BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengembangan budi daya ikan tawar sering terkendala penyakit yang disebabkan
oleh bakteri patogen. Dalam upaya mengatasi serangan patogen, petani dan
pengusaha ikan banyak menggunakan bahan-bahan kimia maupun antibiotik yang
dapat meningkatkan resistensi bakteri patogen. Selain itu penggunaan bahanbahan kimia dan antibiotik pada budi daya ikan akan memberikan dampak negatif
bagi lingkungan, ikan yang bersangkutan dan manusia yang mengkonsumsinya.
Oleh sebab itu, diperlukan langkah antisipatif untuk pengendalian penyakit pada
ikan yang berpedoman pada kaidah keseimbangan ekosistem salah satunya adalah
penggunaan bakteri probiotik sebagai agen kontrol mikroba (Khasani, 2007).
Probiotik didefinisikan sebagai sel mikroba yang jika dikonsumsi dalam
jumlah yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan. Probiotik pada sistem
akuakultur dapat memberikan pengaruh menguntungkan bagi inang melalui
modifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau bagi komunitas mikroba lingkungan
hidupnya, meningkatkan respon kekebalan inang terhadap patogen, meningkatkan
nilai nutrisi pakan, dan meningkatkan kualitas air (Verschuere et al. 2000).
Aplikasi probiotik akuakultur untuk mengendalikan patogen pada budi
daya ikan telah banyak dilakukan, antara lain oleh Azhar, 2013; Setiawati et
al.,2013; dan Nursyirwani et al., 2011. Akan tetapi, viabilitas dan kelangsungan
hidup probiotik yang rendah selama penyimpanan dan aplikasi masih menjadi
kendala. Menurut Marteau et al.,(1997), ketika probiotik masuk ke dalam saluran
pencernaan, viabilitas probiotik dapat mengalami penurunan karena pengaruh pH
saat kontak dengan asam lambung dan garam empedu. Selain itu kondisi selama
masa penyimpanannya (oksidasi, perubahan suhu, kadar air, kontaminasi) dapat
mempengaruhi ketahanan hidup probiotik, sehingga diperlukan pertahanan fisik
bagi sel probiotik untuk menghadapi kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan. Salah satu metode untuk melindungi sel dari kondisi lingkungan
yang tidak menguntungkan adalah enkapsulasi.
Universitas Sumatera Utara
2
Enkapsulasi merupakan proses penyalutan suatu substansi, dalam hal ini
probiotik sebagai bahan inti dengan menggunakan bahan enkapsulasi tertentu
yang berperan sebagai membran pelindung untuk memisahkan material inti
dengan lingkungannya hingga material tersebut terlepas (release) ke lingkungan.
Beberapa metode untuk menyiapkan bakteri terenkapsulasi telah dikembangkan,
misalnya
penjeratan
sel
mikroba
dalam
kalsium-alginat.
Enkapsulasi
menggunakan kalsium-alginat untuk melindungi probiotik dalam kondisi saluran
pencernaan menunjukkan viabilitas yang lebih tinggi dibanding sel bakteri bebas.
(Sheu & Marshall, 1993). Penggunakan kalsium-alginat ini relatif lebih praktis,
murah, dapat terurai dalam tubuh serta tidak beracun sehingga aman bila
digunakan.
Enkapsulasi menggunakan alginat biasa ditambahkan dengan berbagai
jenis bahan tambahan yang berfungsi sebagai bahan pengisi atau sebagai penyalut
(coating) untuk meningkatkan ketahanan mekanik kapsul.Penggunaan bahan
tambahan untuk enkapsulasi perlu dipertimbangkan, karena masing-masing bahan
mempunyai karakter yang berbeda dan belum tentu sesuai dengan bahan inti yang
dienkapsulasi. Dari beberapa penelitian, penggunaan bahan penyalut berbasis
protein memberikan hasil ketahanan yang lebih baik. Salah satunya adalah susu
skim (Adrianto, 2011; Hsio et al., 2014; Fu & Chen, 2011; García, 2011; FritzenFreire., 2013). Selain bahan enkapsulan, proses enkapsulasi juga disertai dengan
penambahan prebiotik untuk meningkatkan viabilitas sel bakteri seperti inulin.
Kombinasi antara probiotik dan prebiotik sering disebut dengan sinbiotik.
Pada penelitian ini, campuran alginat-susu skim dan prebiotik inulin
digunakan untuk mengenkapsulasi bakteri asam laktat isolat PG7 yang diisolasi
dari
saluran
pencernaan
ikan
nila (Oreochromisniloticus).
Karakteristik
mikrokapsul akan dikaji melalui parameter kualitatif meliputi bentuk dan ukuran
kapsul, kontaminasi dan viabilitas bakteri terenkapsulasi terhadap pengaruh suhu,
masa simpan, lama pengeringan, dan kondisi saluran pencernaan ikan serta
kecepatan release (pembebasan) sel yang terperangkap di dalam kapsul.
Universitas Sumatera Utara
3
1.2. Permasalahan
Viabilitas dan stabilitas bakteri probiotik dalam menghadapi lingkungan
yang kurang menguntungkan masih menjadi kendala pada sistem budi daya ikan
air tawar. Oleh karena itu, bakteri probiotik perlu diberikan perlindungan fisik
salah satunya adalah metode enkapsulasi dengan teknik ekstrusi menggunakan
bahan pengkapsul seperti alginat dan susu skim serta penambahan prebiotik
inulin. Viabilitas bakteri terenkapsulasi dapat menurun akibat oksidasi, pH, suhu,
kadar air, dan kontaminan. Maka, karakteristik mikrokapsul perlu dikaji untuk
mengetahui pengaruh enkapsulasi terhadap viabilitas bakteri selama masa
penyimpanan, kondisi saluran pencernaan ikan, lama pengeringan, dan
kontaminan serta kecepatan pelepasan sel (release).
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik mikrokapsul isolat
bakteri asam laktat sebagai probiotik air tawar yang dienkapsulasi menggunakan
bahan alginat-susu skim dan penambahan prebiotik inulin melalui parameter
kualitatif, diantaranya sifat mikrogeometri mikrokapsul (bentuk dan ukuran),
kecepatan pembebasan sel ke lingkungan, viabilitas sel probiotik selama berada
dalam penyimpanan, simulasi kondisi saluran pencernaan ikan, lama pengeringan,
dan kontaminasi kapang khamir.
1.4. Hipotesis
Sel bakteri terenkapsulasi memiliki viabilitas yang lebih tinggi dari sel
bebas. Enkapsulasi dengan karakteristik tertentu mampu menjaga viabilitas sel
probiotik selama berada dalam penyimpanan, simulasi kondisi saluran pencernaan
ikan, lama pengeringan, kontaminasi kapang khamir, dan mampu keluar ke
lingkungan target.
1.5. Manfaat
Melalui penelitian ini diperoleh mikrokapsul sinbiotik dengan karakteristik
terbaik untuk diaplikasikan pada budi daya ikan air tawar yang bersifat ramah
lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Download