Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung Nur Rokhim POPULARITAS KESENIAN JARANAN SENTHEREWE DI KABUPATEN TULUNGAGUNG Nur Rokhim Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Jalan Ki Hajar Dewantara No. 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 Abstract Jaranan Sentherewe is a folk art from the Tulungagung regency which continues to exist and thrive to the present day. This art form was created in the 1980s to replace the arts of jaranan Jawa and jaranan Pegon which had existed since 1949. Originally Jaranan Sentherewe was danced by ludruk artists and as such, the movements were taken from the vocabulary of remo movements from East Java. The presence of Jaranan Sentherewe provided a new spirit for the Tulungagung community, as seen in their enthusiasm and the form of dynamic movements used. Its popularity has increased with the new developments in technology that have accompanied it. As a form of folk art, Jaranan Sentherewe cannot escape its function as a form of entertainment, catering to the taste of the community which is increasingly inclined towards the pop culture. Several innovations have been made to ensure that Jaranan Sentherewe continues to exist and its performances are still enjoyed by audiences. Performances aim to satisfy audiences by means of active interaction. The proof of such interaction can be seen when the dancers experience what is known as ndadi. Some member of the audience also experience ndadi when listening to the monotonous jaranan music. This ndadi scene is awaited eagerly by the audience who are keen to witness the dancers’ movements when they experience a state of ndadi. In this way, the art of Jaranan Sentherewe cannot be separated from its supporting community, in terms of its existence and also its form of performance which is always integrated with the audience. Keywords: Popularity, Art, Jaranan, Sentherewe PENDAHULUAN Jaranan Sentherewe adalah kesenian rakyat, dalam penampilan tarinya menggunakan properti berupa kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu (kuda kepang). Tari Jaranan Sentherewe menggambarkan prajurit berkuda yang sedang berlatih perang (gladhen) untuk menguji ketangkasan. Setelah prajurit dianggap mahir maka diuji untuk berburu binatang. Binatang dalam pertunjukan Jaranan Sentherewe berwujud Celengan yang 238 menggambarkan Babi hutan yang dan Barongan yang menggambarkan Ular naga. Jaranan Sentherewe merupakan kesenian rakyat yang dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk tari kuda. Menurut Th. Piegued, tari kuda adalah sebuah pertunjukan rakyat yang dalam penampilannya mengepit anyaman dari bambu, yang dibentuk seperti kuda, dengan gerak tari meniru gerak kuda (1991:347). Kesenian ini masih kuat aroma mistisnya, hal tersebut dapat dilihat dari sajian pertunjukan Volume 12 No. 2 Desember 2013 yang diawali dengan mantra-mantra, memakai sarana sesaji (sajen) dan pada puncak sajian disertai dengan adegan trance (ndadi). Kepercayaan animisme dan dinamisme turut mewarnai kesenian Jaranan Sentherewe. Properti yang digunakan, seperti jaran kepang, celengan,barongan, dan salah satu alat musik (kendang)dimasuki kekuatan gaib (sotren) yang diperoleh dari makam leluhur (danyang)menandakan adanya kepercayaan dinamisme. Roh leluhur yang bersemayam dalam properti dan alat musik dipercayai sebagai pelindung dan kekuatan kesenian Jaranan Sentherewe. Kesenian Jaranan lahir dan berkembang di Tulungagung sebagai pencerminan sikap tingkah laku masyarakat pendukungnya. Kesenian ini mulai dibentuk dekitar tahun 1950-an dan mulai popular pada tahun 1960-an. Sebelum lahir Jaranan Sentherewe, di Tulungagung sudah ada dua jenis kesenian Jaranan, yaitu Jaranan Pegon dan Jaranan Jawa. Masing-masing mempunyai ciri khas yang berbeda, baik dari gerak, kostum dan bentuk iringan. Pada awalnya kesenian Jaranan yang berkembang di Tulungagung adalah Jaranan Jawa pada tahun 1949, kemudian disusul Jaranan Pegon. Seiring dengan perkembangan jaman kedua kesenian Jaranan ini mulai surut popularitasnya sekitar akhir tahun 1970-an, saat itu masyarakat mulai berkurang antusiasnya.Kemudian pada tahun 1980 mulai dibentuk kesenian Jaranan baru yaitu JarananSentherewe. Popularitas Jaranan Sentherewe mulai tersebar, sehingga hampir secara serempak group-group kesenian Jaranan membuat format Jaranan Sentherewe. Jaranan Sentherewe Istilah Sentherewe diambil dari jenis tumbuhan yang banyak tumbuh di wilayah Tulungagung. “senthe” adalah tumbuhan sejenis talas apabila dimakan akan menimbulkan rasa gatal dan “rawe” adalah tumbuhan liar apabila daunnya mengenai kulit manusia akan menimbulkan rasa gatal. Berdasarkan sifat gerak tari yang lincah dan dinamis, maka mereka sepakat untuk memberi nama Jaranan Sentherewe seperti tingkah laku orang yang makan senthe dan terkena daun rawe. Pada awalnya JarananSentherewe ditarikan oleh para seniman ludruk, sehingga geraknya diambil dari vokabuler gerak remo Jawa Timur. Kostum dan kendanganya juga mirip tari remo, bedanya terletak pada properti yang digunakan yaitu jaran kepang dan pecut (cemeti). Perkembangan selanjutnya, gerak tari Jaranan Sentherewe dipengaruhi oleh ragam gerak tari Jaranan Pegon dan Jaranan Jawa. Banyak kelompok Jaranan Pegon dan Jaranan jawa beralih membentuk Jaranan Sentherewe. Sehingga dapat dikatakan bahwa gerak Jaranan Sentherewe merupakan perpaduan antara gerak tari Remo, tari Jaranan Pegon, dan Jaranan Jawa. Gerak Jaranan Sentherewe terlihat lebih dinamis menyerupai gerak kuda atau orang mengendarai kuda. Kostum dan iringan juga sudah mengalami perubahan disesuaikan dengan perkembangan jaman dan menurut selera group kesenian, namun masih menunjukan ciri khas Jaranan Setherewe. Jaranan Sentherewe memiliki penggemar paling banyak jika dibanding dengan kesenian lain.Hal ini menjadi rangsangan bagi seniman pedesaan untuk Volume 12 No. 2 Desember 2013 239 Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung membuat pertunjukan Jaranan Sentherewe, sehingga muncul kelompok-kelompok baru yang menambah jumlah kesenian Jaranan Sentherewe di setiap desa. Bahkan group Jaranan lama, seperti Jaranan Pegon beralih ke bentuk Jaranan Sentherewe. Perubahan ini menunjukkan kesadaran masyarakat arti pentingnya sebuah pelestarian kesenian rakyat yang besifat dinamis. Perkembangan Jaranan Sentherewe tidak hanya di wilayah Tulungagung saja, tetapi tersebar di daerah Trenggalek, Kediri, dan Blitar, namun perkembangannya tidak sepopuler di kabupaten Tulungagung. Popularitas Jaranan Sentherewe di dukung oleh beberapa faktor, diantaranya: Jaranan Sentherewe bersifat terbuka, menerima pengaruh dari luar dalam arti positif sebagai sarana pengembangan kesenian. Misalnya masuknya unsur musik dangdut, campursari, fragmen kethoprak, dan ludruk yang sebenarnya tidak terdapat pada kesenian jaranan sebelumnya. Setiap anggota kelompok memiliki kebebasan untuk mengembangkan kreativitasnya demi kebaikan perjunjukan. Jaranan Sentherewe bersifat luwes, dapat dipentaskan dimana saja, baik arena terbuka maupun diatas panggung. Waktu dan lama pertunjukan dapat disesuaikan menurut permintaan, baik malam hari maupun siang hari. Jaranan Sentherewe bersifat dinamis, geraknya padat, gagah, lincah, dan berirama. Pengolahan gerak dan adegan yang beragam, seperti adegan ndadi, adegan Barongan, adegan Celengan, adegan Jaranan Sendiri membuat penonton tidak bosan untuk melihatnya. Penari yang terdiri dari kaum muda juga menjadi alasan eksistensi kesenian ini. Tuntutan luwes dan dinamis rupanya sangat tepat apabila peraga tari dilakukan oleh para 240 Nur Rokhim remaja. Hal tersebut akan mempengaruhi gairah dan antusias masyarakat untuk menyaksikan pertunjukan Jaranan Sentherewe. Fungsi Jaranan Sentherewe Seperti kesenian rakyat pada umumnya Jaranan Sentherewe berfungsi sebagai hiburan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari bentuk sajiannya yang mengedepankan hiburan untuk mencari kepuasan. Menurut Soedarsono fungsi tari rakyat dibagi menjadi tiga, tari rakyat sebagai saranan upacara, tari rakyat sebagai saranan pergaulan, dan tari rakyat sebagai sarana hiburan (1976:96). Jaranan Sentherewe juga berfungsi sebagai pergaulan, namun tata caranya berbeda dengan tari pergaulan yang ditarikan oleh muda-mudi secara berpasangan. Pergaulan disini adalah sebuah ajang silaturahmi pertemuan antar warga masyarakat dan seniman untuk menjalin dan memperkokoh tali persaudaraan. Istilah pemuda di desa selain menonton pertunjukan juga bertujuan bertemu dengan penonton lainya. Perkembangan jaman telah mewarnai pola kehidupan masyarakat yang dipaksa untuk menyesuaikan gelombang globalisasi yang menyebar dimana-mana. Menurut Abdullah, arus globalisasi sekarang ini telah memasuki sudut-sudut dan pelosok-pelosok desa di seluruh dunia. Hampir semua produk yang berbau global dapat dinikmati oleh masyarakat. Informasi dan komunikasi yang dibalut atas kemajuan teknologi telah memasuki seluruh wilayah di berbagai pelosok dunia.Tampak, masyarakat diseluruh dunia ikut berpartisipasi menyesuaikan dengan arus budaya yang dibawa oleh globalisasi. Bukan globalisasi Volume 12 No. 2 Desember 2013 yang menyesuaikan dengan pola masyarakat setempat (1995:1). Fungsi Jaranan Sentherewe sebagai hiburan akan semakin nampak ketika terhimpit oleh kepentingan yang semakin komplek ditengah-tengah budaya global. Selera masyarakat telah dipengarui oleh budaya pop, sehingga ekistensi Jaranan Sentherewe ditentukan oleh pemenuhan kebutuhan selera masyarakat untuk mencapai kepuasan. Apabila kesenian Jaranan Sentherewe tidak dapat memenuhi maka siap-siap saja ditinggalkan masyarakat pendukungnya. Dalam rangka menarik minat penonton, Jaranan Sentherewe berusaha menambah sajian didalam pertunjukannya. Berbagai sajian, seperti tari kreasi baru, lawak (dagelan), adegan kethoprak, dan campursari ikut mewarnai pertunjukan tari Jaranan Sentherewe.Tari kreasi baru ditampilkan ditengah-tengah pertunjukan Jaranan, seperti tari Sripanganti, tari Abyor, dan tari Soyong. Penari diambil dari luar kelompok jaranan sebagai bintang tamu yang harus menyesuaikan pertunjukan tari Jaranan. Lawak biasanya dilakukan oleh salah satu personil dari kelompok atau mengundang dari luar kelompok (petilan) dari pelawak Kethoprak atau Ludruk. Unsur-unsur campursari masuk dalam pertunjukan Jaranan dalam bentuk tembang, terutama tembang-tembang yang populer, seperti Caping Gunung, Mendem Wedokan, Stasiun Balapan dan lain-lain. Adegan kethoprak dipilih cerita-cerita yang digemari masyarakat dan bersifat humor, seperti Suminten Edan dan Joko Kendil. Masuknya jenis sajian baru tersebut bertujuan untuk menghibur masyarakat dan tetap melestarikan seni Jaranan Sentherewe. Ketika kethoprak dan lawak popularitasnya sudah mulai menurun, maka seni Jaranan harus mencari alternatif baru untuk menarik minat penonton. Perkembangan berikutnya dipengaruhi oleh perkembangan teknologi berupa media elektronik, seperti TV, Video, VCD, dan DVD. Maraknya produk hiburan yang dikemas dalam bentuk VCD yang dijual dimanamana dengan harga murah berpengaruh besar terhadap perkembangan Jaranan Sentherewe. Pengaruh ini merambah ke bentuk sajian musiknya, tidak hanya gong, kenong, bende, kendang, dan slompret saja, namun ditambah drum, keyboard, gitar, dan ketipung dangdut. Demikian juga dengan lagu-lagu yang dibawakan tidak hanya campursari, lagu dangdut juga mewarnai pertunjukan Jaranan. Pertunjukan Jaranan Sentherewe pada awalnya dilakukan di arena terbuka (halaman dan lapangan), sekarang sering dilakukan diatas panggung. Hal ini dipengaruhi oleh konsep panggung seperti pertunjukan konser musik dangdut yang mereka lihat di TV dan VCD.Banyak permintaan masyarakat untuk menggelar pertunjukan tari Jaranan Sentherewe diatas panggung bersamaan dengan konser musik dangdut. Satu sisi masyarakat dapat menonton Jaranan, disisi lain masyarakat dapat menikmati alunan musik dangdut. Model tersebut sekarang banyak berkembang di masyarakat Tulungagung. Misalnya group Jaranan Sentherewe Safitri Putro, mereka memberi nama hasil inovasinya “Seni Jaranan Dangdut Kreasi”, perpaduan antara kesenian Jaranan dan irama dangdut. Instrumen perpaduan antara instrumen Jaranan dan instrumen dangdut. Lagu-lagu yang dibawakan merupakan tembang hit saat itu, baik tembang dangdut Volume 12 No. 2 Desember 2013 241 Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung maupun campursari. Gerak tari Jaranan dengan sendirinya mengalami perubahan disesuaikan dengan musik yang mengiringinya, ketika musik dangdut mereka berjoget ala dangdut, apabila musik berganti iringan Jaranan mereka kembali menari Jaranan. Maraknya dunia industri di bidang hiburan, berdampak kepada pertunjukan Jaranan Sentherewe. Kesenian rakyat yang semula dipentaskan di halaman, menyatu dengan masyarakat kini sudah mulai berpindah ke dapur rekaman. Memproduksi hasil rekaman sebanyak-banyaknya menjadi sebuah keniscayaan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Kini Jaranan Sentherewe tidak hanya dinikmati oleh masyarakat pedesaan, tetapi sudah dapat dinikmati oleh masyarakat luas melalui VCD yang mereka beli dipinggir jalan dengan harga yang murah. Kesenian Jaranan Sentherewe merupakan warisan leluhur yang memiliki makna sosial yang penting bagi kehidupan masyarakat. Makna tersebut menjadi berkurang secara pelan-pelan, karena masyarakat sudah tidak lagi berkumpul melihat keseniannya, mereka cukup membeli VCD dan dilihat dirumah secara bebas. Melihat kondisi yang demikian selayaknya kita berusaha mengembalikan Jaranan Sentherewe pada keadaan semula, tanpa mengurangi fungsi sosial sebagai satu kesatuan antara masyarakat dan keseniannya. Adegan Ndadi pada Jaranan Sentherewe Jaranan Sentherewe dapat dikategorikan sebagai tari kuda kepang, merupakan kesenian rakyat peninggalan masyarakat jaman primitif. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa ciri yang 242 Nur Rokhim berkaitan dengan tingkah laku orang-orang primitif, yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya kepada kekuatan roh (ghaib) yang bersemayam di pohon, di sungai, di gunung, dan kekuatan benda-benda tertentu. Unsur ghaib dalam pertunjukan Jaranan Sentherewe dapat dilihat pada saat penari mengalami ndadi atau trance. Kejadian ini tidak hanya dialami oleh penari saja, namun juga dapat terjadi pada pengrawit dan penonton. Adegan ndadi disediakan waktu tersendiri, biasanya menjelang akhir tarian yang ditandai dengan suara musik cenderung memuncak.Tingkat konsentrasi panari satu dengan yang lain tidak sama, ada penari yang tingkat kesadarannya mudah terangsang oleh alunan musik Jaranan Sentherewe sehingga sebelum waktu adegan ndadi dia sudah ndadi terlebih dahulu. Penari seperti ini biasanya memiliki bakat ndadi,menurut Djelantik trance dapat dicapai dengan kekuatan sendiri dari dalam melalui konsentrasi, meditasi, yoga. Seringkali bisa juga terjadi secara spontan, seperti dalamkesenian dimana sang seniman bisa terbawa oleh keseniannya sendiri: lagu yang dinyanyikan, drama atau tarian yang dilakukan, dimana ia sangat terpengaruh oleh peranan yang ia mainkan sendiri (1999:108). Adegan ndadi dalam Jaranan Sentherewe merupakan bagian pertunjukan yang ditunggu para penonton, selain menakutkan kadang ada bagian yang lucu dalam adegan ini. Ketika penari mengalami ndadi, mereka memiliki kekuatan yang luar biasa dan nampak beringas seperti tak terkendali. Dalam keadaan seperti ini biasanya mereka melakukan hal-hal yang aneh, seperti makan pecahan kaca, makan bunga, makan ayam Volume 12 No. 2 Desember 2013 hidup, memanjat pohon secara cepat, dan meloncat sangat tinggi yang tidak dapat dilakukan dengan kesadaran. Menurut orang yang pernah mengalami ndadi, tanda-tanda orang akan ndadiadalah bulu kuduk terasa merinding dan tubuh terasa gemetar seperti orang yang akan kerasukan ghaib, kemudian kesadaran hilang. Walaupun kehilangan kesadaran mereka masih dapat melihat dan mendengar namun tidak dapat berbicara, hanya suara teriakan saja yang mereka lakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Piequed, kalau seorang pemain menjadi kesurupan (ndadi), ia merasa pusing di kepalanya (mumet pet-petan), selama beberapa saat. Semua tampak gelap sehingga tak dapat melihat apapun, tetapi pendengarannya hanya berkurang sedikit saja. Setelah itu ia tidak dapat merasakan apa-apa, kesadarannya telah hilang. Setelah kesadarannya hilang, maka indera penglihatan dan pendengarannya kembali lagi, akan tetapi tidak dapat berbicara (1991:365). Kondisi ndadi dapat dicapai melaluipengaruh mantra juru gambuh dengan menggunakan kekuatan batin untuk membawa manusia kedalam kondisi bawah sadar dan dari pengaruh suara gamelan yang cenderung monoton. Rangsangan ndadi, selain dari dalam diri penari sendiri juga dapat dipengaruhi oleh hal yang berasal dari luar, yaitu beberapa properti yang diberi kukuatan ghaib, seperti Barongan, Celengan, Jaran Kepang, bahkan alat musik, seperti Kendang dan Gong.Dari kekuatan ghaib yang bersemayam didalam properti tersebut kemudian ditransfer ke tubuh penari sehingga dapat mempengarui kondisi penari menjadi ndadi. Ndadi yang dipengaruhi mantra juru gambuh terjadi pada saat pertunjukan berlangsung atau sebelum pentujukan dimulai. Awalnya juru gambuh membakar dupa mengundang ghaib untuk bersedia bersemayam dalam tubuh penari. Biasanya ghaib yang diundang adalah danyang yang ada di desa setempat. Apabila ghaib sudah bersedia maka tinggal menunggu komando juru gambuh kapan gaib harus masuk ke dalam tubuh penari dan kapan harus keluar dari dalam tubuh penari. Sebagai imbalan dari kerjasama antara ghaib dan juru gambuh adalah berupa sesaji yang dipersembahkan sebelum pertunjukan dimulai. Juru gambuh atau penimbul bertugas untuk menyadarkan penari dari ndadi dan menjaga keamanan pertunjukan dari pengaruh ghaib yang sengaja dikirim oleh seseorang yang bertujuan untuk merusak jalannya pertunjukan. Setiap Group Jaranan selalu memiliki juru gambuh yang diposisikan sebagai sesepuh dalam kelompok. Pengaruh ndadi juga dapat disebabkan oleh musik pengiring yang bersifat monoton, atau suara keras yang memancing emosi kesadaran penari. Rasa kegembiraan yang luar biasa yang disebabkan oleh suara musik Jaranan akan mempengarui penari bahkan penonton menuju kepada titik tingkat kesadaran yang menyebabkan seseorang mengalami ndadi. Sebaliknya iringan yang sedikit kacau akan memancing emosi penari untuk menuju ke kondisi ndadi. Iringan memiliki pengaruh besar untuk mengantarkan ke kondisi ndadi. Mantra yang dibaca oleh juru gambuh terkadang tidak berhasil menembus tubuh penari ketika tidak ada musik jaranan yang mengiringinya. Demikian juga penonton yang tidak dimanterai oleh juru gambuh akan ikut ndadi dengan mendengarkan bunyi musik jaranan. Volume 12 No. 2 Desember 2013 243 Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung Properti dan alat musik dalam tari jaranan juga dapat mengantarkan penari kepada kondisi ndadi. Dalam kesenian Jaranan Sentherewe properti dan alat musik merupakan perangkat yang penting untuk menghidupkan pertunjukan. Supaya memiliki kekuatan yang luar biasa properti dan alat musik seperti Barongan, Celengan, Jaran Kepang, Gong dan Kendang diisi kekuatan ghaib. Cara ini biasa disebut nyotrekke, yaitu membawa properti dan alat musik ke tempat keramat yang diyakini sebagai tempat tinggal roh halus (ghaib). Proses memasukkan unsur ghaib kedalam properti dan alat musik dengan menggunakan mantra yang disertai sesaji sebagai persembahan. Apabila ghaib setuju dengan permohonan sang dukun maka dia akan bersemayam didalam properti dan alat musik yang disediakan sebagai tempat tinggalnya. Setelah berhasil maka properti dan alat musik tersebut kemudian dikeramatkan, tidak sembarang boleh menggunakan bahkan menyentuh harus berhati-hati. Barang siapa menggunakan properti keramat atau mendengar musik keramat tersebut akan mudah mengalami ndadi. Dalam kondisi ndadi secara total penari bisa terlepas dari hubungan dunia luar, mereka hanya dikendalikan oleh dunia dalam. Kesadaran yang hilang justru mendorong kekuatan dari dalam semakin kuat, mereka sering mengungkapkan hal-hal yang tidak mempunyai makna apapun. Kata-kata yang diucapkan kadang dapat dimengerti sebagai ungkapan yang wajar, namun bukan dari diri sendiri, melainkan dari ghaib yang mengendalikan dirinya. Sebagian orang percaya bahwa kata-kata yang keluar merupakan bisikan dari roh leluhur 244 Nur Rokhim (danyang) yang harus ditaati. Isi ucapan tersebut biasanya berupa nasehat, himbauan, peringatan bahaya yang akan terjadi dikemudian hari, seolah-olah mengingatkan kepada masyarakat untuk selalu berhati-hati. Ucapan yang didengar dianggap sebagai petunjuk murni yang berasal dari ghaib, kemudian pesan tersebut segera ditindak lanjuti, mereka takut terjadi bencana apabila mengabaikan bisikan dari leluhurnya. Keadaan ini kemudian digunakan oleh sebagian masyarakat yang menyandang sakit untuk minta kesembuhan kepada ghaib yang bersemayam dalam tubuh penari Jaranan. Keadaan ndadi sulit untuk dikontrol, apakah mereka ndadi sungguhan atau purapura. Apabila mereka berpura-pura ndadi, ini sangat membahayakan ketika mengucapka hal-hal yang bersifat negatif dan merugikan orang-orang yang tidak bersalah. Maka ndadi ini harus disepakati oleh kelompok kesenian supaya tidak merugikan masyarakat. Permintaan orang yang mengalami ndadi juga aneh-aneh, mereka minta ayam hidup-hidup untuk dimakan. Kemudian sebagai minumnya adalah air bunga setaman yang ditempatkan dalam baskom (ember). Makan pecahan kaca (beling), minum air keras mirip sulapan menjadi pemandangan yang biasa sebagai hiburan bagi para penonton. Meloncat tinggi, memanjat pohon secara cepat seperti kera merupakan atraksi yang ditunggu-tunggu oleh penonton. Kondisi beringas seperti orang marah-marah kemudian mengejar penonton yang berada di dekatnya menjadi hiburan yang menarik dan sedikit menakutkan. Begitulah ndadi sebagai bagian dari pertunjukan Jaranan Sentherewe yang menjadi kelangenan penonton. Pertunjukan Jaranan Sentherewe Volume 12 No. 2 Desember 2013 rasanya kurang lengkap apabila tidak disertai adegan ndadi. Penari Jaranan Sentherewe yang mengalami ndadi dapat disadarkan dengan cara mengusapkan sapu tangan yang diberi asap dupa dan mantra-mantra ke wajahnya atau dengan menepuk bahunya saja. Apabila cara ini tidak berhasil maka juru gambuh mengambil properti yang digunakan oleh penari kemudian diletakkan diatas penari dan dicambuk beberapa kali sampai penari sadar. Ndadi juga dapat disembuhkan dengan cara menidurkan penari di atas kendang kemudian diberi mantra-manta dan di cambuk dengan cemeti. Berbagai cara penyadaran seorang yang mengalami ndadi, tergantung tingkat kekuatan kondisi ndadi. Semakin tinggi tingkat kekuatan ndadi maka semakin sulit cara penyadarannya yang ditempuh oleh juru gambuh. PENUTUP Kehadiran Jaranan Sentherewe sejak tahun 1980 telah memberi warna baru dalam kesenian rakyat di kabupaten Tulungagung. Kesenian jaranan lama seperti Jaranan Pegon dan Jaranan Jawa dipandang sudah tidak relevan dengan selera masyarakat sekarang, karena bentuk pertujukannya kurang dinamis. Berbagai inovasi dilakukan oleh kelompok kesenian Jaranan Sentherewe, sebagai kesenian baru diharapkan dapat mengambil hati masyarakat untuk mencintai dan mendukung keseniannya. Bagian pertunjukan yang menarik perhatian penonton selalu dikembangkan dan dikemas supaya masyarakat merasa terhibur dengan sajian Jaranan Sentherewe. Masuknya musik dangdut ke dalam pertunjukan Jaranan Sentherewe bukan menjadi persoalan yang penting bagi masyarakat, justru hal ini akan menambah populer dan semakin digemari oleh masyarakat. Keduanya merupakan satu istilah yang saling mengisi, mementaskan Jaranan Sentherewe diserta musik dangdut atau sebalikya mementaskan musik dangdut disertai Jaranan Sentherewe. Kehadiran teknologi di tengah budaya global disambut baik oleh kesenian ini, pemanfaatan teknologi yang ditandai dengan masuknya kedunia rekaman telah mendongkrak popularitas kesenian Jaranan Sentherewe. Pertunjukan kesenian Jaranan Sentherewe tidak hanya dilihat oleh masyarakat setempat, namun juga dapat dinikmati oleh masyarakat luar dengan membeli VCD hasil rekaman pertunjukan yang sudah beredar. Adegan ndadi merupakan ciri dari kesenian Jaranan Sentherewe, rasanya kurang lengkap apabila sebuah pertunjukan tidak diserta adegan ndadi. Sebuah adegan yang ditunggu penonton, ndadi dapat dikatakan sebagai kelangenan bagi penari dan penonton. Semangat kesenian Jaranan Sentherewe tercermin pada gerakan yang dinamis dan adegan ndadi. Setiap kelompok kesenian jaranan selalu berusaha agar pertujukannya tetap eksis, mereka merelakan para penari dikuasai oleh ghaib, bahkan mereka meminta bantuan kepada ghaib (roh halus) untuk bersemayam di tubuh penari, properti, dan di dalam alat musik jaranan. Kerjasama dengan ghaib dilakukan sematamata hanya ingin menyenangkan hati penonton, menghibur penonton, dan mereka tetap bisa bersama-sama melalui kesenian. DAFTAR PUSTAKA Djelantik, A.A.M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: MSPI,. Volume 12 No. 2 Desember 2013 245 Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung Geertz, Clifford. 1981 The Religion of Java, terj. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya. Irwan Abdullah. 1995 “Privatisasi Agama: Globalisasi atau Melemahnya Referensi Budaya Lokal?” Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari tentang Kharisma Warisan Budaya Islam di Indonesia “Islam dan Kebudayaan Jawa: Akulturasi, Perubahandan Perkembangan”. Balai Kajian Jarahnitra dan Depdikbud DIY. 246 Nur Rokhim Piequed. 1991 Pertunjukan Rakyat Jawa. Transl. K.R.T. Muhammad Husodo Pringgokusumo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soedarsono, R.M. 1999 Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. Bandung: MSPI. 1972 Djawa dan Bali, Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,. Umar Kayam. 1981 Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan. Volume 12 No. 2 Desember 2013