BAB III KONDISI PERTANIAN KOTA JAKARTA

advertisement
BAB III
KONDISI PERTANIAN KOTA JAKARTA
A. Gambaran Umum
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara
Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status
setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal
dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau
Jaccatra (1619-1942), Jakarta Toko Betsu Shi (1942-1945) dan Djakarta (1945-1972). Di
dunia internasional Jakarta juga mempunyai julukan seperti J-Town, atau lebih populer
lagi The Big Durian karena dianggap kota yang sebanding New York City (Big Apple) di
Indonesia.
Gambar 3.1. Peta Jakarta
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk
berjumlah 10.187.595 jiwa (2011).[1] Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang
berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau
urutan kedua di dunia.
Sebagai pusat bisnis, politik, dan kebudayaan, Jakarta merupakan tempat berdirinya
kantor-kantor pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga
menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor sekretariat
51
ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yakni Bandara Soekarno–Hatta dan
Bandara Halim Perdanakusuma, serta satu pelabuhan laut di Tanjung Priok.
Batas-batas wilayah Jakarta :
•
Sebelah Timur : Kota Bekasi.
•
Sebelah Selatan : Kota Depok.
•
Sebelah Barat : Kabupaten Tangerang.
•
Sebelah Utara : Laut Jawa.
1. Kondisi Geografi
Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk Jakarta.
Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal ini
mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan
daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang
semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang
membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan
provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan provinsi Banten.
Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di Teluk Jakarta.
Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara kota.
2. Kondisi Iklim.
Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak
di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan
Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata
27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, pada saat
itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak musim kemarau pada bulan
Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter . Bulan September dan awal
oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakata, suhu udara dapat mencapai 40
°C . Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F).
Data Iklim Jakarta
Bulan
Rata-rata Tertinggi °C
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Agt
29.9 30.3 31.5 32.5 32.5 31.4 32.3
32
24.8
25.1
24.9
25.5
25.5
24.9
24.9
25
Persitipasi mm (Inchi)
384.7 309.8 100.3 257.8 133.4 83.1
30.8
34.2
29
33.1
175
84
1655.2
5
24
6
9
22
12
—
20
15
25.1
18
25.4
Tahun
31.8
24.2
26
25.2
Okt Nov Des
32.7 31.3
32
Rata-rata Terendah °C
Rata-rata Hari Hujan
24.3
Sep
33
13
17
Tabel 3.1. Data Iklim Jakarta
Sumber : World Meteorological Organization
3. Kondisi Kependudukan.
52
Berdasarkan data BPS pada tahun 2011, jumlah penduduk Jakarta adalah
10.187.595 jiwa. Namun pada siang hari, angka tersebut dapat bertambah seiring
datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok.
a. Agama
Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Menurut data
pemerintah DKI pada tahun 2005, komposisi penganut agama di kota ini adalah
Islam (84,4%), Kristen Protestan (6,2 %), Katolik (5,7 %), Hindu (1,2 %), dan
Buddha (3,5 %). Jumlah umat Buddha terlihat lebih banyak karena umat
Konghucu juga ikut tercakup di dalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda dengan
keadaan pada tahun 1980, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh
Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta Tidak
beragama (0,3%). Pada tahun 1971 penganut agama Kong Hu Cu secara relatif
adalah 1,7%. Pada tahun 1980 dan 2005, sensus penduduk tidak mencatat agama
yang dianut selain keenam agama yang diakui pemerintah.
b. Etnis
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa penduduk Jakarta
berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi
(27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau
(3,18%), Melayu (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), dan
Banjar (0,1%).
4. Kondisi Ekonomi.
Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat.
Saat ini, lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta. Perekonomian Jakarta
terutama ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa, properti, industri kreatif, dan
keuangan. Beberapa sentra perdagangan di Jakarta yang menjadi tempat perputaran
uang cukup besar adalah kawasan Tanah Abang dan Glodok. Kedua kawasan ini
masing-masing menjadi pusat perdagangan tekstil serta barang-barang elektronik,
dengan sirkulasi ke seluruh Indonesia. Bahkan untuk barang tekstil dari Tanah Abang,
banyak pula yang menjadi komoditi ekspor. Sedangkan untuk sektor keuangan, yang
memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Jakarta adalah industri
perbankan dan pasar modal. Untuk industri pasar modal, pada bulan Mei 2013 Bursa
Efek Indonesia tercatat sebagai bursa yang memberikan keuntungan terbesar, setelah
Bursa Efek Tokyo. Pada bulan yang sama, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia
telah mencapai USD 510,98 miliar atau nomor dua tertinggi di kawasan ASEAN.
53
B. RTRW DKI Jakarta 2030
1. Visi dan Misi Pembangunan DKI Jakarta 2030
a. Visi
Jakarta sebagai Kota Jasa yang Sejahtera dan Berkelanjutan
b. Misi
1) Membangun Jakarta yang berbasis pada masyarakat.
2) Mengarusutamakan pembangunan berbasis mitigasi bencana.
3) Mengembangkan pelayanan kota yang berbasis tata kelola kepemerintahan
yang baik.
4) Membangun prasarana dan sarana kota yang manusiawi.
5) Mengembangkan perumahan yang mendukung produktivitas kota.
6) Menciptakan kehidupan kota yang sejahtera dan dinamis.
7) Mengoptimasikan produktivitas kota.
8) Mengembangkan budaya perkotaan dalam masyarakat yang pluralistik.
9) Mempertahankan unsur-unsur kota dan lingkungan bersejarah.
10) Mengembangkan dan menyeimbangkan lingkungan kehidupan perkotaan.
2. Tujuan Penataan Ruang DKI Jakarta 2030
a. Peningkatan kualitas kehidupan kota dan masyarakat perkotaan.
b. Peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas pelayanan prasarana dan sarana
kota.
c. Peningkatan aksesibilitas prasarana dan sarana untuk semua golongan masyarakat.
d. Pengembangan perumahan vertikal yang berkelanjutan.
e. Penyeimbangan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan fisik lingkungan.
f. Peningkatan luas ruang terbuka hijau sebagai upaya peningkatan kualitas
kehidupan kota.
g. Peremajaan kota pada kawasan-kawasan tertentu, serta pelestarian kawasan dan
bangunan bersejarah.
h. Pengurangan resiko bencana baik dari bencana alamiah maupun akibat ulah
manusia.
i. Peningkatan peran aktif dan prakarsa masyarakat dalam pembangunan.
j. Peningkatan sumber daya manusia berbudaya perkotaan.
k. Peningkatan antisipasi terhadap berbagai perubahan global.
3. Strategi Penataan Ruang DKI Jakarta 2030
54
a. Mengembangkan Jakarta ke arah Barat, Timur dan Utara serta mengendalikan
pengembangan ke arah Selatan.
b. Mengembangkan pembangunan ke arah Utara sekaligus optimalisasi pengelolaan
Teluk Jakarta melalui reklamasi, pembangunan pelabuhan bertaraf internasional.
c. Mengoptimalkan dan mengembangkan sistem pusat-pusat kegiatan jasa,
perdagangan, distribusi barang, pariwisata dan ekonomi kreatif skala nasional dan
internasional yang didukung prasarana dan sarana yang memadai.
d. Mengembangkan sistem angkutan umum massal sebagai back bone transportasi
dan sistem TOD dengan pola pembangunan kepadatan tinggi.
e. Mengembangkan peremajaan kota di kawasan strategis berpotensi tinggi melalui
revitalisasi, redevelopment dan pembaruan.
f. Mengembangkan prasarana dan sarana untuk pengendalian banjir dengan
pengembangan sistem polder, pemulihan dan pengembangan situ dan waduk,
normalisasi sungai serta pembangunan tanggul pengaman sungai dan laut.
4. Substansi RTRW DKI Jakarta 2030
a. Rencana Struktur Ruang
1) Sistem Pusat Kegiatan

Pusat Kegiatan Primer.

Pusat Kegiatan Sekunder.
2) Sistem Prasarana

Prasarana Transportasi.

Prasarana Tata Air.

Prasarana Lainnya.
55
Gambar 3.2. Peta Rencana Struktur Ruang Jabodetabekpunjur
Sumber : RTRW DKI Jakarta 2030
Gambar 3.3. Peta Rencana Struktur Ruang DKI Jakarta
Sumber : RTRW DKI Jakarta 2030
b. Rencana Pola Ruang
1) Kawasan Lindung

Kawasan Perlindungan Daerah Bawah.

Kawasan Perlindungan Setempat.
56

Kawasan Suaka Alam.

Kawasan Cagar Budaya.

Kawasan Pelestarian Alam.

Kawasan Rawan Bencana.
2) Kawasan Budaya

Kawasan Pemukiman.

Kawasan Pusat Perdagangan dan Jasa.

Kawasan Pertanian dan Perikanan.

Kawasan Pertambangan.

Kawasan Industri.

Kawasan Pariwisata.

Kawasan Terbuka Hijau Non-Lindung.

Kawasan Terbuka Non-Hijau.

Kawasan Evakuasi Bencana.
3) Kawasan Strategis

Kawasan Strategis Nasional.

Kawasan Strategis Provinsi.
4) Kawasan Khusus

Kawasan Militer dan Hankam.

Kawasan Khusus Bandara.

Kawasan Khusus Pelabuhan.

Kawasan Khusus Depo Bahan Bakar

Kawasan Khusus Pemerintahan.
5) Prasarana dan Sarana Perkotaan

Transportasi.

Drainase dan Tata Air.

Prasarana dan Sarana Perkotaan Lainnya.
57
Gambar 3.4. Peta Rencana Pola Ruang DKI Jakarta
Sumber : RTRW DKI Jakarta 2030
Gambar 3.5. Peta Rencana Pola Ruang Dengan Jalan Arteri DKI Jakarta
Sumber : RTRW DKI Jakarta 2030
Gambar 3.6. Peta Arahan Kawasan Strategis DKI Jakarta
Sumber : RTRW DKI Jakarta 2030
58
Gambar 3.7. Peta Arahan Kawasan Khusus DKI Jakarta
Sumber : RTRW DKI Jakarta 2030
C. Kondisi Pertanian Kota Jakarta
Berdasarkan data BPS DKI Jakarta yang diterbitkan dalam publikasi Jakarta Dalam
Angka 2012, kondisi sektor pertanian Jakarta semakin menurunsetiap tahunnya.
Penurunan terjadi di semua komoditas pertanian, mulai dari Tanaman Pangan (Food
Crops), Holtikultura (Holticulture), Perikanan (Fishery), dan Peternakan (Livestock).
Data-data yang dihimpun merupakan data survey pertanian DKI Jakarta dari tahun 2007 –
2011.
Berikut adalah data-data statistik komoditas pertanian DKI Jakarta yang diambil dari
publikasi Jakarta Dalam Angka 2012. Data-data statistik yang merupakan hasil survey
pertanian yang dilakukan Dinas Pertanian dan Perikanan Provinsi DKI Jakarta.
59
1. Tanaman Pangan (Food Crops)
Tabel 3.2. Data luas panen, produksi, dan rata-rata produksi tanaman bahan makanan
Sumber : Jakarta Dalam Angka 2012
2. Holtikultura (Holticulture)
a. Sayur-sayuran
Tabel 3.3. Luas panen dan produksi sayur-sayuran
Sumber : Jakarta Dalam Angka 2012
60
b. Buah-buahan
Tabel 3.4. Jumlah pohon dan produksi buah-buahan yang menghasilkan
Sumber : Jakarta Dalam Angka 2012
61
3. Perikanan (Fishery)
Tabel 3.5. Produksi perikanan tangkap dan budidaya menurut Kabupaten / Kota Administrasi (Ton)
Sumber : Jakarta Dalam Angka 2012
Tabel 3.6. Nilai produksi perikanan tangkap dan budidaya menurut Kabupaten / Kota Administrasi (ribu
rupiah)
Sumber : Jakarta Dalam Angka 2012
62
4. Peternakan (Livestock)
Tabel 3.7. Luas tempat usaha peternakan menurut Kabupaten / Kota Administrasi
Sumber : Jakarta Dalam Angka 2012
Tabel 3.8. Populasi ternak menurut Kabupaten / Kota Administrasi
Sumber : Jakarta Dalam Angka 2012
63
D. Rumah Hidroponik Marunda
Gambar 3.8. Rumah Hidroponik Marunda tampak luar
Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/2014/08/15/278215/kelompok-tani-rumah-hidroponik-jokowiberpenghasilan-rp15-juta-per-bulan
Rumah Hidroponik Marunda merupakan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dalam upaya memberdayakan warga. Warga yang dulunya tinggal di bantaran waduk Pluit
dipindah ke Rusun Marunda. Warga pindahan atau relokasi inilah yang diberdayakan
menjadi kelompok tani Marunda Hijau yang kemudian mengurusi Rumah Hidroponik
Marunda.
Rumah Hidroponik Marunda merupakan sebuah Green House dengan ukuran 16 x 40
meter. Modal awalnya sekitar Rp 450.000.000,- yang diambil dari kantong pribadi
Gubernur DKI Jakarta Ir. H. Joko Widodo, yang untuk selanjutnya menggunakan
anggaran dari APBD.
Sistem Hidroponik digunakan dalam sistem pertanian Rumah Hidroponik Marunda ini
karena menurut Ir. H. Joko Widodo sistem Hidroponik yang menggunakan media tanam
air sangat cocok diterapkan untuk pertanian di lingkungan perkotaan atau Urban Farming.
Tanaman-tanaman yang dibudidayakan merupakan tanaman sayur-sayuran yang
merupakan kebutuhan pokok masyarakat, yaitu Selada Merah, Selada Hijau, Pokcoy,
Sawi Hijau, dan Kangkung Darat. Instalasi Hidroponik disini menggunakan pipa-pipa
PVC yang dirangkai kemudian dilubangi sebagai tempat meletakkan media tanam.
64
Gambar 3.9. Instalasi Hidroponik di Rumah Hidroponik Marunda
Sumber : http://www.tribunnews.com/images/regional/view/1064792/rumah-hidroponik-rusunmarunda#img
Dalam satu kali masa panen, Rumah Hidroponik Marunda bisa menghasilkan Rp
24.000.000,- dari hasil penjualan sayur-sayuran. Keuntungan dari hasil penjualan sayursayuran tersebut kemudian dibagi kepada anggota kelompok tani Marunda Hijau,
Pemprov DKI Jakarta, dan modal untuk masa tanam berikutnya. Yaitu untuk pembelian
benih, pupuk, dan peralatan-peralatan yang merupakan keperluan dasar untuk masa tanam
berikutnya.
Gambar 3.10. Tanaman sayur Pokcoy yang siap panen di Rumah Hidroponik Marunda
Sumber : http://politik.kompasiana.com/2014/06/03/jokowi-merogoh-kocek-sendiri-untuk-rumahhidroponik-marunda-662689.html
65
Download