SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015 UJI EFEK ANTIINFLAMASI FRAKSI DAUN PILADANG (Solenostemonscutellarioides (L.) Codd) TERHADAP MENCIT PUTIH BETINA Mimi Aria, Verawati, Afdhil Arel dan Monika SekolahTinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang Email : [email protected] ABSTRACT The anti-inflammatory effect of fraction of piladang(Solenostemonscutellarioides (L).Codd) leaves had been done against female albino mice. This was an experimental research that using animal divided into 5 group. Group I was the control group (givenNaCMC 0,5%), group II was the comparison group (given asetosal 130 mg/kg), group III, IV and V were groups given hexan fraction, ethyl acetate fraction andbuthanol fraction respectively, in dose of 400 mg/kg. The method used was artificial edema and granuloma pouch. Edema or inflammation in mice was induced by injecting carrageen 1% subcutaneously.The fraction was given orally as suspension for 4 days in accordance with the allocation of group. The parameter observed were edema volume and leukocyte counts on edema and the blood of the mice. The result of this research showed that fractions of piladang leaves gave the effect by reducing the edema volume and influenced leukocyte cell on edema and blood such as the segment neutrophyl cell, stem neutrophyl, monocyte and limphocyte significantly (P<0,05), while the effect on eosinophil cell wasnot significant (P>0,05). From all ofthe fractions tested, it seems that thefraction having an anti-inflammatory property were fraction of ethyl acetate and buthanol. Keywords: Piladang (Solenostemonscutellarioides(L). Codd), fraction, anti-inflammatory, edema PENDAHULUAN Salah satu tumbuhan obat yang masih dalam pengembangan adalah Coleus scutellarioides (L.) Bent yang di Indonesia dikenal dengan nama iler atau miana. Tumbuhan ini berupa semak semusim yang banyak tersebar di Indonesia antara lain di pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi (Depkes RI, 1989). Kegunaan tumbuhan ini sangat beragam antara lain untuk menambah nafsu makan, obat wasir, diare, obat bisul, obat radang telinga dan obat haid tidak teratur. Secara tradisional tumbuhan ini digunakan dalam bentuk bahan tunggal maupun ramuan untuk penggunaan obat luar dan obat dalam. Bagian-bagian yang dapat digunakan adalah daun dan akar (Kumala, 2009). Daun piladang mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan polifenol (Kumala, 2009). Flavonoid pada tanaman ini berkhasiat sebagai antiinflamasi (Benjamin, 1987). Karena banyaknya kandungan dalam tanaman ini, maka dilakukan pemisahan ISSN : 2087-5045 senyawa pada tanaman ini berdasarkan tingkat kepolarannya. Pada penelitian ini, dilakukan untuk membandingkan kerja dari masing-masing fraksi serta melihat adanya zat-zat yang bekerja secara sinergisme dalam fraksi, maka dicoba untuk membandingkan aktifitas anti inflamasi dari masing-masing fraksi untuk menentukan fraksi yang aktif berpotensi sebagai obat anti inflamasi. Pada pengujian antiinflamasi digunakan kombinasi 2 metoda yaitu metode pembentukan kantung granuloma dan metode pembentukan edema buatan pada punggung mencit dengan diinduksi karagen 1% secara subkutan. Sebagai pembanding efek yang ditimbulkan oleh fraksi daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) digunakan asam asetil salisilat yang termasuk golongan obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Obat antiinflamasi non steroid merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi untuk mendapatkan efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi. Salah satu OAINS yang sering digunakan dan merupakan 84 SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015 prototipe awal adalah aspirin atau asetosal (Wilmana dan Gan, 2007). METODE PENELITIAN Alat Alat yang digunakan adalah seperangkat alat destilasi vacuum “rotary evaporator”, corong pisah, gelas ukur, sudip, spatel, pipet tetes, botol semprot, erlemeyer, kaca arloji, vial, aluminium foil, lumpang dan alu, mikroskop, timbangan analitik, timbangan hewan, kandang hewan dan perlengkapannya, alat suntik, spidol dan jam. Bahan Bahan yang digunakan adalah herba piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd), etanol 70%, heksan, etilasetat, butanol, metanol, aquadest, larutan karagen 1%, larutan NaCl fisiologis 0,9%, NaCMC, krim perontok bulu (veet) dan asam asetil salisilat (asetosal), larutan giemsa. Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih betina dengan berat antara 20-25 gram dan berumur 2,5-3 bulan. Ekstraksi Daun Piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) Daun piladang yang telah diambil dibersihkan dari pengotor dan ditimbang sebanyak 2 Kg, lalu keringkan diudara terbuka yang terlindung dari cahaya matahari langsung. Setelah kering daun dirajang dan dijadikan serbuk dan ditimbang. Kemudian sampel yang telah dtimbang sebanyak 255 gram dimasukkan dalam botol maserasi dan tambahkan etanol 70% sampai terendam. Biarkan di tempat gelap selama 5 hari sambil sesekali diaduk. Pisahkan hasil maserasi dengan penyaringan menggunakan kapas. Ulangi maserasi sebanyak 6 kali sampai diperoleh maserat yang jernih dengan cara yang sama dan seluruh filtrat digabungkan menjadi satu dan diaduk hingga rata, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator sampai didapatkan ekstrak kental. Fraksinasi Daun Piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) Ekstrak etanoldaun piladang sebanyak 25 gram difraksinasi dengan n-heksan dan air ISSN : 2087-5045 dengan perbandingan (1:1) sebanyak 200 ml dalam corong pisah, dikocok secukupnya. Setelah itu dibiarkan sampai terbentuk dua lapisan yaitu lapisan n-heksan dan lapisan air. Perlakuan ini dilakukan beberapa kali pengulangan sampai lapisan n-heksan terlihat jernih sehingga diperoleh fraksi n-heksan. Lapisan air kemudian difraksinasi dengan etil asetat dilakukan beberapa kali pengulangan seperti perlakuan diatas sehingga diperoleh fraksi etil asetat dan fraksi air. Kemudian fraksi air difraksinasi dengan butanol dilakukan dengan beberapa kali pengulangan sehingga diperoleh fraksi butanol dan fraksi air. Masing-masing fraksi diuapkan dengan rotary evaporator. Persiapan Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih betina sebanyak ± 25 ekor yang dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum diperlakukan mencit diaklimatisasi selama 1 minggu dan diberi makan dan minum yang cukup. Dosis Dosis sediaan uji yang dipakai adalah dosis efektif 400 mg/kg BB.Sedangkan yang digunakan sebagai pembanding adalah asetosal dengan dosis yang digunakan adalah 2-3 kali dosis analgetik (Depkes, 1979). Dosis asetosal sebagai analgetik 500 mg sekali pakai, dosis asetosal yang digunakan untuk piladang 2 kali dosis analgetik, jadi dosis untuk antiinflamasi adalah 2 x 500 mg = 1000 mg, sehingga dosis yang diberikan pada mencit dengan berat 20 g adalah 0,0026 x 1000 mg = 2,6 mg atau 130 mg/kg BB, maka dosis asetosal yang digunakan adalah 130 mg/kg BB. Pengujian Efek Antiinflamasi Penginduksian Udem a. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih betina sebanyak ± 25 ekor yang dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, dimana tiaptiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. b. Mencit dicukur bagian punggungnya dengan diameter 3 cm. Mulanya dipotong dengan gunting, selanjutnya untuk menghilangkan bulu yang masih keras digunakan perontok bulu, sehingga bulunya benar-benar hilang 85 SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015 dan dibiarkan selama 24 jam. Pada bagian punggungyang dicukur diberi suntikan udara 5ml secara subkutan sehingga terbentuk kantong udara dan sekaligus disuntikkan juga 0,05 mL karagen 1% dalam NaCl fisiologis. c. Setelah 24 jam kantong udara yang terbentuk, di hisap udaranya dengan jarum suntik 5 mL, sehingga kantong udara tersebut jadi kempes, selanjutnya ditambahkan larutan karagen 1% dalam NaCl fisiologis sebanyak 0,1 mL pada tempat yang ada kantong udara tersebut. Pemberian Sediaan Uji Sediaan uji diberikan secara peroral sebanyak 1% dari BB mencit, segera setelah pemberian karagen 1% dalam NaCl fisiologis sebanyak 0,1 mL secara subkutan. Sediaan uji diberikan selama 4 hari pada masing-masing kelompok dimana : Kelompok 1 : kontrol, diberikan larutan Na CMC 0,5% Kelompok 2 : pembanding, diberikan suspensi asetosal dengan dosis 130mg/kg BB Kelompok 3 : diberikan suspensi heksan daun piladang dengan dosis 400 mg/kg BB Kelompok 4 : diberikan suspensi fraksi etil asetat daun piladang dengan dosis 400 mg/kg BB Kelompok 5 : diberikan suspensi fraksi butanol daun piladang dengan dosis 400 mg/kg BB Pengukuran Parameter a. Pengukuran volume radang Pada hari ke-5 eksudat diambil dari jarum suntik lalu diukur volumenya. b. Penghitungan jumlah sel leukosit dalam cairan eksudat dari punggung mencit dan darah dari vena ekor Cairan eksudat atau darah ditetesi pada objek glass dan ratakan dengan objek glass lain, sehingga diperoleh lapisan eksudat atau darah yang homogen (hapusan darah), lalu dikeringkan. Setelah kering tetesi dengan metanol, sehingga melapisi seluruh lapisan eksudat atau darah, biarkan 5 menit.Tambahkan satu tetes larutan giemsa yang telah diencerkan dengan air ISSN : 2087-5045 suling (1:9) dan biarkan selama 10 menit, cuci dengan air suling, keringkan, dan lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 100X.Hitung jumlah sel neutrofil segmen, neutrofil batang, monosit, limfosit, dan eosinofil. Analisa Data Untuk menganalisa data hasil penelitian yang diperoleh dari semua parameter digunakan analisa varian (ANOVA) 1 arah dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil dan Pembahasan Dari 255 gram daun piladang kering yang telah dirajang dan diserbukkan, didapatkan ekstrak kental sebanyak 95,08 gram dan rendemennya adalah 37,29%. Dari 25 gram ekstrak etanol difraksinasi diperoleh berat fraksi kental heksan, fraksi etil asetat dan fraksi butanol secara berturut-turut yang yaitu 3,40 gram, 5,97 gram dan 5,21 gram. Rendemen yang diperoleh dari masing-masing fraksi daun piladang tersebut secara berturutturut yaitu 13,60%, 23,88% dan 20,84%. Kemudian dilakukan karakterisasi antara lain pemeriksaan organoleptis, perhitungan rendemen, penentuan susut pengeringan, penentuan kadar abu dan pemeriksaan kandungan metabolit sekunder (fitokimia). Setelah dilakukan pemeriksaan organoleptis diperoleh data bahwa fraksi heksan dan fraksi etil asetat berupa cairan kental, berwarna hijaukehitaman, berbau khas, dan rasa pahit serta fraksi butanol daun piladang berupa cairan kental, berwarna merah-kehitaman, berbau khas dan rasa pahit. Berat susut pengeringan yang diperoleh dari fraksi heksan, fraksi etil asetat dan fraksi butanol secara berturut-turut yaitu 11,72%, 16,83% dan 20,61%. Tujuan dilakukan susut pengeringan adalah untuk mengetahui persentase senyawa yang hilang selama proses pemanasan, tidak hanya air tapi juga senyawa menguap lainnya(Depkes RI, 2008). Kadar abu yang diperoleh dari fraksi heksan, fraksi etil asetat dan fraksi butanol daun piladang secara berturut-turutyaitu8,42%; 19,94%; dan12,92%. Tujuan dilakukan kadar abu adalah untuk mengetahui dan memberikan gambaran kandungan mineral yang berasal dari proses awal sampel akhir terbentuknya ekstrak, dimana senyawa organik dan turunan nya terdestruksi dan menguap sehingga tingal unsur mineral dan senyawa anorganik saja 86 SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015 (Depkes RI, 2008). Pada pemeriksaan metabolit sekunder (fitokimia) fraksi heksan daun pilang mengandung steroid, pada fraksi etil asetat mengandung flavonoid, fenolik dan steroid serta pada fraksi butanol mengandung flavanoid, fenolik dan saponin. Pada pengujian antiinflamasi dilakukan pada mencit putih betina yang terdiri dari 5 kelompok yang tiap kelompoknya terdiri dari 5 ekor. Pengujian antiinflamasi dilakukan selama 5 hari dengan menggunakan kombinasi 2 metode yaitu metode pembentukan kantung granuloma dan pembentukan edema buatan. Tujuan dilakukan dengan menggunakan kombinasi 2 metode yaitu untuk mempercepat efektifitas inflamasi, mempermudah pengambilan eksudat dan agar radang yang terbentuk mudah terlihat. Metode pembentukan kantung granuloma dilakukan dengan cara menyuntikan udara sebanyak 5 ml pada punggung mencit secara subkutan dan metode pembentukan edema buatan dilakukan dengan cara menyuntikkan penginduksi karagen 1% secara subkutan. Hasil pengukuran volume eksudat ratarata yang terukur pada masing-masing kelompok, dimana pada kelompok kontrol, kelompok pembanding, fraksi heksan, fraksi etil asetat dan fraksi butanol yaitu 0,134 mL, 0,022 mL, 0,048 mL, 0,020 mL, dan 0,014 mL. Pengukuran volume edema dilakukan pada hari ke-5 setelah pemberian suspensi masing-masing fraksi daun piladang. Dari hasil pengukuran dapat menunjukkan bahwa yang diberikan masing-masing suspensi fraksi daun volume eksudat piladang terjadi penurunan volume eksudat dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya diberikan suspensi NaCMC saja. Tabel 2. Hasil pengukuran volume eksudat dari radang pada punggung mencit putih betina. Kelompok Kontrol Pembanding Fraksi heksan fraksi etil asetat fraksi butanol Volume Eksudat (X ± SD, n = 5) 0,134 ± 0,0296c % Inhibisi a 83,58% b 64,17% 0,020 ± 0,0100 a 85,07% 0,014 ± 0,0054 a 89,55% 0,022 ± 0,0130 0,048 ± 0,0130 - Uji statistik analisa varian menunjukkan bahwa suspensi masing-masing fraksi daun piladang dapat mempengaruhi volume edema secara bermakna (P<0,05). Dari hasil uji lanjutan Duncan terlihat bahwa pada fraksi etil asetat dan fraksi butanol dapat menurunkan volume edema dengan signifikasi yang sama dengan kelompok pembanding asetosal, tetapi berbeda nyata dengan fraksi heksan dan kelompok kontrol. Pada dasarnya fraksi heksan sudah memiliki efek antiinflamasi karena berbeda nyata dengan kelompok control, namun yg lebih efektif menurunkan volume udem adalah fraksi etil asetat dan fraksi butanol. volume eksudat 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 Kontrol Pembanding Fraksi heksan Fraksi etil asetat Fraksi butanol Gambar 1. Hubungan volume eksudat dengan fraksi ISSN : 2087-5045 87 SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015 Suatu bahan dikatakan memiliki daya antiinflamasi jika pada hewan uji coba yang diinduksi dengan karagenan 1% mengalami pengurangan pembengkakan (% inhibisi) hingga 50% atau lebih (Mansjoer, 1997). Dari hasil penelitian yang dilakukan, masingmasing fraksi daun piladang berpotensi sebagai inflamasi. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat inhibisi radang fraksi daun piladang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inhibisi radang pada kelompok pembanding dan kontrol. Perhitungan jumlah sel leukosit pada cairan eksudat radang punggung mencit putih betina yang diinduksi dengan karagen 1%, setelah pemberian suspensi masing-masing fraksi daun piladang meliputi sel neutrofil segmen, neutrofil batang, monosit, limfosit, dan eosinofil. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metoda hapusan dengan menggunakan pewarna Giemsa, yang kemudian diamati dibawah mikroskop. Tabel 2. Hasil perhitungan sel leukosit dari eksudat punggung mencit putih betina Jumlah Sel Leukosit Eksudat (X ± SD, n = 5) Kelompok Neutrofil batang 10,4 ± 3,1305c Monosit Limfosit Kontrol Neutrofil segmen 23,4 ± 3,2093c 12,4 ± 2,3021c 70,2 ± 5,6745c 1,8 ± 0,8366a Pembanding 13,4 ± 3,5777a 4,0 ± 2,3452a 6,0 ± 2,5495b 63,0 ± 4,6904b 1,4 ± 0,5472a Fraksi heksan 18,6 ± 3,7815b 7,4 ± 2,0736b 2,4 ± 1,3416a 56,4 ± 3,2093a 2,0 ± 1,000a Fraksi etil asetat 12,8 ± 2,1679a 4,2 ± 1,4832a 5,8 ± 2,4899b 62,2 ± 2,2803b 1,8 ± 1,3038a Fraksi butanol 13,6 ± 4,7749a 4,2 ± 1,7888a 7,2 ± 3,2710b 63,6 ± 3,3615b 1,2 ± 0,8366a Berdasarkan grafik hubungan jumlah sel leukosit pada cairan eksudat radang punggung mencit pada fraksi heksan mampu menurunkan jumlah sel leukosit. Penurunan jumlah sel leukosit pada cairan eksudat setelah pemberian Eosinofil fraksi daun piladang diharapkan karena salah satu tanda pemulihan radang adalah berkurangnya jumlah sel leukosit pada jaringan yang terpapar benda asing. 80 60 Neutrofil Segmen 40 Neutrofil Batang 20 Monosit Limposit 0 Kontrol Pembanding Fraksi heksan Fraksi etil asetat Fraksi butanol Eosinopil Gambar 2. Grafik hubungan jumlah sel leukosit dalam eksudat dengan fraksi Perhitungan jumlah sel leukosit yang terdapat dalam darah mencit putih betina juga dilakukan dengan menggunakan metoda yang sama dengan perhitungan jumlah sel leukosit pada cairan eksudat yaitu dengan ISSN : 2087-5045 menggunakan metoda hapusan dengan menggunakan pewarna Giemsa, yang kemudian diamati dibawah mikroskop ternyata sel-sel yang teramati adalah neutrofil segmen, neutrofil batang, monosit, limfosit, dan 88 SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015 eosinofil. Pada pewarnaan Giemsa ini sel basofil tidak terlihat baik karena sel ini bersifat basa dan granulanya larut dalam pewarna Giemsa yang juga bersifat basa. Tabel 3. Hasil perhitungan sel leukosit dari darah mencit putih betina Jumlah Sel Leukosit Darah (X ± SD, n = 5) Kelompok Kontrol Neutrofil segmen 21,2 ± 1,6431c Neutrofil batang 10,2 ± 1,3038c 12,2 ± 2,1679c 71,6 ± 4,7222c 2,4 ± 1,3416a Pembanding 13,2 ± 4,0865a 3,8 ± 2,1679a 5,4 ± 2,4083b 61,0 ± 2,6457b 1,2 ± 1,0945a Fraksi heksan 17,6 ± 1,9436b 7,0 ± 1,5811b 2,2 ± 0,8366a 52,8 ± 4,3243a 1,8 ± 1,3038a Fraksi etil asetat 12,4 ± 2,7018a 4,2 ± 2,2803a 5,6 ± 2,0736b 63,6 ± 5,1283b 2,2 ± 0,8366a Fraksi butanol 10,6 ± 2,4083a 4,0 ± 2,2360a 7,0 ± 2,9154b 60,8 ± 3,1144b 1,2 ± 0,8366a Berdasarkan grafik hubungan jumlah sel leukosit dalam darah terhadap suspensi fraksi butanol memperlihatkan bahwa pemberian suspensi fraksi mempengaruhi presentase jumlah sel leukosit, dimana terjadi penurunan jumlah sel neutrofil segmen, neutrofil batang, dan monosit, tetapi terjadi peningkatan jumlah sel limfosit.Dilihat dari hasil statistik analisa varian yang dilanjutkan dengan uji Duncan didapatkan bahwa fenomena peningkatan dan penurunan jumlah masing-masing sel leukosit setelah pemberian fraksi daun piladang berbeda tergantung dari masing-masing fraksinya. Peningkatan dan penurunan jumlah masing-masing sel leukosit pada eksudat dan darah memberikan fenomena yang sebanding. Kemungkinan ini disebabkan karena jika produksinya meningkat dalam sum-sum tulang dan jaringan limfoid maka masing-masing sel leukosit tersebut akan tinggi di dalam darah dan juga akan tinggi di dalam eksudat, begitu juga sebaliknya. Antiinflamasi itu dapat dinilai dari hasil volume eksudat setelah perlakuan. Namun dapat pula ditambahkan parameter penunjang lainnya seperti penghitungan jumlah sel leukosit, karena jika inflamasi berkurang maka jumlah sel leukosit yang bermigrasi ke daerah radang juga akan berkurang. Hal ini terlihat pada jumlah sel neutrofil segmen, neutrofil batang, monosit dan limfosit yang mana jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan ISSN : 2087-5045 Monosit Limfosit Eosinofil kelompok kontrol, sedangkan pada jumlah sel eosinofil tidak dipengaruhi oleh fraksi sehingga jumlahnya sama dengan kontrol. Dari hasil pengujian statistik uji lanjut Duncan terlihat bahwa jumlah sel leukosit dalam eksudat dan darah terutama sel neutrofil segemen dan neutrofil batang pada fraksi etil asetat dan butanol lebih rendah dibandingkan dengan fraksi heksan. Jumlah ini dapat menjadi indikator dalam melihat aktifitas inflamasi akut, sedangkan jumlah monosit itu sebagai indikator dalam inflamasi kronik. Pada penelitian ini, induksi yang dilakukan itu untuk mendapatkan inflamasi akut, dimana penurunan jumlah sel neutrofil segmen dan neutrofil batang serta kemampuan dalam menurunkan volume eksudat dapat menjadi standar untuk menilai keefektifan fraksi. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa fraksi etil asetat dan fraksi butanol dapat memberikan efek antiinflamasi lebih baik dibandingkan dengan fraksi heksan. Berbeda dengan hasil statistik uji lanjut Duncan tentang jumlah sel limfosit dan monosit diamana pada fraksi heksan jumlahnya lebih banyak dari pada fraksi etil asetat dan fraksi butanol. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua fraksi lebih aktif dalam memproduksi limfosit dan monosit sehingga dapat diperkirakan fraksi-fraksi ini memiliki efek imunomodulator yang bekerja sebagai imunostimulansia yang berperan pada 89 SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015 respon imun spesifik dan non spesifik karena limfosit merupakan komponen respon imun spesifik dan monosit komponen dari respon imun non spesifik (Guyton & Hall, 2007 dan Baratawidjaja & Iris, 2012). Pada penelitian ini, jumlah sel eosinofil tidak menjadi standar dalam menilai keefektifan antiinflamasi karena jumlah sel eosinofil ini tidak dipengaruhi oleh karagen tetapi dipengaruhi oleh parasit multiseluler seperti cacing dan reaksi alergi (Baratawidjaja & Iris, 2012). Pada inflamasi akut pada orang normal yang tidak diobati, inflamasi ini dapat sembuh sendiri yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya volume udem pada area inflamasi.Biasanya pada saat inflamasi terjadi peningkatan jumlah sel leukosit di darah terutama sel fagosit (neutrofil segmen, monosit atau makrofag). Peningkatan ini bertujuan untuk meningkatkan proses pencernaan atau fagositosis sel-sel yang telah rusak dan agenagen penyerang yang dapat merusak sel selanjutnya (Robbins dan Kumar, 1995). Asetosal dalam bentuk suspensi yang digunakan sebagai pembanding yang merupakan salah satu sediaan obat antiinflamasi dan banyak digunakan sebagai pembanding untuk mengobati reaksi peradangan ternyata menunjukkan efek yang hampir sebanding dengan suspensi fraksi etil asetat dan fraksi butanol yang dapat mengurangi dan menekan derajat inflamasi yang terjadi pada hewan percobaan. Ditinjau dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisa data secara statistik ternyata fraksi daun piladang memberikan efek antiinflamasi melalui kemampuannya menghambat dan mengurangi volume edema pada daerah radang dan mempengaruhi migrasi serta jumlah sel leukosit pada darah dan eksudat, maka dapat disimpulkan fraksi daun piladang memiliki efek sebagai antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi tersebut diberikan oleh senyawa yang terdapat dalam fraksi daun piladang seperti flavonoid diperkirakan dapat menghambat radang dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. Penghambatan jalur siklooksigenase dan lipooksigenase ini menyebabkan penghambatan biosintesis prostaglandin dan leukotrien yang merupakan produk akhir dari jalur siklooksigenase dan lipooksigenase sehingga penghambatan enzim ini dapat mengurangi inflamasi. Dalam penghambatan enzim tersebut secara tidak langsung juga ISSN : 2087-5045 terjadi penghambatan akumulasi leukosit didaerah inflamasi, dimana dalam kondisi normal leukosit bergerak bebas sepanjang dinding endotel tetapi selama terjadinya inflamasi berbagai mediator menyebabkan adhesi leukosit ke dinding endotel sehingga leukosit menjadi immobil. Jadi dengan adanya kandungan flavonoid dalam fraksi dapat menurunkan jumlah leukosit immobil sehingga dapat menurunkan adhesi leukosit ke endotel dan terjadi penurunan respon inflamasi (Hidayati et al, 2005). Steroid yang terdapat dalam fraksi kemungkinan juga dapat menghambat enzim fosfolipase sehingga asam arachidonat dan prostaglandin tidak terbentuk dengan cara merintangi bebasnya enzim, menstabilkan membran lisosom, menghambat pelepasan mediator-mediator inflamasi dan menghambat migrasi serta infiltrasi leukosit (Mutschler, 1991). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Fraksi daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) memiliki efek antiinflamasi yang dapat dilihat dari kemampuan menurunkan volume eksudat radang punggung mencit putih jantan (P<0,05). Fraksi yang memiliki efek mirip dengan pembanding (asetosal 130 mg/kgBB) adalah sediaan uji fraksi etil asetat dan butanol. 2. Fraksi daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) dapat mempengaruhi jumlah sel neutrofil segmen, neutrofil batang, monosit, limfosit dicairan eksudat dan darah (P<0,05), tetapi tidak mempengaruhi jumlah sel eosinofil (P>0,05). DAFTAR PUSTAKA Baratawidjaja, K. G & Iris Rengganis. 2012. Imunologi Dasar. Edisi Ke-10. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Benjamin, V. T., A. Sofowora, B. O. Oguntimein and S. I. Inya-agha, 1987.Phytochemical and Antibacterial Studies on The Essential Oil of Eepatorium Odoratum. 90 SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015 (http://www.Pharmaceutical Biology.htm/, diakses 5 desember 2014) Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Alih Bahasa Irawati. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hidayati, Nur A., Shanti L., dan Ahmad D. S., 2005. Kandungan Kimia dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana cemara L. pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.)Jantan.Jurnal Bioteknologi 5, 1:10-17 Kumala, Shirly. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Benth) Terhadap Beberapa Bakteri Gram (+) dan Bakteri Gram (-), Srengseng Jagakarsa.Jurnal Penelitian. Mansjoer, S., 1997. Efek Antiradang Minyak Atsiri Temu Putih (Curcuma zedoria Rosc) terhadap Udem Buatan pada Tikus Putih Betina Galur Wistar, Majalah Farmasi Indonesia, 8:35-41. Mutschler, E. 1991.Dinamika Obat. Edisi V.Alih Bahasa oleh Widya.B, Penerbit ITB, Bandung. Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi (Basic Patology), Ahli Bahasa Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, EGC, Jakarta. Wilmana P. F. dan Gan S. 2007.Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta. ISSN : 2087-5045 91