BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui apa yang ada disekitar, dan apa yang ada di dalam dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia untuk berkomunikasi. Banyak pakar menilai komunikasi merupakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan bermasyarakat. Orang yang tidak berkomunikasi cenderung akan terisolasi dengan lingkungannya. Harold D. Lasswell (Cangara, 1998:2) menyatakan salah satu dasar mengapa manusia berkomunikasi agar ia dapat mengembangkan pengetahuannya, yakni belajar dari pengalamannya maupun dari informasi yang mereka terima dari lingkungan sekitarnya. Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan pendidikan. Dalam kegiatan tersebut melibatkan berbagai komponen pengajaran, yang dapat memberikan kontribusi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Yusuf (1990:25) fungsi komunikasi dalam pembelajaran adalah sebagai alat untuk mengubah perilaku sasaran, dalam hal ini adalah perilaku edukatif. Kita belajar menjadi menusia melalui komunikasi. Manusia bukan dibentuk oleh lingkungan, tetapi menerjemahkan pesan-pesan dari lingkungan yang diterimanya. Komunikasi pembelajaran menurut Yusuf (1990:25) adalah proses komunikasi yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi guru dengan murid dalam kegiatan pembelajaran tatap muka, baik secara individual maupun secara kelompok, dalam bentuk verbal maupun non verbal dan dibantu dengan media / sumber belajar. Arus pesan dapat koheren apabila informasi yang ditampilkan individu, baik melalui perilaku verbal dan nonverbal saling menguatkan, artinya ketika seorang Universitas Sumatera Utara komunikator dapat memahami alur dan urutan informasi tentang cara berfikir, perasaan maupun tindakan orang lain maka berarti telah terjalin interaksi antar pribadi yang bersifat koherensi. Koherensi membantu memahami komunikasi dan mencegah kesalah pahaman antar individu, sehingga komunikasi menjadi efektif. Kegiatan belajar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Di dalam belajar, baik formal maupun nonformal pasti ada kesulitan atau hambatan yang kita sebut dengan masalah belajar. Hampir semua kecakapan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan sikap manusia di bentuk, dimodifikasikan dan dikembangkan melalui proses belajar. Kimble dan Garmezy menyatakan “Learning is a relatively permanent change in a behavioral tendency and is the result of reinforced practice” (Brown, 2000:7) yaitu belajar adalah suatu kecenderungan dengan perubahan tingkah laku yang relatif bersifat permanen dan sebagai hasil dari praktek yang bersifat. Lebih lanjut, Kimble dan Garmezy menegaskan ada beberapa ciri belajar di antaranya: belajar adalah perolehan; belajar adalah retensi (penyimpanan) terhadap informasi atau keterampilan organisasi kognitif; belajar adalah keaktifan, memusatkan perhatian dan kesadaran; belajar adalah secara relatif bersifat permanen; belajar meliputi bentuk-bentuk praktek yang bersifat menguatkan dan belajar adalah perubahan tingkah laku. Sedangkan aspek hasil belajar siswa setelah mengikuti program pembelajaran meliputi keterampilan kognitif, afektif dan psikomotorik. Di zaman yang modern seperti ini, bahasa merupakan aspek penting dalam menambah nilai kualitas seorang manusia di lingkungannya. Melalui bahasa yang digunakan sesorang kita dapat mengetahui cara berfikir, karakteristik serta wawasan seseorang. Bahasa juga memungkinkan kita menyandi (code) peristiwa-peristiwa dan Universitas Sumatera Utara objek-objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa, kita mengabstraksikan pengalaman kita, dan yang lebih penting mengkomunikasikannya pada orang lain. Dalam retorika, kita mengenal bahasa dapat memberi “wibawa” terlebih jika ia bisa menguasai lebih dari satu bahasa asing. Mata pelajaran bahasa mempunyai karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran eksakta atau mata pelajaran ilmu sosial yang lain. Perbedaan ini terletak pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa belajar bahasa bukan saja belajar kosakata dan tatabahasa dalam arti pengetahuannya, tetapi harus berupaya menggunakan atau mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan komunikasi. Seorang siswa belum dapat dikatakan menguasai suatu bahasa jika ia belum dapat menggunakan bahasa untuk keperluan komunikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2007:1180), kata keterampilan berasal dari kata terampil yang artinya cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Sedangkan keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. ~bahasa kecakapan seseorang untuk memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara. Keterampilan bahasa terbagi dalam: keterampilan reseptif dan keterampilan produktif. Keterampilan reseptif meliputi keterampilan mendengar (listening) dan keterampilan membaca (reading), sedangkan keterampilan produktif meliputi keterampilan berbicara (speaking) dan keterampilan menulis (writing). Pesatnya komunikasi dan interaksi global telah menempatkan bahasa Inggris sebagai salah satu media yang mutlak kebutuhannya. Bahasa Inggris merupakan bahasa global yang tidak asing dan dapat dengan mudahnya kita jumpai dalam keseharian. Bahkan berbagai istilah dari bahasa asing ini juga telah diserap menjadi bahasa baku Universitas Sumatera Utara Indonesia. Demi kebutuhan akan Bahasa Inggris, para orang tua kerap berlomba-lomba mengenalkan bahasa dunia itu pada anaknya sejak ia mulai bisa berbicara. Akan tetapi realitas yang ada pada kegiatan belajar bahasa, Bahasa Inggris khususnya, siswa cenderung pasif dan tidak mengaplikasikan ilmu yang ia serap secara maksimal. Metode belajar pun melakukan pembenahan agar dapat meningkatkan mutu siswa setelah belajar. Pendekatan komunikatif dalam kegiatan belajar mengajar sangat menekankan kebutuhan siswa belajar bahasa. Oleh sebab itu, pengajaran bahasa Inggris secara komunikatif perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dapat mempengaruhi pengajaran bahasa Inggris, yaitu: lingkungan bahasa yang ada di masyarakat, karakteristik siswa, dan kualitas guru pengajarnya (Depdiknas, 2003:20). Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh pada pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris secara komunikatif. Guru perlu memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat melakukan analisis terhadap karakteristik siswa secara keseluruhan dan bukan hanya berdasarkan kesalahan-kesalahan siswa di dalam penampilan komunikasinya. Usia remaja yaitu 12-15 tahun, merupakan masa saat terjadinya perubahanperubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Secara tidak langsung, perubahan-perubahan tersebut akan berdampak pada proses belajar, dimana para siswa cenderung untuk acuh tak acuh pada pelajaran yang di terimanya. Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya serta memanfaatkan penggunaan bahasa. Untuk Universitas Sumatera Utara itu perlu peran orang dewasa seperti guru yang memiliki intensitas yang hampir sama dengan orang tuanya. Peranan guru dalam membimbing siswa bisa dirasakan pada siswa yang berada pada fase remaja awal yang sedang duduk di Sekolah Menengah Pertama. SMP Swasta Pertiwi Medan misalnya. Umumnya, siswa yang bersekolah di SMP ini mempunyai latar belakang ekonomi menengah keatas sehingga siswa cenderung kurang peka pada proses belajar dan sangat ketergantungan terhadap lingkungannya. Adanya dukungan, keterbukaan, empati dan rasa positif dari guru akan membantu proses belajar Bahasa Inggris lebih efektif dan dapat memberi hasil yang baik pada keterampilan berbahasa siswa. Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Komunikasi Antar Pribadi Dan Keterampilan Berbahasa (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Guru Bahasa Inggris Terhadap Keterampilan Berbahasa Siswa SMP Swasta Pertiwi Medan) “ I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut, “Sejauhmanakah pengaruh komunikasi antar pribadi guru Bahasa Inggris dalam meningkatkan keterampilan berbahasa siswa di SMP Swasta Pertiwi Medan” I.3 Pembatasan Masalah Agar tidak terjadi ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan akan mengaburkan penelitian, maka peneliti merasa perlu membuat pembatasan masalah agar menjadi lebih jelas. Pembatasan masalah yang akan diteliti yaitu: 1. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu bersifat mencari atau menjelaskan hubungan dan menguji hipotesis. Universitas Sumatera Utara 2. Peneliti hanya terbatas pada pengaruh komunikasi antar pribadi guru Bahasa Inggris dan keterampilan berbahasa siswa. 3. Objek penelitian kegiatan ini adalah murid kelas VIII-1, VIII-2, VIII-3 SMP Swasta Pertiwi Medan. I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses komunikasi antar pribadi guru dalam meningkatkan keterampilan Bahasa Inggris siswa. 2. Untuk mengetahui tingkat keterampilan berbahasa Inggris siswa. 3. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi antar pribadi guru Bahasa Inggris dalam meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris siswa SMP Pertiwi Medan. I.4.2 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, diharapkan dapat menambah dan memperkaya khasanah bacaan di Jurusan Ilmu Komunikasi mahasiswa FISIP USU. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna menambah khasanah penelitian dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan peneliti serta mahasiswa ilmu komunikasi FISIP USU mengenai komunikasi antar pribadi. I.5 Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian tersebut disoroti (Nawawi, 1995:40) Universitas Sumatera Utara Menurut Kerlinger (Rakhmat, 2004:6) teori merupakan himpunan konstruk atau konsep, yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Dengan adanya kerangka teori, akan membantu peneliti dalam menentukan tujuan dan arah penelitiannya. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: I.5.1 Komunikasi Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan manusia yang lain. Manusia mempunyai keinginan untuk bersosialisasi dan berbaur dan menciptakan suatu relasi. Manusia membutuhkan komunikasi sebagai sarana yang merupakan dasar dari eksistensi manusia yang ingin bermasyarakat. Secara epistimologis istilah kata komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasala dari bahasa Latin yakni communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. Sama dalam arti kata ini bisa diinterpretasikan dengan pemaknaannya adalah sama makna. Jadi secara sederhana dalam proses komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk memdapatkan kesetaraan makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut. Komunikasi adalah sebuah kebutuhan naluriah yang ada pada semua makhluk hidup. Dr. Everett Kleinjan dalam buku Cangara (2006:1) menyatakan bahwa komunikasi adalah bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas, sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan hasratnya kepada orang lain, merupakan awal dari keterampilan manusia berkomunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat (non verbal), kemudian disusun dengan keterampilan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal. Sementara itu sifat Universitas Sumatera Utara dasar manusia yaitu “keingintahuan” yang sangat kuatt dalam diri manusia tentang berbagai kejadian dan fenomena di dunia ini mendorong manusia untuk terus-menerus mengumpulkan, saling menukar dan mengemdalikan informasi (Roger Fidler, 2003: 8384), juga menjadi tonggak penting manusia untuk melakukan komunikasi. Shannon dan Weaver (Cangara, 2006:19) menyatakan komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society, mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Lasswell menjelaskan komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Menurut L.Tubbs dan Moss (Rakhmat, 2005:13) komunikasi efektif menimbulkan 5 hal yaitu: a. Pengertian b. Kesenangan c. Mempengaruhi sikap d. Hubungan sosial yang baik e. Tindakan Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya komunikasi merupakan suatu proses dua arah. Komunikasi tidak hanya memberitahukan dan mendengarkan saja. Komunikasi harus mengandung pembagian ide, pikiran dan fakta. Komunikasi bertujuan menyalurkan ide atau pesan untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan perilaku seseorang. Universitas Sumatera Utara I.5.2 Komunikasi Antar Pribadi Secara umum komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang – orang yang saling berkomunikasi. Reardon (Liliweri, 1991:13) mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai paling sedikit enam ciri: 1. Dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong 2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja 3. Kerapkali berbalas-balasan 4. Mempersyaratkan adanya hubungan paling sedikit dua orang antar pribadi, 5. serta suasana hubungan harus bebas, bervariasi dan adanya keterpengaruhan 6. Menggunakan pelbagai lambang yang bermakna Untuk lebih memperjelas pengertian komunikasi antar pribadi, De Vito dalam Liliweri (1991:13) memberikan beberapa ciri komunikasi antar pribadi : 1. Keterbukaan (openess), Keterbukaan merupakan pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan untuk memberikan tanggapan kita di masa kini. Dalam keterbukaan, komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Kedua-duanya saling memahami dan mengerti pribadi masing – masing. Johnson (Supratiknya, 1995:14) mengartikan keterbukaan diri yaitu membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukan, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan. 2. Empati (empathy), Universitas Sumatera Utara Empati adalah keterampilan seseorang untuk memproyeksi dirinya kepada peranan orang lain. Menurut Sugiyo (2005:5) empati dapat diartikan sebagai menghayati perasaan orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang lain.. Sedangkan Jumarin (2002: 97) menyatakan bahwa empati tidak saja berkaitan dengan aspek kognitif, tetapi juga mengandung aspek afektif, dan ditunjukkan dalam gerakan, cara berkomunikasi (mengandung dimensi kognitif, afektif, perseptual, somatic/kinesthetic, apperceptual dan communicative). Maksudnya adalah adanya keterlibatan aktif yang dapat terlihat melalui ekspresi wajah dan gerak gerik, konsentrasi terpusat pada kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian dan kedekatan fisik serta sentuhan sepantasnya. 3. Dukungan (supportiveness) Dalam komunikasi antarpribadi diperlukan sikap memberi dukungan dari komunikator agar komunikan mau berpartisipasi dalam proses penyampaian pesan. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan. Hal ini senada dikemukakan Sugiyo (2005:6) dalam komunikasi antarpribadi perlu adanya suasana yang mendukung atau memotivasi, lebih-lebih dari komunikator. Rakhmat (2005:133) mengemukakan bahwa sikap supportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif . Orang yang defensif cenderung lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikan dari pada memahami pesan orang lain. Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihakpihak yang berkomunikasi. R.Gibb (Rahmat, 2005:134) menyebutkan beberapa perilaku yang menimbulkan perilaku suportif: a. Deskripsi, yaitu menyampaikan perasaaan dan persepsi kepada orang lain tanpa menilai; tidak memuji atau mengecam, mengevaluasi pada gagasan, bukan pada pribadi orang lain, orang tersebut “merasa” bahwa kita menghargai diri mereka. Universitas Sumatera Utara b. Orientasi masalah, yaitu mengajak untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah, tidak mendikte orang lain, tetapi secara bersamasama menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya. c. Spontanitas, yaitu sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. d. Provisionalisme, yaitu kesediaan untuk meninjau kembali pendapat diri sendiri, mengakui bahwa manusia tidak luput dari kesalahan sehingga wajar kalau pendapat dan keyakinan diri sendiri dapat berubah. 4. Rasa positif (positiveness) Setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, rasa positif menghindarkan pihak – pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau prasangka yang mengganggu jalinan interaksi. Sugiyo (2005:6) mengartikan bahwa rasa positif adalah adanya kecenderungan bertindak pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada diri komunikan. Dalam komunikasi antarpribadi hendaknya antara komunikator dengan komunikan saling menunjukkan sikap positif, karena dalam hubungan komunikasi tersebut akan muncul suasana menyenangkan, sehingga pemutusan hubungan komunikasi tidak dapat terjadi. 5. Kesetaraan (equality) Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antar pribadi lebih kuat, apabila memiliki kesetaraan tertentu seperti kesetaraan pandangan, sikap, ideologi dan sebagainya. Rahmat (2005:135) mengemukakan bahwa persamaan atau kesetaraan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis, tidak menunjukkan diri sendiri lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual kekayaan atau kecantikan. Dalam persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak mengggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama, yaitu mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat merasa nyaman, yang akhirnya proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan lancar. Universitas Sumatera Utara Ketika kita dihadapkan dengan komunikasi antar pribadi maka yang menjadi dasar asumsi pertanyaan kita adalah mengapa kita harus berkomunikasi? Kerlinger (Liliweri, 1991:45) mengemukakan bahwa hubungan dengan orang lain ternyata mempengaruhi kita. Kita tergantung kepada orang – orang yang lain karena mereka juga berusaha mempengaruhi kita melalui pengertian yang diberikannya, informasi yang dibagikannya, semangat yang disumbangkannya dan masih banyak pengaruh yang lainnya. Sehingga kita dapat mengambil kesimpulan bahwa berkomunikasi antar pribadi disebabkan karena dorongan pemenuhan kebutuhan yang belum atau tidak dimiliki seseorang sebelumnya atau belum layak dihadapannya. Komunikasi antar pribadi dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang yang sifatnya dialogis yaitu berupa percakapan. Selain itu komunikasi antarpribadi memiliki keuntungan tersendiri, yakni arus balik bersifat langsung sehinggga komunikator mengetahui tanggapan dari komunikannya. I.5.3 Self Disclosure Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal seperti itu dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bidang perkenalan yang ditunjukkan dengan jendela johari Diketahui diri sendiri Diketahui orang lain Tidak diketahui diri sendiri 1 terbuka 2 buta 3 tersembunyi 4 tidak dikenal Tidak diketahui orang lain gambar 1.jendela johari Universitas Sumatera Utara Gambar di atas melukiskan bahwa dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain terdapat empat macam kemungkinan yang akan dihadapi. Bidang 1. menggambarkan kondisi dimana dua orang mengembangkan hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah dalam hubungan mereka. Bidang 2. menggambarkan masalah hubungan antara kedua pihak yang diketahui oleh orang lain namun tidak oleh diri sendiri Bidang 3. menggambarkan masalah tersebut diketahui diri sendiri namun tidak dengan orang lain. Bidang 4. komunikan dan komunikator sama–sama tidak mengetahui masalah hubungan di antara mereka Keadaan yang ideal adalah seperti yang ditunjukkan pada bidang 1, dimana komunikan dan komunikator saling mengetahui masing–masing. Namun setiap orang memiliki peluang dalam mengungkapkan maupun tidak mengungkapkan masalah yang dihadapinya. I.5.4 Proses Belajar dan Keterampilan Berbahasa Belajar merupakan suatu usaha sadar individu untuk mencapai tujuan peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan-latihan dan pengulanganpengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena peristiwa kebetulan (Mulyati, 2005:5). Sekolah adalah tempat berinteraksi yang saling mempengaruhi diantara insaninsan yang terdiri atas pelajar dan pengajar, berlangsung secara terarah dalam suasana ilmu pengetahuan dan dapat membimbing pelajar introvert bisa menjadi insan yang aktif dan dinamis. Apabila pelajar mengurung diri, pasif dan tidak mau berinteraksi dengan gagasan dan prakarsanya, ia tidak menggunakan lembaga sekolah dan kampus dengan berbagai fasilitasnya itu sebagai tempat untuk membina ilmu pengetahuan dan untuk mencari pengalaman. Universitas Sumatera Utara Dalam hubungan ini, sudah tentu peranan para pengajar untuk memotivasi mereka sungguh penting. Diharapkankan para pengajar harus menjadi insan ekstrovert, yaitu aktif, dinamis, optimis, toleran, berhati terbuka, dan mudah bergaul agar tidak mempunyai kesenjangan yang jauh antara guru dan siswa sehingga membuat proses belajar menjadi efektif (Effendy, 2006:107). Menurut teori belajar, manusia memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses yaitu asosiasi, imitasi dan peneguhan (Rakhmat, 2005:271). Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan objek tertentu. Misalnya, kata “Nazi” biasanya diasosiasikan dengan kejahatan mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat karena kita telah belajar mengasosiasikannya dengan hal yang mengerikan. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang di dengar. Seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang menjadi model. Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan positif yang dinyatakan ketika seseorang mengucapkan kata-kata dengan benar. Orang belajar menampilkan perilaku tertentu karena perilaku itu disertai dengan sesuatu yang menyenangkan dan dapat memuaskan kebutuhan (atau mereka belajar menghindari perilaku yang disertai akibat-akibat yang tidak menyenangkan). Keterampilan bahasa siswa mencakup kemampuan mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. - Mendengar (Listening Skill), merupakan keterampilan bahasa dalam mendengar seseorang yang berbicara melalui percakapan yang memiliki tujuan komunikatif dengan struktur linguistik. Mencakup juga respon verbal serta ekspresi dan intonasi lawan bicara. - Berbicara (speaking skill), berarti mampu mengucapkan berbagai makna melalui percakapan yang memiliki tujuan komunikatif dengan struktur linguistik. Dibutuhkan rasa percaya diri agar dapat mengungkapkan gagasan ataupun instruksi melalui ucapan (pronounciation) yang baik dan intonasi yang benar. Universitas Sumatera Utara - Membaca (reading skill), berarti mampu memahami berbagai makna, mengidentifikasi ciri kebahasaan dan melafalkan kata-kata dalam berbagai teks tulis yang memiliki tujuan komunikatif dan berstruktur linguistik. - Menulis (writing skill), berarti mampu menguasai tata bahasa (grammar), kosa kata (vocabulary), serta dapat merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat yang baik dan benar dalam berbagai makna yang memiliki tujuan komunikatif dan berstruktur linguistik. Tujuan pembelajaran bahasa adalah agar siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa secara lisan maupun tulisan secara lancar dan sesuai dengan konteks sosialnya (Depdiknas, 2003: 15). Standar kompetensi siswa dalam pelajaran Bahasa Inggris untuk tingkat SMP/MTs (Depdiknas, 2003:4) adalah sebagai berikut: - Mampu mendengarkan dan memahami beraneka ragam wacana lisan, baik sastra maupun non sastra - Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan dan perasaan secara lisan - Mampu membaca dan memahami suatu teks bacaan sastra dan nonsastra dengan kecepatan yang memadai - Mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan - Mampu mengekspresikan berbagai ragam sastra I.5.5 Remaja Menurut Hurlock (2002:206) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2004:262) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Berdasarkan batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Universitas Sumatera Utara Menurut Erickson (Gunarsa,2003:7) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja dan berimbas pada lingkungan sosialnya. Gunarsa (2003:67) merangkum beberapa ciri remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu: 1. Kegelisahan. Keadaan yang tidak tenang menguasai diri si remaja. Mereka mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selalu dapat terpenuhi. Di satu pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlukan untuk menambah pengetahuan dah keluwesan tingkah laku. 2. Pertentangan pada umumnya timbul perselisihan dan pertentangan pendapat dan pandangan antara si remaja dan orangtua. 3. Berkeinginan mencoba hal-hal yang belum diketahuinya. 4. Ketidakstabilan emosi. 5. Menghayal dan berfantasi. 6. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok. 7. Senang bereksperimentasi. I.6 Kerangka konsep Kerangka yaitu hasil pemikiran rasional yang merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa. Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan. Kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Kerangka konsep disusun sebagai perkiraan teoritis dan hasil yang akan dicapai, setelah dianalisa secara kritis berdasarkan bahan persepsi (pengamatan) yang dimiliki. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas (x) Universitas Sumatera Utara Variabel bebas merupakan sejumlah gejala faktor, unsur-unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya gejala atau faktor lain yang pada gilirannya gejala atau faktor yang kedua itu disebut variabel terikat (Nawawi, 1995:56) 2. Variabel terikat (y) Variabel terikat ialah sejumlah gejala atau faktor yang dipengaruhi oleh adanya variabel bebas bukan karena adanya variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan berbahasa siswa. 3. Karakteristik Responden Variabel antar berada diantara variabel bebas dan terikat, yang berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan terikat. variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik identitas responden. I.7 Model teoritis Variabel Bebas (x) Komunikasi Variabel Terikat (y) Antar Keterampilan Karakteristik Responden I.8 Operasional Variabel Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka variabel operasional sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 1 Operasional Variabel Variabel teroritis Variabel teoritis (x) Komunikasi antar pribadi guru Variabel operasional a. Keterbukaan: - Memberi informasi - Membagi perasaan - Membagi pengalaman - Kejujuran - Cara penyampaian gagasan b. Empati: - Memahami sikap - Memahami perasaan - Mengetahui kelemahan - Cara penyampaian pesan c. Dukungan: - Motivasi - Orientasi masalah - Deskripsi - Spontanitas - Provisionalisme d. Rasa positif: - Menghargai - Rasa percaya - Situasi - Pujian e. Kesetaraan: Universitas Sumatera Utara Variabel terikat (y) Keterampilan bahasa siswa - Persepsi - Rasa hormat - Kesopanan - Sikap menerima a. Keterampilan mendengar: - Memahami percakapan - Menemukan makna lisan - Ekspresi dan intonasi - Respon verbal b. Keterampilan membaca: - Memahami makna tulisan - Melafalkan kata - Identifikasi ciri kebahasaan - Kelancaran membaca c. Keterampilan berbicara: - Lafal ucapan (pronounciation) - Mengungkapan gagasan - Interaksi - Rasa percaya diri d. Keterampilan menulis: - Kosa kata - Tata bahasa - Penyusunan kata - Mengungkapkan ekspresi dalam tulisan Universitas Sumatera Utara Karakteristik responden a. Usia b. Jenis kelamin c. Pekerjaan orang tua I.9 Definisi operasional Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah di kelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Definisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang sangat membantu penelitian lain yang akan menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46) 1. Variabel bebas (komunikasi antar pribadi guru) a. Keterbukaan, yaitu sikap saling terbuka antara guru Bahasa Inggris dan siswa dalam mengungkapkan idea tau gagasan bahkan permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) tanpa rasa takut atau malu. Kedua belah pihak mengerti pribadi masing-masing. b. Empati, yaitu kemampuan seorang guru Bahasa Inggris untuk memproyeksikan dirinya kepada siswa. c. Dukungan, yaitu setiap ide, pendapat atau gagasan yang disampaikan guru Bahasa Inggris mendukung apa yang diutarakan siswa. Dukungan yang diberikan guru akan menambah rasa positif dan semangat dalam kegiatan belajar. d. Rasa positif, yaitu setiap perkataan, ide tau gagasan siswa mendapat tanggapan yang positif dari guru Bahasa Inggris dan menghindari prasangka serta curiga yang dapat mengganggu jalannya interaksi. e. Kesetaraan, yaitu adanya persepsi, ideologis serta sikap yang sama antara guru dan siswa. Universitas Sumatera Utara 2. Variabel terikat (keterampilan berbahasa Siswa) a. Keterampilan mendengar, yaitu kemampuan siswa dalam mendengar katakata, kalimat maupun percakapan dalam Bahasa Inggris. b. Keterampilan membaca, yaitu kemampuan siswa dalam membaca kata-kata Bahasa Inggris, mempunyai kosa kata yang banyak serta mampu membaca cepat dan mengetahui ide pokok dari sebuah wacana. c. Keterampilan berbicara, yaitu kemampuan siswa dalam pengucapan kata-kata bahasa inggris serta berbicara dalam Bahasa Inggris. d. Keterampilan menulis, yaitu kemampuan siswa dalam menguasai tata Bahasa Inggris. 3. Karakteristik responden a. Usia, yaitu umur responden 12-15 tahun. b. Jenis kelamin, yaitu pria dan wanita. c. Pekerjaan orang tua, yaitu pekerjaan orang tua responden. I.10 Hipotesis Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat dugaan sementara mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis merupakan penghubung antar teori dan dunia empiris (Rakhmat kriyantono, 2004 :14) Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho: Tidak ada pengaruh antara peranan komunikasi antar pribadi guru Bahasa Inggris dan keterampilan berbahasa murid SMP Swasta Pertiwi Ha: Ada pengaruh antara peranan komunikasi antar pribadi guru Bahasa Inggris dan keterampilan berbahasa murid SMP Swasta Pertiwi Universitas Sumatera Utara