Efektivitas Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri Terhadap

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pendekatan Keterampilan Proses Dengan Strategi Pembelajaran
Inkuiri
Pendekatan keterampilan proses pada hakikatnya adalah suatu pengelolaan
kegiatan belajar-mengajar yang berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan
kreatif dengan dilandasi rasa tanggungjawab dalam proses pemerolehan hasil
belajar. Peran guru dan siswa harus memiliki pandangan yang sama untuk menuju
tujuan pembelajaran dalam keterlibatan mental, emosional, dan fisik sepenuhnya.
Kegiatan pendekatan keterampilan proses dapat membantu belajar cara
mempelajari sesuatu (to learn how to learn). Dengan keterampilan tersebut, siswa
dibekali peralatan memahami dan mengembangkan ide dan konsep yang belum
diketahuinya.
Menurut Indrawati dalam Trianto (201: 134) menyatakan, “Suatu
pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui
pembelajaran yang termasuk rumpun pemprosesan informasi. Hal ini menekankan
pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana cara-cara mengolah
informasi”.
Dari penjelasan Indrawati, tampak bahwa pendekatan keterampilan proses
dapat menciptakan pembelajaran yang lebih efektif untuk mendapatkan informasi.
Pendekatan ini sangat penting diterapkan pada siswa, agar siswa memiliki
keterampilan berfikir dan cara mengolah hingga menghasilkan suatu kreasi yang
bermanfaat kelak. Oleh karena itu, dalam penelitian ini memfokuskan pada salah
satu strategi yang selaras dengan pendekatan tersebut untuk kegiatan belajar
mengajar, yaitu strategi pembelajaran inkuiri.
Menurut Gulo (Trianto, 2011: 135) menyatakan, “inkuiri berarti suatu
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,
8
9
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri”.
Hal senada, juga diungkapkan oleh, Sanjaya (2011: 196) yang menyatakan
bahwa, “strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari
dan menemukan jawaban sendiri dari suatu masalah yang dipertanyakan”.
Pengertian strategi pembelajaran inkuiri yang sedikit berbeda yaitu dari,
Kourilsky dalam Hamalik (2011: 220) menyatakan “Pengajaran berdasarkan
inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok siswa
inkuiri ke dalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan
melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktur kelompok”.
Dari pengertian strategi pembelajaran inkuiri yang dikemukakan para ahli,
peneliti mengambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran inkuiri adalah
rangkaian kegiatan pembelajaran yang mencakup seluruh kemampuan siswa
dalam struktur kelompok melalui proses berfikir kritis, logis, analitis, dan
sistematis untuk menemukan jawaban dari suatu masalah. Masalah yang akan
dicari jawabannya tersebut harus kontekstual. Kontekstual dalam hal ini yaitu
mengkaitkan konten mata pelajaran (isi, materi pelajaran) dengan situasi dunia
nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri
oleh Sanjaya (2011: 196-197) adalah, sebagai berikut:
1.
Menempatkan siswa sebagai subjek belajar
Artinya menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal dalam
proses pembelajaran. Siswa tidak hanya berperan sebagai penerima
pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan
untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
2.
Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan
Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri.
Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab
10
antara guru dan siswa. Oleh sebab itu, kemampuan guru dalam
menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan
inkuiri.
3.
Tujuan dari penggunaan inkuiri yaitu mengembangkan kemampuan
berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Sanjaya
(2011:
199-201)
mengungkapkan
penggunaan
strategi
pembelajaran inkuiri terdapat prinsip yang harus diperhatikan oleh guru yaitu
sebagai berikut:
a.
Berorientasi pada pengembangan intelektual
Strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga
berorientasi pada proses belajar. Pengembangan intelektual pada proses
belajar disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa
berdasarkan usia.
b.
Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi
antarsiswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan lingkungan.
c.
Prinsip bertanya
Kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya
sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu,
kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langah inkuiri sangat
diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap
guru, apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa,
bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan
berpendapat, atau bertanya untuk menguji.
d.
Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah
proses berpikir (learning how to think).
Dalam proses berpikir, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka
melalui keterlibatan aktif melalui pengalaman nyata dalam pembelajaran.
11
e.
Prinsip keterbukaan
Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, perlu adanya
mencoba berbagai kemungkinan tersebut. Siswa perlu diberikan kebebasan
untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan
nalarnya.
Untuk menciptakan kondisi yang demikian, peranan guru sangat
menentukan keberhasilan strategi pembelajaran inkuiri. Guru tidak lagi berperan
sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Oleh karena itu,
peran guru dalam strategi pembelajaran inkuiri (Trianto, 2011: 136) adalah
sebagai berikut:
1. Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir
2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan
3. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat
4. Administrator, bertanggungjawab seluruh kegiatan kelas
5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang
diharapkan
6. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas
7. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.
Dalam menggunakan Strategi pembelajaran inkuiri diharapkan efektif,
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Sanjaya (2011: 197)
strategi inkuiri akan efektif apabila:
a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu
permasalahan yang ingin dipecahkan.
b. Bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang
sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.
c. Proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
d. Guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki
kemauan dan kemampuan berpikir.
e. Jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan
oleh guru.
12
f. Guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan metode yang
berpusat pada siswa.
Dari teori strategi pembelajaran inkuiri, maka dapat dipahami bahwa
pengetahuan yang dimiliki siswa sebaiknya bukan sejumlah fakta hasil dari
mengingat saja. Akan tetapi, hasil dari proses menemukan sendiri menggunakan
potensi yang dimilikinya melalui kegiatan aktif dalam pembelajaran. Menemukan
yang dibahas di sini bukan menemukan hal baru yang belum diketahui orang lain,
tetapi menemukan pengalaman baru oleh siswa sendiri. Siswa bekerja dalam
struktur kelompok kecil. Dalam kelompok, siswa dapat mengembangkan
kemampuan berbahasa melalui koordinasi saat percobaan, diskusi, dan presentasi
hasil percobaan. Selain itu juga dapat mengembangkan sikap sosial melalui
interaksi bekerja sama dalam kelompok. Dengan adanya aktivitas menemukan
konsep, akan mengurangi ketergantungan siswa kepada guru sebagai satu-satunya
sumber informasi dan melatih siswa memanfaatkan lingkungan sebagai sumber
informasi. Strategi pembelajaran inkuiri mengarahkan pada berfikir tingkat tinggi
yang meliputi pemahaman sains, terampil memperoleh dan menganalisis
informasi, dan kreatif untuk menciptakan sesuatu. Dari proses berpikir tingkat
tinggi melalui kegiatan belajar dengan melakukan akan membangun kaitan antara
informasi baru dengan konsep dari pengalaman nyata yang ada dalam setruktur
kognitif siswa sebagai dasar keingintahuan yang distimulus oleh pertanyaanpertanyaan dari guru. Siswa akan menggunakan kemampuan alat indranya untuk
mencari jawaban dari keingintahuannya. Namun demikian, untuk mengubah
paradigma belajar sebagai proses berfikir daripada mengutamakan hasil belajar
saja tampaknya bukan hal yang mudah. Padahal untuk menerapkan strategi
pembelajaran inkuiri siswa diajak memecahkan suatu persoalan, bertanya dan
menjawab pertanyaan ke dan dari guru. Sehingga dalam proses inkuiri guru harus
benar-benar memahami dari segi bobot materi dan kemampuan siswa untuk
menciptakan pembelajaran dengan penggunaan strategi inkuiri yang efektif.
Berdasarkan kajian teori strategi pembelajaran inkuiri, dapat disimpulkan
bahwa strategi ini merupakan pengembangan dari pendekatan keterampilan proses
sehingga orientasi pembelajaran berpusat pada siswa melalui aktivitas penemuan
13
dalam struktur kelompok. Untuk mengarahkan pada kegiatan penemuan
disesuaikan tingkat perkembangan kognitif siswa berdasarkan usia dengan benda
atau pengalaman konkret menuju pada pembelajaran bermakna.
Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran inkuiri di dalamnya memuat tugas meneliti, tugas
menyusun laporan (lisan/tulisan), tugas motorik , dan lain-lain. Penggunaan
strategi pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA untuk siswa SD dapat
memberikan hasil yang baik apabila pengajar mengetahui langkah-langkah
pelaksanaan strategi pembelajaran inkuiri. Seperti
yang dijelaskan Hamalik
(2011: 221), penggunaan strategi pembelajaran inkuiri dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi fokus inkuiri
secara jelas.
2.
Mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta
3.
Merumuskan hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah-langkah
pengumpulan informasi
4.
Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji
setiap hipotesis dengan data yang telah dikumpulkan
5.
Merumuskan jawaban atas pertanyaan pokok dan menyatakan jawaban
sebagai proposisi tentang fakta. Jawaban itu mungkin merupakan sintesis
antara hipotesis yang diajukan dan hasil-hasil dari hipotesis yang diuji
dengan informasi yang terkumpul.
Berdasarkan
langkah-langkah
di
atas
diketahui
bahwa
strategi
pembelajaran inkuiri mengkondisikan siswa terlibat aktif dalam kegiatan
pembelajaran untuk menemukan jawaban atas pertanyaan pokok tentang fakta.
Sedangkan menurut Joyce dan Weil dalam Hidayati (2008: 6.10) ada 5
tahap pelaksanaan inkuiri yang berangkat dari fakta sampai terjadinya suatu teori.
1. Guru memberi permasalahan dan menjelaskan prosedur pelaksanaan
penemuan kepada siswa
Guru harus menjelaskan tentang tujuan dan proses pelaksanaan
penemuan dengan “yes and no questions”. Artinya pertanyaan hendaknya
14
disusun sedemikian rupa sehingga jawabannya hanya “ya” atau “tidak”.
Maksudnya adalah agar siswa berpikir lebih teliti, dengan demikian
menghindarkan siswa dari beban pemikiran, karena adanya pertanyaanpertanyaan yang terbuka (open-ended) dari guru.
2. Verifikasi
Siswa mengumpulkan data atau informasi tentang peristiwa atau
masalah yang telah mereka lihat atau alami, dengan mengajukan
pertanyaan sedemikian rupa sehingga guru menjawab “ya” atau “tidak”.
3. Melakukan eksperimentasi
Eksperimen mempunyai dua fungsi yaitu eksplorasi dan menguji
langsung. Eksplorasi adalah merubah sesuatu untuk melihat apa yang akan
terjadi dan tidak perlu bimbingan teori atau hipotesis. Sedangkan menguji
langsung, terjadi bila siswa melakukan uji coba teori atau hipotesis.
Selanjutnya guru harus memperdalam proses inkuiri siswa dengan
memperluas jenis-jenis informasi yang diperoleh tentang benda (objects),
sifat (properties), kondisi (conditions), dan peristiwa (events).
4. Guru meminta siswa untuk mengorganisir data dan menyusun suatu
penjelasan
Artinya data tersebut setelah diorganisir kemudian dideskripsikan
sehingga menjadi suatu paparan hasil temuannya.
5. Siswa diminta untuk menganalisis proses inkuiri
Dalam hal ini siswa boleh mengevaluasi tentang pertanyaan yang
diajukan guru apakah efektif atau tidak, mungkin ada informasi penting
tetapi siswa tidak tahu cara memperolehnya sehingga data/informasi
tersebut tidak ditemukan. Analisis dari siswa ini penting karena menjadi
dasar pelaksanaan inkuiri berikutnya, artinya guru harus memperbaiki
kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang telah dilakukan.
Dari langkah-langkah yang disebutkan oleh Joyce dan Weil memberi
penjelasan bahwa guru yang mengungkapkan permasalahan kepada siswa dengan
menuntut jawaban sementara “ya” atau “tidak” dari suatu pertanyaan. Selain itu,
pada bagian akhir langkah ini, siswa juga diminta untuk menganalisis proses
15
inkuiri supaya dapat menjadi dasar pelaksanaan inkuiri selanjutnya. Akan tetapi,
untuk langkah-langkah lain secara garis besar sama dengan yang diungkapkan
oleh Hamalik.
Langkah-langkah yang disebutkan Joyce dan Weil tidak jauh berbeda
dengan yang diungkapkan oleh Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2011: 172)
yang menyatakan, ada enam tahapan yang harus dilakukan dalam proses
pembelajaran dengan inkuiri, yaitu:
1. Menyajikan Pertanyaan atau Masalah
Pada
tahapan
menyajikan
pertanyaan
atau
masalah,
guru
membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di
papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok.
2. Membuat Hipotesis
Pada tahapan membuat hipotesis guru memberikan kesempatan
pada siswa untuk curah pendapat dalam bentuk hipotesis. Guru
membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas
penyelidikan.
3. Merancang Percobaan
Pada tahapan merancang percobaan guru memberikan kesempatan
pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan
hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan
langkah-langkah percobaan.
4. Melakukan Percobaan Untuk Memperoleh Informasi
Pada tahapan ini guru membimbing siswa mendapatkan informasi
melalui percobaan.
5. Mengumpulkan dan Menganalisis Data
Pada tahapan mengumpulkan dan menganalisis data guru memberi
kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan
data yang terkumpul.
16
6. Membuat Kesimpulan
Tahap terakhir adalah tahap membuat kesimpulan dimana guru
membimbing siswa untuk menemukan jawaban atau kesimpulan yang
paling tepat dari permasalahan yang diajukan berdasarkan analisis data
sebelumnya.
Akan tetapi, Eggen dan Kauchak dalam penjelasan langkah-langkah
menambahkan keterangan bahwa dalam kegiatan pembelajaran inkuiri dikerjakan
dalam kelompok. Namun, berbeda dengan Joyce, pada akhir kegiatan inkuiri
Eggen dan Kauchak memasukkan tahap membuat kesimpulan dari permasalahan
dan analisis data berdasarkan percobaan yang telah dilakukan.
Sepaham dengan Eggen dan Kauchak, Gulo dalam Trianto (2011: 168)
menyatakan,
bahwa
kemampuan
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan
pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:
1. Mengajukan pertanyaaan atau permasalahan
Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan
diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan
tersebut dituliskan di papan tulis, kemudian siswa diminta untuk
merumuskan hipotesis.
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi
permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses
ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai uji hipotesis yang
mungkin terjadi. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis
yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.
3. Mengumpulkan data
Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data.
Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.
4. Analisis data
Siswa bertanggungjawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan
dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam
menguji hipotesis adalah pemikiran „benar‟ atau „salah‟. Setelah
17
memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji
hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis salah atau ditolak,
siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah
dilakukannya.
5. Membuat kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat
kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.
Secara umum langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri di atas
memiliki kesamaan satu sama lain yaitu dimulai dari keingintahuan dari
siswa, proses berfikir untuk menemukan jawaban dari pertanyaan melalui
percobaan. Begitu juga dengan proses pembelajaran dengan menggunakan
strategi pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2010: 201) dengan
langkah-langkah yaitu sebagai berikut:
1. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau
iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan
agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Keberhasilan strategi
inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas
menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah; tanpa
kemauan dan kemampuan itu tidak mungkin proses pembelajaran berjalan
dengan lancar.
2. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa
pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang
disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan
teka-teki itu. Dengan demikian, teka-teki yang menjadi masalah dalam
berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang
harus dicari dan ditemukan.
3. Mengajukan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang
sedang dikaji. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
18
mengembangkan kemampuan berhipotesis pada setiap anak adalah dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai
perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
Hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan
berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang diajukan itu bersifat rasional
dan logis.
4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi
pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data adalah merupakan proses
mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses
pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam
belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan
menggunakan potensi berpikirnya.
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang
dianggap diterima atau ditolak sesuai dengan data atau informasi yang
diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji
hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang
diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan
kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan
bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh
data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan
yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan
kesimpulan merupakan gongnya dalam proses pembelajaran. Sering
terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan
kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak
19
dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat
sebaiknya guru mampu menunjukkan kepada siswa data yang relevan.
Berdasarkan
langkah-langkah
strategi
pembelajaran
inkuiri
yang
dikemukakan oleh para ahli, peneliti mengadopsi dan memodifikasi langkah
tersebut untuk dapat disajikan dalam strategi pembelajaran inkuiri, berikut
langkah-langkah yang peneliti gunakan yaitu:
a. Identifikasi dan Merumuskan Masalah
 Siswa menyimak materi pembelajaran yang akan dibahas
 Siswa mengidentifikasi masalah yang menjadi fokus inkuiri
 Siswa diarahkan pada suatu pertanyaan terkait dengan identifikasi
masalah
 Guru bersama siswa merumuskan masalah dengan menyajikan
pertanyaan
b. Merumuskan hipotesis
 Siswa dalam kelompok menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan yang telah dirumuskan
c. Merancang dan melakukan percobaan
 Siswa dalam kelompok menyimak rancangan percobaan
 Siswa bersama kelompok melakukan percobaan
d. Analisis data
 Siswa menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis
data yang telah diperoleh dari percobaan
 Siswa berdiskusi untuk mendeskripsikan hasil analisis data pada LKS
e. Penyajian Hasil Percobaan
 Siswa
mempresentasikan
hasil
percobaan
dan
kelompok
lain
menanggapi.
f. Merumuskan Kesimpulan dari Hasil Percobaan
 Guru bersama siswa merumuskan kesimpulan dari hasil percobaan
Berdasarkan langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri, strategi
pembelajaran inkuiri dalam penelitian ini memiliki karakteristik. Pertama, aspek
20
masalah yang dibahas dalam strategi pembelajaran inkuiri ini adalah masalah
alam yang dianggap penting dan mengandung teka-teki jawaban pasti. Oleh
karena itu, konsep-konsep masalah harus sudah dipahami oleh siswa, sehingga
pengumpulan data untuk pembuktian terhadap hipotesis yang telah disusun.
Permasalahan tersebut dapat berasal dari guru maupun siswa. Kedua, memiliki 1
jawaban sementara dari pertanyaan masalah“Ya” atau “Tidak” sebagai fokus
untuk kegiatan inkuiri. Ketiga, kegiatan inkuiri dilakukan secara langsung, nyata,
dengan menggunakan benda konkret sesuai dengan prosedur praktikum yang telah
disediakan oleh guru. Keempat, hasil percobaan yang telah dilakukan dapat
langsung menjawab permasalahan dan uji hipotesis, kemudian ditarik kesimpulan.
2.1.2 Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2009: 20) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama
berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak
pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies dalam
Dimyati dan Mudjiono (2009: 201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil
belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011: 7),
hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.
Sedangkan menurut Sudjana (2011: 22), bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Senada dengan Lindgren dalam Sudjana (2011: 22) membagi tiga macam hasil
belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan
pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai hasil belajar,
maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan tingkat
perkembangan mental yang membentuk pola pemahaman, ditampilkan dengan
sikap dan diwujudkan dengan perbuatan setelah menerima pengalaman belajarnya
menuju kecakapan hidup.
Keberhasilan tingkat perkembangan dapat diukur dan dinilai berdasarkan
evaluasi hasil belajar siswa. Nilai-nilai tersebut dapat dibandingkan dengan nilai-
21
nilai peserta lain atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu. Evaluasi hasil
belajar dimulai dengan mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang
dipelajari atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang rumuskan. Kemudian
guru akan memberikan penilaian terhadap siswa berdasarkan pengukuran dari
kriteria tertentu.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang inovatif,
sehingga fokus perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan.
Oleh karena itu, penilaian tidak cukup bila pada hasil belajar. Penilaian terhadap
proses belajar juga sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa.
Hal tersebut sejalan dengan Sudjana (2011: 1) yang mengungkapkan
bahwa lingkup sasaran penilaian mencakup tiga sasaran pokok, yakni (a) program
pendidikan, (b) proses belajar mengajar, dan (c) hasil belajar. Penilaian program
pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut penilaian terhadap tujuan
pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program, dan sarana pendidikan.
Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru,
kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa, dan keterlaksanaan program belajar
mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka
pendek dan hasil belajar jangka panjang. Dalam penelitian ini, pembahasan
dibatasi pada penilaian hasil belajar dan penilaian proses belajar mengajar.
Penilaian program pendidikan sama sekali tidak dibahas sebab penelitian ini
hanya fokus pada strategi pembelajaran yaitu strategi pembelajaran inkuiri.
Penilaian proses dan hasil belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil
merupakan akibat dari proses.
Menurut Arikunto (2009: 25) evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data
untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Selain mengacu pada tujuan,
evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan kegiatan belajar yang
dilaksanakan. Untuk memperoleh data evaluasi pembelajaran dalam penelitian
perlu dilakukan kegiatan pengumpulan data dan pengukuran. Peneliti sering
menggunakan beberapa macam cara (teknik) dan alat (instrumen) pengumpulan
data agar dapat saling melengkapi, sehingga kelemahan yang terdapat pada salah
satu alat pengumpul data dapat diatasi oleh alat pengumpul data yang lain.
22
Teknik pengukuran dibedakan menjadi dua yaitu tes dan nontes.
1. Tes
Tes merupakan metode pengukuran penelitian yang berfungsi untuk
mengukur kemampuan seseorang (Poerwanti, 2011: 25). Adapun komponen atau
kelengkapan sebuah tes menurut Arikunto (2009: 159) yaitu: (a) lembaran atau
buku yang memuat butir-butir soal tes, (b) lembar jawaban tes, (c) kunci jawaban
tes, dan (d) pedoman penilaian. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan
menggunakan tes termasuk kategori data kuantitatif.
Tes terdiri atas sejumlah soal yang harus dikerjakan siswa. Setiap soal
dalam tes menghadapkan siswa pada suatu tugas dan menyediakan kondisi bagi
siswa untuk menanggapi tugas atau soal tersebut.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas
adanya 3 macam tes (Arikunto, 2009: 33), yaitu:
1) Tes diagnostik
Tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan
pemberian perlakuan yang tepat.
2) Tes formatif
Tes formatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah
terbentuk setelah mengetahui suatu program tertentu. Tes formatif dapat
disamakan dengan ulangan harian.
3) Tes sumatif
Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok
program. Tes sumatif dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasa
dilaksanakan pada akhir semester dan tengah semester.
Pada penelitian ini, tes berdasarkan segi kegunaan untuk mengukur siswa
pada pokok bahasan perubahan lingkungan fisik yaitu dibatasi pada tes formatif.
Menurut Poerwanti (2008: 4-9), berdasarkan cara mengerjakannya, tes
dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
a. Tes Tertulis
23
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal
maupun jawabannya.
b. Tes Lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban semuanya dalam bentuk
lisan. Tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes
yang baku, sehingga hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi
pokok tetapi pelengkap dari instrumen penilaian lain.
c. Tes Unjuk Kerja
Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator
pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
Berdasarkan cara mengerjakannya, penelitian ini penggunaan tes dibatasi
pada tes tertulis sebagai penilaian hasil belajar.
Sedangkan berdasarkan bentuk tes, menurut Arikunto (2009: 162) ada dua
macam, yaitu:
a. Tes Subjektif
Tes subjektif pada umumnya disebut esai (uraian). Tes bentuk esai adalah
sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat
pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaannya didahului
dengan kata-kata seperti; uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana,
bandingkan, simpulkan, dan sebagainya (Arikunto 2009: 162). Tidak ada
jawaban pasti terhadap tes bentuk uraian. Jawaban yang diperoleh sangat
beranekaragam, antara satu siswa dengan siswa lain. Menghadapi situasi
seperti ini, maka digunakan cara pemberian skor yang relatif (Arikunto,
2009: 230).
b. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara
objektif. Macam-macam tes objektif antara lain:
1) Tes benar salah
2) Tes pilihan ganda
3) Tes menjodohkan
4) Tes isian singkat
24
Dalam penelitian ini tes objektif dibatasi pada tes pilihan ganda dan isian
singkat. Oleh karena itu, pembahasan hanya pada tes pilihan ganda dan tes
isian singkat.
1) Tes pilihan ganda
Tes pilihan ganda terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian
kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan
jawaban terdiri atas satu jawaban benar dan beberapa pengecoh.
Untuk tes yang diolah dengan komputer banyaknya option diusahakan
4 buah (Arikunto, 2009: 168). Cara mengolah skor dalam tes bentuk
pilihan ganda ini digunakan rumus tanpa denda (Arikunto, 2009: 172)
adalah:
S=R
Keterangan, S: skor yang diperoleh
R: jawaban yang benar
2) Tes isian singkat
Tes isian singkat terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagianbagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus
diisi oleh siswa (Arikunto, 2009: 175). Bentuk jawaban ini berupa
jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Sebaiknya tiap soal
diberi skor 2 (Arikunto, 2009: 228). Apabila jawabannya bervariasi,
maka skor dapat dibuat bervariasi, misalnya jawaban tepat diberi skor
2, kurang tepat diberi skor 1 dan jawaban tidak tepat atau tidak diisi
diberi skor 0.
Dari penjelasan mengenai macam-macam tes, penelitian ini menggunakan
tes formatif untuk mengukur kemampuan siswa dengan pokok bahasan perubahan
lingkungan fisik. Tes dilakukan secara tertulis dengan bentuk tes objektif berupa
pilihan ganda dan isian singkat.
2. Nontes
Teknik pengukuran melalui nontes mengandung pengertian „tidak ada
jawaban yang benar atau salah‟ yang digunakan untuk mengukur pendapat/opini,
sikap, motivasi, kinerja, dan lain-lain. Respon yang diberikan oleh subjek
25
penelitian dapat diberi skor, tetapi skor tersebut tidak digunakan untuk memberi
nilai benar atau salah. Teknik nontes sangat penting dalam mengakses siswa pada
ranah afektif dan psikomotor.
Ada beberapa macam teknik nontes (Poerwanti, 2008: 3.19-3.31) yaitu:
a. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat
dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen
yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja atau aktivitas siswa
dan kemajuan belajar siswa, maupun observasi informal yang dapat
dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau
aspek kepribadian siswa.
c. Angket
Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa
data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude
Questionnaires).
d. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)
Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat
siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai
kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan
jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya.
e. Task Analysis (Analisis Tugas)
Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan
menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar
komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
f. Checklists dan Rating Scales
Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,
yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa
kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.
26
g. Portofolio
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya siswa dalam karya
tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan
belajar dan prestasi siswa.
h. Komposisi dan Presentasi
Siswa menulis dan menyajikan karyanya.
i. Proyek Individu dan Kelompok
Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan
untuk individu maupun kelompok
Teknik pengukuran nontes yang peneliti gunakan sebagai penilaian proses
belajar siswa dibatasi pada observasi aktivitas siswa yang meliputi percobaan,
diskusi, dan presentasi; serta portofolio berupa LKS. Tujuannya supaya dalam
setiap
proses
pembelajaran
peneliti
dapat
mengamati
dan
mengukur
perkembangan aktivitas siswa yang ada.
Alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran
dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butir-butir
soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila
pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat
menggunakan instrumen lembar pengamatan atau lembar observasi. Instrumen
yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun
kompetensi yang dimiliki siswa harus divalidasi terlebih dahulu, maksudnya
adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Untuk membuat instrumen yang akan digunakan harus membuat kisi-kisi
terlebih dahulu. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format
atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai
topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang
kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan sebagai pedoman
menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Kisi-kisi soal tes menurut
Wardani (2010: 3.5-3.6) meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar;
indikator; proses berpikir yang meliputi: 1) pengetahuan/hafalan/ingatan (C1), 2)
pemahaman (C2), 3) penerapan (C3), 4) analisis (C4), 5) penilaian (C5), dan 6)
27
menciptakan (C6); tingkat kesukaran soal yang meliputi: rendah, sedang, dan
tinggi; dan bentuk instrumen.
Hasil dari pengukuran melalui teknik tes dan nontes tersebut digunakan
sebagai dasar penilaian. Untuk memberikan penilaian juga didasarkan pada
kriteria tertentu. Hal ini sejalan dengan Wardani (2010: 2.8) bahwa evaluasi itu
merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil
pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut
dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil
pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau
ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses
atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa
kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain.
Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum
pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau
Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah
kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan
bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif
(PAN/PAR).
Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang
ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan
untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
nilai batas ambang kompetensi.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa melalui teknik tes
maupun nontes yang diperoleh dari penilaian proses meliputi observasi aktivitas
siswa saat percobaan, diskusi, dan presentasi serta dilengkapi dengan portofolio
berupa LKS; dan penilaian hasil yang berupa tes tertulis yaitu tes formatif. Hasil
belajar tersebut dibandingkan dengan kriteria tertentu yaitu KKM untuk
28
mengetahui nilai kompetensi yang dicapai siswa. Dengan kata lain, hasil belajar
merupakan perolehan skor kompetensi yang dicapai siswa berdasarkan penilaian
proses dan penilaian hasil belajar.
2.1.3 Mata Pelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami
alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat
sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana (Permendiknas No.
22 Tahun 2006).
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
Mata Pelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
29
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
alam
dan
segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek berikut
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Dari Permendiknas No. 22 Tahun 2006 mengenai mata pelajaran IPA,
maka dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran IPA mempelajari fenomenafenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan cara mencari
tahu melalui pertanyaan kritis (apa, mengapa, dan bagaimana) dan dilakukan
dengan cara sistematis untuk mengembangkan potensi siswa. Potensi siswa yang
dikembangkan mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang nantinya
30
dapat digunakan sebagai bekal kecakapan hidup untuk menyesuaikan perubahan
perkembangan IPTEK yang berkembang pesat di era globalisasi.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan
menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun
kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA untuk kelas IV disajikan
melalui tabel 2.1 berikut ini (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA
Kelas IV Semester II
Standar Kompetensi
10. Memahami perubahan
lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap
daratan
Kompetensi Dasar
10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab
perubahan lingkungan fisik (angin, hujan,
dan gelombang air laut)
10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan
fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir,
dan longsor)
10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan
lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
2.2
Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Dalam membuat penelitian perlu memperhatikan penelitian orang lain
sebagai bahan kajian hasil penelitian yang relevan. Kajian hasil penelitian yang
relevan dalam penelitian “Efektivitas Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV di SD Negeri Karangtengah 01”
yaitu:
Fujiyanti, Feni (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Strategi
Pembelajaran Inkuiri Terhadap Pemahaman Dan Keterampilan Proses Sains
Siswa Dalam Pembelajaran IPA Pada Pokok Bahasan Daur Air Terhadap Siswa
Kelas V SD Negeri Pancasila Lembang-Bandung”, PGSD Bumi Siliwangi, FIP
UPI. Hasil dari penelitian ini adalah perolehan persentase nilai pemahaman siswa
31
yang menggunakan strategi pembelajaran inkuiri lebih tinggi yaitu 74,50%
dibandingkan dengan yang menggunakan strategi pembelajaran konvensional
yaitu 71,25% diperoleh 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = − 0,72 𝑑𝑎𝑛 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 =1,96, karena − 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 <
𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = −1,96 < −0,72 < 1,96, maka 𝐻𝑜 diterima sehingga tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam pemahaman siswa. Sedangkan perolehan
persentase keterampilan proses yang menggunakan strategi pembelajaran inkuiri
tetap lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan strategi pembelajaran
konvensional
adalah
70,33%
dan
57,50%
diperoleh
𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
−2,49 dan 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 =1,96, karena − 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < −𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = −2,49 < −1,96,
maka
𝐻𝑜 ditolak dan berarti 𝐻1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan dalam keterampilan proses sains. Dan sebagian besar
siswa memberikan respon yang baik terhadap strategi pembelajaran inkuiri dalam
pembelajaran IPA. Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan, kelebihan pada
penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan dalam keterampilan proses.
Sedangkan kekurangan dalam penelitian ini yaitu tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam pemahaman siswa.
Puspitasari, Rikananda (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Upaya
Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas III Melalui Penerapan Metode
Guided Inquiry (Penelitian Tindakan Kelas). Menjelaskan bahwa hasil penelitian
tindakan kelas ini dengan penerapan metode guided inquiry dapat meningkatkan
prestasi belajar IPA siswa kelas III SD Negeri Karangbangun. Pada siklus I siswa
yang mendapat nilai minimal 60 ada 9 anak atau 47,37%, pada siklus II siswa
yang mendapat nilai minimal 60 ada 10 anak atau 52,63% dari 19 siswa, dan
siklus III siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 17 anak atau 89,47% dari 19
anak. Dari siklus I kemudian dilaksanakan siklus II prestasi siswa mengalami
persentase kenaikan 5,26%; dari siklus II kemudian dilaksanakan siklus III
mengalami persentase kenaikan 36,84%. Kelebihan dari penelitian ini adalah
adanya kenaikan yang signifikan dari siklus II ke siklus III dengan selisih
kenaikan 7 anak yang nilai minimalnya 60 atau kenaikan persentase prestasi
belajar sebesar 36,84%. Kekurangan dari penelitian ini adalah kenaikan antara
siklus I ke siklus II hanya sedikit, penambahan 1 anak saja yang mendapat nilai
32
minimal 60, hal ini terjadi karena siswa pada siklus I dan II masih membutuhkan
penyesuaian terhadap metode yang baru diterapkan oleh guru dan siswa kelas III
masih sangat membutuhkan perhatian dan bimbingan lebih lanjut dari guru
sehingga siswa cenderung bermain-main bukan belajar tekun.
Supatmi (2009) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil
Belajar IPA dengan Pendekatan Inquiry pada Siswa Kelas IV SD N Sekaran 01
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010” (PTK)
PGSD UNNES. Menyimpulkan bahwa pendekatan Inquiry dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas IV SD N Sekaran 01 Semarang pada mata pelajaran IPA
dengan skor pada siklus I mencapai tingkat ketuntasan indikator 58,3%, diperbaiki
pada Siklus II mencapai 83%, dan kemudian dilanjut pada Siklus III mencapai
91,6%. Selain itu peneliti juga mengamati keaktifan siswa dalam mengikuti
pelajaran IPA dengan pendekatan Inquiry. Hasilnya terjadi peningkatan keaktifan
siswa dalam mengikuti pelajaran menggunakan pendekatan Inquiry dengan skor
rata-rata keaktifan siswa pada siklus I mencapai 2.65, kemudian siklus II
mencapai 3.03, dan siklus III mencapai 3,08. Berdasarkan kajian di atas,
kelebihan pada penelitian ini yaitu walaupun fokus pada peningkatan hasil belajar,
akan tetapi penelitian ini juga menyoroti tentang keaktifan siswa. Hal tersebut
demikian karena dalam inkuiri ada proses menemukan sesuatu. Proses tersebut
menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Keaktifan dalam pembelajaran
inilah yang dapat membedakan antara sebelum dan sesudah menggunakan
pendekatan inkuiri dalam proses pembelajaran. Sedangkan kekurangan dalam
penelitian ini yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan
penelitian ini dan membutuhkan observer dari orang lain atau guru lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Dalimin (2011) dalam penelitian yang
berjudul ”Penggunaan metode inkuiri untuk meningkatkan perhatian siswa pada
pembelajaran IPA tentang gaya bagi siswa kelas V SD Negeri 2 Kuwarasan
Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen Semester 2 Tahun Pelajaran 2010 /
2011” (PTK), PJJ S1 PGSD FKIP UKSW mengungkapkan bahwa ada
peningkatan belajar setelah menggunakan metode inkuiri dari kondisi pra siklus
(awal) ke siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2. Dilihat dari rata-rata kelas
33
menunjukkan prestasi belajar yang meningkat dari pra siklus, siklus 1 dan siklus
2. Dapat dijelaskan pada pra siklus hanya mencapai rata-rata kelas 59,56 dan
tingkat ketuntasan 30,43%, kemudian pada siklus 1 nilai rata-rata kelas meningkat
menjadi 87,39 dengan tingkat ketuntasan 82,60%, dan pada siklus 2 mencapai
nilai rata-rata kelas 91,73 dengan tingkat ketuntasan 95,65%. Masing-masing
kenaikan antar siklus yaitu: dari pra siklus ke siklus 1
tingkat ketuntasan
meningkat 52,17%. Sedangkan dari siklus 1 ke siklus 2 tingkat ketuntasan
meningkat 13,05%. Ini berarti dari skor rata-rata kelas pada pra siklus tidak terjadi
ketuntasan belajar, sedangkan pada siklus 1 dan siklus 2 terjadi ketuntasan belajar.
Kelebihan dari penelitian ini yaitu terjadinya peningkatan yang signifikan dari
rata-rata kelas dan persentase tingkat ketuntasan, baik dari prasiklus sampai pada
siklus 2. Sedangkan kekurangan dari penelitian ini yaitu hanya gambaran skor saja
yang dibahas, untuk refleksi terhadap pembelajaran inkuiri tidak diuraikan,
sehingga pembaca kesulitan untuk mengevaluasi bagaimana sistem belajar
mengajarnya.
Adryfan, Jimmy (2012) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh
Penerapan Metode Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa
Kelas X di SMAK Bina Bakti 3 Bandung”. PE FPEB UPI. Studi Kuasi
Eksperimen Non equivalent Pre Test dan Post Test Control Group Design. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 berada di daerah penolakan 𝐻𝑜 dengan
taraf kepercayaan 95% (𝛼=0,05) dengan hasil 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , 2,323>1,679
probabilitas Sg. (one-tailed) 0,000 artinya terdapat perbedaan hasil belajar siswa
antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol sesudah diberikan perlakuan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran ekonomi antara siswa kelompok kontrol yang menggunakan
metode konvensional dan siswa kelompok eksperimen yang menggunakan metode
pembelajaran inkuiri. Berdasarkan penjelasan hasil penelitian, kelebihan pada
penelitian ini yaitu memiliki pengaruh signifikan berdasarkan uji beda antara
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang baik yaitu 0,000. Sedangkan
kekurangan penelitian ini yaitu cakupan metode konvensional yang sangat sempit.
34
2.3
Kerangka Berpikir
Berdasarkan penyajian deskripsi teoritik dapat disusun suatu kerangka
berpikir untuk memperjelas arah dan maksud penelitian. Kerangka berpikir ini
disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam penelitian yaitu, penggunaan
strategi pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar.
Pembelajaran IPA
SK 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
Pembelajaran
Konvensional (Monoton)
Guru menggunakan metode
ceramah dan tanya jawab
Siswa pasif mendengarkan
penjelasan dari guru
Strategi Pembelajaran Inkuiri
1. Identifikasi dan
Merumuskan Masalah
2. Merumuskan Hipotesis
3. Merancang dan Melakukan
Percobaan
4. Analisis Data
5. Penyajian Hasil Percobaan
6. Merumuskan Kesimpulan
dari Hasil Percobaan
Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar rendah
Siswa aktif mengikuti
kegiatan pembelajaran
Penilaian Proses dan
Penilaian Hasil
Hasil belajar tinggi
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Efektivitas Antara Pembelajaran
Konvensional Dan Pembelajaran Inkuiri
35
Strategi pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan
hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran tersebut menuntut siswa aktif,
melatih siswa pada proses berpikir ilmiah secara sistematis. Proses berfikir dalam
hal ini disesuaikan dengan perkembangan berpikir siswa SD yaitu operasional
konkret sehingga memberi kesempatan pada siswa untuk menemukannya sendiri
melalui aktivitas menggunakan benda-benda atau peristiwa nyata (manipulasi).
Dengan demikian memberikan sumbangan terhadap perkembangan mentalnya
dalam menggali potensi yang ada pada dirinya. Tujuan yang ingin dicapai dalam
pembelajaran tersebut yaitu menciptakan pembelajaran bermakna dan terpadu
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Dalam kegiatan inkuiri guru membentuk siswa dalam kerja kelompok
kecil yang heterogen. Ini merupakan cara untuk merangsang diskusi, karena suatu
perkumpulan dalam kelompok dapat mengembangkan pemikiran dan refleksi.
Kegiatan
inkuiri
pada
mata
pelajaran
IPA
melibatkan
siswa
dalam
mengidentifikasi dan merumuskan masalah dengan bimbingan guru, merumuskan
hipotesis, merancang dan melaksanakan percobaan, analisis data, penyajian hasil
percobaan, dan merumuskan kesimpulan dari hasil percobaan. Peran guru hanya
sebagai motivator, fasilitator, dan pembimbing. Evaluasi hasil belajar yang
hendak diukur mencakup penilaian proses dan penilaian hasil belajar. Sedangkan
penilaian hasil belajar. Oleh karena itu, materi yang disampaikan oleh guru lebih
mudah diterima karena belajar dengan mengamati dan melakukan langsung.
Sedangkan pada pembelajaran konvensional yang monoton dengan
pembatasan pada metode ceramah dan tanya jawab. Pembelajaran dengan
ceramah dan tanya jawab monoton menjadikan pembelajaran hanya berpusat pada
guru. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru, siswa pasif saat pembelajaran.
Evaluasi hasil belajarnya pun hanya terpaku pada tes formatif saja, tanpa adanya
penilaian proses belajar siswa. Padahal pada KTSP dan standar proses
menganjurkan supaya guru juga memperhatikan proses siswa dalam belajar,
sehingga guru dapat memantau perkembangan siswa berdasarkan proses, bukan
hanya berdasarkan hasil.
36
2.4
Hipotesis Penelitian
Hipotesis akan diuji di dalam penelitian dengan pengertian bahwa uji
statistik selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya. Adapun hipotesis
dalam penelitian ini yaitu: “Ada keefektifan penggunaan strategi pembelajaran
inkuiri terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Karangtengah 01,
Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”.
Download