ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA GURU SMA NEGERI 1 PARINGIN KABUPATEN BALANGAN Lina Sari SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan Jl. A. Yani Km. 2, Ds. Margomulyo, Kecamatan Paringin Selatan, Kab. Balangan, Kalimantan Selatan e-mail : [email protected] Abstract: The purpose of this research is to find the influence of emotional intelligence factors on teacher performance SMAN 1 Paringin Balangan regency. Sampling technique in this study uses total sampling with a sample of 48 teachers of SMAN 1 Paringin Balangan regency. Analyses were performed using multiple linear regression analysis approaches. Based on the test results the hypothesis that emotional intelligence factors, such as self-awareness, self-regulation, with the feeling ( empathy ), and social skills have a significant effect on the performance of teachers of SMAN 1 Paringin Balangan. Keywords: emotional intelligence, performance teacher. Abstrak: Tujuan Penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor kecerdasan emosional terhadap kinerja guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Total Sampling dengan jumlah sampel 48 orang guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan. Uji hipotesis dengan menggunakan pendekatan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan baik secara parsial maupun secara simultan bahwa faktor-faktor kecerdasan emosional, seperti kesadaran diri, pengaturan diri, turut merasakan (empati), dan keterampilan sosial berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan Kata Kunci: kecerdasan emosional dan kinerja guru. globalisasi sekarang ini terjadi peningkatan persaingan antar dunia pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan harus berusaha mencari dan menentukan terobosan-terobosan baru dengan menggunakan konsep-konsep manajemen yang tepat di dalam mencapai tujuan belajar mengajar, yaitu menjadi yang terbaik, mendapat hasil yang maksimal dan ilmu pengetahuan semakin berkembang. Seorang guru senantiasa harus selalu membaca informasi baru, menambah ilmu pengetahuan agar memiliki bekal serta wawasan yang luas terhadap pengetahuan yang diajarkan, sehingga mampu melaksanakan pembelajaran dengan baik terhadap anak didiknya. Di tangan para gurulah anak-anak bangsa dididik dan dilatih untuk menjadi manusia yang memiliki ilmu Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dalam era globlisasi sekarang ini menuntut para guru untuk semakin giat melakukan pengembangan profesional. Guru adalah seseorang yang dihormati karena pengetahuannya, kebijaksanaannya, kemampuannya memberikan pencerahan, kewibawaan dan kewenangannya. Saat pendidikan mengalami perkembangan maka sumber daya manusia akan mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting, dimana guru merupakan salah satu alat produktivitas untuk melaksanakan ilmu pengetahuan. Guru yang efektif akan menjadi penentu masa depan bagi siswa sebuah sekolah, lembaga pendidikan, atau organisasi sekolah. Pada era 74 Sari, Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional…. 75 pengetahuan yang menjadi dasar dalam membangun dan memajukan bangsa ini. Sebagai seorang pendidik guru dituntut untuk dapat menciptakan kondisi baru, memotivasi diri, dan mengembangkan diri didalam kehidupan yang berbasis pengetahuan, hingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Dalam menciptakan pengetahuan yang bermakna (Useful Meaning Knowledge), seorang guru harus mengembangkan diri melalui disiplin kerja, dan memotivasi kerja yang seimbang dalam pencapaian kinerja yang professional. Kecerdasan emosional seorang guru memainkan peranan penting dalam meningkatkan performanya dalam mengajar dan berinteraksi dengan segenap komponen sekolah. Kesuksesan seseorang dipengaruhi faktor kecerdasan intelektualnya hanya sekitar 20 %. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang diantaranya adalah kecerdasan emosional (Goleman, 2008: 16). Keberhasilan seorang guru akan terlihat dari kinerjanya dalam mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran di kelas sangat dipengaruhi oleh tipe, gaya serta pola kepemimpinan seorang guru. Kepemimpinan seorang guru tidak hanya tergantung pada kecerdasan intelegensinya, tetapi juga kecerdasan emosionalnya. Dorongan terhadap kinerja guru yang bersifat internal sangat diperlukan terutama dalam upaya mengkondisikan guru untuk selalu bekerja secara optimal. Dengan memiliki kecerdasan emosional seorang guru akan mampu mengendalikan dan mengelola emosinya dan bahkan bisa menjalin kehidupan sosial yang harmonis dengan sesama guru, siswa, masyarakat sekitar sekolah serta masyarakat dimana dia tinggal. Kecerdasan emosional bukan lawan dari kecerdasan intelektual, akan tetapi keduanya berinteraksi secara dinamis baik pada tataran konseptual maupun di dunia nyata. (Shapiro, 1997: 9) Interaksi antara guru dan siswa merupakan komponan penting dari sekian banyak komponen yang turut mendukung prestasi belajar siswa. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar juga dipengaruhi oleh keterampilan mengajar guru. Oleh karena itu, kecerdasan emosional memiliki peranan penting dalam meningkatkan kinerja seseorang. (Mohyi, 1999: 197) Guru merupakan penentu bagi keberhasilan suatu pendidikan karena apapun tujuan dan putusan penting tentang pendidikan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan sebenarnya dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar dikelas. Oleh sebab itulah guru dianggap sebagai insan penentu masa depan bangsa dan melalui guru generasi penerus bangsa dididik, dikembangkan, dibentuk, dan ditingkatkan kemampuan dan martabatnya. Bertitik tolak dari uraian diatas, maka penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Pengaruh Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan. Rumusan masalah dari judul tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Apakah faktor-faktor kecerdasan emosional, seperti kesadaran diri, pengaturan diri, turut merasakan (empati), dan keterampilan sosial berpengaruh secara parsial terhadap kinerja guru di SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan? 2. Apakah faktor-faktor kecerdasan emosional, seperti kesadaran diri, pengaturan diri, turut merasakan (empati), dan keterampilan sosial berpengaruh secara simultan terhadap kinerja guru di SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan? Studi Literatur Intelligence, yang dalam bahasa Indonesia kita sebut inteligensi (kecerdasan), semula berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata, tetapi kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain (Uno, 2008: 58). Masyarakat umum mengenal intelligence sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan, untuk memecahkan problem yang dihadapi. Memang, hal tersebut tidak bisa dipungkiri, apalagi sejarah telah mencatat bahwa sejak tahun 1904, Binet, seorang ahli psikologi berbangsa Prancis dan kelompoknya telah berhasil membuat suatu alat untuk mengukur kecerdasan, Yang disebut dengan Intelligence Quotient (IQ). 76 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 74 - 82 Sejak saat itu, kecerdasan selalu diartikan sangat sempit, yaitu sebagai kemampuan menyerap, mengolah, mengekspresikan, mengantisipasi, dan mengembangkan hal-hal yang berkenaan dengan pengetahuan, ilmu, dan teknologi. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kecerdasan diartikan sebagai kemampuan berpikir (Uno, 2008: 60). Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. Sementara menurut pandangan kaum awam inteligensi diartikan sebagai ukuran kepandaian. Sedangkan Henmon mendefinisikan inteligensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami. Wechsler mendefinisikan inteligensi sebagai totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan dengan efektif. (Uno, 2008) Dalam psikologi, dikemukakan bahwa intelligence, yang dalam bahasa Indonesia disebut inteligensi atau kecerdasan berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata. Akan tetapi, kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain. Oleh karena itu, inteligensi atau kecerdasan terdiri dari tiga komponen, yaitu (a) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan; (b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan apabila tindakan tersebut telah dilaksanakan; (c) kemampuan untuk mengubah diri sendiri atau melakukan autocritisism. Di antara ciri-ciri perilaku yang secara tidak langsung telah disepakati sebagai tanda telah dimilikinya inteligensi yang tinggi, antara lain adalah (1) adanya kemampuan untuk memahami dan menyelesaikan problem mental dengan cepat, (2) kemampuan mengingat, (3) kreativitas yang tinggi, dan (4) imajinasi yang berkembang. Emosi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 228) diartikan sebagai ”Suatu keadaaan dan reaksi psikologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subyektif”. Uno (2008: 62) mengatakan bahwa kata emosi secara sederhana bisa sebagai menerapkan “gerakan" baik secara metafora maupun harfiah, untuk mengeluarkan perasaan. Emosi sejak lama dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga dalam bahasa latin, emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya "jiwa yang menggerakkan kita". Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Pengertian emosi tersebut masih membingungkan, baik menurut para ahli psikologi maupun ahli filsafat. Akan tetapi, makna paling harfiah dari emosi didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, dan nafsu; setiap keadian mental yang hebat atau meluap-luap. Oleh karena itu, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiranpikiran khasnya, suatu keadaan biologis, psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Uno, 2008). Sundari, (2005) menjelaskan peranan emosi di dalam hidup kita sehari-hari, yaitu: (a). Emosi memperkaya kehidupan, (b). Emosi menciptakan pembatasan kehidupun, (c). Emosi sebagai dasar kehidupan seni, (d). Emosi memberikan tenaga tambahan, (e). Emosi memacu untuk berbuat baik, (f). Emosi merupakan obat penguat. Menurut Saphiro (1997), istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh dua orang ahli, yaitu Peter Salovey dan John Mayer untuk menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang dianggap penting untuk mencapai keberhasilan. Jenis-jenis kualitas emosi yang dimaksud antara lain: (1) empati, (2) mengungkapkan dan memahami perasaan, (3) mengendalikan amarah, (4) kemampuan kemandirian, (5) kemampuan menyelesaikan diri, (6) diskusi, (7) kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, (8) ketekunan, (9) kesetiakawanan, (10) keramahan, dan (11) sikap hormat. Dalam bahasa sehari-hari, kecerdasan emosional biasanya kita sebut sebagai "street smarts (pintar)", atau kemampuan khusus yang kita sebut "akal sehat", terkait dengan kemampuan membaca lingkungan politik dan sosial, dan menatanya kembali; kemampuan memahami dengan spontan apa yang Sari, Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional…. 77 diinginkan dan dibutuhkan orang lain, kelebihan dan kekurangan mereka; kemampuan untuk tidak terpengaruh tekanan; dan kemampuan untuk menjadi orang yang menyenangkan, yang kehadirannya didambakan orang lain. (Uno, 2008: 69). Selanjutnya, Patton menyebutkan bahwa EQ mencakup semua sifat seperti: (1) kesadaran diri, (2) manajemen suasana hati, (3) motivasi diri, (4) mengendalikan impulsi (desakan hati), dan (5) keterampilan mengendalikan orang lain. Dengan demikian, jelaslah bahwa IQ bukan satu-satunya faktor yang dapat membuat seseorang berhasil, tetapi paduan EQ dan IQ dapat meraih keberhasilan di tempat kerja (Uno, 2008: 70). Jadi, kecerdasan emosional atau emotional intelligence merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Goleman (2004) mengemukakan kecerdasan emosi mempunyai empat daerah yaitu kesadaran diri, kesadaran sosial, manajemen diri, dan manajemen relasi. Daerah ini mempunyai enam kompetensi yaitu kendali diri, kemampuan untuk dipercaya, kesungguhan hati, kemampuan untuk beradaptasi, dorongan jiwa mencapai prestasi dan inisiatif. Kecerdasan emosional menurut Mark Davis adalah kemampuan mengenali, memahami, mengatur, dan menggunakan emosi secara efektif dalam hidup kita. Pada tahun 1990, hasil laporan dua psikolog Amerika, Peter Salovey dan John Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi (EQ) sebagai sebuah bentuk kecerdasan yang melibatkan kemampuan memonitor perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, untuk membedakan di antara mereka dan menggunkan informasi itu untuk menuntun pikiran dan tindakan seseorang. Disusul oleh Daniel Goleman pada tahun 1995 menerbitkan buku ”Kecerdasan Emosi”, dimana Daniel Goleman mengemukakan empat bidang EQ yang lebih luas dengan dua puluh kemampuan khusus pada satu dari empat bidang itu. Dalam hal ini Mark Davis (2006) menggunakan pendapat keduanya untuk kecerdasan emosi seperti ditunjukkan pada gambar 1. Menggunakan Emosi Mengatur Emosi Memahami Emosi Mengenali Emosi dalam Diri Kita dan Orang Lain Gambar 1. Kecerdasan Emosi Sumber: Mark Davis, 2006 Teori lainnya tentang kecerdasan emosional dikemukakan oleh Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf. Mereka menawarkan sebuah model kecerdasan emosional yang disebut dengan Model Empat Batu Penjuru Kecerdasan Emosional. Dalam model ini, mereka berupaya menerjemahkan dan memindahkan kecerdasan emosional dari dunia analisis psikologis dan teori filosofis ke dalam dunia yang nyata dan praktis. Model Empat Batu Penjuru Kecerdasan Emosional tersebut meliputi: (1) kesadaran emosi (emotional literacy), (2) kebugaaran emosi (emotional fitness), (3) kedalaman emosi (emotional depth), dan (4) alkimia emosi (emotional alchemy). Dari masingmasing batu penjuru tersebut, terdapat bentuk-bentuk tecerdasan praktis dan kreatif yang terkait. Kinerja dalam lingkup organisasi adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral danetika (Prawirasentono, 1999: 21).Sedangkan menurut John Witmore dalam Coaching for Performance (1997: 104) kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. 78 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 74 - 82 Siagian (2003) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Lebih lanjut Siagian mengatakan bahwa penilaian kinerja pegawai tidak hanya dilihat/dinilai hasil fisik saja tetapi rneliputi kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan dan hal-hal khusus sesuai bidang dan level pekerjaan yang dijabatinya. Kemudian Manullang (2001), menguraikan kinerja sebagai pencapaian tugas-tugas individu atau tujuan. Kinerja merupakan fungsi dari usaha (effort dan kecakapan/competence). Usaha tergantung perasaan positif atau negatif terhadap hasil yang disosialisasikan dengan kinerja, harapanbahwa usaha yang dilakukan akan menghasilkan pencapaian tugas-tugas yang telah didefinisikan, dan harapan bahwa pencapaian tugas akan menghasilkan penghargaan. Batasan rnengenai kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau kebmpok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggurg jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Jadi kinerja secara umum adalah merupakan hasil kerja atau usaha yang telah dicapai oleh pegawai untuk melakukan tugastugas pekerjaan, baik hasil kerja yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif berdasarkan standard kerja sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Suhardjito (1999), ada 6 (enam) faktor utama yang menentukan kinerja, yaitu : 1. Sikap kerja, merupakan kesediaan bekerja secara bergiliran (shif work), dapat menerima tambahan tugas dan bekerja satu tim atau kelompok. 2. Tingkat keterampilan, merupakan suatu keharusan dalam menunjang kinerja karyawan hal ini biasa ditentukan pendidikan, latihan dan supervisi serta keterampilan dalam teknik industri. 3. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan merupakan faktor penting dalam menunjang peningkatan kinerja karena hubungan secara tidak langsung memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan kinerja. 4. Manajemen produktivitas merupakan suatu strategi dalam mengelola efesiensi mengenai sumber-sumber dan hukum kerja. 5. Efesiensi tenaga kerja, mengefesiensikan tenaga kerja melalui adanya perencanaan maupun penambahan tugas guna menunjang kinerja. 6. Kewiraswastaan merupakan penilaian pengambilan resiko, kreativitas dan usaha individu untuk memajukan diri secara sendiri guna menunjang kinerja Menurut Mangkunegara (2005:13) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja antara lain (a). Faktor kemampuan, (b). Faktor motivasi. Dalam sistem manajemen kinerja yang efektif, Ruky (2002) memberikan butir-butir yang harus diperhatikan untuk menilai kinerja pegawai, yaitu: 1. Relevance, yaitu faktor-faktor yang diukur harus relevan dengan pekerjaan, apakah outputnya, prosesnya, maupun inputnya. 2. Reliability, yaitu sistem yang digunakan harus dapat diandalkan dan dipercaya bahwa menggunakan tolok ukur yang obyektif, sahih, akurat, konsisten, dan stabil. 3. Sensitivity, yaitu system yang digunakan harus cukup peka untuk mampu membedakan antara pegawai yang berprestasi dan yang tidak berprestasi dalam pekerjaannya. 4. Acceptability, yaitu system yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima oleh pegawai yang menjadi penilai maupun yang dinilai dan memfasilitasi komunikasi aktif lagi konstrukttf antara keduanya. 5. Practicality, yaitu semua instrumen yang disusun harus mudah digunakan, tidak rumit, dan berbelit-belit. Menurut Depdiknas, (2008:4) menjelaskan akan kinerja guru meliputi beberapa tahapan-tahapan adalah sebagai berikut : Sari, Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional…. 79 1. Pra pembelajaran (pengecekan kesiapan kelas dan apersepsi) 2. Kegiatan inti (penguasaan materi, strategi pembelajaran, pemanfaatan media atau sumber bekerja, evaluasi, penggunaan bahasa) 3. Penutup (refleksi, rangkuman dan tindak lanjut) Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan maka model konseptual penelitian analisis Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Guru Sma Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan dapat ditunjukkan pada gambar 2. Kesadaran Diri (X1) Pengaturan Diri (X2) Turut Merasakan/ Empati (X3) Kinerja Guru (Y) Keterampilan Sosial (X4) Gambar 2. Kerangka Konseptual Berdasarkan model konseptual yang ditunjukkan pada gambar 2, maka hipotesis dalam penelitian ini, yaitu : H1 : Faktor-faktor kecerdasan emosional seperti kesadaran diri, pengaturan diri, turut merasakan (empati), dan keterampilan sosial berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan. H2 : Faktor-faktor kecerdasan emosional seperti kesadaran diri, pengaturan diri, turut merasakan (empati), dan keterampilan sosial berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kinerja guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan. Metode Penelitian Tipe penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang mencari hubungan sebab akibat antara variable bebas dan variable terikat. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan yang berjumlah 48 orang, yang berstatus PNS 36 orang dan yang honorer 12 orang. Seluruh populasi digunakan sebagai responden penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini diukur beserta indikatornya meliputi : 1. Kesadaran Diri meliputi emosi diri sendiri, penilaian diri dan Percaya diri 2. Pengaturan Diri meliputi kendali diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptabilitas dan inovasi 3. Turut Merasakan/Empati meliputi memahami orang lain, orientasi pelayanan pengembangan orang lain, dan mengatasi keragaman 4. Keterampilan Sosial meliputi komunikasi, kepemimpinan, pengikat jaringan, dan kemampuan tim. 5. Kinerja meliputi hasil kerja, kemampuan dan sikap Jenis data dalam penelitian ini dengan mengunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari penyebaran kuesioner kepada respondn, data sekunder yang berupa data dan informasi pendukung yang diperoleh dan diolah dari sumber internal pihak SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan dan literatur serta buku-buku pendukung yang relevan dengan penelitian ini. Metode pengumpulan data yang digunakan dan dilakukan dalam upaya untuk mendukung dan memperoleh data yang valid dan reliabel dalam penelitian ini adalah kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Kuesioner dibuat dengan skala likert 5 tingkat, dimana nilai 1 berarti Tidak pernah, dan nilai 5 berarti Selalu. Hasil Penelitian dan Pembahasan Karakteristik responden dalam penelitian ini menggambarkan ciri-ciri responden didasarkan atas jenis kelamin, status kepegawaian dan masa kerja.Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui dari 48 responden sebanyak 21 responden 80 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 74 - 82 atau 43,75 % berjenis kelamin pria dan 27 responden atau 56,25 % berjenis kelamin wanita. Status kepegawaian pada penelitian ini ada dua katagori yaitu PNS dan Non PNS, lebih lengkapnya ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin F % Pria 21 43,75 Wanita 27 56,25 Jumlah 48 100,00 Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepegawaian Status F % Kepegawaian PNS 36 75 Non PNS 12 25 Jumlah 48 100,00 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui dari 48 responden sebanyak 36 responden atau 75 % berstatus sebagai PNS dan 12 responden atau 25 % berstatus sebagai non PNS. Karakteristik Distribusi responden berdasarkan masa kerja dapat dikatagorikan seperti ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja F % (tahun) <5 20 41,67 5–9 13 27,08 10 – 14 4 8,33 15 – 19 2 4,16 20 – 24 2 4,16 > 24 7 14,58 Jumlah 48 100,00 Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui dari 48 responden, yang mempunyai masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 20 responden atau 41,67 %, yang mempunyai masa kerja 5 – 9 tahun sebanyak 13 orang atau 27,08 %, yang mempunyai masa kerja 10 – 14 tahun sebanyak 4 responden atau 8,33 %, yang mempunyai masa kerja 15 – 19 tahun sebanyak 2 responden atau 4,16 %, yang mempunyai masa kerja 20 - 24 tahun sebanyak 2 orang atau 4,16 %, dan yang mempunyai masa kerja lebih dari 24 tahun sebanyak 7 orang atau 14,58 %. Uji validitas di dalam penelitian ini menggunakan construct validity, yaitu diuji dengan mengkorelasikan masing-masing pertanyataan atau item dengan skor total untuk masing-masing variabel. Suatu item pada kuesioner disebut valid jika koefisien kolerasinya positif dan lebih besar dari 0,30 (Sugiyono, 2003:65). Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan Cronbach Alpha. Instrumen dikatakan reliable apabila memiliki nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6 (Nunnaly dalam Ghozali: 2002). Hasil uji kuesioner disajikan secara ringkas pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian Variabel Koefisien Ketetapan Cronbach (> 0,6) Alpha Jenjang Pendidikan (X1) 0,639 (> 0,6) Pengaturan Diri (X2) 0,972 (> 0,6) Turut Merasakan/ 0,605 (> 0,6) Empati (X3) Keterampilan Sosial 0,617 (> 0,6) (X4) Kinerja (Y) 0,686 (> 0,6) Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan metode Cronbach Alpha menunjukkan nilai koefisien masing-masing variabel lebih besar dari 0,6 hal ini berarti bahwa instrumen penelitian reliable dan dapat dipergunakan dalam pengambilan data penelitian. Uji hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah uji t, dimana uji ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara individu terhadap variabel terikatnya.Hasil uji t dapat disajikan dalam tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji t Variabel Koefisien X1 0,355 X2 0,081 X3 0,571 X4 0,109 ttabel 1,681 1,681 1,681 1,681 thitung 3,427 2,887 3,751 1,844 Sig 0,002 0,008 0,001 0,004 Berdasarkan hasil uji t yang ditampilkan pada tabel 5, dapat dijelaskan bahwa berkenaan dengan pengaruh Variabel X1 memiliki tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau 0,002 < 0,05, maka dapat direkomendasikan bahwa secara parsial pengaruh X1 signifikan terhadap Y, pada Variabel X2 memiliki tingkat signifikansi Sari, Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional…. 81 lebih kecil dari 0,05 atau 0,008 < 0,05, maka dapat direkomendasikan bahwa secara parsial pengaruh X2 signifikan terhadap Y, sedangkan pada Variabel X3 memiliki tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau 0,001 < 0,05, maka dapat direkomendasikan bahwa secara parsial pengaruh X3 signifikan terhadap Y dan Variabel X4 memiliki tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau 0,004 < 0,05, maka dapat direkomendasikan bahwa secara parsial pengaruh X4 signifikan terhadap Y. Uji hipotesis ke dua dalam penelitian ini menggunakan pendekatan uji F Uji F dimaksudkan untuk menguji hipotesis yang bersifat simultan. Dalam hal ini menguji pengaruh variabel Jenjang Pendidikan (X1), Pengaturan Diri (X2), Turut Merasakan/Empati (X3) dan Keterampilan Sosial (X4) terhadap kinerja guru (Y). hasil uji F ditunjukkan pada tabel 6. Data pada tabel 6 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 12,987 yang lebih besar dari nilai F tabel sebesar 2,589 (df1 = 4, df2 = 43). Hal tersebut identik dengan nilai signifikansinya yaitu sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (α). Hal tersebut dapat diberikan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Jenjang Pendidikan (X1), Pengaturan Diri (X2), Turut Merasakan/Empati (X3) dan Keterampilan Sosial (X4) terhadap Kinerja (Y). Berdasarkan hasil pengujian hipotesa dengan menggunakan metode analisa regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel eksogen yang terdiri dari kesadaran diri (X1), pengaturan diri (X2), turut merasakan/empati (X3), dan keterampilan social (X4) terdapat pengaruh signifikan terhadap kinerja (Y). Pengaruh Kesadaran Diri (X1) terhadap Kinerja (Y), dari hasil analisis menunjukkan variabel kesadaran diri mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Ciri-ciri individu yang mempunyai kesadaran yang tinggi akan bisa mendengarkan tanda-tanda di dalam diri mereka sendiri, mengenali bagaimana perasaan mereka mempengaruhi diri dan kinerja mereka. Mereka mendengarkan dan menyelaraskan diri dengan nilai-nilai yang membimbingnya dan sering kali secara naluriah bisa menentukan tindakan terbaik. Dengan kesadaran diri juga mereka tahu keterbatasan dan kekuatannya, mereka menunjukkan pembelajaran yang cerdas tentang apa yang mereka perlukan dalam perbaikan serta menerima kritik dan umpan balik yang membangun. Mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Pengaruh Pengaturan diri (X2) terhadap Kinerja (Y), dari hasil analisis menunjukkan variabel pengaturan diri mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap kinerja. Pengendalian diri dengan cara mengelola emosi dan dorongan yang meledak-ledak dan menyalurkan dalam bentuk dan cara yang bermanfaat. Individu yang dapat mengatur diri memiliki keterbukaan yang otentik tentang perasaan, keyakinan dan tindakan seseorang kepada orang lain, menunjukkan kejujuran dan integritas serta kelayakan untuk dipercaya. Mereka dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi dan mengatasi hambatan yang dihadapi. Pengaruh Turut Merasakan/Empati (X3) terhadap Kinerja (Y), dari hasil analisis menunjukkan variabel turut merasakan/empati mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. pemimpin yang memiliki empati mampu mendengarkan berbagai tanda emosi, membiarkan diri merasakan emosi yang dirasakan, tetapi tidak dikatakan, oleh seseorang atau kelompok. Individu seperti ini mendengarkan dengan cermat dan bisa menangkap sudut pandang orang lain, mampu memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang mereka serta menghargai perbedaan pendapat dan perasaan orang lain. Tabel 6. Hasil Uji F Pengaruh Jenjang Pendidikan (X1), Pengaturan Diri (X2), Turut Merasakan/Empati (X3) dan Keterampilan Sosial (X4) terhadap Kinerja (Y) Model Sum of Square df Mean Square F Sig. Regresi 39,210 4 9,803 12,987 0,000 Residu 32,456 43 0,755 Total 71,667 47 82 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 74 - 82 Pengaruh Keterampilan Sosial (X4) terhadap Kinerja (Y), dari hasil analisis menunjukkan variabel keterampilan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja, Kemampuan sosial antara lain bersifat terbuka, disiplin, memiliki dedikasi, tanggung jawab, suka menolong, bersifat membangun, tertib, bersifat adil, pemaaf, jujur, demokratis, dan cinta anak didik. Kesadaran sosial membuat individu dapat membaca apa yang sedang terjadi, keputusan jaringan kerja dan politik di tingkat organisasi serta mengenali dan memenuhi kebutuhan pengikutnya. Individu yang memiliki kesadaran sosial yang tinggi bisa cerdas secara politik, mampu mendeteksi jaringan kerja sosial yang krusial dan membaca relasi-relasi penting. Individu seperti ini bisa mengerti daya-daya yang sedang bekerja di dalam sebuah organisasi, juga nilai-nilai yang membimbing dan aturan-aturan nonverbal yang beroperasi di antara orang-orangnya kontak langsung dengan pelanggan atau klien, dengan teliti untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Mereka juga membuka diri dan bersedia bekerja bila diperlukan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor kecerdasan emosional seperti kesadaran diri (X1), pengaturan diri (X2), turut merasakan/empati (X3), dan keterampilan social (X4) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan. 2. Faktor-faktor kecerdasan emosional seperti kesadaran diri, pengaturan diri, turut merasakan (empati), dan keterampilan sosial berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kinerja guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Para guru hendaknya selalu meningkatkan kinerja, terutama kompetensi dalam mengajar dan mendidik para siswa sehingga tujuan yang dicapai lebih maksimal. 2. Para guru juga diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan emosional karena hal tersebut dapat mempengaruhi kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai guru. 3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih mendalam tentang variabel-variabel kejelasan status, sistem penghargaan, dan harapan berkembang, serta variabel lain yang berkenaan tentang motivasi dan kepuasan kerja. DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsemi, (1998), Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arikunto Suharsemi, (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta. Amirullah dan hanafi, Rinyah, (2002), Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu. Bedeian and Buford. (1988), Management In Extention, 2 no Edition, Alabama Cooperative Extention Service, Aubum University: Alabama. Byars, L. and Rue, L. W. 1991. Human Resources Management. Boston: Hanewood Furqon. (1999). Statistik Penerapan Dalam Pendidikan, Bandung: Alphabeta. Gorton, (1976), School Administration, Debuquelowa: Wn. C. Brown Company Publisser. Kreitner & Kinicki, (1989), Organization Behavior. Bort Arizona State University (Home Wood II Boston). Koontz, Harold, Cyril O’Donnel Heinz Weinrich, (1984), Management, eight edition, McGraw-Hiil Internasional Book Company, Auckland. Winardi, 1992, Pengantar Ilmu Manajemen, Nova, Bandung Williams dan Anderson, 199, Organizatonal Behaviour, PT.Prehalindo, Jakarta