padepokan seni mangun dharma dalam kajian

advertisement
PADEPOKAN SENI MANGUN DHARMA
DALAM KAJIAN FUNGSIONALISME STRUKTURAL
M. Eksan*
Abstrak
Seni tari wayang topeng atau seni drama tari wayang topeng Malangan hingga kini
tetap eksis. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas berkesenian dari Padepokan Seni
Mangun Dharma yang fungsinya sebagai tempat belajar dan mengajarkan kesenian,
termasuk bidang seni yang mendukung dalam seni pertunjukkan yang bercirikan
Malangan kepada masyarakat di Malang Raya. Untuk kepentingan akademik dan
praktis dampaknya organisasi kesenian tersebut penting untuk dikaji. Masalah utama
yang akan dikaji di sini adalah bagaimana fungsi sistem, konsep keteraturan dan
kriteria yang dinilai fungsional. Metode yang diterapkan dalam kajian ini, yakni
metode deskriptif dalam konteks pendekatan fungsionalisme struktural. Hasil kajian
menunjukkan Padepokan Seni Mangun Dharma merupakan fakta sosial yang
memiliki konsep realitas empiris di luar imajinasi seseorang. Dalam hal ini seperti
yang diperankan oleh M. Soleh Adi Pramono yang menciptakan berbagai hubungan
sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu tertentu dalam sistem sosial,
sehingga dapat diartikan sebagai struktur sosial yang bersifat tetap dan stabil.
Kata-kata kunci : Padepokan Seni Mangun Dharma, Fungsionalisme
Struktural
Pendahuluan
Padepokan Seni Mangun Dharma, didirikan pada tanggal 26
Agustus 1989 yang berada di Kecamatan Tumpang Kabupaten
Malang, dengan pimpinan Direktur Artistik M. Soleh Adi Pramono
sekaligus sebagai ketua. Selaku manager yaitu Elisabeth Sekar
Arum. Kegiatan-kegiatan yang diupayakan Padepokan Seni secara
tidak langsung merupakan kepedulian M. Soleh AP dan Elisabeth
Sekar Arum terhadap seni tradisi Malangan. Mereka berdua dituntut
untuk berfikir secara mendalam, agar selalu muncul kegiatan seni
yang pada prosesnya terbagi menjadi kegiatan kelompok-kelompok
seni tradisi. Kegiatan Padepokan Seni untuk mencapai tujuan dalam
rangka mengembangkan bidang-bidang dari kegiatan utama yang
meliputi kegiatan rutin, berupa: (1) menyelenggarakan kursus
keterampilan seni tari, pedalangan, macapat, tatah sungging wayang
kulit dan pahat ukir wayang; (2) menyelenggarakan latihan tetap; (3)
bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menyelenggarakan
lokakarya, festival dan kolaborasi; (4) menggelar seni pertunjukan
secara periodik; dan (5) melayani jasa pertunjukan. Semua kegiatan
itu berpusat di Tumpang Kabupaten Malang. Padepokan seni
tersebut, secara nyata menggambarkan ciri-ciri kehidupan
masyarakat (kolektif) yang menunjuk pada unsur-unsur sistem sosial,
yaitu: (1) dalam pelaksanaan kegiatan terdapat pembagian kerja; (2)
dalam prosesnya terdapat ketergantungan antar individu; (3) terdapat
kerjasama dan komunikasi dua arah, meskipun di dalamnya terdapat
perbedaan-perbedaan fungsi antar individu. Di samping itu, berstatus
sebagai organisasi kelompok kesenian yang memiliki kecenderungan
memusatkan perhatiannya kepada fungsi dari unsur-unsur sistem
*
Penulis adalah dosen Seni Rupa Universitas Negeri Malang, sekarang tengah
menyelesaikan studi Pendidikan Seni Program Pascasarjana UNNES
sosial. Dengan demikian sebagai organisasi kelompok yang ada
dalam masyarakat, juga memiliki fungsi dalam arti positip dan negatif.
Artinya, Padepokan Seni di nilai fungsional dalam suatu sistem sosial
setempat.
Sejalan dengan itu, maka permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) bagaimanakah fungsi
Padepokan Seni Mangun Dharma agar tetap bertahan dalam seni
tradisi Malangan? (2) bagaimanakah Padepokan Seni Mangun
Dharma menekankan konsep-konsep keteraturan dan mengabaikan
konflik dalam seni tradisi Malangan? (3) bagaimanakah kriteria yang
dinilai fungsional dalam sistem sosial Padepokan Seni Mangun
Dharma? Tujuan kajian ini untuk mendeskripsikan fungsi sistem yang
diperlukan agar tetap bertahan dalam seni tradisi Malangan;
mendeskripsikan Padepokan Seni Mangun Dharma yang
menekankan konsep-konsep keteraturan dan mengabaikan konflik
dalam seni tradisi Malangan; dan mendeskripsikan kriteria yang dinilai
fungsional dalam sistem sosial pada Padepokan Seni Mangun
Dharma. Manfaat yang diharapkan dari hasil kajian ini adalah: (1)
sebagai kajian mengenai organisasi kesenian, yakni aktivitas seni
bercirikan Malangan yang sampai sekarang masih eksis dan sebagai
pertimbangan pemikiran bagi pendukung maupun komunitas
bersangkutan; (2) sumbangan pemikiran berupa strategi
pembelajaran dan kepedulian dari komunitas seni tradisi Malangan
dalam upaya menyelenggarakan pementasan bercirikan Malangan di
tempat atau daerah lain; (3) sumbangan pemikiran dalam
melestarikan seni tradisi Malangan dan sebagai pemahaman
komunitas bahwa Padepokan Seni Mangun Dharma merupakan aset
bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Malang.
Tinjauan Pustaka
Bertolak dari permasalahan dan untuk mencapai pemahaman
yang menyeluruh terhadap masalah-masalah yang akan dikaji, teori
yang digunakan adalah fungsionalisme struktural. Fungsionalisme
struktural di antaranya pendekatan fungsi, yakni cara memandang
Padepokan Seni Mangun Dharma sebagai kumpulan kegiatan yang
ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan
sistem. Pendekatan fungsi0nal menurut T. Parsons (dalam Ritzer &
J.Douglas 2005:121), bahwa terdapat fungsi penting yang diperlukan
sistem, yaitu harus memiliki 4 (empat) fungsi sebagai berikut: (1)
adaptation (adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi situasi
eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya;
(2) goal attainment (pencapaian tujuan): sebuah sistem harus
mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya; (3) integration
(integrasi): sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagianbagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola
antarhubungan ketiga fungsi penting lainnya (A,G,I), dan (4) latency
(latensi atau pemeliharaan pola): sebuah sistem harus
memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki baik motivasi
individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan
menompang motivasi.
Landasan teori selanjutnya, yang digunakan adalah pendapat
dari Robert K. Merton (dalam Ritzer 2003:23) bahwa teori
fungsionalisme struktural berkecenderungan untuk memusatkan
kepada fungsi dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial yang lain.
Lebih lanjut juga disampaikan konsep-konsep, di antaranya adalah
sebagai berikut: (1) fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati
yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem, oleh
karena fungsi itu bersifat netral secara ideologi; (2) dis-fungsi,
sebagaimana struktur sosial atau pranata sosial dapat menyumbang
terhadap pemeliharaan fakta-fakta sosial lainnya, sebaliknya ia juga
dapat menimbulkan akibat-akibat yang bersifat negatif; (3) fungsi
manifes, yakni fungsi yang diharapkan, dan (4) fungsi latennya, terkait
denga penyediaan kelas rendah yang luas yang memungkinkan
peningkatan status sosial.
Landasan teori untuk menjawab permasalahan yang ketiga
yaitu dengan mengoperasionalkan dari pendapat Herbert Gans
(dalam Ritzer 2003:23-24) bahwa, ”konsep atau fakta sosial”, dinilai
fungsional dalam suatu sistem sosial. Ada 4 (empat) kriteria, masingmasing yang memiliki fungsi, yakni: (1) fungsi ekonomi, meliputi:
tenaga, dana, lapangan kerja baru dan pemanfaatan material; (2)
fungsi sosial, meliputi: norma sosial, altruisme, membayangkan strata,
ukuran kemajuan, membantu kelompok dan badan amal; (3) fungsi
kultural, meliputi: tenaga fisik yang diperlukan dan penerimaan strata
sosial; serta (4) fungsi politik, meliputi: kelompok politik, isu
perubahan dan pertumbuhan dalam masyarakat dan sistem politik.
Dengan demikian, fungsi diperlukan semua sistem.
Fungsionalisme struktural di sini diartikan, sebagai teori yang
digunakan untuk menganalisis Padepokan Seni Mangun Dharma
sebagai organisasi kelompok kesenian di Kabupaten Malang. Artinya,
teori dari T. Parsons, Robert K. Merton dan Herbert Gans dipandang
sebagai satuan kajian atau alat analisis yang terdiri dari unsur-unsur
yang saling berkaitan, berhubungan satu dengan yang lain pada
satuan integral, berfungsi, beroperasi atau bergerak dalam kesatuan
sistem. Konsep Padepokan Seni Mangun Dharma, juga dipahami
sebagai satuan sistemik, yaitu pengertian yang menunjuk pada
aspek: individu, sistem sosial dan kesenian.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah organisasi
kesenian dalam seni tradisi Malangan. Metode yang digunakan, yakni
deskriptif. Latar kajian, Padepokan Seni Mangun Dharma di Dukuh
Kemulan Tulusayu Desa Tulusbesar, RT 28 RW 03, Kecamatan
Tumpang Kabupaten Malang. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Dalam wawancara yang
diwawancarai adalah: pertama, M. Soleh Adi Pramono selaku pemilik,
ketua Padepokan Seni Mangun Dharma dan sekaligus sebagai
pelatih tari dan dalang wayang topeng Malangan; kedua, Henri
Supriyanto sebagai budayawan Malang dan pengurus Dewan
Kesenian Kabupaten Malang.
Isi wawancara dengan informan, khususnya kepada M. Soleh
AP yakni, diprioritaskan pada aktivitas Padepokan Seni Mangun
Dharma dalam seni tradisi Malangan dengan melibatkan di antaranya,
tari, karawitan/macapat, perajin topeng, senirupa, komunitas seni dan
program-program kegiatan yang dilakukan baik kegiatan rutin,
pertunjukan dan festival. Sedangkan wawancara dengan Henri
Supriyanto, yakni informan yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan mengenai kehidupan kesenian terkait dengan
pendukung seni dan masyarakat sekitar serta aktivitas Padepokan
Seni Mangun Dharma di Tumpang Kabupaten Malang. Kemudian dari
hasil penjelasan yang disampaikan oleh informan tersebut, dirangkai
sebagai data lapangan. Bertolak dari data itu, selanjutnya dianalisis
dengan mengoperasionalkan teori fungsionalisme struktural.
Pengamatan yang dilakukan terhadap M. Soleh AP dan
Padepokan Seni berkaitan dengan ruang atau tempat, pelaku,
kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan berupa
tindakan, ucapan, ekspresi dan gerakan tubuh. Sedangkan
dokumentasi diperoleh dari VCD mengenai profil M. Soleh AP dan
Padepokan Seni yang dipimpinnya, buku wayang topeng Malangan
dan naskah tentang asal-usul terjadinya Dukuh Kemulan Tulusayu
dan Desa Tulusbesar Tumpang Kabupaten Malang. Dokumentasi
tersebut diketahui berdasar dari hasil wawancara. Langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis isi dengan data yang berkaitan
dengan Padepokan Seni Mangun Dharma.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bagian ini akan disajikan hasil kajian dan pembahasan
mengenai Padepokan Seni Mangun Dharma. Dalam uraiannya antara
hasil kajian dan pembahasan akan disajikan secara terpadu (tidak
terpisah). Artinya pembahasan tampak dalam hasil kajian itu.
Selanjutnya Padepokan Seni sebagai fakta sosial disajikan sebagai
berikut:
Dalam Kamus Pepak Basa Jawa (2001:754) pengertian
padepokan yaitu:(1) tempat untuk bertapa atau tempat pendeta, resi,
dan sebagainya (papan kanggo tapa utawa panggon Pandhita, Resi,
lsp.); (2) satu-satunya tempat untuk mengajar atau tempat belajar
(papan sing kapiji kanggo nggegulang utawa papan pasinaon).
Sedangkan secara umum pengertian seni merupakan daya untuk
melaksanakan tindakan-tindakan tertentu yang dibimbing oleh
pengetahuan khusus dan istimewa dan dijalankan dengan
keterampilan. Seni merupakan kemampuan istimewa untuk
melakukan atau menghasilkan sesuatu menurut prinsip-prinsip estetis
(Bagus1999:988).
Berdasarkan pengertian tersebut, yang dimaksud dengan
konsep dari padepokan seni yaitu satu-satunya tempat sebagai
proses pembelajaran untuk mencapai daya dari tindakan yang melalui
proses pembimbingan khusus dan istimewa yang dijalankan dengan
keterampilan, berdasarkan prinsip estetis. Sedangkan nama Mangun
Dharma (Darmo) diambil dari nama seorang Senopati yang hidup
pada masa Sultan Agung (Raja Mataram-Yogyakarta). Senopati
tersebut mendapat tugas yang berkaitan dengan hutan di wilayah
timur (sekarang bernama gunung Buring-Bumiayu Kab. Malang),
yang kemudian menjadi Kadipaten Malang. Perjalanan hidup
Senopati Mangun Darmo berakhir di Desa Binangun-Tumpang, yaitu
dengan meninggalkan selimut kain panjang (Kemul Jarik) yang
berlumuran darah. Atas inisiatif warga setempat (Mbok Randha
Kuning), selimut kain panjang tersebut dimakamkan (dikubur) yang
seakan-akan merupakan makam Senopati Mangun Darmo (Mangun
Yudho). Sejalan dengan itu, penggunaan nama Mangun Darmo juga
merupakan usaha dari warga setempat (khususnya M. Soleh AP)
untuk melegimitasi agar nama itu tetap dikenal, dengan melalui
aktivitas dalam seni tradisi Malangan.
Bertolak dari uraian tersebut, maka konsep Padepokan Seni
Mangun Dharma (Mangun Darmo atau Mangun Yudho) adalah satusatunya tempat sebagai proses pembelajaran untuk mencapai daya
dari tindakan yang melalui proses pembimbingan khusus (secara
istimewa), dijalankan dengan suatu keterampilan (keahlian)
berdasarkan prinsip estetis dalam membangun (mangun) aktivitas
seni tradisi Malangan sebagai bentuk ibadah (dharma) pada
kebudayaan, seperti halnya perilaku sosial yang telah diperjuangkan
oleh generasi sebelumnya.
Organisasi sosial berkaitan dengan pilihan dan keputusan
dalam hubungan-hubungan sosial aktual. Struktur sosial mengacu
pada hubungan-hubungan sosial yang lebih fundamental yang
memberikan bentuk dasar pada masyarakat dan memberikan batasbatas pada aksi, yang mungkin dilakukan secara organisatoris
(Abdulsyani, 2002:67). Merujuk dari beberapa pendapat yang
mengartikan bahwa struktur sosial mencakup berbagai hubungan
sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu tertentu yang
merupakan keadaan statis dari suatu sistem sosial (Abdulsyani
2002:68), dengan demikian perangkat struktur sosial yang paling
utama adalah status (kedudukan) sosial.
Sejalan dengan itu, menurut T. Parsons (dalam Ritzer dan
J.Douglas 2005:127) status mengacu pada posisi struktural di dalam
sistem sosial, dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam
posisinya itu, dilihat dalam konteks signifikansi fungsionalnya untuk
sistem yang lebih luas. Seorang aktor tidak dilihat dari sudut pikiran
dan tindakan, tetapi dilihat tak lebih dari sebuah kumpulan beberapa
status dan peran. Sementara yang berhubungan dengan nilai-nilai
sosial seseorang atau kelompok, secara langsung dapat
mempengaruhi segala aktivitas, terutama dalam menyesuaikan diri
dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Kecuali itu, nilai-nilai
sosial menentukan tinggi rendahnya status dan peran seseorang di
tengah-tengah kehidupan masyarakat (Abdulsyani 2002:54). Dengan
demikian dalam kehidupan masyarakat (individu, keluarga, dan
pemerintah) terdapat seperangkat hubungan timbal-balik antar peranperan sehubungan dengan status sosial masing-masing individu yang
terlibat, karena masyarakat menyerupai sistem sosial.
Padepokan Seni Mangun Dharma, yang terdiri atas ketua,
manajer, komunitas seni atau komunitas seniman, dan sebagainya,
secara nyata menggambarkan ciri-ciri kehidupan masyarakat (kolektif)
yang menunjuk pada unsur-unsur sistem sosial, di antaranya
pembagian kerja, ketergantungan, kerjasama, komunikasi dan
perbedaan fungsi. Di samping itu, Padepokan Seni Mangun Dharma,
berstatus sebagai organisasi kelompok kesenian yang memiliki
kecenderungan memusatkan perhatiannya kepada fungsi dari unsurunsur sistem sosial tersebut. Meskipun sebagai objek organisasi
kelompok yang ada dalam masyarakat, juga memiliki fungsi dalam
artian positip dan negatif. Artinya Padepokan Seni dinilai fungsional
dalam suatu sosial sistem.
Padepokaan Seni Mangun Dharma menempati lokasi yang
dekat dengan jalan raya, yaitu antara pasar Tumpang bagian
belakang, menuju ke arah Poncokusumo Kabupaten Malang. Lokasi
tanah yang dipergunakan untuk Padepokan Seni cukup luas yakni
berukuran 40mX40m, dengan perincian sebagai berikut: Lokasi tanah
bagian tengah dekat jalan raya, dibangun satu rumah berbentuk joglo
berlantai dua, sebagai tempat tinggal sekaligus sebagai tempat
pemajangan koleksi dan benda produk dari padepokan seni sendiri.
Rumah tinggal berbentuk joglo tersebut dibagi-bagi menjadi ruangruang dengan dinding papan kayu. Pembagian ruang, antara lain
ruang depan, berfungsi sebagai ruang tamu, juga berfungsi sebagai
tempat pemajangan karya. Pada dinding ruang tersebut terpasang 3
buah lukisan yang berukuran besar (2 lukisan karya Yon.W) dan dari
salah satu lukisan tersebut, berjudul ”Anoman” karya pelukis Sunari,
serta beberapa lukisan karya Condro (anak M. Soleh AP). Di samping
itu juga dipajang beberapa buah jenis tokoh wayang kulit, foto diri M.
Soleh AP, kemudian sebuah ukiran kayu yang berbentuk dewi Sri. Di
ruangan sebelah kiri pintu tengah, diletakkan sebuah jodang yang
berukuran pendek, berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan
beberapa tokoh topeng. Kemudian di sampingnya, diletakkan meja
pendek yang berisikan sejumlah topeng dan caplokan. Sementara di
sebelah jodang tadi diletakkan sebuah kendang dalam posisi tegak.
Di sebelah kiri dari letak jodang, di tempatkan sebuah almari buku
dengan ukiran yang bercirikan Medoran. Kemudian di sebelahnya
berdiri sebuah perangkat sebagai tempat untuk meletakkan gong.
Gebyok dipasang pada dinding tengah, sebagai jalan untuk menuju
ruang tengah yang pada sisi depannya diberi sekat semacam rana
buatan (berkain) dan di depannya diletakkan sebuah bangku kayu
berukiran. Gebyok pada bagian atas di bagian kanan-kiri dipasang
dua kepala Kidang yang diawetkan, kemudian pada bagian tengah
atas, dipasang beberapa lampu gantung yang berfungsi sebagai
penerangan.
Sudut ruangan sebelah kanan gebyok yang berdekatan
dengan meja kursi untuk tamu, diletakkan bangku dan meja pendek
yang berukuran panjang, berisikan beberapa hasil produk berupa
buku, rekaman audio, rekaman video, barang kerajinan, benda seni,
kerajinan wayang topeng, wayang kulit, cenderamata dan satu almari
yang berisi buku dan beberapa topeng. Di bagian atas almari tersebut
terdapat beberapa piala hasil lomba seni. Ruang keluarga terletak di
lantai dua, berikut kamar tidur, ruang makan, dapur, kamar mandi,
dan di bagian belakang rumah dipergunakan sebagai garasi mobil
dan sepeda motor.
Lokasi tanah bagian selatan rumah tempat tinggal, dibangun
juga sebuah tempat pertunjukan dengan ukuran 8mX12m, yang
berkapasitas 20 orang. Apabila tidak ada pertunjukan, tempat
tersebut dipergunakan sebagai tempat latihan karawitan (tersedia dua
buah set karawitan) dan pelatihan dalang wayang kulit. Lokasi tanah
di sebelah selatannya juga dibangun tempat yang berukuran
8mX12m, sebagai ruang pameran dan latihan tari. Di sebelah barat
kedua bangunan itu, juga dibangun sebuah panggung terbuka yang
sewaktu-waktu digunakan sebagai tempat pertunjukan dan tempat
latihan tari. Tanah di sebelah selatan dan barat yang lebih tinggi, juga
didirikan bangunan semi permanen yang berfungsi sebagai ruang rias
dan gudang. Sisa tanah yang lainnya, dipergunakan sebagai taman.
Bidang utama kegiatan Padepokan Seni Mangun Dharma
selama ini di antaranya: musik tradisional, teater tradisional, tari
tradisional, tari kontemporer, macapat, jaran kepang, pedalangan,
topeng, dan wayang kulit. Dengan mengamati sekian banyak kegiatan
yang dilakukan oleh Padepokan Seni, maka kegiatan utama yang
menjadi sasaran programnya adalah: pertunjukan seni, pameran seni
rupa, penerbitan, pendokumentasian, pelatihan, layanan dan
informasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
Padepokan Seni yang ingin dicapai adalah untuk melestarikan,
mengembangkan, menyebarluaskan, mendokumentasikan, dan
memberdayakan kesenian khas Malangan antara laini wayang
topeng, pedalangan, karawitan, seni pahat, batik, dan tari.
Kegiatan-kegiatan yang diupayakan Padepokan Seni secara
tidak langsung merupakan kepedulian M. Soleh AP dan Elisabeth
Sekar Arum selaku manajer terhadap seni tradisi Malangan. Di mana
mereka berdua dituntut untuk berfikir secara mendalam, agar selalu
muncul kegiatan seni yang pada prosesnya terbagi menjadi kegiatan
kelompok-kelompok seni tradisi. Kegiatan Padepokan Seni Mangun
Dharma, tidak lain untuk mencapai tujuan dalam rangka
mengembangan bidang-bidang dari kegiatan utama yang meliputi
kegiatan rutin, berupa: (1) menyelenggarakan kursus keterampilan
seni tari, pedalangan, macapat, tatah sungging wayang kulit dan
pahat ukir wayang; (2) menyelenggarakan latihan tetap; (3)
bekerjasama dengan berbagai pihak untuk menyelenggarakan
lokakarya, festival dan kolaborasi; (4) menggelar seni pertunjukan
secara periodik; dan (5) melayani jasa pertunjukan. Semua kegiatan
itu berpusat di Tumpang Kabupaten Malang.
Sejalan dengan itu, konsep Padepokan Seni dan peranan yang
dimainkan oleh M. Soleh AP selaku pimpinan dan pelatih tari dalam
mengembangkan Padepokan Seni Mangun Dharma, yaitu dengan
beberapa materi kegiatan seni tradisi Malangan, merupakan aspek
dinamis dari status sebagai pemilik Padepokan Seni. Dalam
melaksanakan kegiatannya berdasarkan hak dan kewajibannya
sesuai dengan status tersebut. Bagaimana pun juga status dan
peranan tidak dapat dipisah-pisahkan, karena yang satu tergantung
pada yang lain dan sebaliknya. Dengan demikian peranan yang
dimainkan lebih banyak menunjukkan pada fungsi, penyesuaian diri,
dan sebagai suatu proses. Hal ini seperti disampaikan oleh Soekanto
(1999:269), bahwa seseorang menduduki posisi dalam masyarakat
dan menjalankan suatu peranan, yakni tercakup dalam tiga hal, (1)
peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
seseorang dalam masyarakat, merupakan rangkaian peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan; (2)
peranan adalah konsep tentang apa yang dilakukan individu dalam
masyarakat sebagai organisasi; (3) peranan dikatakan sebagai
perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Bertolak dari penjelasan tersebut, berarti perangkat struktur
sosial yang paling utama adalah status sosial; sedangkan fungsi
struktur adalah apabila peranan individu-individu yang tergabung
dalam kehidupan masyarakat mampu memelihara kontinyuitas dari
apa-apa yang bersifat struktural. Individu-individu yang terlibat dalam
seni tradisi Malangan merupakan unsur-unsur dari fakta sosial
(konsep Padepokan Seni) yang memusatkan perhatiannya kepada
struktur sosial atau kepada pranata sosial, yakni mereka memandang
sebagai barang sesuatu yang sungguh-sungguh ada dalam bentuk
material yang utuh dan kompleks (Ritzer,2003:20). Lebih lanjut
dikatakan, perhatian utama penganut paradigma fakta sosial terpaut
kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial serta
hubungan antara individu dengan pranata sosial. Dengan demikian
hubungan antara Padepokan Seni Mangun Dharma dengan
paradigma fakta sosial dalam seni tradisi Malangan, menunjukkan
bentuk fungsional, baik dalam bentuk fungsi ekonomi, sosial, kultural
dan politik.
Dengan adanya kondisi Padepokan Seni, seperti sekarang ini,
antara lain menunjukkan kondisi sebagai berikut: Pertama,
menunjukkan kepada kumpulan individu. Kelompok dalam artian tidak
lebih dari sejumlah individu, akan terlihat beberapa faktor-faktor yang
bersama-sama saling berkaitan satu sama lain merupakan suatu
kondisi yang menyebabkan munculnya suatu fenomena di lingkungan
seni tradisi Malangan. Kedua, dalam interaksi, menolak adanya
perbedaan antara konsep individu dan kelompok. Artinya, Padepokan
Seni dan individu dalam komunitas seni tradisi Malangan keduanya
merupakan fenomena yang tak dapat dipisahkan. Tak ada individu
tanpa kelompok dan sebaliknya. Ketiga, individu atau kelompok
sanggar seni (komunitas) yang dikordinasi oleh Padepokan Seni,
menunjuk kepada sesuatu yang nyata-nyata ada dalam kegiatan seni
tradisi Malangan, meskipun kadang-kadang dari pihak Padepokan
Seni sendiri kurang mengakui kehadiran individu sebagai pendukung
kegiatan seni. Keempat, pada dasarnya Padepokan Seni sama riilnya
dengan individu, meskipun di dalamnya sama-sama memiliki
gagasan, pengetahuan, nilai, dan keyakinan; sedangkan norma dari
Padepokan Seni sendiri, sebenarnya menunjukkan sebagai wadah
kegiatan dalam proses sosial.
Padepokan Seni merupakan organisasi kelompok kesenian
(fakta sosial) yang terdiri atas ketua, manajer, guru, penari, penabuh
gamelan, dan komponen lainnya yang saling berkaitan dan saling
menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu
bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain.
Artinya, struktur Padepokan Seni fungsional terhadap yang lain.
Dengan demikian dalam fungsi sistem (teori T. Parsons) yang penting
diperlukan agar tetap bertahan dalam seni tradisi Malangan, adalah
sebagai berikut:
1. Adaptasi, yakni sebuah sistem harus mananggulangi situasi
eksternal yang gawat. Sistem seharusnya menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan kebutuhannya. Dalam hal ini misalnya, order kesenian
yang diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Malang pada
tahun 2006 berupa pementasan tari yang berjudul ”Ontran-Ontran”
(melibatkan 80 orang) yang pada akhirnya dibatalkan oleh panitia.
Dengan fakta seperti itu, Padepokan Seni mengalami suatu
kekecewaan. Untuk menanggulangi situasi eksternal Padepokan Seni
yang gawat seperti itu, maka Padepokan Seni berusaha melakukan
adaptasi, yakni menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang
ada, terutama kepada para pendukung pementasan tari. Cara yang
dilakukan adalah, semua biaya produksi yang telah dikeluarkan
selama ini akan dicari jalan keluarnya dan sekaligus memberi
”penjelasan konkret” tentang fakta yang sedang dialami Padepokan
Seni, kepada para pemain dan komunitas yang mendukungnya.
2. Pencapaian tujuan, sebuah sistem harus mendefinisikan dan
mencapai tujuan utamanya. Dalam hal ini, sistem kegiatan yang
dioperasionalkan dalam Padepokan Seni adalah dengan
merencanakan
program-program
kesenian,
kemudian
mengoperasikan dan mengevaluasi kegiatan yang telah dijalankan.
Apakah pengelolaan kegiatan yang melibatkan komunitas seni tradisi
Malangan telah mencapai tujuan atau belum. Dengan demikian
Padepokan Seni Mangun Dharma dan komunitas akan memutuskan,
apakah yang dimaksud dengan ”definisi” dari tujuan program yang
akan dicapai bersama.
3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagianbagian yang menjadi komponennya. Dalam hal ini, kegiatan utama
yang dikelola Padepokan Seni adalah cabang-cabang seni tradisi
Malangan, seperti: (a) kursus tari, pedalangan, macapat, tatah
sungging (dan pahat ukir) wayang kulit; (b) latihan tetap; (c)
lokakarya, festival dan kolaborasi; (d) menggelar pertunjukan dan jasa
pertunjukan. Dengan beberapa jenis cabang kegiatan seni tradisi
Malangan tersebut, Padepokan Seni Mangun Dharma akan
menyiasati pengelolaannya, baik dari segi dana, fasilitas sarana
prasarana maupun pendukung lainnya. Semua itu akan
diperhitungkan secara menyeluruh.
4. Pemeliharan pola, yakni sistem harus melengkapi, memelihara dan
memperbaiki baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang
menciptakan dan menompang motivasi. Dalam hal ini hubungan antar
individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok
dengan budaya setempat, dan sebagainya. Padepokan Seni Mangun
Dharma tetap berusaha menjaga agar pemeliharaan pola-pola yang
telah disepakati bersama diupayakan tetap berjalan dengan baik.
Padepokan Seni Mangun Dharma sebagai kelompok kesenian
atau organisasi sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan
manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara
mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal
balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran utuh
saling menolong (Soekanto1990:182). Sejalan dengan itu, Padepokan
Seni Mangun Dharma yang berstatus sebagai organisasi kelompok
kesenian mencerminkan hal yang standar (terpola dan berulang) dan
berkecenderungan untuk memusatkan perhatiannya kepada fungsi
dengan menekankan konsep-konsep keteraturan dan mengabaikan
konflik dalam kelompok (teori Robert K. Merton), di antaranya sebagai
berikut:
a) Fungsi adalah konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang
menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu.
Pemusatan perhatian pada adaptasi atau penyesuaian diri melalui
pengamatan terhadap individu, untuk melihat lebih jauh karakteristik
kelompok. Dalam hubungannya dengan Padepokan Seni Mangun
Dharma, maka terlebih dahulu harus diamati karakteristik individuindividu pendukung seni tradisi Malangan, sebab dari kumpulan
individu-individu tersebut akan memberikan gambaran konkret
keberadaan kelompok kesenian. Adaptasi dan penyesuaian diri
tersebut mempunyai akibat positip. Dengan demikian apabila dilihat
dari sudut ”keseimbangan bersih”, maka Padepokan Seni lebih
fungsional bagi unit kegiatan seni tradisi tertentu.
b) Dis-fungsi menunjukkan struktur atau institusi dapat menyumbang
pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, struktur atau
institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem
sosial. Dalam hal ini keberadaan Padepokan Seni Mangun Dharma
yang tersusun dari komunitas seni tradisi Malangan, yakni terbagi
atas individu-individu ataupun sanggar-sanggar seni yang ada di Kota
atau Kabupaten Malang. Pada prosesnya juga menimbulkan akibat
negatif, seperti halnya ketergantungan dari suatu sanggar tertentu
yang tidak siap dalam mengembangkan dan mengelola seni tradisi
dalam pelaksanaannya.
c) Fungsi nyata (manifes), yakni fungsi yang diharapkan. Dalam hal
ini: gagasan, interaksi dan interpretasi dari individu pendukung seni
tradisi Malangan, yang tergabung dalam Padepokan Seni akan
melahirkan fenomena sosial dari kehidupan di masyarakat.
d) Fungsi yang tersembunyi adalah fungsi yang tak diharapkan
(fungsi laten). Sebagai contoh, fungsi nyata dari Padepokan seni
Mangun Dharma adalah untuk meningkatkan aktivitas seni tradisi
Malangan bagi komunitas seni, tetapi juga terkandung fungsi
tersembunyi, yakni menyediakan sejumlah besar anggota yang masih
dalam proses pembelajaran. Dengan demikian akan membantu
meningkatkan ”status” Padepokan Seni Mangun Dharma sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam fakta sosial
menunjukkan status Padepokan Seni Mangun Dharma, sebagai
kelompok sosial yang memiliki persyaratan-persyaratan sebagai
berikut: (1) setiap anggota kelompok sadar dan merasa sebagai
bagian dari kelompok; (2) ada timbal balik antar anggota; (3) faktorfaktor yang dimiliki bersama, seperti nasib, kepentingan, tujuan,
ideologi politis yang sama, dan lain-lainnya; (4) berstruktur, berkaidah
dan mempunyai pola perilaku. Kegiatan utama dalam struktur
hubungan individu-individu terbagi menjadi kelompok-kelompok seni
tradisi Malangan yang meliputi seni jaran kepang, tari, pedalangan,
karawitan, macapat, wayang topeng, pembuatan kerajinan topeng
dan wayang kulit merupakan struktur sosial yang diciptakan oleh
Padepokan Seni Mangun Dharma. Di satu sisi juga memberikan
sumbangan terhadap fakta sosial, dan di sisi yang lain juga
menunjukkan sistem ketergantungan dari beberapa individu dari unit
kegiatan lainnya, yang berkaitan dengan status sosial ekonomi.
Dengan demikian Padepokan Seni dapat fungsional bagi satu unit
sosial tertentu dan sebaliknya dis-fungsional bagi unit sosial yang lain.
Pada dasarnya Fungsionalisme Struktural memandang segala
pranata sosial sebagai objek organisasi kelompok yang ada dalam
masyarakat tertentu, serba fungsional dalam nilai baik positip maupun
negatif. Artinya dinilai fungsional dalam suatu sosial (teori Herbert
Gans). Dengan demikian Padepokan Seni Mangun Dharma sebagai
fakta sosial dapat dianalisis dari beberapa fungsi, sebagai berikut:
Fungsi ekonomi, yakni: (1) sebelum dan sesudah pelaksanaan
pertunjukan seni tradisi Malangan, pihak Padepokan Seni Mangun
Dharma mengambil ”tenaga” dari warga setempat untuk membantu
kegiatan pertunjukan; (2) dalam pementasan-pementasan seni tradisi
Malangan yang dilaksanakan oleh Padepokan Seni Mangun Dharma
selama ini juga disisihkan sebagian dana dari hasil keuntungan untuk
dipergunakan sebagai dana sosial; (3) dengan adanya pelaksanaan
beberapa program-program kegiatan dari Padepokan Seni Mangun
Dharma telah memberikan arti penting bagi warga setempat untuk
membuka lahan pekerjaan baru, seperti: parkir kendaraan beroda dua
dan empat, keamanan, transportasi, penjual makanan dan jasa
penginapan; (4) kegiatan pementasan wayang topeng untuk ruwatan
bagi seseorang ataupun instansi tertentu. Kemudian pelaksanaannya
diserahkan kepada Padepokan Seni Mangun Dharma, berdampak
positip bagi warga setempat, terutama berkaitan dengan aspek
ekonomi.
Fungsi sosial, yakni: (1) kekuatan yang mengikat dari normanorma seperti cara, kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat,
merupakan proses yang harus dilewati dalam suatu norma untuk
menjadi bagian dari Padepokan Seni Mangun Dharma. Yang
dimaksud sampai norma itu, oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai
dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Norma sosial dari
Padepokan Seni Mangun Dharma dianggap sebagai peraturan
apabila norma-norma tersebut dapat membatasi serta mengatur
perilaku orang-orang yang terlibat dalam seni tradisi Malangan; (2)
menimbulkan sifat memperhatikan dan memprioritaskan kepada
kepentingan anggota, terutama bagi anggota atau komunitas yang
mengalami suatu sebab. Misalnya, ketika terdapat kesulitan dalam hal
ekonomi yang membutuhkan santunan, maka pihak Padepokan Seni
Mangun Dharma akan memperhatikannya atau mencari jalan
keluarnya; (3) kesulitan dalam hal keuangan yang dialami oleh
anggota pendukung seni tradisi Malangan (yang bersangkutan adalah
seorang petani atau buruh tani) akan datang pada Padepokan Seni
Mangun Dharma untuk meminjam uang sebagai penutup kebutuhan
keluarga, yang nanti akan dilunasi atau dipotong apabila ada acara
pementasan. Kondisi demikian bagi pihak Padepokan Seni Mangun
Dharma sendiri akan memberikan ”imaji” terhadap kesusahan hidup
tanpa perlu mengalami sendiri, yakni dengan membayangkan
kesulitan-kesulitan yang dialami oleh anggotanya; (4) kondisi seharihari dalam hal ekonomi beberapa anggota Padepokan Seni Mangun
Dharma menunjukkan ”ukuran” kemajuan kesenian bagi komunitas
atau sanggar seni tradisi Malangan yang lain; (5) pembagian
honorarium bagi pendukung dalam pementasan seni tradisi Malangan
berbeda satu dengan yang lain. Hal ini terkait dengan tingkat
keahlihan atau spesialisasi individu dalam pertunjukan seni tradisi
Malangan; (6) berdasarkan rata-rata kondisi perekonomian dari
beberapa pendukung seni tradisi Malangan mengakibatkan pihak
Padepokan Seni Mangun Dharma selalu mencoba melakukan
kerjasama dengan pihak-pihak tertentu, misalnya pihak Pemda,
Swasta, Kedutaan atau yang lainnya untuk dapat mengadakan
kegiatan kesenian.
Fungsi kultural, yakni: (1) fungsi Padepokan Seni Mangun
Dharma bagi masyarakat sekitar memiliki arti penting, sehingga
apabila Padepokan Seni Mangun Dharma mengadakan kegiatan
”akbar” kesenian, maka masyarakat menunjukkan respon positip, baik
bagi warga setempat maupun bagi komunitas seni tradisi Malangan
untuk mendukung sepenuhnya; (2) penabuh gamelan, anak wayang,
dan pendukung seni lainnya yang masih dalam proses pembelajaran
(belum profesional), akan diterima sepenuhnya oleh Padepokan Seni
Mangun Dharma.
Fungsi politik, yakni: (1) individu atau pun kelompok dalam seni
tradisi Malangan yang belum kuat ”posisinya” sebagai pelaku seni,
akan berguna dan berjasa bagi Padepokan Seni untuk menjaga
stabilitas kegiatan. Sekaligus sebagai daya saing yang ditimbulkan
oleh sanggar seni yang sudah ”mapan” atau sudah tidak
membutuhkan lagi Padepokan Seni; (2) program kegiatan yang
dilakukan berupa pembinaan, pelatihan, pementasan, festival dan
kegiatan seni lainnya adalah dalam rangka untuk mencapai
peningkatan profesional. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas baik
individu maupun bagi komunitas seni tradisi Malangan secara
keseluruhan; (3) intensitas kegiatan kesenian yang dilakukan akan
memberi peranan dan status Padepokan Seni Mangun Dharma yang
lebih stabil dan terpercaya dalam komunitas seni tradisi Malangan
khususnya, dan komunitas seni tradisi daerah lainnya pada
umumnya.
Penutup
Simpulan
Dalam membahas permasalahan dari fakta-fakta digunakan
suatu pendekatan yang mencakup pendekatan teoretik. Masalah
pengoperasionalan dalam suatu teori, antara lain: sistem yang
dimiliki, konsep-konsep keteraturan dan kriteria fungsi sebagai sistem
sosial di Padepokan Seni Mangun Dharma. Cara pandang seperti ini,
secara empirik terwujud dalam corak, program, kegiatan yang
dilakukan dan interaksi sosial dalam komunitas seni tradisi Malangan.
Secara rinci ringkasan pokok isi, adalah sebagai berikut:
Padepokan Seni Mangun Dharma adalah satu-satunya tempat
yang berfungsi sebagai proses pembelajaran seni tradisi Malangan
dengan cara: Pertama, melakukan adaptasi, yakni menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkungan yang ada, terutama para pendukungnya.
Kedua, pencapaian tujuan dengan merencanakan program-program
kesenian, kemudian mengoperasikan sekaligus evaluasi kegiatan.
Ketiga, mengintegrasikan jenis cabang seni tradisi Malangan baik
pengelolaannya atau pun pendukung lainnya. Keempat, berusaha
menjaga pemeliharaan pola-pola yang telah disepakati bersama.
Pemusatan perhatian pada fungsi dengan konsep keteraturan
(mengabaikan konflik) dalam Padepokan Seni Mangun Dharma
menunjukkan fungsi adaptasi dan penyesuaian diri yang mempunyai
akibat positip. Dis-fungsi menunjukkan pendukung dari Padepokan
Seni, yaitu ketergantungan dalam mengelola seni tradisi. Fungsi
manifes menunjukkan Padepokan Seni memiliki fungsi yang
diharapkan oleh komunitas dalam segala hal; dan pada fungsi laten
menunjukkan status Padepokan Seni lebih kuat dan dominan.
Padepokan Seni Mangun Dharma sebagai fakta sosial,
menunjuk M. Soleh AP selaku pimpinan dan pelatih tari dengan suatu
posisi dalam komunitas dan menjalankan suatu peranan yang
menciptakan berbagai hubungan sosial antar individu-individu secara
teratur dalam waktu tertentu yang bersifat struktural. Kondisi
Padepokan Seni Mangun Dharma merupakan kumpulan individu,
intereaksi dan komunitas yang di dalamnya sama-sama memiliki
gagasan, pengetahuan, nilai dan keyakinan. Dengan demikian
Padepokan Seni Mangun Dharma menunjukkan kriteria yang dinilai
fungsional dalam aspek ekonomi, sosial, kultural dan politik
Padepokan Seni Mangun Dharma bercirikan kehidupan kolektif
yang menunjuk pada sistem fungsi, dan kriteria yang dinilai
fungsional. Dengan demikian sebagai penutup dari berbagai uraian di
atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Teori fungsionalisme
struktural dalam masyarakat, khususnya Padepokan Seni Mangun
Dharma, merupakan sistem sosial yang terdiri atas unit-unit kegiatan
seni tradisi Malangan atau elemen yang saling berkaitan dan menyatu
dalam keseimbangan. Apabila terjadi suatu perubahan pada satu unit
kegiatan, akan membawa pengaruh pula terhadap bagian unit yang
lain atau sebaliknya. Meskipun proses perkembangan kegiatan di
Padepokan Seni Mangun Dharma terjadi konflik, akan tetap
memusatkan perhatiannya sehingga unit-unit kegiatan seni lainnya
tetap dalam keseimbangan. Penganut teori fungsionalisme struktural
pada dasarnya berkecenderungan untuk memusatkan perhatiannya
kepada fungsi dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial yang lain,
sehingga perhatian fungsionalisme struktural ditunjukkan kepada
fungsi-fungsi, dibandingkan dengan motif-motif.
Saran
Berdasar kajian di lapangan dapat disampaikan saran sebagai
berikut: (1) kordinasi antara materi kegiatan dari beberapa cabang
seni tradisi Malangan yang selama ini dilakukan, perlu dipikirkan satu
pilihan materi pertunjukan yang dipersiapkan sebagai karya seni
tradisi Malangan yang memiliki nilai globalisasi; (2) dalam
menciptakan fenomena seni tradisi bercirikan Malangan di dalam
realitas diperlukan program kegiatan yang diselenggarakan oleh
sekolah-sekolah umum (beberapa sekolah yang dipilih) yang ada di
Kabupaten dan Kota Malang; (3) sebagai organisasi kesenian
diperlukan program kerjasama dengan Pemda, Dinas Pariwisata,
Instasi, Kedutaan yang lain dalam bentuk kegiatan seni tradisi
Malangan.
Daftar Pustaka
Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skematik, Teori dan Terapan. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada
Bagus, L. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta : Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama
Ritzer, G. 2003. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Jakarta: PT Raja grafindo Persada - terjemahan Alimandan
Ritzer, G dan J. Douglas, G. 2005. Teori Sosiologi Modern.
Terjemahan Alimandan. Jakarta: Kencana
Sudaryanto dan Pranowo. 2001. Kamus Pepak Basa Jawa.
Yogyakarta: Badan Pekerja Konggres Bahasa Jawa Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta
Soekanto, S. 1999. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Download