Melalui Kerjasama Perdagangan ASEAN

advertisement
dok. kemendag
Info Kementerian perdagangan (ASEAN)
Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan
Menyambung Harapan
Melalui Kerjasama
Perdagangan ASEAN
Indonesia menuju masyarakat ekonomi ASEAN 2015. Perdagangan
bebas diberlakukan. Daya saing ditingkatkan
I
ndonesia turut menyongsong era
kompetitif pada 2015 mendatang.
Meningkatkan daya saing justru dengan
terlibat aktif dalam berbagai forum
kerjasama perdagangan internasional
yang pada akhirnya turut mendorong
pembukaan akses pasar untuk meningkatkan
peluang ekspor. Lebih dari itu partisipasi
Indonesia dalam kerangka kerjasama seperti
ASEAN Free Trade Area (AFTA) sebagai cikal
bakal dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC)
ataupun kerjasama FTA lainnya seperti ACFTA,
AKFTA, AANZFTA, AIFTA dan IJEPA akan
mendorong pembentukan Indonesia sebagai
basis produksi di kawasan melalui proses
integrasi ekonomi yang dilakukan para pelaku
usaha termasuk investor yang berasal dari
berbagai kawasan.
Saat ini seluruh negara anggota
ASEAN tengah bekerja keras melaksanakan
komitmennya menuju pencapaian ASEAN
GATRA
21 AGUSTUS 2013
Economic Community (AEC) atau Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan terbentuk
tahun 2015. Kerjasama AEC ini berbeda dengan
kerjasama perdagangan regional lainnya yang
umumnya lebih fokus pada aspek liberalisasi
perdagangan, aspek fasilitasi perdagangan
dan kerjasama ekonomi atau biasa disebut
Free Trade Agreement (FTA). Hal lain yang turut
mendorong keikutsertaan aktif Indonesia
dalam proses pembentukan AEC 2015 adalah
adanya cita-cita Masyarakat Ekonomi ASEAN
untuk mewujudkan kawasan ini menjadi
wilayah berdayasaing tinggi, kawasan yang
mendorong pemerataan pembangunan serta
menjadi motor bagi perekonomian di dunia.
Kerjasama AEC yang sejatinya telah
dimulai sejak 1977 dengan dimulainya
pembentukan Preferential Tariff Arrangement
(PTA) diantara lima negara ASEAN waktu
itu hingga target pembentukan 2015 nanti,
merupakan bagian dari upaya mewujudkan
visi masyarakat bersama di ASEAN atau
dikenal dengan Masyarakat ASEAN (ASEAN
Community) yang terdiri dari tiga pilar
komunitas, yakni Masyarakat Politik-keamanan,
Masyarakat Ekonomi, dan Masyarakat SosialBudaya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Gita
Wirjawan mengatakan, Indonesia siap dan
terus mempersiapkan diri dengan sebaikbaiknya untuk menyongsong pembentukan
Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan
sepenuhnya dimulai pada 2015 mendatang.
Dalam hal ini, Gita menekankan tentang
perlunya sosialisasi atau edukasi publik yang
dilakukan secara terus menerus kepada semua
pemangku kepentingan di Tanah Air. “Tapi
secara prinsip Indonesia telah siap jika itu
diberlakukan,” kata Gita.
Penegasan itu disampaikan Mendag
mengomentari adanya anggapan dari
sejumlah pihak bahwa pemerintah dinilai
masih belum siap untuk memasuki AEC pada
2015 mendatang. Menurut Gita, integrasi
ekonomi bangsa-bangsa Asia Tenggara jangan
hanya dilihat dari segi liberalisasi perdagangan
dan investasinya saja, tapi juga dari segi lain
seperti pengembangan jiwa wirausaha,
pemberdayaan usaha kecil dan menengah
(UKM), serta pemberian akses keuangan
kepada semua rakyat yang memerlukan.
Kesiapan menghadapi AEC 2015
seyogyanya dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu
sejauh mana Indonesia telah melaksanakan
komitmennya dalam mewujudkan komunitas
Kesiapan Indonesia
D
alam rangka meningkatkan ke­siapan
Indonesia menyongsong AEC 2015,
Pemerintah telah menerbitkan: Inpres
No 5/2008 tentang Fokus Program Ekonomi
Tahun 2008-2009, dan Inpres No 11/2011
tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dan untuk lebih
memastikan pelaksanaannya, Unit Kerja
Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4) diamanahkan secara
khusus untuk melakukan pemantauan dan
menyampaikan laporan hasil pemantauannya
secara berkala kepada Presiden.
Berbagai langkah yang ditempuh
Pemerintah Indonesia dalam rangka
meningkatkan kesiapan Indonesia untuk
memfasilitasi perdagangan barang dan
mendorong peningkatan ekspor antara lain
melalui peningkatan pengawasan barang
beredar khususnya barang-barang impor
(pemberdayaan konsumen nasional menjadi
konsumen cerdas, peningkatan standardisasi
produk melalui penerapan SNI dan labeling,
pemenuhan aspek K3L atau Kesehatan,
Keamanan, Keselamatan, dan Lingkungan,
pengaturan pintu masuk impor, pelaksanaan
peraturan dan ketentuan serta prinsip SPS),
peningkatan pengawasan penggunaan Surat
Keterangan Asal (SKA) barang dari Negara Mitra
dagang seperti negara ASEAN, China, Korea,
Jepang, India, Australia dan New Zealand,
peningkatan pelayanan kepada dunia usaha
nasional melalui Indonesia National Single
sejauh mana tingkat kesiapan masingmasing negara anggota dalam mewujudkan
AEC ini, dilakukan pemantauan terhadap
implementasi Cetak-biru AEC oleh Sekretariat
ASEAN di tingkat regional dan masing-masing
Negara anggota ASEAN di tingkat nasional.
“Indonesia akan melakukan upaya maksimal
dan memastikan pelaksanaan Cetak-biru AEC
secara tepat waktu,” ujar Gita.
Lebih lanjut, Dirjen Kerja Sama
Perdagangan Internasional (KPI), Kementerian
Perdagangan, Iman Pambagyo, menjelaskan
bahwa meskipun ASEAN Economic Com­
munity akan diwujudkan pada tahun 2015
nanti, namun sesungguhnya komitmenkomitmen dalam Cetak-biru AEC tersebut
sudah dilaksanakan secara bertahap sejak
beberapa tahun yang lalu.
Iman mengatakan, ada ketidaktepatan pemahaman di masyarakat, ada
yang beranggapan bahwa pembukaan pasar
bebas atau AEC akan terjadi secara tibatiba pada tahun 2015, padahal prosesnya
sudah berlangsung sejak lama, bahkan
sebelum Cetak-biru AEC mulai ditetapkan
dan diimplementasikan pada tahun 2008.
“Kurang lebih 36 tahun yang lalu atau
tepatnya tahun 1977 dengan diberlakukannya
Preferential Trade Arrangement (PTA) ASEAN
telah bergerak menuju proses integrasi
ekonomi yang kemudian diformalkan melalui
pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA)
tahun 1992, yang notabene merupakan cikalbakal pembentukan AEC,” kata Iman.
Iman mengungkapkan pula bahwa
pemantauan implementasi komitmen
Cetak-biru AEC dilakukan secara reguler dan
dilaporkan setiap tahun kepada Kepala Negara
ASEAN, Untuk tahun 2013 sudah sekitar 82%
dari komitmen Cetak-biru AEC periode 20122013 yang sudah dilaksanakan. Salah satu
contoh pelaksanaannya kata Iman, adalah
kesepakatan mutual recognition agreement
(MRA) untuk tenaga profesional seperti
perawat, surveyor, arsitek dan engineering.
“Tenaga profesional Indonesia untuk bidangbidang tersebut yang sudah punya sertifikat
ASEAN (diterbitkan oleh otoritas yang sudah
diakui di ASEAN), dapat bekerja di semua negara
anggota ASEAN,” kata Iman mencontohkan.
Window (INSW), pengembangan konektifitas
nasional termasuk didalanya konektifitas fisik
seperti pembangunan infrastruktur di 6 koridor
pembangunan ekonomi dalam kerangka MP3EI
dan lain sebagainya.
“Dukungan semua pihak dan partisipasi
aktif dunia usaha baik BUMN, swasta nasional
maupun luar negeri terhadap kesuksesan
program besar pemerintah dalam membenahi
infrastruktur melalui MP3EI, sangat berkontribusi
besar terhadap peningkatan daya saing Indonesia
dan kesiapan Indonesia memasuki AEC 2015
dan mendukung penciptaan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi perekonomian bangsa,”
imbau Direktur Kerja Sama ASEAN, Djatmiko Bris
Witjaksono.
Lebih jauh disampaikan oleh Djatmiko
bahwa Pemerintah Indonesia terus mendorong
agar para pebisnis nasional baik BUMN ataupun
swasta nasional termasuk UKM dapat menjadikan
9 negara anggota ASEAN terutama di Cambodia,
Laos, Myanmar dan Vietnam sebagai basis dalam
mengembangkan ekspansi usahanya, apakah
sebagai pasar tujuan ekspor ataupun ketahapan
yang lebih jauh sebagai basis produksi dan
investasinya.
Hal ini juga penting dan tidak hanya
semata-mata karena wilayah ASEAN tersebut
sangat prospektif dari segi ekonomi untuk
pengembangan bisnis namun juga sekaligus
sebagai wahana bagi Indonesia dalam membantu
proses pembangunan negara-negara kurang
berkembang di kawasan ASEAN tersebut.
Sebagai ekonomi terbesar di kawasan ASEAN dan
bagian dari kelompok negara G-20 sudah saatnya
bagi Indonesia untuk turut menjadi bagian dari
pihak tangan diatas.
Upaya lainnya yang juga sedang di­
galakkan Pemerintah dalam mendorong
kesiapan Indonesia menyongsong AEC 2015
antara lain dengan mengimplementasikan
Peraturan Presiden mengenai Sistem
Logistik Nasional, pelaksanaan Roadmap
pengembangan cluster industri prioritas,
peningk atan ik lim usaha melalui
penyederhanaan prosedur penanaman
modal dan regulasi bidang usaha yang
terbuka dan tertutup, penyiapan peraturanperaturan domestik bagi sektor-sektor jasa
yang telah dikomitmenkan, dan pemanfaatan
Mutual Recognition Arrangement (MRA)
yang telah disepakati baik di bidang barang
maupun jasa.
Untuk memperkuat aspek daya dukung
pasar domestik termasuk para pemangku
kepentingan didalamnnya “Kementerian
Perdagangan secara konsisten telah dan akan
terus menempuh langkah-langkah penguatan
pasar dalam negeri seperti pemberdayaan
dan peningkatan kualitas pasar tradisional,
peningkatan iklim usaha bagi UKM,” ujar
Djatmiko. Disamping itu Pemerintah RI juga
terus memperkuat aspek pengamanan
perdagangan untuk melindungi para
pelaku usaha nasional dari berbagai praktik
perdagangan yang tidak fair melalu penerapan
kebijakan pengamanan perdagangan (trade
defense) yang berfungsi sebagai remedial
measures (anti-dumping, anti-subsidi dan
safeguard). n
adv
ekonomi tersebut dan kedua yang juga tidak
kalah penting bagaimana kesiapan Indonesia
dalam memanfaatkan peluang-peluang
yang timbul dari proses pembentukan AEC
tersebut khususnya bagi dunia usaha dan
masyarakat pekerja atau kaum profesional.
Seperti diketahui bahwa pewujudan AEC di
tahun 2015 tidak terlepas dari pelaksanaan
komitmen AEC Blueprint atau Cetak-biru
MEA yang 2 (dua) dari 4 pilar yakni kawasan
berdaya saing tinggi dan kawasan dengan
pertumbuhan ekonomi yang merata,
dimaksudkan untuk mendorong masingmasing negara anggotanya melakukan
upaya peningkatan dan penyempurnaan
infrastruktur baik fisik maupun non fisik
seperti kebijakan persaingan usaha,
perlindungan konsumen, HKI, pembangunan
infrastruktur, kerjasama energi, perpajakan,
e-Commerce serta pemberdayaan UKM.
Gita mengatakan, seluruh negara
anggota ASEAN berkomitmen untuk
meningkatkan upayanya dan bekerja lebih
keras lagi dalam mewujudkan Masyarakat
Ekonomi ASEAN pada 2015. Untuk mengetahui
21 AGUSTUS 2013 GATRA
Dirjen KPI, Iman Pambagyo
Kesempatan atau Ancaman
Dalam jangka panjang, FTA atau
Economic Partnership Agreement (CEPA)
dapat membantu proses division of labour.
Negara yang tidak dapat menghasilkan suatu
produk (barang atau jasa) secara berdayasaing
akan terdorong untuk lebih memfokuskan diri
pada produk-produk yang memiliki dayasaing
lebih baik di negara tersebut. ”Tentu saja hal ini
tidak menutup kemungkinan setiap negara
untuk dapat menaiki mata-rantai nilai untuk
menghasilkan produk bernilai-tambah lebih
tinggi. Dalam konteks ini, sebuah FTA/CEPA
dapat dipandang sebagai sebuah kesempatan,”
kata Dirjen Kerja Sama Perdagangan
Internasional, Iman Pambagyo.
Namun peluang tersebut bukanlah
sesuatu yang datang dengan sendirinya.
Iman mengatakan, ”kesempatan” tersebut
merupakan sesuatu yang harus diraih, dan
untuk dapat meraihnya perlu persiapan
yang baik. ”Oleh karena itu, FTA/CEPA dapat
dilihat lebih sebagai ”ancaman” daripada
”kesempatan” apabila tidak diambil langkahlangkah persiapan—mengerjakan pekerjaan
rumah,”ujarnya. Kemudian, sebuah pertanyaan
yang perlu dipertimbangkan adalah apakah
tanpa adanya FTA/CEPA, keadaan kita akan lebih
baik dengan kondisi infrastruktur yang kurang
berkembang, tingkat bunga perbankan yang
tinggi, keterbatasan suplai energi di beberapa
tempat, dan rendahnya produktifitas.
Kekhawatiran tentang dampak FTA
bagi perekonomian Indonesia akhir-akhir ini
semakin mengemuka khususnya sehubungan
dengan terjadinya defisit nilai perdagangan
Indonesia dengan beberapa Negara anggota
ASEAN (Singapura, Thailand dan Brunei
GATRA 21 AGUSTUS 2013
Darussalam) serta membanjirnya produk
impor dari satu Negara Mitra ASEAN yakni
RRT. Berdasarkan data tentang pemanfaatan
preferensitarif(konsesiFTAs)dapatdisimpulkan
bahwa eksportasi negara-negara Mitra FTA ini
ke Indonesia tidak sepenuhnya memanfaatkan
preferensi tarif yang ada. Khusus untuk produk
impor yang berasal dari China, semua negara
di dunia mengalami hal yang serupa dengan
Indonesia.
Dalam konteks ASEAN- China
FTA (ACFTA), data menunjukkan bahwa
pemanfaatan skim preferensi tarif ACFTA
oleh RRT untuk mengekspor produknya ke
Indonesia relatif masih rendah dibanding
ekspor RRT ke Indonesia yang menggunakan
tariff Most Favoured Nation (MFN) (tariff
umum yang diterapkan di luar skim FTA dan
berlaku untuk semua negara di dunia). Pada
tahun 2011 hanya 26% dari total ekspor RRT
ke Indonesia yang menggunakan skim ACFTA
dan selebihnya (74%) masuk ke Indonesia
tanpa menggunakan skim ACFTA. Hal ini
dimungkinkan karena rata-rata tariff MFN
(simple average tariff) Indonesia saat ini adalah
7% dan termasuk salah satu yang terendah di
antara Negara ASEAN-6 atau bahkan sesama
negara berkembang di dunia.
Data yang sama juga menunjukkan
bahwa Indonesia lebih banyak memanfaatkan
skim preferensi tarif ACFTA untuk mengekspor
dengan adanya AEC termasuk kerjasama
perdagangan internasional seperti ACFTA,
AKFTA, AANZFTA dan sebagainya tersebut tidak
lain ditujukan untuk meningkatkan Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari tahun ke
tahun termasuk perkembangan sektor-sektor
industri baik manufaktur ataupun jasa serta
sektor investasi baik asing maupun domestic”
ujar Djatmiko.
Berdasarkan data yang dilansir oleh
Badan Pusat Statistik, ekonomi Indonesia terus
mengalami peningkatan dan pertumbuhan
yang cukup signifikan bahkan sejak AFTA
ataupun FTA-FTA itu diberlakukan. PDB secara
umum mengalami pertumbuhan terlihat dari
nilainya yang mencapai kurang lebih Rp 1200
triliun tahun 2000 menjadi kurang lebih Rp
8000 triliun pada tahun 2012. Nilai tambah
yang terjadi di sektor industri nasional juga
meningkat dari Rp 266 triliun tahun 2001
menjadi Rp 891 triliun tahun 2010.
Kemudian index produksi bulanan
industri besar dan sedang tumbuh dari 113,56
tahun 2003 menjadi 142,07 tahun 2011.
Jumlah tenaga kerja sektor industri besar dan
sedang juga meningkat dari 4,3 juta orang
tahun 2004 menjadi 4,5 juta tahun 2010.
“Angka-angka tersebut merupakan indicator
yang mencerminkan perkembangan positif
pada kondisi perekonomian nasional”menurut
penjelasan Djatmiko.n
Indonesia Menangkap Peluang dari AEC
Pasar ASEAN mewakili sekitar 25% pasar ekspor Indonesia, tetap menjadi
pasar potensial seiring berkembangnya populasi ASEAN dan khususnya
kelas menengah
ASEAN juga menjadi sumber Investasi Langsung Asing (FDI) yang cukup
penting. Total FDI dari ASEAN ke ASEAN pada tahun 2009 mencapai US$
83 milyar, dan US$ 19.92 milyar atau 24% dari jumlah tersebut masuk ke
Indonesia
Langkah kolektif ASEAN sejalan dengan program reformasi ekonomi
Indonesia yang selama ini aktif memainkan peran dalam mendorong
proses integrasi di tingkat ASEAN
Kesimpulan: pencapaian AEC 2015 akan memiliki arti penting bagi
Indonesia karena ASEAN merupakan tujuan ekspor, sumber impor dan
sumber FDI bagi INA. MEA semakin mendapatkan perhatian dunia;
Indonesia dapat memanfaatkan ASEAN sebagai platform kebijakan
perdagangan luar negeri dan Kerjasama Perdagangan Internasional
adv
dok. kemendag
Info Kementerian perdagangan (ASEAN)
Download