BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur adalah suatu

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Jamur
Jamur adalah suatu golongan mikroorganisme yang tubuh vegetatifhya
berupa thalus, dan tidak mempimyai klorofil. Sumber utama nutrisi jamur adalah
senyawa-senyawa organik (Pelczar dan Chan, 1986). Jamur memerlukan
kelembaban yang tinggi, persedian bahan organik dan persediaan oksigen untuk
pertumbuhan. Jamur dapat hidup dari bahan organik yang mati dan mengalami
pembusukan dan tumbuh baik dalam lingkungan yang mengandung banyak gula
dengan kondisi asam yang tidak menguntungkan bagi bakteri. (Volk dan Wheeler,
1993). Jamur tersusun dari benang-benang sel panjang yang dihubungkan bersama
dari ujung keujung. Berdasarkan struktumya, jamur dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu jamur filament dan khamir. Jamur filament merupakan golongan
jamur yang mempunyai miselium, yang struktur berupa benang halus bercabang
yang disebut hifa. Kumpulan dari hifa disebut dengan miselium. Khamir
merupakan golongan jamur yang bersel tunggal dan tidak berfilamen. Banyak
jamur mempimyai dinding penyekat yang disebut septa dalam hifanya, yang
kemudian membagi masing-masing hifa menjadi banyak sel dengan nukleus
masing-masing dan disebut hifa bersepta. Dalam spesies jamur tertentu, benangbenang itu tidak mempunyai septa sehingga kelihatan sebagai satu sel panjang
yang mengandung banyak nucleus, hifa seperti ini disebut dengan hifa senosit
(Volk dan Wheeler, 1998).
Jamur bereproduksi dengan membentuk spora. Spora dapat bersifat
seksual maupun aseksual. Apabila spora melepaskan diri dari txmibuhan induknya
dalam kondisi yang menguntungkan, maka benang-benang jamur baru akan
mampu berkembang menjadi individu baru, dimana spora bersema dan benangbenang hifa akan memanjang dengan pembelahan biner (Volk dan Wheeler,
1998).
4
2.2.
Jamur Trichoderma sp.
Jamur Trichoderma sp. memiliki ciri morfologi sebagai berikut: miselium
bersepta, konidioforanya bercabang dengan arah yang berlawanan, konidianya
berbentuk bulat atau oval dan satu sel melekat satu sama lain, wama hijau terang
(Devi dkk., 2000). Konidia tersebut merupakan sel tunggal yang saling melekat
satu sama lain sehingga membentuk suatu kumpulan pada ujimg konidiofora.
Koloni fimgi ini mudah dikenali dengan pertumbuhan yang cepat dan matang
pada pertumbuhan 5 hari. Pada temperatur 25 ° C dan dalam media Potato Dextro
Agar (PDA) fiingi ini tumbuh seperti bulu domba dan awalnya terlihat putih,
selanjutnya konidia mulai terbentuk menjadi wama hijau (Doctorfungus, 2007).
Gambar 1. Trichoderma spp.
(Sumber. Doctorfungus, 2007)
Jamur memerlukan kelembaban yang tinggi, persedian bahan organik dan
persediaan oksigen untuk pertumbuhan. Jamur dapat hidup dari bahan organik
yang mati dan mengalami pembusukan dan tumbuh baik dalam lingkimgan yang
mengandung banyak gula dengan kondisi asam yang tidak menguntungkan bagi
bakteri (Volk dan Wheeler, 1993).
Klasifikasi taksonomi dari jamur Trichoderma sp. menurut Rejeki (2004)
dan Harman (2006) adalah:
5
Kingdom
: Fimgi
Divisio
: Deuteromycota
Klas
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Familia
: Moniliacea
Genus
: Trichoderma
Spesies
: Trichoderma sp.
Trichoderma sp. merupakan salah satu agen pengendali hayati yang
efektif, dapat menghasilkan enzim ekstraseluler sehingga memungkinkan baginya
untuk bersaing dengan jamur lain dalam memanfaatkan residu tanaman sebagai
bahan nutrisi serta menghambat pertumbuhan jamur fitopatogenik seperti spesies
Fusarium, Phytium, dan Rhizoctonia (Waluyo, 2004).
Salah satu jenis Trichoderma sp. adalah Trichoderma asperellum
merupakan salah satu jenis jamur yang mampu berperan sebagai pengendali
hayati karena mempunyai aktivitas antagonistik yang tinggi terhadap jamur
patogen tular tanah. Jamur ini termasuk jenis jamur tanah, sehingga sangat mudah
didapatkan di berbagai macam tanah, di permukaan akar berbagai macam
tumbuhan, juga dapat diisolasi dari kayu busuk. Koloni T asperellum pada awal
inkubasi akan berwama putih yang selanjutnya berubah menjadi kuning dan
akhimya berubah menjadi hijau tua pada umur inkubasi lanjut. Jamur
Trichoderma asperellum mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat, spora yang
dihasilkan berlimpah, mampu bertahan cukup lama pada kondisi yang kurang
menguntungkan. Daya antagonistik yang dimiliki T. asperellum disebabkan oleh
kemampuannya dalam menghasilkan berbagai macam metabolik toksik seperti
antibiotik atau enzim yang bersifat litik serta kemampuan kompetisi dengan
patogen dalam memperebutkan nutrisi, oksigen, dan ruang tumbuh (Wahyudi
dkk., 2005).
6
2.3.
Kitinase (EC 3.2.1.14)
Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh jamur,
bakteri, tanaman, dan hewan serta berperan penting dalam pemecahan kitin.
Enzim adalah protein yang diproduksi oleh sel hidup dan digunakan imtuk
mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik. Kitin merupakan komponen struktural
dari sebagian besar dinding sel jamur pathogen. Polisakarida ini adalah komponen
struktural terbesar penyusun utama kerangka luar udang dan serangga. Kitinase
dapat mengkatalisis hidrolisis ikatan yff-1,4 homopolimer N-asetilglukosamin
menjadi monomer N-asetilglukosamin (Wijaya, 2002).
Berdasarkan
cara kerjanya dalam mendegradasi
substrat, kitinase
dibedakan kedalam dua kelompok utama, yaitu endokitinase dan eksokitinase
(Toharisman, 2007). Enzim yang mendegradasi kitin secara acak dari dalam
disebut endokitinase (EC 3.2.1.14). Eksokitinase yang membebaskan N asetilglukosamina disebut N-asetil-P-Dglukosaminidase (NAGase) (EC 3.2.1.30)
dan yang membebaskan lonit dimer dari P-l,4-Nasetilglukosamina (kitobiosa)
disebut 1,4-p-kitobiosidase (kitobiosidase) (EC 3.2.1.14) (Nugroho, dkk., 2003).
Enzim ini dapat ditemukan pada bakteri Streptomycetes sp. dan jamur seperti
Trichoderma sp. dan Gliocladium sp, serta dapat disintesis oleh beberapa
protozoa, nematoda, dan vertebrata lainnya (Supiandi, 1999).
Berbagai organisme menghasilkan aneka jenis kitinase dengan spesifitas
terhadap substrat yang bervariasi juga karakteristik yang berlainan. Bakteri
mengeluarkan kitinase sebagai sarana memperoleh nutrisi dan agen parasitisme.
Fungi, protozoa dan invertebrata mengeluarkan enzim tersebut imtuk proses
morfogenesis (Toharisman, 2007).
Enzim kitinase mempunyai banyak manfaat karena mampu menghidrolisis
kitin menjadi ukuran yang beragam sehingga dapat dihasilkan produk deasetilasi
kitin yaitu kitosan yang beragam. Kitosan mempimyai aplikasinya sangat luas
dalam
berbagai
bidang,
seperti
industri pangan,
kesehatan, kosmetik,
bioteknologi, pengolahan limbah, membran, dan industri kertas (Natsir, 2000).
7
2.4.
Kitin
Kitin adalah polimer karbohidrat di alam yang merupakan struktur besar
polisakarida yang terdiri dari unit-vmit N-asetilglukosamin dengan ikatan p-1,4.
Secara formal kitin dapat berasal dari selulosa dengan menggantikan gugus
hidroksil pada atom C-2 dengan gugus amino yang terasetilasi. Stabilitas kitin
yang menonjol dapat dikembalikan pada jembatan hidrogen yang berasal dari
gugus samping N-asetil. Kitin tidak larut dalam air, pelarut organik, basa atau
mineral encer, tetapi dapat larut dalam asam mineral pekat dan dapat didegradasi
secara enzimatis (Alexander, 1977).
Penghilangan gugus asetil (deasetilasi) dari kitin menghasilkan kitosan.
Kitin dan kitosan memiliki kandungan nitrogen sekitar 6.98%, jauh lebih tinggi
dibanding polimer sintetik yang hanya 1.25%. Oleh karenanya, keduanya menarik
secara komersial karena bisa dipakai sebagai agen pengkelat. Selain itu, karena
kitin merupakan bahan alam maka lebih bersifat biocompatible dan biodegradable
dibanding polimer sintetik (Toharisman, 2007).
Pada Gambar 2 dapat dilihat struktur kitin yang dibangun oleh vmit-unit
monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) tersusun linear dengan ikatan y5-l,4.
Rantai kitin antara satu dengan yang lainnya berasosiasi dengan ikatan hidrogen
yang sangat kuat antara gugus NH dari satu rantai dan gugus C=0 dari rantai yang
berdekatan (Yumaliza, 2002).
Gambar 2. Struktur Kitin (Toharisman, 2007)
8
2.5.
Faktor-Faktor yang Mempenganihi Aktivitas Enzim
Enzim adalah golongan protein, sehingga mempunyai sifat yang mirip
dengan protein. Beberapa sifat enzim tidak stabil dan mudah terdenaturasi
sehingga aktivitasnya hilang. Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
1. Konsentrasi Enzim
Kecepatan reaksi enzimatik tergantung dari konsentrasi enzim tersebut. Kecepatan
reaksi bertambah dengan semakin bertambahnya konsentrasi enzim (Poedjiadi,
1994).
2. Konsentrasi Substrat
Pada konsentrasi enzim yang tetap, kecepatan reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi substrat (Poedjiadi, 1994).
3. Suhu
Reaksi berjalan lambat pada suhu rendah dan berlangsung cepat pada suhu tinggi.
Kenaikan suhu juga mempenganihi kecepatan reaksi enzim (Poedjiadi, 1994).
Pada suhu rendah, kemantapan enzim tinggi, tetapi aktivitasnya rendah.
Sedangkan pada suhu yang tinggi, aktivitasnya tinggi, tetapi kemantapan rendah.
Daerah temperatur saat kemantapan dan aktivitas enzim cukup besar disebut
temperatur optimal untuk enzim tersebut (Wirahadikusumah, 1989).
4. pH
Struktur enzim dipengaruhi oleh pH lingkunganya. Pada pH rendah dan tinggi
dapat menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga menurunkan aktivitas enzim
tersebut (Poedjiadi, 1994). Pada keadaan aktivitas enzim paling besar, pHnya
merupakan pH optimal untuk reaksi enzim tersebut (Wirahadikusumah, 1989).
5. Adanya inhibitor dan aktivator
Inhibitor dapat menghambat keija enzim sedangkan aktivator dapat meningkatkan
kerja enzim. Aktivator dan inhibitor dapat berupa logam ataupun senyawa
organik.
9
2.6.
Penentuan Konsentrasi Gula Pereduksi Metoda Nelson- Somogyi
Dalam alkali semua monosakarida dan beberapa disakarida dapat
bertindak sebagai senyawa-senyawa pereduksi dan dengan mudah teroksidasi oleh
beberapa reagen misalnya tembaga (Cu'^^). Salah satu metode yang umum
digvmakan adalah reduksi ion cupri (Cu^^) menjadi cupro (Cu*) dalam larutan
alkali membentuk Cu(OH)2 yang dengan pemanasan akan diubah menjadi
endapan merah bata (CU2O). Untuk mencegah pengendapan reagen Cu^* dalam
larutan alkali digunakan sitrat atau tartarat. Dalam metoda Nelson-Samogyi, hasil
reduksi ion cupri oleh glukosa atau gula pereduksi lainnya dalam suasana basa
dengan arsenomolibdat memberikan wama bim. Absorbsi lamtan ini diukur pada
panjang gelombang 500 nm (Green III dkk, 1989).
Reaksi yang teijadi:
3NH4'^ + AsOz" + 12Mo04^- + 24 H*
•
(NH4)3H4As(Mo207)6 + 10 H2O
Arsenomolibdad
RCHO + 2Cu^* + 4 OH-
2CU2O + (NH4)3H4AS(M0207)6
•
RCOOH + j CU2O + 2 H2O
^
CU4(NH4)3H4AS(M0207)6 + O2
Lamtan bim
10
Download