27 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 2.1. Keadaan Geografis Desa Kedungrejo merupakan salah satu desa dari sepuluh desa di wilayah pemerintahan Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur. Kesepuluh desa tersebut meliputi: Desa Sumberberas, Desa Kemendung, Desa Tembokrejo, Desa Sumbersewu, Desa Blambangan, Desa Tapanrejo, Desa Wringin Putih, Desa Tambakrejo, Desa Kedungringin, dan Desa Kedungrejo. Desa Kedungrejo berjarak sekitar sekitar 34 km dari Ibu Kota Kabupaten/Kotamadya Banyuwangi dan dapat ditempuh selama kurang lebih 1,5 jam dengan menggunakan angkutan umum maupun kendaraan pribadi. Sedangkan dari Ibu Kota Provinsi Jawa Timur yakni Surabaya berjarak sekitar 257 km dengan jarak tempuh ± 9 jam. Desa Kedungrejo terdiri dari beberapa dusun yakni: Dusun Krajan, Dusun Stoplas, Dusun Muncar, Dusun Sampangan, dan Dusun Kalimati. Secara khusus batas administratif Desa Kedungrejo meliputi : Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tembokrejo Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kedungringin Sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali Sebelah barat berbatasan dengan Desa Blambangan 28 Selat Bali sebagai batas timur dari Desa Kedungrejo, menjadikan wilayah Desa Kedungrejo sebagai daerah dengan potensi perikanan laut terbesar di Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur. Perairan selat Bali memiliki luas areal kurang lebih 960 mil kuadrat dan dengan potensi lestari sumber daya perikanan sebesar 69.877,10 ton per tahun dimana dari potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 45.832,20 ton atau sebesar 65,59% dari potensi lestarinya (Monografi Desa Kedungrejo, 2010). Kondisi geografis Desa Kedungrejo dapat dilihat dari tabel di bawah ini: TABEL 1. KEADAAN GEOGRAFIS DESA KEDUNGREJO NO KETERANGAN 1. Curah Hujan - Jumlah hari dengan curah hujan terbanyak - Banyaknya curah hujan Suhu Rata-rata Luas daerah/wilayah - Lahan Sawah - Lahan Perikanan Darat - Lahan Kering - Lahan Perkebunan - Lahan Fasilitas Umum - Lain-lain (lahan tandus, lahan pasir) 2. 3. JUMLAH 17 hari 371 mm/tahun 27,5° C 7.401.242 ha 3.752.929 ha 740.173 ha 2.781.761 ha 93.923 ha 25.003 ha 7.453 ha Sumber : Monografi Desa Kedungrejo, 2010 Tabel diatas menunjukkan bahwa luas wilayah Desa Kedungrejo sebagian besar digunakan sebagai lahan pertanian yaitu sebesar 50,71% dan lahan kering yang digunakan untuk bangunan sebesar 37,59%. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Kedungrejo selain merupakan daerah sentra perikanan laut juga merupakan daerah yang berpotensi dalam sektor pertanian. Bentuk wilayahnya keseluruhan merupakan wilayah datar dan berombak. 29 Pelabuhan dan tempat pelelangan ikan (TPI) berada di Dusun Kalimati. Berikut adalah tabel mengenai jenis ikan dan hasil tangkapan / produksi per tahun nelayan di pelabuhan Muncar. TABEL 2. JENIS IKAN DAN PRODUKSI DI PELABUHAN MUNCAR TAHUN 2011 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14 Jenis Ikan Lemuru Tongkol/cakalang Tenggiri Kakap Layang Pari Cumi-Cumi Ikan Kembung Tripang Layur Kerapu/Sunuk Udang/Lobster Ikan Tembang Hiu Jumlah 23.597,4 ton/tahun 8.499,9 ton/tahun 2.931 ton/tahun 1.941 ton/tahun 15.120 ton/tahun 1.171 ton/tahun 966 ton/tahun 1.571 ton/tahun 2.198 ton/tahun 2.147 ton/tahun - Sumber : Profil Desa Kedungrejo, 2011 Tabel diatas menunjukkan bahwa hasil ikan yang dominan sebagai hasil tangkapan atau produksi adalah ikan lemuru yang memiliki nilai produksi sebesar 23.597,46 ton/tahun. Ikan layang mempunyai nilai produksi sebesar 15.120 ton, serta ikan tongkol mempunyai nilai produksi sebesar 8.944 ton. Produksi ikan lemuru memberikan kontribusi sebesar 23,35% dari total produksi di ikan di Jawa Timur. 2.2 Penduduk Dan Angka Demografi Jumlah keseluruhan penduduk di Desa Kedungrejo dari data monografi Desa Kedungrejo tahun 2010 sebesar 25.995 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 30 sebesar 6.062 kepala keluarga, dan dari jumlah penduduk tersebut sebesar 40,10% nya adalah laki-laki, dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 2,5 per km2. Jumlah penduduk Desa Kedungrejo pada tiap-tiap dusun dapat dilihat pada tabel berikut ini : TABEL 3. JUMLAH PENDUDUK DESA KEDUNGREJO PADA TIAP DUSUN NO 1. 2. 3. 4. 5. NAMA DUSUN Krajan Stoplas Muncar Sampangan Kalimati Jumlah JUMLAH PENDUDUK 10.625 orang 1.108 orang 3.053 orang 2.565 orang 8.644 orang 25.995 orang Sumber : Monografi Desa Kedungrejo, 2010 Tabel diatas menunjukkan bahwa Dusun Krajan merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terpadat, dikarenakan Dusun Krajan merupakan tempat keberadaan kantor-kantor pemerintahan yakni kantor Desa Kedungrejo, kantor Polsek Muncar, kantor PLN, dan Telkom. Letaknya yang cukup strategis sehingga banyak berdiri pertokoan dan perumahan baik dinas maupun swasta. Dusun Kalimati dengan kepadatan penduduk sebesar 8.644, terdiri dari wilayah yang terletak dipesisir pantai. Penyebaran penduduk Desa Kedungrejo berdasarkan umur dapat dilihat dalam tabel berikut ini 31 TABEL 4. PENYEBARAN PENDUDUK DESA KEDUNGEJO BERDASARKAN UMUR No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Usia 0-12 Bulan 1-5 Tahun 0-7 Tahun 7-18 Tahun 18-56 Tahun >56 Tahun Jumlah Jumlah 7.88 orang 1.503 orang 5.843 orang 13.978 orang 3.362 orang 1.971 orang 25. 995 orang Prosentase Dari Jumlah Penduduk 2,9 % 5,78 % 22,47% 53,77% 12,93% 7,58 % 100 % Sumber : Buku Profil Desa Kedungrejo, tahun 2011 Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk berusia lanjut yakni 56 tahun keatas di Desa Kedungrejo sebesar 7,58 % lebih rendah jika dibandingkan jumlah penduduk berusia potensial 7-18 tahun sebesar 53,77 %. Besarnya penduduk berusia potensial di Desa Kedungrejo merupakan tenaga kerja pendukung untuk melakukan kegiatan yang menunjang potensi perikanan laut di wilayah Desa Kedungrejo. 2. 3 Pendidikan Penduduk Tingkat pendidikan penduduk di Desa Kedungrejo rata-rata adalah tamatan SD/Sederajat yaitu sebesar 40,13 % dari total jumlah penduduk dan bahkan masih terdapatnya jumlah penduduk yang mengalami buta huruf 1,25 %. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja yang terlibat dalam sektor perikanan laut dilatar belakangi tingkat pendidikan yang relatif rendah. Sarana pendididkan di Desa Kedungrejo dapat dikatakan cukup memadai karena telah tersedianya sekolah-sekolah dari tingkat TK hingga SMP. Sarana ini meliputi sekolah TK (6 buah) dengan jumlah murid sebanyak 354 orang, SD Negeri (6 buah) dengan jumlah murid 2.217 orang, Madrasah Ibtidaiyah (2 buah) 32 dengan jumlah murid 387 orang, SD Swasta Islam (1 buah) dengan jumlah murid 366 orang, SD Swasta Katholik (1 buah) dengan jumlah murid 338 orang. Sedangkan SMP Swasta Umum (1 buah) dengan jumlah murid 58 orang (Monografi Desa Kedungrejo, 2010). Jumlah penduduk Desa Kedungrejo berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat dalam tabel berikut ini : TABEL 5. JUMLAH PENDUDUK DESA KEDUNGREJO BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tingkat Pendidikan Belum sekolah Tidak tamat Sekolah Dasar Tamat SD/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SLTA/Sederajat Tamat Akademi/Sederajat Tamat Perguruan Tinggi Sederajat Buta huruf Jumlah 161 orang 274 orang 8.447 orang 5.646 orang 4.498 orang 368 orang 695 orang 87 orang Sumber : Profil Desa Kedungrejo, tahun 2011 Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Desa Kedungrejo sebagian besar adalah tamatan SD/Sederajat yaitu berjumlaah 8.447 orang atau sekitar 40,13 %. Apabila bertitik tolak pada aturan pemerintah tahun 1996 tentang wajib belajar 9 tahun, maka dari segi pendidikan dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Kedungrejo masih tergolong rendah. Sedangkan tamatan SMP/Sederajat (20,60 %) lebih besar dari penduduk tamatan SMA/Sederajat (11,70%). Penduduk Desa Kedungrejo juga telah mencapai tamatan akademi/sederajat sebesar 0,27% dan tamatan perguruan tinggi/sederajat sebesar 0,33 %. 33 2. 4 Mata Pencaharian Mata pencaharian hidup adalah merupakan suatu faktor utama yang selalu ada pada sepanjang kehidupan manusia, dan tidak dapat dipisahkan dengan masalah penduduk itu sendiri. Dapat pula dikatakan bahwa mata pencaharian hidup adalah merupakan kebutuhan dasar (basic need) bagi manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Komposisi penduduk Desa Kedungrejo berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel dibawah ini TABEL 6. KOMPOSISI PENDUDUK DESA KEDUNGREJO BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN NO Jenis Mata Pencaharian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Nelayan Petani Pedagang Pengangkutan Pengusaha sedang / besar Pengrajin/Industri kecil Buruh - Industri Perikanan - Bangunan - Perkebunan Pegawai Negeri Sipil ABRI Pensiunan (Pegneg/ABRI) Peternak Jumlah n 14.267 6.168 337 26 41 78 Jumlah Persentase(100%) 21,86 % 18,82 % 6,23 % 0,91 % 1,92 % 3,46 % 1.489 244 29 394 68 97 2.934 11,75 % 8,88 % 0,15 % 2,17 % 0,25% 3,31% 15,69% 25.995 100 % Sumber : Buku Profil Desa Kedungrejo 2011 Mata Pencaharian penduduk sebagai nelayan sebesar 21,86 %, erat kaitannya dengan potensi perikanan laut di wilayah Desa Kedungrejo. Berhasilnya kehidupan dibidang perikanan membawa peningkatan taraf hidup bagi para 34 nelayan. Keberhasilan ini merupakan keterkaitan antar pendukungnya, yaitu manusia (nelayan), tersedianya potensi perikanan laut yang besar, serta teknologi pendukung aktivitas penangkapan ikan. Sistem mata pencaharian sebagai nelayan di Desa Kedungrejo, terbagi dalam kelompok-kelompok nelayan yang berdasarkan kepemilikan modal dan alat-alat produksi. Kelompok tersebut dalam bahasa masyarakat sekitar dikenal dengan istilah nelayan juragan dan nelayan buruh atau dalam bahasa lokal disebut juga sebagai nelayan slerek. Juragan adalah pemilik modal yang berupa kapal dan perlengkapannya, sedangkan nelayan slerek adalah buruh dengan status pekerjaannya terikat dengan juragan atau bersifat ngadim (menumpang untuk sementara waktu). Keterikatan antara juragan dan nelayan slerek yaitu berupa adanya uang jaminan atau pengikat yang diberikan juragan kepada nelayan slerek yang berwujud pinjaman uang agar nelayan slerek tetap setia kepada juragannya, bahkan para nelayan slerek ini tidak berewajiban untuk segera melunasi pinjaman tersebut. Nelayan juga dibedakan berdasarkan lamanya aktivitas mencari ikan dilaut, yakni sebutan sebagai nelayan slerek apabila nelayan yang pergi melaut dan datang kedaratan setiap hari, dan nelayan nggondrong yang melaut hingga berhari-hari dan biasanya menggunakan perahu yang lebih kecil dari yang digunakan nelayan slerek. Hubungan antara juragan dan nelayan slerek seperti tersebut di atas akan mengakibatkan adanya suatu perbedaan status sosial atau golongan diantara kelompok nelayan. Nelayan slerek merupakan kelompok yang dominan dalam masyarakat nelayan Desa Kedungejo yang dicirikan dengan rendahnya pemilikan 35 dan penguasaan faktor produksi serta terbatasnya kemampuan manajerial. Nelayan slerek yang tergabung dalam satu unit kapal penangkap ikan terdiri dari 45 orang (anak buah kapal). Kapal ini terdiri atas dua buah perahu dimana perahu yang satu berfungsi untuk menjaring ikan, sedangkan perahu yang lain berfungsi menampung hasil tangkapan. Industri perikanan laut juga banyak terdapat di Desa Kedungrejo seperti pengalengan ikan, pemindangan, pengasinan, dan cold storage (kastorit) dimana industri-industri tersebut relatif banyak menyerap tenaga kerja yang disebut juga sebagai buruh pabrik. Penduduk yang berprofesi sebagai petani yaitu sebesar 6.168 orang, dengan menggarap lahan persawahan yang ditanami antara lain: padi, jagung, kacang kedelai, dan tanaman lain seperti semangka, tembakau, jeruk, cabe dan tomat masing-masing menurut musimnya. Penduduk yang berprofesi sebagai pedagang sebesar 337 orang, dengan barang dagangan yang diperjual-belikan seperti hasil bumi yaitu beras, jagung, kelapa dan barang kebutuhan rumah tangga lainnya seperti gula, kopi, garam, dan rempah-rempah. Pasar induk Desa Kedungrejo terletak berdekatan dengan pasar ikan (sekitar 0,5 km dari tempat pelelangan Ikan atau TPI). Pasar induk ini beroperasi hampir 24 jam, sedangkan pasar ikan beroperasi mulai dini hari ketika perahu para nelayan mulai mendarat dan menurunkan hasil tangkapannya. 2.5 Sistem Kekerabatan Bangsa Indonesia merupakan bangsa dengan masyarakatnya yang majemuk, terdiri dari beragam suku bangsa, menganut bermacam-macam agama dan kepercayaan, serta mempunyai bentuk-bentuk sistem kekerabatan dan 36 keturunan yang berbeda-beda pula. Prinsip keturunan pada masyarakat di Desa Kedungrejo berdasarkan pada prinsip bilateral atau parental, yaitu hubungan antara seorang anak dengan saudara-saudara sekandung/sepupu laki-laki maupun perempuan, diperhitungkan melalui garis ibu (perempuan) maupun garis ayah (laki-laki). Prinsip bilateral sebenarnya tidak mempunyai akibat selektif karena bagi tiap individu dalam masyarakat semua kaum kerabat ibu atau ayah (semua kerabat biologisnya), masuk dalam hubungan kekerabatan (Koentjaraningrat, 1981 :130-131). Proses hubungan antar personal dalam satu kerabat dapat terjadi karena adanya hubungan darah serta perkawinan. Hubungan kekerabatan karena hubungan darah terjadi karena satu individu dengan individu yang lainnya berhubungan secara langsung dalam satu keluarga inti. Hubungan kekerabatan yang terjadi karena hubungan perkawinan antara seorang pria dengan wanita dalam lingkungan kerabat yang berbeda atau bahkan dapat terjadi antara seseorang dengan orang lainnya yang masih terhitung kerabat dari salah satu pihak pengantin, sehingga membentuk dan memperluas hubungan kekerabatan yang telah ada. Sedangkan hubungan kekerabatan karena keturunan adalah hubungan yang terjadi karena leluhur yang sama. Suatu Perkawinan akan membentuk keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family), pada masyarakat Desa Kedungrejo yang termasuk dalam keluarga inti adalah: suami, istri dan anak-anak mereka yang belum menikah. Anak tiri dan anak yang secara resmi diangkat sebagai anak memiliki hak yang kurang lebih sama dengan anak kandung, sehingga dapat pula 37 dianggap sebagai anggota keluarga dari satu keluarga inti. Keluarga luas adalah kelompok kekerabatan yang merupakan kesatuan sosial yang sangat erat, terdiri lebih dari satu keluarga inti. Prinsip keturunan masyarakat Desa Kedungrejo adalah berdasarkan prinsip bilateral atau parental, yaitu prinsip keturunannya dihitung melalui pihak laki-laki dan perempuan. 2.6 Sistem Religi dan Kepercayaan Kepercayaan adalah penerapan konkrit nilai-nilai yang dimiliki suatu individu atau masyarakat. Oleh karena itu, orang yang berpegang teguh pada nilainilai yang sama dapat saja berbeda dalam hal bagaimana cara menerapkan nilainilai tersebut, dimana mereka dapat saja memiliki kepercayaan yang berbeda. Nilai-nilai dan kepercayaan tidak terbatas dalam agama, namun dapat juga menjadi bagian dari kepercayaan yang non-teologis atau berada di luar bidang cakupan alam ghaib. Dengan demikian, kepercayaan merupakan proses kejiwaan, dengan kepercayaan itu masyarakat menangguhkan kemampuan otak dengan cara menerima jawaban-jawaban yang bersifat non rasional terhadap pertanyaan dasar kehidupan. Kepercayaan merupakan gejala yang mengambil tempat di dalam alam pikiran setiap orang dan kepercayaan tersebut paling tidak dalam bentuknya sebagai manifestasi keagamaan itu sendiri (Erniati, 2003). Semua manusia sadar akan adanya suatu alam dunia yang tak nampak, yang ada diluar batas pancainderanya dan batas akalnya. Menurut kepercayaan manusia dalam banyak kebudayaan di dunia, bahwa dunia gaib di diami oleh berbagai makhluk dan kekuatan yang tidak dapat dikuasai oleh manusia dengan 38 cara-cara biasa, sehingga hal tersebut ditakuti oleh manusia. Makhluk dan kekuatan yang menduduki dunia gaib ini dikategorikan sebagai berikut : a) dewadewa yang baik maupun yang jahat, b) makhluk-makhluk halus lainnya seperti roh leluhur, roh yang baik maupun yang jahat, hantu dsb, c) kekuatan sakti yang bisa berguna maupun meninggalkan bencana. Sistem kepercayaan yang terkandung dalam bayangan seseorang akan wujud dari dunia gaib ialah tentang dewa-dewa, makhluk-makhluk halus, kekuatan sakti, wujud dunia akhirat, dan terjadinya alam semesta dsb. Dengan demikian, suatu sistem upacara atau ritual kepercayaan tertentu bisa berupa konsepsi tentang paham-paham yang hidup, baik yang ada dalam pikiran seorang manusia maupun berupa konsepsi yang terintegrasi ke dalam dongeng-dongeng dan aturan-aturan . Dongeng dan aturan ini biasanya dianggap bersifat keramat ( Koentjaraningrat, 1981 :231) Kepercayaan seperti diuraikan diatas, masih terasa dalam kehidupan masyarakat Desa Kedungrejo. Mereka percaya adanya roh-roh halus yang disekitar manusia dan roh-roh tersebut diyakini keberadaannya sebagai roh para leluhur. Roh halus tersebut ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan mereka sehingga masyarakat harus berusaha melembutkan hatinya dengan melaksanakan berbagai upacara. Salah satunya sebuah ritual yang dilaksanakan setiap malam jum’at legi yang dinamakan sebagai sandingan. Dukun yang oleh masyarakat dianggap mempunyai kekuatan gaib. serta memliki peranan yang penting dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, dianggap sebagai perantara untuk berhubungan dengan makhluk halus yaitu 39 keluarga dan masyarakat. Agar roh-roh tersebut tidak menganggu, harus diberikan penghormatan berupa pembakaran kemenyan. Kepercayaan akan dewa-dewa terutama bagi para nelayan masih berkembang yakni kepercayaan akan mitologi penguasa laut, keberadaan penguasa laut ini dipercaya sebagai pelindung nelayan ketika berada di laut, dan yang memberikan berkah berupa hasil laut yang melimpah. Para nelayan dan masyarakat disekitar wilayah pantai, ingin membalas pemberian berkah dan keselamatan dengan mengadakan ritual petik laut. Latar belakang mitos yang hidup dan berkembang dalam kalangan masyarakat Desa Kedungrejo, penghayatan agama yang mereka yakini yakni agama Islam serta ikatan tradisi yang sudah mendarah daging, menampakkan diri dalam bentuk penghayatan keagamaan yang bersifat campuran antara tradisi lama dengan agama yang mereka anut atau sinkretisme. Jumlah keseluruhan penduduk Desa Kedungrejo menurut data monografi Desa Kedungrejo tahun 2010 adalah sebesar 25.995 jiwa, dimana mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Jumlah penduduk Desa Kedungrejo berdasarkan agama yang dianut dapat dilihat dalam tabel berikut : TABEL 7. JUMLAH PENDUDUK DESA KEDUNGREJO BERDASARKAN AGAMA YANG DIANUT No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 8. Agama Islam Kristen Katholik Hindhu Budha Khonghucu Aliran Kepercayaan lainnya Jumlah Jumlah 24.122 orang 482 orang 932 orang 182 orang 179 orang 25.995 orang Sumber : Monografi Desa Kedungrejo, 2010 40 Tabel diatas menunjukkan bahwa penduduk Desa Kedungrejo menunjukkan sifat homogenitas, yaitu hampir semua penduduknya beragama Islam. Penduduk yang menganut agama Islam, menganut agama islam yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadist sesuai dengan rukun Islam dan rukun iman yakni : syahadat, sholat 5 waktu, puasa, zakat, dan beribadah haji bagi yang mampu. Selain agama Islam sebagai agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat sebagai pedoman utama, masyarakat Desa Kedungrejo juga mempercayai dan menjalankan suatu ritual kepercayaan. Meskipun demikian, bukan berarti mereka tidak atau kurang taat menjalankan ibadah agama yang dianut yakni agama Islam, akan tetapi harmoni mereka ditetapkan sejak semula oleh ketaatan mereka kepada suatu tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun, sehingga akan menampakkan diri kepada suatu bentuk penghayatan keagamaan yang sifatnya campuran antara tradisi lama dengan keyakinan agama masyarakat. Variasi kepercayaan yang dianut masyarakat, menunjukkan bahwa dibalik kesan yang didapat dari pernyataan bahwa penduduk Desa Kedungrejo adalah sembilan puluh persen (90%) beragama Islam, sesungguhnya terdapat variasi dari sistem kepercayaan, nilai dan upacara yang berkaitan dengan suatu struktur sosial yang oleh Geertz disebut sebagai santri, abangan dan priyayi (Geertz, 1989 : 165). Ritual petik laut ini dilaksanakan oleh masyarakat dengan basic agama Islam, namun disisi lain mereka masih tetap mempertahankan naluri yang telah menjadi tradisi yang diwarisi secara turun-temurun. 41 2.7 Organisasi Sosial Secara yuridis formal, Desa Kedungrejo merupakan salah satu Desa di wilayah Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi. Terdiri dari 5 dusun, 23 rukun warga (RW) dan 78 rukun tetangga (RT). Sebagai organisasi sosial yang menjalankan suatu sistem pemerintahan, Desa Kedungrejo menjalankan pemeritahan secara dinas yang organisasinya bersifat modern. Berdasarkan struktur pemerintahan, komponen kepemimpinan memegang peranan penting untuk menggerakkan lembaga tersebut. Kepemimpinan formal di Desa Kedungrejo, yaitu seseorang yang secara resmi diangkat untuk menjabat sebagai pemimpin dan merupakan komponen hierarkis dalam suatu organisasi. Terkait hal ini kepemimpinan Pemerintah Desa dikenal dengan istilah Kepala Desa (Kades). Hak dan kewajiban Kepala Desa adalah menjalankan rumah tangga desa, meliputi penyelenggara dan penanggung jawab utama di bidang pemerintahan tingkat desa, pembangunan desa dan masyarakat desa dalam rangka pemerintahan di tingkat desa, urusan pemerintahan umum, termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menumbuhkembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagai pundi utama pelaksanaan pemerintahan di tingkah desa. Struktur organisasi pemerintahan Desa Kedungrejo dapat dilihat dalam bagan berikut 42 Bagan 2. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Kedungrejo BPD KEPALA DESA LPMD SEKRETARIS DESA KAUR PEMERIN TAHAN KEPALA DUSUN KRAJAN KEPALA DUSUN STOPLAS KAUR PEMBANG UNAN KEPALA DUSUN MUNCAR KAUR KESRA KAUR KEUAN GAN KEPALA DUSUN SAMPANGAN KAUR UMUM KEPALA DUSUN KALIMATI Bagan diatas menunjukkan bahwa, dalam menjalankan dan melaksanakan tugasnya Kepala Desa dibantu oleh perangkat desa yaitu Sekretaris Desa dan Kepala dusun. Sekretaris desa terdiri dari Kepala-kepala urusan (Kaur). Kepengurusan Badan Pertimbangan Desa (BPD) dijabat langsung oleh Kepala Desa selaku Ketua Umum, sementara sekretaris BPD dijabat oleh Sekdes. Disamping dibantu oleh BPD, Kepala Desa juga dibantu oleh Lembaga Pelaksana Pembangunan Desa (LPPD). Tugasnya adalah mengelola perencanaan pembangunan, menggerakkan partisipasi aktif dan positif dari masyarakat untuk melaksanakan pembangunan yang terpadu, mengkoordinasikan pelaksanaan daripada perencanaan pembangunan fisik dan non fisik antara pemerintah desa dengan swadaya gotong-royong masyarakat. Sesuai dengan topografi wilayah Desa Kedungrejo yang merupakan daerah pesisir, maka sektor perikanan khususnya perikanan laut mendapatkan perhatian penting dari pemerintah daerah Desa Kedungrejo. Sarana yang 43 disediakan pemerintah untuk menunjang pembangunan perikanan laut diantaranya Koperasi Perikanan KUD Mino Blambangan, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Pasar ikan. Peranan KUD Mino Blambangan KUD Mino Blambangan adalah wadah ekonomi masyarakat nelayan yang didirikan pada tanggal 20 mei 1975. Jumlah anggota KUD Mino dari tahun 2000 sampai 2008 relatif sama yakni sebesar 7.540 orang. KUD Mino merupakan KUD dengan kegiatan serba ada yang meliputi pelelangan ikan, perbengkelan, pengadaan es dan garam, pengadaan BBM, pengadaan sembako, balai pengobatan dan perkreditan. Dari usaha-usaha tersebut pelelangan ikan memberikan kontribusi pendapatan yang tertinggi yaitu sebesar 66,55% dari total pendapatan jasa KUD (Laporan neraca tahunan KUD Mino Blambangan, 2008). Pembinaan KUD Mino yang dilakukan Pemerintah bertujuan agar KUD Mino mampu bergerak dan menunjang semua kegiatan nelayan dengan memberikan berbagai fasilitas, kemudahan-kemudahan serta modal kerja. Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 10/1988 menerangkan antara lain bahwa KUD Mino merupakan penyelenggara dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan semua ikan hasil tangkapan wajib dilelang di TPI. Tujuan utama dari pelelangan adalah mencari pembeli potensial sebanyak mungkin untuk membeli ikan hasil tangkapan nelayan pada tingkat harga yang menguntungkan nelayan tanpa merugikan pembeli, dengan adanya TPI diharapkan struktur pasar akan mengarah pada persaingan yang lebih kuat antar penjual dan pembeli, tetapi dalam realisasinya KUD Mino Blambangan belum menerapkan sistem pelelangan 44 yang diharapkan, karena mekanisme transaksi antara nelayan juragan sebagai penjual dan belantik atau pedagang ikan serta pengusaha pabrik sebagai pembeli dilaksanakan sendiri diluar pelelangan, dan setelah terjadi kesepakatan maka para penjual dan pembeli tersebut melaporkan kepihak TPI dan membayarkan retribusinya. Petugas lelang hanya menegaskan telah terjadi transaksi karena harga jual beli telah disepakati sebelumnya. Menurut informasi dari pegawai KUD serta laporan tahunan KUD Mino blambangan memperlihatkan bahwa kesadaran pedagang untuk memanfaatkan TPI semakin menurun, ditengah sepinya hasil tangkapan ikan dalam beberapa tahun terakhir ini membuat para pedangang dan nelayan menganggap pembayaran retribusi sebagai suatu beban yang berat. Kepercayaan masyarakat terhadap KUD Mino juga semakin menurun, karena tidak adanya kontribusi yang nyata dari KUD untuk kesejahteraan nelayan. Kredit dan dana kesejahteraan yang diberikan KUD kepada nelayan sangatlah kecil dan tidak mampu menunjang usaha para nelayan. TPI Desa Kedungrejo untuk saat ini melaksanakan tugas sebagai pencatat hasil transaksi nelayan dan pedagang ikan tanpa menarik retribusi dari mereka. KUD Mino Blambangan juga merupakan sebuah lembaga yang menangani kegiatan adat budaya di wilayah Desa Kedungrejo, yakni berperan sebagai penanggung jawab dan panitia pelaksana dalam kegiatan petik laut. Setiap tahunnya untuk melaksanakan kegiatan petik laut, KUD Mino akan menyiapkan sebuah susunan kepanitiaan yang terdiri dari para pegawai KUD Mino serta 45 nelayan setempat, yang memenuhi kriteria dari segi kemampuan ekonomi dan sumber daya manusianya.