UJI EFEK ANTIINFLAMASI FRAKSI DAUN PILADANG

advertisement
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
UJI EFEK ANTIINFLAMASI FRAKSI DAUN PILADANG
(Solenostemonscutellarioides (L.) Codd)
TERHADAP MENCIT PUTIH BETINA
Mimi Aria, Verawati, Afdhil Arel dan Monika
SekolahTinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang
Email : [email protected]
ABSTRACT
The anti-inflammatory effect of fraction of piladang(Solenostemonscutellarioides (L).Codd)
leaves had been done against female albino mice. This was an experimental research that using
animal divided into 5 group. Group I was the control group (givenNaCMC 0,5%), group II was the
comparison group (given asetosal 130 mg/kg), group III, IV and V were groups given hexan fraction,
ethyl acetate fraction andbuthanol fraction respectively, in dose of 400 mg/kg. The method used was
artificial edema and granuloma pouch. Edema or inflammation in mice was induced by injecting
carrageen 1% subcutaneously.The fraction was given orally as suspension for 4 days in accordance
with the allocation of group. The parameter observed were edema volume and leukocyte counts on
edema and the blood of the mice. The result of this research showed that fractions of piladang leaves
gave the effect by reducing the edema volume and influenced leukocyte cell on edema and blood such
as the segment neutrophyl cell, stem neutrophyl, monocyte and limphocyte significantly (P<0,05),
while the effect on eosinophil cell wasnot significant (P>0,05). From all ofthe fractions tested, it
seems that thefraction having an anti-inflammatory property were fraction of ethyl acetate and
buthanol.
Keywords: Piladang (Solenostemonscutellarioides(L). Codd), fraction, anti-inflammatory, edema
PENDAHULUAN
Salah satu tumbuhan obat yang masih
dalam
pengembangan
adalah
Coleus
scutellarioides (L.) Bent yang di Indonesia
dikenal dengan nama iler atau miana.
Tumbuhan ini berupa semak semusim yang
banyak tersebar di Indonesia antara lain di
pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi (Depkes
RI, 1989). Kegunaan tumbuhan ini sangat
beragam antara lain untuk menambah nafsu
makan, obat wasir, diare, obat bisul, obat
radang telinga dan obat haid tidak teratur.
Secara tradisional tumbuhan ini digunakan
dalam bentuk bahan tunggal maupun ramuan
untuk penggunaan obat luar dan obat dalam.
Bagian-bagian yang dapat digunakan adalah
daun dan akar (Kumala, 2009).
Daun piladang mengandung minyak
atsiri, saponin, flavonoid dan polifenol
(Kumala, 2009). Flavonoid pada tanaman ini
berkhasiat sebagai antiinflamasi (Benjamin,
1987). Karena banyaknya kandungan dalam
tanaman ini, maka dilakukan pemisahan
ISSN : 2087-5045
senyawa pada tanaman ini berdasarkan tingkat
kepolarannya.
Pada penelitian ini, dilakukan untuk
membandingkan kerja dari masing-masing
fraksi serta melihat adanya zat-zat yang
bekerja secara sinergisme dalam fraksi, maka
dicoba untuk membandingkan aktifitas anti
inflamasi dari masing-masing fraksi untuk
menentukan fraksi yang aktif berpotensi
sebagai obat anti inflamasi. Pada pengujian
antiinflamasi digunakan kombinasi 2 metoda
yaitu metode pembentukan kantung granuloma
dan metode pembentukan edema buatan pada
punggung mencit dengan diinduksi karagen
1% secara subkutan. Sebagai pembanding efek
yang ditimbulkan oleh fraksi daun piladang
(Solenostemon scutellarioides (L.) Codd)
digunakan asam asetil salisilat yang termasuk
golongan obat anti inflamasi non steroid
(OAINS). Obat antiinflamasi non steroid
merupakan kelompok obat yang paling banyak
dikonsumsi untuk mendapatkan efek analgetik,
antipiretik dan antiinflamasi. Salah satu
OAINS yang sering digunakan dan merupakan
84
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
prototipe awal adalah aspirin atau asetosal
(Wilmana dan Gan, 2007).
METODE PENELITIAN
Alat
Alat yang digunakan adalah seperangkat
alat destilasi vacuum “rotary evaporator”,
corong pisah, gelas ukur, sudip, spatel, pipet
tetes, botol semprot, erlemeyer, kaca arloji,
vial, aluminium foil, lumpang dan alu,
mikroskop, timbangan analitik, timbangan
hewan, kandang hewan dan perlengkapannya,
alat suntik, spidol dan jam.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah herba
piladang (Solenostemon scutellarioides (L.)
Codd), etanol 70%, heksan, etilasetat, butanol,
metanol, aquadest, larutan karagen 1%, larutan
NaCl fisiologis 0,9%, NaCMC, krim perontok
bulu (veet) dan asam asetil salisilat (asetosal),
larutan giemsa.
Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan
adalah mencit putih betina dengan berat antara
20-25 gram dan berumur 2,5-3 bulan.
Ekstraksi Daun Piladang (Solenostemon
scutellarioides (L.) Codd)
Daun piladang yang telah diambil
dibersihkan dari pengotor dan ditimbang
sebanyak 2 Kg, lalu keringkan diudara terbuka
yang terlindung dari cahaya matahari
langsung. Setelah kering daun dirajang dan
dijadikan serbuk dan ditimbang. Kemudian
sampel yang telah dtimbang sebanyak 255
gram dimasukkan dalam botol maserasi dan
tambahkan etanol 70% sampai terendam.
Biarkan di tempat gelap selama 5 hari sambil
sesekali diaduk. Pisahkan hasil maserasi
dengan penyaringan menggunakan kapas.
Ulangi maserasi sebanyak 6 kali sampai
diperoleh maserat yang jernih dengan cara
yang sama dan seluruh filtrat digabungkan
menjadi satu dan diaduk hingga rata, kemudian
diuapkan dengan rotary evaporator sampai
didapatkan ekstrak kental.
Fraksinasi Daun Piladang (Solenostemon
scutellarioides (L.) Codd)
Ekstrak etanoldaun piladang sebanyak
25 gram difraksinasi dengan n-heksan dan air
ISSN : 2087-5045
dengan perbandingan (1:1) sebanyak 200 ml
dalam corong pisah, dikocok secukupnya.
Setelah itu dibiarkan sampai terbentuk dua
lapisan yaitu lapisan n-heksan dan lapisan air.
Perlakuan ini dilakukan beberapa kali
pengulangan sampai lapisan n-heksan terlihat
jernih sehingga diperoleh fraksi n-heksan.
Lapisan air kemudian difraksinasi dengan etil
asetat dilakukan beberapa kali pengulangan
seperti perlakuan diatas sehingga diperoleh
fraksi etil asetat dan fraksi air. Kemudian
fraksi air difraksinasi dengan butanol
dilakukan dengan beberapa kali pengulangan
sehingga diperoleh fraksi butanol dan fraksi
air. Masing-masing fraksi diuapkan dengan
rotary evaporator.
Persiapan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan
adalah mencit putih betina sebanyak ± 25 ekor
yang dikelompokkan secara acak menjadi 5
kelompok, dimana tiap-tiap kelompok terdiri
dari 5 ekor mencit. Sebelum diperlakukan
mencit diaklimatisasi selama 1 minggu dan
diberi makan dan minum yang cukup.
Dosis
Dosis sediaan uji yang dipakai adalah
dosis efektif 400 mg/kg BB.Sedangkan yang
digunakan sebagai pembanding adalah asetosal
dengan dosis yang digunakan adalah 2-3 kali
dosis analgetik (Depkes, 1979). Dosis asetosal
sebagai analgetik 500 mg sekali pakai, dosis
asetosal yang digunakan untuk piladang 2 kali
dosis analgetik, jadi dosis untuk antiinflamasi
adalah 2 x 500 mg = 1000 mg, sehingga dosis
yang diberikan pada mencit dengan berat 20 g
adalah 0,0026 x 1000 mg = 2,6 mg atau 130
mg/kg BB, maka dosis asetosal yang
digunakan adalah 130 mg/kg BB.
Pengujian Efek Antiinflamasi
Penginduksian Udem
a. Hewan percobaan yang digunakan
adalah mencit putih betina sebanyak ±
25 ekor yang dikelompokkan secara
acak menjadi 5 kelompok, dimana tiaptiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit.
b. Mencit dicukur bagian punggungnya
dengan diameter 3 cm. Mulanya
dipotong dengan gunting, selanjutnya
untuk menghilangkan bulu yang masih
keras
digunakan perontok bulu,
sehingga bulunya benar-benar hilang
85
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
dan dibiarkan selama 24 jam. Pada
bagian punggungyang dicukur diberi
suntikan udara 5ml secara subkutan
sehingga terbentuk kantong udara dan
sekaligus disuntikkan juga 0,05 mL
karagen 1% dalam NaCl fisiologis.
c. Setelah 24 jam kantong udara yang
terbentuk, di hisap udaranya dengan
jarum suntik 5 mL, sehingga kantong
udara tersebut jadi kempes, selanjutnya
ditambahkan larutan karagen 1% dalam
NaCl fisiologis sebanyak 0,1 mL pada
tempat yang ada kantong udara tersebut.
Pemberian Sediaan Uji
Sediaan uji diberikan secara peroral
sebanyak 1% dari BB mencit, segera setelah
pemberian karagen 1% dalam NaCl fisiologis
sebanyak 0,1 mL secara subkutan. Sediaan uji
diberikan selama 4 hari pada masing-masing
kelompok dimana :
Kelompok 1 : kontrol, diberikan larutan Na
CMC 0,5%
Kelompok 2 :
pembanding,
diberikan
suspensi asetosal dengan dosis
130mg/kg BB
Kelompok 3 : diberikan suspensi heksan daun
piladang dengan
dosis
400 mg/kg BB
Kelompok 4 : diberikan suspensi fraksi etil
asetat daun piladang dengan
dosis 400 mg/kg BB
Kelompok 5 : diberikan suspensi fraksi
butanol daun piladang dengan
dosis 400 mg/kg BB
Pengukuran Parameter
a. Pengukuran volume radang
Pada hari ke-5 eksudat diambil dari
jarum suntik lalu diukur volumenya.
b. Penghitungan jumlah sel leukosit dalam
cairan eksudat dari punggung mencit
dan darah dari vena ekor
Cairan eksudat atau darah ditetesi pada
objek glass dan ratakan dengan objek
glass lain, sehingga diperoleh lapisan
eksudat atau darah yang homogen
(hapusan darah), lalu dikeringkan.
Setelah kering tetesi dengan metanol,
sehingga melapisi seluruh lapisan
eksudat atau darah, biarkan 5
menit.Tambahkan satu tetes larutan
giemsa yang telah diencerkan dengan air
ISSN : 2087-5045
suling (1:9) dan biarkan selama 10
menit, cuci dengan air suling, keringkan,
dan lihat dibawah mikroskop dengan
perbesaran 100X.Hitung jumlah sel
neutrofil segmen, neutrofil batang,
monosit, limfosit, dan eosinofil.
Analisa Data
Untuk menganalisa data hasil penelitian
yang diperoleh dari semua parameter
digunakan analisa varian (ANOVA) 1 arah dan
dilanjutkan dengan uji Duncan.
Hasil dan Pembahasan
Dari 255 gram daun piladang kering
yang telah dirajang dan diserbukkan,
didapatkan ekstrak kental sebanyak 95,08
gram dan rendemennya adalah 37,29%. Dari
25 gram ekstrak etanol difraksinasi diperoleh
berat fraksi kental heksan, fraksi etil asetat dan
fraksi butanol secara berturut-turut yang yaitu
3,40 gram, 5,97 gram dan 5,21 gram.
Rendemen yang diperoleh dari masing-masing
fraksi daun piladang tersebut secara berturutturut yaitu 13,60%, 23,88% dan 20,84%.
Kemudian dilakukan karakterisasi antara lain
pemeriksaan
organoleptis,
perhitungan
rendemen, penentuan susut pengeringan,
penentuan kadar abu dan pemeriksaan
kandungan metabolit sekunder (fitokimia).
Setelah dilakukan pemeriksaan organoleptis
diperoleh data bahwa fraksi heksan dan fraksi
etil asetat berupa cairan kental, berwarna hijaukehitaman, berbau khas, dan rasa pahit serta
fraksi butanol daun piladang berupa cairan
kental, berwarna merah-kehitaman, berbau
khas dan rasa pahit.
Berat susut pengeringan yang diperoleh
dari fraksi heksan, fraksi etil asetat dan fraksi
butanol secara berturut-turut yaitu 11,72%,
16,83% dan 20,61%. Tujuan dilakukan susut
pengeringan adalah untuk mengetahui
persentase senyawa yang hilang selama proses
pemanasan, tidak hanya air tapi juga senyawa
menguap lainnya(Depkes RI, 2008). Kadar abu
yang diperoleh dari fraksi heksan, fraksi etil
asetat dan fraksi butanol daun piladang secara
berturut-turutyaitu8,42%; 19,94%; dan12,92%.
Tujuan dilakukan kadar abu adalah untuk
mengetahui dan memberikan gambaran
kandungan mineral yang berasal dari proses
awal sampel akhir terbentuknya ekstrak,
dimana senyawa organik dan turunan nya
terdestruksi dan menguap sehingga tingal
unsur mineral dan senyawa anorganik saja
86
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
(Depkes RI, 2008). Pada pemeriksaan
metabolit sekunder (fitokimia) fraksi heksan
daun pilang mengandung steroid, pada fraksi
etil asetat mengandung flavonoid, fenolik dan
steroid serta pada fraksi butanol mengandung
flavanoid, fenolik dan saponin.
Pada pengujian antiinflamasi dilakukan
pada mencit putih betina yang terdiri dari 5
kelompok yang tiap kelompoknya terdiri dari 5
ekor. Pengujian antiinflamasi dilakukan selama
5 hari dengan menggunakan kombinasi 2
metode yaitu metode pembentukan kantung
granuloma dan pembentukan edema buatan.
Tujuan dilakukan dengan menggunakan
kombinasi 2 metode yaitu untuk mempercepat
efektifitas
inflamasi,
mempermudah
pengambilan eksudat dan agar radang yang
terbentuk
mudah
terlihat.
Metode
pembentukan kantung granuloma dilakukan
dengan cara menyuntikan udara sebanyak 5 ml
pada punggung mencit secara subkutan dan
metode pembentukan edema buatan dilakukan
dengan cara menyuntikkan penginduksi
karagen 1% secara subkutan.
Hasil pengukuran volume eksudat ratarata yang terukur pada masing-masing
kelompok, dimana pada kelompok kontrol,
kelompok pembanding, fraksi heksan, fraksi
etil asetat dan fraksi butanol yaitu 0,134 mL,
0,022 mL, 0,048 mL, 0,020 mL, dan 0,014
mL. Pengukuran volume edema dilakukan
pada hari ke-5 setelah pemberian suspensi
masing-masing fraksi daun piladang. Dari hasil
pengukuran dapat menunjukkan bahwa yang
diberikan masing-masing suspensi fraksi daun
volume eksudat
piladang terjadi penurunan volume eksudat
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
hanya diberikan suspensi NaCMC saja.
Tabel 2. Hasil pengukuran volume eksudat
dari radang pada punggung mencit
putih betina.
Kelompok
Kontrol
Pembanding
Fraksi heksan
fraksi etil asetat
fraksi butanol
Volume
Eksudat (X ±
SD, n = 5)
0,134 ± 0,0296c
%
Inhibisi
a
83,58%
b
64,17%
0,020 ± 0,0100
a
85,07%
0,014 ± 0,0054
a
89,55%
0,022 ± 0,0130
0,048 ± 0,0130
-
Uji statistik analisa varian menunjukkan
bahwa suspensi masing-masing fraksi daun
piladang dapat mempengaruhi volume edema
secara bermakna (P<0,05). Dari hasil uji
lanjutan Duncan terlihat bahwa pada fraksi etil
asetat dan fraksi butanol dapat menurunkan
volume edema dengan signifikasi yang sama
dengan kelompok pembanding asetosal, tetapi
berbeda nyata dengan fraksi heksan dan
kelompok kontrol. Pada dasarnya fraksi heksan
sudah memiliki efek antiinflamasi karena
berbeda nyata dengan kelompok control,
namun yg lebih efektif menurunkan volume
udem adalah fraksi etil asetat dan fraksi
butanol.
volume eksudat
0.16
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
Kontrol
Pembanding
Fraksi heksan Fraksi etil asetat Fraksi butanol
Gambar 1. Hubungan volume eksudat dengan fraksi
ISSN : 2087-5045
87
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
Suatu bahan dikatakan memiliki daya
antiinflamasi jika pada hewan uji coba yang
diinduksi dengan karagenan 1% mengalami
pengurangan pembengkakan (% inhibisi)
hingga 50% atau lebih (Mansjoer, 1997). Dari
hasil penelitian yang dilakukan, masingmasing fraksi daun piladang berpotensi sebagai
inflamasi. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat
inhibisi radang fraksi daun piladang lebih
tinggi dibandingkan dengan tingkat inhibisi
radang pada kelompok pembanding dan
kontrol.
Perhitungan jumlah sel leukosit pada
cairan eksudat radang punggung mencit putih
betina yang diinduksi dengan karagen 1%,
setelah pemberian suspensi masing-masing
fraksi daun piladang meliputi sel neutrofil
segmen, neutrofil batang, monosit, limfosit,
dan eosinofil. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan metoda hapusan dengan
menggunakan
pewarna
Giemsa,
yang
kemudian diamati dibawah mikroskop.
Tabel 2. Hasil perhitungan sel leukosit dari eksudat punggung mencit putih betina
Jumlah Sel Leukosit Eksudat (X ± SD, n = 5)
Kelompok
Neutrofil
batang
10,4 ± 3,1305c
Monosit
Limfosit
Kontrol
Neutrofil
segmen
23,4 ± 3,2093c
12,4 ± 2,3021c
70,2 ± 5,6745c
1,8 ± 0,8366a
Pembanding
13,4 ± 3,5777a
4,0 ± 2,3452a
6,0 ± 2,5495b
63,0 ± 4,6904b
1,4 ± 0,5472a
Fraksi heksan
18,6 ± 3,7815b
7,4 ± 2,0736b
2,4 ± 1,3416a
56,4 ± 3,2093a
2,0 ± 1,000a
Fraksi etil asetat
12,8 ± 2,1679a
4,2 ± 1,4832a
5,8 ± 2,4899b
62,2 ± 2,2803b
1,8 ± 1,3038a
Fraksi butanol
13,6 ± 4,7749a
4,2 ± 1,7888a
7,2 ± 3,2710b
63,6 ± 3,3615b
1,2 ± 0,8366a
Berdasarkan grafik hubungan jumlah sel
leukosit pada cairan eksudat radang punggung
mencit pada fraksi heksan mampu menurunkan
jumlah sel leukosit. Penurunan jumlah sel
leukosit pada cairan eksudat setelah pemberian
Eosinofil
fraksi daun piladang diharapkan karena salah
satu tanda pemulihan radang adalah
berkurangnya jumlah sel leukosit pada jaringan
yang terpapar benda asing.
80
60
Neutrofil Segmen
40
Neutrofil Batang
20
Monosit
Limposit
0
Kontrol
Pembanding
Fraksi
heksan
Fraksi etil
asetat
Fraksi
butanol
Eosinopil
Gambar 2. Grafik hubungan jumlah sel leukosit dalam eksudat dengan fraksi
Perhitungan jumlah sel leukosit yang
terdapat dalam darah mencit putih betina juga
dilakukan dengan menggunakan metoda yang
sama dengan perhitungan jumlah sel leukosit
pada
cairan
eksudat
yaitu
dengan
ISSN : 2087-5045
menggunakan metoda hapusan dengan
menggunakan
pewarna
Giemsa,
yang
kemudian diamati dibawah mikroskop ternyata
sel-sel yang teramati adalah neutrofil segmen,
neutrofil batang, monosit, limfosit, dan
88
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
eosinofil. Pada pewarnaan Giemsa ini sel
basofil tidak terlihat baik karena sel ini bersifat
basa dan granulanya larut dalam pewarna
Giemsa yang juga bersifat basa.
Tabel 3. Hasil perhitungan sel leukosit dari darah mencit putih betina
Jumlah Sel Leukosit Darah (X ± SD, n = 5)
Kelompok
Kontrol
Neutrofil
segmen
21,2 ± 1,6431c
Neutrofil
batang
10,2 ± 1,3038c
12,2 ± 2,1679c
71,6 ± 4,7222c
2,4 ± 1,3416a
Pembanding
13,2 ± 4,0865a
3,8 ± 2,1679a
5,4 ± 2,4083b
61,0 ± 2,6457b
1,2 ± 1,0945a
Fraksi heksan
17,6 ± 1,9436b
7,0 ± 1,5811b
2,2 ± 0,8366a
52,8 ± 4,3243a
1,8 ± 1,3038a
Fraksi etil asetat
12,4 ± 2,7018a
4,2 ± 2,2803a
5,6 ± 2,0736b
63,6 ± 5,1283b
2,2 ± 0,8366a
Fraksi butanol
10,6 ± 2,4083a
4,0 ± 2,2360a
7,0 ± 2,9154b
60,8 ± 3,1144b
1,2 ± 0,8366a
Berdasarkan grafik hubungan jumlah sel
leukosit dalam darah terhadap suspensi fraksi
butanol memperlihatkan bahwa pemberian
suspensi fraksi mempengaruhi presentase
jumlah sel leukosit, dimana terjadi penurunan
jumlah sel neutrofil segmen, neutrofil batang,
dan monosit, tetapi terjadi peningkatan jumlah
sel limfosit.Dilihat dari hasil statistik analisa
varian yang dilanjutkan dengan uji Duncan
didapatkan bahwa fenomena peningkatan dan
penurunan jumlah masing-masing sel leukosit
setelah pemberian fraksi daun piladang
berbeda tergantung dari masing-masing
fraksinya. Peningkatan dan penurunan jumlah
masing-masing sel leukosit pada eksudat dan
darah memberikan fenomena yang sebanding.
Kemungkinan ini disebabkan karena jika
produksinya meningkat dalam sum-sum tulang
dan jaringan limfoid maka masing-masing sel
leukosit tersebut akan tinggi di dalam darah
dan juga akan tinggi di dalam eksudat, begitu
juga sebaliknya.
Antiinflamasi itu dapat dinilai dari hasil
volume eksudat setelah perlakuan. Namun
dapat pula ditambahkan parameter penunjang
lainnya seperti penghitungan jumlah sel
leukosit, karena jika inflamasi berkurang maka
jumlah sel leukosit yang bermigrasi ke daerah
radang juga akan berkurang. Hal ini terlihat
pada jumlah sel neutrofil segmen, neutrofil
batang, monosit dan limfosit yang mana
jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan
ISSN : 2087-5045
Monosit
Limfosit
Eosinofil
kelompok kontrol, sedangkan pada jumlah sel
eosinofil tidak dipengaruhi oleh fraksi
sehingga jumlahnya sama dengan kontrol.
Dari hasil pengujian statistik uji lanjut
Duncan terlihat bahwa jumlah sel leukosit
dalam eksudat dan darah terutama sel neutrofil
segemen dan neutrofil batang pada fraksi etil
asetat dan butanol lebih rendah dibandingkan
dengan fraksi heksan. Jumlah ini dapat
menjadi indikator dalam melihat aktifitas
inflamasi akut, sedangkan jumlah monosit itu
sebagai indikator dalam inflamasi kronik. Pada
penelitian ini, induksi yang dilakukan itu untuk
mendapatkan
inflamasi
akut,
dimana
penurunan jumlah sel neutrofil segmen dan
neutrofil batang serta kemampuan dalam
menurunkan volume eksudat dapat menjadi
standar untuk menilai keefektifan fraksi.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan
bahwa fraksi etil asetat dan fraksi butanol
dapat memberikan efek antiinflamasi lebih
baik dibandingkan dengan fraksi heksan.
Berbeda dengan hasil statistik uji lanjut
Duncan tentang jumlah sel limfosit dan
monosit diamana pada fraksi heksan
jumlahnya lebih banyak dari pada fraksi etil
asetat dan fraksi butanol. Hal ini mungkin
disebabkan karena kedua fraksi lebih aktif
dalam memproduksi limfosit dan monosit
sehingga dapat diperkirakan fraksi-fraksi ini
memiliki efek imunomodulator yang bekerja
sebagai imunostimulansia yang berperan pada
89
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
respon imun spesifik dan non spesifik karena
limfosit merupakan komponen respon imun
spesifik dan monosit komponen dari respon
imun non spesifik (Guyton & Hall, 2007 dan
Baratawidjaja & Iris, 2012). Pada penelitian
ini, jumlah sel eosinofil tidak menjadi standar
dalam menilai keefektifan antiinflamasi karena
jumlah sel eosinofil ini tidak dipengaruhi oleh
karagen tetapi dipengaruhi oleh parasit
multiseluler seperti cacing dan reaksi alergi
(Baratawidjaja & Iris, 2012).
Pada inflamasi akut pada orang normal
yang tidak diobati, inflamasi ini dapat sembuh
sendiri yang ditandai dengan berkurang atau
hilangnya
volume
udem
pada
area
inflamasi.Biasanya pada saat inflamasi terjadi
peningkatan jumlah sel leukosit di darah
terutama sel fagosit (neutrofil segmen, monosit
atau makrofag). Peningkatan ini bertujuan
untuk meningkatkan proses pencernaan atau
fagositosis sel-sel yang telah rusak dan agenagen penyerang yang dapat merusak sel
selanjutnya (Robbins dan Kumar, 1995).
Asetosal dalam bentuk suspensi yang
digunakan
sebagai
pembanding
yang
merupakan
salah satu
sediaan
obat
antiinflamasi dan banyak digunakan sebagai
pembanding
untuk
mengobati
reaksi
peradangan ternyata menunjukkan efek yang
hampir sebanding dengan suspensi fraksi etil
asetat dan fraksi butanol yang dapat
mengurangi dan menekan derajat inflamasi
yang terjadi pada hewan percobaan.
Ditinjau dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dan dianalisa data secara statistik
ternyata fraksi daun piladang memberikan efek
antiinflamasi
melalui
kemampuannya
menghambat dan mengurangi volume edema
pada daerah radang dan mempengaruhi migrasi
serta jumlah sel leukosit pada darah dan
eksudat, maka dapat disimpulkan fraksi daun
piladang memiliki efek sebagai antiinflamasi.
Aktivitas antiinflamasi tersebut diberikan oleh
senyawa yang terdapat dalam fraksi daun
piladang seperti flavonoid diperkirakan dapat
menghambat radang dengan cara menghambat
enzim siklooksigenase dan lipooksigenase.
Penghambatan jalur siklooksigenase dan
lipooksigenase
ini
menyebabkan
penghambatan biosintesis prostaglandin dan
leukotrien yang merupakan produk akhir dari
jalur siklooksigenase dan lipooksigenase
sehingga penghambatan enzim ini dapat
mengurangi inflamasi. Dalam penghambatan
enzim tersebut secara tidak langsung juga
ISSN : 2087-5045
terjadi penghambatan akumulasi leukosit
didaerah inflamasi, dimana dalam kondisi
normal leukosit bergerak bebas sepanjang
dinding endotel tetapi selama terjadinya
inflamasi berbagai mediator menyebabkan
adhesi leukosit ke dinding endotel sehingga
leukosit menjadi immobil. Jadi dengan adanya
kandungan flavonoid dalam fraksi dapat
menurunkan jumlah leukosit immobil sehingga
dapat menurunkan adhesi leukosit ke endotel
dan terjadi penurunan respon inflamasi
(Hidayati et al, 2005). Steroid yang terdapat
dalam fraksi kemungkinan juga dapat
menghambat enzim fosfolipase sehingga asam
arachidonat dan prostaglandin tidak terbentuk
dengan cara merintangi bebasnya enzim,
menstabilkan membran lisosom, menghambat
pelepasan mediator-mediator inflamasi dan
menghambat migrasi serta infiltrasi leukosit
(Mutschler, 1991).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Fraksi daun piladang (Solenostemon
scutellarioides (L.) Codd) memiliki efek
antiinflamasi yang dapat dilihat dari
kemampuan
menurunkan
volume
eksudat radang punggung mencit putih
jantan (P<0,05). Fraksi yang memiliki
efek mirip dengan pembanding (asetosal
130 mg/kgBB) adalah sediaan uji fraksi
etil asetat dan butanol.
2. Fraksi daun piladang (Solenostemon
scutellarioides (L.) Codd) dapat
mempengaruhi jumlah sel neutrofil
segmen, neutrofil batang, monosit,
limfosit dicairan eksudat dan darah
(P<0,05), tetapi tidak mempengaruhi
jumlah sel eosinofil (P>0,05).
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. G & Iris Rengganis. 2012.
Imunologi Dasar. Edisi Ke-10. Badan
Penerbit
Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
Benjamin, V. T., A. Sofowora, B. O.
Oguntimein and S. I. Inya-agha,
1987.Phytochemical and Antibacterial
Studies on The Essential Oil of
Eepatorium
Odoratum.
90
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
(http://www.Pharmaceutical
Biology.htm/, diakses 5 desember 2014)
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope
Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. Alih Bahasa
Irawati. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Hidayati, Nur A., Shanti L., dan Ahmad D. S.,
2005. Kandungan Kimia dan Uji
Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana
cemara L. pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus
L.)Jantan.Jurnal
Bioteknologi 5, 1:10-17
Kumala, Shirly. 2009. Aktivitas Antibakteri
Ekstrak
Daun
Iler
(Coleus
scutellarioides
Benth)
Terhadap
Beberapa Bakteri Gram (+) dan Bakteri
Gram (-), Srengseng Jagakarsa.Jurnal
Penelitian.
Mansjoer, S., 1997. Efek Antiradang Minyak
Atsiri Temu Putih (Curcuma zedoria
Rosc) terhadap Udem Buatan pada
Tikus Putih Betina Galur Wistar,
Majalah Farmasi Indonesia, 8:35-41.
Mutschler, E. 1991.Dinamika Obat. Edisi
V.Alih Bahasa oleh Widya.B, Penerbit
ITB, Bandung.
Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi
(Basic Patology), Ahli Bahasa Staf
Pengajar
Laboratorium
Patologi
Anatomi
Fakultas
Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya, EGC,
Jakarta.
Wilmana P. F. dan Gan S. 2007.Farmakologi
dan Terapi. Edisi V. Jakarta.
ISSN : 2087-5045
91
Download