Kadir Khalid

advertisement
EKONOMI&INVESTASI
B8
Jam Tangan
Cabai
Rawit
Penyumbang
Cina Diminati
di Makassar Inflasi Terbesar di Makassar
SELASA
4 JANUARI 2011
FAHMI ALI (TEMPO)
MAKASSAR — Jam tangan atau arloji yang di-
impor dari Cina diminati di Makassar. Busmay, penjual jam tangan di Stan Mulia Grup
Mal Karebosi Link, mengatakan penjualan
jam tangan produksi Cina itu marak sejak
Oktober 2010. “Dari segi merek dan model,
jam impor dari Cina tidak kalah oleh jam buatan Jepang,” katanya di Mal Karebosi Link
Makassar kemarin.
Ia mengatakan jam asal Cina yang diminati antara lain bermerek Omega, Casio, BMG,
Alba, Hoops, dan Monol. Jam-jam tersebut
dijual dengan harga murah dan modelnya
beraneka ragam.
Menurut Busmay, jam itu dibanderol dengan harga mulai Rp 35 ribu per unit. Ia mengatakan merek Monol yang paling diminati
konsumen. Jam tangan tersebut memiliki model unik dan mempunyai banyak pilihan warna.
Selain itu, menurut dia, jam tangan merek
Monol tersebut dulunya tidak dijual di pasar.
Untuk mengoleksinya, pembeli harus pesan
melalui Internet. “Jam tangan merek Monol
ini yang lagi menjadi tren dan paling banyak
pembelinya,”ujarnya. Dia mengatakan omzet
penjualan mampu menembus Rp 2 juta per
hari.
Rahmatia, pembeli jam tangan di Mal Karebosi Link, mengaku senang membeli jam
tangan merek Monol. “Saya senang beli jam
ini karena lagi tren dan harganya juga murah,”katanya.
Sementara itu, Haslinda, staf penjual di toko Seiko di Mal Panakkukang, Makassar,
mengaku tidak khawatir atas maraknya penjualan jam asal Cina. Ia mengatakan jam merek Seiko menyasar pasar yang berbeda.
“Pembeli tetap stabil,”katanya.
Haslinda menambahkan, kualitas jam tangan buatan Jepang sudah teruji. Toko ini juga menjual jam merek Alba, yang sudah diakui kualitasnya. Dia mengatakan kedua jam
itu dibanderol mulai Rp 444 ribu hingga lebih
dari Rp 10 juta. “Pembeli yang mengutamakan kualitas pasti memilih membeli di sini
karena sudah terjamin kualitasnya,”katanya.
● SYAMSULMARLIN
Kemarin, harga cabai
rawit bertengger di
Rp 65 ribu per kilogram.
MAKASSAR — Komoditas cabai
rawit menjadi penyumbang inflasi terbesar pada Desember
2010 di Kota Makassar. Kepala
Badan Pusat Statistik Sulawesi
Selatan Bambang Suprijanto
mengatakan, selama Desember
2010, inflasi di Makassar mencapai 1,15 persen dengan indeks
harga konsumen (IHK) sebesar
125,42.“Inflasi di Makassar Desember tahun lalu cukup tinggi,”
kata Bambang di kantor BPS
Sulawesi Selatan kemarin.
Ia mengatakan inflasi Sulawesi Selatan mencapai 1,1 persen, lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi Kota
Makassar. Selain Kota Makassar, inflasi di Sulawesi Selatan
memasukkan kenaikan harga di
Parepare, Palopo, dan Watampone. Menurut dia, dari 65 kota di
Indonesia, inflasi terbesar terjadi di Lhokseumawe sebanyak
2,97 persen. Inflasi terendah terjadi di Kota Singkawang, yakni
0,11 persen.
Inflasi Kota Makassar tersebut, menurut Bambang, dipicu
oleh kenaikan harga kebutuhan
pokok. Ada beberapa komoditas
yang menyumbang inflasi di
atas 0,01 persen. Misalnya, cabai
rawit, beras, dan daging ayam.
“Cabai rawit menyumbang inflasi 0,3457 persen,”ujarnya.
Untuk beras, kata Bambang,
harganya naik 0,2145 persen.
Daging ayam ras menyumbang
inflasi 0,1495 persen, minyak goreng 0,0608 persen, dan telur
ayam ras 0,0502 persen.
Kenaikan inflasi juga disumbang oleh naiknya harga ikan
cakalang, emas perhiasan, cabai
merah, ongkos bidan, udang basah, batu bata. Selain itu, teh
manis menyumbang inflasi
0,0161 persen, ikan layang
0,0158 persen, kaus 0,0138 persen, rokok kretek 0,0126 persen,
cumi-cumi 0,0117 persen, dan
kontrak rumah 0,0111 persen.
“Cabai rawitlah penyumbang
inflasi terbesar untuk Kota Makassar,”katanya.
Berdasarkan pantauan Tempo, harga cabai rawit di beberapa pasar tradisional di Kota Makassar terus mengalami peningkatan. Untuk November 2010,
harga cabai rawit hanya Rp 27
ribu per kilogram. Pada Desember 2010, harga cabai rawit naik
hingga Rp 50 ribu per kilogram.
Kemarin, harga cabai rawit bertengger di Rp 65 ribu per kilogram.
Kepala Urusan Penagihan
dan Pembukuan Pasar Terong,
Makassar, Rahmatia, mengakui
harga cabai rawit terus mengalami kenaikan. Selain persediaan yang berkurang, kebutuhan
masyarakat sangat tinggi.“Pada
1 Januari lalu, harganya mencapai Rp 90 ribu per kilogram,”katanya di Pasar Terong kemarin.
Sebelumnya, anggota Staf Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota
Makassar, Muslimin, mengatakan kenaikan harga cabai rawit
tidak akan memicu kenaikan
harga-harga lain di pasar.“Ini tidak bakal berpengaruh terhadap harga-harga lain di pasaran.
Sebab, kenaikan harga cabai rawit bukan dipicu oleh momen
perayaan Natal dan tahun baru,
melainkan berkaitan dengan pengaruh curah hujan yang tinggi
sehingga produksi petani menurun,”katanya.
Menurut dia, kenaikan harga
beras, terigu, dan minyak justru
akan memicu kenaikan harga
kebutuhan lain. “Produk tersebut adalah produk pokok untuk
setiap rumah tangga,”ujar Muslimin. ● SYAMSULMARLIN
IKLAN
Safeguard Mainan Asal Cina Dipertimbangkan
JAKARTA –– Komite Peng-
amanan Perdagangan Indonesia akan mempertimbangkan kemungkinan pengenaan safeguard untuk produk
mainan anak asal Cina.“Jika
sudah ada pengaduan dari
dunia usaha atau Kementerian Perindustrian, kami akan
teliti,” kata Sekretaris Eksekutif Komite Pengamanan
Djoko Mulyono kepada Tempo di Jakarta kemarin.
Safeguard merupakan tindakan pengamanan perdagangan lewat pengenaan bea
masuk tambahan pada barang impor. Ada tiga hal yang
akan dikaji untuk kemungkinan memberlakukan safe-
guard, yakni terjadinya lonjakan impor, adanya industri
yang terganggu (injury), serta
ada hubungan antara lonjakan impor dan injury.
Djoko melanjutkan, jika
jenis mainan impor tersebut
tidak sama persis dengan
mainan yang diproduksi industri dalam negeri, Komite
Pengamanan akan melihat
sifat-sifat barang. “Misalnya
jika kedua fungsi mainan sama, saling mensubstitusi,
maka produk tersebut membuat industri mainan lokal
terganggu,”ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat berencana memberi rekomen-
dasi kepada Kementerian
Perdagangan agar mengenakan kebijakan safeguard terhadap impor produk mainan
asal Cina. Pemberlakuan kebijakan ini berkaitan dengan
banyaknya produk Cina yang
memiliki kualitas di bawah
standar.
Kementerian Perindustrian
juga mencatatkan volume
ekspor mainan anak tahun
ini rata-rata 300 ribu per bulan. Sedangkan volume impor
mencapai 1,5 juta. “Tiga tahun terakhir, impor mainan
asal Cina meningkat hingga
300 persen,”kata Direktur Industri Aneka, Kementerian
Perindustrian, Budi Irmawan.
Budi menambahkan, tidak
ada produk industri mainan
dalam negeri yang serupa dengan mainan impor asal Cina. Namun pengusaha mengeluhkan penurunan penjualan mainan lokal sebesar
10-20 persen.
Kekhawatiran utama pemerintah sebetulnya pada
keamanan mainan impor.
Kementerian sedang menyiapkan Standar Nasional Indonesia untuk produk mainan. “Sementara menunggu
penyelesaian SNI, kami berharap ada tindakan semacam
safeguard untuk membendung impor mainan tersebut,”kata Budi. ● EKA UTAMI APRILIA
Download