komunikasi antar pribadi - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial senantiasa berhubungan dengan manusia
lainnya. Ia ingin mengetahui apa yang ada disekitar, dan apa yang ada di dalam dirinya.
Rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia untuk berkomunikasi. Banyak pakar
menilai komunikasi merupakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan bermasyarakat.
Orang yang tidak berkomunikasi cenderung akan terisolasi dengan lingkungannya.
Harold D. Lasswell (Cangara, 1998:2) menyatakan salah satu dasar mengapa manusia
berkomunikasi agar ia dapat mengembangkan pengetahuannya, yakni belajar dari
pengalamannya maupun dari informasi yang mereka terima dari lingkungan sekitarnya.
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan pendidikan. Dalam kegiatan
tersebut melibatkan berbagai komponen pengajaran, yang dapat memberikan kontribusi
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Yusuf (1990:25) fungsi
komunikasi dalam pembelajaran adalah sebagai alat untuk mengubah perilaku sasaran,
dalam hal ini adalah perilaku edukatif. Kita belajar menjadi menusia melalui komunikasi.
Manusia bukan dibentuk oleh lingkungan, tetapi menerjemahkan pesan-pesan dari
lingkungan yang diterimanya.
Komunikasi pembelajaran menurut Yusuf (1990:25) adalah proses komunikasi
yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Komunikasi yang dimaksud adalah
komunikasi guru dengan murid dalam kegiatan pembelajaran tatap muka, baik secara
individual maupun secara kelompok, dalam bentuk verbal maupun non verbal dan
dibantu dengan media / sumber belajar.
Arus pesan dapat koheren apabila informasi yang ditampilkan individu, baik
melalui perilaku verbal dan nonverbal saling menguatkan, artinya ketika seorang
Universitas Sumatera Utara
komunikator dapat memahami alur dan urutan informasi tentang cara berfikir, perasaan
maupun tindakan orang lain maka berarti telah terjalin interaksi antar pribadi yang
bersifat koherensi. Koherensi membantu memahami komunikasi dan mencegah kesalah
pahaman antar individu, sehingga komunikasi menjadi efektif.
Kegiatan belajar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Di dalam
belajar, baik formal maupun nonformal pasti ada kesulitan atau hambatan yang
kita sebut
dengan masalah belajar. Hampir semua kecakapan
pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan dan sikap manusia di bentuk, dimodifikasikan dan
dikembangkan melalui proses belajar. Kimble dan Garmezy menyatakan
“Learning is a relatively permanent change in a behavioral tendency and is the result of
reinforced practice” (Brown, 2000:7) yaitu belajar adalah suatu kecenderungan
dengan perubahan tingkah laku yang relatif bersifat permanen dan sebagai hasil
dari praktek yang bersifat. Lebih lanjut, Kimble dan Garmezy menegaskan ada
beberapa ciri belajar di antaranya: belajar adalah perolehan; belajar adalah retensi
(penyimpanan) terhadap informasi atau keterampilan organisasi kognitif; belajar
adalah keaktifan, memusatkan perhatian dan kesadaran; belajar adalah secara
relatif bersifat permanen; belajar meliputi bentuk-bentuk praktek yang bersifat
menguatkan dan belajar adalah perubahan tingkah laku. Sedangkan aspek hasil
belajar siswa setelah mengikuti program pembelajaran meliputi keterampilan kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Di zaman yang modern seperti ini, bahasa merupakan aspek penting dalam
menambah nilai kualitas seorang manusia di lingkungannya. Melalui bahasa yang
digunakan sesorang kita dapat mengetahui cara berfikir, karakteristik serta wawasan
seseorang. Bahasa juga memungkinkan kita menyandi (code) peristiwa-peristiwa dan
Universitas Sumatera Utara
objek-objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa, kita mengabstraksikan pengalaman
kita, dan yang lebih penting mengkomunikasikannya pada orang lain. Dalam retorika,
kita mengenal bahasa dapat memberi “wibawa” terlebih jika ia bisa menguasai lebih dari
satu bahasa asing.
Mata pelajaran bahasa mempunyai karakteristik yang berbeda dengan mata
pelajaran eksakta atau mata pelajaran ilmu sosial yang lain. Perbedaan ini terletak pada
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa belajar bahasa
bukan saja belajar kosakata dan tatabahasa dalam arti pengetahuannya, tetapi harus
berupaya menggunakan atau mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan
komunikasi. Seorang siswa belum dapat dikatakan menguasai suatu bahasa jika ia belum
dapat menggunakan bahasa untuk keperluan komunikasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Pusat Bahasa,
Departemen Pendidikan Nasional, 2007:1180), kata keterampilan berasal dari kata
terampil yang artinya cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Sedangkan
keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. ~bahasa kecakapan
seseorang untuk memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara.
Keterampilan bahasa terbagi dalam: keterampilan reseptif dan keterampilan produktif.
Keterampilan reseptif meliputi keterampilan mendengar (listening) dan keterampilan
membaca (reading), sedangkan keterampilan produktif meliputi keterampilan berbicara
(speaking) dan keterampilan menulis (writing).
Pesatnya komunikasi dan interaksi global telah menempatkan bahasa Inggris
sebagai salah satu media yang mutlak kebutuhannya. Bahasa Inggris merupakan bahasa
global yang tidak asing dan dapat dengan mudahnya kita jumpai dalam keseharian.
Bahkan berbagai istilah dari bahasa asing ini juga telah diserap menjadi bahasa baku
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Demi kebutuhan akan Bahasa Inggris, para orang tua kerap berlomba-lomba
mengenalkan bahasa dunia itu pada anaknya sejak ia mulai bisa berbicara.
Akan tetapi realitas yang ada pada kegiatan belajar bahasa, Bahasa Inggris
khususnya, siswa cenderung pasif dan tidak mengaplikasikan ilmu yang ia serap secara
maksimal. Metode belajar pun melakukan pembenahan agar dapat meningkatkan mutu
siswa setelah belajar. Pendekatan komunikatif dalam kegiatan belajar mengajar sangat
menekankan kebutuhan siswa belajar bahasa. Oleh sebab itu, pengajaran bahasa Inggris
secara komunikatif perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dapat
mempengaruhi pengajaran bahasa Inggris, yaitu: lingkungan bahasa yang ada di
masyarakat, karakteristik siswa, dan kualitas guru pengajarnya (Depdiknas, 2003:20).
Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh pada pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris
secara komunikatif. Guru perlu memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat
melakukan analisis terhadap karakteristik siswa secara keseluruhan dan bukan hanya
berdasarkan kesalahan-kesalahan siswa di dalam penampilan komunikasinya.
Usia remaja yaitu 12-15 tahun, merupakan masa saat terjadinya perubahanperubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi,
sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini
dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis,
fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak
berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Secara tidak langsung,
perubahan-perubahan tersebut akan berdampak pada proses belajar, dimana para siswa
cenderung untuk acuh tak acuh pada pelajaran yang di terimanya. Pengasahan terhadap
hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar
remaja bisa mengendalikan perilakunya serta memanfaatkan penggunaan bahasa. Untuk
Universitas Sumatera Utara
itu perlu peran orang dewasa seperti guru yang memiliki intensitas yang hampir sama
dengan orang tuanya.
Peranan guru dalam membimbing siswa bisa dirasakan pada siswa yang berada
pada fase remaja awal yang sedang duduk di Sekolah Menengah Pertama. SMP Swasta
Pertiwi Medan misalnya. Umumnya, siswa yang bersekolah di SMP ini mempunyai latar
belakang ekonomi menengah keatas sehingga siswa cenderung kurang peka pada proses
belajar dan sangat ketergantungan terhadap lingkungannya. Adanya dukungan,
keterbukaan, empati dan rasa positif dari guru akan membantu proses belajar Bahasa
Inggris lebih efektif dan dapat memberi hasil yang baik pada keterampilan berbahasa
siswa.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Komunikasi Antar Pribadi Dan Keterampilan Berbahasa (Studi
Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Guru Bahasa Inggris Terhadap
Keterampilan Berbahasa Siswa SMP Swasta Pertiwi Medan) “
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka penulis
mengajukan perumusan masalah sebagai berikut,
“Sejauhmanakah pengaruh komunikasi antar pribadi guru Bahasa Inggris dalam
meningkatkan keterampilan berbahasa siswa di SMP Swasta Pertiwi Medan”
I.3 Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan akan
mengaburkan penelitian, maka peneliti merasa perlu membuat pembatasan masalah agar
menjadi lebih jelas. Pembatasan masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu bersifat mencari atau menjelaskan
hubungan dan menguji hipotesis.
Universitas Sumatera Utara
2. Peneliti hanya terbatas pada pengaruh komunikasi antar pribadi guru Bahasa
Inggris dan keterampilan berbahasa siswa.
3. Objek penelitian kegiatan ini adalah murid kelas VIII-1, VIII-2, VIII-3 SMP
Swasta Pertiwi Medan.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses komunikasi antar pribadi guru dalam meningkatkan
keterampilan Bahasa Inggris siswa.
2. Untuk mengetahui tingkat keterampilan berbahasa Inggris siswa.
3. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi antar pribadi guru Bahasa Inggris dalam
meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris siswa SMP Pertiwi Medan.
I.4.2 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:
1.
Secara akademis, diharapkan dapat menambah dan memperkaya khasanah
bacaan di Jurusan Ilmu Komunikasi mahasiswa FISIP USU.
2.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna menambah khasanah
penelitian dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan peneliti serta
mahasiswa ilmu komunikasi FISIP USU mengenai komunikasi antar pribadi.
I.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam
memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori
yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian
tersebut disoroti (Nawawi, 1995:40)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kerlinger (Rakhmat, 2004:6) teori merupakan himpunan konstruk atau
konsep, yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan
relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
Dengan adanya kerangka teori, akan membantu peneliti dalam menentukan
tujuan dan arah penelitiannya. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
I.5.1 Komunikasi
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan manusia yang lain.
Manusia mempunyai keinginan untuk bersosialisasi dan berbaur dan menciptakan suatu
relasi. Manusia membutuhkan komunikasi sebagai sarana yang merupakan dasar dari
eksistensi manusia yang ingin bermasyarakat.
Secara epistimologis istilah kata komunikasi atau dalam bahasa Inggris
communication berasala dari bahasa Latin yakni communicatio, dan bersumber dari kata
communis yang berarti “sama”. Sama dalam arti kata ini bisa diinterpretasikan dengan
pemaknaannya adalah sama makna. Jadi secara sederhana dalam proses komunikasi yang
terjadi adalah bermuara pada usaha untuk memdapatkan kesetaraan makna atau
pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut.
Komunikasi adalah sebuah kebutuhan naluriah yang ada pada semua makhluk
hidup. Dr. Everett Kleinjan dalam buku Cangara (2006:1) menyatakan bahwa komunikasi
adalah bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas, sepanjang manusia
ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi
Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan hasratnya kepada orang
lain, merupakan awal dari keterampilan manusia berkomunikasi secara otomatis melalui
lambang-lambang isyarat (non verbal), kemudian disusun dengan keterampilan untuk
memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal. Sementara itu sifat
Universitas Sumatera Utara
dasar manusia yaitu “keingintahuan” yang sangat kuatt dalam diri manusia tentang
berbagai kejadian dan fenomena di dunia ini mendorong manusia untuk terus-menerus
mengumpulkan, saling menukar dan mengemdalikan informasi (Roger Fidler, 2003: 8384), juga menjadi tonggak penting manusia untuk melakukan komunikasi.
Shannon dan Weaver (Cangara, 2006:19) menyatakan komunikasi adalah bentuk
interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau
tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi
juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.
Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication
in Society, mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah
menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With
What Effect? Lasswell menjelaskan komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Menurut
L.Tubbs
dan
Moss
(Rakhmat,
2005:13)
komunikasi
efektif
menimbulkan 5 hal yaitu:
a. Pengertian
b. Kesenangan
c. Mempengaruhi sikap
d. Hubungan sosial yang baik
e. Tindakan
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya komunikasi
merupakan suatu proses dua arah. Komunikasi tidak hanya memberitahukan dan
mendengarkan saja. Komunikasi harus mengandung pembagian ide, pikiran dan fakta.
Komunikasi bertujuan menyalurkan ide atau pesan untuk mengubah sikap, pandangan,
pendapat dan perilaku seseorang.
Universitas Sumatera Utara
I.5.2 Komunikasi Antar Pribadi
Secara umum komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai suatu proses
pertukaran makna antara orang – orang yang saling berkomunikasi. Reardon (Liliweri,
1991:13) mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai paling sedikit
enam ciri:
1. Dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong
2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja
3. Kerapkali berbalas-balasan
4. Mempersyaratkan adanya hubungan paling sedikit dua orang antar pribadi,
5. serta suasana hubungan harus bebas, bervariasi dan adanya keterpengaruhan
6. Menggunakan pelbagai lambang yang bermakna
Untuk lebih memperjelas pengertian komunikasi antar pribadi, De Vito dalam
Liliweri (1991:13) memberikan beberapa ciri komunikasi antar pribadi :
1. Keterbukaan (openess),
Keterbukaan merupakan pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap
situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan
untuk memberikan tanggapan kita di masa kini. Dalam keterbukaan, komunikator dan
komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahkan permasalahan secara
bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Kedua-duanya saling
memahami dan mengerti pribadi masing – masing.
Johnson (Supratiknya, 1995:14) mengartikan keterbukaan diri yaitu membagikan
kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukan,
atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan.
2. Empati (empathy),
Universitas Sumatera Utara
Empati adalah keterampilan seseorang untuk memproyeksi dirinya kepada
peranan orang lain. Menurut Sugiyo (2005:5) empati dapat diartikan sebagai menghayati
perasaan orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang lain.. Sedangkan
Jumarin (2002: 97) menyatakan bahwa empati tidak saja berkaitan dengan aspek kognitif,
tetapi juga mengandung aspek afektif, dan ditunjukkan dalam gerakan, cara
berkomunikasi (mengandung dimensi kognitif, afektif, perseptual, somatic/kinesthetic,
apperceptual dan communicative). Maksudnya adalah adanya keterlibatan aktif yang
dapat terlihat melalui ekspresi wajah dan gerak gerik, konsentrasi terpusat pada kontak
mata, postur tubuh yang penuh perhatian dan kedekatan fisik serta sentuhan sepantasnya.
3. Dukungan (supportiveness)
Dalam komunikasi antarpribadi diperlukan sikap memberi dukungan dari
komunikator agar komunikan mau berpartisipasi dalam proses penyampaian pesan.
Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas
serta meraih tujuan yang didambakan. Hal ini senada dikemukakan Sugiyo (2005:6)
dalam komunikasi antarpribadi perlu adanya suasana yang mendukung atau memotivasi,
lebih-lebih dari komunikator. Rakhmat (2005:133) mengemukakan bahwa sikap supportif
adalah sikap yang mengurangi sikap defensif . Orang yang defensif cenderung lebih
banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikan dari
pada
memahami
pesan
orang
lain.
Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihakpihak yang berkomunikasi.
R.Gibb (Rahmat, 2005:134) menyebutkan beberapa perilaku yang menimbulkan
perilaku suportif:
a. Deskripsi, yaitu menyampaikan perasaaan dan persepsi kepada orang lain tanpa
menilai; tidak memuji atau mengecam, mengevaluasi pada gagasan, bukan pada
pribadi orang lain, orang tersebut “merasa” bahwa kita menghargai diri mereka.
Universitas Sumatera Utara
b. Orientasi masalah, yaitu mengajak untuk bekerja sama mencari pemecahan
masalah, tidak mendikte orang lain, tetapi secara bersamasama menetapkan
tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.
c. Spontanitas, yaitu sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang
terpendam.
d. Provisionalisme, yaitu kesediaan untuk meninjau kembali pendapat diri sendiri,
mengakui bahwa manusia tidak luput dari kesalahan sehingga wajar kalau
pendapat dan keyakinan diri sendiri dapat berubah.
4. Rasa positif (positiveness)
Setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif,
rasa positif menghindarkan pihak – pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau
prasangka yang mengganggu jalinan interaksi.
Sugiyo (2005:6) mengartikan bahwa rasa positif adalah adanya kecenderungan
bertindak pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada diri
komunikan. Dalam komunikasi antarpribadi hendaknya antara komunikator dengan
komunikan saling menunjukkan sikap positif, karena dalam hubungan komunikasi
tersebut akan muncul suasana menyenangkan, sehingga pemutusan hubungan komunikasi
tidak dapat terjadi.
5. Kesetaraan (equality)
Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antar pribadi lebih kuat, apabila
memiliki kesetaraan tertentu seperti kesetaraan pandangan, sikap, ideologi dan
sebagainya. Rahmat (2005:135) mengemukakan bahwa persamaan atau kesetaraan adalah
sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis, tidak menunjukkan
diri sendiri lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain karena status, kekuasaan,
kemampuan intelektual kekayaan atau kecantikan. Dalam persamaan tidak mempertegas
perbedaan, artinya tidak mengggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama, yaitu
mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat merasa
nyaman, yang akhirnya proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan lancar.
Universitas Sumatera Utara
Ketika kita dihadapkan dengan komunikasi antar pribadi maka yang menjadi
dasar asumsi pertanyaan kita adalah mengapa kita harus berkomunikasi? Kerlinger
(Liliweri, 1991:45) mengemukakan bahwa hubungan dengan orang lain ternyata
mempengaruhi kita. Kita tergantung kepada orang – orang yang lain karena mereka juga
berusaha mempengaruhi kita melalui pengertian yang diberikannya, informasi yang
dibagikannya, semangat yang disumbangkannya dan masih banyak pengaruh yang
lainnya. Sehingga kita dapat mengambil kesimpulan bahwa berkomunikasi antar pribadi
disebabkan karena dorongan
pemenuhan kebutuhan yang belum atau tidak dimiliki
seseorang sebelumnya atau belum layak dihadapannya.
Komunikasi antar pribadi dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap,
pendapat atau perilaku seseorang yang sifatnya dialogis yaitu berupa percakapan. Selain
itu komunikasi antarpribadi memiliki keuntungan tersendiri, yakni arus balik bersifat
langsung sehinggga komunikator mengetahui tanggapan dari komunikannya.
I.5.3 Self Disclosure
Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap
orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk
hal seperti itu dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bidang perkenalan yang
ditunjukkan dengan jendela johari
Diketahui diri sendiri
Diketahui orang lain
Tidak diketahui diri sendiri
1 terbuka
2 buta
3 tersembunyi
4 tidak dikenal
Tidak diketahui
orang lain
gambar 1.jendela johari
Universitas Sumatera Utara
Gambar di atas melukiskan bahwa dalam mengembangkan hubungan dengan
orang lain terdapat empat macam kemungkinan yang akan dihadapi.
Bidang 1. menggambarkan kondisi dimana dua orang mengembangkan hubungan yang
terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah dalam hubungan mereka.
Bidang 2. menggambarkan masalah hubungan antara kedua pihak yang diketahui oleh
orang lain namun tidak oleh diri sendiri
Bidang 3. menggambarkan masalah tersebut diketahui diri sendiri namun tidak dengan
orang lain.
Bidang 4. komunikan dan komunikator sama–sama tidak mengetahui masalah hubungan
di antara mereka
Keadaan yang ideal adalah seperti yang ditunjukkan pada bidang 1, dimana
komunikan dan komunikator saling mengetahui masing–masing. Namun setiap orang
memiliki peluang dalam mengungkapkan maupun tidak mengungkapkan masalah yang
dihadapinya.
I.5.4 Proses Belajar dan Keterampilan Berbahasa
Belajar merupakan suatu usaha sadar individu untuk mencapai tujuan
peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan-latihan dan pengulanganpengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena peristiwa kebetulan (Mulyati,
2005:5). Sekolah adalah tempat berinteraksi yang saling mempengaruhi diantara insaninsan yang terdiri atas pelajar dan pengajar, berlangsung secara terarah dalam suasana
ilmu pengetahuan dan dapat membimbing pelajar introvert bisa menjadi insan yang aktif
dan dinamis. Apabila pelajar mengurung diri, pasif dan tidak mau berinteraksi dengan
gagasan dan prakarsanya, ia tidak menggunakan lembaga sekolah dan kampus dengan
berbagai fasilitasnya itu sebagai tempat untuk membina ilmu pengetahuan dan untuk
mencari pengalaman.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hubungan ini, sudah tentu peranan para pengajar untuk memotivasi
mereka sungguh penting. Diharapkankan para pengajar harus menjadi insan ekstrovert,
yaitu aktif, dinamis, optimis, toleran, berhati terbuka, dan mudah bergaul agar tidak
mempunyai kesenjangan yang jauh antara guru dan siswa sehingga membuat proses
belajar menjadi efektif (Effendy, 2006:107).
Menurut teori belajar, manusia memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga
proses yaitu asosiasi, imitasi dan peneguhan (Rakhmat, 2005:271).



Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan objek tertentu. Misalnya, kata
“Nazi” biasanya diasosiasikan dengan kejahatan mengerikan. Kita belajar bahwa
Nazi adalah jahat karena kita telah belajar mengasosiasikannya dengan hal yang
mengerikan.
Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang di dengar.
Seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru sikap dan
perilaku yang menjadi model.
Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan positif yang dinyatakan ketika
seseorang mengucapkan kata-kata dengan benar. Orang belajar menampilkan
perilaku tertentu karena perilaku itu disertai dengan sesuatu yang menyenangkan
dan dapat memuaskan kebutuhan (atau mereka belajar menghindari perilaku yang
disertai akibat-akibat yang tidak menyenangkan).
Keterampilan bahasa siswa mencakup kemampuan mendengar, membaca,
berbicara, dan menulis.
-
Mendengar (Listening Skill), merupakan keterampilan bahasa dalam mendengar
seseorang yang berbicara melalui percakapan yang memiliki tujuan komunikatif
dengan struktur linguistik. Mencakup juga respon verbal serta ekspresi dan
intonasi lawan bicara.
-
Berbicara (speaking skill), berarti mampu mengucapkan berbagai makna melalui
percakapan yang memiliki tujuan komunikatif dengan struktur linguistik.
Dibutuhkan rasa percaya diri agar dapat mengungkapkan gagasan ataupun
instruksi melalui ucapan (pronounciation) yang baik dan intonasi yang benar.
Universitas Sumatera Utara
-
Membaca (reading skill), berarti mampu memahami berbagai makna,
mengidentifikasi ciri kebahasaan dan melafalkan kata-kata dalam berbagai teks
tulis yang memiliki tujuan komunikatif dan berstruktur linguistik.
-
Menulis (writing skill), berarti mampu menguasai tata bahasa (grammar), kosa
kata (vocabulary), serta dapat merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat yang
baik dan benar dalam berbagai makna yang memiliki tujuan komunikatif dan
berstruktur linguistik.
Tujuan pembelajaran bahasa adalah agar siswa dapat berkomunikasi dalam
bahasa secara lisan maupun tulisan secara lancar dan sesuai dengan konteks sosialnya
(Depdiknas, 2003: 15). Standar kompetensi siswa dalam pelajaran Bahasa Inggris untuk
tingkat SMP/MTs (Depdiknas, 2003:4) adalah sebagai berikut:
-
Mampu mendengarkan dan memahami beraneka ragam wacana lisan, baik sastra
maupun non sastra
-
Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan dan perasaan secara lisan
-
Mampu membaca dan memahami suatu teks bacaan sastra dan nonsastra dengan
kecepatan yang memadai
-
Mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat dan perasaan
dalam berbagai ragam tulisan
-
Mampu mengekspresikan berbagai ragam sastra
I.5.5 Remaja
Menurut Hurlock (2002:206) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18
tahun. Monks, dkk (2004:262) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun.
Berdasarkan batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja
relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal
juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Erickson (Gunarsa,2003:7) masa remaja adalah masa terjadinya krisis
identitas atau pencarian identitas diri. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk
mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja dan
berimbas pada lingkungan sosialnya.
Gunarsa (2003:67) merangkum beberapa ciri remaja yang dapat menimbulkan
berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1. Kegelisahan. Keadaan yang tidak tenang menguasai diri si remaja. Mereka
mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selalu dapat terpenuhi. Di satu
pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlukan untuk menambah pengetahuan
dah keluwesan tingkah laku.
2. Pertentangan pada umumnya timbul perselisihan dan pertentangan pendapat dan
pandangan antara si remaja dan orangtua.
3. Berkeinginan mencoba hal-hal yang belum diketahuinya.
4. Ketidakstabilan emosi.
5. Menghayal dan berfantasi.
6. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
7. Senang bereksperimentasi.
I.6 Kerangka konsep
Kerangka yaitu hasil pemikiran rasional yang merupakan uraian yang bersifat
kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat
mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa.
Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni
istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian,
keadaan. Kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.
Kerangka konsep disusun sebagai perkiraan teoritis dan hasil yang akan dicapai,
setelah dianalisa secara kritis berdasarkan bahan persepsi (pengamatan) yang dimiliki.
Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan
mengubahnya menjadi variabel.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas (x)
Universitas Sumatera Utara
Variabel bebas merupakan sejumlah gejala faktor, unsur-unsur yang menentukan
atau mempengaruhi munculnya gejala atau faktor lain yang pada gilirannya gejala atau
faktor yang kedua itu disebut variabel terikat (Nawawi, 1995:56)
2. Variabel terikat (y)
Variabel terikat ialah sejumlah gejala atau faktor yang dipengaruhi oleh adanya
variabel bebas bukan karena adanya variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah keterampilan berbahasa siswa.
3. Karakteristik Responden
Variabel antar berada diantara variabel bebas dan terikat, yang berfungsi sebagai
penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan terikat. variabel antara dalam
penelitian ini adalah karakteristik identitas responden.
I.7 Model teoritis
Variabel Bebas (x) Komunikasi Variabel Terikat (y) Antar Keterampilan Karakteristik Responden I.8 Operasional Variabel
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas,
maka variabel operasional sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 Operasional Variabel
Variabel teroritis
Variabel teoritis (x)
Komunikasi antar pribadi guru
Variabel operasional
a. Keterbukaan:
-
Memberi informasi
-
Membagi perasaan
-
Membagi pengalaman
-
Kejujuran
-
Cara penyampaian gagasan
b. Empati:
-
Memahami sikap
-
Memahami perasaan
-
Mengetahui kelemahan
-
Cara penyampaian pesan
c. Dukungan:
-
Motivasi
-
Orientasi masalah
-
Deskripsi
-
Spontanitas
-
Provisionalisme
d. Rasa positif:
-
Menghargai
-
Rasa percaya
-
Situasi
-
Pujian
e. Kesetaraan:
Universitas Sumatera Utara
Variabel terikat (y)
Keterampilan bahasa siswa
-
Persepsi
-
Rasa hormat
-
Kesopanan
-
Sikap menerima
a. Keterampilan mendengar:
-
Memahami percakapan
-
Menemukan makna lisan
-
Ekspresi dan intonasi
-
Respon verbal
b. Keterampilan membaca:
-
Memahami makna tulisan
-
Melafalkan kata
-
Identifikasi ciri kebahasaan
-
Kelancaran membaca
c. Keterampilan berbicara:
-
Lafal ucapan (pronounciation)
-
Mengungkapan gagasan
-
Interaksi
-
Rasa percaya diri
d. Keterampilan menulis:
-
Kosa kata
-
Tata bahasa
-
Penyusunan kata
-
Mengungkapkan ekspresi
dalam tulisan
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik responden
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pekerjaan orang tua
I.9 Definisi operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang
telah di kelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah suatu petunjuk
pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Definisi operasional
juga merupakan suatu informasi alamiah yang sangat membantu penelitian lain yang akan
menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46)
1. Variabel bebas (komunikasi antar pribadi guru)
a. Keterbukaan, yaitu sikap saling terbuka antara guru Bahasa Inggris dan siswa
dalam mengungkapkan idea tau gagasan bahkan permasalahan secara bebas
(tidak ditutupi) tanpa rasa takut atau malu. Kedua belah pihak mengerti
pribadi masing-masing.
b. Empati,
yaitu
kemampuan
seorang
guru
Bahasa
Inggris
untuk
memproyeksikan dirinya kepada siswa.
c. Dukungan, yaitu setiap ide, pendapat atau gagasan yang disampaikan guru
Bahasa Inggris mendukung apa yang diutarakan siswa. Dukungan yang
diberikan guru akan menambah rasa positif dan semangat dalam kegiatan
belajar.
d. Rasa positif, yaitu setiap perkataan, ide tau gagasan siswa mendapat
tanggapan yang positif dari guru Bahasa Inggris dan menghindari prasangka
serta curiga yang dapat mengganggu jalannya interaksi.
e. Kesetaraan, yaitu adanya persepsi, ideologis serta sikap yang sama antara
guru dan siswa.
Universitas Sumatera Utara
2. Variabel terikat (keterampilan berbahasa Siswa)
a. Keterampilan mendengar, yaitu kemampuan siswa dalam mendengar katakata, kalimat maupun percakapan dalam Bahasa Inggris.
b. Keterampilan membaca, yaitu kemampuan siswa dalam membaca kata-kata
Bahasa Inggris, mempunyai kosa kata yang banyak serta mampu membaca
cepat dan mengetahui ide pokok dari sebuah wacana.
c. Keterampilan berbicara, yaitu kemampuan siswa dalam pengucapan kata-kata
bahasa inggris serta berbicara dalam Bahasa Inggris.
d. Keterampilan menulis, yaitu kemampuan siswa dalam menguasai tata Bahasa
Inggris.
3. Karakteristik responden
a. Usia, yaitu umur responden 12-15 tahun.
b. Jenis kelamin, yaitu pria dan wanita.
c. Pekerjaan orang tua, yaitu pekerjaan orang tua responden.
I.10 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat dugaan sementara mengenai hubungan
antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis merupakan penghubung
antar teori dan dunia empiris (Rakhmat kriyantono, 2004 :14)
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho:
Tidak ada pengaruh antara peranan komunikasi antar pribadi guru Bahasa Inggris
dan keterampilan berbahasa murid SMP Swasta Pertiwi
Ha:
Ada pengaruh antara peranan komunikasi antar pribadi guru Bahasa Inggris dan
keterampilan berbahasa murid SMP Swasta Pertiwi
Universitas Sumatera Utara
Download