BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Terapeutik 2.1.1

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi Terapeutik
2.1.1. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang
untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi
masalah yang dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Menurut Purwanto
yang dikutip oleh (Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional
yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, Indrawati, dalam
Siti Fatmawati, (2010).
Menurut (Stuart 1998) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam
rangka memperbaiki pengalaman emosional
klien. Menurut (Potter-Perry 2000),
proses dimana perawat menggunakan
pendekatan terencana dalam mempelajari klien.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu
Universitas Sumatera Utara
yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu
cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian
informasi yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada
perubahan yang lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu
pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.
2.1.2. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah
yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
Pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.
Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling bergantung
dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima
dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien
apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina
hubungan saling percaya .
Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau
tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
Keempat, rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang
Universitas Sumatera Utara
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri
dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat
dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa
sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri
klien melalui komunikasinya dengan klien, (Suryani 2005).
2.1.3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut (Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang
saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip” humanity of nurse
and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat
mendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya
sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu, hubungan
antar manusia yang bermartabat.
Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai
karakter yang berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan
perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan
keunikan tiap individu.
Ketiga, semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga
dirinya dan harga diri klien.
Universitas Sumatera Utara
Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan
alternative pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien
adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
2.1.4. Komunikasi Terapeutik sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat
Perawat disebutkan sebagai tenaga terpenting karena sebagian terbesar
pelayanan Rumah Sakit adalah pelayanan keperawatan. Perawat bekerja dan selalu
bertemu dengan pasien selama 24 jam penuh dalam satu siklus shift, karena itu
perawat menjadi ujung tombak bagi suatu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien. Dalam memberikan intervensi keperawatan diperlukan
suatu komunikasi terapeutik, dengan demikian diharapkan seorang perawat memiliki
kemampuan khusus mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal dan
penuh kasih sayang dalam melakukan komunikasi dengan pasien. Perawat harus
memiliki tanggung jawab moral tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh
kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk kesembuhan pasien.
Menurut Addalati, dalam Abdul Nasir (2009) menambahkan bahwa seorang
beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan adalah
seorang pendosa apabila perawat mementingkan dirinya sendiri.
2.1.5. Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan
Sundeen, dalam Ernawati (2009) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Mendengarkan (lestening)
Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik (
Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam
Suryani, (2005). Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk
berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama
mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan
penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak
memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai
waktu untuk mendengarkan.
Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang klien ketika sedang bicara
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
c. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu
e. Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik
f. Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).
2.
Bertanya
Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
Universitas Sumatera Utara
Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:
a. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non
facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan
pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat
mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam
Suryani,(2005).
b. Pertanyaan terbuka atau tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan
jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu
mendorong klien mengekspresikan dirinya
Antai-Otong dalam Suryani,
(2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan
jawaban yang singkat.
3.
Penerimaan
Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang
menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa
menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan
Universitas Sumatera Utara
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
4.
Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan
mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).
5.
Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien
yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya
Gerald,d dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak
mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh
tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi
perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak
boleh menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama
klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien
sangat penting dalam memahami klien.
6.
Refleksi ( reflection )
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan
isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian
Universitas Sumatera Utara
perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan
penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005).
Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang
harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab;
bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan
bahwa
pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu
melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia
yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi
dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
7.
Memfokuskan (focusing)
Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien
untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan
dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah
lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan.
8.
Diam ( silence )
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada
perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing
Stuart dan
Sundeen, dalam Suryani, (2005).
Universitas Sumatera Utara
9.
Memberikan Informasi ( informing )
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan
untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau
pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri
dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus
dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah
yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan
masalah, (Suryani 2005).
10. Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi
point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dank
lien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan.
11. Mengubah Cara Pandang (reframing)
Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak
melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja
Gerald,D dalam
Suryani, (2005 ) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan
yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
12. Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang
dialami klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias
diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran
yang detail tentang masalah yang dialami klien.
Universitas Sumatera Utara
13. Membagi Persepsi (Sharing perception)
Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing
perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan
atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada
perbedaan antara respons verbal atau respons nonverbal dari klien.
14. Identifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu
menangkap
tema
dari
seluruh
pembicaraan
tersebut.
Gunanya
untuk
meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen,
dalam Suryani, 2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk
memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan
yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan
dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha
untuk menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.
16. Humor
Sullivan dan Deane
dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor
merangsang produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan
sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas,
memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi
Universitas Sumatera Utara
rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.
17. Memberikan Pujian
Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna
untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam
Suryani, (2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun
melalui inyarat nonverbal.
18. Menawarkan Diri
Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal
dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti.
Perawat menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau respons yang diharapkan.
19. Memberikan Penghargaan
Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan
kesadaran tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga
sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas
dirinya sendiri sebagai individu.
20. Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Sikap Perawat dalam Komunikasi Terapeutik
Elsa Roselina, 2009 mengidentifikasikan lima sikap atau cara untuk dapat
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik:
1.
Berhadapan
Posisi ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda
2.
Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi
3.
Membungkuk kearah klien
Pada posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan
sesuatu
4.
Memperlihatkan sikap terbuka
Dalam posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk menyatakan
atau mendengarkan sesuatu
5.
Tetap rileks
Tetap dapat mengendalikan keseimbangan, antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang
menyenangkan.
2.1.7. Memberikan Umpan Balik
Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat dalam
melakukan umpan balik sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.
Pelajari hasil kerjanya dengan teliti. Beri tanda pada hal-hal yang perlu
diperbaiki
2. Ketika menyampaikan umpan balik perhatikan contoh-contoh dari kesalahan
yang telah dibuat
3.
Kembangkan argument mengenai dampak negative yang biasa muncul dari
kesalahan yang dibuat
4.
Pastikan penerima umpan balik menyadari kekeliruan, kekurangan, atau
kesalahan
5.
Gali lebih dalam lagi mengenai hambatan yang ditemui
6.
Dorong penerima umpan balik untuk menemukan jalan keluar dan langkahlangkah untuk memperbaiki tugasnya atau cara kerjanya
7.
Buat kesepakatan mengenai perbaikan yang akan dilakukan.
2.1.8. Sikap Perawat dalam Memberikan Umpan Balik
1.
Jangan bersikap seperti hakim yang mengadili
2.
Mulai dengan hal-hal yang positif
3.
Jangan mengungkapkan kebaikan dan kelemahan secara bersamaan
4.
Sampaikan fakta, tunjukkan dimana letak kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan
5.
Berikan pujian dengan tulus
6.
Jangan memanipulasi fakta
7.
Jangan memberikan komentar, tetapi langsung berikan saran.
Universitas Sumatera Utara
2.1.9. Isi Pesan
Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa
ide, pendapat, pikiran dan saran.
Pesan adalah keseluruhan dari apa yang
disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan yang sebenarnya
menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku
komunikan, (Ernawati Dalami, 2009). Menurut Arita Murwani, isi pesan harus dirasa
penting dan berguna bagi sasaran. Bila seorang pasien diberi nasihat atau informasi
berupa pesan-pesan yang kurang bermanfaat dan tidak jelas, maka pasien akan
enggan melakukannya. Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan,
tatap muka, dan dapat pula melalui media atau saluran. Pesan yang disampaikan
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
a.
Pesan harus direncanakan dengan baik sesuai kebutuhan
b.
Penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah
dimengerti oleh kedua belah pihak
c.
Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan
kepuasan, ( Mundakir 2006).
2. 2. Kepatuhan Menjalankan Kemoterapi
2.2. 1. Pengertian
Menurut Sackett dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauhmana perilaku
pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut (Kozier 2010), kepatuhan adalah tingkat perilaku individu
(misalnya minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup),
sesuai anjuran terapi atau kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari
mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi semua rencana terapi.
Menurut (Perry dan Potter 2009), kepatuhan adalah ketaatan klien pada
terapi yang ditetapkan. Tetapi tidak semua orang ingin mempertahankan
kesehatannya. Banyak orang yang tidak mau mengadobsi
prilaku sehat atau
mengubah prilaku yang tidak sehat. Berbeda dengan orang-orang yang menganggap
penyakit sebagai ancaman, biasanya mereka akan mengatasi keterbatasan dalam
praktik kesehatan yang berubah dan melihat keuntungan dalam mengadobsi perilaku
yang baru. Sebagai contoh penderita diabetes mellitus terus mengikuti pola makan
seperti biasa. Terapi tidak akan berpengaruh kecuali penderita diabetes mellitus
menganggap kesehatan sebagai hal penting. Petugas kesehatan harus mengkaji
motivasi belajar dan kebutuhan pengetahuan penderita agar dapat membentuk
kepatuhan.
Berdasarkan pendapat Lukman dalam Suprayanto (2010) dapat disimpulkan
bahwa
kepatuhan adalah
perilaku sesuai aturan dan berdidisiplin
melakukan
perintah/nasehat atau aturan yang diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai,
setelah memahami betul apa yang dianjurkan/disarankan. Seseorang dikatakan patuh
menjalankan kemoterapi apabila mau menjalankan pola hidup sehat dan mengontrol
atau pemeriksaan sel kanker, pemeriksaan fungsi hati, haimoglobin, Leukosit paling
Universitas Sumatera Utara
lama setiap 2 bulan sekali sesuai dengan ketentuan, sehingga terhindar dari mestastasi
atau penyulit .
Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah
pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan memiliki nada yang cenderung
memanipulasi atau otoriter dimana penyelenggaraan perawatan kesehatan atau
pendidik dianggap sebagai tokoh yang berwenang, peserta didik anggap bersikap
patuh. Kepatuhan pada program
kesehatan merupakan perilaku yang dapat
diobservasi. Menurut Eraker dan Levanthal serta Cameron dalam Niven,( 2002)
mengatakan kepatuhan
pasien program kesehatan dapat ditinjau dari berbagai
perspektif teoritis: Teori perilaku/ pembelajaran sosial, yang menggunakan
pendekatan behavioristik dalam hal reward , petunjuk, kontrak, dan dukungan sosial.
Teori keyakinan rasional, yang menimbang manfaat pengobatan dan resiko penyakin
melalui penggunaan logika cost benefit. Sistem mengatur diri, pasien dilihat sebagai
pemecahan masalah yang mengatur perilakunya berdasarkan persepsi atas penyakit.
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo,(2005), menjelaskan bahwa perilaku
seseorang dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yakni faktor
predisposisi (predisposing factor), faktor yang mendukung (enabling factor) dan
faktor yang memperkuat atau mendorong ( reinforcing factor). Jadi ada hubungan
antara perilaku seseorang dengan kepatuhan dalam menjalanakan kemoterapi
Berdasarkan penelitian Direktorat Bina farmasi Klinik Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan alat kesehatan Depkes RI, (2005) mengemukan salah satu
faktor kegagalan menjalankan terapi adalah ketidakpatuhan terhadap terapi yang
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh kurangnya dukungan sosial dari keluarga atau kerabat. Hal ini
didukung oleh penelitian (Cahyadi 2006) di Ruang Cendana I RSUD Dr. Moewardi
Surakarta tentang hubungan antara support system keluarga dengan kepatuhan
pengobatan pada pasien yang mendapat kemoterapi membuktikan ada hubungan yang
bermakna antara support system keluarga dengan kepatuhan berobat jalan. Menurut
penelitian Yulian (2008) di Rumah Sakit Umum Jiwa Daerah Surakarta tentang
hubungan support system keluarga terhadap kepatuhan klien berobat jalan
menunjukkan ada hubungan antara support system keluarga terhadap kepatuhan klien
berobat jalan. Penelitian di atas menunjukkan bahwa dukungan keluarga sangat
penting untuk kepatuhan menjalankan kemoterapi.
Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan
kepatuhan adalah perilaku
sesuai
aturan dan berdisiplin, Kamus Besar Bahasa
Indonesia 1988.
Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku
pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Salah
satu pengobatan yang berkembang dengan cepat saat ini adalah kemoterapi yaitu
penggunaan preparat anti neoplasma, sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor
dengan mengganggu fungsi reproduksi seluler. Biasanya kemoterapi dilakukan pada
beberapa penyakit kanker yang spesifik seperti kanker payudara, kanker rahim,
kanker paru, leukemia tetapi selalu ada laporan baru tentang neoplasma yang
sebelumnya tidak dapat diatasi
sekarang sensitif terhadap kemoterapi.
Obat
Universitas Sumatera Utara
kemoterapi digunakan untuk membunuh dan menghambat perkembangan sel kanker
payudara.
2.2.2. Penyebab Terjadinya Kepatuhan
Kepatuhan yang terjadi dalam menjalankan sesuatu dalam kehidupan apakah
dalam mengatasi masalah kesehatan atau penyakit dapat disebabkan banyak hal
yaitu: (1) kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau
ketidakpahaman
tentang pentingnya perilaku yang baru itu, (2) kepatuhan demi menjaga hubungan
baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut, (3)
kepatuhan
timbul
karena
individu
merasa tertarik atau mengagumi petugas
kesehatan atau tokoh tersebut, sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau
diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan mamfaat dari tindakan tersebut,
tahap ini disebut proses identifikasi. Motivasi untuk mengubah perilaku individu
dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini
belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat
menghubungkan perilaku tersebut dengan
nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga
jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka dia merasa tidak perlu
melanjutkan perilaku tersebut.
2.2. 3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepatuhan
Menurut teori Feuerstein dalam Niven (2000) ada 5 faktor yang mendukung
kepatuhan pasien, yaitu pendidikan, akomodasi, modifikasi, faktor lingkungan dan
sosial, perubahan model terapi dan meningkatnya interaksi profesional kesehatan
dengan pasien.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan,
tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan
sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif, yang diperoleh
secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu mulai dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi. Pendidikan ini dapat juga diperoleh secara mandiri
dengan
menggunakan buku-buku dan kaset sebagai alat penuntun bejajar.
Berdasarkan pendapat Feuer Stein et.al. dalam Niven, (2002),
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan pasien/penderita
kepatuhan menjalankan kemoterapi , sepanjang
dapat
dapat meningkatkan
pendidikan tersebut merupakan
pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu
sesuai dengan kemampuan belajar yang dimiliki oleh pasien/penderita. Pendidikan
yang diperoleh akan mendasari kepatuhan dalam menjalankan kemoterapi , sehingga
penderita tidak asal ikut-ikutan saja tetapi tindakan yang dilakukan sudah berdasarkan
pertimbangan tentang baik buruknya atau untung ruginya mematuhi instruksi petugas
kesehatan dalam menjalankan kemoterapi.
Akomodasi, suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian
pasien yang dapat memengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh
mandiri, harus merasakan bahwa dia
pasien yang lebih
dilibatkan secara aktif dalam program
pengobatan, sementara pasien yang mengalami ansietas menghadapi sesuatu, harus
diturunkan terlebih dahulu tingkat ansietasnya dengan cara menyakinkan dia atau
dengan teknik-teknik lain sehingga
dia termotivasi untuk mengikuti anjuran
pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
Modifikasi faktor lingkungan dan sosial, hal ini berarti membangun dukungan
sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting. Kelompok-kelompok
pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program-program
pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok dan menurunkan
konsumsi alkohol.
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan
keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program
pengobatan yang dapat mereka terima. Pratt dalam Niven (2002)
telah
memperhatikan bahwa peran yang dimainkan keluarga dalam pengembangan
kebiasaan kesehatan dan pengajaran terhadap anak-anak mereka. Keluarga juga
memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota
keluarga yang sakit.
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga
yang lain, teman, waktu, dan uang merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan
terhadap program–program medis. Contoh yang sederhana, tidak memiliki pengasuh,
transportasi tidak ada, dan ada anggota keluarga yang sakit, dapat mengurangi
kepatuhan pasien. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas, yang
disebabkan
oleh
penyakit
tertentu,
mereka
dapat
menghilangkan
godaan
ketidaktaatan, dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk
mencapai kepatuhan, (Niven 2002).
Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker et al dalam Niven (2002),
melakukan penelitian pada 50 orang pasien hemodialisa yang harus mematuhi
Universitas Sumatera Utara
program pengobatan yang kompleks, meliputi diet, pembatasan cairan dan
pengobatan. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan, bahwa keyakinan, sikap dan
kepribadian akan kesehatan pasien berguna memperkirakan adanya ketidakpatuhan.
tentang terapi yang harus dijalankannya bisa saja dipengaruhi oleh bagaimana cara
keluarga memberi memotivasi untuk pasien bisa bangkit dari keterpurukan akan
penyakit dan menjalankan terapi kemoterapi.
Perubahan model terapi, program-program
pengobatan dapat dibuat
sesederhana mungkin, dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.
Dengan cara ini komponen-komponen sederhana dalam program pengobatan dapat
diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih
kompleks.
Anderson dalam Niven (2002) dalam penelitiannya tentang komunikasi
dokter, perawat dan pasien di Hongkong, mendapatkan bahwa pasien yang rata-rata
diberi
18 jenis informasi untuk diingat dalam setiap konsultasi, hanya mampu
mengingat 31 % saja. Dari penjabaran dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa komunikasi yang efektif sangat diperlukan . Tenaga kesehatan harus
memberikan informasi
yang lengkap guna meningkatkan pemahaman penderita
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam mnjalankan terapi.
Kualitas interaksi juga
merupakan hal yang penting dalam menentukan
derajat kepatuhan. Korsch dan Negrete dalam Niven (2002) telah mengamati 800
kunjungan orangtua dan anak-anaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles. Selama
14 hari mereka mewawancarai untuk memastikan ibu-ibu tersebut melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
nasehat-nasehat yang diberikan oleh dokter, mereka menemukan ada hubungan yang
erat antara kepuasan ibu terhadap konsultasi dengan seberapa jauh mereka mematuhi
nasehat dokter, tidak ada kaitan antara lamanya konsultasi dengan kepuasan ibu. Jadi
konsultasi yang pendek tidak akan tidak produktif. Jika diberikan perhatian untuk
meningkatkan kualitas interaksi.
Beberapa keluhan yang specifik adalah kurangnya minat yang diperlihatkan
oleh dokter, pengguaan istilah medis yang berlebihan, kurangnya empati dan hampir
setengah dari ibu-ibu tersebut tidak memperoleh kejelasan tentang penyebab penyakit
anaknya, yang sering kali menimbulkan kecemasan. Dari penelitian ini, dapat dilihat
bahwa kesalahan seperti ini dengan mudah diatasi dengan ketrampilan komunikasi
terapeutik yang dibina antara pasien dan pasien dengan tenaga kesehatan.
Menurut Ley dan Spelman dalam Niven (2002), menemukan bahwa lebih
dari 60% responden
mengerti tentang
yang di wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah
instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini
disebabkan oleh kegagalan/ kesalahan profesional dalam memberikan informasi
lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang
harus diingat oleh penderita.
Pemahaman tentang instruksi petugas kesehatan sangat perlu, jika seseorang
tidak memahami instruksi maka konsekwensi yang akan didapat adalah
ketidakpatuhan. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien, adalah
suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh
informasi diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa
Universitas Sumatera Utara
penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Suatu
penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatannya, dapat
membantu meningkatkan kepercayaan pasien. Untuk melakukan konsultasi
dan
selanjutnya meningkatkan kepatuhan.
Kozier dkk. (2010) menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
kepatuhan yaitu motivasi klien untuk sembuh, dan durasi terapi yang dianjurkan
yakni tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan, persepsi keparahan masalah
kesehatan, nilai upaya mengurangi ancaman kesehatan, kesulitan memahami dan
melakukan perilaku yang dianjurkan, tingkat gangguan penyakit atau rangkaian
terapi, keyakinan bahwa terapi atau rejimen yang diprogramkan akan membantu,
kerumitan, efek samping, warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi
sulit dilakukan, tingkat kepuasan, kualitas dan jenis hubungan dengan penyedia
pelayanan kesehatan serta seluruh terapi yang diprogramkan.
2.2.4. Strategi untuk Meningkatkan Kepatuhan
Menurut Smet dalam Niven (2002) berbagai strategi untuk meningkatkan
kepatuhan adalah dukungan profesional kesehatan, profesional kesehatan
sangat
diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contohnya adalah meningkatkan
komunikasi, karena komunikasi memegang peranan penting maka komunikasi
diberikan oleh dokter/perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.
Strategi lain dukungan social, dukungan social yang dimaksud adalah
keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk
menunjang peningkatan
kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.
Universitas Sumatera Utara
Modifikasi perilaku sehat juga sangat diperlukan. Modifikasi gaya hidup dengan
mengatur makanan, melakukan
aktivitas/olahraga dan control secara teratur
melakukan pengontrolan dengan pemeriksaan darah rutin, USG, kolonoscopy dan
gastroscopy yang perlu untuk penderita kanker payudara.
Strategi terakhir pemberian informasi,
pemberian informasi yang jelas
pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara
pengobatannya. Dalam hal ini pemberian informasi yang jelas tentang perencanaan
makan, aktivitas dan kontrol darah lengkap, serta pemeriksaan endoscopy yang
teratur pada penderita kanker payudara sehingga penderita paham dan akhirnya
patuh menjalankannya.
Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah
pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan memiliki nada yang cenderung
memanipulasi atau otoriter dimana penyelenggaraan perawatan kesehatan atau
pendidik dianggap sebagai tokoh yang berwenang, peserta didik anggap bersikap
patuh. Kepatuhan pada program
kesehatan merupakan perilaku yang dapat
diobservasi dan dengan begitu dapat diukur.
2.2.5. Langkah-langkah Mengidentifikasi Adanya Ketidakpatuhan
Menurut Kozier dkk. (2010) untuk meningkatkan kepatuhan, perawat perlu
memastikan bahwa klien mampu melakukan terapi yang diprogramkan, memahami
instruksi yang penting, menjadi partisipan yang mau berusaha mencapai tujuan
terapi, dan menghargai hasil perilaku yang direncanakan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Anderson dalam Niven (2002) dalam penelitiannya tentang
komunikasi dokter dan pasien di Hongkong, mendapatkan bahwa pasen yang ratarata diberi 18 jenis informasi untuk diingat dalam setiap konsultasi, hanya mampu
mengingat 31 % saja. Dari penjabaran dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa komunikasi yang efektif sangat diperlukan . Tenaga kesehatan harus
memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pemahaman penderita
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam mnjalankan
terapi.
Langkah-langkah mengidentifikasi adanya ketidakpatuhan adalah:
1.
Memastikan alasan klien tidak mematuhi program. Berdasarkan alasan klien,
perawat dapat memberikan informasi,mengoreksi kesalahpahaman, menganjukan
konseling bila masalah psikologis menghambat kepatuhan. Perawat juga perlu
mengevaluasi kembali kesesuaian anjuuran yang diberikan. Jika kepercayaan,
budaya dan usia bertentangan dengan rencana terapi yang diberikan.
2.
Menunjukan kepedulian. Perlihatkan perhatian yang tulus terhadap masalah dan
keputusan klien serta pada saat yang sama mengakui hak-hak klien terhadap
rangkaian tindakan, misalnya perawat memberi tahu agar jangan lupa minum
obat untuk kemoterapi.
3.
Memotivasi klien untuk berperilaku sehat. Apabila penderita kanker payudara
melakukan latihan fisik setiap pagi, perawat dapat memberi pujian untuk
memanbah semangat klien.
Universitas Sumatera Utara
4.
Menggunakan brosur, gambar untuk memberikan penyuluhan. Contoh, perawat
dapat meninggalkan brosur atau gambar untuk dibaca klien setelah penyuluhan,
juga membuat jadwal pemberian obat kemoterapi pada selembar kertas dengann
arah jarum jam dan tanggal pemberian.
5.
Memberi hubungan terapeutik yang tidak kaku, saling mengerti dan tanggung
jawab bersama dengan klien dan keluarga sebagai pemberi dukungan kepada
klien.
2.2.6. Proses Perubahan Sikap dan Perilaku
Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap
kepatuhan, identifikasi kemudian baru menjadi internalisasi Mula-mula individu
mematuhi anjuran atau instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan
tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sanksi jika tidak patuh
atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut tahap
ini disebut tahap kesediaan, biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat
sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan
petugas. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun
ditinggalkan.
Pengawasan itu tidak perlu berupa kehadiran fisik petugas atau tokoh otoriter,
melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sanksi yang berlaku, jika individu
tidak melakukan tindakan tersebut. Dalam tahap ini pengaruh tekanan kelompok
sangatlah besar, individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas
kelompok meskipun sebenarnya dia tidak menyetujuinya. Namun segera setelah dia
Universitas Sumatera Utara
keluar dari kelompok tersebut, kemungkinan perilakunya akan berubah menjadi
perilakunya sendiri.
Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang
pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda,
yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh
yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent).
Biasanya kepatuhan ini
timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas atau tokoh tersebut,
sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami
sepenuhnya arti dan mamfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses
identifikasi. Meskipun motivasi untuk mengubah perilaku individu dalam tahap ini
lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini belum dapat
menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat menghubungkan
perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga jika dia
ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka dia merasa tidak perlu melanjutkan
perilaku tersebut Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika
perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi, dimana perilaku yang baru itu
dianggap bernilai positif bagi diri individu dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain
dari hidupnya.
Proses internalisasi ini dapat dicapai jika petugas atau tokoh merupakan
seseorang yang dapat dipercaya (kredibilitasnya tinggi) yang dapat membuat individu
memahami makna dan penggunaan perilaku tersebut serta membuat mereka mengerti
akan pentingnya perilaku tersebut bagi kehidupan mereka sendiri. Memang proses
Universitas Sumatera Utara
internalisasi ini tidaklah mudah dicapai sebab diperlukan kesediaan individu untuk
mengubah nilai dan kepercayaan mereka agar menyesuaikan diri dengan nilai atau
perilaku yang baru.Teori The Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan).
2.3. Kemoterapi
2.3.1. Pengertian
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk
pil, cair atau kapsul atau melalui infus, (Wenny Artanty Nisman 2011) Kemoterapi
adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil, cair atau kapsul
yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tetapi
juga di seluruh tubuh, Denton, 1996 dalam Wenny Artanty Nisman, (2011).
Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan zat atau obat yang berkhasiat
untuk membunuh sel kanker. Prinsipnya adalah membunuh/ menghanbat sel tumor
induk dan anak sebar secara sistemik.
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker.kemoterapi
merupakan terapi sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat
mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain, (Imam
Rasjidi 2007).
Pengobatan ini biasanya diberikan sebagai kombinasi obat-obatan anti-kanker,
seringkali sekaligus tiga kali. Target utama obat-obatan semacam ini dimaksudkan
untuk mengidentifiksdi dan membunuh sel-sel yang bertambah dan membelah secara
cepat. Sayangnya, obat-obat anti-kanker tidak dapat mengenali sel-sel kanker secara
Universitas Sumatera Utara
spesifik, dan akan membunuh sel-sel lain yang membelah secara aktif seperti sel-sel
darah atau sumsum tulang. Sumsum tulang adalah jaringan yang sangat penting
dalam tubuh sebab memproduksi sel-sel darah dan sistem kekebalan untuk melawat
infeksi, (Dixon Michael J.MR. dan MR.Robert C.F Leonarh 2002 ).
2.3.2. Tujuan Kemoterapi
Tujuan dari kemoterapi yaitu membunuh atau menekan pertumbuhan sel-sel
kanker yang ada dalam tubuh, (Wenny Artanty Nisman 2011).
2.3.3. Manfaat Kemoterapi
1.
Penderita dapat sembuh atau hidup lama
2.
Kanker dapat dikendalikan cukup lama, kadang sembuh
3.
Bermanfaat untuk paliatif (dapat mengurangi gejala)
2.3.4. Cara Pemberian Kemoterapi
1.
Secara oral
2.
Sukkutan dan Intramuskuler
3.
Parienteral
4.
Intravena (Imam Rasjidi, 2007).
2.3.5. Persiapan Kemoterapi
1.
Sebelum melaksanakan kemoterapi penderita menjalani pemeriksaan
awal
2.
Tujuannya adalah untuk mengantisipasi efek samping
3.
Ditetepkan oleh dokter onkologi medic
4.
Pemeriksaan antara lain: darah lengkap, test fungsi ginajl, Fungsi lever,
pemeriksaan organ tubuh lain
Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Akibat Kemoterapi
1.
Ringan,berat tergantung dosis dan regimen
2.
karena diberikan sistemik, semus sel sedang tumbuh terkena
3.
Sel kanker lebih banyak terkena akibatnya
2.3.7. Akibat Kemoterapi yang Perlu Diperhatikan
1.
Sel darah (memerangi infeksi, membawa oksigen, membantu pembekuan darah)
2.
Saluran cerna (muntah, kadang susah buang air besar)
3.
Kulit dan rambut (rambut rontok sementara, kuku dan kulit tampak hitam)
4.
Sistem reproduksi laki-laki dan perempuan (tidak haid sementara dan sperma
kosong).
2.3.8. Efek Samping Kemoterapi
1.
Efek jangka pendek (jam- hari), muntah, mual, pusing
2.
Efek jangka menengah (hari-minggu), sariawan, diare, letih, lesu, nafsu makan
menurun
3.
Efek jangka panjang (minggu-bulan), mudah terkena infeksi
4.
Dapat puluh kembali kira-kira 1-2 minggu
2.3.9. Syarat-syarat Seseorang Mendapat Kemoterapi
1.
Fungsi organ baik
2.
Jenis sel darah merah dan darah putih cukup
3.
Tidak demam
4.
Tidak perdarahan
5.
Dapat melakukan kegiatan sehara-hari sendiri
Universitas Sumatera Utara
2.4. Konsep Kanker Payudara
2.4.1. Pengertian
Kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada payudara karena adanya
pertumbuhan yang tak terkendali dari sel-sel kelenjar dan salurannya, (Wenny
Artanty Nisman 2011).
Kanker payudara adalah tyumor ganas yang menyerang jaringan payudara,
merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh kaum wanita, meskipun berdasarkan
penemuan terakhir kaum pria pun bisa terkena kanker payudara, walaupun masih
jarang terjadi, (Endang 2008).
Kanker Payudara adalah kanker yang terjadi pada payudara karena adanya
pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel kelenjar dan salurannya. Sampai saat
ini penyebab kanker kanker payudara belum diketahui dengan pasti, Wenny Artanty
Nisman, (2011).
2.4.2. Klasifikasi Kanker
Menurut lamanya, pertumbuhan kanker dibedakan menjadi dua, yaitu: (1)
Stadium dini, dimana kanker mulai timbul dan belum menyusup jauh ke dalam
jaringan sekitarnya dan belum mengadakan anak sebar; dan (2) Stadium lanjut, yaitu
jika kanker sudah menjadi besar dan sudah menyusup jauh ke dalam jaringan
sekitarnya, masuk ke dalam pembuluh darah dan getah bening.
Sampai saat ini kurang lebih 120 jenis kanker diketahui dan dikelompokkan
dalam 12 bagian besar, yaitu: (1) Kanker kandungan, yang terdiri dari cervix dan
corpus, kanker ari-ari dan ovarium; (2) Kanker payudara yang saat ini makin banyak
Universitas Sumatera Utara
ditemui pada kehidupan modern; (3) Kanker sistem pernafasan, terutama karena
risiko merokok dan polusi antara lain paru dan tenggorokan; (4) Kanker organ cerna
seperti hati dan pankreas; (5) Kanker tulang dan otot; (6) Kanker traktus urinarius
antara lain ginjal, prostat dan testis; (7) Kanker kulit, seperti melanoma dan
basalioma; (8) Kanker getah bening, seperti limfoma hodgkin dan non hodgkin; (9)
Kanker darah, seperti leukemia; (10) Kanker mata, seperti retino blastoma, sebagian
besar tidak dapat diterapi lagi; (11) Kanker saluran cerna mulai dari oesophagus,
lambung, usus kecil dan kolorektal; (12) Kanker sistem saraf antara lain otak, sumsum tulang belakang dan saraf perifer (Lydion Saputra,dkk. 2000).
2.4.3. Distribusi Umur Pasien Kanker
Struktur umur pada suatu populasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap
insidens kanker. Pada daerah yang penduduknya tidak banyak terdapat orang tua
diatas 55 tahun maka insidens kanker rendah. Beberapa jenis kanker tertentu hanya
atau lebih banyak terdapat pada anak-anak, seperti nephroblastoma, retino blastoma,
teratoma. Sebagian besar kanker yang terdapat pada orang dewasa atau tua di atas 3540 tahun adalah seperti kanker kulit, prostat, dan sebagainya. Bila jumlah orang tua
banyak maka insidens kanker tinggi. Karena pada umumnya makin lanjut umurnya
maka besar kemungkinan terkena kanker.
Distribusi umur untuk berbagai jenis kanker tidak sama, seperti untuk kanker
mamma tidak sama dengan kanker kulit, darah, dsb. Pada umumnya untuk jenis
kanker tertentu (age spesific) insidensnya naik bersama dengan kenaikan umur.
Frekuensi kanker pada anak-anak jarang, di bawah umur 5 tahun 3%, dibawah 15
Universitas Sumatera Utara
tahun 8%. Setelah umur 5 tahun frekuensinya turun sampai 2-3%, dan ini
dipertahankan lama sampai kurang lebih umur 25-30 tahun, lalu mulai naik dengan
pelan-pelan dan setelah mencapai umur 35-40 tahun naik dengan cepat. Pada umur 55
tahun frekuensinya turun lagi, karena jumlah penduduk pada usia lanjut sedikit,
walaupun insidens pada golongan umur lanjut tetap naik (Sukardja,
2000).
2.4.4. Etiologi Kanker
Kategori agens atau faktor-faktor tertentu telah memberikan implikasi dalam
proses karsinogenik. Agens atau faktor-faktor tersebut termasuk virus, agens fisik,
agens kimia, faktor-faktor genetik atau keturunan, faktor-faktor makanan dan agens
hormonal (Brunner & Suddarth dalam Smeltzer, 2001).
1.
Virus
Virus sebagai penyebab kanker pada manusia adalah sulit untuk dipastikan
karena virus sulit untuk diisolasi. Bila tampak kanker spesifik pada kluster maka
diduga atau dicurigai adanya penyebab infeksius. Virus dianggap dapat
menyatukan diri dalam struktur genetik sel, sehingga mengganggu generasi
mendatang dari populasi sel tersebut dan barangkali akan mengarah pada kanker.
Seperti virus hepatitis B telah menunjukkan implikasi dalam karsinoma
hepatoseluler, virus Epstein-Barr sangat dicurigai sebagai agens penyebab pada
limfoma Burkitt dan kanker nasofaring.
Universitas Sumatera Utara
2.
Agens Fisik
Faktor-faktor fisik yang berkaitan dengan karsinogenesis mencakup pemajanan
terhadap sinar matahari atau pada radiasi, iritasi kronis atau inflamasi dan
penggunaan tembakau. Pemajanan berlebih terhadap radiasi ultraviolet
meningkatkan risiko kanker kulit. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat
terjadi saat prosedur radiografi berulang atau ketika terapi radiasi digunakan
untuk mengobati penyakit. Pemajanan terhadap medan elektromagnetik (EMF)
dari kabel listrik. Mikrowave, dan telepon seluler dapat juga meningkatkan risiko
kanker.
3.
Agens Kimia
Banyak substansi kimiawi yang ditemukan dalam lingkungan kerja terbukti
menjadi karsinogen atau ko-karsinogen dalam proses kanker. Karsinogen kimia
mencakup zat warna amino aromatik anilin; arsenik, jelaga dan tar; asbestos;
benzen; pinang dan kapur sirih; kadmium; senyawaan kromium, nikel dan seng,
debu kayu; senyawaan berilium; dan polivinil klorida.
Kebanyakan zat kimia yang berbahaya menghasilkan efek-efek toksik dengan
mengganggu struktur DNA pada bagian-bagian tubuh yang jauh pajanan zat
kimia.
4.
Faktor-faktor Genetik dan Keturunan
Faktor-faktor genetik juga memainkan peranan dalam pembentukan sel kanker.
Jika kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, dapat
terbentuk sel-sel mutan. Beberapa kanker pada masa anak-anak dan dewasa
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan predisposisi keturunan. Kanker ini cenderung untuk terjadi pada
usia muda dan pada berbagai tempat dalam satu organ atau sepasang organ. Pada
kanker dengan predisposisi herediter, umumnya saudara dekat (sedarah)
mempunyai tipe kanker yang sama.
5.
Faktor-faktor Makanan
Faktor-faktor makanan diduga berkaitan dengan 40% sampai 60% dari semua
kanker lingkungan. Substansi makanan dapat proaktif, karsinogenik, atau kokarsinogenik. Risiko kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang
karsinogenik atau ko-karsinogenik atau tidak adanya sustansi proaktif dalam diet.
Substansi diet berkaitan dengan peningkatan risiko kanker mencakup lemak,
alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang mengandung nitrat atau
nitrit, dan masukan makanan dengan kalori tinggi
6.
Agens Hormonal
Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan dalam
keseimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon sendiri (endogenus) atau
pemberian hormon eksogenus.
7.
Kegagalan Sistem Imun
Normalnya, sistem imun yang utuh mampu untuk melawan sel-sel kanker dengan
berbagai cara. Antigen pada membran sel dari sel-sel kanker dikenal sebagai
antigen tumor-associated, biasanya dikenali oleh sistem imun sebagai benda
asing. Pada manusia, sel-sel maligna mampu berkembang secara teratur.
Terdapat bukti bahwa fungsi surveilens dari sistem imun sering lebih mampu
Universitas Sumatera Utara
mendeteksi perkembangan sel-sel maligna dan merusak sel-sel tersebut sebelum
pertumbuhannya menjadi terkontrol. Apabila sistem imun gagal mengidentifikasi
dan menghentikan pertumbuhan sel-sel maligna, terjadilah kanker secara klinis.
2.4.5. Diagnosis dan Deteksi Dini Kanker
Diagnosis kanker didasarkan pada pengkajian fisiologis dan perubahan fungsi
serta hasil dari evaluasi diagnostik. Pasien yang diduga kanker menjalani
pemeriksaan diagnostik luas untuk menentukan adanya tumor dan keluasan penyakit,
mengidentifikasi kemungkinan penyebaran (metastasis) atau invasi ke jaringan tubuh
lainnya, mengevalusi fungsi baik pada sistem dan organ pada tubuh yang sakit dan
tidak sakit, dan mendapatkan jaringan dan sel-sel untuk analisis kanker, termasuk
tahap dan derajatnya. Pemeriksaan yang luas paling sering mencakup riwayat
kesehatan yang lengkap dan pemeriksaan fisik serta radiologi, serologi, dan
diagnostik lainnya serta prosedur bedah.
Deteksi dini kanker merupakan usaha
untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan, yaitu kanker yang
belum lama tumbuh, masih kecil, masih lokal, masih belum menimbulkan kerusakan
yang berarti pada golongan masyarakat tertentu dan pada waktu tertentu. Deteksi dini
pada umumnya dilakukan pada orang-orang yang kelihatannya sehat, yang
asimptomatik atau pada orang-oarang yang mempunyai risiko tinggi mendapat kanker
(Sukardja, 2000).
Deteksi kanker didasarkan atas kenyataan-kenyataan berikut, yaitu: perjalanan
penyakit kanker umumnya mulai dari kanker in situ atau kanker lokal dalam taraf
seluler atau organ, banyak kasus kanker yang timbul dari tumor jinak atau lesi pra
Universitas Sumatera Utara
kanker yang telah lama ada, lebih dari 75% kasus kanker terdapat pada organ atau
tempat-tempat yang mudah diperiksa sehingga mudah dapat diketemukan, penderita
kanker pada umumnya baru datang ke dokter sesudah penyakitnya dalam stadium
lanjut (Sukardja, 2000).
Ada beberapa faktor kelambatan dalam pengelolaan kanker yang terdiri dari
kelambatan penderita, kelambatan dokter dan kelambatan rumah sakit. Kelambatan
pada penderita disebabkan karena: (1) Penderita kanker stadium dini umumnya
merasa sehat, tidak sakit, tidak terganggu bekerja, sehingga penyakitnya dibiarkan
saja beberapa lama, bulan atau tahun, sampai penyakitnya itu tidak tertahan lagi; (2)
Kurang memperhatikan diri sendiri dimana penderita baru mengetahui adanya tumor
di dalam tubuhnya sesudah tumor itu besar atau sesudah menimbulkan keluhan; (3)
Tidak mengerti atau kurang menyadari akan bahaya kanker; (4) Ada rasa takut (takut
diketahui bahwa dirinya menderita kanker, takut ke dokter, takut sakit, dsb); (5)
Tidak mempunyai biaya; (6) Keluarga tidak mengijinkan ke dokter; dan (7)
Rumahnya jauh dari dokter. (Sukardja, 2000).
2.4.6. Dampak Penyakit Kanker terhadap Psikologi Pasien
Masalah psikologi timbul akibat dari konsekuensi kanker, karena ini
merupakan penyakit yang menakutkan dan mecemaskan dari semua penyakit yang
lain. Kanker terkait dengan masalah fisik: nyeri, sengsara, kematian, dan biaya;
masalah psikososial: ansietas, citra tubuh dan kehilangan (Keliat, 1998).
Penataan kanker payudara telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, akan
tetapi walaupun demikian angka kematian (mortality rate) dan angka kejadian
Universitas Sumatera Utara
(incidence rate) kanker payudara masih tetap tinggi, desebabkan penderita ditemukan
pada stadium lanjut, Hawari Dadang (2009). Dadang Hawani menjelaskan ada tiga
reaksi emosional penderita kanker manakala diberitahu bahwa penyakit yang diderita
adalah kanker yang sudah lanjut, yaitu: Phase pertama; penderita akan merasakan
shock mental. Phase kedua: penderita diliputi oleh rasa takut (fear), dan depresi. Pase
ketiga; muncul reaksi penolakan (denial) dan kemurungan.
Meskipun banyak bentuk kanker yang dapat disembuhkan dan banyak bentuk
lainnya mencapai status sembuh jika diatasi secara dini tetapi faktanya banyak pasien
dan keluarganya tetap memandang kanker sebagai penyakit fatal yang tidak dapat
dihindari yang disertai rasa nyeri, penderitaan, kelemahan dan menguruskan. Setelah
dokter menginformasikan tentang diagnosa kanker seringkali pasien berespon dengan
syok, bengong, dan tidak percaya. Kekhawatiran pasien terhadap penyakit kanker
akan dapat terus berlanjut sampai pada akhir hidupnya jika tidak diberi suatu support
serta peningkatkan koping yang adaptif yang dapat meningkatkan kualitas hidup
mereka.
2.4.7. Perawatan Pasien dengan Kanker Payudara yang Kemoterapi
a.
Pesonal higiene yang baik harus ditekankan dengan menghindari orang-orang
yang mengalami infeksi, misalnya penderita TB paru, hepatitis. Dijelaskan juga
kepada pasien untuk mengenal sumber-sumber infeksi seperti; tusukan jarum
infus, kateter uretra, drain. Perlu juga pasien dan keluarga mengerti alasan
perlunya pemeriksaan tanda vital, darah lengkap, dan pemeriksaan kimia secara
teratur.
Universitas Sumatera Utara
b.
Pertahankan keseimbangan cairan, saluran pencernaan adalah sistem tubuh yang
sangat peka terhadap kemoterapi. Sebab itu pasien mengalami anoreksia, mual,
muntah, dan diare. Semuanya mengakibatkan dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit. Selain itu juga berat badab juga menurun.
c.
Peningkatan nutrisi, anoreksia dapat disebabkan oleh kanker itu sendiri atau
melalui kemoterapi. Dianjurkan agar pasien makan sedikit-sedikit, tetapi sering.
Istirahat sebelum makan dapat menghemat tenaga yang diperlukan untuk makan.
Berat badan dipantau setiap hari atau setiap minggu. Jika pasien mengalami
malnutrisi berat, nutrisi parenteral total harus diberikan.
d.
Peningkatan citra tubuh positif, obat-obat kemoterapeutik sangat efektif terhadap
sel-sel tubuh yang mempunyai siklus mitosis yang cepat, seperti sel-sel
integumen. Kemoterapi juga dapat mengakibatkan kebotakan, maka perlu
penjelasan dari perawat kepada pasien agar bisa menerima keadaannya. Untuk itu
kalau perlu pasien memakai wig, topi atau penutup kepala lainnya (Saryono,
2009).
2.4.8. Pengobatan Pasien Kanker Payudara yang Kemoterapi;
Ada empat cara pengobatan kanker, yaitu pembedahan, bioterapi, kemoterapi,
terapi radiasi :
a.
Pembedahan, adalah untuk menetapkan stadium kanker, sebagai prosedur paliatif
(meringankan) biasa dipakai untuk mengurangi besarnya tumor. Pembedahan
juga untuk menangani kedaruratan onkologi, misalnya untuk meringatkan
tekanan tumor yang menyebabkan nyeri atau obstruksi.
Universitas Sumatera Utara
b.
Bioterapi, melalui penelitian, maka ditemukan fakta-fakta dari perkembangan
tumot dari benigna kemaligna dengan cepat sperti: insiden kanker meningkat
pada individu yang sistem imunnya menurun, kadang-kadang terdapat pengecilan
tumor metastatik tumor diangkat melalui pembedahan.
c.
Kemoterapi, tujuan yang diharapkan dari kemoterapi (pengobatan, palistif) perlu
diketahui oleh dokter,mperawat dan keluarga pasien, untuk mengetahui akan efek
samping dari kemoterapi, jadwal pemberian kemoterapi. Maksud dari pemberian
obat kemoterapi ini dapat menghalangi atau menghentikan pertumbuhan dan
replikasi sel-sel kanker.kemoterapi menjadi lebih efektif jika tumor masih kecil.
d.
Terapi radiasi, digunakan sebagai pengobatan kanker sejak ditemukan sinar-X
pada tahun 1895. Sinar-X terdiri dari radiasi elektromagnetik yang dihasilkan
oleh gelombang energi listrik yang bergerak dalam kecepatan yang sangat tinggi.
( Ermawati Dalami,dkk. 2009).
2.5. Landasan Teoritis
Sackett (1976) mendefenisikan kepatuhan pasien sebagai “ sejauhmana
perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan “
(Niven, 2002).
Menurut teori Feuerstein dalam Niven (2002), ada lima factor yang
mendukung kepatuhan pasien, yaitu pendidikan, akomodasi, modifikasi factor
lingkungan dan social, perubahan model terapi dan peningkatan interaksi professional
kesehatan dengan pasien.
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Lawrence
Green
menjelaskan
bahwa
perilaku
seseorang
dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yakni faktor predisposisi
(predisposing factor), faktor yang mendukung (enabling factor) dan faktor yang
memperkuat atau mendorong (reinforcing factor). Jadi ada hubungan antara perilaku
seseorang dengan kepatuhan dalam menjalanakan kemoterapi. Skinner (1938)
mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsangan
(stimulus) dan tanggapan dan respon. Kosa dan Robertson mengatakan bahwa
perilaku kesehatan seseorang cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang
bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan, dan kurang mendasarkan
pada pengetahuan biologi.
Meningkatnya interaksi tenaga kesehatan dengan pasien, adalah suatu hal
yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh
informasi tentang diagnosis. Klien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat
ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu.
Suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatannya, dapat
membantu meningkatkan kepercayaan pasien, diperlukan suatu komunikasi yang baik
oleh tenaga kesehatan. Dengan komunikasi, seorang tenaga kesehatan dapat
memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pemahaman pasien dalam
menjalankan terapi (Niven, 2002). Dalam dunia keperawatan, komunikasi perawat
yang diarahkan pada pencapaian tujuan untuk menyembuhkan pasien dikenal dengan
komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan mempunyai
peran yang besar terhadap kemajuan kesehatan klien. Komunikasi terapeutik
meningkatkan hubungan interpersonal dengan klien sehingga akan tercipta suasana
yang kondusif dimana klien dapat mengungkapkan perasaan dan harapan-harapannya.
Kondisi saling percaya yang telah dibangun diantara perawat dan pasien tersebut akan
mempermudah pelaksanaan dan keberhasilan program pengobatan (Stuart G.W.,
et.al., 1998).
Berbagai aspek kominikasi antara pasien dengan tenaga kesehatan
memengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi dengan pengawasan yang
kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter dan
ketidakpuasan terhadap pengobatan yang diberikan.
Salah satu strategi untuk
meningkatkan ketaatan adalah memperbaiki komunikasi antara dokter maupun
perawat dengan pasien, (Niven 2002).
Merujuk pada teori dan penelitianh di atas dan berdasarkan survey
pendahuluan yang penulis lakukan, terkait dengan kepatuhan pasien menjalanakan
kemoterapi, meningkatkan interaksi personal kesehatan dengan pasien sangatlah
penting,khususnya membina hubungan interpersonal antara perawat dank lien dengan
melakukan komunikasi terapeutik.
Universitas Sumatera Utara
Adapun skema teori Feurstein dalam Niven (2002), dan Friedman (1998)
dipaparkan dan dirangkum dalam suatu landasan teori sebagai berikut:
Pendidikan
Akomodasi
Modifikasi Faktor Lingkungan dan
Sosial
Kepatuhan
Perubahan Model Terapi
Meningkatkan Interaksi (komunikasi
terapeutik Profesional) Kesehatan
dengan pasien:
-
Sikap Perawat
Teknik Komunikasi
Isi Pesan
Gambar 2.1. Skema Komunikasi Interpersonal Teori Feurstein dalam Niven
(2002)
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Komunikasi Terapeutik ;
-
Sikap Perawat
Teknik Komunikasi
Isi Pesan
Variabel Dependen
Kepatuhan Penderita
Kanker Payudara dalam
Menjalankan
Kemoterapi
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download