Proyeksi Ekonomi Global Diturunkan Lagi Selain negara berkembang, outlook AS, China, Jepang, dan Rusia pun turun JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi global kembali direvisi. Kali ini The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menurunkan prediksi ekonomi dunia tahun 2014, dari 3,6% menjadi 3,4%. Sementara untuk tahun 2015 mendatang, pertumbuhan ekonomi tetap ditargetkan di posisi 3,9%. Melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara berkembang yang menyeret penurunan target kali ini. “Kita masih belum keluar dari masalah yang ada. Angka yang kami keluarkan saat ini adalah yang terbaik walaupun risiko penurunan masih ada,” kata Sekretaris Jenderal OECD, Angel Gurria. Dalam outook terbaru, organisasi yang berbasis di Paris ini juga mengkhawatirkan angka pengangguran yang masih sangat tinggi. Selain itu, merosotnya pasar ekonomi besar seperti Tiongkok, Amerika Serikat dan Rusia menjadi hambatan ekonomi global. Ketiga negara adidaya tersebut mengalami pemangkasan pertumbuhan. AS, yang merupakan negara perekonomian terbesar di dunia diperkiraka hanya akan tumbuh 2,6% hingga akhir 2014. Padahal pada bulan November lalu, OECD optimis Negeri Paman Sam itu dapat melesat hingga 2,9%. Penurunan ini dilakukan akibat adanya cuaca buruk di awal tahun yang menghantam laju ekonomi AS. Ekonomi AS pada kuartal I-2014 memang menunjukan kemunduran. Namun memasuki kuartal II, data-data manufaktur dan pengangguran mulai membaik. Pemangkasan ekonomi terbesar terjadi pada China. Perekonomian Negeri Panda tersebut akan tumbuh 7,4%. Turun tajam dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 8,2%. Hal ini lantaran hanya kebijakan pengetatan pinjaman dan penjualan properti yang melambat. Ini angka terbaik yang bisa kami keluarkan, walaupun risiko turun tetap ada. Terlebih sektor perdagangan. Tiongkok mengalami kemunduran. Data perdagangan di bulan Maret terlihat jelas bagaimana ekspor dan impor anjlok ke level terendahnya. Bahkan dalam tiga bulan pertama di tahun 2014, pertumbuhan ekonomi begeri tersebut hanya 7,4%. Ini adalah angka terendah dalam 18 bulan terakhir. Namun di antara negara-negara berkembang, perekonomian paling lemah adalah Rusia, yang diperkirakan hanya tumbuh sekitar 0,5%. Negeri Beruang Merah tersebut babak belur karena permasalahan lahan ekonomi dalam negeri yang berasal sanksi AS dan negara sekutu akibat penyerangan atas Ukraina. Keyakinan investor asing semakin memudar ditambah volatilitas pasar keuangan makin menekan Rusia. Pertumbuhan ekonomi negara terbesar kesembilan ini diprediksi akan merosot pada kuartal kedua dan ketiga tahun 2014. Sejauh ini, sanksi terhadap Rusia fokus pada individu. Sanksi tersebut melalui larangan visa dan pembekuan aset, sanksi bisa melabar kesektor ekonomi yang lebih spesifik. Resesi ekonomi akan terjadi karena sanksi akan menekan investasi dan menaikkan suku bunga pinjaman. Downgrade proyeksi juga terjadi pda Jepang. Negeri Matahari Terbit tersebut hanya akan tumbuh 1,2% tahun ini, awalnya diperkirakan bisa naik hingga 1,5%. Namun dengan diberlakukannya kenaikan pajak pertambahan nilai dari 5% menjadi 8% mulai 1 April lalu mambuat daya beli masyarakat Jepang turun drastis. Ditambah adanya defisit perdagangan Jepang pada bulan Maret 2014 mencapai angka US$ 14 miliar. Ini menjadi rekor terendah dalam sembilan bulan terakhir. Padahal defisit perdagangan pada bulan Februari lalu sudah sempat turun ke level US$ 7,9 miliar Asal tahu saja, defisit kali ini mencapai empat kali lipat dibandingkan realisasi pada Maret 2013 lalu. Proyeksi dinaikkan Tapi, semua negara menalami penurunan proyeksi. Maskih ada yang mendapat hasil positif, contohnya kawasan Uni Eropa, yang diperkirakan tumbuh 1,2%, sedikit lebih baik dibandingkan perkiraan awal sebesar 1%. Meskipun terjadi peningkatan perkiraan di kawasan Eropa, organisasi ini tetap memperingkatkan, Bank Sentral Eropa harus mengambil tindakan untuk melindungi diri terhadap risiko deflasi. OECD menyarankan agar European Central Bank memotong suku bunga ke posisi 0% dan mulai mempertimbangkan pembelian obligasi seperti yang dilakukan bank sentral AS atawa Federal Reserve. Penopang utama berasal dari Inggris. Proyeksi pertumbuhan Negeri Ratu Elizabeth tersebut naik signifikan dari hanya 2,4% menjadi 3,2%. Peningkatan juga dilakukan untuk proyeksi tahun 2015 sebesar 2,7% dan 2,5%. Upgrade ini adalah yang tertinggi dari negara-negara G7. Keberanian OECD menaikkan target tersebut setelah melihat kebijakan moneter yang diambil Inggris sangat akomodatif. Ditambah lagi, pertumbuhan pekerjaan jauh lebih kuat dibandingkan perkiraan. “Kegiatan ekonomi diperkirakan akan terus dipertahankan oleh pengeluaran rumah tangga dan lebih didorong oleh kenaikan investasi,” jelas Gurria. KONTAN Kamis, 8 Mei 2014