4. Berita media masa. Surat pengaduan masyarakat.9 Selain dokumen-dokumen tersebut, penelitian dapat dilakukan aparat yang membidangi izin usaha berdasarkan laporan atau keterangan lisan atau tertulis dari masyarakat mengenai kegiatan usaha perdagangan. Misalnya laporan dari masyarakat terhadap suatu perusahaan yang dalam SIUP-nya tercantum kegiatan usaha perdagangan yang dilakukannya adalah perdagangan barang 9 Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, 1994, Hlm. 77. 113 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) berupa mobil, tetapi dalam praktenya tidak sesuai dengan ketentuan izin usaha perdagangan, tindakan yang diambil aparat yang membidangi izin selaku pengawas adalah tindakan yang berupa sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika terjadi pelanggaran terhadap SIUP seperti contoh di atas, maka sebelumnya perlu dilakukan pengecekan ke lokasi perusahaan yang bersangkutan. Jika masih dimungkinkan agar perusahaan dapat menyempurnakan SIUP-nya, atau mengajukan SIUP yang baru sesuai dengan usaha yang dibidanginya sekarang. Tetapi apabila ternyata juga tidak diindahkan, maka sesuai dengan Pasal 21 ayat 1 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan menyebutkan bahwa Pemilik atau Pengurus Perusahaan atau Penanggungjawab Perusahaan Perdagangan yang telah memiliki SIUP, yang tidak menghiraukan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (1) huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian sementara SIUP paling lama 3 (tiga) bulan. Di lain pihak pengawasan SIUP dapat juga dilaksanakan dengan pengawasan langsung, yang dilakukan oleh aparat dengan memeriksa langsung ke lokasi terutama di lokasi kegiatan usaha dengan tujuan untuk mengetahui apakah perusahaan perdagangan yang telah memiliki SIUP tersebut, memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan izin yang dimilikinya atau tidak. Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemilik SIUP antara lain menyangkut tentang : 1. Keharusan menempatkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) pada tempat kedudukan 2. perusahaan yang mudah diketahui masyarakat. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) hanya berlaku untuk kegiatan perdagangan sesuai dengan bidang usaha (jenis barang atau jasa) yang tercantum dalam Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). 3. Kewajiban mengajukan permintaan perubahan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dengan mengisi formulir SP-SIUP Mikro/Kecil/Menengah/Besar untuk mengganti SIUP-nya agar menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, untuk setiap perubahan dalam perusahaan yang meliputi perubahan nama perusahaan, alamat kantor, nama pemilik/penanggungjawab, alamat pemilik/ penanggungjawab, NPWP, modal dan kekayaan bersih (netto), kelembagaan, bidang usaha, jenis barang/jasa dagangan utama. 4. Kewajiban melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas yang berwenang menerbitkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Walaupun telah dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SIUP yang telah diperoleh oleh pengusaha, bilamana terdapat pelanggaran yang terjadi, akan tetapi tidak diatur di dalam ketentuan izin khususnya mengenai sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggaran tersebut, maka pengawasan yang dilaksanakan tidak akan berarti. Hal ini penting, oleh karena untuk mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan akan selalu tergantung dari efektifitas pengawasan tersebut. Dengan demikian sanksi akan selalu ada dalam setiap peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah yang mengatur mengenai kepentingan negara dengan warganya sebagai akibat setiap pelanggaran terhadap peraturan yang ada, akan dikenakan sanksi yang berupa hukuman bagi reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukannya.10 10 114 Ismail Saleh, Hukum dan Ekonomi, Gramedia, Jakarta, 1990, Hlm. 40. Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) Demikian pula terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan di bidang izin usaha perdagangan, dapat juga dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan Bab VII Pasal 20 sampai dengan Pasal 23, menyatakan bahwa sanksi-sanksi Administratif yang dapat dikenakan terhadap pelanggar ketentuan izin SIUP antara lain: 1. Peringatan tertulis oleh Pejabat penerbit SIUP Sanksi administratif berupa peringatan tertulis oleh Pejabat penerbit SIUP diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan pelanggaran SIUP berupa : perusahaan tidak melakukan pendaftaran ulang setiap 5 (lima) tahun di tempat penerbitan SIUP, pemilik SIUP yang akan membuka Kantor Cabang atau Perwakilan Perusahaan tidak melapor secara tertulis kepada Pejabat penerbit SIUP, Perusahaan tidak mengajukan SP-SIUP perubahan data perusahaan kepada Pejabat penerbit SIUP, perusahaan tidak melaporkan mengenai pelaksanaan kegiatan usahanya, dan pemilik SIUP yang kegiatan usahanya selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak melakukan kegiatan atau menutup usahanya tidak melaporkan secara tertulis kepada Pejabat penerbit SIUP. Peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat 2. peringatan dikeluarkan oleh Pejabat Penerbit SIUP. Pemberhentian sementara SIUP Pemberhentian sementara SIUP diberikan kepada pemilik atau penanggungjawab SIUP yang tidak menghiraukan surat peringatan tertulis yang dikeluarkan oleh Pejabat Penerbit 3. SIUP. Sanksi pemberhentian SIUP sementara ini paling lama yaitu 3 (tiga) bulan. Pencabutan SIUP Pelanggaran ketentuan izin usaha perdagangan juga dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan SIUP. Adapun maksud sanksi pencabutan SIUP adalah merupakan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggar ketentuan-ketentuan izin usaha perdagangan maupun perbuatan lain yang berkaitan dengan kegiatan usahanya yang melanggar ketentuan pasal 3 dan pasal 21 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 46/M_DAG/PER/9/ 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Sehingga terhadap pelanggaran ini SIUP perusahaan yang bersangkutan dapat dicabut. Akibatnya perusahaan yang bersangkutan tidak diperkenankan lagi melakukan kegiatan perdagangan. Tindak pidana yang berhubungan dengan surat izin usaha perdagangan (SIUP) adalah tindak pidana pelanggaran. Terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan izin usaha perdagangan tersebut tidak saja dapat dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian SIUP sementara, dan pencabutan SIUP, akan tetapi dapat juga dikenakan sanksi pidana terhadap pengusaha berupa hukuman atau pidana denda. Oleh sebab dilanggarnya ketentuan izin seperti : belum mendaftarkan perusahaannya, tidak melaporkan pembukaan kantor cabang/perwakilan, dan SIUP digunakan untuk melakukan kegiatan perdagangan berjangka komoditi. Dengan memperhatikan penjelasan diatas, maka terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran SIUP masih diberikan kesempatan untuk menyempurnakan SIUP-nya dan diberikan bimbingan, pengarahan, ataupun peringatan yang pada akhirnya pengusaha yang bersangkutan mau mematuhi peringatan tersebut. 115 Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015) C. Penutup penutup dala tulisan ini dapat dikemukakan kesimpulan sesuai dengan permasalahan S ebagai yang akan dibahas, yaitu : 1. Mekanisme pemberian surat izin usaha perdagangan (SIUP) di Kabupaten Badung sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-DAG/PER/9/ 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Uasaha Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 46/M_DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 36/M_DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dalam ketentuan tersebut pemohon mengajukan Surat Permohonan surat izin usaha perdagangan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang merupakan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Bupati cq. Dinas Koperasi, UKM, 2. Perindustrian dan Perdagangan. Tindakan-tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwenang terhadap pelanggaran surat izin usaha perdagangan (SIUP) adalah berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa peringatan tertulis dari pejabat penerbit SIUP, pemberhentian sementara SIUP, dan pencabutan SIUP. Sanksi pidana terhadap pelanggar ketentuan izin SIUP yaitu berupa pidana kurungan atau denda. DAFTAR BACAAN Badrulzaman, Mariam Darus, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Bandung. H.R., Ridwan, 2003, Hukum Administrasi Negara, UUI Press, Yogyakarta. Muhammad, Abdulkadir., 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, Hlm. 150. ————————. 1995, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Cet. III, Citra Aditya Bhakti, Bandung. Saleh, Ismail., 1990,, Hukum dan Ekonomi, Gramedia, Jakarta. Siagian, Sondang P., 1986, Filsafat Administrasi, Cet. XVI, Gunung Agung, Jakarta. Simatupang, Ricard Burton., 1996, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Cet. I, Rineka Cipta, Jakarta. Sujamto, 1983, Beberapa Pengertian Di Bidang Pengawasan, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta. Utrecht, E., 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, et. IV, Pustaka Tinta Mas, Surabaya. Dr. Erikson Sihotang, S.H.,M.Hum, Lektor Kepala, Dosen Kopertis Wilayah VIII dpk Universitas Mahendradatta Bali, Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1992., Magister Humaniora Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1998., Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2014. Email : [email protected] Hp. 08123967639. 116