PDF - Jurnal UNESA

advertisement
PERAN DAN FUNGSI PAGUYUBAN JARANAN WAHYU KRIDHA
BUDHAYA DI KOTA KEDIRI, JAWA TIMUR
Nisa’u Fadhilla/092134010
ABSTRAK
Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budhaya merupakan satu –
satunya organisasi yang menaungi 108 komunitas induk seni pertunjukan jaranan
di Kota Kediri. Jumlah tersebut khusus yang terdaftar dalam Paguyuban Seni
Jaranan Wahyu Kridha Budaya dan hanya menaungi kelompok seni jaranan di
wilayah kota saja, tidak termasuk kelompok-kelompok seni jaranan yang ada di
wilayah Kabupaten Kediri. Hal tersebut menunjukkan bahwa seni pertunjukan
jaranan di Kota Kediri sangat populer dan eksis di masyarakat. Adanya
persaingan yang tidak sehat antar komunitas dikhawatirkan akan berdampak
buruk bagi perkembangan seni pertunjukan jaranan di Kediri.
Metodologi penelitian yang digunakan yaitu metodologi kualitatif, berarti
penelitian ini menunjuk pada pengertian luas yaitu riset yang menghasilkan data
deskriptif yaitu kata-kata yang ditulis atau diucapkan orang dan perilaku yang
diamati. Objek yang diteliti yaituPeran dan Fungsi Paguyuban Jaranan Wahyu
Kridha Budaya di Kota Kediri. Penelitian ini dilaksanakan di sekretariat Wahyu
Kridha Budaya Jalan Soedanco Supriadi No. 24 Kota Kediri. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Sumber
data yang digunakan peneliti adalah sumber data manusia dan sumber data nun
manusia. Peneliti menggunakan sistem triangulasi metode dan sumber saja.
Teknik analisis data yang dilakukan meliputi reduksi data, sajian atau paparan
data dan penarikan kesimpulan.
Seni pertunjukan Jaranan merupakan suatu seni tari kerakyatan yang
sangat populer di kalangan masyarakat Kota Kediri. Komunitas seni pertunjukan
jaranan di setiap desa mencapai lebih dari dua induk. Adanya persaingan tidak
sehat seperti di atas telah meresahkan beberapa tokoh seniman yaitu Hanif dan
kawan – kawan sehingga mereka membentuk suatu kelompok sosial yang
dinamakan Paguyuban Jaranan Wahyu Kridha Budhaya. Demi menjaga keutuhan
serta pencapaian tujuan suatu kelompok sosial, Wahyu Kridha Budhaya
menerapkan fungsi manajerial yang sangat erat kaitannya dengan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Peran dan fungsi Paguyuban
Jaranan Wahyu Kridha Budhaya yang dibahas meliputi peran paguyuban
terhadap para seniman jaranan, komunitas induk jaranan serta Pemerintah Kota
Kediri yaitu sebagai fasilitator, koordinator, promotor dan provokator. Sedangkan
fungsinya meliputi fungsi paguyuban bagi seniman jaranan, komunitas induk
jaranan serta bagi Pemerintahan Kota Kediri yaitu mempermudah pencapaian
tujuan bersama. Keberadaan Paguyuban Jaranan Wahyu Kridha Budhaya di Kota
Kediri sangat dibutuhkan agar seni pertunjukan jaranan tidak mengalami
kepunahan dan terkikis oleh zaman.
Kata Kunci : Paguyuban Jaranan Wahyu Kridha Budhaya, Peran dan
Fungsi.
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak dapat hidup seorang diri di
dunia karena manusia memiliki naluri untuk selalu hidup dengan orang lain yang
disebut dengan gregariousness. Tuhan tidak mengkaruniai manusia dengan alatalat fisik yang lengkap seperti hewan, namun Tuhan mengkaruniai manusia
sesuatu yang lebih sempurna yaitu pikiran. Pikiran dapat dimanfaatkan untuk
mencari alat-alat materiil yang dibutuhkan manusia untuk tetap dapat bertahan
hidup. Manusia harus berkawan sehingga manusia dapat saling bertukar pikiran.
Sejak lahir ia memiliki dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu keinginan untuk
menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya dan keinginan untuk menjadi
satu dengan suasana alam sekeliling.
Manusia menggunakan pikiran, perasaan, dan kehendaknya untuk
menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut. Hal
tersebut menimbulkan adanya kelompok-kelompok sosial atau social group.
Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama.
Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal balik yang saling
mempengaruhi dan juga satu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Menurut
R.M MacIver dan Charles H. Page bahwa dalam satu himpunan agar dapat disebut
sebagai kelompok sosial yang baik harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a). Adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia
merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan; b). Ada
hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang
lain; c). Ada satu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan
antar
mereka bertambah erat, yang dapat merupakan nasib yang
sama, ideologi yang sama dan lain-lain; d). Berstruktur, berkaidah dan
mempunyai pola perilaku; e). Bersistem dan berproses.1
Dengan kata lain, bahwa terbentuknya satu himpunan atau kelompok
sosial tentu memiliki suatu tujuan, terutama demi mendukung keberhasilan suatu
cita-cita bersama. Namun pada kenyataannya dalam satu kelompok sosial tidak
selalu menuai keberhasilan atas satu tujuan. Sebagai contoh, terbentuknya
komunitas Jaranan Safitri Putro yang terdapat di Kabupaten Tulungagung, Jawa
Timur. Kelompok sosial ini membawahi berbagai macam seni pertunjukan antara
lain yaitu jaranan, dangdut, campur sari dan ketoprak.
Komunitas Jaranan Safitri Putro berdiri pada sekitar tahun 1980-an. Pada
masa-masa awal berdirinya banyak digemari oleh masyarakat Tulungagung dan
sekitarnya. Komunitas Jaranan Safitri Putro sangat kreatif dan produktif serta
banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam hal bentuk pertunjukan
Jaranan. Puncak kejayaan eksistensi komunitas Jaranan Safitri Putro pada sekitar
tahun 1985 dan pada tahun 2005 mulai mengalami kemunduran eksistensi. Hal
tersebut terjadi disebabkan tidak adanya sistem pengelolaan manajemen yang
bagus terutama dalam hal pengelolaan keuangan yang kurang terbuka.2 Lambat
laun komunitas Jaranan Safitri Putro mengalami gulung tikar, sehingga kini
masyarakat hanya dapat menikmati karya seni pertunjukannya melalui hasil
rekaman dalam bentuk Compact Disc (CD).
1
R.M MacIver dan Charles H. Page, Society, na Introductory Analysis (London:
Macmillan & Co. Ltd, 1961), hlm. 213.
2
Wawancara dengan Bambang Sugito (Pengamat Seni Jaranan Tulungagung), di kampus
Unesa Lidah Wetan Surabaya, tanggal 24 April 2013.
Berbeda dengan Komunitas Jaranan Safitri Putro yang ada di
Tulungagung, di Kota Kediri juga terdapat sebuah komunitas seni jaranan yang
bernama Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budaya (WKB). Paguyuban ini
merupakan satu-satunya organisasi yang menaungi 108 komunitas induk seni
pertunjukan jaranan di Kota Kediri. Jumlah tersebut khusus yang terdaftar dalam
Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budaya dan hanya menaungi kelompok
seni jaranan di wilayah kota saja, tidak termasuk di dalamnya kelompokkelompok seni jaranan yang ada di wilayah Kabupaten Kediri. Jumlah tersebut
menunjukkan bahwa seni pertunjukan jaranan di Kota Kediri sangat populer dan
eksis di masyarakat. Setiap ada pertunjukan seni jaranan di Kota Kediri, selalu
dipadati penonton. Masyarakat tampak sangat antusias untuk menyaksikannya,
tanpa mempedulikan panas terik sinar matahari. Mulai anak-anak hingga orang
tua senantiasa menggemari seni pertunjukan jaranan. Bahkan tak jarang terjadi,
lebih dari satu pertunjukan jaranan yang terselenggara di satu wilayah desa pada
hari dan jam yang sama. Hal tersebut seringkali menimbulkan kericuhan atau
tawuran antar kelompok seni jaranan.
Persaingan masing-masing kelompok demi memperebutkan simpati
masyarakat tersebut, baik melalui perang tarif maupun adu kreativitas dalam
pertunjukan, semua dilakukan untuk mempertahankan eksistensi. Dengan adanya
persaingan yang tidak sehat antar komunitas seperti yang telah disebutkan di atas,
dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perkembangan seni pertunjukan
jaranan di Kediri. Hal itulah yang memotivasi lahirnya sebuah Paguyuban Seni
Jaranan Wahyu Kridha Budaya (WKB) di Kota Kediri. Pemerintah Kota Kediri
sangat mendukung keberadaan Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budaya
(WKB) yang didirikan oleh para seniman jaranan ini. Dukungan itu diwujudkan
melalui kerja sama antara Dewan Seni Pertunjukan Kota Kediri, Dinas Pariwisata
dan Pemuda Olah Raga Kota Kediri dan Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha
Budaya.
Hubungan kerja sama diwujudkan dalam pertunjukan seni pertunjukan
jaranan yang digelar setiap bulan sekali bertempat di kawasan wisata Goa
Selomangkleng. Selain untuk menarik minat wisatawan asing maupun lokal,
penyelenggaraan pertunjukan merupakan wadah berekspresi bagi para seniman
jaranan di Kota Kediri.
Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budaya yang berdiri tahun 2006,
hingga saat ini masih tetap bertahan bahkan dari waktu ke waktu semakin eksis
dan berkembang. Keberadaan Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budaya di
Kota Kediri tampaknya memang dibutuhkan oleh komunitas seni jaranan di Kota
Kediri. Terbukti, semenjak Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budaya
berdiri di Kota Kediri, seni jaranan semakin eksis dan persaingan semakin sehat,
sehingga stabilitas keamanan dalam pertunjukan juga semakin terjamin.
Sebagaimana dituturkan oleh Sablah3,bila dibandingkan dengan seni pertunjukan
lainnya, misalnya musik dangdut, seni pertunjukan Jaranan di Kediri paling aman
3
Eko Wahyuni Rahayu, “Sablah Seorang Gambuh Perempuan Dalam Pertunjukan
Jaranan di Kediri” dalam Prosiding Seminar Nasional Perempuan di Era Globalisasi (Surabaya:
Kerjasama Pusat Kajian Wanita LPPM Unesa & Pusat Kajian Budaya Fakultas Bahasa dan Seni
Unesa, 2013), hal. 116.
dan tidak pernah menimbulkan keributan. Hal ini selaras dengan pendapat Dikie4,
bahwa keberadaan Paguyuban Jaranan Wahyu Kridha Budaya di Kota Kediri
sangat kontributif bagi kehidupan seni jaranan di Kota Kediri. Paguyuban Jaranan
Wahyu Kridha Budaya mendorong kerukunan antar seniman jaranan dan
memotivasi kreativitas dan produktivitas pertunjukan. Pendek kata, keberadaan
Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budaya di Kota Kediri menunjukkan
prestasi yang nyata, yaitu dapat membawa dampak positif terhadap perkembangan
seni jaranan di Kota Kediri.
Berdasarkan informasi di atas, timbul pertanyaan, apa dan bagaimana
sebenarnya peran dan fungsi Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budaya di
Kota Kediri? Hal itulah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam
mengenai peran dan fungsi Paguyuban Seni Jaranan Wahyu Kridha Budaya di
Kota Kediri.
II. PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Berdirinya Paguyuban Wahyu Kridha Budhaya Di Kota
Kediri.
Paguyuban jaranan itu merupakan paguyuban yang berdiri atas dasar
kesamaan ideologi atau jiwa dan pikiran yang dimiliki oleh anggota- anggotanya
atau bisa disebut dengan gemeinschaft of mind.5 Paguyuban semacam ini biasanya
memiliki kecenderungan ikatan tidak sekuat paguyuban yang berdiri atas dasar
4
Wawancara dengan Dikie, seorang pemimpin kelompok seni jaranan Surajaya di Desa
Bandar, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri pada tanggal 12 April 2013 di Studio Radio Jayabaya
jalan Basuki Rahmat no.19 Kota Kediri.
5
Ferdinand Tonnies dalam Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,(Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), hlmn. 118.
ikatan darah (gemeinschaft of blood) atau ikatan tempat (gemeinschaft of place).
Meski demikian paguyuban ini memiliki tetap memiliki tiga ciri pokok. Ciri
pertama yang dimiliki oleh Wahyu Kridha Budhaya yaitu hubungan menyeluruh
yang mesra (intimate) diwujudkan dalam kerja sama yang baik antar seniman
jaranan dalam menjaga ketertiban dan keamanan pertunjukan sehingga kericuhan
seperti yang seringkali terjadi pada sepanjang tahun 2005 tidak terjadi lagi. Selain
itu kemesraan juga diwujudkan dalam bentuk koordinasi yang berjalan dengan
rapi sesuai dengan fungsi jabatan masing-masing sehingga dapat memudahkan
paguyuban dalam mencapai tujuannya. Ciri kedua yaitu hubungannya bersifat
pribadi dan khusus untuk para seniman jaranan yang tergabung dalam induk
kelompok jaranannya masing-masing. Dalam hal ini yang berhak mendapatkan
kartu anggota adalah ketua induk kelompok jaranan yang merupakan perwakilan
dari masing-masing induk (private). Ciri ketiga yaitu hubungan tersebut hanya
untuk ketua induk kelompok jaranan yang merupakan perwakilan dari masingmasing induk saja dan tidak untuk orang-orang lain diluar ketua induk kelompok
jaranan yang merupakan perwakilan dari masing-masing induk.
B. Manajemen Paguyuban Jaranan Wahyu Kridha Budhaya Di Kota
Kediri
Wahyu Kridha Budhaya menerapkan sistem manajemen sumber daya
manusia yang kegiatannya meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan. Sistem pengelolaan organisasi yang diterapkan oleh Mudhofir
tidak berbeda dengan Hanif dan Giman yaitu dengan menggunakan fungsi
manajerial yang sangat erat kaitannya dengan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian. Suatu organisasi akan mudah mencapai tujuan
apabila organisasi didukung dengan rencana yang matang dan layak untuk
diimplementasikan6.
Pada setiap kepemimpinan masing-masing ketua memiliki perencanaan
jangka panjang dan jangka pendek yang berbeda-beda namun pada dasarnya
6
2012)
Drs. Joko Raharjo, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, (Platinum,
tujuan paguyuban hanya satu. Tujuan paguyuban ini adalah menjaga nilai-nilai
seni budhaya tradisi dan melestarikan seni pertunjukan tradisi agar tidak punah.
C. Peran Paguyuban Jaranan Wahyu Kridha Budhaya Di Kota Kediri
Wahyu Kridha Budhaya sebagai satu-satunya paguyuban jaranan yang
menaungi seluruh induk kelompok jaranan di Kota Kediri tidak hanya memiliki
satu peran saja, melainkan banyak peran yang disandang. Peran yang banyak
tersebut disebut dengan perangkat peran atau role set. Menurut Merton, perangkat
peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang
dimiliki individu maupun kelompok sosial karena menduduki status sosial
tertentu.7
Berkaitan dengan penyataan Merton tersebut, status sosial yang dimiliki
Wahyu Kridha Budhaya adalah paguyuban yang bergerak dalam bidang kesenian
tradisional yaitu jaranan. Masyarakat yang mengharapkan peran dari status sosial
tersebut dikategorikan menurut elemen- elemen paguyuban meliputi induk
kelompok jaranan, seniman jaranan dan Pemerintah Kota Kediri. Peran Wahyu
Kridha Budhaya bagi induk kelompok jaranan adalah sebagai koordinator,
mediator, motivator dan kontraktor, bagi seniman jaranan Paguyuban Jaranan
Wahyu Kridha Budhaya berperan sebagai provokator atau pihak yang
memprovokasi sesuatu hal agar melakukan hal yang diinginkan dan tidak lain
adalah demi tujuan bersama, sedangkan bagi Pemerintah Kota Kediri Peran
paguyuban jaranan berperan sebagai promotor yang turut menyukseskan program
kegiatan rutin tahunan yang dilakukan pemerintah Kota Kediri.
D. Fungsi Paguyuban Jaranan Wahyu Kridha Budhaya Di Kota Kediri
Beberapa hal yang dilakukan Wahyu Kridha Budhaya agar dapat berfungsi
secara maksimal, yang pertama ialah adaptation atau adaptasi. Wahyu Kridha
Budhaya selaku paguyuban jaranan yang menaungi seluruh induk kelompok
7
Bernard Raho, SVD. Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 67.
jaranan di Kota Kediri wajib menyesuaikan diri dengan elemen-elemen
paguyuban meliputi seniman jaranan, induk kelompok jaranan dan Pemerintah
Kota Kediri. selain itu adaptasi dengan lingkungan sekitar Kota Kediri juga harus
dilakukan agar paguyuban mampu bertahan dalam setiap kondisi. Kedua yaitu
pencapaian tujuan atau goal, sebagai organisasi maka Wahyu Kridha Budhaya
harus mampu menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Berkaitan dengan hal
tersebut tujuan Wahyu Kridha Budhaya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai seni
budhaya tradisi serta melestarikan seni pertunjukan jaranan di Kota Kediri.
Ketiga yaitu integrasi atau integration, Wahyu Kridha Budhaya harus mampu
mengatur hubungan yang sistematis di antara komponen-komponen organisasi
yang telah ditetapkan di susunan organisasi sehingga dapat mencapai fungsi yang
maksimal dan yang terakhir paguyuban harus bisa memelihara pola-pola budhaya
baik yang sudah ada serta memperbaiki pola-pola budhaya kurang baik sehingga
paguyuban akan mengalami perkembangan. Pengkategorian fungsi Paguyuban
Jaranan Wahyu Kridha Budhaya dibagi berdasarkan elemen-elemen memiliki
keterkaitan dengan paguyuban meliputi seniman jaranan, induk kelompok
jaranan dan Pemerintah Kota Kediri.
III. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Perangkat peran atau role set Wahyu Kridha Budhaya sebagai promotor,
koordinator, motivator, fasilitator, provokator dan mediator dikelompokan
berdasarkan elemen-elemen paguyuban antara lain perannya terhadap induk
kelompok jaranan, seniman jaranan dan Pemerintah Kota Kediri. Paguyuban ini
seringkali menemui berbagai kendala dalam menjalankan peran, namun hal
tersebut tidak menyurutkan langkah para anggota untuk terus maju justru kendala
tersebut dijadikannya sebagai bahan pembelajaran supaya setiap tahun Wahyu
Kridha Budhaya dapat mengalami peningkatan terutama dalam segi manajemen.
Fungsi Wahyu Kridha Budhaya bagi induk kelompok jaranan, seniman jaranan
serta Pemerintah Kota Kediri terwujud secara tampak dan tidak tampak dalam
setiap kegiatan yang diselenggarakan. Hal tersebut membuktikan bahwa
keberadaan Wahyu Kridha Budaya sebagai satu-satunya paguyuban jaranan di
Kota Kediri sangat dibutuhkan guna melestarikan seni pertunjukan jaranan agar
dapat selalu dinikmati dan dipelajari oleh generasi penerus bangsa.
B.
Saran
Adanya penulisan ini diharapkan menjadi semangat baru untuk
mempertahankan dan mengembangkan Paguyuban Jaranan Wahyu Kridha
Budhaya Kota Kediri terutama dalam hal manajemen. Penulis juga berharap
semoga semangat berkarya itu akan terus tumbuh di jiwa para seniman-seniman
muda generasi penerus bangsa sehingga perjuangan para seniman-seniman
terdahulu dalam melestarikan seni pertunjukan jaranan tidak terasa sia-sia
DAFTAR PUSTAKA
H Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka.
S. Susanto, Astrid. 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta:
Bina Cipta.
Sajogyo, Pudjiwati. 1985. Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Fakultas Pasca
Sarjana IKIP Jakarta dan Badan Koordinasi Keluarga Bencana Nasional.
Santoso, Gempur. 2005. Fundamental Metodologi Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Soedarso. 2006. Trilogi Seni “Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni”.
Yogyakarta: Badan Penerbit ISI Yogyakarta.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Download