efektivitas pemberian probiotik terenkapsulasi

advertisement
EFEKTIVITAS PEMBERIAN PROBIOTIK TERENKAPSULASI
TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH
BUDI WARDIMAN
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Pemberian
Probiotik Terenkapsulasi terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Budi Wardiman
NIM D24100048
ABSTRAK
BUDI WARDIMAN. Efektivitas Pemberian Probiotik Terenkapsulasi terhadap
Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah. Dibimbing oleh SURYAHADI dan SRI
SUHARTI.
Rendahnya produksi susu nasional menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan
susu dalam negeri. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh
suplementasi probiotik Bakteri Asam Laktat (BAL) dan MR4 terenkapsulasi terhadap
produksi, kualitas serta kadar aflatoksin M1 susu. Kultur BAL yang digunakan adalah
Lactobacillus acidophyllus, Bifidobacterium longum dan Streptococcus thermophylus,
sedangkan MR4 berasal dari mikroba rumen sapi perah yang mampu mendegradasi
aflatoksin. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH sebanyak 10 ekor yang dibagi ke
dalam dua kelompok yaitu kontrol dan pemberian probiotik 0.2% bahan kering. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik dengan teknik enkapsulasi mampu
meningkatkan viabilitas sel bakteri selama masa freeze drying. Selain itu, pemberian
probiotik mampu meningkatkan produksi susu secara signifikan sebesar 29.21% serta
mempengaruhi secara nyata kadar lemak susu sebesar 9.62%, sedangkan densitas, solid,
laktosa dan protein tidak dipengaruhi secara statistik, namun terjadi peningkatan
berturut-turut sebesar 1.18%, 1.57%, 1.21% dibandingkan kontrol. Efek pemberian
probiotik terhadap kadar aflatoksin M1 susu sapi perah menunjukkan hasil di bawah
LOD (<0.025 ppb) sehingga tidak terdeteksi.
Kata kunci: aflatoksin, enkapsulasi, probiotik, suplemen
ABSTRACT
BUDI WARDIMAN. The Effect of Encapsulated Probiotics Suplementation on Milk
Yield and Quality of Dairy Cow. Supervised by SURYAHADI and SRI SUHARTI.
The high demand of milk is not-fulfilled by the ability of farmers to produce
quality milk. The objectives of this research were to examine the effect of encapsulated
probiotic supplementation on yield, quality and level of M1 aflatoksin contamination of
dairy cow. This research used three species of lactic acid bacteria, i.e Lactobacillus
acidophyllus, Bifidobacterium longum, dan Streptococcus thermophylus, such as rumen
microbe (MR4) which have ability to degrade M1 aflatoxin. Sodium alginate, lactose,
canola oil, Hi-maize and lechitin were used as a coating. Ten cows of Friesien Holland
were divided into two treatment groups i.e control and probiotic supplementation 0.2%
dry matter. The result showed that encapsulation improved microbe viability during
freezedrying processing. The addition of probiotic significant increased (P<0.05) milk
production up to 29.21% and improved the quality of milk fat up to 9.62%. The density,
lactose, solid and protein were similar among treatments.
Keywords: aflatoksin, encapsulation, probiotics, supplementation
EFEKTIVITAS PEMBERIAN PROBIOTIK
TERENKAPSULASI TERHADAP PRODUKSI DAN
KUALITAS SUSU SAPI PERAH
BUDI WARDIMAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Efektivitas Pemberian Probiotik Terenkapsulasi terhadap Produksi dan
Kualitas Susu Sapi Perah
Nama
: Budi Wardiman
NIM
: D24100048
Disetujui oleh
Dr Ir Suryahadi DEA
Pembimbing I
Dr Sri Suharti, S.Pt. M.Si.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S, Msi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyeleseaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Efekitivitas Pemberian Probiotik Terenkapsulasi terhadap Produksi dan Kualitas Susu
Sapi Perah.”
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar
Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi
probiotik terenkapsulasi terhadap produksi, kualitas serta pernurunan kadar aflatoksin pada
susu dapi perah.
Dewasa ini, kebutuhan masyarakan akan pangan yang bernilai gizi tinggi semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu pangan yang berasal dari peternakan adalah susu.
Produksi susu di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan susu dalam negeri,
sehingga ketergantungan terhadap susu impor masih terbilang tinggi. Hal ini disebabkan
karena ketersediaan hijauan pakan ternak yang berkualitas baik, sulit didapatkan terutama
pada musim kemarau. Selain itu, banyaknya cemaran seperti aflatoksin pada pakan juga
mengakibatkan menurunnya produksi dan kualitas susu. Aflatoksin ini juga dapat
meninggalkan residu metabolit pada produk ternak, seperti daging, telur dan susu. Pangan
yang tercemar aflatoksin ini dapat menimbulkan berbagai macam penyakit pada manusia.
Sehingga dibutuhkan suplemen makanan yang dapat meningkatkan kinerja rumen dan usus,
yaitu probiotik. Probiotik juga mampu menghambat penyerapan aflatoksi di dalam usus.
Akan tetapi di lapangan probiotik ini memiliki kekurangan, yaitu tidak tahan terhadap daya
simpan. Dalam meningkatkan daya viabilitas bakteri probiotik perlu adanya suatu teknik
yang dikenal dengan istilah mikroenkapsulasi. Pengujian probiotik ini dilakukan dengan
mencampurkan probiotik pada pakan yang diuji secara in vivo.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
pembaca secara umumnya.
Bogor, Desember 2014
Budi Wardiman
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Lokasi dan waktu penelitian
2
Alat dan bahan
2
Prosedur penelitian
Error! Bookmark not defined.2
Prosedur pengukuran
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
6
Efek freezdrying terhadap viabiltas bakteri probiotik enkapsulasi dan nonenkapsulasi
6
Pengaruh probiotik enkapsulasi terhadap produksi susu sapi perah
8
Pengaruh suplementasi probiotik terhadap kualitas susu
9
Pengaruh suplementasi probiotik terhadap kadar aflatoksin M1
SIMPULAN DAN SARAN
10
10
Simpulan
10
Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
13
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL
1 Viabilitas probiotik BAL, MR4 dan MR2 terenkapsulasi dan nonenkapsulasi
selama masa freezdrying
6
2 Rataan dan simpangan baku produksi 4% FCM (Kg) dan kualitas Susu sapi
perah
9
DAFTAR GAMBAR
4
1 Alur proses enkapsulasi bakteri MR2 dan MR4
2 Kondisi sel bakteri terenkapsulasi
4
3 Rataan produksi harian susu 4% FCM selama 20 hari setelah masa adaptasi
pada kontrol dan perlakuan
8
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Hasil perhitungan lemak susu secara statistik
Rataan dan simpangan baku kadar lemak
Hasil perhitungan produksi susu secara statistik
Rataan dan simpangan baku kadar solid
Hasil perhitungan kadar solid secara statistik
Hasil perhitungan kadar density secara statistik
Rataan dan simpangan baku kadar density
Rataan dan simpangan baku kadar laktosa
Hasil perhitungan kadar laktosa secara statistik
Rataan dan simpangan baku kadar protein
Hasil perhitungan kadar protein secara statistik
13
13
13
14
14
14
15
15
15
15
16
PENDAHULUAN
Konsumsi susu nasional terbilang sangat rendah bila dibandingkan dengan negara
negara berkembang lainnya, yaitu hanya 8 Liter kapita-1tahun-1 itu pun sudah termasuk
produk-produk olahan yang mengandung susu. Konsumsi susu negara tetangga seperti
Thailand, Malaysia dan Singapura rata-rata mencapai 30 Liter kapita-1tahun-1, sedangkan
negara- negara Eropa sudah mencapai 100 Liter kapita-1tahun-1. Produksi susu dalam
negeri hanya berkisar 3,29% pada tahun 2014. Ini artinya sekitar 80% kebutuhan susu
dipenuhi oleh impor. Produksi rata-rata sapi di Indonesia hanya sekitar 10-12 Liter ekor1
hari-1 (Kementan, 2014).. Ketidakmampuan peternak didalam memenuhi kebutuhan susu
dalam negeri ini disebabkan karena belum optimalnya usaha peternak di dalam
meningkatkan produktivitas sapi perah di Indonesia. Selain itu, rendahnya kualitas pakan
serta kurangnya ketersediaan rumput juga ditengarai sebagai akar dari permasalahan ini.
Selain itu permasalahan lain adalah banyaknya ditemukan cemaran kapang dan
aflatoksin pada pakan. Aflatoksin dapat mencemari kacang tanah, jagung, dan hasil
olahannya, serta pakan ternak (Tajik et al. 2007). Hewan ternak yang mengonsumsi pakan
tercemar aflatoksin akan meninggalkan residu aflatoksin dan metabolitnya pada produk
ternak seperti susu yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti kelesuan,
radang hati, dan kematian (Siregar 1986).Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan memberikan suplemen makanan yaitu probiotik. Terdapat bukti mengenai manfaat
dari probiotik dalam memperbaiki kesehatan, produktivitas, dan kualitas susu sapi perah.
Keuntungan dalam mengkonsumsi bakteri probiotik menurut Wahyudi dan Samsundari
(2008) antara lain: meningkatkan pertumbuhan inang, memperbaiki penggunaan nutrisi
makanan, meningkatkan kesehatan. Selain itu, pemberian probiotik sebagai suplemen
makanan mampu menurunkan kadar aflatoksin pada susu, karena mampu mengikat
aflatoksin dan menghambat penyerapannya di usus (Simanjuntak 2005). Sebagian besar
probiotik yang digunakan tergolong bakteri termasuk dalam spesies Lactobaccillus spp
Bifidobacterium spp dan Streptococcus thermophillus. Mikroba rumen juga memiliki
potensi untuk dijadikan probiotik. Mikroba rumen yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan isolat mikroba yang diseleksi dari rumen sapi perah yang memiliki kemampuan
dalam mendegradasi aflatoksin (Sisrieni, 2013).
Salah satu kendala yang dihadapi dalam penggunaan probiotik dilapangan adalah
masa simpan. Probiotik mudah rusak bila disimpan pada ruangan terbuka. Mikroba rumen
merupakan bakteri anaerob yang tidak memungkinkan untuk disimpan dalam keadaan
terbuka karena akan menyebabkan mikroba mati. Sehingga, perlu digunakan teknologi
yang mampu melindungi probiotik dari lingkungan ekstrem dan mampu melewati rumen,
yaitu dengan teknik enkapsulasi. Enkapsulasi probiotik telah banyak dilakukan untuk
meningkatkan ketahanan atau viabilitas sel probiotik selama proses pembuatan produk dan
penyimpanan (Capela et al. 2006), serta meningkatkan ketahanan selama dalam jalur
pencernaan (pH rendah dan cairan empedu) (Picot dan Lacroix 2004). Prinsip dari
enkapsulasi adalah bahan pengkapsul yang digunakan mampu meliputi permukaan inti
bakteri sehingga bakteri lebih tahan terhadap lingkungan dan kekurangan nutrisi. Bahan
pengkapsul yang digunakan biasanya berbentuk polisakarida yang diekstrak dari rumput laut
seperti natrium alginate (Rokka dan Rantamaki 2010). Keunggulan dari natrium alginat ini
adalah perubahannya menjadi hydrogel dengan 95% molekul air di dalamnya yang merupakan
syarat penting dalam menjebak senyawa. Ketika natrium alginat bertemu dengan kation
divalent seperti Ca+2 menghasilkan pembentukan gel dimana residu G dari alginat yang
mengikat ion Ca+2 (Wang et al., 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efektivitas
pemberian probiotik BAL dan Mikroba Rumen yang terenkapsulasi dalam meningkatkan
kualitas, produksi serta penurunan kadar aflatoksin susu sapi perah.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2013 di Laboratorium
Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fapet, Laboratorium Mikrobiologi Pangan L1 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Southeast Asia Food and Agriculture Science and Technology Center (SEAFAST),
Institut Pertanian Bogor, serta Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah (KUNAK).
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala,
timbangan analitik, inkubator, autoclave, refrigerator, vortex, freezer -4oC, gas CO2,
tabung schoot, pipet mikro, erlenmeyer, tabung seperator, spektrofotometer, laminar
airflow, magnetic stirrer, lactoscan dan freezedryer.
Bahan yang digunakan antara lain Brain Heart Infunsion (BHI), glukosa,
cellebiosa, silosa, pati, cystein-HCl, agar bacto, resazurin, hemin, alkohol 75%,
MgSO4.7H2O, gliserol 80%, deMann Rogossa Sharp Broth (MRSB), K2HPO4, NaCl,
KH2PO4, CaCl2, cystein.HCl.H2O, Na2CO3, larutan NaCl 1%, larutan HCl 1%, larutan
NaOH, gas CO2. Bahan penyalut yang digunakan dalam proses mikroenkapsulasi, antara
lain susu skim, sodium alginat, laktosa, Hi-maize, kultur, canola oil, CaCl2 0.1 M,
lecitin, larutan salin dan gliserol.
Bakteri kandidat probiotik yang digunakan adalah 1) dua jenis isolat mikroba
rumen yang mampu mendegradasi aflatoksin dalam rumen, yaitu MR2 dan MR4 (Dwi
2014), dan 2) Kultur murni Bakteri Asam Laktat (BAL) yang diperoleh dari UGM
Yogyakarta yaitu L. acidophyllus, B. longum dan S. thermophylus.
Prosedur Penelitian
Enkapsulasi Probiotik BAL (Dewanti dan Hariyadi et al. 2001; Carvalho et al.
2004)
Proses enkapsulasi BAL dilakukan dalam kondisi aerob dan steril. Semua alat dan
larutan yang digunakan disterilisasi terlebih dahulu dengan autoclave 121oC selama 15
menit. Sebelum dilakukan pengeringan beku dilakukan produksi biomassa sel bakteri
asam laktat. Kultur diaktivasi dengan menggunakan media MRSB. Ketiga bakteri yang
telah diaktivasi pada MRSB, diinokulasikan pada media susu yang telah disterilisasi.
Media ini terbuat dari 12% susu skim di dalam 1 liter aquades (Dewanti dan Hariyadi et
al. 2001).
Prinsip pengkapsulan adalah sodium alginate menyelimuti permukaan bakteri dan
melindungi bakteri dari kerusakan sel akibat pengaruh lingkungan ekstrem, seperti suhu,
kontaminasi, kekurangan nutrisi dan lain-lain. Dalam proses pengeringan beku
(freezedrying), mula-mula dilakukan dengan menambahkan bahan pelindung berupa
sodium alginate dan laktosa pada biomassa sel. Perbandingan bahan yang dikapsul
dengan bahan enkapsulasi yang digunakan adalah sebesar 3:7 (b/b) (Lian et al. 2002).
Selanjutnya disimpan dalam freezer -4 0C hingga membeku (Cavaralho et al. 2003).
Tahap terakhir dalam proses enkapsulasi adalah freezedrying. Tahapan ini untuk
menghasilkan probiotik terenkapsulasi dalam bentuk bubuk. Freezedrying adalah proses
pembekuan yang disusul dengan pengeringan. Proses sublimasi yang terjadi pada
freezedrying yaitu perubahan dari bentuk es dalam bahan yang beku langsung menjadi
uap air tanpa mengalami proses pencairan. Freezedrying memiliki keuntungan karena
daya rehidrasi yang tinggi dan volume bahan tidak berubah.
Enkapsulasi Probiotik Mikroba Rumen (Krasaekopt et al. 2003)
Enkapsulasi mikroba rumen menggunakan metode Krasaekopt (2003) dengan
teknik emulsi. Teknik emulsi dilakukan dengan mensuspensikan sebagian kecil polimer
(alginat) ke dalam minyak nabati seperti minyak kedelai atau minyak kanola, kemudian
dihomogenisasi dalam bentuk water in oil (w/o). Emulsi tersebut akan membentuk
droplet. Ukuran beads pada metode emulsi ditentukan oleh ukuran droplet emulsi yang
terbentuk. Ukuran droplet emulsi dapat dikontrol dengan kecepatan pengadukan saat
emulsifikasi. Sel bakteri yang terenkapsulasi akan berada pada larutan inti dan
terbungkus di dalam alginate yang diperkokoh dengan penambahan CaCl2. Kondisi sel
mikroba yang terenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 2. MR2 dan MR4 merupakan
bakteri anaerob, sehingga untuk menjaga agar bakteri dalam keadaan anaerob
dibutuhkan aliran gas CO2 hingga enkapsulasi selesai..
Larutan dan alat yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan autoclave.
Sebanyak 2% alginat, 2% Hi-maize dan 250 ml kulture bakteri yang telah disegarkan
pada media MRSB, dilarutkan dalam 500 ml aquades. Larutan tersebut dicampurkan ke
dalam 200 ml minyak kanola yang dicampurkan 0.2 ml lecitin. Larutan dihomogenkan
dengan magnetic stirrer selama 20 menit hingga teremulsi dan berbentuk seperti cream.
Kemudian 200 ml CaCl2 0.1 M ditambahkan secara perlahan melalui dinding gelas
untuk memisahkan air dan minyak. Larutan didiamkan selama 30 menit hingga air dan
minyak berpisah secara sempurna. Hasil mikroenkapsulasi akan mengendap pada
bagian bawah gelas dan pemisahan dilakukan dengan menggunakan tabung seperator.
Sebanyak 0,9% larutan saline dan 5% gliserol dihomogenkan dengan hasil
mikroenkapsulasi yang diperoleh. Kemudian disimpan pada freezer -4oC hingga
membeku. Tahap terakhir dalam proses mikroenkapsulasi adalah freezdrying. Alur
proses produksi probiotik MR4 dan MR2 dapat dilihat pada Gambar 1.
Analisis Efek Freezedrying terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik
Uji ini dilakukan untuk mengamati daya tahan probiotik selama proses
freezdrying dengan membandingkan populasi bakteri probiotik terenkapsulasi dan
nonenkapsulasi pada saat sebelum dan setelah pengeringan beku. Uji viabilitas probiotik
menggunakan metode hitungan cawan dengan pengenceran terbesar pada 105-107 secara
duplo. Koloni yang dihitung berada dalam kisaran 25-250 koloni. Jumlah koloni
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
N=
N
N1
N2
(
) (
)
xd
: Jumlah koloni (cfu g-1)
Total koloni pada cawan yang dapat dihitung
: cawan dari pengenceran pertama
: cawan dari pengenceran kedua
Sel
Bakteri
Alginate, Hi-Maize
Proses
Pemisahan air dan
minyak
Campur
Canola
Oil +
Lecitin
CaCl2
Gambar 1. Alur proses enkapsulasi bakteri MR2 dan MR4 (Krasaekopt 2003)
Alginat
Sel
Gambar 2. Kondisi sel bakteri terenkapsulasi
Efek Pemberian Probiotik Enkapsulasi terhadap Produksi, Kualitas dan Kadar
Aflatoksin M1 pada Susu Sapi Perah
Percobaan in vivo dilakukan di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah
(KUNAK) di Kecamatan Cibungbulang, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini
Permukaan inti
menggunakan rancangan acak kelompok dengan 10 ekor sapi perah jenis FH yang
ditempatkan secara acak. Pengelompokan dilakukan berdasarkan produksi susu. Sapi
tersebut dibagi ke dalam 5 kelompok sebagai ulangan. Ada dua jenis perlakuan, yaitu:
R1 = Kontrol tanpa diberi probiotik enkapsulasi;
R2= Pemberian probiotik terenkapsulasi dengan masing masing perlakuan
diberikan 0.2% BK dengan rumus BK (Kg ekor-1 hari-1) sebagai berikut:
Kebutuhan BK pakan
Pemberian probiotik dilakukan dalam dua periode. Periode pertama adalah tahap
adapatasi selama 10 hari dan periode kedua adalah pengukuran peubah selama 20 hari.
Perbandingan rumput dan konsentrat adalah 70 : 30 sedangkan air minum diberikan
secara ad libitum. Rumput yang diberikan adalah rumput gajah atau limbah sayuran,
sedangkan konsentrat yang diberikan adalah ampas tahu dan konsentrat lokal.
Prosedur Pengukuran
Pengukuran Produksi Susu
Pengukuran produksi susu dilakukan untuk mengamati pengaruh pemberian
probiotik enkapsulasi terhadap produksi susu sapi perah. Pengukuran Produksi
dilakukan setiap hari, yaitu pagi dan sore hari. Pada pagi hari, pemerahan dilakukan
pada pukul 05.30 dan 15.30 pada sore hari. Alat yang digunakan untuk mengukur
produksi susu adalah gelas ukur. Data produksi yang diperoleh dikonversi menjadi 4%
FCM dengan rumus : metode Gaines yang telah disitir oleh (Wickes 1983).
4% FCM = (0.4 x Kg Produksi Susu + (15 x % lemak susu x Kg Produksi susu).
Analisis Kualitas Susu
Pengujian kualitas air susu bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi
probiotik enkapsulasi terhadap kualitas air susu. Analisis kualitas ini dilakukan setiap
hari pada waktu pagi dan sore hari dengan menggunakan lactoscan Tipe S_L. Kualitas
yang diuji berupa kandungan lemak, densitas, solid, protein dan laktosa.
Penetapan Kadar Aflatoksin Susu
Pengujian kadar aflatoksin M1 pada susu sapi perah bertujuan untuk mengamati
efektivitas probiotik enkapsulasi dalam mengurangi kadar aflatoksin M1 pada susu sapi
perah. Pengujian dilakukan menggunakan metode AOAC (2005) dengan Limit of
Detection (LOD). Kadar aflatoksin susu dianalisis pada kondisi UPLC. Sebelum susu
dianalisa kadar aflatoksinnya, dilakukan pembuatan kurva standar aflatoksin M1
terlebih yaitu : 0.01 ppb, 0.05 ppb, 0.1 ppb, 0.5 ppb dan 1 ppb. Susu yang telah
dibekukan dicairkan pada suhu ruang. Sebanyak 5 ml sampel diambil dan dimasukkan
ke dalam seppak C18 yang telah dikondisikan dengan menggunakan masing-masing 3
ml aquabidest dan methanol. Kemudian seppak dicuci dengan menggunakan 2 ml
aquabidest dan dielusi dengan menggunakan 3 ml Methanol : Acctonitril (1:1). Seppak
dikeringkan dengan menggunakan turbovab evaporator dengan suhu 400C selama 60
menit. Kemudian seppak dilarutkan dengan fase gerak (Methanol: 10mM Ammonium
Acetat 60:40) dan diinjeksi 30 ke UPLC. Hasil yang keluar dalam bentuk grafik.
Pengukuran dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Jakarta.
Analisis Data
Data produksi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANCOVA
(Analysis of Covariance), sedangkan data kualitas menggunakan ANOVA (Analysis of
Variance). Data yang berbeda nyata di uji lanjut menggunakan uji jarak duncan. Kadar
aflatoksin susu disajikan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efek Freezedrying terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik Enkapsulasi dan Nonenkapsulasi
Pengaruh enkapsulasi terhadap uji viabilitas sel selama masa pengeringan beku
diukur dengan membandingkan jumlah total bakteri probiotik enkapsulasi dengan
nonenkapsulasi sebelum dan setelah pengeringan beku. Perubahan jumlah bakteri
setelah pengeringan beku ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Viabilitas probiotik BAL, MR4 dan MR2 terenkapsulasi dan
nonenkapsulasi selama masa freezedrying
Total Bakteri
Probiotik
BAL
MR2
MR4
Enkapsulasi
Sebelum
Setelah
Freezedrying
Freezedrying
(CFU ml-1)
(CFUg-1)
8
2.8 × 10
5.0 × 108
23 × 106
8.5 × 106
8
9.3 × 10
1.0 × 108
Nonenkapsulasi
Sebelum
Setelah
Freezedrying
Freezedrying
(CFU ml-1)
(CFUg-1)
8
3.8 × 10
0.28 × 108
530 × 106
8.5 × 106
8
4.2 × 10
3.3 × 108
Berdasarkan Tabel 1, pada probiotik enkapsulasi populasi bakteri probiotik BAL
mengalami peningkatan setelah mengalami freezedrying sebesar 78.57%. Peningkatan
ini disebabkan sebagai akibat proses pengeringan, sehingga populasi bakteri lebih
terkonsentrasi. Sementara untuk mikroba rumen, freezedrying pada enkapsulasi
menurunkan jumlah populasi bakteri. Pada MR2, jumlah populasi bakteri mengalami
penurunan sebesar 63.04%, sedangkan MR4 menurun sampai 89.25%. Hal ini sesuai
dengan dugaan semula bahwa freezedrying memberikan efek negatif terhadap mikroba
rumen yang terenkapsulasi. Penurunan ketahanan selama masa freezdrying disebabkan
karena mikroba rumen yang merupakan bakteri anaerob yang sangat rentan terhadap
lingkungan terbuka. Selain itu, disebabkan oleh adanya proses pembekuan dan
pengeringan. Proses pembekuan menyebabkan sel kehilangan kestabilannya, sehingga
mudah rusak selama masa pengeringan. Penyebab utama kerusakan sel bakteri akibat
pengeringan kemungkinan disebabkan karena shock osmotic dengan kerusakan
membran dan perpindahan ikatan hydrogen yang berpengaruh terhadap sifat-sifat
makromolekul hidrofolik dalam sel (Ray, 1993).
Pada proses nonenkapsulasi, freezedrying menyebabkan populasi bakteri BAL
mengalami penurunan sebesar 92.63 %. Demikian halnya dengan MR2 dan MR4. MR2
mengalami penurunan sebesar 98.40%, sedangkan MR4 menurun hingga 21.43%. Hal
ini menandakan bahwa probiotik nonenkapsulasi tidak memiliki kemampuan dalam
mempertahankan populasi bakteri, baik pada BAL, MR2 maupun MR4.
Viabilitas sel BAL terenkapsulasi selama masa freezedrying lebih baik
dibandingkan BAL nonenkapsulasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses
freezdrying tidak menurunkan viabilitas sel probiotik BAL enkapsulasi dan penambahan
bahan pelindung meningkatkan daya hidup sel selama proses freezdrying. Sementara itu
viabilitas MR2 terenkapsulasi mengalami penurunan yang lebih kecil dibandingkan
MR2 nonenkapsulasi, sedangkan MR4 terenkapsulasi mengalami penurunan yang lebih
besar dibandingkan dengan MR4 nonenkapsulasi.
Dari hasil di atas, dapat diketahui bahwa BAL memiliki viabilitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan MR2 dan MR4. Hal ini menandakan bahwa teknik
enkapsulasi probiotik BAL lebih efektif dibandingkan MR2 dan MR4. MR2 dan MR4
merupakan bakteri anaerob yang sangat sensitif dan mudah rusak ketika bersentuhan
dengan oksigen. Proses freezedrying pada MR2 dan MR4 mampu mempengaruhi
ketahanan dan menurunkan jumlah sel bakteri.
Berdasarkan hasil penelitian Tamime (2005), pemanfaatan probiotik enkapsulasi
bertujuan untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan sel bakteri, menstabilkan sel,
dan menjaga viabilitas dan stabilitas sel sehingga sel tetap tinggi selama proses
produksi. Enkapsulasi menekankan pada aspek peningkatan viabilitas sel dalam produk
dan saluran pencernaan, serta untuk meningkatkan sifat sensorik produk (Mortazavian
et al. 2007).
Sifat membran atau kapsul dari bahan penyalut harus disesuaikan dengan tujuan
penggunaan probiotik terenkapsulasi pada suatu produk. Membran dirancang untuk
melindungi sel dan dapat melepaskan sel dengan laju pelepasan yang terkontrol pada
kondisi yang spesifik serta memungkinkan terjadinya difusi molekul yang berukuran
kecil (sel, metabolit dan substrat) melintasi membran (Vidyalakshmi et al. 2009). Bahan
penyalut untuk Probiotik BAL dalam penelitian ini menggunakan sodium alginate dan
laktosa. Keuntungan dari penggunaan Sodium alginate adalah bahan ini memiliki sifat
mudah di degradasi dan diserap. Selain itu, Reyed (2007) menyatakan bahwa sodium
aginat memberikan pengaruh difusi nutrien dan metabolisme yang baik dalam
mempertahankan pertumbuhan sel, sedangkan penggunaan laktosa berfungsi sebagai
sumber energi dan nutrisi bagi sel untuk mempertahankan kehidupannya (Rahman 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan Leslie et al. (1995) menunjukkan bahwa gula dapat
meningkatkan ketahanan mikroba terhadap freezedrying karena kemampuannya
menurunkan suhu pada fase transisi membran dan melindungi struktur protein dalam
keadaan kering.
Pengaruh Probiotik enkapsulasi terhadap Produksi Susu Sapi Perah
Produksi susu harian menunjukkan bahwa pemberian probiotik menghasilkan
produksi susu yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan sapi yang tidak
diberi probiotik (Gambar 2).
Pengaruh penambahan probiotik BAL dan MR4 pada pakan sapi perah terhadap
produktivitas susu sapi perah Fristian Holstein berdasarkan 4% FCM disajikan pada
Table 2. Suplementasi probiotik BAL dan MR4 memberikan pengaruh yang berbeda
secara signifikan terhadap produksi susu sapi perah, artinya sapi yang disuplemen
probiotik memiliki rataan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Dari
hasil ini dapat diketahui bahwa persentase peningkatan produksi susu adalah sebesar
29.93%. Sehingga, pemberian probiotik mampu memberikan efek positif terhadap
produktivitas susu sapi perah. Peningkatan produksi ini disebabkan karena probiotik
mampu memperbaiki penyerapan nutrien, menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dan menciptakan keseimbangan mikroflora.
Schrezenmeir dan deVerse pada tahun 2001 mendefinisikan probiotik sebagai
sebuah produk yang mengandungi mikroorganisme yang diketahui jenisnya dan dalam
jumlah viable serta memberi manfaat kepada kesehatan konsumen dengan mengubah
mikroflora (dengan implantasi atau kolonisasi) dalam kompartemen dari penderita. Efek
kesehatan yang menguntungkan dalam sistem intestinal host. Menurut pendapat
Asmarasari et al. (2010), peningkatan produksi karena penambahan probiotik memberi
efek stimulasi pada bakteri rumen yang berpengaruh pada peningkatan perombakan
asam laktat sehingga mengakibatkan stabilisasi pH rumen, peningkatan penggunaan
amonia untuk sintesis protein oleh mikroba, peningkatan populasi mikroba yang
memberi pengaruh pada peningkatan kecernaan serat, peningkatan konsumsi pakan dan
suplay substrat ke usus halus sehingga meningkatkan produksi susu. Bakteri asam
laktat dengan aktivitas probiotiknya berperan penting dalam mengatur ekosistem
saluran pencernaan.
Produksi (kg hari-1)
20
15
10
5
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Hari
Gambar 4. Rataan Produksi harian susu 4% FCM selama 20 hari setelah masa
adaptasi. ──▲── Kontrol, ──■── Perlakuan
Aktivitas probiotik terbagi atas 3 spektrum, yaitu nutrisi, fisiologi dan efek antimikroba.
Aspek nutrisi berupa penyediaan enzim untuk membantu metabolisme komponen
makanan (laktase), sintesis beberapa vitamin (K, folat, piridoksin, pantotenat, biotin dan
riboflavin) dan menghilangkan racun metabolit komponen makanan di dalam usus.
Aspek fisiologi meliputi kemampuan menjaga keseimbangan komposisi mikroflora usus
dan menstimulasi sistem kekebalan usus. Efek antimikroba yang dimiliki oleh probiotik
yaitu kemampuannya untuk memperbaiki ketahanan terhadap bakteri pathogen (Naidu
dan Clemens. 2000).
Pengaruh Suplementasi Probiotik terhadap Kualitas Susu
Pemberian probiotik terenkapsulasi tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap peningkatan kualitas susu. Secara statistik, suplementasi probiotik pada pakan
sapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan rataan persentase
lemak, densitas, solid, laktosa maupun protein. Namun, terjadi perbaikan nilai rataan
pada komponen tersebut. Persentase peningkatan densitas adalah 9.26%, 1.18%, solid
1.57%, laktosa 1.21% sedangkan pemberian probiotik tidak mempengaruhi kandungan
protein susu. Semakin meningkatnya rataan kadar lemak susu, maka semakin tinggi
pula harga susu tersebut. Hal ini tentunya memberikan efek positif secara ekonomi
terhadap peternak.
Kualitas susu yang dihasilkan sapi merupakan gambaran dari kualitas pakan
yang diberikan. Semakin baik pakan yang diberikan semakin baik pula kualitas susu
yang diproduksi sapi. Pemberian probiotik diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pakan dan efektivitas penyerapannya di dalam saluran pencernaan. Penentuan harga
susu di KUNAK bergantung pada kualitas susu yang dihasilkan, terutama kadar lemak
susu. Hasil pengukuran kualitas susu disajikan pada Table 2.
Tabel 2. Perbedaan produksi dan kualitas susu sapi perah yang diberi ransum dengan
dan tanpa suplementasi probiotik
Parameter
Perlakuan
Kontrol
Probiotik
10.96 ± 1.63a
14.24 ± 2.78b
Solid(%)
7.50 ± 0.65
7.62 ± 0.59
Laktosa(%)
4.14 ± 0.36
4.19 ± 0.34
Protein(%)
2.83 ± 0.44
2.82 ± 0.22
Lemak(%)
3.46 ± 0.88
3.79 ± 1.09
1026.56±2.74
1026.87±1.95
Produksi (Kg hari-1)
Densitas (kgm-3)
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada
taraf (P < 0.05)
Peningkatan rataan kualitas susu ini disebabkan karena adanya peningkatan
aktivitas bakteri pada saluran pencernaan. Widiawati dan Winugroho (2007)
menyatakan bahwa pemberian probiotik (Bioplus, S. cerevisiae dan C. utilis) mampu
meningkatkan kadar lemak dari 2.92 menjadi 3.03%, tetapi probiotik S. cerevisiae tidak
dapat mempengaruhi kandungan protein susu maupun laktosa (Nikkhah et al. 2004).
Sidik (2003) manyatakan, bahwa faktor jumlah dan kualitas pakan, bulan laktasi, fase
laktasi dan bangsa sapi perah mempengaruhi produksi susu sapi perah.
Pengaruh Suplementasi Probiotik terhadap Kadar Aflatoksin M1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek pemberian probiotik terhadap kadar
aflatoksin M1 susu sapi perah tidak terdeteksi, karena berada di bawah LOD yaitu 0.025
ppb. Hal ini disebabkan karena pakan yang digunakan tidak tercemar aflatoksin B1 pada
level yang sangat tinggi. Pada level yang rendah, aflatoksin dapat didegradasi oleh
mikroba rumen, sehingga residu metabolit aflatoksin B1 yaitu aflatoksin M1
disekresikan dalam jumlah yang relatif kecil. Beberapa mikroorganisme diketahui
mampu mengurangi cemaran aflatoksin secara in vitro (Pierides et al. 2000;
Kankaanpaa et al. 2000), diantaranya adalah bakteri asam laktat (Lactobacillus spp) dan
mikroba rumen yang diketahui mampu mendegradasi aflatoksin di rumen sehingga
memungkinkan untuk dijadikan sebagai probiotik (Suryahadi et al. 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi temperatur, kelembaban, cahaya,
aerasi, pH, sumber karbon dan komposisi kimiawi dari nutrien yang diberikan (Yu et al.
2002). Kecepatan pembentukan Aflatoksin menjadi berkurang akibat cekaman pada
substrat pertumbuhannya akibat akumulasi produk metabolit dari bakteri asam laktat (Chiou
et al. 2002). Bakteri asam laktat kemungkinan mempunyai kemampuan untuk menurunkan
kadar Aflatoksin yang terbentuk dengan suatu mekanisme enzimatik tertentu, walaupun
untuk membuktikan hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Batas konsentrasi residu maksimum untuk aflatoksin M1 dalam susu atau
produk yang dihasilkan dari susu sebesar 1 μgL-1 atau 1 ppb (Indonesia), 0.5 μgL-1
(FDA, Amerika) dan 0.05 μgL-1 (Negara Uni Eropa).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Teknik enkapsulasi mampu mempertahankan viabilitas BAL dan bakteri
anaerobik MR4. Pada MR4, enkapsulasi akan lebih baik jika tidak disertai proses
freezedrying. Penggunaan kombinasi probiotik BAL dan MR4 dapat meningkatkan
produksi susu sapi perah sebesar 29.93%, akan tetapi tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kualitas susu. Kemampuan probiotik majemuk tersebut dalam
mengurangi kadar aflatoksin dalam susu belum terdeteksi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam mengidentifikasi karakteristik isolat
mikroba MR2 dan MR4. Selain itu untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan
dengan menggunakan level pemberian untuk mengetahui kadar pemberian probiotik
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrazzaq YM, Osman Y, Yousif ZM, Trad O. 2004. Morbidity in neonates of
mothers who have ingested aflatoxins. Ann Trop Paediatr. 24(2): 145 – 151.
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Australia (USA): AOAC International.
Carvalho AS, Silva J, Ho P, Teixeira P, Malcata FX, Gibbs P. 2004. Relevant factors for
the preparation of freeze-dried lactic acid bacteria. Int Dairy J. 14: 835–847.
Chiou CH, Miller M, Wilson DL, Trail F, Linz JE. 2002. Chromosomal Location Plays
a role in regultion of aflatoxin gene expression in Aspergillus parasiticus. App
Environ Microbiol. 68(1): 306 -315.
Dewanti-Hariyadi R, Andjaya N, Suliantari, Nuraida L. 2001. Teknologi Fermentasi.
Penuntun Praktikum. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor (ID): IPB.
IARC. 1993. IARC Monographs on the evaluation of carcinogenic risks to human. Vol.
56. Some naturally occurring substances: food items and constituents,
heterocyclic aromatic amines and mycotoxins. International Agency for
Research on Cancer. Lione.
Kankaanpaa P, Tuomola E, El-Nezami H, Ahokas J, Salminen SJ. 2000. Binding of
aflatoxin B1 alters the adhesion properties of Lactobacillus rhamnosus strain
GG in a caco-2 model. J Food Prot. 63 (3):412-414.
Krasaekoopt W, Bhandari, Deeth. 2003. Evaluation of encapsulation techniques of
probiotics for yoghurt [ulasan]. Int Dairy J. 13: 3–13.
Lian WC, Hsio HC, Chou CC. 2002. Survival of Bifidobacterium longum after spray
drying. Int J Food Microbiol. 74:79-86.
Leslie SB, Israeli E, Lighthart B, Crowe JH, Crowe LM. 1995. Trehalose and Sucrose
protect both membranes and proteins in intact bacteria during drying. J Appl
Environ Microbial. 61: 3592-3597.
Makfoeld D. 1993. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Mortazavian A, Razavi SH, Ehsani MR, Sohrabvandi. 2007. Principle and methods of
microencapsulation of probiotic microorganisms. Iran J Bioethanol. 5(1): 1-18.
Nikkhah, A, Bonadaki, Zali. 2004. Effect of feeding yeast Saccharomyses cerevisiae on
productive performance of lactating Holstein dairy cow. Iranian J Agric Sci. 35
(1): 53–60.
Pierides MH, El-Nezami K, Peltonen S, Salminen, Ahokas J. 2000. Ability of dairy
strains of lactic acid bacteria to bind aflatoxin M1 in a food model. J Food Prot.
63(5):645 – 650.
Rahman. 2009. Karakteristik mikrobiologis kultur starter kering kefir dengan sinbiotik
terenkapsulasi dalam bentuk granul. [Skripsi] Di dalam: Rukmana R. 2005. Budi
Daya Rumput Unggul. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Ray B. 1993. Sublethal injury, bacteriocins and food microbiology. ASM News. 59: 258291
Reyed M. 2007. Novel hybrid entrapment approach for probiotik cultures and its
aplication during lyophilization. Internet J Biol Anthropol. 3(2): [Hal tidak
diketahui].
Rokka S, Rantamaki P. 2010. Protecting probiotic bacteria by microencapsulation:
Challenges for industrial applications. Eur Food Res Technol. 231: 1-12.
Schrezenmeir, J. dan de Vrese, M., 2001. Probiotics, prebiotics, and synbiotics
Approaching a definition. Am J Clin Nutr. 73: 361S–364S.
Simanjuntak R. 2005. Dekontaminasi aflatoksin B1 melalui peningkatan oleh bakteri
asam laktat [Tesis]. Ilmu dan Teknologi Pangan. Yogyakarta (ID): Universitas
Gadjah Mada.
Sidik R. 2003. Estimasi kebutuhan net energi laktasi sapi perah produktif yang diberi
pakan komplit vetunair. Media Kedokteran Hewan. 19 (3): 135-138.
Sisriyeni D. 2013. Isolasi bakteri yang mampu mendegradasi aflatoksin di rumen
[Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suryahadi, Wiryawan KG, Evvyernie D, Pantaya D, Sisriyeni D. 2012. Penggunaan
probiotik sebagai agen detoksifikasi mikotoksin pada ruminansia. Makalah
Seminar Hasil-Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. LPPM IPB Bogor.
Tajik H, Rohani SMR, Moradi M. 2007. Detection of aflatoxin M1 in raw and
commercial pasteurized milk in Urmia, Iran. J BioSci. 10(22): 4103-4107.
Tamime AY, Saarela M, Sondergaard AK, Mistry VV, Shah NP. 2005. Production and
maintenance of viability of probiotic micro-organismn in dairy products.
Didalam: Tamime AY, editor. Probiotic Dairy Products. Oxford (OXF):
Blackwell Publishing Ltd. hlm 39-63.
Paranthaman R, Vidyalakshmi S, Murugesh, Singaravadivel K. 2009. Optimization of
various culture media for tannase production in submerged fermentation by
Aspergillus flavus. Adv Biol Res. 3(1-2): 34-39
Wahyudi A, Samsundari S. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi Rahasia Hidup Sehat
Panjang Umur. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Wickes RB. 1983. Feeding experiment with dairy catlle. In. Dairy Catlle Research
Techniques. Edited by Termouth-Queensland of Primary Industries. Australia
(AU).
Widiawati, Y, Winugroho M. 2007. Pengaruh pemberian konsentrat fermentasi dan
probiotik terhadap produksi susu sapi perah di Pondok Rangon. Prosiding
Seminar Sapi Perah. 2006.
Yu J, Bhatnagar D, Ehrlich. 2002. Aflatoxin biosynthesis. Rev Iberoam Mycol 19:
191-200.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil perhitungan lemak susu secara satatistik
Sumber
keragaman
Model
terkoreksi
Intercept
Perlakuan
kelompok
Galat
Total
Total
terkoreksi
Jumlah
Kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
tengah
F
Sig.
.480(a)
5
.096
.281
.902
131.116
.279
.201
1.367
132.963
1
1
4
4
10
131.116
.279
.050
.342
383.757
.816
.147
.000
.417
.955
1.846
9
Lampiran 2. Rataan dan simpangan baku kadar lemak susu
Kelompok
1
2
3
4
5
rataan
Perlakuan
Kontrol
3.83 ± 1.01
3.03 ±0,74
4.03 ± 0,66
3.47 ± 0,79
2.91 ± 0,60
3.46 ± 0,88
Probiotik
3.78 ± 0,98
4.33 ±0,76
3.39 ± 0,78
3.44 ± 0,58
4.00 ± 1.77
3.79 ± 1.09
Lampiran 3. Hasil perhitungan produksi susu secara statistik
Sumber
keragaman
Model terkoreksi
Intercept
Perlakuan
kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Jumlah Kuadrat
31.745(a)
1587.348
26.863
4.882
5.008
1624.101
36.753
Derajat
bebas
5
1
1
4
4
10
9
Kuadrat
F
tengah
6.349
5.071
1587.35 1267.76
26.863 21.455
1.22
0.975
1.252
Sig.
0.07
0
0.01
0.51
Lampiran 4. Rataan dan simpangan baku kadar solid
Perlakuan
Kelompok
Kontrol
7.45 ± 0.36
7.32 ± 0.62
7.97 ± 0.66
7.59 ± 0.71
7.18 ± 0.57
7.50 ± 0.65
1
2
3
4
5
rataan
Probiotik
8.02 ± 0.41
7.60 ± 0.60
7.21 ± 0.64
7.73 ± 0.52
7.49 ± 0.48
7.62 ± 0.59
Lampiran 5. Hasil perhitungan kadar solid secara statistik
Sumber
keragaman
Model
terkoreksi
Intercept
Perlakuan
kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Jumlah
Kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
tengah
F
Sig.
.231(a)
5
0.046
0.353
0.858
571.385
0.032
0.199
0.525
572.141
0.756
1
1
4
4
10
9
571.385 4356.229
0.032
0.248
0.05
0.379
0.131
0
0.645
0.815
Lampiran 6. Hasil perhitungan kadar density secara statistik
Sumber
keragaman
Model
terkoreksi
Intercept
Perlakuan
kelompok
Galat
Total
Total
terkoreksi
Jumlah
Kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
tengah
F
Sig.
3.731(a)
5
0.746
0.609
0.703
7135.844
0.234
3.496
4.904
7144.478
1
1
4
4
10
7135.84
0.234
0.874
1.226
5820.59
0.191
0.713
0
0.685
0.624
8.634
9
Lampiran 7 Rataan dan simpangan baku kadar density
Perlakuan
Kelompok
Kontrol
26.20 ± 1,48
26.29 ± 2,34
27.91 ± 2,28
27.12 ± 2,78
25.28 ± 3.80
26.56 ± 2,74
1
2
3
4
5
rataan
Probiotik
28.28 ± 1.13
26.51 ± 2,04
25.72 ± 1.71
27.61 ± 1.94
26.21 ± 1.75
26.87± 1.95
Lampiran 8. Rataan dan simpangan baku kadar laktosa
Perlakuan
Kelompok
Kontrol
4.11 ± 0.20
4.02 ± 0.36
4.40 ± 0,36
4.19 ± 0,39
3.96 ± 0.31
4.14 ± 0,36
1
2
3
4
5
rataan
Probiotik
4.37 ± 0.19
4.22 ± 0.34
3.95 ± 0.45
4.27 ± 0.29
4.12 ± 0.26
4.19 ± 0.34
Lampiran 9. Hasil perhitungan kadar laktosa secara statistik
Sumber
keragaman
Model terkoreksi
Intercept
Perlakuan
kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Jumlah Kuadrat
3.731(a)
7135.844
0.234
3.496
4.904
7144.478
8.634
Derajat
bebas
5
1
1
4
4
10
9
Kuadrat
F
tengah
0.746
0.609
7135.84 5820.59
0.234
0.191
0.874
0.713
1.226
Lampiran 10. Rataan dan simpangan baku kadar protein
Kelompok
1
2
3
4
5
rataan
Perlakuan
Kontrol
2.76 ± 0.14
2.70 ± 0.23
2.95 ± 0,24
2.81 ± 0,26
2.91 ± 0.88
2.83 ± 0,44
Probiotik
2.96 ± 0.15
2.83 ± 0.23
2.67 ± 0.24
2.86 ± 0.19
2.77 ± 0.18
2.82 ± 0.22
Sig.
0.703
0
0.685
0.624
Lampiran 11. Hasil perhitungan kadar protein secara statistik
Sumber keragaman
Model terkoreksi
Intercept
Perlakuan
kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Jumlah Kuadrat
.011(a)
79.637
0
0.011
0.079
79.726
0.089
Derajat Kuadrat
F
bebas
tengah
5
0.002
0.11
1
79.637 4055.861
1
0
0.008
4
0.003
0.136
4
0.02
10
9
Sig.
0.984
0
0.932
0.961
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1992 di
Bulukumba tepatnya di daerah paling selatan Kota Makassar,
Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara dari pasangan bahagia Bapak Safaruddin dan Ibu
Sitti Wartatiah. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di
SDN 196 Tritiro di desa Kalumpang pada tahun 1998 sampai
2004, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP N 1
Bontotiro pada tahun 2004-2007.
Pada 2007-2010, penulis melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 1 Benteng Selayar dan diterima di Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2010 di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan. Semasa kuliah, Penulis juga aktif dalam berbagai
organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM D) Fakultas Peternakan IPB,
sebagai staff pada periode 2011-2012 dan 2012-2013 dan organisasi Forum
Aktivitas Mahasiswa Muslim (FAMM Al-an’am) Fakultas Peternakan IPB
sebagai ketua divisi pada periode 2012-2013. Penulis pernah mengikuti magang di
Koperasi Susu Lembang Bandung pada tahun 2012. Penulis juga pernah meraih
prestasi dalam ajang penulisan karya tulis di Aisc-Taiwan pada tahun 2013 dan
HISAS di Hokkaido Jepang pada tahun 2014. Selain itu, penulis pernah menjalani
program pertukaran pelajar di Mie University, Jepang selama 6 bulan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Suryahadi DEA dan Dr. Sri
Suharti, S.Pt. M.Sc. selaku pembimbing yang telah memberi banyak saran.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Pusat Studi Hewan Tropika (CENTRAS)
dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IPB yang
telah memberikan bimbingan, wadah serta dukungan selama menjalani penelitian
ini. Terima kasih juga kepada Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah
memberikan bantuan dana melalui dana BOPTN. Selain itu, tidak lupa pula
ucapan terima kasih kepada teknisi laboratorium Mikrobiologi Pangan L1
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, SEAFAST dan KUNAK. Ungkapan
terima kasih kepada Tetta, mama, kak Etty dan kak Mizwar atas segala doa, kerja
keras, dukungan dan kasih sayangnya.
Download